PENGARUH INDUKSI KETAMIN DOSIS 2 MG/KgBB DAN DEKSAMETASON DOSIS 0,2 MG/KgBB INTRAVENA TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH TIKUS WISTAR
JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA
Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar sarjana strata-1 kedokteran umum
MUHAMAD ABDUL ROCHMAN 22010110130191
PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPOEGORO 2014
PENGARUH INDUKSI KETAMIN DOSIS 2 MG/KgBB DAN DEKSAMETASON DOSIS 0,2 MG/KgBB INTRAVENA TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH TIKUS WISTAR Muhamad Abdul Rochman1, Taufik Eko Nugroho2
ABSTRAK Latar Belakang. Ketamin adalah anastetik intravena yang selain bersifat analgesik kuat juga mampu merangsang sistem kardiovaskuler sesuai dengan dosis pemberiannya. Ketamin mempunyai efek ganda terhadap kadar glukosa darah, yaitu mampu mengakibatkan hipoglikemi dan hiperglikemi. Begitu pula dengan deksametason yaitu obat golongan glukokortikoid yang dapat meningkatkan glukosa darah. Oleh karena itu perlu diketahui seberapa besar peningkatan kadar glukosa darah pada penggunaan ketamin dan deksametason Tujuan. Meneliti pengaruh pemberian ketamin dosis 2 mg/KgBB secara intravena dan deksametason dosis 0,2 mg/KgBB terhadap kadar gula darah pada tikus wistar. Metode. : Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian pre and post test one group design. Sampel tersebut di bagi dalam 3 kelompok yaitu sebagai kelompok kontrol, kelompok yang mendapat induksi ketamin 2 mg/KgBB serta kelompok yang mendapat induksi ketamin 2 mg/KgBB dan deksamethason 0,2 mg/KgBB. Hasil. : Didapatkan dari uji statistik dimana terdapat kenaikan glukosa darah yang signifikan pada tikus wistar yang mendapat induksi ketamin 2 mg/KgBB dibandingkan kelompok kontrol dengan nilai p = 0,000, kenaikan glukosa darah signifikan antara ketamin dengan deksametason + ketamin dengan nilai p = 0,002 sedangkan kenaikan kadar gula darah antara kelompok kontrol dengan deksametason + ketamin tidak signifikan dengan nilai p = 0,131. Kesimpulan Penyuluhan dengan bantuan media leaflet dan audiovisual (dalam bentuk slide presentasi dan video) dapat dipakai sebagai alat untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat umum tentang palsi serebral. Kata kunci: penyuluhan, pengetahuan, palsi serebral. 1 2
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang Staf Pengajar Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang
EFFECT OF KETAMINE INDUCTION DOSE OF 2 MG / KG BW AND DEXAMETHASONE DOSE OF 0.2 MG / KG IV ON BLOOD GLUCOSE LEVELS WISTAR RATS Muhamad Abdul Rochman1, Taufik Eko Nugroho2
ABSTRACT Background: Ketamine is an intravenous anesthetic which in addition is also capable of inducing a strong analgesic cardiovascular system in accordance with the dose administration. Ketamine has a dual effect on blood glucose levels, which is capable of resulting in hypoglycemia and hyperglycemia. Similarly, the glucocorticoid dexamethasone drug classes that can increase blood glucose. Therefore, keep in mind how much the increase in blood glucose levels on the use of ketamine and dexamethasone. Objective: To examine the effect of ketamine dose of 2 mg / Kg BW intravenously and dexamethasone dose of 0.2 mg / Kg BW on blood sugar levels in Wistar rats. Methods: This study used a research design pre and post test one group design. The samples were divided into 3 groups: a control group, the group that received induction ketamine 2 mg / Kg BW and ketamine induction group receiving 2 mg / Kg BW and deksamethason 0.2 mg / Kg BW. Results: Obtained from statistical tests where there is a significant increase in blood glucose in Wistar rats receiving ketamine induction of 2 mg / Kg BW than the control group with p = 0.000, a significant increase in blood glucose between ketamine with dexamethasone + ketamine with p = 0.002, while the increase blood sugar levels between the control group with dexamethasone + ketamine was not significant with p = 0.131. Conclusion: There are differences in the increase in blood sugar levels Wistar rats induced a significant between ketamine administration of 2 mg / Kg BW with ketamine 2 mg / Kg BW and dexamethasone 0.2 mg / Kg BW. Keywords: ketamine, dexamethasone, blood glucose levels
