Induksi Poliploidi Kentang Hitam (Solenostemon Rotundifolius (Poir) J. K. Morton) Aksesi Sangian Secara In Vitro In Vitro Polyploid Induction of Solenostemon rotundifolius (Poir) J. K. Morton In Sangian Accesion Mely Wardah Hayati1, Prasetyorini2, Witjaksono3 1,2
3
Program Studi Biologi FMIPA Universitas Pakuan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Cibinong Bogor
ABSTRAK Kentang hitam (Solenostemon rotundifolius (Poir) J. K. Morton) adalah tanaman herba yang berpotensi tinggi untuk dikembangkan, sebab umbi kentang hitam mengandung karbohidrat yang dapat digunakan sebagai sumber karbohidrat alternatif pengganti beras. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan tanaman poliploid pada kentang hitam aksesi “Sangian” dengan induksi oryzalin dan waktu perendaman yang dilakukan secara in vitro. Penelitian telah dilaksanakan dari bulan Februari sampai Agustus 2012 di Laboratorium Biak Jaringan dan Sel Tumbuhan, Bidang Botani, Pusat Penelitian Biologi, LIPI, Cibinong, Bogor. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan Rancangan Acak Kelompok (RAK) pola faktorial dengan dua faktor yaitu, konsentrasi oryzalin (0, 3, 6, 15 µM) dan waktu perendaman (8, 24 jam). Media yang digunakan adalah media MD cair dengan bagian buku batang sebagai bahan tanam, dilakukan 6 kali ulangan tiap perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan perlakuan induksi poliploid menggunakan inokulum buku batang dari pertumbuhan tunas aksilar kentang hitam aksesi “Sangian” efektif untuk induksi poliploid pada kombinasi perlakuan oryzalin dan waktu perendaman yang diuji, dengan peningkatan ploidi dari diploid (2n=2x) menjadi tetraploid (2n=4x) sebesar 16.5 % dan mixoploid (2n=2x+4x; 3x+4x) sebesar 28.4 %. Kata Kunci: Solenostemon rotundifolius, oryzalin, poliploid penghasil karbohidrat yang dapat dikembangkan dalam pertanian, salah satunya adalah kentang hitam (Leksonowati dan Witjaksono, 2009a). Kentang hitam (Solenostemon rotundifolius (Poir) J. K. Morton) adalah tanaman herba yang berpotensi tinggi untuk dikembangkan, sebab umbi kentang hitam mengandung karbohidrat yang dapat digunakan sebagai karbohidrat alternatif pengganti beras. Kentang hitam di Indonesia hanya dikenal di daerah pulau Jawa, Bali, dan Madura. Umbi yang dihasilkan kentang hitam berukuran kecil dan berwarna coklat muda, coklat tua hingga hitam. Biasanya kentang hitam
Pendahuluan Indonesia merupakan salah satu negara dengan konsumsi beras tertinggi di dunia. Pilihan masyarakat Indonesia pada tanaman padi sebagai sumber karbohidrat utama mudah dipahami, karena padi telah lama dibudidayakan dan mudah disimpan. Ketergantungan padi sebagai sumber karbohidrat utama pada masyarakat Indonesia membahayakan ketahanan pangan nasional, sehingga perlu mencari sumber karbohidrat alternatif. Saat ini pemanfaatan berbagai sumber karbohidrat non-beras masih kurang optimal, padahal banyak alternatif bahan makanan 1
dikonsumsi sebagai sayuran, direbus atau sebagai campuran sajian sebagai pengganti kentang (Solanum tuberosum). Kentang hitam merupakan tanaman pangan yang mempunyai kandungan karbohidrat yang tinggi, khususnya pati. Menurut Jansen (1996), dalam industri farmasi, pati yang dihasilkan kentang hitam dapat dipakai sebagai bahan penyatu atau pemencar. Tanaman yang berasal dari Afrika Barat ini resisten terhadap penyakit, terutama fungi, tetapi sangat peka terhadap nematoda. Keragaman genetik tanaman ini diperkirakan sempit karena selain tidak ditemukan meliar di daerah aslinya, juga diperbanyak secara vegetatif. Kurang optimalnya pemanfaatan sumber karbohidrat non-beras seperti kentang hitam sejalan dengan kurangnya penelitian dan pengembangan komoditas tersebut. Padahal, potensi genetik komoditas tersebut mungkin