DATABASE GOOD PRACTICE University Network for Governance Innovation merupakan jaringan beberapa universitas di Indonesia sebagai wujud kepedulian civitas akademika terhadap upaya pengembangan inovasi tata pemerintahan dan pelayanan publik yang lebih baik. Saat ini terdapat lima institusi yang tergabung yakni FISIPOL UGM, FISIP UNSYIAH, FISIP UNTAN, FISIP UNAIR, DAN FISIP UNHAS. Sekretriat Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada Jl. Sosio-Justisia Bulaksumur Yogyakarta 55281 email:
[email protected]
igi.fisipol.ugm.ac.id
Bina Autis Mandiri Sektor Sub-sektor Provinsi Kota/Kabupaten Institusi Pelaksana Kategori Institusi
Pendidikan Manajemen Berbasis Sekolah Sumatera Selatan Palembang Yayasan Bina Autis Mandiri Lembaga Swadaya Masyarakat
Kontak
Yayasan Bina Autis Mandiri Telp. 0711-357414, 7070343 email:
[email protected]
Peneliti
Purwati Ayu Rahmi
[email protected]
Mengapa program/kebijakan tersebut muncul? Karena pendidikan terhadap anak berkebutuhan khusus (ABK) khususnya anak autis belum terpenuhi secara maksimal. Apa tujuan program/kebijakan tersebut? Mengakomodir kebutuhan anak-anak yang termarginalkan (anak autis dan anak normal dari golongan yang tidak mampu secara ekonomi) agar mendapatkan pendidikan yang layak dan berkualitas. Bagaimana gagasan tersebut bekerja? Gagasan ini bekerja secara swadaya dan diwujudkan dalam bentuk sebuah yayasan yang bernama “Yayasan Bina Autis Mandiri” yang terdiri dari pusat terapi anak autis, SDLB Harapan Mandiri, SD umum Harapan Mandiri, dan SMPLB Harapan Mandiri. Untuk jenjang sekolah dasar siswasiswi SDLB dan SD umum disatukan dalam satu kelas, sehingga terbentuk suasana Inklusi yang seimbang antara anak autis dengan anak normal. Siapa inisiatornya? Siapa saja pihak-pihak utama yang terlibat? Dr. Muniyati yang saat ini menjadi ketua yayasan dari Yayasan BAM. Pihak yang ikut terlibat dalam kegiatan ini adalah pemerintah, donatur, wali murid dan para sataf dan guru yang berkontribusi penuh dalam membesarkan yayasan ini.
Apa perubahan utama yang dihasilkan? Perubahan yang paling nampak adalah anak-anak yang termarginalkan mendapatkan pendidikan yang baik sebagai bekal dalam kehidupan mereka mendatang. Siapa yang paling memperoleh manfaat? Siswa autis dan siswa normal yang kurang mampu, para wali murid.
Deskripsi Ringkas Autisme adalah suatu kondisi mengenai seseorang sejak lahir maupun saat masa balita, yang membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan sosial atau komunikasi yang normal. Akibatnya anak tersebut terisolasi dari manusia lain dan masuk dalam dunia repetitif, aktivitas dan minat yang obsesif (Baron-Cohen, 1993). Dr. Muniyati Ismail adalah seorang dokter umum yang memiliki anak berkebutuhan khusus (ABK) autis. Muhammad Attar Annurillah atau biasa dipanggil Attar mengubah jalan hidupnya. Attar, anak bungsunya membuat Mulyani tergerak untuk mendirikan sekolah, terutama bagi anak autis. Dr. Muniyati sudah geram dengan sekolah-sekolah umum yang mendiskriminasi dan menolak anak autis untuk sekolah. Dari latar belakang itulah Dr. Muniyati didampingi oleh suaminya bertekat kuat untuk mendirikan yayasan Bina Autis Mandiri (BAM). Gagasan ini ditujukan untuk mengakomodir kebutuhan pendidikan formal bagi anak-anak autis sekaligus terapi bagi anak autis. Selain itu inisiator juga berkeinginan untuk memfasilitasi anak-anak yang berasal dari keluarga kurang mampu untuk mendapatkan pendidikan formal, dan cara ini diimplementasikan dalam sekolah inklusi yang menggabungkan anak normal dengan anak berkebutuhan khusus autis dalam satu sistem pembelajaran. Dalam proses pembelajaran proporsi anak autis dengan anak normal disusun secara berimbang, misalnya dalam 1 kelas diisi oleh 2 anak normal dan 2 anak autis. Anak normal yang berasal
dari keluarga tidak mampu adalah sasaran utama dalam menyeimbangkan proporsi siswa di sini. Kegiatan belajar mengajar dalam kelas dilakukan oleh tiga orang guru sekaligus, hal ini bertujuan agar setiap siswa dapat belajar nyaman. Yayasan Bina Autis Mandiri telah berdiri selama delapan tahun. Dalam perjalanannya yayasan yang memiliki SD Harapan Mandiri, SDLB Harapan Mandiri, SMPLB Harapan Mandiri, dan pusat terapi autis Bina Autis Mandiri. Pada tahun ajaran baru 2013 ini Bina Autis Mandiri akan mendirikan SMK. Kurikulum SD umum menggunakan kurikulum KTSP 2006 sesuai standard pendidikan nasional, untuk SDLB dan SMPLB menggunakan kurikulum TUNA GRAHITA TIPE C/C1, selain itu para guru juga menggunakan buku dari Cambridge sebagai buku pegangan tambahan dan para guru juga diberi kesempatan untuk membuat buku yang sesuai dengan kebutuhan siswa. Hal yang paling menarik dari yayasan ini adalah sistem sekolah inklusi pada tingkat Sekolah Dasar. Berbeda dengan sekolah inklusi pada umumnya, sistem inklusi di sini menggabungkan anak umum dalam lingkungan anak berkebutuhan khusus, dalam hal ini anak autis. Manfaat yang paling besar adalah siswa autis mampu berkembang dengan sangat baik karena lingkungan yang beragam dapat menerima mereka, siswa normal juga menjadi lebih bersabar, memahami dan dewasa dalam menghadapi perbedaan-perbedaan yang ada pada anak autis. Kedepannya Dr. Muniyati ingin menjadikan sekolah Harapan Mandiri sebagai sekolah percontohan untuk anak autis maupun anak normal.
