BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Rangka Dinding Pengisi Dinding pengisi merupakan dinding yang berada diantara balok dan kolom
biasanya terbuat dari pasangan bata/batako (masonry) atau bahan lain seperti kayu, plywood, gypsum, atau bahan lainnya. Dalam kasus dinding yang kaku dan kuat seperti batako dan bata, walaupun lebih getas dari bahan kerangka, keberadaannya diantara struktur kerangka akan menimbulkan interaksi yang mengubah kekakuan struktur terutama saat menerima beban lateral akibat gempa atau angin. Dinding pengisi umunya difungsikan sebagai penyekat, dinding eksterior, dan dnding yang terdapat pada sekeliling tangga dan elevator Apabila dinding diasumsikan sebagai komponen struktur maka dinding disebut sebagai dinding pengisi (infilled wall) dimana struktur dengan dinding pengisi disebut rangka dinding pengisi (infilled frame). Karena struktur rangka dinding pengisi memiliki inersia yang besar, maka struktur rangka dinding pengisi ini mempunyai perilaku yang berbeda dengan rangka terbuka (open frame), sehingga diperlukan metode dan metode analisis yang mampu memperhitungkan interaksi antara dinding pengisi dengan struktur rangka. Salah satu pemodelan dinding pengisi yang digunakan adalah metode elemen shell.
Gambar 2.1 Rangka dengan Dinding Pengisi
2.1.1
Interaksi Dinding Pengisi Dengan Struktur Rangka Kegagalan struktur rangka dinding pengisi sering terjadi kegagalan tekan
pada pojok atas dinding dan kegagalan tarik yang terjadi pada kolom struktur
3
bagian bawah. Gambar 2.2 berikut menunjukan kegagalan yang dialami oleh struktur rangka dinding pengisi.
(a) Mekanisme geser
(b) Aksi rangka batang
(c) Moda
Gambar 2.2 Perilaku Struktur Rangka dengan Dinding Sumber : Smith and Coull,(1991)
Keruntuhan pada struktur rangka terjadi akibat gaya tekan dan tarik yang disebabkan gaya horizontal yang diberikan sedangkan pada dinding pengisi terjadi retak geser pada bagian tengah seta keruntuhan akibat tekan yang terjadi pada pojok kiri atas dinding pengisi. Retak akibat tarik juga terjadi pada bagian pojok kanan bawah dinding pengisi. Namun demikian adanya dinding tersebut mampu menambah kekakuan dan kekuatan struktur rangka yang ditempatinya sehingga dapat mengurangi deformasi yang terjadi pada struktur. Interaksi antara dinding pengisi dan rangka juga berpengaruh terhadap kinerja struktur. Pada penelitian Thajhanto dan Imran, 2009, interaksi dinding pengisi dengan rangka meningkatkan level kinerja struktur portal.
2.1.2
Tegangan Pada Dinding Pengisi Konsep perilaku dinding pengisi yang dikembangkan saat ini merupakan
perpaduan hasil penelitian, pendekatan analisis serta kecanggihan analisa model elemen hingga yang berkembang (Smith and Coull, 1991). Untuk memahami perilaku portal dengan dinding pengisi diperlakukan penelitian lebih lanjut terutama penelitian dengan skala yang sebenarnya sehingga dapat diperoleh pendekatan desain perencanaan struktur portal dengan dinding pengisi.
4
Tegangan pada dinding pengisi meliputi tegangan geser, tegangan tarik diagonal dan tegangan tekan. Ketiga jenis tegangan menimbulkan kegagalan pada dinding pengisi berupa kegagalan geser, kegagalan tarik diagonal dan kegagalan tekan dimana dari ketiga jenis kegagalan tersebut dinding pengisi harus tetap mampu menahan beban yang terjadi pada struktur portal.
a. Tegangan Geser Pada Dinding Pengisi Kegagalan geser yang terjadi pada dinding pengisi berkaitan dengan tegangan geser yang terdapat pada dinding ketika struktur tersebut menerima gaya lateral. Pada analisis model elemen diperoleh bahwa nilai tegangan geser kritis terjadi dibagian tengah dinding pengisi (Smith and Coull, 1991). Nilai tegangan geser secara empiris dapat dirumuskan sebagai berikut: (2.1) Dimana : Q : gaya horizontal struktur portal L : panjang dinding pengisi pada struktur t :ketebalan dinding FEMA-237 (Federal Emergency Management Agency) dalam Bell and Davidson (2001) menyebutkan bahwa walaupun tegangan geser pada dinding pengisi melampaui kuat geser yang diijinkan namun dinding pengisi tersebut tetap mampu menahan beban geser sampai empat kali tegangan yang terjadi. Dinding pengisi yang menerima beban geser yang kuat akan mengalami keretakan namun masih mampu menahan beban geser struktur untuk memperlambat deformasi yang terjadi.
b. Tegangan Tarik Pada Dinding Pengisi Tegangan tarik diagonal dipengaruhi oleh jenis dinding pengisi yang digunakan. Tegangan ni juga dipengarhui oleh kekakuan struktur portal karena terjadi dibagian pojok bawah dan tengah dinding pengisi (Smith and Coull, 1991). Keruntuhan tarik diagonal pada dinding pengisi berkaitan dengan tegangan tarik diagonal maksimum yang terjadi pada dinding. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan oleh Smith and Coull (1991) tegangan tarik diagonal dapat dirumuskan:
5
(2.2)
Dimana : Q : gaya horizontal yang terjadi yang diberikan oleh struktur portal L : panjang dinding pengisi pada struktur t : ketebalan dinding Besarnya kuat tarik diagonal dinding pengisi belum dapat dipastikan sehingga masih dalam batasan pendektaan yang tetap digunakan sebagai pedoman menganalisis tegangan tarik dinding (Smith and Coull, 1991).
