DETEKSI KEMATANGAN BUAH MELON GOLDEN APOLLO MENGGUNAKAN PARAMETER SINYAL SUARA
WAQIF AGUSTA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Deteksi Kematangan Buah Melon Golden Apollo Menggunakan Parameter Sinyal Suara adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Maret 2016 Waqif Agusta F152130141
RINGKASAN WAQIF AGUSTA. Deteksi Kematangan Buah Melon Golden Apollo Menggunakan Parameter Sinyal Suara. Dibimbing oleh USMAN AHMAD dan I DEWA MADE SUBRATA. Peningkatan produksi dan permintaan terhadap buah melon, khususnya melon Golden, belum diimbangi dengan penanganan panen dan pascapanen yang optimal. Penentuan waktu panen berdasarkan umur tanaman yang dilakukan secara serentak menyebabkan tingginya keragaman mutu buah saat panen. Metode evaluasi perubahan kekerasan buah secara nondestruktif berdasarkan sinyal gelombang bunyi ketukan yang diterima oleh sensor piezoelektrik, mikrofon, maupun perangkat akselerometer telah banyak dilakukan terhadap berbagai jenis buah selepas panen. Di indonesia, metode ini masih terbatas pada kondisi konvensional yaitu dengan mengetuk buah menggunakan telapak tangan atau benda tertentu. Secara umum, penelitian ini bertujuan mengembangkan metode deteksi kematangan buah melon dengan gelombang suara yang dihasilkan oleh getaran. Lebih khusus, penelitian ini bertujuan: (1) Mempelajari hubungan respon impuls akustik buah melon Golden Apollo dengan parameter kematangan buah melon pada empat umur panen yang berbeda (46 hari setelah tanam (HST), 53 HST, 60 HST, dan 67 HST), (2) Menentukan parameter akustik yang berperan dalam klasifikasi buah melon dan mengklasifikasi buah melon berdasarkan tingkat kematangannya. Sifat fisikokimia buah melon pada empat umur panen yang berbeda, (46 hari setelah tanam (HST), 53 HST, 60 HST, dan 67 HST) menunjukkan adanya perubahan. Kekerasan daging buah mengalami penurunan seiring dengan semakin tua umur panen. Rata-rata nilai TPT buah melon mengalami peningkatan, sedangkan rata-rata kadar air daging buah melon mengalami penurunan. Sementara itu, pengamatan respon ketukan pada buah melon menunjukkan nilai short term energy (E) yang variatif. Frekuensi puncak (f) pada sinyal-sinyal hasil pengetukan buah melon cenderung mengalami penurunan pada umur panen 60 HST namun mengalami peningkatan pada umur 67 HST. Rata-rata nilai magnitudo (M) sinyal suara pada umur panen buah melon yang berbeda menunjukkan kecenderungan melemah seiring dengan semakin tua umur panen. Sementara itu, nilai Mo juga menunjukkan pola hubungan yang sama. Hasil analisis korelasi menunjukkan, karakter sinyal gelombang suara berkorelasi terhadap umur panen buah melon dengan -0.500> r >0.500. Berdasarkan hasil analisis diskriminan, parameter gelombang suara yang mampu membedakan kematangan buah melon dengan baik adalah frekuensi (f), short term energy (E), dan Mo. Klasifikasi ulang ke dalam empat kelompok umur panen buah melon menggunakan fungsi diskriminan kuadratik menunjukkan kesalahan pengelompokan sejumlah 33%. Kesalahan pengelompokan pada dua tingkat kematangan berdasarkan nilai TPT sebesar 32%, dan kesalahan pengelompokan berdasarkan kelompok buah matang (67 HST) dan buah belum matang (46, 53, dan 60 HST) adalah sebesar 0%. Kata kunci: melon, kematangan, suara, analisis diskriminan
SUMMARY WAQIF AGUSTA. Ripeness Detection on Golden Apollo Melon Using Acoustic Impulse Parameter. Supervised by USMAN AHMAD and I DEWA MADE SUBRATA. Increasing in production and demand for melons, particularly Golden melon, has not been matched with the optimal harvest and postharvest handling. Simultaneously harvesting method based on the age of the plant causing the high diversity of fruit quality at harvest. Non-destructive fruit firmness inspection by knocking the surface of fruit and receiving the signal using piezoelectric sensor, microphone, and the accelerometer devices has been carried out on various types of fruits after harvest. In Indonesia, the application of these methods is still limited to conventional term by tapping the fruit using hands or another particular object. This reseacrh aims to develop a method to predict the ripeness stage of Golden Apollo melon using audio signal parameters. More specifically, this research aims to (1) observe the relationship between acoustic impulse response parameters and the ripeness attributes of Golden Apollo melon at four different ages of harvest (46 DAP, 53 DAP, 60 DAP, and 67 DAP), (2) determine the acoustic parameters which well affecting the formulation of classification function and the classification results. The result showed that, flesh firmness has decreased in line with the age of harvest. The average value of TSS increased in accordance with the age of harvest. Water content changed inversely to the age of harvest. The older the age of harvest, the lower water content available in flesh. While, the observation on acoustic impulse response of melon demonstrating fluctuative short term energy value. Frequency of the signal decreased in 60 DAP then raised up in 67 DAP. The change of magnitud and Mo value has similar pattern during melon ripening. They were decreased in line with the age of harvest. The acoustic parameters correlated to the age of harvest (-0.500> r > 0.500). Based on the discriminant analysis, acoustic parameters which could predict melon ripeness well are the frequency (f), short-term energy (E), and Mo. Regrouping result into four ages of harvest by quadratic discriminant function showed 33% misclassification. While regrouping the samples into two groups, ripe and unripe based on TSS concentration and age of harvest (DAP), showed misclassification 32% and 0% respectively. Keywords: melon, ripeness, acoustic, discriminant analysis
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
DETEKSI KEMATANGAN BUAH MELON GOLDEN APOLLO MENGGUNAKAN PARAMETER SINYAL SUARA
WAQIF AGUSTA
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Pascapanen
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
Penguji Luar Komisi:
Dr Ir I Wayan Budiastra, MAgr
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak Juni 2015 ini ialah evaluasi nondestruktif produk pertanian, dengan judul “Deteksi Kematangan Buah Melon Golden Apollo Menggunakan Parameter Sinyal Suara”. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Usman Ahmad, MAgr dan Bapak Dr Ir I Dewa Made Subrata, MAgr selaku pembimbing, serta Bapak Dr Ir I Wayan Budiastra, MAgr yang telah banyak memberi saran. Tak lupa juga kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk menerima beasiswa BPPDN untuk pendidikan strata 2 (S2). Penghargaan penulis sampaikan kepada para teknisi dan laboran Bapak Sulyaden dan Baskara EN dari Laboratorium TPPHP TMB, staf Program Pascasarjana TMB Ibu Rusmawati dan Bapak Ahmad Mulyawatullah serta rekan-rekan TPP 2013 yang telah membantu dalam persiapan dan pelaksanaan penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ibu, almarhum ayah, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Maret 2016 Waqif Agusta
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR GAMBAR
xii
DAFTAR LAMPIRAN
xiii
PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian
1 1 2 2
TINJAUAN PUSTAKA Melon (Cucumis melo L.) Syarat Mutu Buah Melon Metode Respon Impuls Akustik Analisis Diskriminan
3 3 5 6 10
METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Alat Prosedur Penelitian
14 14 14 14 15
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengukuran Parameter Kematangan Buah Melon Respon Impuls Akustik Buah Melon Korelasi Hasil Uji Respon Impuls Akustik terhadap Hasil Pengukuran Parameter Kematangan Buah Melon Pengelompokan Tingkat Kematangan Buah Melon
17 17 22
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
37 37 37
DAFTAR PUSTAKA
38
RIWAYAT HIDUP
61
29 31
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7
Grup utama tanaman melon Syarat mutu buah melon Kesalahan klasifikasi diskriminan Nilai koefisien korelasi Pearson antar parameter pengujian Statistik uji multikolinieritas antarvariabel penduga Hasil uji kesamaan matriks kovarian Kesalahan klasifikasi diskriminan kuadratik pada empat kelompok umur panen yang berbeda 8 Kesalahan klasifikasi diskriminan kuadratik pada dua kelompok kematangan yang berbeda berdasarkan nilai TPT 9 Kesalahan klasifikasi diskriminan kuadratik pada dua kelompok kematangan yang berbeda berdasarkan umur panen
3 6 13 30 31 32 34 35 37
DAFTAR GAMBAR 1 Laju perkembangan dan laju respirasi buah klimakterik dan nonklimakterik (Tadiello 2010) 2 Diagram alir prosedur penelitian 3 Skema pengujian respon impuls akustik buah melon 4 Sebaran data hasil pengukuran kekerasan daging buah melon Golden Apollo pada umur panen yang berbeda 5 Rata-rata kekerasan daging buah melon Golden Apollo pada umur panen yang berbeda 6 Sebaran data hasil pengukuran kandungan TPT buah melon Golden Apollo pada umur panen yang berbeda 7 Rata-rata kandungan TPT dalam daging buah melon Golden Apollo pada umur panen yang berbeda 8 Rata-rata kadar air buah melon Golden Apollo pada umur panen yang berbeda 9 Spektrum sinyal suara ketukan terhadap buah melon Golden Apollo berdomain waktu 10 Spektrum sinyal suara berdomain frekuensi 11 Rata-rata short term energy sinyal suara ketukan buah melon pada umur panen yang berbeda 12 Rata-rata frekuensi dominan suara ketukan buah melon Golden Apollo pada umur panen yang berbeda 13 Rata-rata Magnitudo maksimum suara ketukan buah melon pada umur panen yang berbeda 14 Kurva power spectral density (PSD) dari sinyal suara ketukan buah melon Golden Apollo pada umur panen yang berbeda 15 Rata-rata nilai Mo suara ketukan buah melon Golden Apollo pada umur panen yang berbeda 16 Hubungan antara kekerasan daging buah melon Golden Apollo terhadap magnitudo dan Mo 17 Plot kuantil khi-kuadrat
4 15 16 18 19 20 20 22 23 24 25 26 27 28 29 30 32
18 Plot pengelompokan buah melon Golden Apollo berdasarkan empat umur panen berbeda 19 Plot pengelompokan buah melon Golden Apollo berdasarkan nilai TPT 20 Plot pengelompokan buah melon Golden Apollo pada dua tingkat kematangan berdasarkan umur panen
34 35 36
DAFTAR LAMPIRAN 1 Prosedur pembentukakn fungsi klasifikasi dengan analisis diskriminan 2 Diagram alir penghitungan nilai short term energi (E) sinyal suara 3 Kode pemrograman (source code) untuk penghitungan short term energy sinyal (E) suara menggunakan Matlab 4 Diagram alir penghitungan nilai magnitudo (M) dan frekuensi (f) sinyal suara ketukan buah melon 5 Kode pemrograman (source code) untuk penghitungan nilai magnitudo (M) dan frekuensi (f) sinyal suara menggunakan Matlab 6 Diagram alir penghitungan nilai zero moment power (Mo) sinyal suara ketukan buah melon 7 Kode pemrograman (source code) untuk penghitungan nilai zero moment power (Mo) sinyal suara menggunakan Matlab 8 Statistik deskriptif hasil pengamatan 9 Analisis sidik ragam (ANOVA) 10 Hasil uji beda nyata Duncan’s multiple range test (DMRT) pada taraf kepercayaan 95% 11 Analisis diskriminan 12 Hasil validasi fungsi skor diskriminan menggunakan metode leave-oneout cross-validation
45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 60
PENDAHULUAN Latar Belakang Melon (Cucumis melo L.) merupakan buah dari suku labu-labuan atau Cucurbitaceae. Buah melon cukup populer sebagai buah meja, yang dimakan langsung atau sebagai bahan pengisi minuman. Ditinjau dari data produksi nasional, hasil panen total komoditas ini terus mengalami peningkatan, dari 85161 ton pada 2010 hingga 150347 ton pada 2014, yang juga mengindikasikan semakin meningkatnya jumlah permintaan pasar terhadap komoditas ini. Hal ini menunjukkan tingginya potensi pengembangan agribisnis buah melon. Saat ini, tersebar 94 varietas melon unggulan di Indonesia. Dari sejumlah varietas tersebut, yang paling banyak dibudidayakan adalah buah melon Golden. Melon Golden memiliki ciri: kulit luar tanpa jaring berwarna kuning cerah dan daging buah berwarna putih. Keunggulan buah ini selain penampilan luar yang menarik, bagian daging buah memiliki tekstur renyah dan rasa yang lebih manis. Peningkatan produksi dan permintaan terhadap buah melon, khususnya melon Golden, belum diimbangi dengan penanganan panen dan pascapanen yang optimal. Panen serentak berdasarkan umur tanaman menyebabkan keseragaman tingkat kematangan buah saat panen masih sangat dipertanyakan. Kematangan buah dapat diidentifikasi berdasarkan perubahan sifat fisikokimianya. Salah satu parameter penting dalam penentuan kematangan adalah tingkat kekerasan daging buah. Seperti diketahui, daging buah akan semakin lunak seiring dengan bertambahnya umur buah tersebut, apalagi setelah buah dipanen. Metode sederhana seperti pengetukan menggunakan telapak tangan atau benda lain, sering dilakukan oleh para petani. Namun, hal ini bersifat subjektif. Metode ini disebut metode respon impuls akustik. Pengembangan metode ini telah banyak dilakukan untuk meningkatkan akurasi pengamatan tingkat kematangan buah. Sri et al. (2007) mendeteksi tingkat kematangan buah semangka merah dengan menganalisis spektrum bunyi ketukan terhadap buah tersebut. Hasilnya menunjukkan semakin matang daging buah, maka semakin rendah frekuensi dominannya. Gomez et al. (2006) mengamati perubahan tingkat kematangan buah jeruk mandarin berdasarkan perubahan kekerasan selama penyimpanan menggunakan metode respon impuls akustik. Hasil penelitiannya mengindikasikan bahwa metode ini mampu mengidentifikasi dengan baik tingkat kematangan buah jeruk mandarin dan dapat dijadikan pengganti metode pengukuran secara destruktif. Kusumaliski (2015) melakukan analisis respon impuls akustik terhadap buah melon Cantaloupe pada dua umur panen yang berbeda, 54 dan 60 hari setelah tanam. Namun, hasil penelitiannya menunjukkan tidak terdapat perbedaan paramemeter kematangan pada kedua kelompok umur panen tersebut, begitu pula dengan parameter respon impuls akustik yang dihasilkan. Clark (1975) mengembangkan instrumen untuk mengukur tingkat kematangan buah semangka secara nondestruktif berdasakan hubungan antara tingkat kematangan terhadap perubahan kecepatan transmisi gelombang yang dipantulkan oleh buah semangka. Yamamoto (1980) menggunakan metode respon impuls akustik untuk mengukur parameter mutu internal buah semangka dengan
2 mengidentifikasi frekuensi alami buah menggunakan tumbukan bola pendulum berbahan kayu. He et al. (1994) mengembangkan pendulum sederhana untuk mempelajari spektrum gelombang dari buah semangka. Dalam penelitian tersebut, power spectral density dianalisis mengguakan metode transformasi fourier (FFT). Stone et al. (1996) mengembangkan alat ukur portabel berbasis teknik impedansi sinyal akustik untuk menentukan tingkat kematangan buah semangaka di lahan. Sistem perekaman data dan komponen sensornya terdiri dari: sebuah probe silinder sebagai penerima sinyal akustik, amplifier, filter, unit akuisisi data, PC, dan batang pegangan. Dalam sistem ini, digunakan elemen keramik piezoelektrik sebagai sensor penerima sinyal. Sugiyama et al. (1998) juga telah mengembangkan alat ukur portabel untuk mengidentifikasi kekerasan buah melon. Parameter yang diukur adalah kecepatan rambat gelombang pada buah yang diketuk menggunakan plunyer. Pada alat ini digunakan dua buah mikrofon sebagai penerima sinyal suara. Lü (2003) dan Rao et al. (2004) telah mengembangkan suatu sistem untuk pemutuan buah semangka berbasis teknologi akustik. Sinyal suara diterima oleh mikrofon dan ditransformasi menjadi sinyal listrik. Kemudian sinyal listrik tersebut dikuatkan dan difilter oleh suatu sistem sirkuit dan sebuah papan akuisisi data. Papan akuisisi data yang digunakan adalah PCL-1800. Lestari dan Prawito (2013) juga telah merancang detektor kematangan buah melon menggunakan modul sensor suara LM386, mikrokontroler At-Mega 8535, dan program Labview 2011 untuk menampilkan data yang dihasilkan oleh sensor. Parameter yang diukur dalam sistem ini adalah amplitudo dan kecepatan rambat gelombang. Di Indonesia, pengembangan metode ini masih terbatas. Penelitianpenelitian sebelumnya dilakukan untuk mendeteksi kematangan dan kelainan yang terjadi dalam daging buah setelah buah dipanen. Metode ini cukup baik untuk mendeteksi kondisi tersebut dan sangat membantu untuk kegiatan sortasi buah setelah panen. Bagaimana pun, untuk kelompok buah nonklimakterik, ketika buah dipanen pada kondisi belum matang optimum tentu akan merugikan produsen maupun konsumen. Sehingga sangat penting dilakukan pengembangan metode deteksi kematangan kelompok buah-buahan nonklimakterik yang lebih objektif dan cepat di lahan untuk menentukan waktu panen yang tepat.