Bina Autis Mandiri Kota Palembang
2
http://igi.fisipol.ugm.ac.id
Rincian Inovasi I.
Latar Belakang Masalah
Perhatian pemerintah dalam sektor pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) autis di Indonesia masih sangat kurang. Kebijakan pemerintah yang saat ini tampak adalah aturan perundangan dalam pasal 4 UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan yang demokratis dan tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi dan UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional (UUSPN). Dalam UU tersebut dikemukakan hal-hal yang erat hubungan dengan pendidikan bagi anak-anak dengan kebutuhan pendidikan khusus sebagai berikut:
Sumatra Utara adalah memberikan pembinaan anak berkebutuhan khusus yaitu melalui pelatihan perawatan dan pengasuhan anak berkebutuhan khusus dari sekolah-sekolah inklusi yang ada di Palembang, serta pelatihan perawatan dan pengasuhan anak berkebutuhan khusus tersebut bekerja sama dengan pihak Singapura. Hal ini dilakukan karena dalam melakukan pembinaan anak berkebutuhan khusus tidaklah mudah dan membutuhkan tenaga ekstra. Selain itu mereka juga memberikan bantuan penambahan honor guru non PNS serta perbaikan fasilitas sekolah3.
Bab 1 ( pasal 1 ayat 18 ) Wajib belajar adalah program pendidikan minimal yang harus di ikuti oleh warga negara Indonesia atas tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah. Bab II ( pasal 4 ayat 1 ) Pendidikan diselenggarakan secara demokratis berdasarkan HAM, agama, kultural, dan kemajemukan bangsa. Bab IV ( pasal 5 ayat 1 ) Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu baik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Bab V bagian 11 Pendidikan khusus (pasal 32 ayat 1 ) Pendidikan khusus bagi peserta yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial atau memiliki potensi kecerdasan. Undang-undang ini berlandaskan Undang-Undang 1945 pasal 31 tentang jaminan pendidikan bagi seluruh warga negara. Di Provinsi Sumatra fasilitas pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus nampak masih sangat kurang. Berdasarkan data yang ada, saat ini terdapat 12 sekolah inklusi bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) 1, padahal populasi anak berkebutuhan khusus sangat besar. Berdasarkan pengamatan Yayasan Autis Indonesia jumlah anak berkebutuhan khusus di Indonesia pada saat ini adalah 1:166. Sedangkan di Sumatera selatan dalam beberapa tahun terakhir diketahui, tak kurang dari 1.000 anak di bawah usia lima tahun (balita) terserang autis2. Usaha yang sudah ditempuh pemerintah Provinsi
1 http://sekolahinklusijarikecil.blogspot.com/2012/05/daftar-pusatterapi-sekolah-khusus.html 2 http://eprints.undip.ac.id/1274/
Gambar 1. Gedung Yayasan Bina Autis Mandiri
Tentang penerimaan masyarakat terhadap anak autis. Masyarakat kita masih belum bisa menerima keberadaan mereka. Bahkan ada sebagian orang tua yang melarang anaknya untuk bergaul dengan anak autis dikarenakan takut tertular. Paradigma ini didasari kurangnya pengetahuan masyarakat dan mitos-mitos yang berkembang tentang autisme. Hubungan antara anak normal dengan anak autis juga pincang, anak autis dimarginalkan, disisihkan, dan di”alienasikan” oleh anak normal karena anak autis memiliki fisik dan psikis yang berbeda. Faktanya anak-anak autis sangat membutuhkan penerimaan dari semua masyarakat. Sudah jelas, yang paling dirugikan disini adalah anak-anak autis. Mereka yang seharusnya mendapatkan perhatian dan dukungan dari semua pihak dalam kenyataannya malah dimarginalkan. Dalam penanganannya harus ada kerjasama antara
3http://www.republika.co.id/berita/pendidikan/eduaction/13/02/19/ migp45-honor-guru-anak-berkebutuhan-khusus-akan-ditambah
Bina Autis Mandiri Kota Palembang
3
http://igi.fisipol.ugm.ac.id
orangtua, terapis, guru, keluarga, teman, dan lingkungan sosial yang lebih luas untuk membangun dan mengembangkan kemampuan anak. Adanya lingkungan yang kondusif juga akan membuat kemampuan bersosialisasi dan berbicara anak autis berkembang pesat. Untuk menghadapi persoalan-persoalan yang muncul, salah satu langkah yang dilakukan pemerintah adalah dengan mendirikan sekolah inklusi. Sekolah inklusi adalah sekolah umum yang dapat dimasuki oleh anak autis. Pemerintah telah membuat kurang lebih lima ratus sekolah inklusi yang tersebar di seluruh Indonesia. Jumlah ini tentunya sangat terbatas, apa lagi intensitas bayi terlahir dalam keadaan autis semakin tinggi. Penelitian menyebutkan jumlah penderita autisme meningkat dari tahun ke tahun. Menurut data dari UNESCO pada tahun 2011, terdapat 35 juta orang penyandang autisme di seluruh dunia. Rata-rata, 6 dari 1000 orang di dunia telah mengidap autisme. Di Amerika Serikat, autisme dimiliki oleh 11 dari 1000 orang. Sedangkan di Indonesia, perbandingannya 8 dari setiap 1000 orang. Angka ini terhitung cukup tinggi mengingat pada tahun 1989, hanya 2 dari 1000 orang yang diketahui mengidap autisme4. jika hanya terdapat 500 sekolah inklusi, ini masih dirasa kurang jika dilihat perkembangan penderita autis di Indonesia semakin meningkat. Disinilah muncul ketidak seimbangan antara sekolah luar biasa dan sekolah inklusi dengan jumlah anak yang menderita autisme. Ketika masalah pendidikan bagi anak-anak autis belum teratasi muncul lagi masalah kesenjangan hubungan sosial anak autis dengan anak normal. Sebagian besar anak-anak normal akan sulit menerima keberadaan anak autis di lingkungan mereka. Sebagian orang tua tidak mengajarkan tentang sifat saling menghargai dan menghormati terhadap perbedaan diantara sesama. Akibatnya kesadaran tentang heterogenitas masih sangat rendah. Selanjutnya anak autis tidak bisa beradaptasi dengan lingkungan umum yang kondusif seperti yang diharapkan. Persoalan-persoalan tersebut yang mendorong Dr. Muniyati untuk memperjuangkan hak-hak anak autis khususnya dalam bidang pendidikan. Pengalaman penolakan dalam menyekolahkan anaknya yang menderita autis di sekolah umum ditolak mentahmentah oleh pihak sekolah pada akhirnya membuat beliau berinisiatif untuk mendirikan yayasan autisme dengan suami.