masih dapat ditingkatkan dengan pemuliaan tanaman, misalnya dengan pemuliaan mutasi atau teknik manipulasi yang lain, seperti poliploidisasi. Poliploidi adalah kondisi pada suatu organisme yang memiliki set kromosom (genom) lebih dari sepasang. Organisme yang memiliki keadaan demikian disebut sebagai organisme poliploid. Usaha-usaha yang dilakukan orang untuk menghasilkan organisme poliploid disebut sebagai poliploidisasi (Suryo, 2007). Tanaman poliploid (triploid atau tetraploid) diketahui mempunyai sosok, ukuran buah, umbi atau bunga yang lebih besar (Suryo, 2007). Manipulasi jumlah ploidi (kromosom) telah dimanfaatkan dalam pemuliaan tanaman, seperti gandum (hexaploid 2n=6x), kentang (tetraploid 2n=4x), pisang (triploid 2n=3x; tetraploid 2n=4x), jambu biji seedless (triploid 2n=3x), mangga (tetraploid 2n=4x), dan semangka seedless (2n=3x). Menurut Suryo (2005), di negara-negara industri maju seperti Jepang, Amerika, Taiwan, dan Australia, penyediaan benih
semangka seedless atau triploid (2n=3x) merupakan suatu usaha yang dapat memberikan keuntungan besar. Penelitian mengenai kentang hitam masih belum terlalu banyak, namun teknik poliploidisasi dapat dilakukan dengan efisien melalui teknik kultur jaringan atau teknik in vitro. Teknik regenerasi kentang hitam melalui kultur jaringan pun telah dilakukan (Prematilake, 2005; Leksonowati, 2009b). Kentang hitam memiliki jumlah kromosom diploid, 2n = 2x = 64, 84 (Nkansah, 2004). Jumlah ploidi kentang hitam kemungkinan dapat ditingkatkan melalui penambahan oryzalin pada media kultur in vitro. Oryzalin adalah suatu herbisida yang dapat menghalangi pembentukan benang spindel pada waktu mitosis (Cox, 2001)). Penggunaan senyawa oryzalin dengan konsentrasi tertentu telah banyak dilakukan untuk mendapatkan tanaman tetrtaploid, seperti pada pisang (Van Duren et al., 1996), bawang merah (Suminah et al., 2002; Grzebelus and Adamus, 2004), yacon (Viehmannova et al., 2009), dan lain-lain. Metode Penelitian Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilaksanakan dari bulan Februari sampai dengan Agustus 2012, bertempat di Laboratorium Biak Jaringan dan Sel Tumbuhan, Bidang Botani, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Cibinong Science Centre (CSC), Bogor. Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Laminar Air Flow Cabinet (LAFC), microwave, Partec CyFlow®, autoklaf gas, botol kultur, alat diseksi (pinset, scalpel), petri dish, erlenmayer, shaker, gelas ukur, handsprayer, lampu Bunsen, timbangan digital, timbangan analitik, hot plate magenetic stirrer, pH meter, mikro pipet, 2
rak kultur, mikroskop. Bahan eksplan diambil dari inokulum biak kentang hitam aksesi “Sangian” yang berumur 4 minggu koleksi Laboratorium Biak Jaringan dan Sel Tumbuhan, LIPI, Cibinong. Bahanbahan yang digunakan adalah media MS sebagai media dasar, aquades, alkohol 70%, larutan teepol, NaOH, sitokinin (BA, TDZ), auksin (NAA), gelrite, senyawa oryzalin 1,5, 3, 6, dan 15 µM.
75 ml media dan diberi perlakuan oryzalin. Kemudian, batang kentang hitam yang dibuang bagian daunnya direndam dalam erlenmayer masing-masing perlakuan oryzalin dan disimpan dalam shaker sesuai perlakuan waktu. Buku batang yang telah diberi perlakuan dipotong-potong dengan ukuran 1-1,5 cm dan ditanam dalam media B atau MS0 dengan jumlah inokulum masing-masing 5 tunas tiap botol, dibuat 6 ulangan tiap perlakuan. Biak dipelihara di dalam ruang kultur dengan suhu 27o C, intensitas cahaya sekitar 261-352 lux selama 16 jam per hari. Setelah tunas berumur 6 minggu diambil bagian daunnya untuk analisis ploidi menggunakan flowcytometer. Pengamatan pertumbuhan biak inokulum dilakukan pada minggu keenam setelah tanam dengan peubah survival hidup, tinggi tunas, jumlah buku, dan jumlah daun.