Perumusan Masalah Rumusan masalah dari penelitian ini, yaitu: (1) Penentuan kematangan buah melon masih dilakukan secara subjektif yaitu dengan mengetuk buah menggunakan tangan dan secara fisik (warna kulit dan aroma buah) (2) Pengetukan pada permukaan buah melon akan menghasilkan bunyi yang khas, dan (3) Metode respon impuls akustik diasumsikan mampu menduga sifat fisikokimia buah melon dari karakter transmisi gelombang yang dihasilkan.
Tujuan Penelitian Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengembangkan metode deteksi kematangan buah melon dengan gelombang suara yang dihasilkan oleh getaran.
3 Sedangkan secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mempelajari hubungan respon impuls akustik buah melon Golden Apollo dengan parameter kematangan buah melon pada umur yang berbeda, (2) Menentukan parameter akustik yang berperan dalam klasifikasi buah melon Golden Apollo dan mengklasifikasi buah melon Golden Apollo berdasarkan tingkat kematangannya.
TINJAUAN PUSTAKA Melon (Cucumis melo L.) Tanaman melon termasuk famili Cucurbitaceae. Spesies ini memiliki keragaman yang tinggi dan banyak ditanam di wilayah tropis maupun subtropis (Nayar dan Singh 1994). Varietas melon dikelompokkan menjadi enam grup, di antaranya: Cantaloupensis (true cantaloupe melon), Reticulatus (netted melon), Inodorus (winter melon), Flexosus, Conomon, Dudain, dan Momordica (Robinson dan Decker-Walters 1999; Barlow 2007). Namun, dari enam grup tersebut, varietas melon dapat dikelompokkan menjadi tiga grup utama, yaitu: Cantaloupensis, Inodorus, dan Reticulatus (Saltveit 2011). Ketiga grup tersebut semuanya dapat dijumpai di Indonesia (Suwarno dan Sobir 2007). Tabel 1 menunjukkan karakteristik dan contoh spesies dari ketiga grup utama tanaman melon.
Nama ilmiah Cantaloupensis Inodorus
Reticulatus
Tabel 1 Grup utama tanaman melon Karakteristik Permukaan kulit kasar dan berjala. Contoh: European cantaloupe dan Algerian melon Permukaan kulit halus tanpa jala. Canary melon, Casaba, Kolkhoznitsa melon, Hami melon, honeydew, Navajo Yellow, Piel de Sapo/Santa Claus, sugar melon, tigger (tiger) melon, dan Japanese melon Muskmelon, dengan jala pada permukaan kulit. Contoh: Bailan melon, North American cantaloupe, Galia, Ogen, Persian, Sharlyn melons, varietas baru hasil persilangan, seperti: Crenshaw (Casaba X Persian), Crane (Japanese X North American cantaloupe)
Cantaloupensis memiliki buah berukuran sedang dan berjala, daging buah umumnya berwarna jingga, namun beberapa ada yang berwarna hijau. Buahnya lepas dari tangkainya ketika sudah masak. Buah melon Reticulatus memiliki jala pada permukaan kulitnya, aromanya tidak terlalu kuat, dan memilki daya simpan yang lebih lama dari grup Cantaloupensis. Sementara itu, Inodorus umumnya memiliki buah berukuran besar dengan daya simpan yang lebih lama, tidak berjala, daging buah berwarna putih atau hijau. Buah tidak lepas dari tangkainya ketika masak (Robinson dan Decker-Walters 1999; Barlow 2007). Secara umum, klasifikasi ilmiah tanaman melon adalah sebagai berikut:
4 Kingdom Divisi Subdivisi Kelas Subkelas Ordo Famili Genus Spesies
: Plantarum : Spermatophyta : Angiospermae : Dikotil : Sympetalae : Cucurbitales : Cucurbitaceae : Cucumis : Cucumis melo L.
Perkembangan buah melon diawali setelah terjadinya penyerbukan. Pola Perkembangannya mengikuti pola kurva sigmoid sederhana seperti ditunjukkan pada Gambar 1. Pembelahan sel terjadi secara seragam pada arah sumbu lateral sehingga dihasilkan buah berbentuk lonjong hingga bundar. Perkembangan ukuran sel menyebabkan perubahan ukuran buah dari waktu ke waktu. Perkembangan yang seragam ini menyebabkan penyebaran mineral terjadi secara merata pada setiap bagian buah, sehingga ketika terjadi kelainan fisiologis selama perkembangan buah, gejala yang muncul akan tampak tersebar di permukaan kulit buah secara merata (Saltveit 2011). 100
Perubahan relatif
Perkembangan buah
50 klimakterik respirasi respirasi 0 Pembelahan sel
Perkembangan sel Fase pematangan
nonklimakterik
klimakterik senescence
Waktu Gambar 1
Laju perkembangan dan laju respirasi buah klimakterik dan nonklimakterik (Tadiello 2010)
Kematangan buah melon ditandai dengan penurunan laju pertambahan ukuran dan bobot segar hingga mencapai ukuran dan bobot maksimum. Bersamaan dengan itu, terjadi peningkatan berat kering buah karena adanya
5 penurunan translokasi gula saat buah mendekati kondisi matang penuh. Pada grup Cantaloupensis dan Reticulatus akan muncul lapisan absisi pada tangkai buah yang menyebabkan buah terlepas dari tangkainya saat matang. Namun hal ini tidak terjadi pada grup Inodorus. Absisi fisiologis ini dapat terjadi pada semua jenis melon akibat dari tereduksinya fungsi sistem pembuluh (floem dan xylem) pada tangkai buah saat buah mencapai ukuran maksimum dan mulai matang. Kemudahan memisahkan buah melon dari zona absisi merupakan salah satu indikator untuk menentukan buah telah siap dipanen atau belum. Kondisi ini tidak terjadi pada grup Inodorus. Ketiadaan zona absisi pada grup ini, mungkin menjelaskan keberagaman tingkat kematangan buah saat pemanenan. Cukup sulit untuk menduga kematangan buah melon grup Inodrus di lahan hanya dengan mengandalkan pengamatan visual (Saltveit 2011). Buah melon memiliki ciri kematangan yang sangat variatif, hal ini terkait genotip termasuk sifat klimakterik dan nonklimakterik pada buah tersebut (Flores et a.l 2002; Beaulieu 2005). Secara komersial, buah melon yang menunjukkan perilaku klimakterik memiliki umur simpan yang lebih singkat dan menghasilkan aroma yang lebih kuat dibandingkan buah melon yang bersifat nonklimakterik, karena komponen aroma diproduksi hanya pada proses yang bergantung pada keberadaan etilen. Biasanya, melon dari grup Cantaloupensis dan Reticulatus merupakan jenis melon yang bersifat klimakterik, sedangkan jenis melon dari grup Inodorus bersifat nonklimakterik. Kebanyakan melon bersifat klimakterik memiliki daging buah berwarna jingga, aroma yang kuat, dan pelunakan daging buah yang cepat selama pematangan. Melon nonklimakterik biasanya berdaging putih kehijauan, aroma yang lemah, dan perubahan kekerasan daging yang lambat selama penyimpanan, sehingga melon jenis ini memiliki umur simpan yang lebih panjang dibandingkan varietas klimakterik (Wang et al. 2011). Melon Golden Apollo merupakan salah satu dari varietas honeydew melon yang termasuk dalam grup Inodorus. Dalam perdangangan internasional, lebih dikenal sebagai Golden Honeydew melon. Golden Honeydew merupakan varietas hibrida yang merupakan hasil persilangan antara Canary melon dengan Honeydew melon (USDA 2006). Keduanya termasuk dalam grup Inodorus yang bersifat nonklimakterik.
Syarat Mutu Buah Melon Buah melon dipanen berdasarkan tingkat kematangannya, bukan berdasarkan ukuran. Meskipun ukuran buah sangat berpengaruh terhadap daya pemasaran, kandungan padatan terlarut (contoh: gula) merupakan faktor utama penentu tingkat kematangan buah (Saltveit 2011). Kandungan gula dalam daging buah melon yang telah dipanen tidak mengalami peningkatan karena pada saat dipanen, buah yang telah matang tidak memiliki cadangan pati yang dapat dihidrolisis menjadi gula. Adapun syarat mutu melon secara umum antara lain: utuh, kompak (firm), penampilan segar, bentuk dan warna sesuai dengan karakteristik varietas, layak dikonsumsi, bersih, bebas dari kerusakan mekanis, dan bebas hama penyakit (BSN 2013). Buah melon yang digemari oleh masyarakat atau konsumen adalah buah melon yang memiliki kemanisan yang tepat. Buah melon di pasaran
6 dikelompokkan berdasarkan kelas-kelas mutu, sehingga dapat diketahui masingmasing persyaratan dari kelas mutu tersebut. Syarat mutu melon disajikan pada Tabel 2. Untuk syarat mutu internal honeydew melon, California Grade Standard US menentukan batas minimum total padatan terlarut dalam daging buah sebesar 10 oBriks saat buah melon dipanen.
Kelas mutu Kelas super Kelas 1 Kelas 2
Tabel 2 Syarat mutu buah melon Persyaratan Bebas dari kerusakan Kerusakan maksimum 10% dari total permukaan dan tidak memengaruhi isi buah Kerusakan maksimum 15% dari total permukaan dan tidak memengaruhi isi buah
Sumber: BSN: SNI 7783 (2013)
Metode Respon Impuls Akustik Sejumlah peneliti telah mencoba untuk memverifikasi metode yang mempelajari tanggapan dari buah-buahan yang mengalami impuls akustik. Ada dua metode dasar yang telah dieksplorasi yaitu menggunakan frekuensi dan kecepatan suara (Sugiyama et al. 2005). Mizrach (1989) menyatakan bahwa kecepatan suara dapat digunakan untuk klasifikasi kematangan beberapa buah dan sayuran. Buah-buahan banyak mengandung air, dan air memiliki sifat merambatkan suara. Jumlah air yang dilalui gelombang suara akan memengaruhi waktu dan bunyi yang dihasilkan. Dalam penanganan pascapanen melon, petani telah memiliki pengalaman dalam mengevaluasi kualitas melon secara fisik, namun dengan metode tersebut kurang diperoleh tingkat akurasi yang tinggi. Penyortiran secara manual membutuhkan waktu yang relatif lama. Beberapa peneliti telah memerhatikan permasalahan tersebut dan telah melakukan banyak riset pada pengukuran kualitas internal melon tanpa merusak buah dan dengan waktu yang lebih cepat. Metode pengukuran kualitas melon tersebut terdiri dari beberapa metode, antara lain: teknologi akustik, teknologi dinamis, teknologi listrik dan magnetik, x-ray and computed tomography, dan near infrared (NIR) spectroscopy. Metode-metode tersebut jika dibandingkan dengan metode manual dapat mengurangi biaya produksi, mempersingkat waktu, dan menghasilkan akurasi yang tinggi (Sun et al. 2010). Metode pengukuran akustik pertama kali dilakukan oleh Drake (1963) sedangkan untuk pengukuran akustik mekanik dilakukan oleh Duizer (2001) dan Roudaut et al. (2002). Menurut Taniwaki et al. (2010), kecepatan pemasakan buah melon jenis Miyabi-Haruaki dengan metode getaran akustik nondestruktif didasarkan atas indeks elastisitas (IE), dirumuskan dengan f2 m2/3, f adalah frekuensi kedua dari sampel dan m adalah massa sampel. Kecepatan pemasakan didefinisikan sebagai ΔIE/HST dengan nilai 0.36 x 104 kg2/3 Hz2 d-1. Penentuan kematangan secara nondestruktif ini dapat digunakan untuk mengetahui tingkat kematangan optimum suatu buah untuk estimasi waktu panen. Metode evaluasi perubahan kekerasan buah secara nondestruktif berdasarkan impuls gelombang bunyi yang diterima oleh sensor piezoelektrik,
7 mikrofon, maupun perangkat akselerometer telah banyak dilakukan terhadap berbagai jenis buah selepas panen, seperti: apel (Yamamoto et al. 1980; Chen H dan De Baerdemaeker 1993; Chen P et al. 1992), tomat (Duprat et al. 1997), alpukat (Peleg et al. 1990; Galili et al. 1998), pir (Wang 2004; Wang et al. 2004). Schotte et al. (1999) menggunakan respon impuls akustik untuk menganalisis kekerasan dan perubahan kekerasan buah tomat selama penyimpanan. Data yang dihasilkan melalui analisis tersebut lebih objektif dibandingkan kemampuan orang yang ahli dalam pengukuran fisik berdasarkan hubungan logaritmik. Metode ini memungkinkan untuk mengetahui tingkat kematangan tomat saat penyimpanan dan pengemasan serta untuk mengetahui terjadinya kerusakan pada tomat selama kegiatan produksi. Mizrach et al. (1994) mengevaluasi sifat fisikokimia buah melon, seperti: kekerasan, berat kering, dan total padatan terlarut (TPT) berdasarkan karakter akustik buah melon tersebut. Hayashi et al. (1992) menemukan bahwa bentuk impuls gelombang akustik dapat digunakan untuk menduga tingkat kematangan buah melon dengan nilai korelasi (r) antara kecepatan transmisi gelombang terhadap kekerasan buah sebesar 0.83. Sugiyama et al. (1994) mempelajari hubungan antara kecepatan transmisi gelombang terhadap kekerasan buah melon. Hasil penelitian menunjukkan, kecepatan transmisi gelombang mengalami penurunan ketika buah melon semakin matang. Sementara itu, Kuroki et al. (2006) mengembangkan instrumen berbasis teknik getaran akustik untuk mengevaluasi kematangan buah melon di dalam rumah kaca. Melon yang matang ditunjukkan dengan menurunnya kecepatan transmisi. Saat gelombang akustik mengenai produk pertanian, gelombang yang ditransmisikan bergantung pada karakteristik akustik dari produk pertanian. Karakteristik akustik antara lain koefisien atenuasi, kecepatan transmisi, impedansi akustik, dan frekuensi yang diperoleh dari transmisi gelombang akustik tersebut (Sun et al. 2010). Haryanto (2002) melaporkan bahwa sifat akustik dapat membedakan tingkat ketuaan buah durian. Hal ini dilakukan melalui pengembangan model empiris untuk menentukan tingkat kematangan durian unggul secara nondestruktif menggunakan gelombang ultrasonik. Dari penelitiannya, disimpulkan bahwa sifat kecepatan gelombang dan atenuasi dapat digunakan untuk membedakan durian muda dan durian tua. Beberapa parameter sifat akustik berhubungan lebih erat dengan tingkat kekerasan. Atenuasi berbanding lurus terhadap ketuaan buah (3.1 dB/mm sampai 5.2 dB/mm) sedangkan kecepatan gelombangnya berbanding terbalik terhadap ketuaan buah (501 m/s sampai 422 m/s). Zerro Moment Power (Mo) akan menurun sejalan dengan bertambahnya kematangan dan rusaknya buah durian. Maspanger (2008) menggunakan gelombang ultrasonik untuk mengetahui karakteristik koagulum karet alam, dengan transduser piezoelektrik 2 MHz. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan kadar kotoran dengan penurunan kadar air menyebabkan peningkatan modulus Young dari 0.295 MPa menjadi 1.120 MPa. Hal ini berpengaruh terhadap perubahan atenuasi dari 504 dB/m menjadi 1520 dB/m dan turunnya kecepatan gelombang dari 1516 m/s menjadi 1441 m/s. Diperoleh indikasi bahwa sifat elastik (E), kadar air (ka), dan kadar karet kering (K3) dapat diprediksi dengan persamaan matematik sebagai fungsi densiti, atenuasi, dan kecepatan rambat gelombang.
