I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu bidang yang sangat penting dan krusial. Dikatakan demikian, sebab majunya suatu bangsa atau negara dapat diukur dari, bagaimana kesejahteraan masyarakat bisa terpenuhi dari hasil peningkatan kualitas hidup mereka melalui pemenuhan kebutuhan pangan. Kualitas hidup masyarakat dikatakan baik atau mumpuni apabila usaha pemenuhan kebutuhan pangan mampu tercapai dengan memanfaatkan hasil-hasil bidang pertanian, sehingga bidang tersebut memberikan kontribusi terpenting yang berkaitan dengan usaha untuk mempertahankan bahkan meningkatkan kualitas hidup. Oleh karena itu, bidang pertanian menjadi salah satu sektor yang sering disorot akhir-akhir ini. Akan tetapi, selama ini pembangunan pertanian telah mengabaikan peranan pemuda. Akibatnya, jarak antara pemuda dengan ladang-ladang pertanian semakin jauh dan proses regenerasi petanipun sulit berjalan, sehingga pertanian tetap didominasi oleh generasi tua yang mempunyai berbagai implikasi. Salah satu implikasinya adalah pertanian berjalan di tempat dan sulit melakukan perubahan yang mendasar. Mungkin ini salah satunya yang menyebabkan kondisi pertanian kita lamban untuk berkembang dan maju. Untuk berkembangnya pertanian, dituntut harus adanya keberlanjutan dari generasi muda dalam menekuni profesi di bidang pertanian. Sumaryono (1995) menjabarkan bahwa profesi merupakan sebutan atau jabatan yang penyandangnya mempunyai pengetahuan khusus yang diperolehnya melalui training atau pengalaman lain, atau bahkan diperoleh melalui keduanya, sehingga penyandang profesi dapat membimbing atau memberi nasehat serta saran atau juga melayani orang lain dalam bidangnya sendiri. Thoha (2003), menjelaskan bahwa profesi dapat dirumuskan sebagai pekerjaan yang dilakukan sebagai nafkah hidup dengan mengandalkan
keahlian dan keterampilan yang tinggi dan dengan melibatkan komitmen pribadi (moral) yang mendalam. Orang profesional adalah orang yang melakukan suatu pekerjaan karena ahli di bidang tersebut dan meluangkan seluruh waktu, tenaga, dan perhatiannya untuk perkerjaan tersebut serta mempunyai komitmen pribadi yang mendalam atas pekerjaan itu. Pekerjaannya itu membentuk identitas dan kematangan dirinya, dan karena itu dirinya berkembang bersama dengan perkembangan dan kemajuan pekerjaannya itu karena tidak hanya sekedar menjalankan pekerjaannya sebagai hobi, mengisi waktu luang, atau secara asal-asalan, melainkan ia berkomitmen secara mantap yang melahirkan tanggung jawab yang besar dan mendalam atas pekerjaannya itu. Adanya kecenderungan para pemuda terutama yang tinggal di kawasan pedesaan yang kurang tertarik terhadap dunia pertanian berakibat pada sektor ini hanya didominasi oleh generasi tua yang seringkali kurang responsif terhadap perubahan. Umumnya dalam pandangan pemuda, bertani adalah pekerjaan tradisional yang kurang bergengsi dan hasilnya tidak segera dapat dinikmati serta jumlahnya yang relatif tak mencukupi. Pandangan tersebut mempengaruhi minat para pemuda untuk mau menjadi petani. Hal ini didukung oleh budaya instan dan ingin cepat menghasilkan, sementara pertanian memerlukan proses panjang, keuletan dan kesabaran dalam menghadapi berbagai resiko internal dan eksternal. Ditambah lagi dengan berbagai kebijakan yang seringkali tidak pro-petani dan justru pertanian dipandang sebelah mata dan dijadikan komoditas politik tanpa memperdulikan nasib dan masa depan pertanian. Di samping itu, kurangnya dukungan para orang tua secara mental terhadap anak-anak muda untuk menjadi petani atau bekerja di bidang pertanian, juga menjadi penyebab si anak tidak tertarik menjadi petani atau bekerja di bidang pertanian. Alih-alih memberikan dukungan, justru orang tua seringkali mengendorkan semangat anak-anak muda yang ingin menjadi petani