II. Inisiasi Menurut Yayasan Autisme Indonesia, Autisme adalah gangguan perkembangan kompleks yang gejalanya harus sudah muncul sebelum anak berusia 3 tahun. Gangguan neurologi pervasif ini terjadi pada aspek neurobiologis otak dan mempengaruhi proses perkembangan anak. Akibat gangguan ini sang anak tidak dapat secara otomatis belajar untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan lingkungan sekitarnya, sehingga ia seolaholah hidup dalam dunianya sendiri 5. Dr. Muniyati adalah salah satu orang tua yang memilki anak dengan kebutuhan khusus yaitu autis. Muhammad Attar Annurillah anak bungsunya didiagnosa menderita autis sehingga membuat Mulyani terjun ke dunia pendidikan. Kesulitannya untuk mendapatkan sekolah untuk Attar dengan kebutuhan khusus membuatnya tergerak untuk mendirikan sekolah inklusi. “Awalnya sekolah ini didirikan karena anak autis sulit diterima di sekolah umum. Saya prihatin dan geram dengan pendidikan kita yang membebani murid. Anak yang baru bisa membaca sudah diajari macam-macam. Jangankan anak autis, anak normal saja kesulitan," tuturnya 6. Tahun 1999 Dr. Muniyati yang mengikuti suaminya yang bekerja sebagai peneliti lepas bertugas di Lhokseumawe, Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Disana Dr. Muniyati mendirikan tempat rehabilitasi untuk anak autis. Saat itu Aceh dilanda konflik sehingga tak ada dokter dan ahli untuk autis. Terpaksa Muniyati membawa anaknya bolak-balik dari Lhokseumawe ke Jakarta untuk terapi. Hal ini dirasa sulit untuk Muniyati pada saat itu, sebagai seorang dokter dalam wilayah perang ia juga seorang ibu yang memiki anak autis. Tugasnya sebagai wanita tidak hanya dalam rumah tangga tapi juga sebagai dokter yang harus menolong dan menangani orang-orang yang terlibat konflik di Aceh. Seiring berjalannya waktu Dr. Muniyati berusaha supaya anaknya tidak perlu jauh-jauh terapi ke Jakarta. Jakarta-Aceh memerlukan biaya dan waktu yang tidak sedikit, ditambah lagi keadaan fisik dan psikis Attar. Sampai akhirnya ada seorang guru yang mau diajak untuk mendirikan tempat terapi bagi anak cacat. Namun pada bulan Juli 2002, Muniyati pindah ke Palembang mengikuti suaminya, ke kota tempat dia dibesarkan. Dengan berat hati tempat terapi autis di Lhokseumawe ditinggalkan
5 http://autisme.or.id/istilah-istilah/autisme-masa-kanak/ 4 http://health.detik.com/read/2012/04/14/085648/1892331/763/8dari-1000-orang-di-indonesia-adalah-penyandang-autis
6 Kompas, Selasa 12 Juni 2007 dalam http://bukantokohindonesia.blogspot.com/2009/06/muniyati-dan-pendidikanbagi-anak-autis.html
Bina Autis Mandiri Kota Palembang
4
http://igi.fisipol.ugm.ac.id
dan diurus oleh rekan kerjanya. Tapi hingga saat ini Dr. Muniyati masih mengadakan kontak. Dan kini, tempat terapi tersebut telah memiliki empat guru. Tahun 2003, Dr. Muniyati mendirikan pusat terapi autis di Palembang. Selanjutnya pada tahun 2004 Beliau bercita-cita mendirikan sekolah, karena resah memikirkan masa depan anak-anak autis yang tidak bisa belajar di sekolah umum. Anak autis ditolak dari sekolah umum, karena guru di sekolah umum tidak mampu untuk menangani anak autis dan tidak dapat dipungkiri bahwa anak autis memang sangat membutuhkan guru yang berkemampuan lebih dari guru normal. Dr. Muniyati mendirikan sekolah bermodal nekat dan secara swadaya. Ia juga didukung oleh suaminya yang tidak lain adalah seorang peneliti lepas yang hasil temuannya antara lain berupa zat pelapis pupuk. Zat temuan untuk pelapis pupuk itu digunakan oleh sejumlah pabrik pupuk di Indonesia. Hak paten zat pelapis pupuk tersebut sangat membantu keluarga untuk menyokong sebagian pendanaan sekolah. Selain itu dukungan juga datang dari para staf dan guru Yayasan Bina Autis Mandiri7. Namun niat mendirikan sekolah inklusi ini bukannya tanpa hambatan. Hambatan muncul dari keluarga Dr. Muniyati sendiri, ia tidak mendapatkan dukungan dari keluarga besarnya karena menurut mereka tidak mungkin anak umum mau belajar dengan anak berkebutuhan khusus. Ditambah lagi penerimaan masyarakat terhadap anak autis. Masyarakat umumnya belum bisa menerima dan memahami apa itu autisme. Proses perencanaan hingga pendirian sekolah memakan waktu sekitar enam bulan. Untuk mencari murid Dr. Muniyati dan para guru harus mendatangi orang tua anak normal satu persatu, door to door, membayar tukang becak untuk mencarikan murid normal, hingga usaha guru sekolah yang membujuk orang tua bahwa belajar di Sekolah Dasar Khusus Harapan Mandiri akan mendapatkan uang, pemberian garansi dan lain-lain. Padahal pada saat itu Muniyati belum tahu yayasan yang dikembangkannya akan seperti apa di masa mendatang. Muniyati dengan sungguh-sungguh meyakinkan orang tua untuk tidak khawatir bahwa autis tidak akan menular. Makin ditantang makin semangat. Dr. Muniyati menunjukkan kepada masyarakat bahwa bila anak normal digabungkan dengan anak autis tidak akan terjadi kemunduran, sebaliknya banyak hal positif yang didapatkan anak-