8 Juansah (2006) membuat rancang bangun sistem pengukuran gelombang ultrasonik untuk penetuan mutu buah manggis. Kecepatan gelombang yang diperoleh sebesar 1125 m/s hingga 1350 m/s. Buah manggis yang telah matang memiliki kekerasan yang rendah, total padatan terlarut yang tinggi dan atenuasi yang rendah. Atenuasi yang diperoleh sebesar 0.08110 dB/mm hingga 0.08124 dB/mm. Nasution (2006) melakukan pengembangan sistem evaluasi manggis dengan gelombang ultrasonik. Kecepatan rambat gelombang menurun seiring bertambahnya tingkat ketuaan maupun jumlah total padatan terlarut. Djamila (2010) berhasil menggunakan metode ultrasonik untuk pengukuran buah naga merah super pada aspek mutu fisikokimianya. Hasilnya, kecepatan rambat gelombang berkorelasi positif dengan kekerasan buah dan total kandungan asam sedangkan untuk total gula berkorelasi negatif. Bila dilihat dari umur panen maka kecepatan rambat gelombang ultrasonik akan menurun dengan meningkatnya umur panen. Sementara itu, koefisien atenuasi ikut meningkat. Atenuasi yang diperoleh sebesar 57.71 dB/m sampai 62.22 dB/mm sedangkan kecepatan rambat gelombangnya 614 m/s sampai 680 m/s. Dalam analisis sinyal suara, terdapat beberapa fitur yang menunjukkan sifat dari sinyal tersebut. Beberapa fitur dapat dianalisis dari sinyal berdomain waktu, seperti short term energy (E), zero-crossing rate (ZCR), dan entropi. Untuk analisis lebih lanjut, spektrum sinyal berdomain waktu biasanya ditranformasi menggunakan metode transformasi fourier untuk memperoleh spektrum sinyal berdomain frekuensi. Beberapa fitur yang bisa dianalisis dari bentuk sinyal tersebut, antara lain: frekuensi (f), zero moment power (Mo), Spectral Centroid (Ci), Spectral Spread (Si), dan lain-lain. Short Term Energy (E) Energi merupakan fitur audio berdomain waktu (Giannakopoulos dan Pikrakis 2014). Fitur ini bisa diperoleh dari sinyal tanpa proses transformasi. Untuk menghitung nilai energi sinyal, digunakan Persamaan 1 dan 2. (i)
∑ x (n)
( )
n
Dalam perhitungannya, energi dinormalkan dengan membaginya terhadap panjangnya frame sampel untuk menghindarkan adanya pengaruh panjang frame dalam analisis. Sehingga persamaannya menjadi: (i)
∑ x (n) n
dimana:
E(i) = Energi sinyal jangka pendek x (n) = Urutan sampel frame sinyal ke-i, n = 1, . . ., WL WL = Panjang frame sinyal
( )
9 Short term energy digunakan dalam membedakan energi sinyal audio secara cepat. Fitur ini diharapkan mampu dengan cepat menangkap dan membedakan variasi tingkat energi sinyal dalam setiap pengambilan sampel. Zero-Crossing Rate (ZCR) Zero-crossing rate dari sebuah frame audio didefinisikan sebagai tingkat perubahan tanda dari sinyal pada frame tersebut. Dengan kata lain, ZCR jumlah dari berapa kali sinyal mengalami perubahan nilai, dari positif ke negatif dan sebaliknya, dibagi dengan panjang frame gelombang. Zerro-crossing rate dapat diinterpretasikan sebagai ukuran gangguan dari sinyal. Nilai ZCR didefinisikan berdasarkan Persamaan 3 (Giannakopoulos dan Pikrakis 2014). (i)
∑ sgn[x (n)] sgn[x (n )]
( )
n
dimana sgn ( ∙ ) adalah fungsi tanda atau fungsi signum, sebagai contoh: x (n) x (n)
{
sgn x n
( )
Entropi Entropi jangka pendek dari suatu energi sinyal dapat diinterpretasikan sebagai pengukuran terhadap perubahan tingkat energi secara drastis yang terjadi pada suatu sinyal suara. Entropi, H(i), dapat dihitung menggunakan Persamaan 5 (Giannakopoulos dan Pikrakis 2014). (i)
∑ ej ∙ log ej
( )
j
dimana ej
su
r me
( )
short r me
short r me
∑
short r me
( )
Ketiga fitur di atas merupakan fitur audio berdomain waktu, berikut adalah fitur audio berdomain frekuensi. Frekuensi Maksimum (f) dan Magnitudo (M) Penentuan frekuensi maksimum merupakan metode analisis spektrum gelombang suara yang paling sederhana. Frekuensi maksimum atau disebut juga frekuensi dominan, ditentukan saat amplitudo/magnitudo mencapai nilai tertinggi
10 pada spektrum hubungan antara amplitudo terhadap frekuensi (Yamamoto et al. 1980). Zero Moment Power (Mo) Dengan mengetahui nilai Mo, kita dapat mengetahui besarnya jumlah energi yang dapat ditransmisikanm pada bahan yang dirambatkan gelombang. Nilai Mo ditentukan dari jumlah luasan di bawah kurva PSD (power spectral density) yang dapat dihitung menggunakan integrasi numerik. Power spectral density adalah hasil transformasi hubungan antara amplitudo dengan waktu perambatan gelombang suara (Haryanto 2002; Warji 2008). Ketika gelombang suara dirambatkan ke dalam medium, data sinyal gelombang (amplitudo terhadap waktu rambat) direkam, kemudian dianalisis dan diolah menggunakan metode FFT (Fast Fourier Transform) dengan bantuan program Matlab. Spectral Centroid (Ci) dan Spectral Spread (Si) Spectral centroid dan Sectral spread merupakan perhitungan sederhana terhadap posisi dan bentuk dari spektrum gelombang. Spectral centroid merupakan titik pusat spektrum. Nilai dari spectral centroid (Ci) dari frame audio ke-i dinyatakan dengan Persamaan 8 (Giannakopoulos dan Pikrakis 2014).
i
∑k ∑k
f
k f
k
i
k
i
Spectral spread merupakan sebaran spektrum di sekitar sentroid. Untuk menghitung nilai spectral spread, harus dihitung deviasi spektrum dari spectral centroid menggunakan Persamaan 9.
i
∑ √ k
f
∑k
k f
i
i i
k
k
Semakin tinggi nilai spectral centroid menunjukkan suara yang semakin jelas. Sementara itu, Spectral spread menunjukkan bagaimana pola distribusi spektrum di sekitar specral centroid.
Analisis Diskriminan Analisis diskriminan merupakan teknik multivariat yang berkaitan dengan pemisahan objek dalam kelompok yang berbeda dan mengalokasikan objek tersebut ke dalam suatu kelompok yang telah ditetapkan sebelumnya (Kurniasari et al. 2014). Pengelompokan dengan analisis diskriminan ini terjadi karena ada pengaruh satu atau lebih variabel lain yang merupakan variabel independen. Kombinasi linier dari variabel-variabel ini akan membentuk suatu fungsi diskriminan (Hair et al. 1998). Analisis diskriminan bertujuan mengklasifikasikan suatu individu atau observasi ke dalam kelompok yang saling bebas dan menyeluruh berdasarkan sejumlah variabel penjelas (Mattjik dan Sumertajaya
11 2011). Ada dua asumsi utama yang harus dipenuhi pada analisis diskriminan ini, yaitu: (1) Sejumlah p variabel penjelas harus terdistribusi normal multivariat, (2) Matriks varian-kovarian variabel penjelas berukuran p x p pada kedua kelompok harus sama. Model dasar analisis diskriminan dilambangkan dengan d. Model analisis diskriminan merupakan sebuah persamaan yang menunjukkan suatu kombinasi linier dari berbagai variabel independen yang ditunjukkan pada Persamaan 10. d = b0 + b1x1 + b2x2 + b3x3 + …… + dimana:
nxn
(10)
d = skor diskriminan b = koefisien diskriminan atau bobot (0, 1, 2, ..., n) x = prediktor atau variabel independen (1, 2, 3, ..., n)
Distribusi Normal Multivariat Asumsi normal multivariat diperlukan untuk pengujian signifikansi dari variabel diskriminan dan fungsi diskriminan. Jika data tidak terdistribusi normal multivariat, maka hasil klasifikasi juga akan terpengaruh (Sharma 1996). Johnson dan Wichern 7 meny t k n p d k sus multiv ri t vektor peu h c k ‟ [X1, X2, ... Xp] mengikuti fungsi densitas probabilitas. fk (x)
p
| |
e
(
x
| |
x
)
(
)
dimana -∞ < xk < ∞, k = 1, 2, ..., p yang diberi notasi Np( , ). Metode untuk menilai normalitas dari sekumpulan data didasarkan pada kuadrat jarak tergeneralisasi dij
xij x i
i
xij x i i
… l j
… ni
(
)
dimana ni adalah jumlah objek pada populasi ke-i. Prosedur ini tidak terbatas pada kasus bivariat, tetapi dapat digunakan untuk semua p ngk h-langkah untuk membuat plot khi-kuadrat adalah: 1. Mengurutkan dari yang terkecil hingga terbesar seperti di ≤ di ≤ di( ) ... ≤ di ni . 2. Membuat plot pasangan (qc p ((j- ) ni ) dij dimana qc p ((j- ) ni ) adalah kuantil 100(j- ) ni untuk distribusi khi-kuadrat dengan derajat bebas p. Kuantil qc p ((j- ) ni ) berkaitan dengan presentil atas dari distribusi khikuadrat. Secara khusus qc p ((j- ) ni ) = xp ((j- ) ni ). Plot harus menyerupai garis lurus. Pola yang melengkung menunjukkan penyimpangan normalitas.
12 Kesamaan Matriks Varian-kovarian Asumsi kesamaan matriks varian-kovarian dalam analisis diskriminan linier harus terpenuhi. Jika asumsi ini tidak terpenuhi, maka akan berpengaruh terhadap signifikansi dan hasil klasifikasi. Ketika asumsi kesamaan matriks varian kovarian ditolak, dapat digunakan fungsi diskriminan kuadratik untuk fungsi klasifikasi (Sharma 1996; Johnson dan Wichern 2007). Uji yang digunakan untuk mengetahui kesamaan matriks varian-kov ri n d l h uji Box‟s M sebagai berikut: Hipotesis:
Statistik uji: l
( u)
l
( u) ∑ ni
pooled |
ln|
i
ln| i |
∑ ni
(
)
(
)
(
)
i
dimana: l pooled
∑li
ni
∑ ni i
l
u
[∑ i
ni
∑li
i
ni
][
p + p p+ l
]
p adalah jumlah variabel dan l adalah jumlah kelompok. Jika nilai C < xp p+ gatau nilai sig > , maka H0 diterima. Artinya, matriks variankovarian dari g kelompok adalah homogen, sehingga fungsi yang dibentuk merupakan fungsi diskriminan linier. Jika C > xp p+ gatau sig < rtiny H0 ditolak, maka matriks varian-kovarian dari g kelompok adalah heterogen sehingga fungsi yang dibentuk merupakan fungsi diskriminan kuadratik. Uji Vektor Nilai Rataan Pengujian terhadap vektor nilai rataan antar kelompok dapat dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut: … g sedikitnya ada sepasang kelompok yang vektor nilai rataannya berbeda terhadap kelompok lain. Uji statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis tersebut adalah analisis variansi multivariat (MANOVA). Uji statistik ini digunakan untuk menghitung signifikansi perbedaan rataan secara bersama antar kelompok dengan dua atau lebih variabel terikat. Statistik uji yang digunakan dalam analisis MANOVA, antara lain: Pillai’s Trace, Wilk’s Lambda, Hotelling’s Trace, dan Roy’s Largest Root.
13 Evaluasi Hasil Klasifikasi Cara penting untuk menilai kinerja dari setiap prosedur klasifikasi adalah dengan menghitung tingkat kesalahan atau probabilitas kesalahan klasifikasi (Johnson dan Wichern 2007). Metode yang digunakan untuk menghitung probalitas kesalahan klasifikasi adalah apparent error rate (APER). Tingkat kesalahan dihitung menggunakan matriks confusion atau tabel kesalahan klasifikasi. Matriks ini menunjukkan jumlah keanggotaan aktual dan jumlah keanggotaan prediksi. Untuk n1 pengamatan dari 1 dan n2 pengamatan dari 2, matriks kesalahan klasifikasinya ditunjukkan oleh Tabel 3. Tabel 3 Kesalahan klasifikasi diskriminan Keanggotaan prediksi Keanggotaan aktual 1
n1c n2M = n2 – n2c
1 2
Jumlah
2
n1M = n1 – n1c n2c
n1 n2
Apparent error rate (APER) dihitung menggunakan Persamaan 16. n
+n n +n
(
)
n∙c merupakan jumlah klasifikasi tepat, n∙M merupakan jumlah kesalahan klasifikasi sampel, sedangkan n1 dan n2 merupakan jumlah sampel pada masingmasing kelompok. Validasi Fungsi Diskriminan Untuk menguji ketepatan pengelompokan oleh fungsi diskriminan yang telah terbentuk, digunakan metode validasi silang (cross validation). Metode validasi silang merupakan metode validasi yang paling sederhana dan banyak digunakan untuk memperkirakan kesalahan dari suatu model dibandingkan metode validasi lainnya (Hastie et al. 2008). Metode ini baik digunakan untuk kondisi ketersediaan data yang terbatas. Validasi silang dilakukan dengan membagi rata sejumlah data menjadi K kelompok. Salah satu kelompok data digunakan untuk validasi terhadap model yang dibentuk oleh kelompok data yang tersisa. Iterasi dilakukan sebanyak K kelompok. Prosedur seperti ini disebut Kfold cross validation. Ketika membagi data menjadi 5 kelompok (K = 5), maka prosedur validasi yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1
2
3
4
5
Train
Train
Validasi
Train
Train
Untuk kelompok data ke-k (ke-3), dibentuk model menggunakan kelompok data yang lain (K-1) dan dihitung besarnya kesalahan prediksi oleh model ketika meprediksi nilai ke-k dari kelompok data ke-3. Iterasi dilakukan untuk k = 1, 2, ..., K. Jika k : {1, ..., N} → {1, ..., K}, fk(i) xi adalah fungsi yang tebentuk dengan menghilangkan kelompok ke-k, dan yi adalah fungsi yang terbentuk dari
14 keseluruhan data, maka nilai total kesalahan pediksi ditentukan menggunakan Persamaan 17 (f)
∑
yi fk(i) xi
(
)
i
Pemilihan jumlah K biasanya adalah 5 atau 10. Ketika jumlah K = N, maka metode validasi silang ini disebut leave-one-out cross valodation. Pada kondisi ini k(i) = i dan untuk validasi data ke-i dibentuk fungi atau model menggunakan sejumlah N data kecuali data ke-i (Hastie et al. 2008).
METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian Departemen Teknik Mesin dan Biosistem Institut Pertanian Bogor pada Juni hingga Agustus 2015.
Bahan Bahan utama yang digunakan adalah buah melon Golden Apollo yang diperoleh dari petani di daerah Sragen, Jawa Tengah. Buah melon yang digunakan terdiri dari empat umur panen, yaitu: 46 HST (hari setelah tanam), 53 HST, 60 HST, dan 67 HST dengan jumlah masing-masing 55 buah.
Alat Peralatan yang digunakan untuk penelitian ini adalah mikrofon, bandul, notebook, rheometer, refractometer, timbangan digital, pita ukur, tali pengikat. ikrofon 4” hands free clip on mini lapel merek OEM tipe CM031 untuk menerima sinyal suara. Bandul yang berfungsi sebagai alat pengetuk berbentuk bola yang terbuat dari bahan akrilik berdiameter 4 cm dengan bobot 18 g, sebuah notebook dengan prosesor Intel Core i3 2.2 GHz, rheometer tipe CR-300 untuk mengukur kekerasan daging buah. Refractometer merk Atago tipe PR-210 untuk mengukur kandungan total padatan terlarut (TPT) dalam daging buah melon. Timbangan digital merek Mettler untuk mengukur bobot sampel. Penggaris ukuran 60 cm dan ukuran 20 cm, dan pita ukur sebagai alat ukur dimensi buah. Tali pengikat digunakan sebagai pengikat mikrofon, bandul, dan buah melon.
