JURNAL AKUNTANSI VOL. 4 NO. 2 DESEMBER 2016
PENGARUH KONDISI FUNDAMENTAL, INFLASI, DAN SUKU BUNGA SERTIFIKAT BANK INDONESIA TERHADAP HARGA SAHAM (Study Kasus pada Perusahaan Real Estate dan Property yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2010-2013) Dewi Kusuma Wardani 1* Devita Fajar Tri Andarini 2 Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta *email:
[email protected] ABSTRACT This study aimed to examine the effect of the fundamental conditions, inflation, and SBI interest rates on the stock prices. The fundamental factors which are used in this research is Current Ratio, Return on Asset, Debt Equity Ratio, and Total Asset Turn Over. We used the secondary data from IDX. The sample were 132 firmyears from Real Estate and Property Firm Listed in IDX. The sampling method is purposive sampling. We used multiple linear regression techniques. The results show that fundamentals, inflation, and SBI interest rates have positive effect on stock prices. PENDAHULUAN Pasar Modal memiliki peran penting bagi perekonomian suatu negara yang mempunyai fungsi sebagai sarana bagi pendanaan usaha atau sebagai sarana bagi perusahaan untuk mendapatkan dana dari masyarakat pemodal (investor). Dana yang diperoleh dari pasar modal dapat digunakan untuk pengembangan usaha, ekspansi, penambahan modal kerja dan lain-lain, kedua pasar modal menjadi sarana bagi masyarakat untuk berinvestasi. Pasar Modal Indonesia mulai tumbuh dan berkembang kearah positif pasca krisis ekonomi tahun 1998 hingga sekarang ini. Walaupun, ditengah-tengah krisis keuangan global tahun 2008 pun kepercayaan investor terhadap pasar saham di Indonesia masih tetap terjaga ketimbang negara lain yang mengalami koreksi negatif (Permana dan Sularto, 2009).
p-ISSN: 2088-768X | e-ISSN: 2540-9646
INFO ARTIKEL Diterima: 17 November 2016 Direview: 18 November 2016 Disetujui: 12 Desember 2016 Terbit: 15 Desember 2016 Keyword: fundamental conditions, inflation, SBI interest rates, and stock prices
Saham, sebagai salah satu instrumen investasi, memiliki risiko paling tinggi. Investor bisa kehilangan semua modalnya apabila emiten bangkrut. Namun kejadian bangkrutnya emiten jarang terjadi. Investor selalu mencari alternatif investasi yang memberikan return tertinggi dengan tingkat risiko tertentu. Untuk melakukan investasi dalam bentuk saham diperlukan analisis untuk mengukur nilai saham, yaitu analisis fundamental dan analisis teknikal (Nirohito, 2009). Analisis fundamental merupakan analisis yang berdasarkan faktor fundamental perusahaan yang ditunjukkan dalam laporan keuangan perusahaan. Atas dasar laporan keuangan para investor dapat melakukan penilaian kinerja keuangan perusahaan terutama dalam hal melakukan investasi. Analisis fundamental mencoba memperkirakan harga saham di masa yang akan datang dengan 77
JURNAL AKUNTANSI VOL. 4 NO. 2 DESEMBER 2016
mengestimasi nilai-nilai faktor-faktor fundamental yang mempengaruhi harga saham dimasa yang akan datang, dan menerapkan hubungan variabel-variabel tersebut sehingga diperoleh taksiran harga saham. Faktor fundamental yang sering digunakan untuk memprediksi harga saham atau return saham adalah rasio keuangan dan rasio pasar. Rasio keuangan yang berfungsi untuk memprediksi harga saham antara lain: Current Ratio (CR), Return On Assets (ROA), Debt Equity Ratio (DER), dan Total Asset Turn Over (TATO). Selain faktor fundmental perusahaan, ada beberapa faktor eksternal lainnya yang dapat mempengaruhi harga saham, seperti inflasi dan suku bunga SBI. Inflasi didefinisikan sebagai suatu gejala di mana tingkat harga umum mengalami kenaikan secara terus menerus (Nanga, 2001). Berdasarkan definisi tersebut, kenaikan tingkat harga umum (general price level) yang terjadi sekali waktu saja, tidaklah dapat dikatakan sebagai inflasi. Ada tiga komponen yang harus dipenuhi agar dapat dikatakan telah terjadi inflasi, komponen tersebut yaitu: a) Adanya kecenderungan harga‐harga untuk meningkat, yang berarti bisa saja tingkat harga yang terjadi pada waktu tertentu turun atau naik dibandingkan dengan sebelumnya, tetapi tetap menunjukkan tendensi yang meningkat, b) kenaikan tingkat harga tersebut berlangsung secara terus menerus (sustained), yang berarti bukan terjadi pada suatu waktu saja, akan tetapi bisa beberapa waktu lamanya, c) tingkat harga yang dimaksud disini adalah tingkat harga secara umum, yang berarti tingkat harga yang mengalami kenaikan itu bukan hanya pada satu atau beberapa komoditi saja, akan tetapi untuk harga barang secara umum (Kewal, 2012). Menurut Sadono (2006), suku bunga adalah persentase pendapatan yang diterima oleh kreditur dari pihak debitur selama interval waktu tertentu. Secara teori, tingkat bunga dan harga saham memiliki hubungan yang negatif (Tandelilin, 2010). Tingkat bunga yang terlalu tinggi akan mempengaruhi nilai sekarang (present value) aliran kas perusahaan, sehingga kesempatan‐ kesempatan investasi yang ada tidak akan menarik lagi. Tingkat bunga yang tinggi juga akan meningkatkan biaya modal p-ISSN: 2088-768X | e-ISSN: 2540-9646
yang akan ditanggung perusahaan dan juga akan menyebabkan return yang diisyaratkan investor dari suatu investasi akan meningkat (Subalno, 2009). Tabel 1 Data Tingkat Suku Bunga tahun 2010-2013 Tahun Persentase (%) 2010 6,50 2011 6,58 2012 5,77 2013 6,48 Sumber data www.bi.go.id (Data diolah)