atau bekerja di bidang pertanian. Umumnya orang tua akan lebih bangga jika anak-anaknya menjadi dokter, birokrat, pilot dan profesi lainnya yang dianggap lebih prestisius dan jauh lebih memberi keuntungan. Banyaknya perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta khususnya di Daerah Istimewa Yogyakarta, yang memiliki serta menaungi fakultas serta jurusan pertanian menyebabkan banyaknya kesempatan untuk masuk dan bergabung menjadi mahasiswa pertanian. Pilihan mereka untuk masuk dan menimba ilmu bukan hanya sekedar mendapatkan gelar sarjana, melainkan alasan kuat dari dalam diri setiap mahasiswa tersebut yang mendasari dan menuntut untuk menimba ilmu-ilmu terkait bidang pertanian. Bekal ilmu, pengalaman serta kesempatan yang dimiliki mahasiswa untuk terjun dan memahami bidang pertanian khususnya saat lulus nanti untuk bekerja di bidang pertanian, dimana hal ini dapat diukur dan diketahui dengan seberapa besar ketertarikan atau minat sang anak dari petani untuk melanjutkan pendidikan ke fakultas pertanian atau berkecimpung didunia kerja pada bidang pertanian. Untuk mengetahui seberapa besar minat anak petani untuk bekerja di bidang pertanian, maka perlu diketahui terlebih dahulu persepsi petani terhadap dunia pertanian bagi profesi anaknya, sampai sejauh mana persepsi petani terhadap profesi anaknya di bidang pertanian. Oleh karena itu, hal ini menjadi sesuatu yang menarik untuk dikaji melalui penelitian. 2. Perumusan Masalah Indonesia adalah negara agraris tapi sektor pertanian justru menjadikan para petani sebagai buruh di lahan sendiri. Saat ini petani menjadi pekerjaan yang dipandang sebelah mata dan profesi kelas bawah di masyarakat Indonesia. Kondisi berakibat pada semakin ditinggalkannya sektor pertanian oleh angkatan kerja karena dianggap memiliki masa depan kurang menguntungkan.
Masalah pertanian di Indonesia disebabkan oleh kebijakan pertanian yang lebih memfokuskan pada peningkatan produksi pertanian dan kurang memperhatikan kualitas hidup para petani. Keberpihakan pada petani sangat kurang dan nilai tambah pertanian justru tidak dinikmati para petani. Alih-alih meningkatkan produksi yang terjadi justru semakin terpuruknya sektor pertanian maupun kehidupan petani itu sendiri. Padahal pada era teknologi seperti sekarang ini, pendidikan pertanian diarahkan untuk menghasilkan teknokrat bahkan enterpreneurship pertanian. Bidang pertanian tidak lagi dianggap sempit, seperti bercocok tanam di sawah tetapi sudah sangat berkembang teknologinya seperti kultur jaringan, hidroponik, aeroponik, rekayasa genetika, teknologi publikasi pertanian dan sebagainya, yang jauh dari kesan kotor dan tak punya masa depan. Dengan demikian, ruang lingkup pekerjaan sarjana pertanian tidak hanya yang berhubungan dengan budidaya tanaman di lahan tetapi juga lembaga penelitian, instansi pemerintah, perusahaan agrobisnis, perbankan, sampai wirausaha mandiri. Justru di bidang inilah yang seharusnya diisi oleh orang-orang cemerlang. Karena, masih banyak petani kaya di Indonesia, yang mana mereka kerja di ranah pertanian dalam arti luas. Mulai dari pra-produksi, produksi, distribusi hingga birokrat yang kerja di Kementrian Pertanian. Di tengah banyaknya pekerjaan rumah di sektor pertanian, muncul kurang ketertarikan tenaga kerja muda terhadap sektor ini. Secara umum orang-orang melihat pertanian khususnya di Indonesia, hanya dijalani oleh orang-orang “kelas bawah”, Sehingga hal tersebut menyebabkan orang awam akan memandang seperti itu. Bahkan media massa pun menyajikan kehidupan petani yang seperti itu-itu saja, Bapak-bapak memakai kaos oblong, celana pendek, dan topi capingnya yang sedang mencangkul di sawah atau lagi berurusan dengan hewan kerbaunya. Kesan yang menunjukkan bahwa pertanian selalu berhubungan