anak tersebut. III. Implementasi Yayasan Bina Autis Mandiri (BAM) membawahi SD umum, SDLB autis, SMPLB autis dan pusat terapi autis dalam satu atap yang terdiri dari tiga lantai berlokasi di Jalan Syuhada, kawasan pusat Kota Palembang. Yayasan ini menganut sistem inklusi yang menggabungkan SD umum dan SDLB dalam satu kelas. Siswa SD umum disini berasal dari keluarga kurang mampu, seperti anak tukang becak atau buruh cuci. Sedangkan anak autis yang mayoritas berasal dari keluarga yang memiliki ekonomi mapan. Mengenai sumber biaya operasional pendidikan sekolah inklusi, Yayasan menerapkan subsidi silang, yang artinya anak autis yang memiliki ekonomi mapan memberikan bantuan pendidikan bagi anak umum yang berlatar belakang kurang mampu, sehingga anak normal yang kurang mampu dapat bersekolah tanpa dipungut biaya8. Namun tidak menutup kemungkinan jika ada anak autis yang berasal dari keluarga kurang mampu untuk dapat bersekolah disini dan untuk anak yatim mereka secara otomatis digratiskan. Jadi pendanaan sekolah ini murni dari uang sekolah siswa autis, dan peserta terapi autis, serta donatur dan bantuan pemerintah yang biasanya berbentuk meja, kursi, alat musik dan lain-lain 9. Friendship and Care adalah slogan dari Yayasan Bina Autis Mandiri dengan Misi memberikan kesempatan bagi anak-anak marjinal. Yayasan Bina Autis mandiri sangat mengutamakan kejujuran, tanggung jawab, dan toleransi. Di sini siswa normal maupun siswa autis dididik dan harus belajar untuk saling menghormati. "Para siswa maupun guru harus bertanggung jawab pada kebersihan. Anak yang curang, seperti mencontek, dikenai hukuman, karena kejujuran adalah segalanya. Di sini siswa dan guru berasal dari berbagai agama dan suku. Jadi, anak-anak pun belajar toleransi dan menghargai pluralisme" 10. Reward dan punishment diberikan kepada siswa yang berprestasi maupun yang membuat masalah, hal ini juga diberikan pada siswa autis, yang berbeda adalah punishment pada siswa autis membutuhkan dampingan khusus dari guru pendamping mereka. Secara umum tidak ada pelakuan khusus yang berbeda bagi anak autis dengan anak normal. Anak autis dibiasakan untuk mengikuti norma-norma yang ada di dalam 8 Wawancara dengan ketua Yayasan Dr. Muniyati pada 26 Maret 2013 pukul 09.00 9 Wawancara dengan ketua Yayasan Dr. Muniyati pada 26 Maret 2013 pukul 09.00
7 Wawancara dengan ketua Yayasan Dr. Muniyati pada 26 Maret 2013 pukul 09.00
10 http://bukan-tokohindonesia.blogspot.com/2009/06/muniyatidan-pendidikan-bagi-anak-autis.html
Bina Autis Mandiri Kota Palembang
5
http://igi.fisipol.ugm.ac.id
masyarakat. Misalnya, anak autis dibiasakan memasukkan bajunya dengan rapi, mengancing kancing baju sendiri, tidak jarang mereka juga sering diajak oleh para guru untuk sholat berjamaah di masjid yang letaknya tidak jauh dari yayasan 11. Tabel 1 Prestasi Siswa BAM No.
PRESTASI
1.
Juara Harapan 1 siswa berprestasi Putri SeUPDT Kec. IB tahun 2012
2.
Mewakili Kec. IB 1 dalam lomba UKS tingkat kota Palembang bulan Mei tahun 2013
3.
Juara 1 lomba baca puisi tingkat SD se-Kota Palembang di Sekolah Dasar Islam terpadu Al Furqon
4.
Juara 2 Lomba Busana Nusantara se-Kota Palembang (19 April 2009)
5.
Juara Harapan 2 Lomba Puisi Cinta Keluarga (MY LOVE Family’s) tanggal 14 Februari 2010
6.
Juara I Lomba Siswa Berprestasi Putra Mata pelajaran Seni Budaya/Kesenian Disdikpora Kec. IB I tahun 2010
7.
Juara I Lomba Siswa Berprestasi Putri Mata Pelajaran Keterampilan di Disdikpora Kec. IB tahun 2010
8.
Juara III Lomba Daur Ulang Sampah KIDS & TEENS PRENEUR AWARD 2012 tingkat kota Palembang
9.
Juara Harapan 2 Lomba mewarnai Koran seKota Palembang tahun 2013
10.
Juara 2 Bina Ilmi Fiesta 2013 Prestasi Anak SMPLB Autis Harapan Mandiri
11.
Juara II Managemen Pengelolaan Setra Gebyar PK-LK Diknas 2012
12.
Juara II Melukis Tingkat SMPLB Festival & Lomba Seni Siswa Nasional (FLS2N) Tingkat Provinsi Sumatra Selatan tahun 2012
13.