1 Faculty of Medicine, Diponegoro University 2.Staf Teachers Section of Child Health Faculty of Medicine, Diponegoro University
PENDAHULUAN Di seluruh dunia, pada tahun 2012 jumlah pasien diabetes mellitus mencapai 371 juta jiwa. Di Indonesia sendiri, jumlah penderita diabetes totalnya 7,3 juta orang.1 Diabetes mellitus adalah penyakit yang paling menonjol yang disebabkan oleh gagalnya pengaturan gula darah. Dalam ilmu kedokteran, glukosa darah adalah istilah yang mengacu kepada tingkat glukosa di dalam darah. Konsentrasi glukosa darah atau tingkat glukosa serum darah, diatur dengan ketat di dalam tubuh. Glukosa yang dialirkan melalui darah adalah sumber utama energi untuk sel-sel tubuh. Umumnya tingkat glukosa darah bertahan pada batas-batas yang sempit sepanjang hari yaitu 4-8 mmol/l (70-150 mg/dl). 2 Ketamin adalah suatu campuran resemik dua buah isomer optik, ketamin S (+) dan R (+). Obat ini menimbulkan kondisi anastesi disosiatif, yang ditandai dengan katatonia, amnesia, dan analgesia dengan atau tanpa hilang kesadaran (hipnosis). Ketamin adalah anastetik intravena yang selain bersifat analgesik kuat juga
mampu
merangsang
sistem
kardiovaskuler
sesuai
dengan
dosis
pemberiannya. 3 Ketamin yang diberikan secara intravena mempunyai onset yang relatif singkat yaitu sekitar 1-2 menit dengan durasi 5-15 menit.4 Saat ini ketamin digunakan secara luas, khususnya pada anestesi intravena karena dianggap cukup aman, mudah pemberiannya, dan cukup banyak variasi indikasinya.5, 6 Selain itu ketamin 1 mg/KgBB secara iv mampu menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah.7 Deksametason adalah golongan sintetis kelas glukokortikoid golongan obat steroid
yang
memiliki
efek
anti-inflamasi
dan
imunosupresan.
deksametason segera berlangsung dengan durasi yang pendek.
8
Onset
Waktu oset
deksametason yang cepat yang mencapai efek puncak pada 30-60 menit dengan durasi 1-3 hari.
Deksametason digunakan untuk mengobati berbagai kondisi
inflamasi dan autoimun, seperti rheumatoid arthritis dan bronkospasme.9 Salah satu efek dari deksametason adalah meningkatkan glukoneogenesis, yaitu pembentukan glukosa dari protein sehingga beresiko meningkatkan gula darah.10 Dengan mengkombinasikan ketamin dan deksametason secara bersamaan, kemungkinan interaksi obat yang dapat terjadi adalah efek sinergis atau efek
antagonis. Jika terjadi efek sinergis obat yang ditandai dengan glukosa darah tikus wistar meningkat secara signifikan. Tetapi jika yang terjadi adalah efek antagonis maka ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah yang tidak begitu signifikan. Pada penelitian ini, penulis ingin mengetahui apakah ketamin dosis 2 mg/KgBB iv dan deksametason dosis 0,2 mg/KgBB iv mempunyai pengaruh terhadap kadar glukosa darah pada tikus wistar. Hasil yang diperoleh diharapkan dapat memberi petunjuk dalam penggunaan ketamin dan deksametason. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti pengaruh pemberian ketamin dosis 2 mg/KgBB secara intravena dan deksametason dosis 0,2 mg/KgBB terhadap kadar gula darah pada tikus wistar. METODE Penelitian ini menggunakan bentuk rancangan penelitian pre and post test one group design. Penelitian dilakukan di Laboratorium Biologi Universiitas Semarang pada bulan Juni 2014. Sampel dilakukan terhadap Tikus wistar yang memenuhi syarat inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi terdiri dari : Jenis kelamin jantan, tidak ada kelainan anatomis, berat badan 150-200 gram dan aktif selama masa adaptasi. Dengan kriteria eksklusi Tikus Wistar yang sedang sakit atau mati sebelum perlakuan dan masa adaptasi selama 7 hari (gerak tidak aktif ) Pada penelitian ini didapatkan 15 sampel tikus wistar yang terbagi dalam 3 kelompok dengan masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor tikus wistar. Kelompok 1 sebagai kelompok kontrol, kelompok 2 sebagai kelompok dengan induksi ketamin dosis 2 mg/Kg/BB, dan kelompok 3 sebagai kelompok dengan induksi ketamin 2 mg/Kg/BB dan deksametason 0,2 mg/Kg/BB. Data diolah dengan computer menggunakan program SPSS for Windows dan dinyatakan dalam nilai rerata ± simpang baku (mean ± SD). Uji statistic menggunakan uji t berpasangan dengan derajat kemaknaan p < 0,05.