dengan rakyat kecil, petani tua yang tidak berdaya, bergelut dengan lumpur, panas, kotor, dengan penghasilan rendah dan tidak menjanjikan masa depan, tampaknya tidak mudah untuk dihilangkan. Publikasi tentang pertanian di berbagai media massa baik cetak maupun elektronik lebih banyak menampilkan berita tentang kegagalan pertanian seperti banjir, kekeringan, serangan hama, puso, dan sebagainya, sehingga secara tidak langsung menjadi black campaigne bagi calon mahasiswa pertanian, dan keberpihakan pemerintah terhadap pertanian yang masih kurang. Penurunan subsidi sarana produksi pertanian yang berimbas pada tingginya harga sarana produksi pertanian, kebijakan bebas bea fiskal bagi impor hasil pertanian, kebijakan beras impor, tidak adanya insentif bagi petani dan sebagainya adalah contoh kebijiakan pemerintah yang kurang berpihak pada petani yang pada akhirnya menyebabkan berbagai masalah tingkat kesejahteraan petani yang tidak beranjak naik. Kondisi tersebut turut mempengaruhi generasi muda di desa yang beramai-ramai menjadi kaum urban, meninggalkan desa dan status petani. Anak-anak petani lebih memilih bekerja di kota yang terasa lebih jauh menjanjikan keuntungan besar daripada harus bekerja menjadi petani. Hal ini disebabkan masih membudayanya pandangan petani sebagai pekerjaan kelas dua, di samping masih sempitnya kesadaran dan pemahaman akan potensi pertanian, hal tersebut menunjukkan bahwa daya tarik sektor pertanian di Indonesia masih lemah, sehingga banyak lulusan sarjana pertanian yang kurang tertarik terjun ke bidang tersebut, padahal lahan yang tersedia cukup memadai. Hal itu terjadi karena paradigma belum berubah, seolah-olah sarjana kerjanya di instansi pemerintah. Berdasarkan uraian diatas, tentunya timbul permasalahan yang dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah persepsi petani terhadap profesi anaknya di bidang pertanian ?
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi persepsi petani terhadap profesi anaknya di bidang pertanian ? 3. Bagaimana pengaruh persepsi petani terhadap dukungan pada anaknya untuk berprofesi dibidang pertanian? 4. Bagaimana minat anak petani untuk berprofesi di bidang pertanian?
5. Bagaimana pengaruh dukungan petani terhadap minat anaknya untuk berprofesi di bidang pertanian? 3.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan diatas, maka tujuan penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui persepsi petani terhadap profesi anaknya di bidang pertanian. 2. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi persepsi petani terhadap profesi di bidang pertanian. 3. Untuk mengetahui pengaruh persepsi petani terhadap dukungan pada anaknya untuk berprofesi di bidang pertanian. 4. Untuk mengetahui seberapa besar minat anak petani untuk berprofesi di bidang pertanian. 5. Untuk mengetahui pengaruh dukungan petani terhadap minat anaknya untuk berprofesi di bidang pertanian. 4. Manfaat Penelitian Sesuai dengan tujuan penelitian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka diharapkan penelitian ini dapat membantu serta memberikan manfaat: 1. Bagi peneliti, penelitian ini merupakan salah satu syarat kelulusan yang harus ditempuh untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian Universitas Gadjah Mada.
2. Bagi mahasiswa, penelitian ini diharapkan mampu menghadirkan informasi-informasi yang nantinya timbul persepsi terhadap profesi pekerjaan di bidang pertanian. Persepsi tersebut diharapkan bersifat positif dan mahasiswa yang membacanya berminat dan tertarik untuk terjun serta menekuni profesi di bidang pertanian, khususnya sebagai seorang penyuluh pertanian. 3. Bagi seseorang yang berprofesi di bidang pertanian khususnya penyuluh pertanian, penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran serta evaluasi kerja yang telah dijalankan selama ini, sehingga kedepannya pelaksanaan kegiatan-kegiatan penyuluhan sebagai wujud dari implementasi tanggung jawab serta kewajiban profesi penyuluh dapat semakin meningkat dan berkembang kearah yang lebih baik lagi. 4. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu bahan serta acuan untuk membuat kebijakan baru, khususnya terkait dengan profesi pekerjaan di bidang pertanian, baik dalam hal peningkatan kesejahteraan, kualitas kinerja dan sebagainya. 5. Bagi pihak-pihak lain yang tertarik dan berminat dengan hasil penelitian ini, diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk melakukan penelitian lebih lanjut