EFISIENSI INDUSTRI INDONESIA: PENDEKATAN FUNGSI PRODUKSI RAY–HOMOTETIK
Aliasuddin Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala
ABSTRACT
Optimal product and constant return to scale (CRTS) indicate the efficiency in production process and input utilization. Every industry tries to obtain the optimal product and CRTS in order to allow it to obtain the efficiency. Based on production theory, it is very important to know the efficiency. The aim of this research is to test the optimal product and CRT. The ray–homothetic production function is utilized to test the efficiency. The result shows that all of the coefficient estimates are significant both statistically and theoretically. This means that the model is an appropriate tool to test the efficiency. However, the optimal product is not obtained because the total optimal product is about 239 which is less than the actual one.
Meanwhile, the CRTS is
significant at 99 percent. This means that the industrial sector is efficient only in input utilization, but not in the production process.
Keywords: efficiency, ray–homothetic, production function
PENDAHULUAN Sektor industri merupakan sektor andalan utama bagi Indonesia karena sektor ini mampu memberikan peluang kerja bagi penduduk Indonesia. Selain itu, sektor industri menggunakan berbagai input baik dari sektor pertanian maupun sektor-sektor lainnya termasuk sektor industri itu sendiri.
Keterkaitan antar-sektor yang cukup besar ini
Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2005, halaman 173–186.
menjadi hal yang cukup baik karena kemajuan sektor industri akan mendorong pertumbuhan sektor lainnya yang pada gilirannya akan mempercepat pertumbuhan ekonomi. Dengan kata lain, pertumbuhan ekonomi optimal dapat dicapai dalam waktu yang lebih singkat. Sebagai gambaran, sektor industri mampu menyediakan kesempatan kerja sebanyak 4.234.983 tenaga kerja di seluruh Indonesia, khusus untuk industri besar dan sedang (BPS, 2001). Selanjutnya, jumlah tenaga kerja yang terserap di industri besar dan sedang sebanyak 4.370.504 orang, industri kecil sebanyak 2.004.590 orang, dan idustri rumah tangga sebanyak 4.502.183 orang. Keadaan ini memperlihatkan bahwa sektor industri benar-benar sektor pendorong bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sementara itu, menurut data yang ada, jumlah industri ini mengalami fluktuasi sesuai dengan perkembangan perekonomian Indonesia. Jumlah industri pada tahun 1993 sebanyak 1.996 buah, pada tahun 1994 sebanyak 2.213 buah, kemudian turun menjadi 1.706 perusahaan pada 1998 sebagai akibat adanya krisis ekonomi. Selanjutnya, pada tahun 1999 jumlah perusahaan mengalami sedikit peningkatan yaitu menjadi 1.718 perusahaan (BPS, 2001). Data lain memperlihatkan bahwa jumlah industri besar dan sedang pada tahun 2000 sebanyak 22.851 buah, industri kecil sebanyak 256.853 buah, dan industri rumah tangga sebanyak 2.320.222 buah (BPS, 2001). Sedangkan nilai output yang dihasilkan oleh industri besar dan sedang sebanyak Rp 582.863 miliar, industri kecil sebanyak Rp 15.392 miliar, industri rumah tangga sebesar Rp 24.741 miliar (BPS, 2001). Semua angka-angka ini memperlihatkan bahwa betapa besarnya peranan sektor industri dalam perekonomian Indonesia.
Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2005, halaman 173–186.
Fluktuasi jumlah industri dari tahun 1993 hingga 1999 tersebut di atas tidak terlepas dari kondisi industri itu sendiri dalam menghadapi krisis ekonomi yang melanda Indonesia.
Industri yang efisien dan mampu menghasilkan produksi optimal akan
mampu bertahan sedangkan yang tidak mampu bersaing terpaksa kalah dan menghilang dari industri. Persaiangan ini menjadi semakin berat dihadapi oleh industri karena pasar bebas ASEAN dan pasar global tidak lama lagi akan berlaku sehingga efisiensi menjadi faktor penting bagi industri. Dengan demikian, kajian tentang efisiensi industri sangat penting dilakukan. Berdasarkan pada alasan tersebut maka penelitian ini bermaksud untuk menguji efisiensi dan optimalitas produksi sektor industri di Indonesia khususnya industri besar dan sedang. Kajian ini sangat penting mengingat peranan sektor industri ini sangat besar sebagai sektor utama yang mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sesuai dengan tujuan tersebut maka kajian ini ingin dimasudkan untuk menganalisis efisiensi dan optimalitas sektor industri Indonesia.