c. Tegangan Tekan Pada Dinding Pengisi Pada penelitian struktur portal dengan dinding pengisi diperoleh bahwa panjang dinding pengisi yang menekan kolom di tiap tingkatnya bergantung pada kekuatan lentur kolom. Kolom yang lebih kaku menyebabkan tekanan gaya lateral pada kolom semakin luas sehingga tegangan tekan yang terjadi pada dinding menjadi lebih kecil (Smith and Coull, 1991). Pada penelitian diperoleh keruntuhan dinding pengisi pada bagian atas diperkirakan sama dengan panjang keruntuhan pada dinding pengisi di dekat kolom. Tegangan tekan pada dinding pengisi secara empiris dirumuskan: (
)
(2.3)
Dimana: Q : gaya horizontal yang terjadi yang diberikan oleh struktur portal h : tinggi dinding pengisi pada struktur t : ketebalan dinding Panjang keruntuhan dinding pengisi yang menekan kolom oleh Smith and Coull (1991) dirumuskan sebagai berikut: dengan √
(2.4) (2.5)
Dimana:
6
Em : modulus elastisitas dinding pengisi E : modulus elastisitas kolom I : inersia kolom h : dinding pengisi t : tebal dinding pengisi
2.1.3
Modulus Elastisitas Modulus Elastisitas merupakan perbandingan antara tegangan dan
regangan dari suatu material/bahan. Setiap material mempunyai modulus elastisitas tersendiri yang memberikan gambaran mengenai perilaku material itu bila mengalami beban tarik atau beban tekan. Bila nilai E semakin kecil, akan semakin mudah bagi material unuk mengalami perpanjangan atau perpendekan. Untuk mengetahui nilai karakterisitik material dapat dilihat dari kurva tegangan dan regangan. Berdasarkan SNI 2847:2013, modulus elastisitas pada material beton dapat dicari dengan rumus berikut: a. Untuk beton dengan berat volume antara 1440 dan 2560 kg/m 3 menggunakan rumus √
(2.6)
b. Untuk beton normal dapat menggunakan rumus √
(2.7)
Pada material dinding dapat diketahui nilai modulus elastisitasnya berdasarkan pendekatan dari FEMA-356 dengan rumus (2.8) Untuk material dinding, Kaushik, et. al (2007) mengusulkan hubungan tegangan-regangan parametric pasangan dinding bata terdiri dari dua bagian, yaitu bagian lengkung (parabolic variation) dan bagian lurus (linier variation), seperti yang diperlihatkan pada gambar 2.2
7
Gambar 2.3 Kurva Hubungan Tegangan dan Regangan Dinding Pengisi Sumber: Kaushik et al. (2007)
Kurva bagian lengkung (parabolic variation) dari titik nol sampai bagian puncak (ε’m,f’m) dan pada saat f’m turun sebesar 90% (0.9f’m) dapat dicari dengan persamaan sebagai berikut: (
)
(2.9)
Kemudian untuk bagian lurus (linear variation) digunakan persamaan sebagai berikut: (2.10) dengan: (2.11) (2.12)
dimana: Cj
= faktor dari kuat tekan mortar
fj
= kuat tekan mortar (MPa)
fm
= tegangan dinding pengisi (MPa)
8
f’m
= kuat tekan dinding pengisi (MPa)
ε’m
= regangan dinding pengisi pada f’m
εm
= regangan dinding pengisi = regangan dinding pengisi saat 0.9f’m
Terdapat beberapa sumber lain yang membahas rumus modulus elastisitas pada dinding, yaitu :
MIA, 1998 (2.13)
Sahlin, 1971 (2.14)
Schubert , 1982 (2.15)
Sinha and Pedresichi, 1983 (2.16)
EC 6 and CIB (Bull, 2001) (2.17)
Karena banyaknya refrensi yang membahas mengenai rumus untuk Em dan variasinya sangat besar yang tidak diketahui yang mana seharusnya digunakan maka pada penelitian ini memvariasikan nilai Em. 2.2.
Pemodelan Dalam SAP 2000 Analisis pemodelan untuk struktur bangunan yang tinggi bergantung pada
beberapa keadaan dan pendekatan yang berhubungan dengan tipe dan ukuran struktur dan banyaknya tingkat dalam desain rancangan. Pemodelan struktur berkembang dengan cepat seiring dengan dukungan teknologi komputer yang makin canggih. Kemudahan yang diberikan dalam pemodelan struktur dengan komputer dapat mempercepat proses perhitungan, sehingga yang menjadi fokus para
perancang
bangunan
adalah
bagaimana
cara
menginterpretasikan
permasalahan yang ada ke dalam model struktur yang dapat diproses komputer.