Dari data tingkat suku bunga tersebut dapat kita lihat bahwa pada tahun tahun 2010 rata-rata tingkat suku bunga 6,50%, namun pada tahun 2011 tingkat suku bunga naik menjadi 6,58%, hal ini disebabkan oleh pengaruh nilai tukar mata uang asing yang terimbas dampak krisis Eropa. Dilihat dari sisi perusahaan, suku bunga menjadi biaya modal, sedangkan dari sisi investor suku bunga merupakan biaya kesempatan. Jika sebuah perusahaan memperoleh pembiayaan dari hutang, berarti perusahaan harus menanggung biaya beban hutang tersebut, dan beban bunga akan mengurangi laba bersih perusahaan. Jadi, jika suku bunga naik maka diperkirakan laba bersih perusahaan akan turun, karena naiknya beban bunga, dan begitu juga sebaliknya. Jika suku bunga turun, maka diperkirakan laba bersih akan naik, karena beban bunga juga menurun. Setiap kenaikan atau penurunan laba bersih perusahaan akan tercermin pada harga saham di bursa. Jadi, jika laba bersih perusahaan turun, maka harga saham pada perusahaan tersebut akan cenderung turun, dan apabila laba bersih perusahaan itu naik, maka harga saham pada perusahaan tersebut akan cenderung naik. Pada penurunan tingkat suku bunga tahun 2012 mengakibatkan turunnya harga saham di bursa. Kemudian ditahun 2013 tingkat suku bunga naik menjadi lebih tinggi dari tahun sebelumnya, yaitu menjadi 6,48% ditahun 2013. Obyek yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan industry real estate dan property yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Sektor ini dipilih menjadi obyek penelitian karena sektor ini telah mengalami perkembangan setelah krisis moneter dan mulai 78
JURNAL AKUNTANSI VOL. 4 NO. 2 DESEMBER 2016
menunjukkan kontribusinya pada pertumbuhan perekonomian akhir-akhir ini. Perkembangan industri property saat ini juga menunjukkan pertumbuhan yang sangat meyakinkan. Hal ini ditandai dengan maraknya pembangunan perumahan, apartemen, perkantoran dan perhotelan. Disamping itu, perkembangan sektor property juga dapat dilihat dari menjamurnya real estate di kota-kota besar (Prihatini, 2009). Industri real estate dan property merupakan industri yang sedang berkembang pesat. Banyak orang yang ingin berinvestasi di industry real estate dan property karena harganya yang cenderung selalu naik. Kenaikan harga property dikarenakan harga tanah yang semakin naik, supply tanah bersifat tetap sedangkan demand nya akan selalu bertambah besar seiring dengan pertambahan jumlah penduduk serta bertambahnya kebutuhan manusia akan tempat tinggal, perkantoran, pusat perbelanjaan, taman hiburan dan lain-lain (Hijriah, 2007). Dengan penjelasan tersebut maka peneliti ingin meneliti apakah kondisi fundamental (CR, DER, ROA, TATO), inflasi, dan tingkat Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) berpengaruh terhadap harga saham?
LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Pengaruh Kondisi Fundamental Terhadap Harga Saham Kondisi fundamental adalah kondisi riil keuangan perusahaan yang mengeluarkan saham. Kondisi riil ini dapat diketahui langsung dengan melihat data-data perusahaan berupa laporan keuangan yang kemudian dapat ditarik kesimpulan apakah suatu perusahaan layak untuk dijual atau dibeli. Menurut Mulyono (2001), analisis fundamental merupakan nilai suatu saham yang mewakili nilai perusahaan, tidak hanya nilai instrinsik suatu saat, bahkan lebih penting adalah harapan akan kemampuan perusahaan dalam meningkatkan nilai ekonomisnya dikemudian hari dan bagaimana perusahaan dapat mengembalikan jumlah investasi dari investor dengan sepenuhnya dalam hal ini adalah return. Analisis fundamental berkaitan dengan penilaian kinerja p-ISSN: 2088-768X | e-ISSN: 2540-9646
perusahaan, tentang efektifitas dan efisiensi perusahaan mencapai sasarannya. Untuk menganalisis kinerja perusahaan dapat digunakan rasio keuangan yang terbagi dalam 4 kelompok, yaitu Current Ratio (CR) yang merupakan rasio likuiditas, Debt Equity Ratio (DER) yang merupakan rasio solvabilitas, Return on Assets (ROA) merupakan rasio profabilitas, dan Total Asset Turnover (TATO) merupakan rasio aktivitas. Current Ratio yang tinggi dapat disebabkan adanya piutang yang tidak tertagih dan persediaan yang belum terjual, yang tentunya tidak dapat digunakan secara cepat untuk membayar hutang (Sawir: 2005 dalam Malintan: 2013). Semakin besar current ratio yang dimiliki menunjukkan besarnya kemampuan perusahaan dalam memenuhi kebutuhan operasionalnya terutama modal kerja yang sangat penting untuk menjaga perfomance kinerja perusahaan yang pada akhirnya mempengaruhi performance harga saham. Hal ini dapat memberikan keyakinan kepada investor untuk memiliki saham perusahaan tersebut sehingga dapat meningkatkan return saham. Current Ratio yang rendah akan menyebabkan terjadi penurunan harga pasar dari harga saham yang bersangkutan. Sebaliknya Current Ratio yang terlalu tinggi juga belum tentu baik, karena pada kondisi tertentu hal tersebut menunjukkan banyak dana perusahaan yang menganggur (aktivitas sedikit) yang akhirnya dapat mengurangi kemampuan perusahaan. Dengan demikian, Current Ratio berpengaruh signifikan dan positif terhadap harga saham. Hal ini didukung oleh penelitian Setiyawan (2014) yang menyatakan bahwa Current Ratio (CR) berpengaruh positif terhadap harga saham pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 20092012, pada penelitian lain juga menyatakan bahwa current ratio berpengaruh positif dan signifikan terhadap harga saham Prihantini (2009). H1: Current Ratio berpengaruh positif terhadap harga saham ROA (Return On Asset) merupakan salah satu indikator keuangan yang sering digunakan dalam penilaian kinerja perusahaan. Semakin 79
JURNAL AKUNTANSI VOL. 4 NO. 2 DESEMBER 2016