Metode Penelitian Bahan Tanam Bahan tanam yang digunakan yaitu, bagian buku batang yang diambil dari tunas kentang hitam in vitro aksesi “Sangian”. Media yang dipakai adalah media MD cair (tanpa gelrite). Media merupakan formulasi media MS yang dimodifikasi dengan komposisi sebagai berikut (mg/l): NH4NO3 1650, KNO3 1900, CaCl2.2H2O 440, MgSO4.7H2O 370, KH2PO4 170, hara mikro, FeNaEDTA 37, Vit.MS (Glycine 4, Pyridoxine 1, Thiamin 0,2, Nicotinic Acid 0,5), Myo-Inositol, sukrosa 30.000, BA 5, NAA 0,1, TDZ 0,01 mg/l 1 (Leksonowati dan Witjaksono, 2011).
Analisis Menggunakan Flowcytometer Hasil analisis flowcytometer dapat dilihat pada layar komputer dengan menampilkan bentuk histogram. Menurut Thao (2002), penggunaan flowcytometer dalam menganalisis tingkat ploidi suatu tanaman telah terbukti lebih akurat dan cepat daripada metode konvensional, seperti penghitungan kromosom atau pengukuran stomata. Analisis sitologi dilakukan dengan mengambil bagian daun dari nomor yang diduga ploidinya berubah dan dibandingkan dengan kontrol. Analisis sitologi diamati menggunakan teknik flowcytometer dengan alat Partec CyFlow® (Partec, 2010) untuk melihat perubahan kromosom inokulum. Alat dan bahan yang dibutuhkan dalam reparasi sampel yang akan dianalisis adalah petri dish kecil, pipet, silet, saringan, tube kecil, rak tube, alat flowcytometer, daun yang akan diamati ploidinya, cairan Staining Solution, dan Nuclei Extraction Buffer. Langkah kerja yang dilakukan yaitu, daun dipotong ukuran ½ x ½ cm, simpan dalam cawan petri kecil, beri 250 µM buffer,
Rancangan Percobaan Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan Rancangan Acak Kelompok (RAK) pola faktorial dengan dua factor, yaitu, konsentrasi oryzalin dan waktu perendaman. Konsentrasi oryzalin yang diberikan adalah 0, 3, 6, dan 15 µM, dengan lama waktu perendaman 8 dan 24 jam. Pelaksanaan Percobaan Sebelum memulai percobaan, dilakukan subkultur biak kentang hitam aksesi “Sangian” koleksi laboratorium untuk bahan tanam perlakuan. Dibuat media MD cair (tanpa gelrite) sesuai kebutuhan, setelah di autoklaf media dimasukkan ke dalam 12 botol erlenmyer (dalam LAFC) yang masing-masing berisi 3
kemudian cacah hingga halus, saring dan masukkan dalam tube, tambahkan 2 ml Staining Solution, lalu diamkan selama ± 30-60 menit di tempat gelap, kemudian tube dimasukkan ke dalam alat flowcytometer selama ± 5 menit. Hasilnya akan ditampilkan dalam layar komputer melalui software flomax.
menurun
survival
hidup
inokulum
8
24
Analisis Data Data yang terkumpul dianalisis dengan Analysis of Variance (ANOVA) dan pengolahan data secara statistik dilakukan dengan menggunakan uji F pada taraf α=5% menggunakan program SAS system 9.0. Jika hasil menunjukkan perbedaan yata dilanjutkan dengan uji Duncan.
a
b
c
d
Gambar 1. Pertumbuhan tanaman kentang hitam aksesi “Sangian” dengan konsentrasi oryzalin kontrol (a), 3 µM (b), 6 µM (c), dan 15 µM (d), dengan waktu perendaman 8 jam dan 24 jam dalam media regenerasi pada 6 MST.
Hasil Dan Pembahasan
(Gambar 1). Saat minggu pertama, inokulum yang dipotong bagian tangkai daunnya membentuk struktur seperti kalus berwarna coklat, lalu muncul tunas yang tumbuh menjadi planlet. Rata-rata tinggi tanaman saat 6 MST pada kontrol sebesar 2,37 cm. Dalam waktu perendaman 8 jam rata-rata tinggi tanaman tidak berbeda nyata dalam perlakuan oryzalin, nilai ratarata terendah terdapat pada konsentrasi oryzalin 15 µM sebesar 0,88 cm. Pada waktu perendaman 24 jam perlakuan oryzalin tidak terlalu berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman. Kombinasi perlakuan konsentrasi oryzalin dan lamanya waktu perendaman juga tidak berbeda nyata terhadap rata-rata jumlah buku dan tunas. Rata-rata jumlah buku yang dihasilkan dari semua perlakuan adalah 5 buku dengan 2 jumlah tunas.