Juara Harapan II Lomba untuk karya siswa Gebyar PK-LK Diknas 2012 Sumber: Yayasan Bina Autis Mandiri
Strategi untuk mengembangkan potensi murid Harapan Mandiri adalah dengan menerapkan kurikulum sesuai kebutuhan para siswanya. SD umum menggunakan kurikulum KTSP 2006, SDLB dan SMPLB menggunakan kurikulum TUNA GRAHITA TIPE C/C1. Buku-buku dari Cambridge sebagai buku pedoman tambahan bagi para guru
11 Wawancara dengan kepala sekolah SLB Harapan Mandiri bp. Fahruddin Lakoni pada 26 Maret 2013 pukul 10.00
diperoleh dari salah seorang teman ketua yayasan BAM. contain dari kurikulum ini berupa proses pembelajaran yang lebih variatif dari kurikulum Nasional. Buku ini menuntun guru untuk menjelaskan pembelajaran melalui gambar-gambar dalam kehidupan nyata dan cara yang komunikatif pada anak, sedangkan pedoman untuk siswa-siswi tetap memakai acuan LKS sesuai dengan kurikulum KTSP 2006. Dr. Muniyati menjamin kualitas siswa-siswa sekolah ini tak kalah dengan siswa sekolah umum. Hal ini dapat dilihat dari penerapan kejujuran dalam kegiatan belajar mengajar, segala bentuk kecurangan tidak diperbolehkan, sehingga melatih anak untuk lebih jujur dan percaya pada kemampuan dirinya, serta berbagai karya kerajinan dan kebun yang dihasilkan. Selain itu banyak pula lulusan siswa yang dapat masuk ke sekolah favorit bahkan kelas unggulan. Tabel 1 beberapa prestasi yang sudah di raih putra-putri Yayasan Bina Autis Mandiri (BAM). Sedangkan untuk jumlah siswa SMPLB sebanyak 17 siswa, dan belum ada siswa yang lulus. Kelulusan siswa yang pertama akan dimulai pada tahun ini. Selain sekolah, di yayasan Bina Autis Mandiri juga memiliki terapi khusus anak autis. Terapi yang dikenalkan ada sedikit perbedaan, karena siswa hanya datang selama 2 Jam saja. Materinya yang diberikan sesuai dengan gangguan permasalahan anak. Yayasan Bina Autis Mandiri Palembang menyediakan macam-macam fasilitas terapi, diantaranya adalah terapi sensori integrasi,terapi okupasi, terapi wicara, terapi prilaku, terapi musik, terapi interaksi sosial, dan bina diri. Sistem terapi ini juga mempunyai sistem tersendiri, dimana sebelum anak melakukan terapi, mereka harus mendapatkan rekomendasi dari Dokter Anak terlebih dahulu. Hal ini bertujuan agar terapis menindak lanjuti siswa lebih lanjut.
IV .
Dampak Substantif
Model sekolah inklusif yang dikenalkan oleh Muniyati adalah sebuah terobosan baru dalam dunia pendidikan. Program yang dikenalkan pemerintah menggunakan sistem inklusi yang menggabungkan siswa autis ke dalam sekolah umum tidak berlaku di yayasan ini. Dalam lingkup sekolah inklusi ini perbandingan antara siswa autis dengan siswa normal terpaut jauh. Siswa autis sebagai kelompok minoritas, sedangkan siswa normal sebagai kaum mayoritas. Kelompok mayoritas yang memiliki perbedaan psikis yang lebih sempurna bisa saja memarginalkan anak autis. Jika hal yang terjadi demikian, komunikasi Bina Autis Mandiri Kota Palembang
6
http://igi.fisipol.ugm.ac.id
dan sosialisasi langsung terhadap teman sepergaulan tidak bisa berlangsung seperti yang dimana siswa normal dimasukkan ke dalam lingkup siswa berkebutuhan khusus. Prorporsi kelas disajikan secara seimbang antara siswa autis dengan siswa normal. Sehingga mau tidak mau siswa normal akan bermain dengan anak autis. Bahwa ada dua manfaat yang dapat diambil dari sini. Pertama, anak autis akan lebih mampu bersosialisasi, menciptakan dunia sebenarnya dalam artian menjalani kehidupan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat karena anak autis diberlakukan layaknya anak normal selebihnya pembekalan ekstra kurikuler sekolah yang beragam membuat mereka dapat mengembangkan potensinya. Menurut penuturan Bapak Fahruddin lakoni pada dasarnya anak autis akan tumbuh dan berkembang dengan kelompok sosial yang dapat menerima mereka dengan baik,sebab mereka juga membutuhkan kasih sayang selayaknya anak normal. Kedua, para siswa normal dapat lebih berempati kepada siswa yang memiliki kebutuhan khusus. Mereka dapat menerima dan memahami perbedaan, bersabar, sehingga siswa normal bersifat lebih dewasa dalam menghadapi pluralisme, tidak hanya itu, secara tidak sengaja hal demikian juga menumbuhkan semangat siswa normal sebagai motivasi tersendiri bagi dirinya untuk bersyukur atas kelebihan