besar ROA akan menggambarkan bahwa kinerja perusahaan semakin baik dan pemegang saham akan mendapatkan keuntungan dividen yang diterima semakin meningkat. ROA yang semakin tinggi akan meningkatkan harga saham. Perusahaan dengan ROA yang besar akan meningkatkan minat calon investor untuk menanamkan dananya di perusahaan tersebut. Adanya daya tarik tersebut berdampak pada para investor dan calon investor untuk memiliki saham perusahaan semakin meningkat, (Hardiningsih, et. al., 2002 dalam Subalno, 2009). Dengan pernyataan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa Return On Asset (ROA) berpengaruh positif terhadap harga saham. Hal ini didukung oleh penelitian yang sebelumnya telah dilakukan oleh Budialim (2013) yang menunjukkan bahwa variabel CR, DER, ROA, ROE, EPS, BVPS, dan Beta secara bersamasama berpengaruh positif dan signifikan terhadap return saham. Pada penelitian Hijriah (2007) juga menyatakan bahwa faktor fundamental yang terdiri dari return on assets (ROA), Lg return on equity (LgROE), debt to equity ratio (DER), Lg price earning ratio (LgPER), earning per share (EPS), Lg book value (LgBV) dan risiko sistematik (Beta) memiliki pengaruh signifikan terhadap harga saham perusahaan properti di Bursa Efek Jakarta. Hal ini menunjukkan bahwa pola pergerakan harga saham dapat dipengaruhi oleh faktor fundamental dan risiko sistematik secara bersama-sama. H2: Return On Asset berpengaruh positif terhadap harga saham Debt Equity Ratio (DER) mempengaruhi kinerja perusahaan dan menyebabkan apresiasi harga saham. Debt Equity Ratio (DER) yang terlalu tinggi mempunyai dampak buruk terhadap kinerja perusahaan, karena tingkat hutang yang semakin tinggi berarti beban bunga perusahaan akan semakin besar dan mengurangi keuntungan (Ang, 1997) dalam Subalno (2009). Tingkat Debt to Equity Ratio (DER) yang tinggi menunjukkan komposisi total hutang (hutang jangka pendek dan hutang jangka panjang) semakin besar apabila dibandingkan dengan total modal sendiri, sehingga hal ini akan berdampak pada semakin besar pula beban perusahaan terhadap pihak eksternal (para p-ISSN: 2088-768X | e-ISSN: 2540-9646
kreditur). Peningkatan beban terhadap kreditur akan menunjukkan sumber modal perusahaan sangat tergantung dari pihak eksternal, sehingga mengurangi minat investor dalam menanamkan dananya di perusahaan yang bersangkutan. Penurunan minat investor dalam menanamkan dananya ini akan berdampak pada penurunan harga saham perusahaan. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Subalno (2009) yang menunjukkan bahwa DER berpengaruh negatif terhadap return saham, dan hasil penelitian Pratiwi (2013) yang menunjukkan bahwa DER berpengaruh tidak signifikan dan negatif terhadap harga saham. Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Gunawan dan Wijiyanti (2003) yang menunjukkan bahwa secara empiris terbukti bahwa faktor fundamental (ROA, ROE, BV, DER, r) dan risiko sistematik (beta) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap harga saham perusahaan properti secara bersama-sama. H3: Debt to Equity Ratio memiliki pengaruh negatif terhadap harga saham Total Asset Turn Over menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan total penjualan bersih. Semakin tinggi total asset turn over menunjukkan semakin efektif perusahaan dalam penggunaan aktivanya untuk menghasilkan total penjualan bersih. Semakin efektif perusahaan menggunakan aktivanya untuk menghasilkan penjualan bersihnya menunjukkan semakin baik kinerja yang dicapai oleh perusahaan (Jatismara, 2011). Berdasarkan teori signaling perusahaan dengan TATO yang tinggi akan lebih banyak dicari oleh investor, karena investor akan menganggapnya sebagai informasi yang positif sehingga akan meningkatkan harga saham di pasar sekunder. Harga saham di pasar sekunder yang meningkat akan menyebabkan harga saham di pasar perdana dinilai lebih rendah, sehingga semakin tinggi nilai TATO akan meningkatkan underpricing (Rachmadhanto, 2014). Pada hasil penelitian Widodo (2007) menunjukkan bahwa TATO berpengaruh positif dan signifikan terhadap return saham. Pada penelitian Putra dkk (2013) juga menunjukkan bahwa TATO berpengaruh positif dan signifikan terhadap harga saham. 80
JURNAL AKUNTANSI VOL. 4 NO. 2 DESEMBER 2016
H4: Total Asset Turn Over berpengaruh positif terhadap harga saham Pengaruh Inflasi terhadap Harga Saham Inflasi adalah gejala kenaikan harga barang-barang yang bersifat umum dan terusmenerus (Rahardja dan Manurung, 2004). Hooker (2004) dalam Kewal (2012) menemukan bahwa tingkat inflasi mempengaruhi secara signifikan terhadap harga saham. Peningkatan inflasi secara relatif merupakan sinyal negatif bagi pemodal di pasar modal. Inflasi meningkatkan pendapatan dan biaya perusahaan. Jika peningkatan biaya produksi lebih tinggi dari peningkatan harga yang dapat dinikmati oleh perusahaan maka profitabilitas perusahaan akan turun. Jika profit yang diperoleh perusahaan kecil, hal ini akan mengakibatkan para investor enggan menanamkan dananya di perusahaan tersebut sehingga harga saham menurun. Pada penelitian Thobarry (2009) menunjukkan bahwa inflasi berpengaruh negatif signifikan terhadap indeks harga saham properti, sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Prihantini (2009) yang menunjukkan bahwa inflasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap return saham. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Perdana (2009) yang menunjukkan bahwa pada analisis Uji Parsial variabel Inflasi menunjukkan tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara Inflasi terhadap Harga Saham PT. Indosat, Tbk. H5: Inflasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap harga saham. Pengaruh Tingkat Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia terhadap Harga Saham Suku bunga Sertifikat Bank Indonesia merupakan suku bunga yang dikeluarkan oleh bank sentral untuk mengontrol peredaran uang di masyarakat, dengan kata lain pemerintah melakukan kebijakan moneter. Peredaran uang yang terlalu banyak dimasyarakat akan mengakibatkan masyarakat cenderung membelanjakan uangnya yang pada akhirnya bisa berdampak pada kenaikan harga-harga barang, yang salah satun faktor pemicu inflasi (Permana, 2009). Suku bunga yang tinggi akan menyebabkan semakin tingginya bunga kredit pinjaman di industri real estate dan property, p-ISSN: 2088-768X | e-ISSN: 2540-9646