HASIL Karakteristik Subyek Penelitian Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh induksi ketamin dan deksametason secara intravena terhadap kenaikan kadar glukosa darah terhadap 15 tikus wistar yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi tertentu. Karakteristik subyek penelitian ditampilkan pada tabel 2. Tabel 2. Karakteristik umum subyek pada masing-masing kelompok Tabel deskriptif 5 menit ke 1
2
3
4
Kontrol
103,6 7,323
105,8 5,718
106,4 7,861
109 9,823
Ketamin
124,6 6,731
138,4 10,09
141,8 7,855
144,2 5,215
109.8 12,617
115,4 8,532
117,4 8,792
120,4 8,264
Deksametason + Ketamin
Tabel 3.Uji Normalitas dan Homogenitas Saphiro-Wilk
Levene statistic
Sig.
Sig.
Waktu
Kelompok
5 menit ke-1
Kontrol
0,887
Ketamin
0,849
Deksametason + Ketamin
0,402
Kontrol
0,077
Ketamin
0,912
Deksametason + Ketamin
0,576
Kontrol
0,809
Ketamin
0,712
5 menit ke-2
5 menit ke-3
0,155
0,401
0,837
5 menit ke-4
Deksametason + Ketamin
0,404
Kontrol
0,363
Ketamin
0,634
Deksametason + Ketamin
0,466
0,432
Dari tabel normalitas dan homogenitas didapatkan data berdistribusi normal sehingga uji yang digunakan Repeated ANOVA. Untuk uji beda tidak berpasangan multivariat didapatkan semua data berdistribusi normal dan homogen sehingga digunakan uji beda tidak berpasangan dengan uji One Way ANOVA. Perubahan Kadar Gula Darah 5 menit ke-1
5 menit ke-2
5 menit ke-3
5 menit ke-4
Gambar 2. Perubahan kadar glukosa darah
Uji Hipotesis Tabel 4. Uji Beda Berpasangan
Kelompok
Repeated ANOVA p
Kontrol
0, 649
Ketamin
0, 110
Deksametason + Ketamin
0, 212
Dari tabel uji beda berpasangan multivariat didapatkan baik untuk kelompok kontrol, ketamin maupun deksametason + ketamin mempunyai nilai p > 0,05 atau tidak signifikan. Uji One Way ANOVA Tabel 5. Uji One Way ANOVA pada 5 menit 1 Kelompok
Mean SD
Kontrol
103,6 ± 7,232
Ketamin
124,6 6,731
Deksametason + Ketamin
109,8 12,617
p
0,011*
Keterangan : * Signifikan p < 0,05 Dari tabel di atas didapatkan nilai p < 0,05 atau signifikan, sehingga untuk uji bivariat dengan menggunakan Post Hoc Test. Tabel 6. Tabel Post Hoc Test 5 menit ke-1 Ketamin
Deksametason + Ketamin
Kontrol
0,011*
0,931
Ketamin
–
0,079
Kelompok
Keterangan : * Signifikan p < 0,05 Dari tabel di atas didapatkan kontrol dengan ketamin signifikan sedangkan kontrol dan ketamin dengan deksametason + ketamin tidak signifikan.