yang ia dapat sehingga patut untuk dimanfaatkan kesempatan belajar di Yayasan ini 12. Menurut riset, anak autis yang berinteraksi dengan lingkungan normal akan menunjukan perubahan 13. Capaian yang paling bisa didapatkan dari sebelum dan sesudah program adalah proses yang di dapat dari para siswa, dari yang awal masuk ada yang tidak bisa membaca, tidak mampu mengenali angka dan huruf bisa menjadi bisa melalui upaya kesabaran dan perhatian guru pengajar, yang awalnya tidak mampu menjadi mampu, yang tidak tahu menjadi tahu. Keseluruhan itu adalah capaian utama dari adanya program ini. Selain itu pelatihan-pelatihan di bidang non akademik juga menjadi nilai tambah dalam proses pembelajaran. Tidak jarang pelatihanpelatihan non akademik ini malah mendatangkan prestasi bagi siswa-siswi, sebab semua anak dibekali keterampilan an ekstrakurikuler sesuai minat dan bakat masing-masing siswa melalui kegiatan les, lomba dan Try Out. Yayasan BAM selalu memprioritaskan proses pembelajaran, bukan sekedar mencapai hasil Ujian Nasional sebagai
diharapkan. Muniyati malah memperkenalkan trobosan yang “out of the box”. Sekolah inklusif suatu ukuran capaian keberhasilan. Fakta yang diperoleh untuk tahun ini 1 anak diterima di SMP RSBI. Sebagai evaluator, sekolah ini dievaluasi oleh Dinas Pendidikan Kabupaten dan Provinsi, disamping itu evaluasi juga dilakukan oleh sekolah yang berwujud dalam nilai rapor siswa 14. Melalui subsidi silang antara anak autis dan anak normal, anak kurang mampu tidak perlu khawatir terhadap biaya sekolah yang mahal. sehingga sekolah ini dapat mengurangi anak miskin yang tidak sekolah. Pemberlakuan skala prioritas diberlakukan bagi anak-anak autis yang bukan berasal dari keluarga mapan. Biaya pendidikan disesuaikan dengan kemampuan orang tua, bahkan ada juga anak autis yang mendapatkan subsidi, dengan syarat dia berasal dari keluarga yang miskin atau anak yatim. Namun anak kurang mampu harus diseleksi terlebih dahulu dalam segi kemampuan akademiknya. Melalui perbandingan anak normal dan anak autis 1:1 diharapkan pembelajaran di kelas dapat berjalan dengan lancar. Perlu diketahui bahwa Yayasan Bina Autis Mandiri juga membatasi jumlah siswa. Tidak semua anak bisa dengan mudah masuk yayasan ini jika tidak dibekali kemampuan akademik. Sebelum pendaftaran anak autis juga dibekali tes syarat masuk untuk menguji apakah anak bisa berinteraktif dengan seusianya. Misalnya diberikan pertanyaan yang idealnya seperti siapa namanya, umurnya, ayahnya namanya siapa, dsb, sehingga dengan data demikian memudahkan guru mengenali kebutuhan khusus yang harus didapat dalam Yayasan Bina Autis Mandiri. Hingga saat ini tidak ada persoalan yang serius ketika yayasan ini mengintergrasikan anak normal kedalam lingkungan anak autis. Keadaan tersebut tidak seperti yang difikirkan orang pada umumnya, fakta yang diperoleh sebaliknya. Dengan adanya pengintegrasian itu cukup membantu anak khusus dalam interaksi sosialisasinya, sebab yayasan ini memakai perbandingan 1:1 maksimal jumlahnya (10 normal : 10 autis), oleh karena itu terdapat 3 guru dalam 1 kelas, hal itu dirasa sangat membantu keefektifan siswa dalam belajar. Ketakutan akan permasalahan pengkotak-kotakan tidak akan terjadi, karena dalam terdapat struktur tempat duduk yaitu anak autis akan duduk bersebelahan dengan anak normal. Disamping itu, selama ini peran para guru
12 Wawancara dengan kepala sekolah SLB Harapan Mandiri bp. Fahruddin Lakoni pada 26 Maret 2013 pukul 10.00 13
http://m.tempo.co/read/news/2013/01/16/060454877/Anak-Autisma-Ternyata-Bisa-Sembuh
14 Wawancara dengan ketua Yayasan Dr. Muniyati pada 26 Maret 2013 pukul 09.00
Bina Autis Mandiri Kota Palembang
7
http://igi.fisipol.ugm.ac.id
Gambar 2
Proses penenunan songket yang disaksikan oleh walikota Palembang
Gambar 3
Gambar 4
Piala prestasi siswa-siswi yayasan BAM
Foto buku-buku dari Cambridge
dan staff dalam mengintegrasi anak-anak tersebut dinilai cukup berhasil, mereka selalu memberikan pengertian tentang perbedaan dalam lingkungan sekolah tersebut. Terbukti hingga saat ini dalam kegiatan belajar mengajar maupun pada jam istirahat di luar kelas tidak pernah terjadi masalah antara anak autis dengan anak normal, malah mereka bisa mengajari dan bermain satu sama lain.15. V.