dengan demikian maka minat para konsumen menurun dan mengakibatkan rendahnya harga saham pada industri ini. Suku bunga yang tinggi juga akan meningkatkan minat masyarakat untuk menanamkan dananya di bank daripada menginvestasikannya pada sektor produksi atau industri yang resikonya jauh lebih besar jika dibandingkan dengan menanamkan uang di bank terutama dalam bentuk deposito. Suku bunga yang tinggi menyedot jumlah uang yang beredar di masyarakat. Namun di sisi lain, tingginya suku bunga akan meningkatkan nilai uang selain menyebabkan besarnya opportunity cost pada sektor industri atau sektor rill. Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan Kewal (2012) menjelaskan bahwa suku bunga SBI tidak memiliki pengaruh terhadap Indeks Harga Saham. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Krisna dan Wirawati (2013) yang menjelaskan bahwa secara simultan variabel independen tingkat inflasi, nilai tukar rupiah, dan ingkat suku bunga SBI berpengaruh positif dan signifikan pada indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan probabilitas sebesar 0,000. Namun pada penelitian Perdana (2009) menunjukkan bahwa suku bunga SBI berpengaruh negatif terhadap harga saham, penelitian ini didukung oleh Liauw (2013) menunjukkan bahwa suku bunga SBI berpengaruh negatif dan signifikan terhadap IHSG. H6: Suku bunga SBI berpengaruh negatif terhadap harga saham
METODOLOGI PENELITIAN Populasi dan Sampel Populasi yang digunakan adalah perusahaan Real Estate dan Property periode 2010-2013. Sampel yang digunakan adalah purposive sampling, yaitu pemilihan sampel menggunakan kriteria tertentu. Perusahaan yang memenuhi kriteria adalah sebanyak 33 perusahaan, dengan 132 firmyears. Metode Analisis Data Uji Asumsi Klasik Sebelum melakukan analisis regresi, peneliti melakukan uji asumsi klasik yang terdiri atas uji normalitas, uji 81
JURNAL AKUNTANSI VOL. 4 NO. 2 DESEMBER 2016
heteroskedastisitas, dan uji multikolinieritas. Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Uji statistik yang digunakan untuk menguji normalitas adalah One sample Kolmogorov-smirnov Test. Uji heteroskedastisitas dilakukan dengan uji Spearman’s rho yaitu salah satu dari uji bivariate asosiatif non parametis. Artinya uji non parametis yang digunakan untuk menguji kesesuaian antara 2 kelompok variabel yang berasal dari subjek berbeda atau disebut juga data bebas dengan skala ordinal (Gujarati, 2003). Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya) (Gujarati, 2003). Metode yang digunakan untuk uji autokorelasi yaitu Cochrane-Ocrutt. Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi yang tinggi atau sempurna antar variabel independen. Model regresi yang baik adalah yang tidak terjadi korelasi yang tinggi antar variabel independen (Gujarati, 2003). Analisis Regresi Linier Berganda Peneitian ini menggunakan analisis regresi linier berganda. Analisis regresi adalah studi mengenai ketergantungan variabel dependen (terikat) dengan satu atau lebih variabel independen (variabel bebas), dengan tujuan untuk mengestimasi dan/atau memprediksi rata-rata populasi atau nilai ratarata variabel dependen berdasarkan nilai variabel independen yang diketahui (Gujarati, 2003).
HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Asumsi Klasik Uji normalitas dilakukan dengan melihat angka signifikan dari KolmogorovSmirnov test. Pengujian normalitas dilakukan dengan melihat nilai 2-tailed significant melalui pengukuran tingkat signifikansi sebesar 5% atau 0,05. Data bisa dikatakan berdistribusi normal bila nilai Asymp. Sig (2-tailed) lebih dari 5% (Ghozali, 2009). Berdasarkan hasil uji p-ISSN: 2088-768X | e-ISSN: 2540-9646
normalitas pada tabel di bawah ini menunjukkan bahwa data berdistribusi normal. Hasil output SPSS, nilai Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar 0,488 lebih besar daripada 0,05 menunjukkan bahwa data berdistribusi normal. Uji Heretoskesdastisitas dilakukan dengan uji Spearmans’rho. Hasil dari uji ini terlihat pada tabel di bawah ini, dimana nilai Sig. (1-tailed) pada variabel LNX1, LNX2, LNX3, LNX4, LNX5, dan LNX6 > 0,05 jadi dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskesdastisitas. Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t1(sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem korelasi. Pengujian ini menggunakan Durbin Watson. Hasil pengujian autokorelasi dengan metode Cochrane Ocrutt dihasilkan nilai Durbin Watson sebesar 1,842. Selanjutnya, nilai DW dibandingkan dengan nilai du dan 4-du yang terdapat pada tabel Durbin Watson. Nilai du diambil dari tabel DW dengan n berjumlah 132 dan k = 6, sehingga diperoleh du sebesar 1,6220. Pengambilan keputusan dilakukan dengan ketentuan du < d ≤ 4 – du atau 1,6220 < 1,842 ≤ 4 – 1,6220. Jika dihitung menjadi 1,6220 < 1,842 ≤ 2,1884. Dapat disimpulkan dari nilai DW di atas bahwa tidak terjadi autokorelasi antara variabel independen sehingga regresi ini layak digunakan. Uji Multikolinieritas menggunakan data yang sudah di Logaritma Natural (LN). Di bawah ini terlihat jelas bahwa nilai tolerance > 0,1 dan VIF < 10, maka dapat disimpulkan bahwa uji regresi ini tidak terjadi multikolinieritas. Artinya model regresi ini layak untuk digunakan. Pengujian Hipotesis Uji Simultan (Uji F) Uji simultan (F) dilakukan untuk menguji signifikansi model regresi. Tujuan dari uji F ini adalah untuk membuktikan secara statistik bahwa keseluruhan koefisien regresi yang digunakan dalam analisis ini signifikan. Berdasarkan hasil analisis pada tabel di bawah ini diperoleh nilai F sebesar 3,209 dan tingkat signifikansi sebesar 0,006. Nilai signifikansi tersebut jauh lebih kecil dari 0,05, berarti bahwa 82
JURNAL AKUNTANSI VOL. 4 NO. 2 DESEMBER 2016
Kondisi Fundamental, Inflasi, dan Suku Bunga SBI secara simultan berpengaruh terhadap
harga saham sehingga uji model diterima.