Tabel 7. Uji One Way ANOVA 5 menit ke-2 Mean SD
Kelompok Kontrol
105,8 ± 5,718
Ketamin
138,4 10,09
Deksametason + Ketamin
115,4 8,532
p
0,000*
Keterangan : * Signifikan p < 0,05 Dari tabel di atas didapatkan nilai p < 0,05 atau signifikan, sehingga untuk uji bivariat dengan menggunakan Post Hoc Test. Tabel 8. Post Hoc Test 5 menit ke-2 Ketamin
Deksametason + Ketamin
Kontrol
0,000*
0,278
Ketamin
–
0,003*
Kelompok
Keterangan : * Signifikan p < 0,05 Dari tabel di atas didapatkan kontrol dengan ketamin dan ketamin dengan deksametason + ketamin signifikan sedangkan kontrol dengan deksametason + ketamin tidak signifikan. Tabel 9. Uji One Way ANOVA 5 menit ke-3 Kelompok
Mean SD
Kontrol
106,4 ± 7,861
Ketamin
141,8 7,855
Deksametason + Ketamin
117,4 8,792
p
0,000*
Keterangan : * Signifikan p < 0,05 Dari tabel di atas didapatkan nilai p < 0,05 atau signifikan, sehingga untuk uji bivariat dengan menggunakan Post Hoc Test. Tabel 10. Post Hoc Test 5 menit ke-3 Ketamin
Deksametason + Ketamin
Kontrol
0,000*
0,165
Ketamin
–
0,000*
Kelompok
Keterangan : * Signifikan p < 0,05 Dari tabel di atas didapatkan kontrol dengan ketamin dan ketamin dengan deksametason + ketamin signifikan sedangkan kontrol dengan deksametason + ketamin tidak signifikan. Tabel 11. Uji One Way ANOVA 5 menit ke-4 Kelompok
Mean SD
Kontrol
109 ± 9,823
Ketamin
144,2 5,215
Deksametason + Ketamin
120,4 8,264
p
0,000*
Keterangan : * Signifikan p < 0,05 Dari tabel di atas didapatkan nilai p < 0,05 atau signifikan, sehingga untuk uji bivariat dengan menggunakan Post Hoc Test.
Tabel 12. Post Hoc Test 5 menit ke-4 Ketamin
Deksametason + Ketamin
Kontrol
0,000*
0,131
Ketamin
–
0,002*
Kelompok
Keterangan : * Signifikan p < 0,05 Dari tabel di atas didapatkan kontrol dengan ketamin dan ketamin dengan deksametason + ketamin signifikan sedangkan kontrol dengan deksametason + ketamin tidak signifikan.
PEMBAHASAN Penelitian ini membandingkan kenaikan kadar glukosa darah pada induksi ketamin dosis 2 mg/KgBB dan deksametason dosis 0,2 mg/KgBB. Sampel penelitian ini adalah 15 tikus wistar berdasarkan kriteria inklusi yang telah ditentukan. Dari ke-15 tikus wistar tersebut dibag dalam 3 kelompok, yaitu 5 tikus wistar sebagai kontrol disebut kelompok 1, 5 tikus wistar dengan induksi ketamin 2 mg/KgBB sebagai kelompok 2, dan 5 tikus wistar dengan induksi ketamin 2 mg/KgBB dan deksametason 0,2 mg/KgBB sebagai kelompok 3. Dari hasil penelitian ini didapatkan peningkatan glukosa darah yang tidak bermakna pada tikus wistar kelompok 1. Tetapi terdapat peningkatan glukosa darah yang signifikan pada tikus wistar yang mendapatkan induksi ketamin 2 mg/KgBB. Kenaikan glukosa darah paling tinggi terdapat pada 5 menit ke-3. Begitu pula dengan kelompok 3 yaitu tikus wistar dengan induksi ketamin 2 mg/KgBB dan deksametason 0,2 mg/KgBB terdapat kenaikan kadar glukosa darah meskipun tidak sebesar yang mendapat induksi ketamin. Hal ini sesuai dengan pernyataan sebelumnya bahwa beberapa obat anestesi termasuk
ketamin
dapat
mengakibatkan
perubahan
dalam
metabolisme
karbohidrat sehingga dapat meningkatkan kadar gula darah.