Pertumbuhan Inokulum Pada setiap perlakuan terdapat kompetisi survival hidup inokulum yang berbeda-beda. Secara umum, perlakuan kombinasi antara beberapa konsentrasi oryzalin dengan waktu perendaman menunjukkan pengaruh yang nyata. Saat minggu pertama pengamatan, semua inokulum yang ditanam dalam media regenerasi (media B) 100 % hidup, lalu pada minggu kedua mulai muncul sedikit warna coklat kehitaman di bagian potongan tangkai daun dan membentuk struktur seperti kalus. Saat 6 MST, ratarata persentase viabilitas hidup kontrol adalah 100 %, dalam waktu perendaman 8 jam konsentrasi 3 µM rata-rata yang hidup sebanyak 80 %, konsentrasi 6 µM sebanyak 52 % dan konsentrasi 15 µM sebanyak 20 %. Sedangkan, waktu perendaman 24 jam pada konsentrasi 3 µM rata-rata persentase yang hidup sebanyak 47 %, konsentrasi 6 µM 40 %, dan konsentrasi 15 µM 20 %. Hasil tersebut menjelaskan bahwa semakin tinggi konsentrasi oryzalin dan semakin lama waktu perendaman maka semakin
Jumlah Ploidi Inokulum ruas buku yang telah tumbuh menjadi tanaman kentang hitam in vitro (umur 6 minggu) kemudian dianalisis menggunakan alat flowcytometer. Bagian dari tanaman yang 4
diambil untuk dianalisis adalah daun dengan sampel acak dari tiap perlakuan. Setelah dianalisis ternyata hasilnya menunjukkan terdapat peningkatan ploidi tanaman kentang hitam aksesi “Sangian” pada perlakuan konsentrasi oryzalin 3, 6, dan 15 µM dengan waktu perendaman 8 dan 24 jam.
Ramulu et al., (1991) mengemukakan bahwa senyawa oryzalin dapat menginduksi tingkat ploidi kromosom dan memperluas variasi genetik tanaman. Normalnya, ketika sel membelah, molekul protein yang disebut tubulin akan berhubungan satu sama lain membentuk mirkotubul dengan serabut yang panjang, hal tersebut terjadi secara terus-menerus selama pembelahan sel. Namun, jika saat proses pembelahan sel diberikan oryzalin, maka senyawa tersebut akan menghalangi dan mengganggu kerja tubulin sehingga serabut-serabut mikrotubul tidak akan terbentuk. Secara keseluruhan, tanaman kentang hitam aksesi “Sangian” yang terbukti memiliki kromosom tetraploid atau mixoploid penampakan morfologinya berbeda dengan tanaman kentang hitam normal yang memiliki jumlah kromosom diploid. Pangkal daun melebar dengan pertulangan daun yang tidak jelas. Bentuk daun bergelombang, tebal, dan warna hijau yang lebih tua, sebagian memiliki daun yang berlekatan dalam satu tangkai. Pertumbuhannya pun tidak normal, seperti dari satu tunas aksilar bisa muncul dua atau tiga tunas baru lagi yang batangnya menempel satu sama lain. Ada pula dari satu inokulum hanya tumbuh satu tunas dan dari tunas tersebut tumbuh dua atau tiga tunas lagi dengan ploidi berbeda. Saat pengamatan terdapat beberapa inokulum yang hidup muncul dua atau tiga tunas yang dari penampakan morfologinya terlihat berbeda, seperti tinggi tunas, ukuran daun, bentuk daun, dan warna daun. Contohnya, seperti pada inokulum perlakuan oryzalin dengan konsentrasi 3 µM tumbuh tiga tunas pada tunas aksilarnya, dua diantaranya berpenampakan tidak normal, Kemungkinan sel yang tumbuh pada ketiga tunas tersebut bervariasi jumlah kromosomnya. Setelah dilakukan analisis menggunakan flowcytometer ternyata hasilnya adalah ketiga tunas tersebut memang memiliki jumlah kromosom atau
Tabel. Hasil analisis ploidi kentang hitam aksesi “Sangian” menggunakan flowcytometer. Perlakuan Hasil Analisis Flowcytometer Tabel 6. Hasil analisis JTA ploidi kentang hitam aksesi WP KO“Sangian” menggunakan 2x 2x+4xflowcytometer. 3x+4x 4x Kontrol 8
24
8
8
-
-
-
3
18
9
5
-
4
6
21
12
6
1
3
15
3
-
3
-
-
3
17
13
2
-
2
6
8
3
2
-
3
15 Total Ploidi
6
-
5
-
1
81
45
23
1
13
Ket: WP=waktu perendaman; KO=konsentrasi oryzalin; JTA=jumlah tanaman yang dianalisis; 2x=diploid; 2x+4x=mixoploid;3x+4x=mixoploid;4x=tetraploid