Institusionalisasi dan Tantangan
Kelembagaan Bina Autis Mandiri (BAM) diketuai oleh Dr. Hj. Muniyati yang juga sebagai inisiator berdirinya yayasan dan sekolah bagi anak berkebutuhan khusus autis. Jabatan Wakil Ketua Yayasan BAM dipegang oleh Dra. Asijar, S.Ag. yang juga memegang jabatan Kepala Klinik Sekolah Autis. Kepala Sekolah Luar Biasa (SLB) Autis Harapan Mandiri Fahruddin Lakoni, S.Pd sedangkan Kepala sekolah SD Harapan Mandiri Suci Rohani, S.pd. Yayasan Bina Autis Mandiri terdiri dari SD Harapan Mandiri, SLB Autis Harapan Mandiri, Sekolah Menengah Pertama (SMP), pusat terapi BAM, dan rencana tahun ini akan di buka SMK yang sudah dibagun dengan lokasi gedung tidak jauh dengan jalan POM IX jl.Syuhada tempat gedung BAM berada16. Yayasan Bina Autis Mandiri berdiri secara independen, dana yang diperoleh adalah murni dari Dr. Muniyati, biaya yang dikeluarkan oleh orang tua siswa autis, donatur dan sumbangan pemerintah yang berupa alat musik, meja, kursi dan lain-lain. Yayasan Bina Autis Mandiri (BAM) yang baru
berusia sepuluh tahun ini cukup mampu memberikan inspirasi kepada masyarakat tentang konsep sekolah anak berkebutuhan khusus tanpa membedakan status, karena dalam implementasinya setiap guru memperlakukan hukuman dan reward yang sama bagi setiap murid, memberikan tanggung jawab yang sama, serta membentuk kebiasaan rutin yang sama seperti yang dilakukan anak umum. Akan tetapi jika anak autis belum paham dan belum mampu untuk melakukan tanggung jawabnya, guru tidak akan memaksakan dan membebani, sebab bagi para pengajar lingkungan akan terbentuk dengan sendirinya dari proses kebiasaan. Meskipun masyarakat pada awalnya mempertanyakan kualitas dan kapabilitas dari sekolah dalam Yayasan BAM, seiring berjalannya waktu, pembuktian yang diperoleh menjadikan masyarakat menjadi lebih menghargai keberadaan Yayasan BAM. Ditambah juga kegigihan Dr. Muniyati dan para guru dan stafnya membuat yayasan ini semakin besar dan dikenal. Dr. Muniyati bertekat membuat sekolah ini seperti sekolah pada umumnya. Meskipun gratis, ternyata masih sulit menemukan orangtua kurang mampu yang mau menyekolahkan anaknya bersama anak autis. Hal ini didasari justifikasi masyarakat awam terhadap keburukan dan kesialan yang menempel dalam diri anak autis. Mereka khawatir anaknya akan tertular autis. Untuk mengatasi masalah tersebut sampai hari ini Muniyati dan guru-guru Harapan Mandiri masih door to door untuk mendapatkan murid normal kurang mampu. Muniyati dan staf guru berusaha untuk meyakinkan bahwa autisme bukanlah penyakit
15
Wawancara dengan Kepala sekolah SD harapan mandiri ibu suci rohani pada tanggal 10 Mei 2013 16 Wawancara dengan kepala sekolah SLB Harapan Mandiri bp. Fahruddin Lakoni pada 26 Maret 2013 pukul 10.00
Bina Autis Mandiri Kota Palembang
8
http://igi.fisipol.ugm.ac.id
Gambar 5
Gambar 6
Gambar 7
sertifikat Lomba busana Nusantara
Sertifikat lomba baca puisi cinta keluarga
sertifikat juara III Daur Ulang Sampah
Gambar 8
Gambar 9
Gambar 10
Piala lomba UKS tingkat kota Palembang bulan Mei tahun 2013
Piala Lomba mewarnai Koran seKota Palembang tahun 2013
Piagam Penghargaan Juara Harapan 1 siswa berprestasi Putri Se-UPDT Kec. IB tahun 2012
menular, dan anak mereka dapat sekolah dengan gratis tanpa dipungut biaya bahkan jika memang benar-benar tidak mampu akan diberikan seragam, buku gratis 17. Terdapat dua kurikulum yang diterapkan dalam satu kelas, yaitu kurikulum KTSP dan kurikulum tuna grahita. Dalam kegiatan belajar mengajar, anak autis diterapkan kurikulum tuna grahita, sedangkan anak normal diterapkan kurikulum KTSP. Sesuai dengan penuturan ibu Suci Rohani selaku kepada sekolah SD Harapan Mandiri bahwa pada dasarnya semua kurikulum itu sama. Penerapan kurikulum diberikan sesuai dengan kebutuhan anak. Namun hingga saat ini kurikulum yang diterapkan dalam yayasan juga mempunyai kendala, diantaranya ketika anak belum mampu menyesuaikan standar kurikulum yang harus dicapai dengan keterampilan
17 Wawancara dengan ketua Yayasan Dr. Muniyati pada 26 Maret 2013 pukul 09.00
dalam pelajaran18. VI.
Lesson Learned
Keberadaan Yayasan Bina Autis Mandiri (BAM) telah memberikan banyak dampak positif, khususnya bagi anak-anak yang mendapat kesempatan untuk bersekolah. Berbagai pembelajaran dapat kita ambil di dalamnya. Kerja keras, kegigihan, toleransi, dan kepekaan yang melekat pada diri sang inisiator adalah hal yang perlu dihargai dan patut untuk dicontoh. Lingkungan yang tidak kondusif membuat inisiator tanggap untuk menghadapi masalah yang ada. Rasa ikhlas dan tidak kenal balas budi ditunjukkan dengan sistem swadaya dari awal berdirinya yayasan bagi anak autis. Keuntungan bukanlah prioritas utama bagi yayasan ini, yang paling penting adalah kebutuhan anak autis dan anak kurang mampu 18
Wawancara dengan kepala sekolah SD harapan Mandiri Suci Rohani,S.pd pada 10 mei 2013
Bina Autis Mandiri Kota Palembang
9
http://igi.fisipol.ugm.ac.id
Gambar 11. Kegiatan belajar mengajar
Gambar 12. Memasak
Gambar 13. Sholat berjamaah
Gambar 14. Membuat songket
Gambar 15. Peringatan Hari Kartini
Gambar 16. Peringatan hari autis sedunia
akan pendidikan dapat terpenuhi serta memberikan wadah kesempatan bersosialisasi terhadap anak umum dan khusus, menciptakan dunia sebenarnya, memberikan motivasi, empati,simpati kepada anak umum. Bahwasannya anak khusus itu tidak jauh berbeda dengan anak umum. Sebab anak khusus juga membutuhkan kasih sayang, pengertian, dan saling peduli antara teman seusianya19. Sistem pendidikan yang diusung juga berimbang antara softskill dan hardskill. Anak yang baru masuk diberi pelajaran membaca, berhitung dan sisanya bermain. Pada dasarnya setiap siswa mempunyai potensi dan kemampuan yang berbeda dan yayasan tidak memaksakan kemampuan murid, khususnya anak autis yang memiliki level kekronisan yang beragam. Orang tua sangat mendukung dengan konsep demikian, sebab di awal pendaftaran orang tua sudah menyepakati surat kontrak dari Yayasan. Bahwa Yayasan ini bukan hanya sekedar belajar, belajar, dan belajar, tidak ada budaya mencontek, sebab dalam sistem ulangannya menguanakan kursi acak, yang mana didalam 1 ruangan berbeda kelas antara tiap-tiap meja ulangan. Para guru mampu mempertanggungjawabkan bahwa hasil itu murni tanpa mencontek. Hal ini dianggap jauh lebih masuk 19 Wawancara kepala sekolah SD Harapan Mandiri Suci Rohani,S.pd. pada 27 Maret 2013 pukul 11.25
akal dari sistem pendidikan umum yang selalu mencekokki anak didiknya dengan berbagai mata pelajaran yang memberatkan siswa didiknya sehingga anak menjadi tertekan dan takut. Namun dengan menyeimbangkan bermain dan belajar, anak akan lebih mampu mengembangkan potensipotensinya sehingga pembunuhan karakter pada anak dapat dihindarkan. Pembekalan softskill seperti membuat songket, kerajinan tangan, memasak, manik-manik, kue-kue mengajarkan para siswa bersifat lebih sabar, toleransi, dan bekerja sama dengan lainnya 20. Penggabungan antara anak autis dan anak normal menimbulkan simbiosis mutualisme. Anak autis mampu mengembangkan potensi belajar dan komunikasi secara maksimal. Sedangkan anak normal yang berasal dari keluarga miskin dapat sekolah dengan gratis, dan secara psikis mereka akan lebih dewasa, peduli, menghargai dan memberikan motivasi tersendiri dalam menanggapi perbedaan. Autisme bukanlah sebuah jenis penyakit yang menular. Kita harus menerima keberadaan penderita autis di tengah-tengah kita. Tidak menjauhi dan mendiskriminasi adalah sikap yang cukup adil yang bisa kita tujukkan kepada mereka.