15 Prosedur Penelitian Persiapan Bahan Sebelum dilakukan pengamatan di laboratorium, buah melon telah disortasi di lahan saat pemanenan. Sortasi dilakukan dengan memilih melon yang memiliki bobot 1 kg hingga 2 kg. Bobot buah melon yang relatif seragam diharapkan mampu mewakili populasi. Pengambilan sampel dilakukan sebanyak empat kali. Hal ini menyesuaikan dengan umur panen yang diinginkan, yaitu 46 HST, 53 HST, 60 HST, dan 67 HST. Masing-masing waktu panen diambil sebanyak 55 buah melon sebagai sampel. Prosedur penelitian secara ringkas disajikan pada Gambar 2.
Buah melon Sortasi Pengangkutan Pengukuran dimensi dan bobot
Perekaman suara
Analisis spektrum gelombang
Pengukuran parameter kematangan buah melon (TPT, kekerasan, kadar air) Analisis data
Fungsi klasifikasi
Selesai Gambar 2 Diagram alir prosedur penelitian Pengujian Respon Impuls Akustik Untuk memperoleh parameter sinyal gelombang akustik pada masingmasing waktu panen, dilakukan perekaman suara ketukan terhadap buah melon. Setiap buah melon diketuk menggunakan bandul. Buah melon dan bandul diikat menggantung pada rangkaian besi dengan jarak 25 cm. Pengetukan dilakukan pada jarak 40 cm dengan pengulangan masing-masing sebanyak tiga kali. Ujung
16 mikrofon diletakkan 2 cm dari permukaan buah. Bandul dijatuhkan manual sesuai jarak yang sudah diatur untuk menghasilkan kekuatan pengetukan yang seragam. Pengukuran jarak dilakukan dengan cara mengetahui besarnya sudut pada busur derajat yang dipasang di atas bandul pengetuk atau sekitar 90°. Skema pengujian respon impuls akustik buah melon ditunjukkan oleh Gambar 3.
Mikrofon notebook 40 cm Buah melon Bandul
Gambar 3 Skema pengujian respon impuls akustik buah melon Perekaman suara hasil pengetukan dibantu oleh perangkat lunak Audacity 2.0.5 dengan project rate 44.1 kHz. Sinyal suara hasil pengetukan terhadap setiap sampel direkam dalam satu project. Sehingga dalam satu spektrum gelombang yang ditampilkan oleh komputer terdapat tiga sinyal suara sebagai hasil dari tiga kali pengetukan oleh bandul. Untuk memudahkan analisis spektrum gelombang, sinyal-sinyal suara tersebut dipisahkan dan masing-masing disimpan dalam ekstensi file .wav. Pengukuran Parameter Kematangan Buah Melon Kekerasan buah Kekerasan daging buah melon diukur menggunakan rheometer. Bagian yang diukur adalah daging buah. Buah melon dibelah pada posisi membujur. Sebesar 1/10 bagian daging buah diambil untuk diukur kekerasannya. Sebelum digunakan, alat diatur pada kondisi mode: 20; R/H (hold): 10.00 mm; P/T (Press): 60 mm/m; Rep.1: 1 x 60h; Max 10 kg. Dengan menggunakan probe nomor 38 (Ø = 5 mm). Pengukuran kekerasan dilakukan pada tiga titik pada setiap bagian daging buah dengan lokasi di area pangkal, area tengah, dan area ujung buah melon. Total padatan terlarut Total padatan terlarut dalam daging buah diukur menggunakan digital refractometer, dimana daging buah melon dihaluskan terlebih dahulu dengan cara ditumbuk, kemudian diambil sarinya sebagai sampel pengujian. Selanjutnya sampel dituangkan di atas gelas objek yang terdapat pada refractometer, hingga nilai total padatan terlarut (TPT) dapat dilihat secara langsung pada display, skala pembacaan dalam satuan oBriks.
17 Kadar air (AOAC 2000) Cawan yang akan digunakan dikeringkan terlebih dahulu dalam oven, didinginkan kemudian ditimbang. Sampel daging buah melon sebanyak 5 gram ditimbang dalam cawan, lalu dikeringkan dalam oven pada kisaran suhu 105 oC sampai 110 oC hingga berat bahan kering mencapai kondisi konstan. Kadar air bahan dihitung menggunakan Persamaan 11. d r ir dimana:
B
x
(
)
A = Bobot cawan dan bahan sebelum dikeringkan (g) B = Bobot cawan dan bahan setelah dikeringkan (g) C = Bobot bahan sebelum dikeringkan (g)
Analisis Data Analisis spektrum gelombang suara Data suara hasil perekaman dianalisis dengan bantuan perangkat lunak Matlab untuk mendapatkan nilai parameter-parameter sinyal suara, sepeti: short term energy (E), frekuensi (f), magnitudo (M), dan zero moment power (Mo). Nilai short term energy (E) dihitung langsung dari data suara yang ada, sedangkan nilai frekuensi (f), magnitudo (M), dan zero moment power (Mo) dihitung setelah dilakukan transformasi spektrum menggunakan metode transformasi fourier. Diagram alir penghitungan nilai short term energy (E), frekuensi (f), magnitudo (M), dan zero moment power (Mo) serta kode pemrogramannya disajikan pada Lampiran 1 sampai dengan Lampiran 6. Pembentukan fungsi klasifikasi Pembentukan fungsi klasifikasi dilakukan dengan metode analisis diskriminan. Analisis diskriminan dilakukan untuk mengelompokkan data hasil pengukuran pada masing-masing kelompok umur panen. Dalam analisis diskriminan, variabel penduga yang digunakan adalah hasil pengukuran parameter sinyal akustik. Tidak semua variabel penduga dapat digunakan, variabel penduga yang dapat digunakan untuk membangun fungsi diskriminan adalah variabelvariabel dengan kelompok data yang memenuhi asumsi untuk pembentukan fungsi diskriminan. Prosedur pembentukan fungsi diskriminan ditunjukkan oleh Lampiran 1.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengukuran Parameter Kematangan Buah Melon Pengukuran parameter kematangan buah melon Golden Apollo dilakukan secara destruktif untuk memvalidasi hasil pengujian respon impuls akustik. Parameter kematangan merupakan parameter yang dijadikan acuan untuk menentukan waktu panen buah melon yang tepat. Parameter yang diukur dalam penelitian ini, antara lain: kekerasan daging buah, total padatan terlarut (TPT), dan
18 kadar air. Pengukuran dilakukan terhadap sampel yang sama yang telah dikenai uji respon impuls akustik.
Kekerasan daging buah (kN/m2)
Perubahan Kekerasan Daging Buah Kekerasan sering dijadikan indikator dalam menentukan kematangan buah. Pengukuran kekerasan buah merupakan salah satu cara untuk menentukan waktu panen, dan untuk menentukan kapan pemasaran produk harus dilakukan (Duprat et al. 1997). Kekerasan daging buah akan cenderung mengalami penurunan seiring dengan perubahan fase dari muda hingga fase pembusukan. Hasil pengukuran menunjukkan, sebaran nilai kekerasan daging buah melon Golden Apollo mengelompok sesuai dengan umur panennya seperti ditunjukkan oleh Gambar 4. Kekerasan daging buah umur 46 HST terlihat dengan jelas berkelompok pada nilai tertinggi. Nilai kekerasan daging buah berumur 53 HST hasil pengukuran menunjukkan masih dapat diamati perbedaannya terhadap kelompok lain. Sementara itu, kekerasan daging buah umur 60 HST dan 67 HST tersebar secara tidak teratur dan saling tumpang tindih. Hal ini menunjukkan keragaman kondisi buah sekaligus menunjukkan kondisi kekerasan daging buah yang tidak terlalu berbeda antara buah berumur 60 HST dan buah berumur 67 HST. 1200 1000
800 46 HST
600
53 HST
400
60 HST
200
67 HST
0 0
5
10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 Nomor sampel
Gambar 4 Sebaran data hasil pengukuran kekerasan daging buah melon Golden Apollo pada umur panen yang berbeda Namun demikian, rata-rata kekerasan daging buah melon Golden Apollo terus mengalami penurunan dari 793.45 ± 86.52 kN/m2 untuk buah berumur 46 HST hingga 463.83 ± 63.94 kN/m2 untuk buah berumur 67 HST. Penurunan ratarata kekerasan daging buah melon Golden Apollo terhadap umur panen ditunjukkan oleh Gambar 5. Hasil analisis sidik ragam, pada Lampiran 9, dengan taraf kepercayaan 95% menunjukkan p-value (0.000) < (0.05). Hal ini menunjukkan perbedaan umur panen buah berpengaruh nyata terhadap perubahan rata-rata kekerasan daging buah melon Golden Apollo. Hasil uji lanjut menggunakan DMRT (Duncan’s multiple range test) yang disajikan pada
19 Lampiran 10 menunjukkan rata-rata kekerasan daging buah pada umur 60 HST berbeda secara signifikan terhadap kekerasan daging buah umur 46 HST namun tidak berbeda dengan kekerasan daging buah umur 53 HST dan 67 HST.
Kekerasan (kN/m²)
1200 1000 a
800
b
600
bc
c
400
200 0 46
53 60 Umur panen (HST)
67
Gambar 5 Rata-rata kekerasan daging buah melon Golden Apollo pada umur panen yang berbeda Miccolis dan Saltveit Jr. (1991) melakukan pengamatan perubahan morfologi dan fisiologi terhadap tujuh kultivar melon, di antaranya: Amarelo, Golden Beauty Casaba, Honeydew, Honey Loupe, Juan Canary, Paceso, dan Santa Claus Casaba. Hasil penelitian tersebut menunjukkan terjadinya perubahan kekerasan daging buah selama masa perkembangan buah setelah bunga mekar. Semua kultivar yang diamati mengalami penururnan kekerasan selama pengamatan. Hal ini terkait erat dengan proses fisiologis dalam buah yang sangat berpengaruh terhadap perubahan fase buah dari belum matang menjadi matang. Perubahan tekstur dipengaruhi oleh perombakan dinding sel (Seymour dan Gross (1996). Komposisi NDF (selulosa, hemiselulosa, lignin) dan kandungan pektin merupakan komponen yang memengaruhi perubahan tekstur buah selama proses pematangan (Winarno 2002; Villanueva et al. 2004). Perubahan selama pematangan buah sering dikaitkan dengan perombakan enzimatis dinding sel oleh enzim pectinesterase, poligalakturonase, dan selulase serta modifikasi pektin pada dinding sel selama pematangan buah (Marin-Rodriguez et al. 2002; White 2002). Perubahan Jumlah Total Padatan Terlarut (TPT) Kandungan TPT merupakan komponen utama dalam menentukan kematangan buah melon. TPT menunjukkan komponen padat terlarut dalam air yang terkandung dalam daging buah, yang secara tidak langsung mampu merepresentasikan tingkat kemanisan daging buah. Berdasarkan kondisi di lapangan, petani memanen buah melon secara serentak pada umur 60 HST dengan kandungan TPT yang diharapkan lebih dari 8.5 ºBriks. Hasil pengukuran di laboratorium untuk buah melon Golden Apollo berumur 60 HST didapatkan rata-rata nilai TPT sebesar 8.59 ± 1.62 oBriks. Pengamatan dilakukan pada 55 sampel buah. Jika dilihat sebaran data secara keseluruhan, nilai TPT buah melon Golden Apollo yang diamati menunjukkan
20
Total Padatan Terlarut (oBriks)
tingkat keragaman cukup tinggi. Plot sebaran nilai TPT hasil pengukuran, seperti ditampilkan pada Gambar 6 menunjukkan buah melon Golden Apollo yang dipanen pada umur 60 HST tidak semuanya memenuhi persyaratan nilai TPT yang telah ditentukan (> 8.5 ºBriks). Bahkan buah yang dipanen tujuh hari kemudian (67 HST) juga menunjukkan hal yang sama. Sebanyak 15 sampel dari total 55 sampel buah pada umur panen 53 HST memiliki nilai TPT > 8.5 ºBriks. Sedangkan hasil pengukuran pada sampel buah berumur panen 60 HST dan 67 HST masing-masing terdapat 30 buah dan 31 buah dari total 55 sampel buah melon Golden Apollo memiliki nilai TPT > 8.5 ºBriks. Hal ini menjelaskan kondisi panen aktual pada 60 HST tidak menjamin keseragaman mutu internal buah melon Golden Apollo. 14
46 HST
12 10
53 HST
8
60 HST
6
67 HST
4
Batas minimum
2 0 0
5
10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 Nomor sampel
Total padatan terlarut (°Briks)
Gambar 6 Sebaran data hasil pengukuran kandungan TPT buah melon Golden Apollo pada umur panen yang berbeda 14 12 10
b b
8 6
b
a
4 2 0 46
53 60 Umur panen (HST)
67
Gambar 7 Rata-rata kandungan TPT dalam daging buah melon Golden Apollo pada umur panen yang berbeda
21 Namun, jika dirata-ratakan, kandungan TPT buah melon Golden Apollo mengalami peningkatan sesuai dengan umur panennya (Gambar 7), yaitu dari 5.94 ± 0.73 ºBriks pada umur 46 HST hingga 8.94 ± 1.48 ºBriks pada umur 67 HST. Hal serupa juga dilaporkan oleh Miccoli dan Saltveit Jr. (1991). Tujuh kultivar melon yang diamati perkembangannnya setelah bunga mekar, terus mengalami peningkatan kandungan total padatan terlarut. Rata-rata nilai TPT ketujuh kultivar tersebut adalah 10.7 oBriks pada pengamatan hari ke-42 setelah bunga mekar. Hasil penelitian Villanueva et al. (2004) terhadap dua kultivar muskmelon pada lima tingkat kematangan berbeda juga menunjukkan hal yang sama. Ratarata nilai TPT melon yang diamati pada kondisi matang penuh (44 hari setelah buah muncul) adalah 15.05 oBriks. Di wilayah Eropa, batas minimum nilai TPT yang dianjurkan untuk melon adalah 8 oBriks, di bawah nilai tersebut buah melon biasanya tidak diterima di pasar (Zapata et al. 1989). Hasil analisis sidik ragam, pada Lampiran 9, dengan taraf kepercayaan 95% menunjukkan p-value (0.000) < (0.05). Hal ini menunjukkan perbedaan umur panen berpengaruh nyata terhadap perubahan rata-rata kandungan TPT dalam daging buah melon Golden Apollo. Hasil uji lanjut menggunakan DMRT yang disajikan pada Lampiran 10 menunjukkan rata-rata kandungan TPT buah umur 60 HST berbeda secara signifikan terhadap buah umur panen 46 HST, namun tidak berbeda terhadap rata-rata kandungan TPT pada buah melon umur 60 HST dan 67 HST. Selama fase pematangan pada proses perkembangan buah di lahan, tidak terjadi perubahan diameter buah namun terjadi peningkatan akumulasi gula dan berat kering buah (Bernadac et al. 1996). Meningkatnya rata-rata kandungan TPT dalam daging buah melon Golden Apollo dari umur panen 46 HST hingga 67 HST menunjukkan proses pematangan buah masih berlangsung. Perubahan ini terkait dengan komposisi pati dalam daging buah. Setelah dipanen, kandungan gula dalam daging buah melon tidak mengalami peningkatan, melon yang matang tidak memiliki persediaan pati yang dapat dihidrolisis menjadi gula (Saltveit 2011) sehingga sangat penting untuk memanen buah melon pada waktu yang tepat. Perubahan Kadar Air Buah Rata-rata kadar air daging buah melon berbanding terbalik terhadap umur panen. Semakin tua umur panen, rata-rata kadar air buah mengalami penurunan seperti ditunjukkan pada Gambar 8. Kadar air dalam daging buah melon Golden Apollo menurun dari (94.04 ± 0.92)% pada umur 46 HST hingga (92.07 ± 1.45)% pada umur 67 HST. Hasil analisis sidik ragam, pada Lampiran 9, dengan taraf kepercayaan 95% menunjukkan p-value (0.000) < (0.05). Hal ini menunjukkan perbedaan umur panen berpengaruh nyata terhadap perubahan rata-rata kadar air dalam daging buah melon Golden Apollo. Hasil uji lanjut menggunakan DMRT pada Lampiran 10, menunjukkan rata-rata kadar air buah melon Golden Apollo umur 60 HST berbeda secara signifikan terhadap umur panen 46 HST, namun tidak berbeda terhadap rata-rata kadar air pada buah umur 53 HST dan 67 HST.