Tabel 2 Hasil Uji Simultan (Uji F) ANOVAb Model 1
Sum of Squares df Mean Square Regression 3.940 6 .657 Residual 21.900 107 .205 Total 25.841 113 a. Predictors: (Constant), LN_X6, LN_X2, LN_X3, LN_X4, LN_X1, LN_X5 b. Dependent Variable: LN_Y
Uji Parsial (Uji statistik T) Pengujian secara parsial bertujuan untuk mengetahui apakah secara individui (parsial) variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen. Nilai signifikansi yang tidak lebih besar dari 0,05 menunjukkan adanya pengaruh yang kuat antara kedua variabel. Suatu variabel dikatakan berpengaruh secara parsial
F 3.209
Sig. .006a
jika, nilai t hitung > t tabel. Nilai df = N-k-1 = 132-6-1 = 125, sehingga diperoleh t tabel sebesar 1, 657. Hasil dari uji parsial setiap variabel independen dapat dilihat pada tabel 3. Berdasarkan tabel 3 dapat dijabarkan persamaan regresi linear berganda sebagai berikut:
Y=𝟏, 𝟖𝟔𝟒 + 𝟎, 𝟎𝟎𝟕𝑿𝟏 + 𝟎, 𝟏𝟗𝟗𝑿𝟐 + 𝟎, 𝟏𝟖𝟏𝑿𝟑 − 𝟎, 𝟎𝟕𝟑𝑿𝟒 − 𝟎, 𝟓𝟎𝟖𝑿𝟓 + 𝟏, 𝟒𝟐𝟎𝑿𝟔 + 𝜺 Tabel 3 Hasil Uji Parsial (Uji Statistik T)
1
Model (Constant) LN_X1 LN_X2 LN_X3 LN_X4 LN_X5 LN_X6
Unstandardized Coefficients B Std. Error 1.864 1.701 .007 .068 .199 .072 .181 .065 -.073 .103 -.508 .357 1.420 1.138
Standardized Coefficients Beta .011 .305 .272 -.071 -.187 .162
t 1.096 .108 2.766 2.791 -.705 -1.421 1.248
Sig. .276 .914 .007 .006 .483 .158 .215
a. Dependent Variable: LN_Y
Hipotesis 1: Current Ratio berpengaruh positif terhadap harga saham. Berdasarkan tabel 3 di atas, maka dapat dilihat bahwa nilai signifikansi variabel Current Ratio lebih dari 0,05 (0,914 > 0,05) dan nilai t hitung < t tabel (0,108 < 1,657). Hal ini berarti menerima H0 dan menolak H1, sehingga dapat disimpulkan bahwa current ratio tidak berpengaruh terhadap harga saham.
p-ISSN: 2088-768X | e-ISSN: 2540-9646
Hipotesis 2: Return On Asset berpengaruh positif terhadap harga saham. Dari tabel 3 dapat dilihat nilai signifikansi variabel return on asset sebesar 0,007, hal ini berarti < 0,05 dan nilai t hitung > t tabel (2,766<1,657). Hal ini menunjukkan bahwa H0 ditolak dan H2 diterima, maka dapat disimpulkan bahwa return on asset berpengaruh positif terhadap harga saham.
83
JURNAL AKUNTANSI VOL. 4 NO. 2 DESEMBER 2016
Nilai koefisien return on asset sebesar 0,199 dan bertanda positif hal ini menunjukkan bahwa setiap kenaikan satu satuan variabel return on asset menaikan sebesar 0,199. Hal itu terjadi apabila nilai variabel independen yang lain dalam persamaan regresi bernilai tetap. Hipotesis 3: Debt Equity Ratio berpengaruh negatif terhadap harga saham. Pada tabel 3 di atas terlihat bahwa nilai signifikansi debt equity ratio sebesar 0,006, yang berarti < 0,005 dan nilai t hitung > t tabel (2,791>1,657). Hal ini berarti menolak H0 dan menerima H3, sehingga dapat disimpulkan bahwa debt equity ratio berpengaruh positif terhadap harga saham. Nilai koefisien debt equity ratio sebesar 0,181 dan bertanda positif hal ini menunjukkan bahwa setiap kenaikan satu satuan variabel debt equity ratio menaikan sebesar 0,181. Hal itu terjadi apabila nilai variabel independen yang lain dalam persamaan regresi bernilai tetap. Hipotesis 4: Total Asset Turn Over berpengaruh positif terhadap harga saham. Berdasarkan tabel 3 tersebut di atas diketahui bahwa nilai signifikansi total asset turn over sebesar 0,483, yang berarti > 0,05 dan nilai t hitung < t tabel (-0,705 < 1,657). Hal ini menunjukkan bahwa H0 diterima dan H4 ditolak, maka dapat disimpulkan bahwa return
on asset tidak berpengaruh terhadap harga saham. Hipotesis 5: Inflasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap harga saham. Pada tabel 3 diketahui bahwa nilai signifikasi inflasi sebesar 0,158 yang berarti > 0,05 dan nilai t hitung < t tabel (-1,421 < 1,657). Hal ini menunjukkan bahwa H0 diterima dan H5 ditolak, maka dapat disimpulkan bahwa inflasi tidak berpengaruh terhadap harga saham. Hipotesis 6: Suku bunga SBI berpengaruh negatif terhadap harga saham. Dari tabel 3 di atas terlihat bahwa nilai signifikansi suku bunga SBI sebesar 0,215 (0,191 > 0,05) dan nilai t hitung < t tabel (1,248 < 1,657). Hal ini menunjukkan bahwa H0 diterima dan menolak H6, maka dapat disimpulkan bahwa suku bunga SBI tidak berpengaruh terhadap harga saham. Koefisien Determinasi Pada output SPPS Model Summary menunjukan besarnya adjusted R Square sebesar 0,105, hal ini berarti besarnya variabel independen mempengaruhi variabel dependen hanya sebesar 10,5%, sedangkan sisanya sebesar 89,5% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti seperti net profit margin, gross profit margin, return on equity, dan jumlah uang yang beredar.