35
Ketamin langsung
menekan sel beta pankreas melalui pelepasan ketokolamin yang berakibat menurunkan produksi insulin.31 Ketamin yang diberikan secara intravena mempunyai onset yang relatif singkat yaitu sekitar 1-2 menit dengan durasi 5-15 menit.4 Hal ini juga sesui dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Surjandari WJ bahwa Terdapat peningkatan kadar gula darah pada pemberian ketamin 1 mg/KgBB dan 2 mg/KgBB 12 Berbeda dengan kenaikan kadar glukosa darah hasil dari pemberian induksi ketamin pada tikus wistar yang mengalami kenaikan yang cukup tinggi, maka kenaikan kadar glukosa darah
tikus wistar yang diinduksi ketamin dan
deksametason relatif rendah. Hal ini berkaitan dengan efek antagonis deksametason terhadap ketamin dalam hal peningkatan kadar glukosa darah. Efek antagonis adalah apabila dua obat dikombinasikan maka efek obat-obat itu akan saling meniadakan. Kombinasi ketamin dan deksametason termasuk efek antagonis non kompetitif dimana pengurangan aktivitas intrinsik. Senyawa antagonis bekerja pada sel yang berbeda dengan senyawa agonis. Interaksi senyawa antagonis dengan sel yang berbeda dapat menyebabkan penurunan aktivitas intrinsik senyawa agonis sehingga efek bioligis yang dihasilkan akan menurun. Antagonisme obat adalah suatu keadaan ketika efek suatu obat menjadi berkurang atau hilang sama sekali oleh keberadaan satu obat lainnya. Glukokortikoid meningkatkan potensi obat, yang dipakai secara bersama-sama. Termasuk aspirin dan obat anti inflamasi nonsteroid (meningkatkan pendarahan dan tukak gastrointestinal); diuretik tidak hemat kalium. Peningkatan pelepasan kalium menyebabkan hipokelamia). Glukokortikoid dapat menurunkan efek antikoagulan oral. Deksametason banyak berinteraksi dengan banyak obat. Fenitoin,
teofilin,
rifampin,
barbiturat,
dan
antasid
mengurangi
kerja
deksametason, sedangkan aspirin, NSAID, dan estrogen meningkatkannya. Deksametason mengurangi efek antikoagulan oral dan antidiabetik oral. Ketika obat diberhentikan bersama – sama diuretik dan/ataupenisilin anti-Pseudamonas kadar kalium serum dapat berkurang secara nyata. Dosis insulin atau anti diabetik
oral mungkin perlu ditingkatkan karena deksametason dapat meningkatkan kadar gula darah. Contoh lain dari kombinasi obat yag mempunyai efek antagonis adalah penggunaan adrenergik beta isoproterenol dan penghambat reseptor beta propanolol secara bersama, hal ini akan memberikan efek saling meniadakan efek terapeutik. Begitu juga dengan antagonis reseptor beta (beta bloker) mengurangi efektifitas obat-obat bronkhodilator seperti salbutamol yang merupakan agonis beta reseptor.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pada penelitian yang dilakukan pada tikus wistar yang mendapatkan induksi ketamin dan deksametason didapatkan kesimpulan bahwa terdapat kenaikan kadar glukosa darah yang signifikan pada kelompok tikus wistar yang mendapat injeksi ketamin 2 mg/KgBB dibandingkan dengan kelompok kontrol. Terdapat kenaikan kadar glukosa darah yang tidak signifikan antara kelompok tikus wistar yang mendapat injeksi ketamin 2 mg/KgBB dan deksametason 0,2 mg/KgBB dibandingkan dengan kelompok kontrol. Terdapat kenaikan kadar glukosa darah yang signifikan padakelompok tikus wistar yang mendapat induksi ketamin 2 mg/Kg BB dibandingkan dengan kelompok tikus wistar yang mendapat induksi ketamin 2 mg/KgBB dan deksametason 0,2 mg/KgBB Saran Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan ketamin dan deksametason pada penderita diabetes melitus. Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan deksametason dan pengaruhnya pada penderita yang mendapatkan anestesi dengan ketamin.