22
Kadar air (%)
100
a
95
ab
b
b
90
085 46
53 60 Umur panen (HST)
67
Gambar 8 Rata-rata kadar air buah melon Golden Apollo pada umur panen yang berbeda Secara umum penurunan kadar air dalam buah dipengaruhi oleh aktivitas fisiologisnya (respirasi) dan kondisi lingkungan (transpirasi). Jumlah air terikat berkaitan erat dengan tekanan turgor sel daging buah. Penurunan kadar air menunjukkan adanya penurunan turgor sel akibat menguapanya air bebas dan air terikat di dalam sel daging buah. Perubahan kadar air dalam buah berpengaruh terhadap perubahan kekerasan buah. Keberadaan air dalam sel mutlak dibutuhkan untuk membertahankan tekanan turgor sel. Penurunan kadar air juga terjadi pada melon kultivar Piel de Sapo dan Rochet. Penurunan kadar air ini terjadi pada setiap peningkatan fase kematangan buah melon tersebut. Kadar air terukur pada tingkat matang sempurna masingmasing sebesar 83.60% dan 84.7%, sedangkan saat buah masih pada fase mentah masing-masing sebesar 94.0% dan 93.4% (Villanueva et al. 2004). Bentuk alami buah melon meminimumkan rasio luas permukaan terhadap volume buah, di samping itu kombinasi perkembangan sel kulit buah yang baik dan adanya lapisan lilin pada permukaan kulit buah dapat mengurangi kehilangan air dalam buah. Namun, perubahan yang terjadi pada dinding sel selama pematangan akibat adanya reksi biokimia menyebabkan pelunakan jaringan buah. Hal ini lah yang menyebabkan buah kehilangan kadar airnya (Saltveit 2011). Penguapan air yang terkandung dalam sel terjadi akibat adanya panas yang diperoleh dari lingkungan atau dari produk itu sendiri akibat adanya aktivitas respirasi (Ahmad 2013).
Respon Impuls Akustik Buah Melon Pengujian ini dilakukan dengan bantuan sensor penangkap suara dan aplikasi perekaman suara menggunakan perangkat lunak Audacity. Pengambilan sampel gelombang dilakukan pada frekuensi 44.1 kHz. Artinya, dalam setiap detik didapatkan 44100 buah sampel sinyal. Nilai pengambilan sampel ini biasa digunakan dalam kegiatan analisis audio. Sinyal suara merupakan sinyal yang
23
Amplitudo ternormalkan
tidak terbatas dalam domain waktu (infinite time interval). Suara manusia akan menghasilkan sinyal analog yang bersifat kontinyu. Gambar 9 menunjukkan bentuk sinyal suara yang diperoleh dalam pengujian respon impuls akustik terhadap buah melon Golden Apollo. Spektrum sinyal suara yang diperoleh merupakan hubungan antara amplitudo ternormalkan yang tak berdimensi terhadap waktu perambatan gelombang dalam satuan detik. Spektrum sinyal suara hasil pegetukan buah melon dipotong masing-masing pada durasi satu detik untuk memudahkan proses penghitungan. Spektrum sinyal tersebut dapat dianalis secara matematis untuk mendapatkan komponenkomponen/fitur yang menunjukkan karakter dari sinyal suara hasil pengetukan. Hasil analisis ini sangat berguna dalam membedakan antara satu sinyal suara dengan sinyal suara yang lain. 1
46 HST
0.5 0 -0.5 -1
Amplitudo ternormalkan
0
Amplitudo ternormalkan
0.2
0.3
0.4 0.5 0.6 Waktu (detik)
0.7
0.8
0.9
1
1
53 HST
0.5 0 -0.5 -1 0
0.1
0.2
0.3
0.4 0.5 0.6 Waktu (detik)
0.7
1
0.8
0.9
1
60 HST
0.5 0 -0.5 -1 0
Amplitudo ternormalkan
0.1
0.1
0.2
0.3
0.4 0.5 0.6 Waktu (detik)
0.7
0.8
0.9
1
1
67 HST
0.5 0 -0.5 -1 0
0.1
0.2
0.3
0.4 0.5 0.6 Waktu (detik)
0.7
0.8
0.9
1
Gambar 9 Spektrum sinyal suara ketukan terhadap buah melon Golden Apollo berdomain waktu Untuk keperluan pemrosesan dalam transformasi fourier maka sinyal harus dibentuk dalam potongan-potongan waktu yang terbatas (finite time interval). Karena itu sinyal yang ada dipotong-potong dalam slot-slot interval waktu
24
Magnitudo (dB)
tertentu. Berdasarkan pada teori penarikan sampel Nyquist, maka syarat dari frekuensi sampling adalah minimal dua kali frekuensi sinyal (Fpengambilan sampel x Fsinyal). Frekuensi sinyal tertinggi dalam penelitian ini didapatkan sebesar 521.35 Hz. 46 HST
-50 -100 -150
Magnitudo (dB)
10
Magnitudo (dB)
10
1
2
10 Frekuensi (Hz)
10
3
10
4
53 HST
-50 -100 -150 10
0
10
1
2
10 Frekuensi (Hz)
10
3
10
4
60 HST
-50 -100 -150 10
Magnitudo (dB)
0
0
10
1
2
10 Frekuensi (Hz)
10
3
10
4
67 HST
-50 -100 -150 10
0
10
1
2
10 Frekuensi (Hz)
10
3
10
4
Gambar 10 Spektrum sinyal suara berdomain frekuensi Spektrum sinyal suara pada Gambar 9 dapat langsung digunakan untuk menghitung nilai energi sinyal. Untuk analisis lebih lanjut, perlu dilakukan transformasi. Metode transformasi yang digunakan adalah metode transformasi fourier untuk mengubah domain sinyal. Hasil tranformasi ini dapat digunakan dalam analisis selanjutnya untuk menentukan nilai frekuensi puncak, power spectral density, dan fitur audio lain yang berdomain frekuensi. Hasil transformasi fourier dengan Hanning window terhadap spektrum sinyal suara pada Gambar 9 ditunjukkan oleh Gambar 10. Secara visual, pada Gambar 9 dan Gambar 10,
25 tampak jelas perbedaan spektrum gelombang pada buah melon Golden Apollo umur 67 HST. Spektrum gelombang yang terbentuk lebih rapat dibandingkan dengan tiga kelompok umur panen yang lain. Hal ini menunjukkan frekuensi suara yang lebih tinggi. Fitur audio dikelompokkan menjadi dua, yaitu: fitur audio berdomain waktu dan fitur audio berdomain frekuensi. Salah satu fitur audio berdomain waktu adalah energi (short therm energy). Fitur audio berdomain waktu merupakan fitur audio yang didapatkan tanpa harus melakukan transformasi pada sinyal suara yang telah ada. Sedangkan untuk fitur audio berdomain frekuensi, untuk memperoleh nilainya harus dilakukan transformasi sinyal. Perubahan Nilai Short Term Energy (E) Dalam penelitian ini fitur audio yang dianalisis pada sinyal berdomain waktu adalah short term energy (energi jangka pendek). Short term energy didapatkan menggunakan Persamaan (2). Hasil analisis short term energy pada setiap kelompok umur panen buah melon menunjukkan, semakin tua umur panen cenderung semakin besar energi sinyal suara yang ditangkap oleh mikrofon. Ratarata energi sinyal hasil pengetukan buah melon Golden Apollo berkisar (7.47 ± 1.87) x 10-4 J sampai (44.05 ± 22.33) x 10-4 J. Gambar 11 menunjukkan besarnya rata-rata short term energy dari sinyal audio pengetukan buah melon Golden Apollo pada umur panen yang berbeda. Short term energy menunjukkan besarnya energi sinyal pada jangka waktu tertentu. Penentuan short term energy sangat berguna dalam mebedakan karakter suatu sinyal audio (Giannakopoulos dan Pikrakis 2014). Energi sinyal (x 10¯⁴ J)
70 60 50
b
40 30 20 10
a
a
a
0 46
53 60 Umur panen (HST)
67
Gambar 11 Rata-rata short term energy sinyal suara ketukan buah melon pada umur panen yang berbeda Hasil analisis sidik ragam, pada Lampiran 9, dengan taraf kepercayaan 95% menunjukkan p-value (0.000) < (0.05). Hal ini menunjukkan perbedaan umur panen buah berpengaruh nyata terhadap perubahan rata-rata short term energy (E) yang dihasilkan dari pengetukan terhadap buah melon. Hasil uji lanjut menggunakan DMRT yang disajikan pada Lampiran 10 menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata nilai short term energy (E)
26 pada umur panen 46 HST, 53 HST, dan 60 HST. Namun ketiga nilai tersebut berbeda nyata terhadap rata-rata nilai short term energy (E) pada umur 67 HST. Perubahan Frekuensi (f) Frekuensi sinyal diperoleh setelah dilakukan transformasi sinyal berdomain waktu menjadi sinyal berdomain frekuensi. Frekuensi puncak ditentukan saat magnitudo mencapai nilai maksimum. Penentuan frekuensi puncak merupakan metode paling sederhana untuk menganalisis suatu sinyal audio. Hal ini telah banyak diterapkan dalam penelitian-penelitian untuk membedakan tingkat kematangan buah. Secara teori frekuensi akan turun mengikuti semakin tuanya buah (Sri et al. 2007). Rata-rata frekuensi puncak pada sinyal hasil pengetukan buah melon Golden Apollo ditunjukkan oleh Gambar 12. Rata-rata frekuensi suara ketukan cenderung mengalami penurunan dari 245.93 ± 51.89 Hz pada umur panen 46 HST hingga 207.48 ± 91.26 Hz pada umur panen 60 HST. Penelitian sebelumnya (Sri et al. 2007; Taniwaki et al. 2009; Taniwaki et al. 2010) menyatakan adanya penurunan frekuensi seiring dengan bertambahnya umur buah. Namun, hasil pengamatan pada 67 HST terjadi kenaikan rata-rata nilai frekuensi puncak (431.87 ± 66.94 Hz). Pola perubahan frekuensi suara hasil pengetukan serupa dengan pola perubahan nilai short term energy karena tinggi rendahnya frekuensi suatu gelombang berhubungan dengan tinggi rendahnya energi dari gelombang tersebut.
Frekuensi puncak (Hz)
600 500
b
400 300
a
a
a
200 100 0 46
Gambar 12
53 60 Umur panen (HST)
67
Rata-rata frekuensi dominan suara ketukan buah melon Golden Apollo pada umur panen yang berbeda
Hasil analisis sidik ragam, pada Lampiran 9, dengan taraf kepercayaan 95% menunjukkan p-value (0.000) < (0.05). Hal ini menunjukkan perbedaan umur panen buah berpengaruh nyata terhadap perubahan rata-rata frekuensi (f) suara ketukan terhadap buah melon Golden Apollo. Hasil uji lanjut DMRT yang disajikan pada Lampiran 10 menunjukkan tidak ada perbedaan nilai rata-rata frekuensi (f) suara ketukan terhadap buah pada umur panen 46 HST, 53 HST, dan 60 HST. Namun ketiga nilai tersebut berbeda nyata terhadap rata-rata nilai frekuensi (f) pada umur 67 HST.
27 Lingkungan perekaman suara telah diatur sedemikian rupa agar saat perekaman tidak ada suara lain yang terikut. Perbedaaan karakter spektrum gelombang suara pada kelompok buah melon umur 67 HST mengindikasikan perbedaan fisik buah melon yang merepresentasikan perbedaaan tingkat kematangan buah tersebut. Perubahan Magnitudo (M) Magnitudo merupakan simpangan terjauh dari suatu bentuk gelombang. Sinyal audio hasil pengetukan pada buah melon merupakan sinyal kontinyu nonsinusoidal. Berbeda dengan amplitudo, magnitudo merupakan besaran skalar sehingga nilainya merupakan nilai mutlak dari amplitudo. Magnitudo maksimum didapatakan saat simpangan sinyal gelombang mencapai nilai tertinggi. Rata-rata nilai magnitudo pada sinyal-sinyal audio pada umur panen buah melon Golden Apollo yang berbeda menunjukkan kecenderungan melemah seiring dengan semakin tua umur panen (Gambar 13), yaitu dari 50.10 ± 2.59 dB pada umur panen 46 HST hingga 39.20 ± 2.82 dB pada umur panen 67 HST. Hasil analisis sidik ragam, pada Lampiran 9, dengan taraf kepercayaan 95% menunjukkan p-value (0.000) < (0.05). Hal ini menunjukkan perbedaan umur panen buah berpengaruh nyata terhadap perubahan rata-rata magnitudo (M) sinyal suara ketukan terhadap buah. Berdasarkan hasil uji lanjut DMRT yang disajikan pada Lampiran 10, tidak ada perbedaan rata-rata nilai magnitudo (M) pada umur panen 46 HST, 53 HST, dan 60 HST. Namun ketiga nilai tersebut berbeda nyata terhadap rata-rata nilai magnitudo (M) pada umur 67 HST. 60 a
Magnitudo (dB)
50
a
a b
40 30 20 10 0 46
53 60 Umur panen (HST)
67
Gambar 13 Rata-rata Magnitudo maksimum suara ketukan buah melon pada umur panen yang berbeda Semakin rendah nilai magnitudo maka intensitas bunyi ketukan semakin lemah. Hal ini terkait dengan perubahan tekstur daging buah melon. Magnitudo menunjukkan kuat atau lemahnya bunyi yang dihasilkan dari pengetukan terhadap buah. Semakin rendah nilai magnitudo maka intensitas bunyi ketukan semakin lemah.
28 Perubahan Nilai Zero Moment Power (Mo) Kurva power spectral density (PSD) menunjukkan sebaran daya pada suatu spektrum gelombang. Parameter ini diperoleh dengan melakukan transformasi fourier terhadap sinyal berdomain waktu sehingga didapatkan kurva (PSD) terhadap frekuensi, seperti ditunjukkan pada Gambar 14. Kurva tersebut menunjukkan sebaran energi dari sinyal suara ketukan buah melon. Kurva PSD pada buah berumur 46 HST, 53 HST, dan 60 HST menunjukkan pola yang hampir sama. Perbedaan pola terlihat pada kurva PSD buah melon berumur 67 HST. Terlihat dari kurva PSD 67 HST sebaran energi sinyal suara lebih terpusat dibandingkan kurva PSD yang lain. Hasil kuantifikasi numerik terhadap luasan di bawah kurva PSD dinyatakan sebagai nilai Mo. Zero moment power (Mo) menunjukkan besarnya energi sinyal yang ditransmisikan atau diteruskan pada suatu medium. Rata-rata nilai Mo pada penelitian ini menunjukkan penurunan seiring dengan semakin tua umur panen buah (Gambar 15), yaitu dari 142.67 ± 53.13 pada umur panen 46 HST hingga 51.52 ± 14.35 pada umur panen 67 HST.
46 HST 1
0.5
0
0
Power Spektral Density
1.5
0.5
0
0
53 HST 1
0.5
0
1000 2000 3000 4000 5000 Frekuensi(Hz)
60 HST 1
Power Spektral Density
1.5
0
1.5 Power Spektral Density
Power Spektral Density
1.5
1000 2000 3000 4000 5000 Frekuensi(Hz)
1000 2000 3000 4000 5000 Frekuensi(Hz)
67 HST 1
0.5
0
0
1000 2000 3000 4000 5000 Frekuensi(Hz)
Gambar 14 Kurva power spectral density (PSD) dari sinyal suara ketukan buah melon Golden Apollo pada umur panen yang berbeda Perubahan nilai Mo berbanding lurus dengan penurunan rata-rata magnitudo gelombang suara. Semakin kecil pantulan energi yang diterima oleh mikrofon menunjukkan semakin besar energi yang diserap dan ditransmisikan oleh buah melon. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi fisik buah dan kondisi lingkungan saat pengujian. Penelitian sebelumnya oleh Haryanto (2001) terhadap kematangan
29 buah durian, menyatakan bahwa nilai Mo semakin menurun seiring dengan semakin tua buah. 250
Mo
200 150
a a
ab
100 b
50 0 46
53 60 Umur panen (HST)
67
Gambar 15 Rata-rata nilai Mo suara ketukan buah melon Golden Apollo pada umur panen yang berbeda Hasil analisis sidik ragam, pada Lampiran 9, dengan taraf kepercayaan 95% menunjukkan p-value (0.000) < (0.05). Hal ini menunjukkan perbedaan umur panen buah berpengaruh nyata terhadap perubahan rata-rata Mo sinyal suara ketukan terhadap buah melon. Hasil uji lanjut DMRT menunjukkan rata-rata Mo sinyal suara ketukan terhadap buah berumur 53 HST berbeda secara signifikan terhadap rata-rata Mo sinyal suara ketukan terhadap buah berumur 46 HST dan 67 HST namun tidak berbeda nyata terhadap rata-rata Mo suara ketukan terhadap buah berumur 60 HST.