Berdasarkan Tabel di atas, dapat dilihat bahwa pengaruh pemberian beberapa konsentrasi oryzalin dalam menginduksi ploidi kentang hitam aksesi “Sangian” menghasilkan peningkatan ploidi dari diploid (2n=2x) menjadi mixoploid diploid-tetraploid (2n=2x+4x), mixoploid triploid-tetraploid (2n=3x+4x), dan tetraploid (2n=4x). Secara keseluruhan, hasil analisis menunjukkan bahwa hampir seluruh tanaman yang diberi perlakuan oryzalin memiliki jumlah kromosom tetraploid dan mixoploid. Menurut Yamets and Blume (2008), penggunaan oryzalin pada makhluk hidup khususnya pada tanaman dapat menghalangi pembentukan benang spindel pada saat proses mitosis sehingga sel-sel baru yang terbentuk jumlah kromosomnya akan berlipat ganda. 5
ploidi yang berbeda, tunas pertama tetraploid (2n=4x), tunas kedua mixoploid (2n=2x+4x), dan tunas ketiga diploid (2n=2x). Adanya perbedaan ploidi pada beberapa tunas aksilar dikarenakan pada bagian tersebut terdapat sel meristem yang sel-selnya dapat bermitosis terus-menerus. Tanaman memiliki jumlah sel yang sangat banyak, kemungkinan sel yang terkena oryzalin saat perendaman memang besar, namun karena sifat sel meristem yang terus membelah bisa jadi tunas yang tumbuh dari inokulum tersebut memang tunas yang terpapar oryzalin atau tunas yang tidak terkena oryzalin. Selain itu, kemungkinan dikarenakan individu yang diamati masih merupakan generasi atau hasil subkultur pertama dari perlakuan, sehingga pertumbuhan morfologi dan ploidinya masih belum terlihat signifikan dan stabil. Selain itu juga dikarenakan adanya variasi genetik di setiap individu. Diperlukan 3 sampai 5 kali subkultur ulang agar dapat diketahui plodi tanaman yang stabil. Hal ini sesuai dengan penelitian Suminah et al., (2002) yang menyebutkan bahwa telah terjadi variasi bentuk, ukuran, dan jumlah kromosom pada Allium ascalonicum L. akibat pemberian kolkisin 1 %. Kolkisin dan oryzalin merupakan senyawa kimia yang dapat menghalangi pembentukan benang spindle pada waktu mitosis sehingga sel-sel baru yang terbentuk jumlah kromosomnya berlipat ganda (Yamets and Blume, 2008). Namun, dalam beberapa penelitian menyebutkan bahwa penggunaan oryzalin sebagai senyawa penggandaan kromosom pada sebagian jenis tanaman efektifitasnya lebih baik. Seperti yang dijelaskan oleh Ramulu (1991) bahwa oryzalin terbukti
lebih efisien sebagai senyawa pengganda kromosom daripada APM (amiprophosmethyl) dan kolkisin yang memiliki kandungan racun lebih besar. Hal tersebut diperkuat oleh Pintos (2007), yang menyebutkan bahwa penggunaan oryzalin untuk menghasilkan double haploid pada Quercus suber L. melalui kultur anter hasilnya lebih efektif dalam penggandaan kromosom daripada APM dan kolkisin. Histogram Hasil Analisis Flowcytometer Dari Gambar 2-a, hasil analisis flowcytometer pada tanaman kentang hitam kontrol menunjukkan kromosom diploid (2n=2x) yang berarti memiliki dua set kromosom. Hal tersebut sesuai dengan Prematilake (2005) yang menyebutkan bahwa tanaman kentang hitam memiliki kromosom dengan jumlah set diploid (2n=2x=64). Pada umumnya, makhluk hidup memiliki sel tubuh (sel somatik) normal dengan inti sel memiliki dua set kromosom. Namun, sejumlah organisme, banyak diantaranya tumbuhan, pada tahap yang sama memiliki jumlah set kromosom lebih dari dua, individu dengan keadaan tersebut dinamakan individu poliploid, contohnya kentang (tetraploid, 2n=4x), gandum roti (heksaploid, 2n=6x), dan tebu (oktaploid, 2n=8x). Penampakan morfologi tanaman kentang hitam aksesi “Sangian” tanpa perlakuan tumbuh normal dengan warna hijau, dua daun yang berhadapan pada tiap buku batangnya (folia opposita), daun berbentuk bulat telur (ovatus), ujung dan pangkal daun tumpul (obtusus) dengan tepi bergerigi (serratus).