9
Komponen struktur biasanya terdiri dari balok, kolom, dan pelat. Untuk memodel komponen struktur tersebut, SAP 2000 telah menyediakan beberapa elemen yang dapat digunakan diantaranya elemen frame, elemen shell, dan elemen gap. 2.2.1 Elemen Frame Dewabroto (2004) menjelaskan bahwa elemen frame pada SAP 2000 telah disiapkan untuk memodel struktur yang dapat diidealisasikan sebagai rangka (elemen garis atau elemen satu dimensi) dalam ruang orientasi ruang/3D. Dalam SAP 2000 dimana nodal, elemen atau constrain model struktur mempunyai sistem koordinat tersendiri yang disebut sebagai sistem koordinat lokal yang diberi nama sumbu 1, 2 dan 3. Tetapan default, sistem koordinat sumbu lokal 1 – 2 – 3 dari suatu nodal adalah identik dengan sistem koordinat global X – Y – Z (Dewabroto, 2004). 2.2.2 Elemen Shell Elemen shell adalah tipe dari obyek area yang digunakan untuk memodel perilaku membran, pelat, dan shell dalam bidang dan struktur tiga dimensi. Pada program SAP2000, penggunaan elemen shell dapat dibagi menjadi tiga sesuai dengan perilakunya yaitu : 1.
Membran Elemen membran hanya dapat memperhitungkan gaya-gaya yang bekerja
sejajar dengan bidang (in-plane) dan momen drilling (momen yang bekerja dengan sumbu putar tegak lurus arah bidang). Elemen ini dapat digunakan jika ingin memodel suatu bidang tanpa memperhitungkan gaya tegak lurus bidang. 2.
Pelat Elemen pelat merupakan kebalikan dari elemen membran, yaitu hanya dapat
menerima gaya tegak lurus arah bidang (out-of-plane). Model pelat pondasi yang memiliki rasio ketebalan yang kecil dapat menggunakan elemen pelat ini.
10
3.
Shell Jika dibutuhkan suatu elemen dengan perilaku gabungan antara elemen
membran dan elemen pelat, maka elemen shell merupakan pilihannya. Elemen shell memiliki kemampuan untuk menahan gaya searah maupun tegak lurus bidang. Bentuk bidang elemen shell dapat dibagi menjadi dua. Jika nodal yang terdapat pada satu bidang elemen berjumlah 4 buah (j1, j2, j3, j4) maka bentuknya berupa segi empat (quadrilateral) dan jika terdapat tiga buah nodal (j1, j2, j3) maka bentuknya berupa segitiga (triangular). Formulasi quadrilateral lebih akurat dibandingkan triangular. Elemen triangular hanya direkomendasikan untuk lokasi dimana tegangan tidak berubah dengan cepat. Penggunaan dari triangular yang besar tidak direkomendasikan dimana tekuk in-plane lebih signifikan. Untuk memodelkan elemen shell, dalam metode elemen hingga elemen shell harus dibagi menjadi elemen – elemen yang lebih kecil (mesh). 2.2.3 Elemen Gap Elemen gap merupakan elemen yang menghubungkan dua material yang berbeda dengan tujuan untuk menyalurkan gaya yang berasal dari masing-masing material tersebut. Pada program SAP2000 terdapat fitur link element atau elemen penghubung yang dapat digunakan sebagai elemen gap. Elemen ini bekerja dengan cara mengikat dua buah titik simpul dan dapat dilepas sesuai kondisi tertentu. Gambar 2.3 menunjukkan elemen gap dan komponennya, dengan i dan j sebagai simpul (titik ujung) dari elemen gap. Simpul atau titik ujung yang dimaksud nodal dari elemen frame dan nodal elemen shell sedangkan k merupakan nilai kekakuan dari elemen gap.
11
Gambar 2.4 Gap Element Aplikasi elemen kontak ini pada dinding pengisi salah satunya dibahas dalam penelitian dari Dorji& Thambiratnam (2009). Pada penelitian tersebut dijelaskan tentang perbandingan kekakuan yang dimiliki oleh elemen gap dengan kekakuan dari dinding pengisi. Persamaan kekakuan gap dapat dirumuskan sebagai berikut: (2.18) dengan Ki (2.19)
dimana Kg adalah kekakuan dari gap element dalam satuan N/mm, Ki adalah kekakuan dari dinding pengisi, Ei adalah modulus elastisitas dinding dan t adalah tebal dinding. 2.3.
Penelitian Rangka Dinding Pengisi Berlubang
2.3.1
Kakaletsis dan Karayannis (2009) Kakaletsis and Karayannis (2009) melakukan penelitian laboratorium
mengenai perilaku struktur rangka dinding pengisi dengan bukaan. Dalam penelitiannya, terdapat 10 spesimen yang diuji, ditunjukkan pada Tabel 2.1. Spesimen yang diuji berupa struktur RT (Bare Frame), struktur RDP dengan dinding Solid, dan struktur RDP dengan bukaan.Untuk bukaan, parameter yang digunakan yaitu bentuk bukaan dan ukuran bukaan. Terdapat tiga spesimen bukaan jendela dengan ukuran perbandingan la/l sebesar 0.25, 0.38, 0.50 dan tiga spesimen bukaan pintu dengan ukuran perbandingan la/l sebesar 0.25, 0.38, dan 0.50.Selain itu, ada dua spesimen menggunakan parameter untuk lokasi bukaan pada struktur rangka dengan perbandingan x/l sebesar 0.167. Dimana, l adalah 12
panjang dinding pasangan bata, la adalah lebar bukaan, dan x adalah jarak antara garis pusat dari bukaan ke tepi dinding pengisi, terlihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Spesimen eksperimen Notasi Benda Uji B S WO2 WO3 WO4 DO2 DO3 DO4 WX1 DX1
Bentuk bukaan Jendela Pintu Bare Bare Solid Solid √ √ √ √ √ √ √ √
0 √ -
Ukuran Bukaan la/l 0.25 0.38 0.5 √ √ √ √ √ √ √ √ -
1 √ -
Jarak bukaan x/l 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.167 0.167
