I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pangan merupakan kebutuhan manusia yang paling azasi, sehingga ketersedian pangan bagi masyarakat harus selalu terjamin. Manusia dengan segala kemampuannya selalu berusaha mencukupi kebutuhannya dengan berbagai cara. Dalam perkembangan peradaban masyarakat untuk memenuhi kualitas hidup yang maju, mandiri, dalam suasana tenteram, serta sejahtera lahir dan batin, semakin dituntut penyediaan pangan yang cukup berkualitas dan merata. Oleh karena itu, kecukupan pangan bagi suatu bangsa merupakan hal yang sangat strategis untuk mewujudkan pembangunan sumberdaya manusia yang sehat, aktif dan produktif (BKP, 2010). Dalam UU No. 7 tahun 1996 tentang pangan disebutkan bahwa ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup dalam jumlah, mutu, aman, merata, dan terjangkau. Dengan demikian, ketahanan pangan dihasilkan oleh suatu sistem ketahanan pangan yang terdiri dari tiga subsistem, yaitu : (1) ketersediaan pangan dalam jumlah dan jenis yang cukup untuk seluruh masyarakat, (2) distribusi pangan yang lancar dan merata, dan (3) keterjangkauan pangan setiap individu yang memenuhi kecukupan gizi dan kaidah kesehatan (Sutawi, 2007). Yang disebut bahan pangan adalah berbagai komoditi pangan sebagai sumber-sumber karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Karbohidrat bersumber pada beras, jagung, ubi kayu, terigu, gula dan sebagainya. Protein terdapat pada kedelai, daging, telur, susu, ikan dan lainnya. Lemak banyak
Universitas Sumatera Utara
terkandung di dalam kacang tanah, minyak kelapa sawit, daging berlemak, susu berlemak, dan sebagainya. Adapun vitamin dan mineral banyak dijumpai pada sayuran dan buah-buahan (Prayitno, 1987). Pentingnya ketahanan pangan dalam pembangunan nasional sudah bukan lagi topik perdebatan. Pemerintah dan rakyat, yang diwakili oleh parlemen dan organisasi non-pemerintah, sepakat bahwa ketahanan pangan harus menjadi salah satu prioritas dalam pembangunan nasional. Paling tidak ada tiga alasan penting yang melandasi kesadaran semua komponen bangsa atas pentingnya ketahanan pangan. Pertama, akses atas pangan yang cukup dan bergizi bagi setiap penduduk merupakan salah satu pemenuhan hak azasi manusia. Kedua, konsumsi pangan dan gizi yang cukup merupakan basis bagi pembentukan sumberdaya manusia yang berkualitas. Ketiga, ketahanan pangan merupakan basis bagi ketahanan ekonomi, bahkan bagi ketahanan nasional suatu negara berdaulat (Suryana, 2004). Pembangunan ketahanan pangan pada umumnya ditujukan untuk membangun ketahanan dan kemandirian pangan masyarakat baik secara makro (tingkat daerah/kelurahan) maupun mikro (tingkat rumah tangga/individu). Terbangunnya ketahanan dan kemandirian pangan ditandai dengan tersedianya pangan dalam jumlah yang cukup, bermutu, dan aman serta mendistribusikannya secara merata mulai dari tingkat kelurahan hingga ke rumah tangga dari waktu ke waktu, berkelanjutan, dan dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat (Laurensius, 2010). Lahan merupakan sumberdaya alam yang sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia. Lahan diperlukan dalam setiap kegiatan manusia, seperti untuk pertanian, daerah industri, daerah perumahan (real estate), jalan
Universitas Sumatera Utara
untuk transportasi, daerah rekreasi atau daerah-daerah yang dipelihara kondisi alamnya untuk tujuan ilmiah. Sumberdaya lahan (land resources) sebagai lingkungan fisik terdiri dari iklim, relief, tanah, air dan vegetasi serta benda yang ada di atasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap penggunaan lahan. Lahan juga merupakan sumberdaya strategis yang memiliki nilai secara ekonomis. Saat ini, jumlah luasan lahan pertanian tiap tahunnya terus mengalami pengurangan. Berkurangnya jumlah lahan pertanian ini merupakan akibat dari adanya peningkatan jumlah dan aktivitas penduduk serta aktivitas pembangunan. Kondisi ini mengakibatkan permintaan akan lahan pun meningkat. Konversi lahan yang terjadi tidak lepas dari kepentingan berbagai pihak seperti pemerintah, swasta dan komunitas atau masyarakat (Pasandaran, 2006). Penggunaan konversi lahan sawah tidak terlepas dari situasi ekonomi secara keseluruhan. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi menyebabkan beberapa sektor ekonomi tumbuh dengan cepat. Pertumbuhan sektor ekonomi akan membutuhkan lahan yang lebih luas. Apabila lahan sawah letaknya lebih dekat dengan sumber ekonomi maka akan menggeser penggunaannya kebentuk lain, untuk perumahan (real estate), industri manufaktur dan fasilitas infrastruktur. Hal ini terjadi karena land rent persatuan luas yang diperoleh dari aktivitas baru lebih tinggi daripada yang dihasilkan sawah. Namun konversi lahan sawah yang terjadi ditentukan juga oleh pertumbuhan sektor tanaman pangan (Ashari, 2003). Fenomena konversi lahan sawah terus terjadi sampai tingkat mencemaskan dan mengganggu. Secara umum, faktor eksternal dan internal mendorong konversi lahan sawah. Faktor eksternal merupakan dampak transformasi struktur ekonomi dan demografis. Lahan tak berubah, tetapi permintaan meningkat akibat
Universitas Sumatera Utara
pertumbuhan penduduk. Akibatnya, penggunaan lahan bergeser pada aktivitas nonsawah yang lebih menguntungkan. Faktor internal yang menyebabkan konversi lahan adalah kemiskinan. Buruknya kondisi sosial ekonomi memicu petani menjual lahan sawahnya. Mereka merasa tidak mendapat keuntungan ekonomis dari lahan itu (Anonimus, 2006). Kota Medan adalah salah satu Kota yang dalam sepuluh tahun terakhir terus mengalami konversi lahan, khususnya lahan sawah. Konversi ini mengakibatkan luas lahan sawah di Kota Medan cenderung mengalami penurunan. Lahan yang paling banyak mengalami konversi adalah jenis lahan sawah yang beralih fungsi menjadi lahan kering, dan menjadi lahan nonpertanian, seperti digunakan untuk bangunan, industri, perumahan (real estate), pusat bisnis dan sebagainya. Menurut data BPS, pada tahun 2004 terjadi penurunan jumlah luas lahan sawah di Kota Medan dari 3.312 Ha menjadi 1.849 Ha di tahun 2005. Terlihat bahwa ada penurunan luas panen dalam kurun waktu satu tahun sebesar 1.463 Ha yang mengindikasikan adanya gejala konversi lahan sawah di Kota Medan. Luas lahan sawah yang semakin berkurang di Kota Medan, sudah tentu akan ikut mempengaruhi jumlah produksi padi ( BPS, 2008). Seiring dengan semakin maraknya alih fungsi lahan untuk pembangunan, menyebabkan Kota Medan bukanlah merupakan daerah potensial untuk sentra produksi pertanian. Kota Medan telah berkembang pesat sebagai pusat perdagangan, Jasa, dan Industri di Sumatera Utara. Disisi lain, kemajuan tersebut juga telah mendorong Kota Medan menjadi pasar yang strategis dan potensial bagi daerah-daerah hinterlandnya dalam memasarkan berbagai komoditas bahan pangan hasil produksi pertaniannya. Sehingga secara otomatis, Kota Medan dapat
Universitas Sumatera Utara
memenuhi ketersediaan dan kebutuhan bahan pangan pokok dan strategis masyarakatnya (Laurensius, 2010). Distribusi bahan pangan di Kota Medan pada umumnya lancar mulai dari tingkat produsen sampai ke tingkat konsumen. Harga bahan pangan pun stabil, terkecuali menjelang hari-hari besar keagamaan yang menyebabkan terjadinya lonjakan harga pada beberapa jenis bahan pangan. Untuk mengantisipasi fluktuasi kenaikan harga tersebut,
Pemerintah Kota Medan sering menyelenggarakan
operasi Pasar Murah secara serentak di setiap kecamatan pada 115 titik yang tersebar di 151 kelurahan sehingga masyarakat dapat terbantu untuk memperoleh kebutuhan bahan pangannya (Laurensius, 2010). Perkembangan kebutuhan berbagai komoditas bahan pangan pokok dan strategis di Kota Medan pada Tahun 2005 sampai dengan Tahun 2009, produksi Beras di Kota Medan secara signifikan terus mengalami penurunan, sementara jumlah penduduk yang berkorelasi dengan kebutuhan terhadap Beras terus mengalami peningkatan.