Analisis efisiensi yang paling
mendasar dapat dilakukan dengan menggunakan produksi optimal dan tingkat optimalitas produktivitas input dalam menghasilkan output atau dikenal juga dengan istilah return to scale (RTS). Secara teori dinyatakan bahwa suatu unit produksi dinyatakan efisien jika mampu menghasilkan produksi optimal dan produktivitas input berada pada tingkat constant return to scale (CRTS). Hal ini sesuai dengan pernyataan Nicholson (1998) yang menyatakan bahwa efisiensi dapat dicapai jika input dan output berada pada tahap CRTS. Metode RTS ini telah banyak digunakan untuk mengkaji tingkat efisiensi input dalam proses produksi. Obersteiner (1999), misalnya, menggunakan pendekatan RTS untuk menguji efisiensi industri kehutanan.
Selanjutnya, Chaves and Cox (1999)
Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2005, halaman 173–186.
menyatakan bahwa hanya CRTS saja yang efisien bagi industri karena pada saat tersebut ongkos per unit terendah.
Bila ini tercapai maka industri tersebut mampu bersaing
dengan industri sejenis dari negara-negara lain. Penelitian tersebut merupakan beberapa contoh penggunaan CRTS sebagai landasan dalam menentukan tingkat efisiensi penggunaan input. Dengan demikian penentuan efisiensi produksi dapat dilihat dari produksi optimal sedangkan CRTS dapat digunakan untuk mengevaluasi efisiensi penggunaan input. Karena dalam penentuan efisiensi produksi dan penggunaan input, maka analisis ini tidak terlepas dari proses produksi. Untuk itu, analisis dilakukan dengan menggunakan fungsi produksi untuk mengestimasi produksi optimal dan CRTS. Ada beberapa fungsi produksi yang umum digunakan dalam ekonomi mikro. Fungsi produksi tersebut adalah Cobb–Douglas, CES (Constant Elasticity Substitution), Leontief, dan Ray–Homotetik (RH). Namun dalam penelitian ini fungsi produksi RH akan digunakan untuk menganalisis efisiensi produksi dan efisiensi input. Fungsi produksi RH sudah cukup banyak digunakan dalam penelitian ilmiah. Sebagai contoh, Fare dan Yoon (1985) melakukan kajian sektor pertambangan Amerika, Grabowski (1988) melakukan penelitian sektor pertanian di Filipina. Kajian terhadap sektor pertanian Nepal juga dilakukan oleh Grabowski dan Sanchez (1986). Semua studi tersebut berusaha untuk menguji produksi optimal dan RTS. Berdasarkan studi terdahulu ini maka fungsi produksi RH cukup tepat untuk digunakan dalam penelitian ini. Penelitian tentang efisiensi industri telah dilakukan oleh Aliasuddin (2002a) dengan menggunakan data industri besar dan sedang di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa industri di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2005, halaman 173–186.
tidak efisien baik dari segi proses produksi maupun penggunaan input. Hal yang sama juga telah dilakukan oleh Aliasuddin (2002b) pada data yang sama dengan menggunakan pendekatan berbeda yaitu tentang produksi optimal dan return to scale (RTS). Berdasarkan hasil penelitian tersebut telah disarankan untuk melakukan perbaikan sektor industri agar tercapai efisiensi industri baik pada proses produksi maupun penggunaan input. Perbandingan efisiensi industri di Indonesia juga telah dilakukan dengan menggunakan metode Ray-Homotetik (Aliasuddin, 2003). Hasil tersebut menunjukkan bahwa ada empat kelompok industri yang efisien baik dalam proses produksi maupun penggunaan input. Sementara itu, ada dua kelompok industri yang tidak efisien dalam proses produksi tetapi efisien dalam penggunaan input.
Selajutnya, terdapat tiga
kelompok industri yang menggunakan teknologi tinggi.
Berdasarkan kepada hasil
penelitian terdahulu, metode Ray-Homotetik dapat diaplikasikan dalam menganalisis efisiensi proses produksi dan penggunaan input di Indonesia.
METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan data sekunder yang telah dipublikasikan oleh BPS dari hasil survei industri besar dan sedang pada tahun 1999 (BPS, 2001).
Data yang
digunakan merupakan data industri yang termasuk dalam Klasifikasi Lapangan Usaha Indonesia (KLUI) lima digit. Tidak semua kelompok industri yang masuk dalam KLUI 5–digit yang digunakan dalam penelitian ini karena terdapat beberapa kelompok industri yang tidak mempunyai data secara lengkap.
Jumlah KLUI yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sebanyak 242 kelompok industri besar dan sedang di Indonesia
Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2005, halaman 173–186.
(BPS, 2001). Jumlah ini diperoleh setelah proses seleksi dilakukan terhadap kelompok industri yang mempunyai data terlengkap. Ada satu kelemahan dari data ini yaitu tentang data model yang tidak terdapat pada laporan tersebut sehingga model tidak dimasukkan dalam model RH dalam penelitian ini walaupun modal merupakan input kunci dalam proses produksi. Dengan demikian, model RH yang digunakan dalam penelitian ini merupakan RH dengan lima faktor input. Kelima faktor input ini adalah, tanaga kerja (L), bahan baku (M), bahan baku lain (ML), bahan bakar minyak (BBM), dan energi (E). Fungsi produksi RH dirumuskukan sebagai berikut (Fare et.al., 1985):
Qe AK /K / L ( L / K )L [( K / L) ( L / K )]
(1)
di mana θ, α, β, δ, dan σ adalah parameter. Sedangkan Q adalah produksi (output), K dan L masing-masing sebagai modal dan tenaga kerja. Persamaan (1) dapat digunakan untuk menguji apakah persamaan tersebut mengikuti pola Cobb-Douglas atau ray-homothetic. Bila hasil uji menunjukkan bahwa θ = 0 maka persamaan di atas merupakan fungsi produksi homothetic Cobb-Douglas. Jika σ = 0 maka fungsi di atas menggambarkan fungsi produksi ray-homogenous, namun jika θ = σ = 0 maka fungsi di atas merupakan fungsi produksi homogenous. Namun, dalam penelitian ini fungsi produksi yang digunakan adalah fungsi produksi ray-homothetic Cobb-Douglas seperti berikut (Fare dan Yoon, 1985):
log Q log{K [ K /( K L)] L [ L /( K L)] }
(2)
Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2005, halaman 173–186.
Kelebihan utama persamaan (2) dibandingkan dengan persamaan (1) adalah mudah diestimasi, dapat diestimasi dengan OLS tanpa bias simultan. Karena dalam studi ini ada lima input yang digunakan yaitu tenaga kerja, bahan baku, bahan baku lain, bahan bakar minyak, dan energi maka digunakan fungsi produksi ray-homothetic lima input. Fungsi produksi ini dinyatakan:
log Q log L [ L /( L M ML B E )] M [ M /( L M ML B E )] ML[ ML /( L M ML B E )] B [ B /( L M ML B E )] E [ E /( L M ML B E )]
(3)
di mana Q adalah produksi, L adalah tenaga kerja, M adalah bahan baku, ML adalah bahan baku lain, B adalah BBM, dan E adalah energi. Estimasi terhadap persamaan (3) dilakukan pada persamaan berikut:
log Q log {[L /( L M ML B E)] log L}
{M /( L M ML B E)] log M }
{ML /( L M ML B E)] log ML} {[B /( L M ML B E)] log B} {[E /( L M ML B E)] log E}
(4)
di mana , , , , dan adalah koefisien parameter yang diestimasi dan ε adalah error term yang diasumsikan memenuhi persyaratan regresi linear klasik. Hasil estimasi persamaan (4) digunakan untuk menguji efisiensi produksi dilakukan dengan menggunakan pendekatan Aigner et.al. (1977). Pendekatan Aigner et.al. ini lebih baik dari pendekatan lain karena mereka menggunakan konsep yang jelas terhadap produksi optimal. Mereka menggunakan konsep production possibility frontier (PPF). Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2005, halaman 173–186.
PPF ini adalah kemampuan tertinggi suatu unit produksi dalam memproduksi sesuatu barang dengan jumlah input yang ada. Bila produksi optimal sama dengan produksi aktual maka efisiensi produksi tercapai.