Tabel 4 Model Summary Model
R
R Square
Std. Error Adjusted R Square Estimate
1
.390a
.152
.105
of
the
.45241
Predictors: (Constant), LN_X6, LN_X2, LN_X3, LN_X4, LN_X1, LN_X5
PEMBAHASAN Pada hasil penelitian ini, diketahui bahwa nilai F sebesar 3,209 dan tingkat signifikansi sebesar 0,006. Nilai signifikansi tersebut jauh lebih kecil dari 0,05, berarti bahwa Kondisi Fundamental, Inflasi, dan Suku Bunga SBI secara simultan berpengaruh terhadap harga saham.
p-ISSN: 2088-768X | e-ISSN: 2540-9646
Nilai signifikansi variabel Current Ratio lebih dari 0,05 (0,914 > 0,05) dan nilai t hitung < t tabel (0,108 < 1,657). Hal ini berarti menolak H1, berarti bahwa variabel current ratio tidak berpengaruh terhadap harga saham. Dapat disimpulkan bahwa aset lancar yang bernilai cukup besar yang dalam hal ini digunakan sebagai pembilang dalam perhitungan CR bisa saja lebih didominasi oleh 84
JURNAL AKUNTANSI VOL. 4 NO. 2 DESEMBER 2016
komponen piutang yang tidak tertagih dan persediaan yang belum terjual yang nilai dari kedua komponen ini lebih tinggi dari pada nilai komponen aset lancar lainnya yang digunakan untuk membayar utang lancar. Jika hal ini terjadi tentu rasio CR suatu perusahaan akan tinggi dan mengakibatkan seakan-akan perusahaan berada dalam kondisi yang likuid. Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian Nardi (2013) yang menyatakan bahwa current ratio tidak berpengaruh signifikan terhadap harga saham. Hasil pengujian pengaruh Return On Asset terhadap harga saham menghasilkan signifikansi variabel return on asset sebesar 0,007, hal ini berarti < 0,05 dan nilai t hitung > t tabel (2,766<1,657). Hal ini menunjukkan bahwa H2 diterima, maka dapat disimpulkan bahwa return on asset berpengaruh positif terhadap harga saham. Dengan kata lain, semakin besar ROA menunjukkan kinerja perusahaan semakin baik, karena return semakin besar. Hal ini didukung oleh penelitian Subalno (2009) yang menyatakan bahwa ROA berpengaruh positif terhadap harga saham. Dari hasil uji pengaruh Debt Equity Ratio terhadap harga saham menghasilkan besarnya nilai signifikansi debt equity ratio sebesar 0,006, yang berarti < 0,005 dan nilai t hitung > t tabel (2,791>1,657). Hal ini berarti menerima H3, sehingga dapat disimpulkan bahwa debt equity ratio berpengaruh positif terhadap harga saham. Hasil ini mengindikasikan adanya pertimbangan yang berbeda dari beberapa investor dalam memandang DER. Oleh sebagian investor DER dipandang besarnya tanggung jawab perusahaan terhadap pihak ketiga yaitu kreditur yang memberikan pinjaman kepada perusahaan. Sehingga semakin besar nilai DER memperbesar tanggungan perusahaan. Namun demikian nampaknya beberapa investor justru memandang bahwa perusahaan yang tumbuh pasti memerlukan hutang sebagai dana tambahan untuk memenuhi pendanaan pada perusahaan yang tumbuh. Perusahaan tersebut memerlukan banyak dana operasional yang tidak mungkin dapat dipenuhi hanya dari modal sendiri yang dimiliki perusahaan. Hasil penelitian ini didukung oleh Gunawan dan Wijayanti (2003) yang menyatakan bahwa DER p-ISSN: 2088-768X | e-ISSN: 2540-9646
berpengaruh signifikan terhadap harga saham properti. Dari hasil pengujian Total Asset Turn Over terhadap harga saham diketahui bahwa besarnya nilai signifikansi total asset turn over sebesar 0,483, yang berarti > 0,05 dan nilai t hitung < t tabel (-0,705 < 1,657). Hal ini menunjukkan bahwa H0 diterima, yang artinya bahwa return on asset tidak berpengaruh terhadap harga saham. Artinya, naik atau turunnya TATO tidak akan mempengaruhi harga saham. Semakin tinggi atau rendahnya total asset turn over tidak mempengaruhi semakin efektif atau tidaknya perusahaan dalam penggunaan aktivanya untuk menghasilkan total penjualan bersih. Sehingga tidak memiliki pengaruh terhadap harga saham perusahaan. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Subalno (2009) yang menyatakan bahwa total asset turn over tidak berpengaruh terhadap return saham. Berdasarkan pengujian inflasi terhadap harga saham diketahui bahwa nilai signifikasi inflasi sebesar 0,158 yang berarti > 0,05 dan nilai t hitung < t tabel (-1,421 < 1,657). Hal ini menunjukkan bahwa H0 diterima, maka dapat disimpulkan bahwa inflasi tidak berpengaruh terhadap harga saham. Setiap perubahan harga pasar karena inflasi tidak akan mempengaruhi profit perusahaan, sehingga investor enggan untuk menanamkan dananya di perusahaan. Penelitian ini didukung oleh penelitian Kewal (2012), yang menyatakan bahwa inflasi tidak berpengaruh terhadap Indeks Harga Saham Gabungan. Dari hasil pengujian suku bunga SBI terhadap harga saham, diketahui bahwa nilai signifikansi suku bunga SBI sebesar 0,215 (0,191 > 0,05) dan nilai t hitung < t tabel (1,248 < 1,657). Hal ini menunjukkan bahwa H0 diterima, maka dapat disimpulkan bahwa suku bunga SBI tidak berpengaruh terhadap harga saham. V Artinya suku bunga SBI tidak berpengaruh terhadap harga saham disebabkan karena perusahaan‐ perusahaan yang memberikan dividen yang cukup tinggi bagi pemegang sahamnya juga menjadi salah satu stimulus bagi investor untuk berinvestasi dalam bentuk surat berharga di pasar uang. Penelitian ini didukung oleh hasil penelitian Amperaningrum dan Agung (2011) yang 85
JURNAL AKUNTANSI VOL. 4 NO. 2 DESEMBER 2016