6
File: KB 6 Date: 24-09-2012 Time: 14:50:32
Particles: 1085 Acq.-Time: 67 s
partec CyFlow
100
a
2n=2x 80
a1
a1
counts
60
40
20
0 0
200
400
600
800
1000
FL1 File: M8 3 N50 Date: 20-09-2012 Time: 15:19:52
Particles: 3658 Acq.-Time: 232 s
partec CyFlow
100
b
2n=4x 80
a1
a1
counts
60
40
20
0 0
200
400
600
800
1000
FL1 File: M24 15 180 Date: 24-09-2012 Time: 14:54:41
Particles: 3986 Acq.-Time: 146 s
partec CyFlow
100
c
2n=2x+4x 80
a1
a1
counts
60
40
20
0 0
200
400
600
800
1000
FL1 -
File: M24 3 139 Date: 21-09-2012 Time: 14:50:52
Particles: 7192 Acq.-Time: 282 s
partec CyFlow
100
d
2n=3x+4x 80
a1
a1
counts
60
40
20
0 0
200
400
600
800
1000
FL1 -
Gambar 2.
Morfologi tunas kentang hitam aksesi “Sangian” dan tingkat ploidinya sesuai analisis flowcytometer. a) bentuk tunas dengan ploidi 2n=2x; b) bentuk tunas dengan ploidi 2n=4x; c) bentuk tunas dengan ploidi 2n=2x+4x; d) bentuk tunas dengan ploidi 2n=3x+4x. Diploid pada channel 200.
7
a1
a1
Pada Gambar 2-b, dapat dilihat morfologi tanaman tetraploid (2n=4x) yang berbeda dari kontrol, yaitu bentuk daun yang bergelombang, aneh dan lebih tebal dengan warna hijau yang lebih tua. Hal serupa pun dikemukakan oleh Kermani et al., (2003) yang menyatakan bahwa penggandaan kromosom pada tanaman mawar ditandai dengan adanya peningkatan ketebalan daun dengan warna hijau yang lebih gelap. Hasil penelitian Lehrer et al., (2008) juga menunjukkan beberapa tanaman tetraploid Berberis thunbergii var. Atropurpurea memiliki struktur dan bentuk daun yang abnormal setelah diinduksi menggunakan oryzalin dan kolkisin. Hasil analisis flowcytometer tanaman tetraploid menunjukkan peak 392.35 dengan koefisiean keragaman 5.77 %. Menurut Suryo (2007) dan Crowder (2006) biasanya tanaman poliploid memiliki penampakan morfologi seperti bagian batang, daun, dan akar yang lebih besar daripada tanaman diploid, hal itu dikarenakan jumlah kromosom yang lebih banyak. Tetraploid adalah salah satu tipe kromosom euploidi yang memiliki empat set kromosom homolog. Tetraploid pada tumbuhan dibedakan menjadi dua macam, yaitu tumbuhan autotetraploid dan allotetraploid. Autotetraploid ialah tumbuhan tetraploid yang diperoleh melalui penggandaan jumlah kromosomnya dengan cara memberi perlakuan dengan menggunakan senyawa tertentu (seperti oryzalin dan kolkisin). Kolkisin dan oryzalin memiliki mekanisme kerja yang sama dalam mencegah terbentuknya benang-benang spindel. Menurut Bhattacharyya (2008), diketahui bahwa mekanisme kerja kolkisin adalah mencegah terbentuknya benangbenang mikrotubuli dari gelendong inti (benang-benang spindel), sehingga pemisahan kromosom yang menandai perpindahan dari tahap metafase ke anafase tidak berlangsung dan menyebabkan penggandaan kromosom
tanpa penggandaan dinding sel. Dengan demikian, tumbuhan autotetraploid adalah sama dengan tumbuhan diploid asalnya, hanya saja jumlah kromosomnya dilipatgandakan. Sedangkan, allotetraploid merupakan tumbuhan tetraploid yang diperoleh melalui persilangan antar spesies atau genus. Hibrida F1 yang diperoleh disebut interspesifik hibrid yang sangat steril, artinya tidak menghasilkan buah dan biji. Sterilisasi ini disebabkan karena hibrid F1 memiliki kromosomkromosom yang berlainan, yang