Efisiensi produksi ini dihitung dengan
menggunakan rumus berikut:
EP
Qa 1 Qp
(5)
di mana EP adalah efisiensi produksi, Qa adalah produksi aktual, Qp adalah produksi potensial. Efisiensi produksi ini akan tercapai bila penjumlahan hasil persamaan (5) sama dengan jumlah kelompok industri yang ada. Karena jumlah kelompok industri hanya 242 maka produksi optimal dicapai jika penjumlahan persamaan (5) sama dengan 242, jika lebih kecil maka efisiensi produksi belum tercapai. Efisiensi produksi total ini dapat dinyatakan sebagai berikut: N
EPT EP N
(6)
i 1
di mana EPT adalah efisiensi produksi total dengan jumlah N sama dengan 242. Selanjutnya untuk menguji efisiensi input pada persamaan (5) digunakan uji Wald, t, dan F. Estimasi fungsi produksi dan uji efisiensi penggunaan input dan produksi optimal dilakukan dengan menggunakan program Shazam Professional Edition Version 9 (Whistler et.al, 2001).
HASIL DAN PEMBAHASAN Estimasi dilakukan terhadap persamaan (4) dengan hasil ditampilkan di Tabel 1. Sebelum analisis dilakukan maka perlu pengujian validitas model terhadap tiga asumsi model regresi linear klasik.
Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2005, halaman 173–186.
Tabel 1. Hasil Estimasi Fungsi Produksi Ray-Homotetik Variabel Tenaga Kerja Bahan Baku Bahan Baku Lain Energi BBM Konstanta R 2 0,5868
Koefisien 1.1832 0.9553 1.0782 1.0715 0.4483 1.4483 2 R 0,5780
Standard Error 0.1088 0.0565 0.1127 0.1151 0.1184 1.1620 F = 67,025
t-rasio
p-value
10.87 0.000 16.90 0.000 9.57 0.000 9.31 0.000 8.28 0.000 1.25 0.214 DW = 2,2177
Hasil estimasi pada Tabel 1 tidak hanya signifikan pada koefisien estimasi dari segi statistik dan teori tetapi hasil estimasi juga memperlihatkan tidak adanya pelanggaran asumsi klasik. Serial korelasi, misalnya, memang tidak beralasan ada dalam model ini karena data ini merupakan data kerat silang (cross–section). Hal ini terbukti dari nilai DW dengan nilai 2,2177, di mana nilai batas bawah (dl) sebesar 1,59 dan batas atas (du) sebesar 1,76 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada serial korelasi dalam model ini. Penggunaan DW masih valid karena semua asumsi validitas DW terpenuhi. Asumsi tersebut adalah seperti model yang digunakan harus mempunyai konstanta, tidak ada variabel tak bebas yang digunakan sebagai variabel bebas, residual dihasilkan dari autoregresif tingkat pertama, dan terakhir, variabel bebas bersifat tetap dalam pengulangan sampel. Selanjutnya, uji multikolinearitas memperlihatkan bahwa tidak ada hubungan yang cukup berarti antar-variabel bebas. Korelasi antar-variabel bebas ditampilkan di Tabel 2. Hubungan yang relatif kuat terjadi antara bahan baku (M) dengan tenaga kerja dengan koefisien sebesar 0,8558. Sedangkan variabel lainnya mempunyai hubungan yang relatif rendah, misalnya antara tenaga kerja (L) dengan bahan baku lain (ML) yang mempunyai koefisien hubungan parsial sebesar 0,4675. Selanjutnya, hubungan yang paling rendah
Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2005, halaman 173–186.
terjadi antara energi (E) dengan BBM dengan koefisien sebesar -0,0469.
Dengan
demikian maka dapat dikatakan bahwa multikolinearitas tidak mempengaruhi hasil estimasi karena semua koefisien sangat signifikan baik dari segi teori maupun statistik.