Korelasi Hasil Uji Respon Impuls Akustik terhadap Hasil Pengukuran Parameter Kematangan Buah Melon Hasil uji korelasi menunjukkan hubungan yang variatif antar parameter (Tabel 2). Namun, korelasi yang paling kuat adalah antara parameter pengukuran baik destruktif maupun nondestruktif terhadap umur panen buah melon. Rata-rata kererasan daging buah berkorelasi negatif terhadap umur panen buah dengan nilai r = -0.8301 pada signifikansi 0.05. Hal ini menunjukkan hubungan berbanding terbalik yang kuat antara kekerasan daging buah terhadap umur panen. Jika dibandingkan dengan dua parameter pengukuran destruktif lainya, yaitu TPT dan kadar air, seharusnya perubahan nilai kekerasan daging buah dapat dijadikan acuan yang lebih baik dalam menentukan umur panen optimum buah melon, meskipun secara tidak langsung, perubahan kekerasan daging buah berkorelasi pula dengan perubahan nilai TPT dan kadar air buah melon. Hasil uji respon impuls akustik maupun uji parameter kematangan dapat digunakan untuk menduga umur panen buah melon, meskipun korelasi antara keduanya tidak menunjukkan hubungan yang kuat. Korelasi antar parameter
30 destruktif dan nondestruktif terbaik adalah antara magnitudo dan Mo terhadap kekerasan buah dengan nilai r masing-masing 0.51 dan 0.50 (Gambar 16). Tabel 4 Nilai koefisien korelasi Pearson antar parameter pengujian No. Variabel 1 2 3 4 5 6 7 8 1 Umur panen 1 2 Kekerasan -0.83 1 3 TPT 0.65 -0.61 1 4 Ka -0.59 0.55 -0.75 1 5 F 0.53 -0.27 0.23 -0.25 1 6 E 0.64 -0.44 0.38 -0.39 0.61 1 7 M -0.71 0.51 -0.37 0.33 -0.60 -0.84 1 8 Mo -0.62 0.50 -0.36 0.29 -0.28 -0.56 0.82 1
Kekerasan daging buah (kN/m²)
Korelasi positif nilai magnitudo terhadap kekerasan daging buah melon Golden Apollo menunjukkan adanya bubungan berbanding lurus di antara keduanya. Artinya, semakin rendah magnitudo sinyal audio hasil pengetukan pada buah menunjukkan tekstur daging buah yang semakin lunak. Sama halnya dengan hubungan yang ditunjukkan nilai Mo terhadap kekerasan daging buah. Hasil penelitian ini menunjukkan rata-rata kekerasan daging buah semakin rendah seiring bertambahnya umur panen. Hal ini terkait erat dengan fase perkembangan buah akibat aktivitas fisiologis yang terus berlangsung mulai dari munculnya buah hingga mencapai fase masak optimum, dimana, saat mencapai masak optimum inilah buah melon dapat dikonsumsi. 1100 1000 900 800 700 600 500 400 300 200
r = 0.51 30
Gambar 16
1100 1000 900 800 700 600 500 400 300 200
r = 0.50
40 50 60 0 100 200 300 Magnitudo (dB) Mo Hubungan antara kekerasan daging buah melon Golden Apollo terhadap magnitudo dan Mo
Nilai magnitudo menunjukkan kuat lemahnya bunyi yang dihasilkan saat pengetukan buah. Semakin tua umur buah, semakin lunak tekstur daging buahnya. Jika dihubungkan dengan kuat lemahnya bunyi ketukan, kondisi tekstur objek yang semakin lunak menyebabkan intensitas bunyi semakin bisa diredam sehingga intensitas bunyi yang dipantulkan dan ditangkap oleh mikrofon akan semakin rendah.
31 Sedikit berbeda dengan nilai magnitudo, Mo menunjukkan besarnya energi sinyal gelombang yang ditransmisikan melalui suatu medium tertentu. Dalam hal ini, yang menjadi medium adalah udara pada celah antara buah melon dan mikrofon sebagai penangkap sinyal ketukan. Rata-rata nilai Mo menurun sesuai dengan bertambahnya umur panen buah melon. Artinya, besarnya energi sinyal yang diterima oleh mikrofon semakin kecil. Dalam kasus ini, definisi energi yang ditransmisikan merupakan energi sinyal yang dipantulkan oleh buah melon dan diterima oleh mikrofon. Sisanya, energi sinyal ketukan lebih banyak diserap atau ditransmisikan oleh buah melon.
Pengelompokan Tingkat Kematangan Buah Melon Golden Apollo Pengelompokan tingkat kematangan buah melon Golden Apollo dilakukan menggunakan analisis diskriminan. Analisis diskriminan merupakan salah satu teknik statistik yang bertujuan mengklasifikasikan suatu individu atau observasi ke dalam kelompok yang saling bebas dan menyeluruh berdasarkan sejumlah variabel penjelas. Hasil uji korelasi menjelaskan adanya hubungan antar parameter sinyal suara terhadap waktu. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan karakter sinyal suara (short term energy (E), frekuensi (f), magnitudo (M), dan Mo) bisa dijadikan sebagai variabel untuk menduga tingkat kematangan buah melon Golden Apollo. Berdasarkan analisis korelasi sebelumnya, didapatkan nilai koefisien korelasi Pearson yang cukup tinggi di antara parameter yang akan digunakan sebagai variabel penduga. Hal ini memungkinan adanya multikolinier antar variabel penduga. Model statistika yang baik seharusnya tidak disusun dari variabel-variabel yang multikolinier. Tabel 5 menunjukkan hasil uji statistik multikolinieritas antar variabel. Magnitudo (M) multikolinier terhadap variabel yang lain, dilihat dari nilai toleransi < 0.10 dan variance inflation factor (VIF) > 10 sehingga variabel M dieliminasi dan tidak digunakan dalam pembentukan fungsi skor diskriminan untuk pengelompokan buah melon Golden Apollo. Tabel 5 Statistik uji multikolinieritas antarvariabel penduga Statistik uji Energi Frekuensi Magnitudo Mo Toleransi 0.1008 0.3858 0.0599 0.1960 VIF 2.5921 9.9231 16.6830 5.1024 Uji Kenormalan Multivariat Hasil uji kenormalan multivariat menggunakan plot kuantil khi-kuadrat menunjukkan bahwa data menyebar normal multivariat. Gambar 17 menunjukkan plot kuantil khi-kuadrat cenderung membentuk garis lurus dimana terdapat lebih dari 50% (62.72%) nilai di ≤ p , sehingga data cenderung menyebar normal multivariat atau menyebar normal ganda (Johnson dan Wichern 2007).
32
18 16 14
Khi-kuadrat
12 10 8 6 4 2 0 0
20
40
60 80 100 Jarak Mahalanobis
120
140
160
Gambar 17 Plot kuantil khi-kuadrat Uji Kesamaan Matriks Kovarian dan Uji Kesamaan Vektor Rataan sil uji Box‟s pada Tabel 6 menunjukkan matriks kovarian untuk keempat kelompok umur panen berbeda nyata dengan p-value rtiny m triks kovarian antara kelompok tidak homogen. Data pada ketiga variabel tidak homogen, sehingga didapatkan kondisi dimana populasi data terdistribusi normal, namun matriks kovarian tidak homogen. Hasil uji kesamaan vektor rataan pada Lampiran 10 menunjukkan p-value ti p peu h kur ng d ri sehingga ketiga peubah (E, f, dan Mo) dianggap dapat membedakan kelompok umur panen dengan baik. Tabel 6 Hasil uji kesamaan matriks kovarian Hasil uji -2log(M) 782.25 F hitung 42.36 F (nilai kritis) 1.60 df1 18 df2 164870 p-value <0.0001 0.05 Analisis Diskriminan Data dengan matriks kovarian tidak homogen tidak dapat diselesaikan menggunakan analisis diskriminan linier, sehingga diperlukan analisis diskriminan kuadratik. Fungsi skor diskriminan, pengelompokan berdasarkan umur panen buah melon, ditunjukkan oleh Persamaan 19 – 22. Dihasilkan empat fungsi pengelompokan, yaitu: d46, d53, d60, dan d67. d46 = 0.0512x1 + 57640.4163x2 + 0.1761x3 – 0.0002x12 + 32.5162x1x2 + 0.0002x1x3 – 29167363.1384x22 – 154.7300x2x3 – 0.0004x32 – 40.6895 (19)
33 d53 = 0.0496x1 + 102950.7632x2 + 0.1472x3 – 0.0001x12 – 7.6652x1x2 0.0001x1x3 – 39730019.9852x22 – 235.0013x2x3 – 0.0008x32 – 77.3856 (20) d60 = -0.0182x1 + 73358.9395x2 + 0.1633x3 – 0.0001x12 + 32.6235x1x2 + 0.0004x1x3 – 39101609.5575x22 – 129.9846x2x3 – 0.0006x32 – 38.1240 (21) d67 = 0.0881x1 + 2513.2044x2 + 0.4058x3 – 0.0001x12 + 0.2457x1x2 + 0.0002x1x3 – 146564.2441x22 – 25.7820x2x3 – 0.0036x32 – 36.9654 (22) dimana:
d46 = skor diskriminan untuk kelompok buah melon Golden Apollo dengan umur panen 46 HST d53 = skor diskriminan untuk kelompok buah melon Golden Apollo dengan umur panen 53 HST d60 = skor diskriminan untuk kelompok buah melon Golden Apollo dengan umur panen 60 HST d67 = skor diskriminan untuk kelompok buah melon Golden Apollo dengan umur panen 67 HST x1 = frekuensi x2 = short term energy x3 = Mo
Hasil analisis terhadap observasi ke-x pada setiap variabel diplotkan pada Gambar 18. Pengelompokan didasarkan pada kedekatan hasil observasi terhadap titik tengah masing-masing kelompok. Hasil plot menunjukkan kelompok umur panen 67 HST memiliki posisi titik tengah terjauh dibandingkan ketiga kelompok umur panen yang lain, sehingga pengelompokan dapat dilakukan dengan lebih baik. Evaluasi pengelompokan ulang buah melon Golden Apollo ke dalam empat umur panen yang berbeda menggunakan fungsi diskriminan kuadaratik (Tabel 7) dihasilkan nilai APER 33%. Sedangkan hasil validasi silang terhadap fungsi skor diskriminan yang telah terbentuk dihasilkan nilai APER sebesar 35%. Pengelompokan pada umur panen 46 HST dari sebanyak 55 buah sampel, terjadi kesalahan pengelompokan sebesar 40%. Kesalahan pengelompokan pada umur panen 53 HST dan 60 HST masing-masing sebesar 35% dan 56%. Sedangkan untuk kelompok buah umur 67 HST tidak terjadi kesalahan pengelompokan. Tabel 7 menunjukkan keberagaman kondisi buah saat dipanen pada 46 – 60 HST, terbukti dengan tingginya kesalahan pengelompokan. Hal ini, dapat menjadi acuan untuk evaluasi metode penentuan waktu panen buah melon. Penentuan waktu panen berdasarkan hari setelah tanam memiliki keakuratan yang rendah dalam menjamin keseragaman kematangan buah saat panen karena perkembangan buah dimulai setelah terjadi penyerbukan saat bunga muncul.
34 8 46 53 60 67 Centroids
6 F2 (3.13 %)
4
-6
2
-4
46 0 53 60 -2 0 -2 -4
67
2
4
6
8
10
12
F1 (96.86 %)
Gambar 18 Plot pengelompokan buah melon Golden Apollo berdasarkan empat umur panen berbeda Tabel 7 Kesalahan klasifikasi diskriminan kuadratik pada empat kelompok umur panen yang berbeda Hasil klasifikasi Umur panen Total % 46 53 60 67 46 33 13 9 0 55 40% 53 9 36 10 0 55 35% 60 9 22 24 0 55 56% 67 0 0 0 55 55 0% Total 51 71 43 55 220 33% Berdasarkan kondisi di lapangan dan permintaan perusahaan pengemasan produk hortikultura yang menyatakan buah melon Golden Apollo dianggap matang dan siap dipanen dengan nilai TPT harapan di atas 8.5 ºBriks, maka dilakukan pengelompokan ulang. Dari empat kelompok umur panen dijadikan dua kelompok kematangan buah berdasarkan nilai TPT. Sampel dengan TPT lebih dari 8.5 oBriks dikelompokkan sebagai buah melon matang sedangkan sampel o deng n nil i T T ≤ Briks dikelompokkan sebagai buah melon belum matang. Pengelompokan ini menghasilkan Persamaan 23 dan 24 dengan plot pengelompokan setiap observasi ke-x pada setiap variabel ditunjukkan oleh Gambar 19. dmatang = 0.0175x1 + 557.7991x2 + 0.0715x3 – 0.0000x12 + 2.5295x1x2 + 0.0000x1x3 – 146874.2497x22 – 7.1869x2x3 – 0.0003x32 – 9.8023 (23) 2 dbelum matang = 0.0205x1 + 1429.4788x2 + 0.0762x3 – 0.0001x1 + 11.9054x1x2 + 0.0001x1x3 – 851712.7362x22 – 19.7329x2x3 – 0.0003x32 – 9.7070 (24) dimana:
dmatang = skor diskriminan untuk kelompok buah melon Golden Apollo matang
35 dbelum matang = skor diskriminan untuk kelompok buah melon Golden Apollo belum matang x1 = frekuensi x2 = short term energy x3 = Mo
F2 (0.00 %)
3.2
Belum matang Matang
1.6
0 -8 -6.4 -4.8 -3.2 -1.6-2E-141.6 3.2 4.8 6.4 -1.6
-3.2 -4.8 F1 (100.00 %) Gambar 19 Plot pengelompokan buah melon Golden Apollo berdasarkan nilai TPT Hasil pengelompokan berdasarkan nilai TPT menghasilkan nilai APER yang lebih rendah dibandingkan pengelompokan sebelumnya. Nilai APER didapatkan sebesar 32%. Validasi terhadap fungsi yang telah terbentuk dengan sistem pengelompokan ini menghasilkan nilai APER sama besar, yaitu 32%. Meskipun TPT merupakan komponen utama dalam menentukan mutu buah melon, dalam prakteknya tidak dapat dilakukan di lahan karena harus merusak beberapa buah sebagai sampel pengukuran. Hal ini tentu akan membutuhkan waktu yang lebih lama dan tidak menjamin kondisi buah di lahan saat itu sama dengan kondisi sampel yang diambil. Tabel 8
Kesalahan klasifikasi diskriminan kuadratik pada dua kelompok kematangan yang berbeda berdasarkan nilai TPT Hasil klasifikasi Kelompok kematangan Total % Matang Belum matang Matang 18 58 76 76% Belum matang 12 132 144 8% Total 30 190 220 32%
Untuk mendapatkan nilai akurasi yang tinggi dalam menduga kematangan buah melon, fungsi yang dihasilkan harus memiliki ketepatan pengelompokan yang tinggi. Berdasarkan hasil analisis parameter suara ketukan buah melon,
36 kelompok buah berumur 67 HST menunjukkan perbedaan yang nyata dibandingkan ketiga kelompok umur panen yang lain. Hal ini mengindikasikan kondisi buah melon pada kelompok umur ini telah mencapai tingkat kematangan yang optimum, sedangkan pada kelompok umur 46 HST, 53 HST, dan 60 HST buah masih dalam proses pematangan. Dari empat kelompok umur panen tersebut, dapat dijadikan dua kelompok kematangan buah, yaitu kelompok buah melon Golden Apollo belum matang (terdiri dari buah melon umur 46 HST, 53 HST, dan 60 HST) dan kelompok buah melon Golden Apollo matang (terdiri dari buah melon umur 67 HST). Dengan pengelompokan ini dihasilkan dua fungsi skor diskriminan. Plot hasil analisis data observasi pada setiap variabel ditunjukkan oleh Gambar 20. dmatang = 0.0881x1 + 2513.2044x2 + 0.4058x3 – 0.0001x12 + 0.2457x1x2 + 0.0002x1x3 – 146564.2441x22 – 25.7820x2x3 – 0.0036x32 – 36.9654 (25) dbelum matang = 0.0104x1 + 59204.2051x2 + 0.1883x3 – 0.0001x12 + 17.6749x1x2 + 0.0002x1x3 – 27401373.8919x22 – 139.7257x2x3 – 0.0005x32 – 36.9794 (26) dimana:
dmatang = skor diskriminan untuk kelompok buah melon Golden Apollo matang dbelum matang = skor diskriminan untuk kelompok buah melon Golden Apollo belum matang x1 = frekuensi x2 = short term energy x3 = Mo 15 Belum matang Matang
F2 (0.00 %)
10
5
0 -5
0
-5
5
10
15
F1 (100.00 %)
Gambar 20 Plot pengelompokan buah melon Golden Apollo pada dua tingkat kematangan berdasarkan umur panen Hasil evaluasi pengelompokan ulang ke dalam dua kelompok buah melon matang dan buah melon belum matang menggunakan fungsi diskriminan
37 (Persamaan 25 dan 26) ditunjukkan pada Tabel 9. Kesalahan pengelompokan yang dihasilkan jauh lebih baik dibandingan ketepatan pengelompokan sebelumnya. Nilai APER yang didapat adalah 0%. Tabel 9
Kesalahan klasifikasi diskriminan kuadratik pada dua kelompok kematangan yang berbeda berdasarkan umur panen Hasil klasifikasi Kelompok kematangan Total % Matang Belum matang Matang 55 0 55 0% Belum matang 0 165 165 0% Total 55 165 220 0%
Dari hasil tersebut diharapkan adanya basis data karakter suara ketukan buah melon untuk evaluasi kematangan buah melon di lahan. Sehingga, dihasilkan mutu panen melon Golden Apollo yang seragam. Validasi silang terhadap fungsi skor diskriminan yang telah tebentuk menghasilkan nilai APER yang sama, yaitu 0%. Sehingga dapat disimpulkan, model fungsi skor diskriminan tersebut sangat baik.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Deteksi kematangan buah melon Golden Apollo dapat dilakukan dengan variabel penduga berupa parameter sinyal suara pengetukan. Parameter sinyal suara ketukan buah berkorelasi cukup baik terhadap umur panen. Namun, berdasarkan hasil analisis diskriminan, parameter sinyal suara yang mampu menduga parameter kematangan dengan baik, antara lain: frekuensi (f), Short term energy (E), dan Mo dengan kesalahan pengelompokan berdasarkan empat umur panen yang berbeda sebesar 33%, kesalahan pengelompokan pada dua tingkat kematangan berdasarkan nilai TPT sebesar 32%, dan kesalahan pengelompokan berdasarkan kelompok buah matang (67 HST) dan buah belum matang (46, 53, dan 60 HST) adalah sebesar 0%. Validasi silang terhadap fungsi diskriminan kuadratik yang terbentuk menghasilan nilai kesalahan pengelompokan sebesar 35% untuk pengelompokan berdasarkan empat umur panen yang berbeda sedangkan untuk pengelompokan pada dua tingkat kematangan berdasarkan TPT dan umur panen menghasilkan kesalahan klasifikasi masing-masing sebesar 32% dan 0%. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap buah melon pada umur panen di antara 60 HST dan 67 HST untuk menentukan dimana kondisi paling optimum pemanenan buah melon Golden Appolo. Selain itu, perlu diterapkan sampling rate yang tepat, yaitu minimal dua kali frekuensi alami buah, dalam
38 proses perekaman suara ketukan agar dihasilkan akurasi yang lebih tinggi dalam analisis spektrum sinyal suara yang dihasilkan.