DAFTAR PUSTAKA 1. Andapita, Vella. Jumlah Pasien Diabetes Sedunia Lebih Banyak dari Jumlah
Penduduk
Indonesia.
Tersedia
pada
situs
:
http://health.detik.com/read/2013/11/15/080137/2413735/763/jumlahpasien-diabetes-sedunia-lebih-banyak-dari-jumlah-penduduk-indonesia. diakses tanggal 15 November 2013. 2. Ragnar H, Fox C. Type 2 Diabetes in adult of all ages. London. 2008 : 14 3. MD, Charles Lin and Marcel E Durleux MD PhD. Ketamine and Kinds an on Update.USA:Departement of Anasthesiology University of Virginia Health System Charlottesville, 2005.15:91-7 4. McAuley, D. Anesthetics / Sedatives. GlobalRPh Inc. Tersedia dalam situs : http://www.globalrph.com/anesthetics.htm. Diakses tanggal 16 Maret 2013 5. Morgan GE, Mikhail, Murray MJ, Larson CP. Clinical Anesthesiology,4th ed. McGraw-Hill. New York 2006. Ebook 2006:199-200. 6. Sulaiman L. Sharif and Hanan A.Abouazra “Effect of Intravenous Ketamine Administrassion on blood glucose levels in Conscios Rabbits”. American Journal of Farmacology and Toxicology, volume 4 issue 2 : 3845. 7. Pratamaningtias, E. Pengaruh Ketamin Dosis 1mg/kgbb Terhadap Kadar Glukosa Darah. 2005. 8. Spratto GR, Woods AL. Nurse’s Drug Handbook.USA : Delmar,Cengange Learning. 2009 : 393 9. Deksametason.
Tersedia
dalam
situs
:
http://id.scribd.
com/doc/97808150/deksametason-fix. Diakses tanggl 21 Juni 2012 10. Ikawati, Z. Cerdas Mengenali Obat. Jakarta : Kanisius. 2010 : 87 11. Surjandhari, WJ. Perbandingan Dosis Induksi Ketamin 1mg/kgbb dan 2 mg/kgbb Terhadap Kadar Glukosa Darah, 2005. 12. Iswantoro, OA. Perubahan Kadar Gula Darah pada Pasien Pediatric yang di Induksi Anastesi Umum.2009.
13. Saha, JK. Xiu J, Grondin JM, Eryle Jk, Jaku Bowski JA. Acute Hyperglicemia induce
by ketamine / xylazine anesthesia in rats :
mechanisms and implication for preclinical models.US National Library of medicine national institute of Health.2006 : 777-84 14. Murphy Gs.The Effect of single dose dexamethasone on blood glucose concentrations in the perioperative period : A Randomized, placebocontrolled investigation in gynecologic Surgical Patients. US National Library of medicine national institute of Health.2013 : 1204-12 15. P Hans, A. Vanthuyne, P. Y. Dewandre, J. F. Brichant and V. BonhommeBlood
glucose
concentration
profile
after
10
mg
dexamethasone in non-diabetic and type 2 diabetic patients undergoing abdominal surgery Oxford Journals Medicine BJA Volume 97, Issue 2.2006 Pp. 164-170. 16. Katzung, Bertram G. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta : EGC. 2010 : 420 17. Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Farmakologi dan Terapi edisi 5. Jakarta FKUI : Balai Penertbit. 2007 : 136 18. Schmitz, Gery. Farmakologi dan Toksikologi. Jakarta : EGC. 2008: 163-5. 19. Stoelting RK. Pharmacology and Physiology in anesthetic practice. 3rd Ed, Lippincot-Raven : Philadelphia, New York. 1999 : 302-11 20. Lunn, John N, Chandrata L, Suyono J. Catatan Kuliah Anestesi. Jakarta: EGC. 2004: 56-7. 21. Prasetya,
Larentius
Sandhie.