Tabel 2. Koefisien Korelasi Parsial Variabel Bebas VARIABEL L M ML E BBM
L 1,0000 0,8558 0,4675 0,4603 0,4562
M 0,8558 1,0000 0,5468 0,5726 0,5109
ML 0,4675 0,5468 1,0000 0,1822 0,2479
E
BBM
0,4603 0,5726 0,1822 1,0000 -0,0469
0,4562 0,5109 0,2479 -0,0469 1,0000
Selanjutnya, uji pelanggaran asumsi homoskedastisitas pun dilakukan dengan menggunakan berbagai pendekatan. Uji yang dilakukan adalah uji Park, Arch, Koenker, dan White. Semua uji memperlihatkan bahwa homoskedastisitas tidak dapat ditolak. Dengan kata lain, tidak terdapat heteroskedastisitas. Hal ini terbukti dari nilai p-value dari masing-masing uji tersebut sebesar 0,76932; 0,79461; 0,40359; dan 0,77773. Berdasarkan pada ketiga uji asumsi klasik ini maka model estimasi dalam penelitian ini sangat baik untuk digunakan untuk pengujian selanjutnya. Karena model ini sangat baik interpretasi terhadap hasil ini dapat dilakukan. Salah satu yang perlu hasil yang perlu diinterpretasikan adalah kontribusi masing-masing variabel terhadap proses produksi industri besar dan sedang. Hasil estimasi memperlihatkan bahwa semua variabel mempunyai koefisien yang signifikan baik dari segi teori maupun statistik. Ada tiga variabel yang sangat elastis terhadap produksi. Ketiga variabel yang elastis tersebut adalah tenaga kerja, energi, dan bahan baku lain. Sedangkan dua variabel lainnya inelastis yaitu variabel bahan baku dan bahan bakar minyak (BBM). Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2005, halaman 173–186.
Variabel yang elastis menandakan bahwa ketiga variabel mempunyai kontribusi yang lebih besar dibandingkan dengan dua variabel lainnya. Ketiga variabel ini memiliki peranan yang cukup besar terutama sekali tenaga kerja karena koefisien ini mempunyai nilai koefisien yang lebih besar dibandingkan dengan dua variabel yang elastis lainnya. Hasil tersebut bermakna bahwa penambahan ketiga variabel ini cukup signifikan terhadap pertumbuhan output. Sementara itu, dua variabel lainnya bersifat inelastis, bahan baku dan BBM, namun kedua variabel tersebut juga sangat signifikan. Secara keseluruhan dapat dinyatakan bahwa semua variabel dalam model ini sangat signifikan terbukti dari nilai F hitung sebesar 67,025 dengan probabilitas (p-value) sebesar 0,000.
Kelima variabel ini
mempengaruhi produksi sebesar 58,68 persen. Berarti masih ada variabel lainnya yang sangat signifikan terhadap produksi seperti modal. Namun, data modal ini tidak tersedia sehingga tidak mungkin diakomodir dalam tulisan ini. Karena model ini sangat signifikan, baik dari secara teori maupun statistik maka penggunaan model ini sangat valid terhadap pengujian produksi optimal dan efisiensi input dengan menggunakan pendekatan RTS. Hasil uji memperlihatkan bahwa nilai produksi optimal adalah sebesar 239. Nilai ini belum mencapai jumlah sampel sebanyak 242. Hasil ini bermakna bahwa produksi optimal belum tercapai, karena kekurangannya sebesar 3 unit. Dengan demikian maka produksi optimal tidak tercapai. Selanjutnya, pengujian CRTS dilakukan dengan menggunakan uji Wald, uji t, dan uji F. Hasil uji memperlihatkan bahwa CRTS telah terbukti dari semua uji mempunyai nilai probabilitas lebih kecil dari 0,05. Hasil uji ini secara lengkap terdapat di Tabel 3.
Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2005, halaman 173–186.
Tabel 3. Hasil Uji CRTS Jenis Uji Wald t F
Nilai Statistik 4,2678 11,7661 138,4404
p-value 0.000 0.000 0.000
Berdasarkan hasil uji yang ditampilkan di Tabel 3 dapat disimpulkan bahwa industri besar dan sedang di Indonesia telah mencapai penggunaan input yang efisien. Dengan kata lain, industri besar dan sedang sudah dapat bersaing dari segi penggunaan input. Namun, ada satu hal lagi yang belum dapat dijawab adalah efisiensi biaya.