berasal dari kedua induknya (parental) yang berbeda. Akan tetapi, dengan melipatgandakan jumlah kromosomnya, maka hibrid F1 tersebut menjadi fertil (subur) dan tumbuhan allotetraploid merupakan spesies baru yang sebelumnya tidak dikenal (Suryo,2007). Berdasarkan Gambar 2-c, dapat dilihat histogram hasil analisis flowcytometer menunjukkan tanaman kentang hitam dengan jumlah kromosom mixoploid diploid-tetraploid (2n=2x+4x). Hasil analisis menunjukkan peak 217.14 dan 422,19 dengan koefisien keragaman 5.42 % dan 4.78 %. Umumnya, dari hasil pengamatan tanaman kentang hitam dengan kromosom mixoploid memiliki struktur morfologi yang lebih kecil daripada tanaman kontrol. Daunnya tebal dan bergelombang dengan percabangan tidak normal. Hasil penelitian Wongpiyasatid et al., (2003) menyebutkan bahwa induksi poliploidi pada tanaman Gossypium arboreum masih terdiri dari tanaman dengan jumlah yang kromosom berbeda. Menurut Kehr (2001), pemberian kolkisin atau oryzalin pada tanaman mengakibatkan banyaknya sel yang bersifat chimera. Chimera adalah keadaan sel yang memiliki dua atau lebih susunan genetiknya, hal tersebut dapat terjadi karena mutasi gen atau kromosom. Jumlah kromosom mixoploid triploid-tetraploid (2n=3x+4x) (Gambar 2-d) hanya ditemukan pada satu tunas yang dianalisis saja yaitu, pada kombinasi konsentrasi 8
oryzalin 6 µM dengan waktu perendaman 8 jam. Hasil analisis menunjukkan peak 299.57 dan 455.48 dengan koefisien keragaman 6.91 % dan 3.88 %. Jika dilihat dari morfologi tunasnya, tanaman dengan ploidi mixoploid triploidtetraploid memiliki penampakan tunas yang sama dengan tanaman mixoploid diploid-tetraploid, yang membedakan hanya jumlah kromosomnya.
Tubulin. Med Res Rev Vol. 28 (1). Hal: 155-83. Cox, C. 2001. Oryzalin: Herbicide Factsheet. Journal of Pesticide Reform Vol 1. No. 4.Hal: 16. Grzebelus, E. and A. Adamus. 2004. Effect of Antimitotic Agents on Development and Genome Doubling of Gynogenic Onion (Allium cepa L.) Embryos. Plant Sci. 167(3). Hal: 569574. Jansen, P.C.M. 1996. Plectranthus rotundifolius (Poiret) Sprengel. In: Flach M & Rumawas F (eds.) Plant Yielding non-seed Carbohydrates. PROSEA 9: 156-159. Kehr. A. 2001. Tetraploidy Convension: An Easy and Effective Method od Colchicine Treatment. http://members.tripod.com/h_syiacus/te traploidy. Kermani, M.J., V. Sarasan, A.V. Roberts, K. Yokoya, J. Wentworth and V.K. Sieber. 2003. Oryzalin-Induced Chromosome Doubling In Rosa and Its Effect On Plant Morphology and Pollen Viability. Theoretical and Applied Genetics Vol. 107 No. 7 Hal: 1195-1200. Lehrer, J.M., Mark, H.B., Jessica, D.L. 2008. Induction of Tetraploidy In Meristematically Active Seeds of Japanese Barberry (Berberis thunbergii var. atropurpurea) Through Exposure to Colchicine and Oryzalin. Journal Scientia Horticulturae 119: 6771. Leksonowati, A. dan Witjaksono. 2009a. Pengaruh Perlakuan Oryzalin Terhadap Kentang Hitam (Coleus tuberosus Benth.) In Vitro. Laporan Teknik, Pusat Penelitian Biologi-LIPI. Leksonowati, A. dan Witjaksono. 2009b. Aklimatisasi Bibit Kentang Hitam (Coleus tuberosus Benth.) Hasil Induksi Mutasi dengan Iradiasi Serta Morfologinya di Lapangan. Laporan Teknik, Pusat Penelitian Biologi-LIPI.