Tersedia
pada
situs
http://www.healthatoz.com/healthatoz/Atoz/ency/anesthesia_general.jsp Akses 1 Desember 2013. 22. Cherney, AH. Nathan L. Current. Obstetric & Gynecologic Diagnosis & Treatment. 9th ed. New York: Mc Graw Hill. 2003: 106-107, 644, 856. 23. Leveno, J Kenneth. Panduan Ringkas Obstetri William. Jakarta : EGC. 2004 : 172
24. Tjay TH dan Kirana Rahardja. Obat-obat Penting (Khasiat, Penggunaan dan Efek Sampingnya). Jakarta : PT Elex Media Komputindo. 2007 : 404 5. 25. Deglin, JH. Pedoman Obat untuk Perawat. EGC : Jakarta. 2004 :307-10 26. Papich, MG. Saunders Handbook of Veterinary Drugs Second edition. St Louis Missouri. 2007: 278-89 27. Lekiawan,
Fandry.
Tersedia
pada
situs:
http://samudra-
fox.blogspot.com/2012/03/hormon-dalammetabolisme.html.
Diakses
tanggal 30 Maret 2014 28. Murray RK, Granner DK, Rodwell VW. Biokimia Harper. Jakarta : EGC. 2009 : 174-81 29. Fox C, Anne K. Bersahabat Dengan Diabetes tipe 2. Jakarta : Penebar plus. 2010 : 241 30. Almatsier S, Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Umum. 2006 : 41- 2 31. Levi, R. Digestion and Absorption of Carbohydrates from Molecules and Membranes to Humans. Tersedia dalam situs:
http:/www.ajcn.org/.
Diakses tanggal 1 Desember 2010 32. Sloane, E. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. EGC: Jakarta. 2004 33. Campbell, NA. Biologi Edisi Kelima Jilid 3. Jakarta : Erlangga. 2004 : 142-3 34. Vav, O. Anestesi pada Diabetes Mellitus. Tersedia pada situs http://www.scribd.com/doc/95820004/Anestesi-Morgan-1. Diakses pada tanggal 4 Juni 2012 35. McAnulty GR, Robertshaw HJ, Hall GM. Anaesthetic Management of Patients with Diabetes Mellitus. British Journal Anaesthesia, London. 2000 : 80-90 36. The American Society of Health-System Pharmacists. Consumer Medication
Information.
Bethesda,
Maryland.
Tersedia
dalam
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/druginfo/meds/a682157.html. Diakses tanggal 15 Mei 2013 37. Glucocorticoids.
Tersedia
dalam
situs
:
http://en.wikipedia.org/wiki/Glucocorticoid. Diakses tanggal 28 Februari 2014 38. Upfal, J. The Australian Drug Guide. Griffin Press : Australia. 2007 : 3603 40 Dinda.
Interaksi
Obat.
Tersedia
dalam
http://medicafarma.blogspot.com/2010/11/interaksi-obat.html.
situs
:
Diakses
tanggal 20 November 2010 41 Kesehatan Masyarakat Unsoed. Pengantar Farmakologi. Tersedia pada situs
:
http://kesmas-unsoed.info/2011/02/pengantar-farmakologi.html.
Diakses tanggal 8 Juni 2011. 42 Syamsuni, H. Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi. EGC : Jakarta. 2006 : 18-23 43. Sastroasmoro, S. Pemilihan Subyek Penelitian.dalam : Sastroasmoro S, Ismael S ed. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis.Edisi ke-3.Jakarta : CV sagungSeto. 2008 : 88 44. WHO. Research Uidline for Evaluating the Safety and Efficacy of Herbal Medicine. Manila : WHO Regional Officer the Western Pacific : 1993. 3