DAFTAR PUSTAKA Ahmad U. 2013. Teknologi Penanganan Pascapanen Buahan dan Sayuran. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu. [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2013. SNI.7783: Melon. [Internet]. [diunduh: 2014 Apr 2015]. Tersedia pada: http://sisni.bsn.go.id/. Barlow S. 2007. Multilingual Multiscript Plant Name Database. [Internet]. Tersedia pada: http//plantnames.unimelb.edu.au/Sorting/Cucumis.html. Beaulieu J. 2005. Within-season volatile and quality differences in stored freshcut cantaloupe cultivars. J Agr Food Chem. 53:8679–8687. Chen H, De Baerdemaeker J. 1993. Effect of apple shape on acoustic measurements of firmness. J Agr Eng Res. 56:253–266. Chen P, Sun Z, Huarng L. 1992. Factors affecting acoustic responses of apples. Trans ASAE. 35:1915–1992. Clark RL. 1975. An investigation of the acoustic properties of watermelon as related to maturity. ASAE Meeting. 75-6004. Djamila S, Budiastra IW, Sutrisno, Edris IM. 2010. Non-destructive quality evaluation of dragon fruit using ultrasound method. International Seminar on Horticulture to Support Food Security 2010. Bandar Lampung (ID): C15 - C23. Drake BK. 1963. Food crusshing sounds: an introductory study. J Food Sci. 28:233 - 241. Duizer L. 2001. A review of acoustic research for studying the sensory perception of crisp, crunchy, and crackly textures. J Trends Food Sci Tech. 12:17-24. Duprat F, Grotte M, Pietri E, Loonis D. 1997. The acoustic impulse response method for measuring the overall firmness of fruit. J Agr Eng Res. 66:251– 259. Flores F, El Yahyaoui F, de Billerbeck G, Romojaro F, Latché A, Bouzayen M, Pech JC, Ambid C. 2002. Role of ethylene in the biosynthetic pathway ofaliphatic ester aroma volatiles in Charentais Cantaloupe melons. J Exp Bot. 53:201–206. Galili N, Shmulevich I, Benichou N. 1998. Acoustic testing for fruit ripeness evaluation. Trans ASAE. 41: 399–407. Giannakopoulos T, Pikrakis A. 2014. Introduction to Sound Analysis. Academic Press is an imprint of Elsevier. Gomez AH, Pereira AG, Wang J. 2006. Acoustic impulse response potential to measure mandarin fruit ripeness during storage. Revista Cienc Técnic Agro. 15:24-30. Hair JF Jr, Anderson RE, Tatham RL. 1998. Multivariate Data Analysis. New Jersey (US): Prentice-Hall. Haryanto B. 2002. Pengembangan model empiris untuk penentuan tingkat ketuaan dan kematangan durian unggul secara non-destruktif dengan gelombang ultrasonik [disertasi]. Bogor (ID): Intitut Pertanian Bogor.
39 Hayashi S, Sugiyama J, Otobe K, Kikuchi Y, Usui S. 1992. Nondestructive measurement for maturity of muskmelons by analysis of acoustic-signals. J Jpn Soc for Food Sci and Tech – Nippon Shokuhin Kagaku Kogaku Kaishi. 39(6):465–470. Hastie T, Tibshirani R, Friedman J. 2008. The Elements of Statistical Learning: Data Mining, Inference, and Prediction. Springer Series in Statistics. He D, Li Z, Wang H. 1994. On the characteristics of sound wave forms of watermelons. Acta Universitatis Agriculturalis Boreali-Occidentalis. 22(3):105–107. Johnson RA, Wichern DW. 2007. Applied Multivariate Statistical Analysis 6th Ed. New Jersey (US): Pearson Education. Juansah J, Budiastra IW, Suroso. 2006. Pengembangan sistem pengukuran gelombang ultrasonik untuk penentuan kualitas buah manggis (Gracinia mangostana L.). JTEP. 20(2):167-178. Kurniasari AS, Safitri D, Sudarno. 2014. Pemisahan desa/kelurahan di kabupaten Semarang menurut status daerah menggunakan analisis diskriminan kuadratik klasik dan diskriminan kuadratik robust. J Gaussian. 3(1):1-10. Kuroki S, Tohro M, Sakurai N. 2006. Monitoring of the elasticity index of melon fruit in a greenhouse. J Jpn Soc Hortic Sci. 75:415–420. Kusumaliski N. 2015. Pengembangan metode deteksi kematangan melon (Cucumis melo L.) dengan Respon Impuls Akustik. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Lestari D, Prawito. 2013. Alat deteksi kematangan buah melon dengan sensor suara dan mikrokontroller At-Mega 8535. J Ilmiah Elite Elektro. 4(1):4754. Lü F. 2003. Non-destructive quality evaluation of watermelon based on its acoustic property. Hangzhou (CN): Zhejiang University. ŕın- odŕıguez , Orchard J, Seymour GB. 2002. Pectate lyases, cell wall degradation and fruit softening. J of Experiment Bot. 53:2115–2119. Maspanger DR, Purwadaria HK, Budiastra IW, Trisnobudi A. 2008. The study of natural rubber coagulum quality evaluation by ultrasonic method. IJAAR. 3(1):55-56. Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2011. Sidik Peubah Ganda: Dengan menggunakan SAS. Bogor(ID): Departemen Statistika F-MIPA Institut Pertanian Bogor. Miccolis V, Saltveit ME Jr. 1991. Morphological and physiological changes during fruit growth and maturation of seven melon cultivars. J Amer Soc Hort Sci. 116(6):1025-1029. Mizrach A, Galili N, Rosenhouse G. 1989. Determination of fruit and vegetable properties by ultrasonic excitation. Trans ASAE. 32: 178-189. Mizrach A, Galili N, Teitel DC, Rosenhouse G. 1994. Ultrasonic evaluation of some ripening parameters of autumn and winter-grown „G li ‟ melons Scientia Horticulturae. 56(4):291–297. Nasution DA. 2006. Pengembangan sistem evaluasi buah manggis secara nondestruktif dengan gelombang ultrasonik [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Nayar NM, Singh R. 1994. Taxonomy, distribution, and ethnobotanical uses. Dalam: Nayar NM, Mode TA (ed). Cucurbits. Science Publishers. USA. 340p.
40 Peleg K, Ben-Hanan U, Hinga S. 1990. Classification of avocado by firmness and maturity. J Text Stud. 21:123–129. Rao X, Ying Y, Jin B, 2004. Development of a fruit quality inspecting system based on acoustic properties. Trans of the CSAM. 35(2):69–71. Robinson RW, Decker-Walters DS. 1999. Cucurbits. New York (US): CAB Interntional. Roudaut G, Dacremont, Pamies BV, Colas, Le Meste M. 2002. Cripness: a critical review and sensory and material science approaches. J Trends Food Sci Technol. 13:217-227. Saltveit ME. 2011. Melon (Cucumis melo L.). California (US): Woodhead publishing. Schotte S, De Belie N, De Baerdermarker J. 1999. Acoustic impulse respone technique for evaluation and modelling of tomato fruit. J Postharvbio and Technol. 17:105-115. Seymour GB, Gross KC. 1996. Cell wall disassembly and fruit softening. Postharvest News and Information. 7:45–52. Sharma S. 1996. Applied Multivariate Techniques, New Jersey (US): John Wiley & Sons. Sri WS, Surtono, Arif, Hafidz, M. Fahmi. 2007. Analisis spektrum frekuensi bunyi dari beragam daging buah dengan berbagai tingkat kematangan berbasis komputer. J FMIPA Unila. 13:261-266. Stone ML, Armstrong PR, Zhang X, Brusewitz GH, Chen DD. 1996. Watermelon maturity determination in the field using acoustic impulse impedance techniques. Trans ASAE. 39(6):2325–2330. Sugiyama J, Otobe K, Hayashi S, Usui S. 1994. Firmness measurement of muskmelons by acoustic impulse transmission. Trans ASAE. 37(4):1235– 1241. Sugiyama J, Katsural T, Hong J, Koyama H, Mikuriya K. 1998. Melon ripeness monitoring by a portable firmness tester. Trans ASAE. 41(1):121–127. Sugiyama J, Al-Haq MI, Tsuta M. 2005. Application of portable acoustic firmness tester for fruits. Di dalam: Information and Technology for Sustainable Fruit and Vegetable Production; 2005 Sept 12-16; Montpellier, France. Montpellier (FR): Frutic. hlm. 439-443. Sun T, Huang K, Xu H, Yin Y. 2010. Research advances in nondestructive determination of internal quality in watermelon/melon: a review. J Food Eng. 100:569-577. Suwarno WB, Sobir. 2007. Hubungan kekerabatan antar genotipe dalam tiga grup kultivar melon. Seminar Nasional Hasil Penelitian yang Dibiayai oleh Hibah Kompetitif. Tadiello Alice. 2010. A genomic investigation of the ripening regulation in peach fruit [disertasi]. Padova (IT): University of Padova. Taniwaki M, Takahashi M, Sakurai N. 2009. Determination of optimum ripeness for edibility of postharvest melons using nondestructive vibration. J Food Res Int. 42:137–141. Taniwaki M, Tohro M, Sakurai N. 2010. Measurement of ripening speed and determination of optimum ripeness of melons by a nondestructive acoustic vibration method. J Postharvbio and Technol. 56:101-103.
41 [USDA] United States Department of Agriculture. 2006. Cantaloups, Honeydew, Honey Ball and other similar melons. Shipping point and market inspection insruction (US). Villanueva MJ, Tenorio MD, Esteban MA, Mendoza MC. 2004. Food Chemistry Compositional changes during ripening of two cultivars of muskmelon fruits. J Food Chem. 87:179–185. Wang J. 2004. Mechanical properties of pear as a function of location and orientation. Inter J Food Prop. 7:155–164. Wang J, Teng B, Yu Y. 2004. Pear dynamic characteristics and firmness detection. J Eur Food Res Technol. 218:289–294. Wang YH, Behera TK, Kole C. 2011. Genetics, Genomics and Breeding of Cucurbits. Florida (US): CRC. Warji. 2008. Pendugaan kerusakan buah mangga arumanis akibat lalat buah dengan menggunakan gelombang ultrasonik [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. White PJ. 2002. Recent advances in fruit development and ripening: an overview. J of Experiment Bot. 53:1995–2000. Winarno FG. 2002. Fisiologi Lepas Panen Produk Hortikultura. Bogor (ID): MBrio. Yamamoto H, Iwamoto M, Haginuma S. 1980. Acoustic impulse response method for measuring natural frequency of intact fruits and preliminary applications to internal quality evaluations of apples and watermelons. J Text Stud. 11:117–136. Zapata M, Cabrera P, Banón S, Roth P. 1989. El melón. Madrid (ES): Mundi Prensa.