Sumber: Kakaletsis & Karayannis (2009)
Gambar 2.5 Spesimen struktur RDP (a) detail tulangan struktur rangka beton bertulang, (b) unit bata, (c) struktur RDP dengan bukaan jendela dan (d) struktur RDP dengan bukaan pintu, dalam mm. Sumber: Kakaletsis and Karayannis (2009)
Beban lateral menggunakan alat double action hydraulic actuator sedangkan beban vertikal menggunakan hydraulic jacks dipasang dengan empat
13
strands di bagian atas setiap kolom, yang konstan dan terus-menerus disesuaikan selama pengujian. Tingkat beban tekan aksial per kolom ini ditetapkan sebesar 50kN dengan rata-rata tegangan tekan sebesar 0.1 untuk kekuatan tekan. Hasil utama dari eksperimen laboratorium adalah grafik hubungan antara beban lateral dan perpindahan, selain itu ditampilkan pola kegagalan yang terjadi pada struktur, disajikan pada Gambar 2.6, 2.7 dan 2.8
Gambar 2.6 Kurva Perbandingan Gaya Lateral dengan Perpindahan dan Pola Keruntuhan dari Benda Uji S
Gambar 2.7 Kurva Perbandingan Gaya Lateral dengan Perpindahan dan Pola Keruntuhan dari Benda Uji WO2
14
Gambar 2.8 Kurva Perbandingan Gaya Lateral dengan Perpindahan dan Pola Keruntuhan dari Benda Uji DO2 Spesimen S pada Gambar 2.5 memiliki dinding penuh, dimana retak pada dinding terjadi pada drift 0.3%. Sendi plastis terjadi pada bagian atas dan bawah kolom pada drift 1.1%. Kegagalan dari specimen ini didominasi dengan retak diagonal di dinding pada drift 1.9%. Spesimen WO2 dengan bukaan jendela pada Gambar 2.6 mengalami retak pertama di dinding pada drift 0.3% sampai 0.4%. Sendi plastis terjadi pada ujung atas dan bawah kolom pada drift 0.3% sampai 0.9%. Spesimen DO2 pada Gambar 2.7 mengalami retak pertama di dinding pada drift 0.3%. Sendi plastis terjadi pada bagian atas dan bawah kolom pada drift 0.4% sampai 0.6%. Berdasarkan hasil penelitian laboratorium tersebut disimpulkan bahwa ukuran bukaan dari bentuk yang sama tampaknya tidak jauh mempengaruhi perilaku benda uji. Retak pada dinding dan terpisahnya dinding dari struktur terjadi pada tahap sebelum adanya leleh pada tulangan kolom. Pada perpindahan yang besar pada kasus model dengan bukaan, beban lateral tetap ditahan oleh struktur sementara dinding pengisi mulai berhenti menahan beban. 2.3.2
Sigmund & Penava (2012) Penelitian terkait hasil uji laboratorium tentang dinding pengisi berlubang
terutama dengan tambahan perkuatan balok dan kolom praktis telah dilakukan oleh Sigmund & Penava (2012). Pada penelitian tersebut dibuat benda uji berupa struktur portal beton bertulang satu tingkat dengan dinding pengisi yang diisi bukaan bervariasi. Benda uji yang terdiri dari tiga kelompok seperti yang tertera
15
pada tabel 2.2 dibuat untuk mengetahui bagaimana pengaruh ukuran dan posisi bukaan pada dinding dan efek dari penambahan perkuatan balok dan kolom praktis pada tepi lubang.
Tabel 2.2 Tipe-Tipe Benda Uji Dinding Pengisi dengan Bukaan
Test specimen Group No
1
Mark
Type (I/II)
Appearance of the Test specimen
Type of Opening and Dimensions lo/ho (m)
Position of Openong and Distance eo (m)
Door (0,35/0,90 m)
Centric (0,90 m)
II
2
Type (2/II)
Window (0,50/0,60 m)
Centric (0,90 m) Parapet wall height is 0,40 m
Confinent of Opening
With confining elements
Pada benda uji yang memiliki perkuatan, kolom praktis diberi tulangan memanjang dengan diameter 8 mm sebanyak 2 buah. Kolom praktis tersebut diangker dengan balok struktur dengan kedalaman 10 cm dan diberi dowel ke dinding dengan tulangan diameter 4 mm setiap 20 cm. Penulangan pada balok praktis terdiri dari empat tulangan memanjang dengan diameter 6 mm dan tulangan melintang diameter 6 mm dengan jarak 9 cm
16
Gambar 2.9 Desain Tulangan Portal Benda Uji Untuk jenis material yang digunakan dan sifat-sifatnya ditampilkan dalam tabel 2.3 Tabel 2.3 Material yang Digunakan dan Sifat-Sifatnya Material
Sifat
Nilai
Satuan
Keramik
Menormalisasikan kekuatan tekan dalam
fb
15,9
N/mm2
berongga
arah vertikal
fbh
2,6
N/mm2
Menormalisasikan kekuatan tekan dalam arah horizontal Kegunaan
Kekuatan tekan
fm
5,15
N/mm2
adukan semen
Kekuatan lentur – tarik
fmt
1,27
N/mm2
Karakteristik kekuatan tekan
fk
2,7
N/mm2
Modulus elastisitas
E
3900
N/mm2
Regangan Ultimate/Regangan terakhir
εu
0,57
%
Karakteristik kekuatan geser awal
fvok
0,7
N/mm2
Karakteristik sudut gesekan
tanαk
0,8
N/mm2
Karakteristik kekuatan tekan
fk,cube
45
N/mm2
secara umum Dinding
Kerangka Beton
17
Tulangan
Lintel
Karateristik kekuatan lekeh
fyk
600
N/mm2
Karakteristik kekuatan ultimate
fuk
700
N/mm2
Modulus elastisitas
Es
Karakteristik kekuatan tekan
fk,cube
210000 N/mm2 30
N/mm2
Sumber: Sigmund & Penava (2012)
Dalam menguji seluruh spesimen tersebut digunakan beban siklik yang ditingkatkan dan beban vertikal yang konstan. Beban vertikal diberikan pada ujung atas kolom yang pada masing-masing sisi diberi beban sebesar 365 kN. Sementara untuk beban horizontal diberi gaya dengan peningkatan (Δ) sebesar 10 kN. Dari hasil uji laboratorium tersebut didapat kurva perpindahan dan beban lateral dan pola keruntuhan dari masing masing benda uji.