20 Wawancara Dr.Muniyati pada tanggal 26 Maret 2013 pukul 10.20
Bina Autis Mandiri Kota Palembang
10
http://igi.fisipol.ugm.ac.id
Tabel 2. Data Jumlah Siswa SDLB dan SD tahun 2004-2010 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Jumlah
Tahun 2004/2005 2005/2006 2006/2007 2007/2008 2008/2009 2009/2010 2010/2011 2011/2012 2012/2013
Laki-laki 2 14 6 16 14 23 23 21 17 136
Perempuan 3 2 4 10 8 4 13 9 15 68
jumlah 5 16 10 26 22 27 36 30 32 204
Sumber: Data Siswa yayasan Bina Autis Mandiri 2004-2010
VII.
Peluang Replikasi
Prasyarat keberhasilan program mampu di capai dengan cara melakukan persiapan akademik, administrasi ,perbaikan pelayanan ke anak, SDM (Sumber Daya Manusia) yang mendukung, perbaikan struktur organisasi serta kurikulum. Meskipun sejak awal ide mendirikan sekolah khusus Muniyati telah mendapatkan tantangan dan cibiran, namun dengan tekat kesungguhan pada akhirnya pada tahun 2004 Yayasan Bina Autis Mandiri dapat direalisasikan. Kunci yang diperlukan dalam mewujudkan sebuah program yang bermanfaat untuk banyak orang ini adalah kesungguhan, kerja keras, dan kesabaran dalam menghadapi tantangan. Hingga saat ini banyak para kepala sekolah berkunjung dan melihat langsung konsep dan struktur kelembagaan BAM. Mulai dari mendapatkan tamu dari salah satu kepala sekolah umum di Padang, Direktur PK-LK DIKDAS yaitu Bapak Murjito, Profesor Nagator dari Jepang, serta kepala Dinas Provinsi Sumatra Selatan. Yayasan ini membuka tangan kepada siapa saja masyarakat yang ingin melihat langsung keadaan pembelajaran di dalamnya. Program pendidikan inklusi yang sedikit berbeda ini dapat dimanfaatkan dan direplikasi oleh beberapa lembaga formal yang khusus menangani anak berkebutuhan khusus. Seiring dengan meningkatnya kelahiran anak autis, harus ada peningkatan kuantitas dan kulaitas sekolah-sekolah lain yang dapat mengakomodir kebutuhan anak cacat dalam pendidikan. Misalnya, secara kualitas sekolah-sekolah yang menangani ABK harus memberikan pembekalan softskill dan hardskill yang berimbang dalam sistem pembelajaran, pengajaran pengakuan, sifat saling menghargai tentang perbedaan, dan pembekalan keilmuan yang sangat mengutamakan kejujuran pada setiap anak didiknya.
Referensi http://id.wikipedia.org/wiki/Autisme diakses pada 24 Desember 2012 http://ibnoeceper.blogspot.com/2010_05_01_archive.html diakses pada 24 Desember 2012 http://health.detik.com/read/2012/04/14/085648/189 2331/763/8-dari-1000-orang-di-indonesia-adalahpenyandang-autis diakses pada 24 Desember 2012 http://autisme.or.id/istilah-istilah/autisme-masakanak/ diakses pada 24 Desember 2012 Kompas, Selasa 12 Juni 2007 dalam http://bukantokohindonesia.blogspot.com/2009/06/ muniyatidan-pendidikan-bagi-anak-autis.html diakses pada 24 Desember 2012 http://bukantokohindonesia.blogspot.com/2009/06/muniyati-danpendidikan-bagi-anak-autis.html diakses pada 24 Desember 2012 http://m.tempo.co/read/news/2013/01/16/060454877 /Anak--Autisma-Ternyata-Bisa-Sembuh diakses pada 12 Mei 2012 Sudut pandang Metro TV tayang pada 23 Desember 2012 pukul 11.30 narasumber Dr. Muniyati Wawancara dengan ketua Yayasan Dr. Muniyati pada 26 Maret 2013 pukul 09.00 Wawancara kepala sekolah SD Harapan Mandiri Suci Rohani,S.pd. pada tanggal 27 Maret 2013 pukul 11.25 Wawancara dengan kepala sekolah SLB Harapan Mandiri bp. Fahruddin Lakoni pada 26 Maret 2013 pukul 10.00
Bina Autis Mandiri Kota Palembang
11
http://igi.fisipol.ugm.ac.id