menyatakan bahwa secara parsial suku bunga SBI tidak berpengaruh terhadap perubahan harga saham KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan data yang telah dikumpulkan dan diuji mengenai pengaruh kondisi fundamental, inflasi, dan suku bunga SBI terhadap harga saham, menghasilkan kesimpulan bahwa Current Ratio, Total Asset Turn Over, dan Inflasi tidak berpengaruh terhadap harga saham. Return On Asset dan Debt Equity Ratio berpengaruh positif terhadap Harga Saham. Suku bunga SBI berpengaruh negatif terhadap Harga Saham. Kondisi fundamental, inflasi, dan suku bunga SBI secara simultan berpengaruh terhadap Harga Saham. Saran untuk penelitian selanjutnya: 1. Penelitian selanjutnya hendaknya menambah sampel perusahaan, tidak hanya pada sektor real estate dan property, tetapi juga dari sektor lain agar dapaat mencerminkan reaksi dari pasar modal secara keseluruhan. 2. Penelitian selanjutnya sebaiknya menggunakan proksi lain seperti EPS, Dividend, ROE, atau kriteria lain yang ditetapkan. REFERENSI Budialim, Geovanni. 2013. Pengaruh Kinerja Keuangan dan Risiko Terhadap Return Saham Perusahaan Sektor Consumer Goods di Bursa Efek Indonesia Periode 2007-2011. Jurnal Ilmiah, Universitas Surabaya, Vol. 2, No. 1. Darmadji, T., & Fakhrudin. 2001. Pasar Modal Indonesia. Jakarta: Salemba Empat. Efni, Yulia. 2009. Pengaruh Suku Bunga Deposito, SBI, Kurs, dan Inflasi terhadap Harga Saham Perusahaan Real Estate dan Property di BEI. Ejornal Universitas Riau, Vol. 17, No 01. Ghozali, Imam. 2011. Ekonometrika Teori, Konsep dan Aplikasi dengan SPSS 17. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
p-ISSN: 2088-768X | e-ISSN: 2540-9646
Gunawan, Yanny, Widiastuty dan Wijiyanti, Imelda. 2003. Analisis Faktor Fundamental Dan Risiko Sistematik Terhadap Harga Saham Properti Di BEJ. Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Universitas Kristen Petra, Vol. 5, No. 2, November. Hanani, Anisa, Ika. 2011. Analisis pengaruh earning per share (eps), return on equity (roe), dan debt to equity ratio (der) terhadap return saham pada perusahaanperusahaan dalam jakarta islamic index (jii) periode tahun 2005-2007. Jurnal Skripsi, Universitas Diponegoro. Semarang. Hijriah,
Almas. 2007. Analisis Faktor Fundamental Dan Risiko Sistematik Terhadap Harga Saham Properti Di Bursa Efek Jakarta. Tesis, Sekolah Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara. Medan.
Hooker, Mark A. (2004). “Macroeconomic Factors and Emerging Market Equity Returns: A Bayesian Model Selection Approach”. Emerging Markets Review. 5:379‐387. Indrasari, Ratih. 2006. Analisis Pengaruh Return On Assets, Volume Perdagangan, Earning Per Share Dan Tingkat Suku Bunga Terhadap Harga Saham Perusahaan Yang Terdaftar Di Jakarta Islamic Index Bursa Efek Jakarta. Skripsi Fakultas Ekonomi, Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Jatismara, Raditya. 2011. Analisis Pengaruh TATO, DER, DIVIDEND, SALES dan Current Ratio Terhadap Return On Asset. Skripsi, Fakultas Ekonomi, Universitas Diponegoro. Semarang. Karl dan Fair (2001). Dalam jurnal Pengaruh Inflasi, Nilai Tukar Rupiah, Suku Bunga SBI Pada Indeks Harga Saham Gabungan di BEI. Universitas Udayana, Bali. Kesuma, Ali. 2009. Analisis Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal Serta Pengaruhnya Terhadap Harga Saham Perusahaan Real Estate yang Go 86
JURNAL AKUNTANSI VOL. 4 NO. 2 DESEMBER 2016
Public di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Universitas Darwan Ali Sampit. Kalimantan Tengah, Vol. 11, No. 1, Maret. Kewal, Suramaya Suci. 2012. Pengaruh Inflasi, Suku Bunga, Kurs, dan Pertumbuhan PDB terhadap Indeks Harga Saham Gabungan. Jurnal Ekonomi, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Musi, Palembang, Vol. 8, No 1, April. Khalwaty, Tajul. 2000. Inflasi dan solusinya, Edisi pertama, PT. SUN, Jakarta.
Nirohito, Vernande. 2009. Analisis Pengaruh Faktor Fundamental dan Risiko Sistematik Terhadap Harga Saham pada Industri Properti dan Real Estate di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Akuntansi, Universitas Gunadarma, Jakarta. Oktavia, Linda, Dwi. 2009. Pengaruh Suku Bunga Sbi, Nilai Tukar Rupiah, Dan Inflasi Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan Sebelum Dan Sesudah Privatisasi. Jurnal Skripsi, Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma.
Anak, Agung, Gde, Aditya dan Wirawati, Ni, Gusti, Putu. 2013. Pengaruh Inflasi, Nilai Tukar Rupiah, Suku Bunga SBI Pada Indeks Harga Saham Gabungan BEI. E-jornal Universitas Udayana Bali.
Perdana, D. Putra. 2009. Pengaruh Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia dan Kurs Rupiah Serta Inflasi Terhadap Harga Saham. Studi Kasus, Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma, Jakarta.
Malintan, Rio. 2013. Pengaruh Current Ratio (Cr), Debt To Equity Ratio (Der), Price Earning Ratio (Per), Dan Return On Asset (Roa) Terhadap Return Saham Perusahaan Pertambangan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2005-2010. Jurnal Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya.
Permana, Yogi. 2009. Pengaruh Fundamental Keuangan, Tingkat Bunga Dan Tingkat Inflasi Terhadap Pergerakan Harga Saham (Study Kasus Perusahaan Semen Yang Terdaftar Di BEI). Jurnal Akuntansi, Universitas Gunadarma, Jakarta.