Contoh kasus, dengan jumlah penduduk yang
mengalami peningkatan dari sebanyak 2.120.436 jiwa pada Tahun 2008 meningkat menjadi 2.121.053 jiwa pada Tahun 2009 hasil produksi Beras justru mengalami penurunan yaitu dari 11.452 ton pada Tahun 2008 turun menjadi 10.144 ton pada Tahun 2009. Sedangkan tingkat swasembada hasil produksi Beras di Kota Medan hanya mampu memenuhi 3,53 % untuk kebutuhan masyarakatnya (Laurensius, 2010). Dengan demikian, ketersediaan Beras untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Kota Medan mengalami Minus 274.460,54 ton (96,47 %) pada Tahun 2009. Kekurangan ketersediaan dan kebutuhan Beras bagi masyarakat Kota
Universitas Sumatera Utara
Medan sebesar 96,47 % tersebut dapat terpenuhi dari berbagai daerah hinterlandnya yang memiliki lahan pertanian dan sentra produksi Beras di Sumatera Utara seperti Kabupaten Deli Serdang, Serdang Bedagai, Langkat, dan daerah lainnya (Laurensius, 2010). Di samping itu dalam pemasaran komoditas pertanian seringkali dijumpai rantai pemasaran yang panjang, sehingga banyak lembaga pemasaran yang dilibatkan dalam rantai pemasaran. Hal ini menyebabkan terlalu besarnya keuntungan pemasaran yang diambil oleh pelaku pemasaran. Beberapa penyebab panjangnya rantai pemasaran dan pihak produsen sering dirugikan, antara lain : 1) pasar tidak bekerja sempurna, 2) lemahnya informasi pasar, 3) lemahnya produsen/petani memanfaatkan peluang pasar, 4) lemahnya produsen/petani untuk melakukan penawaran dalam mendapatkan harga yang layak, 5) produsen/petani melakukan
usaha
tidak
didasarkan
pada
permintaan
pasar
(Prasetyo dan Mukson, 2003). Dari uraian diatas, dapat kita lihat akibat pengalih fungsian lahan pertanian menjadi daerah pemukiman menyebabkan Kota Medan harus memenuhi kebutuhan pangannya dari daerah lain dan panjangnya jalur distribusi maka perlu dilakukan penelitian terhadap pola distribusi atau jalur pemasaran komoditi pangan, sehingga kita mengetahui bentuk pemasaran dan dari mana saja kebutuhan pangan khusunya cabai merah, daging ayam, daging sapi, telur dan beras diperoleh.
Universitas Sumatera Utara
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana pola distribusi komoditi pangan ( cabai merah, daging sapi, daging ayam, telur, dan beras) di Kota Medan? 2. Dimana daerah setra produksi yang memasok pangan ( cabai merah, daging sapi, daging ayam, telur, dan beras) ke Kota Medan? 3. Berapa jumlah dan share pasokan komoditi pangan ( cabai merah, daging sapi, daging ayam, telur, dan beras) dari daerah lain ke Kota Medan? 4. Apakah harga komoditi pangan ( cabai merah, daging sapi, daging ayam, telur, dan beras) stabil?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian adalah untuk : 1. Mengetahui pola distribusi komoditi pangan ( cabai merah, daging sapi, daging ayam, telur, dan beras) di Kota Medan. 2. Mengetahui daerah setra produksi yang memasok pangan ( cabai merah, daging sapi, daging ayam, telur, dan beras) ke Kota Medan. 3. Mengetahui jumlah dan share pasokan komoditi pangan ( cabai merah, daging sapi, daging ayam, telur, dan beras) di Kota Medan 4. Mengetahui stabilitas harga komoditi pangan ( cabai merah, daging sapi, daging ayam, telur, dan beras) di Kota Medan.
Universitas Sumatera Utara
1.4 Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian adalah: 1. Sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan bagi setiap orang yang terlibat dalam jalur distribusi komoditi pangan ( cabai merah, daging sapi, daging ayam dan telur ) untuk perbaikan dan peningkatan proses tata niaga. 2. Sebagai bahan informasi dan referensi bagi pihak yang membutuhkan.
II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
Universitas Sumatera Utara