Gambar 2.10 Kurva Gaya Lateral dan Perpindahan dari Masing-Masing Benda Uji
Dalam penelitiannya disimpulkan bahwa semua struktur dengan dinding pengisi, baik dengan dan tanpa lubang, memiliki kekakuan yang lebih tinggi dibandingkan dengan struktur rangka terbuka. kekakuan dari struktur dengan dan tanpa bukaan sendiri tidak memiliki perbedaan yang terlalu besar. Sementara untuk penambahan perkuatan kolom praktis memberi perubahan pada pola keruntuhannya. Benda uji tanpa perkuatan kolom praktis menunjukkan pola keruntuhan yang lebih banyak dibandingkan dengan benda uji dengan perkuatan. Perkuatan kolom dan balok praktis pada tepi lubang tidak mempengaruhi
18
kekakuan struktur secara keseluruhan namun mempengaruhi pola keruntuhan, daktilitas, dan perilaku struktur secara keseluruhan. 2.3.3
Sukrawa (2015) Untuk mengetahui respon gempa dari struktur dinding pengisi beton
bertulang dengan variasi bukaan dinding, model 3-D komputer dibuat untuk bangunan 3, 4, dan 5 lantai dengan fungsi bangunan Hotel yang terdiri dari enam rangka dari 3 bentang. Pada arah X, bentang tengah terbuka dan bentang sisi terisi penuh dengan dinding padat. Pada arah Y, dinding interior terdiri dari bukaan pintu di sudut dan dinding eksterior terdiri dari bukaan jendela dengan variasi rasio 20%, 40%, 60%, 80%, dan 100%. Sebelum pemodelan struktur 3-D, model validasi 2-D menggunakan strat diagonal dan elemen shell yang dibuat berdasarkan hasil tes rangka dinding pengisi sederhana dengan berbagai variasi bukaan dan tempat pemasangannya. Untuk model strat, dinding dengan bukaan dimodel menggunakan faktor reduksi lebar strat diagonal. Untuk model elemen shell dinding dimodelkan dengan elemen gap pada permukaan antara rangka dan dinding. Mengingat terjadinya retak dan hubungan antara tegangan-regangan non linear dari bahan, diagram beban lateral - perpindahan model strat dan elemen shell harus sesuai dengan hasil tes. Model dengan lintel pada sekitar bukaan dinding juga dibuat untuk validasi. Model elemen shell kemudian digunakan untuk membuat model 3-D bangunan hotel dengan lintel pada sekitar bukaan dinding. Analisis dan desain model 3-D menunjukkan bahwa respon gempa dari struktur dinding pengisi beton bertulang dengan rasio bukaan 20% sampai 60% secara signifikan kaku dan lebih kuat dari yang tanpa dinding pengisi. Namun, kontribusi dinding pengisi dengan bukaan 80% dalam memperkecil simpangan setiap tingkat dan rangka biasa diabaikan. Dengan demikian, dinding pengisi dengan rasio lubang kurang dari 80% harus dipertimbangkan dalam pemodelan struktural untuk mendapatkan analisis yang lebih akurat dan desain yang lebih efisien. Kontribusi yang signifikan dari dinding pengisi untuk kekakuan lateral dan kekuatan struktur kerangka sekitarnya telah diakui secara luas dan metode pemodelan menggunakan strat diagonal hampir menyerupai perilaku sebenarnya
19
dari spesimen diuji. Dengan demikian, rumus untuk lebar strat dapat diadopsi. Adanya bukaan, bagaimanapun, tidak bisa dihindari bagian dari dinding untuk tujuan fungsional. Meskipun tampaknya logis untuk mengabaikan dinding dengan bukaan besar, studi terbaru menunjukkan bahwa dinding pengisi berlubang masih memberikan kontribusi terhadap kekakuan lateral dari rangka. Dengan demikian, formula baru untuk memperhitungkan bukaan di dinding yang diusulkan. Dengan demikian, kedua dinding dan bukaan patut dipertimbangkan dalam pemodelan struktural untuk mendapatkan respon yang lebih akurat dan dapat digunakan untuk mendesain struktur yang mengalami beban gempa. Pada bangunan hotel, struktur terdiri dari rangka 3 bentang, bentang tengah adalah untuk penyekat dan bentang samping untuk ruangan. Dinding antara kamar yang padat yang terbuat dari batu bata, batako, atau ringan blok beton (AAC). Dinding interior memiliki bukaan pintu, dan dinding eksterior memiliki bukaan jendela. Dinding-dinding yang relatif lemah dan rapuh yang dibingkai oleh beton bertulang (RC) atau balok baja dan kolom untuk membentuk kerangka pengisi (IF) sistem dengan kekuatan dan kekakuan lateral secara signifikan lebih tinggi daripada rangka terbuka. Selain kekuatan dan kekakuan, daktilitas rangka dinding pengisi di bawah beban gempa lebih dari 6, lebih dari nilai yang direkomendasikan untuk kinerja yang baik dari