Jika
penggunaan input efisien tetapi biaya tidak efisien maka daya saing industri besar dan sedang juga akan kalah dengan industri sejenis dari negara lain yang mampu menekan biaya seminimal mungkin.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil uji model dapat disimpulkan bahwa model yang digunakan dalam penelitian ini sangat valid karena tidak ada pelanggaran asumsi klasik sehingga model ini cukup layak untuk digunakan dan diinterpretasikan. Sesuai dengan hasil tersebut maka penggunaan model ini dapat dipertanggungjawabkan. Berdasarkan pada validasi model tersebut maka hasil penelitian ini dapat disiumpulkan bahwa industri besar dan sedang di Indonesia telah mencapai efisiensi dalam penggunaan input tetapi tidak efisien dalam produksi. Hal ini memaksa sektor industri untuk berhati-hati dalam pasar bebas baik tingkat regional maupun internasional karena efisiensi produksi belum dicapai. Pembenahan perlu dilakukan agar efisiensi Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2005, halaman 173–186.
produksi dan biaya dapat dicapai karena ketiga komponen efisiensi inilah yang menentukan tingkat kompetitif pelaku ekonomi baik pada tingkat perusahaan maupun pada tingkat industri.
Saran Efisiensi merupakan hal yang sangat penting diperhatikan oleh setiap unit usaha agar unit usaha tersebut mampu bersaing dengan unit usaha lain yang sejenis baik pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri.
Tiga komponen efisiensi yaitu efisiensi
produksi, efisiensi penggunaan input dan efisiensi biaya harus benar-benar dicapai. Namun, efisiensi biaya belum dikaji dalam penelitian ini. Untuk itu, bagi peneliti lain disarankan untuk melakukan kajian tentang efisiensi biaya ini sehingga hasil penelitian ini menjadi lebih komprehensif bagi industri besar dan sedang. Hal ini sangat penting karena hasil studi tersebut dapat digunakan untuk mengukur tingkat kemampuan daya saing industri dalam negeri untuk menghadapi industri luar negeri agar kesinambungan produksi dalam negeri dapat terjamin.
DAFTAR KEPUSTAKAAN Aigner, D., C.A.K. Lovell, and P. Schmidt. 1977. Formulation and Estimation of Stochastic Frontier Production Function Models. Journal of Econometrics, 6, 21-37. Aliasuddin. 2002(a). Efisiensi Industri Besar dan Sedang di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Media Ekonomi dan Bisnis. ....................2002(b). Produksi Optimal dan RTS: Industri Sedang dan Besar di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen. ....................2003. Perbandingan Efisiensi Industri di Indonesia. Penelitian. Universitas Jambi.
Jurnal Lembaga
Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2005, halaman 173–186.
BPS. 2001. Statistik Industri Besar dan Sedang. Bagian I. Jakarta: BPS. .........2001. Statistik Indonesia 2000. Jakarta: BPS. Chaves, J.P. and T.L. Cox. 1999. A Generalized Distance Function and the Analysis of Production Efficiency. University of Wisconsin – Madison Staff Paper Series No. 422. Fare, R. and B.J. Yoon. 1985. Return to Scale in U.S. Surface Mining of Coal. Resource and Energy, 7, 341-352. Fare, R., L. Jansson and C.A.K. Lovell. 1985. Modelling Scale Economies with RayHomothetic Production Function. Review of Economics and Statistics, 67, 624-629. Grabowski, R. 1988. Economies of Scale in Agriuclture and the Ray-Homothetic Production Function: An Empirical Illustration from the Philippines. Singapore Economic Review, 33(2), 40-48. Grabowski, R. and K. Belbase. 1986. An Analysis of Optimal Scale and Factor Intensity in Nepalese Agriuclture: An Application of Ray-Homothetic Production Function. Applied Economics, 18, 1051-1063. Grabowski, R. and O. Sanchez. 1986. Return to Scale in Agriculture: An Empirical Investigation of Japanese Experience. European Review of Agricultural Economics, 13, 189-198. Nicholson, W. 1998. Microeconomic Theory: Basic Principles and Extension. Seventh Edition. New York: The Dryden Press. Obersteiner, M. 1999. Production Functions and Efficiency Analysis of the Siberian Forest Industry: An Enterprise Survey 1989 and 1992. IIASA Working Paper. Austria. Whistler, D., K.J. White, S.D. Wong, and D. Bates. 2001. Shazam: The Econometrics Computer Program Version 9, User’s Preference Manual. Canada: Northwest Econometrics, Ltd.
Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2005, halaman 173–186.