Krisna,
Menina, Dona. 2009. Pengaruh Nilai Tukar Rupiah, Suku Bunga SBI, Volume Perdagangan Saham, Inflasi dan Beta Saham Terhadap Harga Saham. Tesis Magister Manajemen, Universitas Diponegoro, Semarang. Nanga. 2001. Berbagai Definisi Tentang Inflasi Telah Dikemukakan Oleh Para Ahli. www.scribd.com Nardi. 2013. Pengaruh Current Ratio (Cr, Debt To Equity Ratio (Der, Net Profit Margin (Npm), Dan Return On Investment (Roi) Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Food And Beverages Yang Terdaftar Di Bei. Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Maritim Raja Ali Haji, Tanjungpinang – KEPRI.
p-ISSN: 2088-768X | e-ISSN: 2540-9646
___ dan Sularto, Lana. 2008. Analisis Pengaruh Fundamental Keuangan, Tingkat Bunga SBI dan Tingkat Inflasi Terhadap Pergerakan Harga Saham. Jurnal Ekonomi Bisnis, Universitas Gunadarma, Jakarta. No. 2 Vol. 13, Agustus. Pasaribu,
Rowland, B.F. 2008. Pengaruh Variabel Fundamental Terhadap Harga Saham Perusahaan Go Public Di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2003-2006. Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Asian Banking Finance and Informatics Institute of Perbanas. Jakarta, Vol. 2, No. 2, Juli.
Praditasari, Kurnia, Windias. 2009. Analisis Pengaruh Tingkat Kesehatan Bank terhadap Harga Saham pada Perusahaan Perbankan yang GoPublic Periode 2004-2008. Jurnal Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma. 87
JURNAL AKUNTANSI VOL. 4 NO. 2 DESEMBER 2016
Pratiwi, Risma. 2015. Pengaruh Current Ratio, Debt To Equity Ratio, Return On Assets Terhadap Harga Saham (Studi Pada Perusahaan Property Dan Real Estate Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010-2013). Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya. Prihartini, Ratna. 2009. Analisis Pengaruh Inflasi, Nilai Tukar, ROA, DER dan CR Terhadap Return Saham. Tesis Magister Manajemen, Universitas Diponegoro. Semarang. Putra, Dedi. 2010. Pengaruh Nilai Intrinsik Saham dan Nilai Pasar Saham Ditinjau dari Analisis Fundamental Terhadap Tingkat Return Saham Pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Management, Informatics & Business Institute Darmajaya. Vol 8, No 2. Bandar Lampung. Rachmadhanto, Tri David. 2014. Analisis Faktor Fundamental Perusahaan dan Kondisi Ekonomi Makro terhadap underpricing saat penawaran umum perdana. Skripsi Akuntansi, Universitas Diponegoro, Semarang. Ramdhani, Rani. 2013. Pengaruh Return On Assets Dan Debt To Equity Ratio Terhadap Harga Saham Pada Institusi Finansial Di Bursa Efek Indonesia. Management Department, School of Business Management, Binus University, Vol. 14 No. 1, Maret. Robert, Ang. 1997. Buku Pintar: Pasar Modal Indonesia. Mediasoft Indonesia, Jakarta. Sadono. 2006. Dalam Wijaya Trisnadi. Analisis Pengaruh Tingkat Inflasi, Tingkat Suku Bunga SBI dan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek. 2009. Setiyawan, Indra. 2014. Pengaruh Current Ratio, Inventory Turnover, Time Interest Earned, dan Return On Equity terhadap harga saham pada p-ISSN: 2088-768X | e-ISSN: 2540-9646
perusahaan manufaktur sektor barang konsumsi yang terdaftar di BEI periode 2009-2012. Jurnal Akuntansi, Universitas Negeri Yogyakarta, Vol. 3, No. 2 Subalno. 2009. Analisis Pengaruh Faktor Fundamental Dan Kondisi Ekonomi Terhadap Return Saham. Tesis Magister Manajemen, Universitas Diponegoro, Semarang. Subrahmanyam dan John J.Wild. 2012. Analisis Laporan Keuangan. Jakarta: Salemba Empat. Sugiyono. 2013. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Sulistiowati, Yeye. 2011. Reaksi Signal Rasio Profitabilitas dan Rasio Solvabilitas Terhadap Return Saham Perusahaan ProfitabilityandSolvability Ratio Reaction Signal Toward Stock Return Company. Dinamika Keuangan dan Perbankan, Universitas Stikubank. Semarang, Vol. 3, No. 1, Mei. Tandelilin, Eduardus (2010) Portofolio dan Investasi : Teori dan Aplikasi. Edisi 1. Yogyakarta: Kanisius. Thobarry, Ath, Achmad. 2009. Analisis Pengaruh Nilai Tukar, Suku Bunga, Laju Inflasi, dan Pertumbuhan GDP Terhadap Indeks Harga Saham Sektor Properti. Tesis Magister Manajemen, Universitas Diponegoro, Semarang. Utami, Muji dan Rahayu, Mudjilah. 2003. Peranan Profitabilitas, Suku Bunga, Inflasi Dan Nilai Tukar Dalam Mempengaruhi Pasar Modal Indonesia Selama Krisis Ekonomi. Jurnal Ekonomi Manajemen dan Kewirausahaan, Universitas Surabaya, Vol. 5, No. 2, September. Widodo, Saniman. 2007. Analisis Pengaruh Rasio Aktivitas, Rasio Profitabilitas, dan Rasio Pasar Terhadap Return Saham Syariah Dalam Kelompok Jakarta Islamic Index (JII) Tahun 2003-2005. Tesis Magister
88
JURNAL AKUNTANSI VOL. 4 NO. 2 DESEMBER 2016
Manajemen, Universitas Diponegoro, Semarang. www.bi.go.id (24 Juni 2015) www.idx.co.id (10 Agustus 2015) www.joehartanto.com (diakses pada 21 Mei 2015) www.konsistensi.com (diakses 14 September 2015) www.landasanteori.com Agustus 2015)
(diakses
pada
20
www.pasarinvestasi.com (diakses pada Selasa, 17 Maret 2015). www.portal-statistik.com (diakses September 2015)
pada
14
www.sahamok.com (diakses pada 2 September 2015)
p-ISSN: 2088-768X | e-ISSN: 2540-9646
89