struktur. Dalam makalah ini penekanan diberikan kepada efek termasuk dinding pengisi dengan bukaan pada respon gempa model 3-D struktur beton bertulang untuk bangunan hotel yang dijelaskan di atas. Dinding eksterior terdiri dari berbagai bukaan jendela dengan kolom praktis beton bertulang dan balok (lintel) sekitar bukaan untuk memperkuat dinding di sepanjang bukaan. Lintel juga sebagai rangka dari jendela atau pintu yang terbuat dari bahan yang lebih lemah seperti kayu atau aluminium yang mewakili praktek terbaik lokal di Bali dan daerah lainnya di Indonesia. Pentingnya memasukkan dinding pengisi dalam pemodelan struktur rangka telah diterima secara luas karena memberikan respon yang lebih akurat; Selanjutnya kemungkinan mekanisme soft-storey karena penempatan yang tidak teratur dinding pengisi dapat dideteksi. Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa adanya dinding pengisi di arah X juga meningkatkan kekakuan lateral
20
rangka di arah Y. Dinding di arah Y (dengan atau tanpa bukaan) tentu akan meningkatkan kekakuan rangka di kedua arah, Y dan X. Oleh karena itu, masuknya dinding seperti dalam pemodelan rangka akan mengubah respon struktur. Perkembangan terkini dalam pemodelan rangka dinding pengisi dengan bukaan dinding (IFO) banyak digunakan dimodifikasi strat diagonal tanpa lintel di sekitar bukaan dinding. Dalam penelitian ini, model elemen shell digunakan dan diterapkan untuk model 3-D bangunan hotel. Model elemen shell akan memungkinkan menganalisis tegangan dinding dan lintel sekitar bukaan. Dibandingkan dengan model 2-D, model 3-D juga akan langsung memasukkan efek dari beban gravitasi, lantai, dan balok longitudinal. Sebelum pemodelan struktur 3-D, model validasi yang dibuat untuk model sederhana 2-D IF dan IFO berdasarkan hasil tes yang dilaporkan dalam literature untuk memastikan keakuratan model, menggunakan diagonal strut dan model elemen shell. Sebuah model rangka terbuka (BF) juga termasuk untuk perbandingan.
a. Model Validasi untuk rangka dinding pengisi dengan dinding penuh (IFS) dan rangka dinding pengisi dengan bukaan dinding (IFO) Model eksperimental skala 1/3 rangka dinding pengisi dengan dinding penuh (IFS) dan dengan bukaan (IFO) dibuat dan diuji oleh Kakaletsis dan Karayannis beban. Dalam tulisan ini, model komputer menggunakan software SAP2000 versi 15 dibuat validasi berdasarkan empat dari delapan model yang diuji. Gambar. 1 menunjukkan pengujian dan model komputer. Baris pertama menunjukkan geometri rangka diuji. Model yang sesuai dengan menggunakan strat diagonal dan elemen shell ditampilkan di baris kedua. Rangka terbuka (BF), IFS, dan dua IFO dengan bukaan pusat jendela (WO4) dan bukaan pintu eksentrik (DX1) dengan rasio bukaan 21% dimodelkan untuk melihat efek dari bukaan dinding dalam referensi untuk BF dan IFS. Model strat digunakan strat diagonal tunggal dan elemen shell model yang digunakan gap elemen pada permukaan antara rangka dan dinding. Karakteristik material untuk beton dan dinding pengisi yang digunakan untuk percobaan. dengan mutu beton (f'c) adalah 28,51 MPa dan mutu dinding pengisi (sejajar dengan lubang) (fm') adalah 5.11 MPa.
21
Dimana w adalah berat jenis dari beton antara 1440 dan 2560 kgf/m3. Menggunakan w sebesar 2200 kgf/m3 Ec menjadi 23.692 MPa. Modulus elastisitas awal pasangan dinding Em dihitung berdasarkan nilai yang direkomendasikan dari FEMA sebesar 550 f’m. Untuk fm 5.11 MPa, Em menjadi 2.810 MPa. Pada laporan pengujian nilai Em diberi 670,3 MPa, nilai yang sangat rendah dibandingkan dengan yang dijelaskan oleh peneliti lain. Model tersebut dibuat langkah demi langkah sampai beban maksimum seperti pada tes tercapai. Sebagai peningkatan beban, sifat bahan dan rangka yang bervariasi mengingat non-linear hubungan tegangan regangan dan retak pada rangka selama tes. Modulus elastisitas digunakan untuk nilai yang lebih rendah memuat (sekitar 40% dari beban maksimum) dan modulus elastis pada titik-titik yang digunakan pada beban yang lebih tinggi. Beberapa penyesuaian yang dibuat berdasarkan data uji untuk membuat kurva beban-perpindahan dari kedua model komputer sebanding dengan hasil tes. Model IFO dengan lintel sekitar bukaan (IFOL) juga dibuat menggunakan elemen shell untuk dibandingkan dengan model IFO tanpa lintel.