Simpulan Dan Saran Simpulan Penggunaan inokulum buku batang dari pertumbuhan tunas kentang hitam aksesi “Sangian” untuk induksi poliploid efektif pada kombinasi perlakuan oryzalin dan waktu perendaman yang diuji, yaitu konsentrasi oryzalin 3, 6, dan 15 µM dengan waktu perendaman 8 dan 24 jam. Persentase tunas tetraploid (2n=4x) yang muncul sebesar 16.5 % dan tunas mixoploid (2n=2x+4x; 3x+4x) sebesar 28.4 %. Saran Tunas tetraploid dan mixoploid perlu diperbanyak dan diaklimatisasi serta ditumbuhkan di lapang, sehingga pertumbuhan dan ukuran umbi dapat diketahui. Ucapan Terima Kasih Terima kasih kepada seluruh staf peneliti dan teknisi Laboratorium Biak Jaringan & Sel Tumbuhan dan Laboratorium Genetika Tanaman yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan penelitian ini. Daftar Pustaka Bhattacharyya, B., Panda, D., Gupta, S., Banerjee, M. 2008. Anti-Mitotic Activity of Colchicine and The Structural Basis for Its Interaction with 9
Leksonowati, A dan Witjaksono. 2011. Morfogenesis pada Daun, Tangkai Daun, dan Ruas Batang Kentang Hitam (Solenostemon rotundifolius (Poir) J. K. Morton) Secara In Vitro. Berkala Penelitian Hayati Vol. 16 No. 2 Hal: 161-167. Pusat Penelitian Biologi-LIPI. Nkansah, G.O., 2004. Solenostemon rotundifolius (Poir.) J.K.Morton In: Grubben, G.J.H. & Denton, O.A. (Editors). PROTA 2: Vegetables/Légumes. PROTA, Wageningen, Netherlands. PARTEC. 2010. CyFlow Space Instrument Operating Manual. Partec GmbH Germany. 30 hal. Pintos, B., Manzanera, J.A., Bueno, M.A. 2007. Antimitotic Agents Increase the Production of Doubled-Haploid Embryos from Cork Anther Culture. J Plant Physiol 164: 1595-604. Prematilake D. P. 2005. Inducing Genetic Variation of Innala (Solanostemon rotundifolius) Via In Vitro Callus Culture. J Natn Sci Foundation Sri Lanka 33. Hal:123-131. Ramulu, S.K., Verhoeven H.A., Dijkhuis, P. 1991. Mitotic Blocking, Microtnucleation, and Chromosome Doubling by Oryzalin, AmiprophosMethyl, and Colchicine In Potato. Protoplasma 160: 65-73. Suminah, Sutarno, Ahmad Dwi Setyawan. 2002. Induksi Poliploidi Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) dengan Pemberian Kolkisin. Biodiversitas Vol. 3, No. 1. Hal: 174-180.
Suryo. 2007. Sitogenetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal: 217-220. Thao, N.T.P, Kenji U., Ikuo M., Yukio, O., and Hiroshi, O. 2003. Induction of Tetraploids In Ornamental Alocasia Through Colchicine and Oryzalin Treatments. Laboratory of Horticultural Science, Faculty of Agriculture, Kyushu University, Japan. Plant Cell, Tissue and Organ Culture Vol.72 No.1. Cox, C. 2001. Oryzalin: Herbicide Factsheet. Journal of Pesticide Reform Vol 1. No. 4.Hal: 16. Van Duren, M., R. Morpurgo, J. Doleze, and R. Afza. 1996. Induction and Verification of Autotetraploids in Diploid Banana (Musa acuminata) by In Vitro Techniques. Euphytica 88. Hal: 25-34. Viehmannova, I., E.F. Cusimamani, M. Bechyne, M. Vyvadilova, and M. Greplova. 2009. In Vitro Induction of Polyploidy in Yacon (Smallanthus sonchifolius). Plant Cell, Tissue and Organ Culture 97(1). Hal: 21-25. Wongpiyasatid A., Praparat, H., and Ngamchuen, R. 2003. Preliminary Test of Polyploidy Induction in Cotton (Gossypium arboreum) Using Colchicine Treatment. Kasetsart University, Bangkok, Thailand. Yemets, A. I. and Blume, Y. B. 2008. Progress in Plant Polyploidization Based on Antimicrotubular Drugs. The Open Horticulture Journal Vol. 1, 1520.
10