Gambar 2. 11 Geometri Rangka diuji (baris pertama) dan model yang sesuai dengan menggunakan strut dan elemen shell (baris kedua). Sumber: Sukrawa (2015)
Model strat untuk IFS unsur penggunaan untuk batang dan strut diagonal, dimana kedua ujung strut yang di-release melawan rotasi. Pengembangan model strat untuk IFO berikut dimodifikasi model yang diusulkan strat diagonal, di mana lebar strat untuk dinding penuh dikurangi dengan faktor λ, tergantung dari rasio lubang, α (rasio lubang ke daerah dinding) dengan menggunakan persamaan diusulkan oleh Asteris, et.al
22
Respon dari model yang diplot dalam dua hubungan beban-perpindahan seperti ditunjukkan pada Gambar. 2.24 Angka kiri menunjukkan kurva beban perpindahan untuk IFS, IFO (WO4 dan DX1), dan BF bersama-sama dengan data eksperimen (garis putus - putus) yang sesuai. Tanggapan IFOL diplot bersamasama dengan respon dari IFO (garis putus-putus) yang sesuai di sebelah kanan. Hal ini terlihat dari angka kiri bahwa respon dari model komputer yang mirip dengan data tes, dimana kekakuan menurun dari IFS ke IFO dan BF. Hal ini juga jelas bahwa respon dari strat dan elemen shell model tidak sebanding dan model dengan bukaan jendela sentris dan bukaan pintu sudut dengan rasio yang sama menghasilkan respon yang sebanding. Melihat data yang lebih detail namun, ditemukan bahwa model elemen shell cocok dengan data tes yang lebih baik dari model strat untuk semua model rangka dinding pengisi. Bandingkan dengan data uji, model strat memberikan respon kaku untuk IFS tapi respon yang lebih fleksibel untuk IFO. Perbedaan ini terkait dengan faktor reduksi dalam persamaan 4 yang melemahkan kekuatan dinding dengan bukaan dan mengakibatkan respon yang lebih lemah. Tanggapan IFOL mirip dengan model tanpa lintel dengan peningkatan sedikit kekakuan. Efek kaku ini karena penambahan lintel tampaknya logis dan oleh karena itu, model elemen shell dengan lintel digunakan untuk model 3-D.
Gambar 2. 12 kurva beban-deformasi model IFS, IFO, dan BF (kiri) dan IFOL dan IFO (kanan) Sumber: Sukrawa (2015)
23
Gambar 2. 13 Kontur tegangan maksimum WO4 tanpa lintel (kiri) dan WO4L dengan lintel (kanan) Sumber: Sukrawa (2015)
Gambar. 13 menunjukkan model WO4 menunjukkan kontur tegangan maksimum model tanpa lintel (kiri) dan dengan lintel (kanan). Retak tarik terjadi pada 2 sudut lubang dan kompresi maksimum terjadi pada 2 sudut lain dari lubang. Membandingkan warna kiri dan kanan angka itu jelas bahwa tarik dan tekan tekanan pada sudut pembukaan WO4L secara signifikan lebih rendah dibandingkan WO4. Dengan demikian, keberadaan lintel memperkaku rangka dan memperkuat dinding di sekitar lubang. Hubungan beban-deformasi di arah Y karena vertikal dan lateral beban kombinasi untuk model M3OR, M4OR, dan M5OR ditunjukkan pada Gambar. 2.14. Hal ini jelas dari grafik simpangan pertingkat sebagai rasio bukaan dinding menjadi lebih besar. Menggunakan perpindahan atap M300 sebagai acuan, perpindahan atap M320, M340, dan M360 berkurang 51%, 33% dan 17%, masing-masing. Pengurangan perpindahan serupa diamati untuk M4OR. Untuk M5OR pengurangan yang sesuai adalah 45%, 32%, dan 16%, masing-masing. Persentase penurunan perpindahan yang lebih kecil diamati untuk struktur lebih tinggi. Atap perpindahan MS80 bagaimanapun, adalah 1% lebih rendah dari MS00. Perpindahan pertingkat antar semua model tidak melebihi nilai batas dari 2% ketinggian lantai [13] dan tidak ada mekanisme soft-storey terdeteksi.
24
Displacement (mm)
Displacement (mm)
Displacement(mm)
Gambar 2. 14 kurva beban - deformasi di arah Y: 3 lantai (kiri); 4 lantai (tengah); 5 lantai (kanan) Sumber: Sukrawa (2015)
Tekanan maksimum di dinding meningkat dengan ketinggian bangunan dan menurun dengan ketinggian lantai. Sehubungan dengan rasio membuka, tekanan tinggi yang diamati pada dinding dengan rasio bukaan yang lebih rendah. Dengan demikian, tekanan maksimum terjadi pada lantai dasar M520. tegangan tekan maksimum yang diamati adalah 0,10 MPa untuk M320, 0,13 MPa untuk M420, dan 0,14 MPa untuk M520. Tegangan tarik maksimum yang diamati di daerah kecil di sudut pembukaan dengan nilai 0,27 MPa untuk M320, 0.31 MPa untuk M420, dan 0,40 MPa untuk M520. Untuk pasangan dinding dengan fm dari 3 MPa, kekuatan tarik diperkirakan 0,3 MPa. Oleh karena itu, tegangan tarik pada dinding M420 dan M520 melebihi kekuatan tarik dan karenanya, dinding kuat diperlukan untuk lantai bawah 4 dan 5 gedung-gedung Hotel bertingkat. Beban aksial maksimum di ambang 40 kN di kompresi dan 23 kN dalam tegangan. Tegangan tekan yang sesuai 1.78 MPa, yang 0.178fcl dan tegangan tarik yang sesuai adalah 0,10 MPa, yaitu 0.01fcl. Oleh karena itu lintel tidak tertekan dan penguatan minimal 4 No. 10 tulangan dengan sengkung No 6 tulangan dengan 150 jarak mm memadai. Model validasi rangka dinding pengisi dengan dan tanpa bukaan dinding menunjukkan bahwa model komputer menggunakan strat diagonal dan elemen shell menirukan baik perilaku rangka yang diuji. Hal ini juga menegaskan hasil penelitian sebelumnya bahwa rangka dinding pengisi dengan bukaan dinding secara signifikan lebih kuat dan kaku dari rangka terbuka. Untuk rangka dinding
25
pengisi dengan bukaan dinding namun, respon dari model elemen shell sesuai dengan data tes yang lebih baik daripada model strut, di mana faktor reduksi untuk lebar strut melemahkan kekuatan rangka. Lintel sekitar bukaan dinding memperkaku rangka dan memperkuat dinding di sekitar bukaan dan karenanya, harus digunakan untuk desain yang lebih baik dari kerangka pengisi dengan bukaan dinding. Dari analisis dan desain model 3-D untuk tipikal 3, 4, dan 5 lantai bangunan hotel menggunakan rangka dan elemen shell ditemukan bahwa respon gempa dari rangka beton bertulang di-diisi dengan dinding rasio bukaan 20% sampai 60% secara signifikan kaku dan lebih kuat dari yang tanpa dinding pengisi. Namun, kontribusi dinding dengan bukaan 80% dalam mengurangi penyimpangan lantai dan rangka dapat diabaikan. Dengan demikian, dinding pengisi dengan rasio bukaan kurang dari 80% harus dipertimbangkan dalam pemodelan struktural untuk mendapatkan analisis yang lebih akurat dan desain yang efisien. Tegangan pada dinding pengisi dan lintel dapat diperoleh langsung dari model elemen shell dan oleh karena itu, model dapat dengan mudah diterapkan untuk analisis dan desain struktur rangka dinding pengisi dengan bukaan dinding dan lintel sekitar bukaan. 2.4.
Beban Gempa Besarnya beban gempa dihitung dengan metode static ekivalen menurut
SNI 1726 – 2012 yang dalam program SAP 2000 v 17 dapat dilakukan secara otomatis dengan Auto Lateral Load IBC 2009. Besarnya gaya gempa yang terjadi pada program SAP 2000 v 17 dihitung dengan metode static ekivalen sebagai berikut :
Gaya Dasar Seismik
Beban geser dasar nominal static ekivalen (V) yang terjadi di tingkat dasar dapat dihitunng dengan persamaan : (2.20)
26
Dimana : = koefisien respon seismic W = berat seismic efektif struktur, W harus menyertakan seluruh beban mati dan beban lainnya yang terdaftar dibawah ini: 1. Dalam daerah yang digunakan untuk penyimpanan : minimum sebesar 25% beban hidup lantai (beban hidup lantai di garasi publik dan struktur parkiran terbuka, serta beban penyimpanan yang tidak melebihi 5 % dari berat seismik efektif pada suatu lantai, tidak perlu disertakan). 2. Jika ketentuan untuk partisi disyaratkan dalam desain beban lantai : diambil sebagai yang terbesar diantara berat partisi aktual atau berat daerah lantai minimum sebesar 0,48 KN/m2. 3. Berat operasional total dari peralatan yang permanen. 4. Berat lansekap dan beban lainnya pada taman atap dan luasan sejenis lainnya.
Koefisien Respon Seismik
Koefisien respon seismic dapat dihitung dengan menggunakan pesamaan (
)
(2.21)
Dimana : = parameter percepatan spectrum respons desain dalam rentang periode pendek. R = adalah faktor modifikasi respon dalam Tabel 9 dalam SNI 1726 2012. Ie = adalah faktor keutamaan gempa. Nilai
yang dihitung dengan persamaan diatas tidak perlu melebihi berikut ini : (
)
( )
(2.22)
27
tidak boleh kurang dari : (2.23) Sebagai tambahan, untuk struktur yang berlokasi didaerah dimana S1 sama dengan atau lebih besar dari 0,6gm maka Cc harus tidak kurang dari : (2.24)
( )
Dimana : SD1
= adalah parameter percepatan spectrum respons desain pada perioda
sebesar 1,0 detik. T
= perioda fundamental struktur (detik)
S1
= parameter percepatan respon maksimum yang dipetakan.
Perioda Fundamental Pendekatan
Untuk struktur dengan ketinggian tidak melebihi 12 tingkat dimana sistem penahan gaya seismik terdiri dari rangka penahan momen beton atau baja secara keseluruhan dapat dihitung dengan persamaan (2.25) Dimana N merupakan jumlah tingkat
Distribusi Vertikal Gaya Gempa
Gaya gempa lateral (Fx) yang timbul disemua tingkat harus ditentukan dari persamaan berikut : (2.26) Dan
∑
(2.27)
28
Dimana : CVX
= faktor distribusi vertikal
V
= adalah gaya lateral desain total atau geser di dasar struktur
Wi dan Wx
= adalah bagian berat seismic efektif total struktur (W) yang
ditempatkan atau dikenakan pada tingkat i atau x . hi dan hx
= tinggi (m) dari dasar sampai tingkat I atau x.
k
= eksponen yang terkait dengan perioda struktur sebagai berikut :
Untuk struktur yang mempunyai perioda sebesar 0,5 detik atau kurang, k=1 Untuk struktur yang mempunyai perioda sebesar 2,5 detik atau lebih, k = 2 Untuk struktur yang mempunyai perioda antara 0,5 dan 2,5 detik, k harus sebesar 2 atau harus ditentukan dengan interpolasi liner antara 1 dan 2
29