42
43
Lampiran
44
45 Lampiran 1 Prosedur pembentukakn fungsi klasifikasi dengan analisis diskriminan Mulai Data
Uji normal multivariat ya Analisis diskriminan linier
ya
Uji kesamaan matriks variankovarian tidak Pemilihan variabel pembeda
Menentukan dan S pada masing-masing kelompok pengklasifikasian Membuat fungsi diskriminan kuadratik Evaluasi hasil pemisahan Validasi fungsi diskriminan kuadratik
Selesai
tidak
Metode lain
46 Lampiran 2 Diagram alir penghitungan nilai short term energi (E) sinyal suara
Mulai Input data suara Inisialisasi variabel data suara Penentuan indeks data ke-i, ... i++ Pembacaan data suara ke-i Penghitungan sinyal untuk nilai axis dan ordinat yang diperoleh Plot spektrum gelombang berdomain waktu Penghitungan short term energy (E)
Data short term energy (E)
Selesai
47 Lampiran 3 Kode pemrograman (source code) untuk penghitungan short term energy sinyal (E) suara menggunakan Matlab clear, clc, close all filelist = dir('*.wav'); % Pre-allocate a cell array to store some per-file information. result = cell(size(filelist)); % get a section of the sound file for index = 1 : length(filelist) fprintf('Processing %s\n', filelist(index).name); % Read the data of the WAV file and store it. [x, fs] = wavread(filelist(index).name); x = x(:,1); xmax = max(abs(x)); x = x/xmax;
% get the first channel % find the maximum value % scalling the signal
% time & discretisation parameters N = length(x); t = (0:N-1)/fs; % plotting of the waveform figure(1) plot(t, x, 'r') xlim([0 max(t)]) ylim([-1.1*max(abs(x)) 1.1*max(abs(x))]) grid on set(gca, 'FontName', 'Times New Roman', 'FontSize', 14) xlabel('Time, s') ylabel('Normalized amplitude') title('The signal in the time domain') E = (1/(length(x)))*sum(abs((x.^2))); result{index} = E; end
48 Lampiran 4 Diagram alir penghitungan nilai magnitudo (M) dan frekuensi (f) sinyal suara ketukan buah melon
Mulai Input data suara Inisialisasi variabel data suara
Penentuan indeks data ke-i, ... i++ Pembacaan data suara ke-i Penghitungan sinyal untuk nilai axis dan ordinat yang diperoleh Plot spektrum gelombang berdomain waktu
Transformasi fourier Plot spektrum gelombang berdomain frekuensi Penghitungan magnitudo (M) maksimum dan frekuensi (f) dominan
Data frekuensi (f) dan magnitudo (M)
Selesai
49 Lampiran 5 Kode pemrograman (source code) untuk penghitungan nilai magnitudo (M) dan frekuensi (f) sinyal suara menggunakan Matlab clear, clc, close all filelist = dir('*.wav'); % Pre-allocate a cell array to store some per-file information. result = cell(size(filelist)); for index = 1 : length(filelist) fprintf('Processing %s\n', filelist(index).name); % Read the data of the WAV file and store it. [x, fs] = wavread(filelist(index).name); % get a section of the sound file x = x(:,1); % get the first channel xmax = max(abs(x)); % find the maximum value x = x/xmax; % scalling the signal % time & discretisation parameters N = length(x); t = (0:N-1)/fs; % plotting of the waveform figure(1) plot(t, x, 'r') xlim([0 max(t)]) ylim([-1.1*max(abs(x)) 1.1*max(abs(x))]) grid on set(gca, 'FontName', 'Times New Roman', 'FontSize', 12) xlabel('Waktu (detik)') ylabel('Amplitudo') axis([0 1 -1 1]) % spectral analysis win = hanning(N); % window K = sum(win)/N; % coherent amplification of the window X = abs(fft(x.*win))/N; % FFT of the windowed signal NUP = ceil((N+1)/2); % calculate the number of unique points X = X(1:NUP); % FFT is symmetric, throw away second half if rem(N, 2) % odd nfft excludes Nyquist point X(2:end) = X(2:end)*2; else % even nfft includes Nyquist point X(2:end-1) = X(2:end-1)*2; end f = (0:NUP-1)*fs/N; % frequency vector X = 20*log10(X); % spectrum magnitude % plotting of the spectrum figure(3) semilogx(f, X, 'r') xlim([0 max(f)]) grid on set(gca, 'FontName', 'Times New Roman', 'FontSize', 12) xlabel('Frekuensi (Hz)') ylabel('Magnitudo (dB)') axis([0 10000 -180 -20]) [maxValue,indexMax] = max(abs(fft(x-mean(x)))); frequency = indexMax*fs/N; Xmax = max(X); result{index} = frequency; end
50 Lampiran 6 Diagram alir penghitungan nilai zero moment power (Mo) sinyal suara ketukan buah melon
Mulai Input data suara Inisialisasi variabel data suara
Penentuan indeks data ke-i, ... i++ Pembacaan data suara ke-i Penghitungan sinyal untuk nilai axis dan ordinat yang diperoleh Plot spektrum gelombang berdomain waktu Transformasi fourier Plot spektrum gelombang berdomain frekuensi Penghitungan power spectral density (PSD) Plot kurva power spectral density (PSD) Penghitungan zero moment power (Mo)
Data zero moment power (Mo)
Selesai
51 Lampiran 7 Kode pemrograman (source code) untuk penghitungan nilai zero moment power (Mo) sinyal suara menggunakan Matlab clear, clc, close all filelist = dir('*.wav'); % Pre-allocate a cell array to store some per-file information. result = cell(size(filelist)); for index = 1 : length(filelist) fprintf('Processing %s\n', filelist(index).name); % Read the data of the WAV file and store it. [x, fs] = wavread(filelist(index).name); % get a section of the sound file x = x(:,1); % get the first channel xmax = max(abs(x)); % find the maximum value x = x/xmax; % scalling the signal % time & discretisation parameters N = length(x); t = (0:N-1)/fs; % plotting of the waveform figure(1) plot(t, x, 'r') xlim([0 max(t)]) ylim([-1.1*max(abs(x)) 1.1*max(abs(x))]) grid off set(gca, 'FontName', 'Times New Roman', 'FontSize', 12) xlabel('Waktu (detik)') ylabel('Amplitudo ternormalkan') title('The signal in the time domain') figure(2) P=fft(x); plot(t,x); P1=P.*conj(P)/N; i=(1:N); for i=1:N f(i)=(i-1)/(N*4e-6); end f1=f(2:N/2); P2=P1(2:N/2); P3=P2/max(P2); plot(f1,P3) set(gca, 'FontName', 'Times New Roman', 'FontSize', 12) title ('grafik spektrum gelombang dengan frekuensi') xlabel('frekuensi(Hz)') ylabel('Power Spektral Density') axis([0 5000 0 1.5]) Mo=sum(P3); result{index} = Mo; end
52 Lampiran 8 Statistik deskriptif hasil pengamatan
Kekerasan
TPT
Kadar air
Energi
Frekuensi
Magnitudo
Mo
46 53 60 67 Total 46 53 60 67 Total 46 53 60 67 Total 46 53 60 67 Total 46 53 60 67 Total 46 53 60 67 Total 46 53 60 67 Total
N
Rataan
Std. Deviasi
55 55 55 55 220 55 55 55 55 220 55 55 55 55 220 55 55 55 55 220 55 55 55 55 220 55 55 55 55 220 55 55 55 55 220
793.45 593.34 513.18 463.83 590.95 5.94 7.76 8.59 8.94 7.81 94.03 92.67 91.47 91.08 92.31 0.0008 0.0010 0.0008 0.0044 0.0017 245.93 217.51 207.48 431.87 275.69 50.10 48.37 49.11 39.20 46.69 142.67 110.97 104.59 51.52 102.44
86.52 67.17 63.15 63.94 144.31 0.73 1.01 1.62 1.48 1.71 0.92 0.73 2.41 1.45 1.90 0.0002 0.0001 0.0001 0.0022 0.0019 51.89 77.70 91.26 66.94 116.95 2.59 2.09 2.30 2.82 5.02 53.13 32.45 42.11 14.35 50.21
Std. Error
11.67 9.06 8.51 8.62 9.73 0.10 0.14 0.22 0.20 0.12 0.12 0.10 0.32 0.20 0.13 0.00003 0.00002 0.00002 0.00030 0.00013 7.00 10.48 12.31 9.03 7.88 0.35 0.28 0.31 0.38 0.34 7.16 4.38 5.68 1.94 3.39
Interval kepercayaan 95% untuk nilai rataan Batas Batas bawah atas 770.06 816.84 575.18 611.50 496.11 530.25 446.55 481.12 571.77 610.13 5.74 6.14 7.49 8.04 8.15 9.03 8.54 9.34 7.58 8.04 93.79 94.28 92.47 92.87 90.82 92.12 90.68 91.47 92.06 92.57 0.0007 0.0008 0.0009 0.0010 0.0008 0.0009 0.0038 0.0050 0.0015 0.0020 231.90 259.96 196.50 238.51 182.80 232.15 413.77 449.96 260.16 291.24 49.40 50.80 47.81 48.93 48.49 49.73 38.43 39.96 46.03 47.36 128.30 157.03 102.20 119.75 93.21 115.98 47.64 55.40 95.77 109.11
Min.
Maks.
628.63 1001.14 455.67 779.96 380.83 675.19 257.77 670.20 257.77 1001.14 4.33 8.27 5.73 9.93 5.40 12.10 6.37 12.66 4.33 12.66 90.34 96.60 90.57 94.39 83.61 95.03 84.59 92.48 83.61 96.60 0.0004 0.0011 0.0006 0.0013 0.0007 0.0013 0.0026 0.0183 0.0004 0.0183 50.80 346.05 38.47 373.61 50.73 360.40 237.00 521.35 38.47 521.35 44.94 55.55 43.28 52.97 43.68 54.42 30.92 45.01 30.92 55.55 32.31 295.20 42.53 172.26 13.69 175.01 21.15 83.74 13.69 295.20
53 Lampiran 9 Analisis sidik ragam (ANOVA) Model rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL). Perlakuan yang digunakan adalah umur panen buah melon dengan 4 taraf, yaitu: 46 HST, 53 HST, 60 HST, dan 67 HST, dan pengulangan sebanyak 55 kali. Pengujian dilakukan pada taraf kepercayaan 95 % ( = 0.05). Model linier: ij ij i ij
+ i+
ij
i
4j
…
= pengamatan pada umur panen ke-i dan ulangan ke-j = rataan umum = pengaruh umur panen ke-i = pengaruh acak pada umur panen ke-i ulangan ke-j
Hipotesis: H0 : … 4 (perlakuan tidak berpengaruh terhadap respon yang diamati) H1 : paling sedikit ada satu i dengan i 0 Tabel analisis sidik ragam (ANOVA) Sumber Derajat Kuarat Jumlah kuadrat F hitung Sig. keragaman bebas tengah Kekerasan Perlakuan 3476956.48 3 1158985.49 230.95 .000 Galat 1083948.10 216 5018.28 Total 4560904.58 219 TPT Perlakuan 297.27 3 99.09 62.21 .000 Galat 344.07 216 1.59 Total 641.34 219 Kadar air Perlakuan 293.32 3 97.78 42.16 .000 Galat 500.90 216 2.32 Total 794.22 219 Energi Perlakuan .00 3 .00 137.78 .000 Galat .00 216 .00 Total .00 219 Frekuensi Perlakuan 1832338.28 3 610779.43 113.43 .000 Galat 1163104.37 216 5384.74 Total 2995442.65 219 Magnitudo Perlakuan 4204.80 3 1401.60 230.53 .000 Galat 1313.24 216 6.08 Total 5518.04 219 Mo Perlakuan 235885.61 3 78628.54 53.71 .000 Galat 316187.54 216 1463.83 Total 552073.15 219 Karena semua respon menunjukkan nilai sig. (0.000) < 0.05 maka H0 ditolak, sehingga dapat disimpulkan ada perlakuan yang berpengaruh terhadap respon hasil pengamatan.
54 Lampiran 10 Hasil uji beda nyata Duncan’s multiple range test (DMRT) pada taraf kepercayaan 95% Rataan 46 HST 53 HST 60 HST 67 HST Kekerasan daging buah 793.45a 593.34b 513.18bc 463.83c a b b TPT 5.94 7.76 8.59 8.94b Kadar air 94.03a 92.67ab 91.47b 91.08b a a a Energi 0.0008 0.0010 0.0008 0.0044b Frekuensi 245.93a 217.51a 207.48a 431.87b a a a Magnitudo 50.10 48.37 49.11 39.20b Mo 142.67a 110.97a 104.59ab 51.52b Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan nilai yang berbeda nyata. Variabel
55 Lampiran 11 Analisis diskriminan Ringkasan statistik
Pengelompokan 1
Pengelompokan 2 (TPT) Pengelompokan 3 (umur panen) Variabel F E Mo
Variabel Umur panen
Kategori Frekuensi % 46 55 25 53 55 25 60 55 25 67 55 25 Kelompok kematangan Belum matang 144 65 Matang 76 35 Kelompok kematangan Belum matang 165 75 Matang 55 25 Minimum 38.4726 0.0004 13.6916
Matriks korelasi Variables F E Mo
Maksimum Rataan 521.3542 275.6954 0.0183 0.0017 295.2016 102.4377
F 1.0000 0.6101 -0.2759
Std. deviasi 116.9523 0.0019 50.2083
E
Mo
1.0000 -0.5608
1.0000
Statistik multikolinier: Statistik F E Mo Toleransi 0.6214 0.4611 0.6786 VIF 1.6094 2.1688 1.4737 Hasil analisis multikolinieritas antar variabel penduga (x) menunjukkan niai variance inflation factor (VIF) < 10 dan toleransi > 0.10, artinya variabel penduga (x) yang digunakan tidak bersifat multikolinier. Hasil uji Box’s dalam uji kesamaan matriks kovarian Pengelompokan 2 -2log(M) 102.24 F hitung 16.75 F (nilai kritis) 2.10 df1 6 df2 153844 p-value <0.0001 Α 0.05 p-value < 0.05, artinya matriks kovarian antara kelompok tidak homogen.
56 Pengelompokan 3 -2log(M) 7004.65 F hitung 114.88 F (nilai kritis) 2.10 df1 6 df2 62670 p-value <0.0001 Α 0.05 p-value < 0.05, artinya matriks kovarian antara kelompok tidak homogen. Hasil uji kesamaan vektor rataan Variabel Pengelompokan 1 F E Mo Pengelompokan 2 F E Mo Pengelompokan 3 F E Mo
Lambda 0.3883 0.3432 0.5727 0.9744 0.9319 0.9343 0.4029 0.3445 0.6556
F df1 df2 p-value 113.4285 3 216 < 0.0001 137.8145 3 216 < 0.0001 53.7140 3 216 < 0.0001 5.7221 1 218 < 0.0001 15.9256 1 218 < 0.0001 15.3300 1 218 < 0.0001 323.0756 1 218 < 0.0001 414.7305 1 218 < 0.0001 114.5309 1 218 < 0.0001
Hipotesis: H0: Variabel x tidak mampu membedakan klasifikasi dengan baik H1: Variabel x mampu membedakan klasifikasi dengan baik 1. f p-value < 0.05, artinya tolak H0 atau variabel f mampu membedakan klasifikasi dengan baik. 2. E p-value < 0.05, artinya tolak H0 atau variabel E mampu membedakan klasifikasi dengan baik. 3. Mo p-value < 0.05, artinya tolak H0 atau variabel Mo mampu membedakan klasifikasi dengan baik.
57 Eigenvalue pengelompokan Pengelompokan 1 F1 F2 F3 4.5289 Eigenvalue 0.1465 0.0004 96.8585 Diskriminasi (%) 3.1334 0.0081 96.8585 Akumulasi (%) 99.9919 100.0000 Hasil menunjukkan bahwa hanya menggunakan F1 saja telah cukup baik untuk menduga klasifikasi. Ini terlihat dengan nilai eigenvalue > 1 dan akumulasi % > 70 sedangkan di F2 eigenvalue telah < 1. Pengelompokan 2 F1 0.094 100 100
Eigenvalue Diskriminasi (%) Akumulasi (%) Pengelompokan 3 Eigenvalue Diskriminasi (%) Akumulasi (%)
F1 4.4965 100 100
Korelasi variabel terhadap faktor F F1 F2 Variabel Pengelompokan 1 F 0.85 0.41 E 0.90 -0.004 Mo -0.66 0.75 Pengelompokan 2 F -0.55 E -0.89 Mo 0.87 Pengelompokan 3 F 0.85 E 0.90 Mo -0.65 -
F3 -0.33 0.45 0.07 -
58 Diagram biplot korelasi variabel terhadap faktor F Pengelompokan 1 1.0
Pengelompokan 2 1.0
Mo f
0.5 F2 (0%)
F2 (3%)
0.5
E
0.0
-0.5
f
E
0.0
Mo
-0.5
-1.0
-1.0 -1.0
-0.5 0.0 0.5 F1 (97%)
1.0
-1.0
-0.5 0.0 0.5 F1 (100%)
1.0
Pengelompokan 3 1.0
F2 (0%)
0.5 E
Mo
0.0
f
-0.5
-1.0 -1.0
-0.5 0.0 0.5 F1 (100%)
1.0
Matriks fungsi skor diskriminan
Irisan F E Mo f*f f*E f*Mo E*E E*Mo Mo*Mo
46 -40.6895 0.0512 57640.42 0.1761 -0.0002 32.5162 0.0002 -29167363,14 -154.7300 -0.0004
Pengelompokan 1 53 60 -77.3856 -38.1240 0.0496 -0.0182 102950.76 73358.94 0.4172 0.1633 -0.0001 -0.0001 -7.6652 32.6235 -0.0001 0.0004 -39730019.99 -39101609.56 -235.0013 -129.9846 -0.0008 -0.0006
67 -36.9654 0.0881 2513.20 0.4058 -0.0001 0.2457 0.0002 -146564.24 -25.7820 -0.0036
59
Irisan F E Mo f*f f*E f*Mo E*E E*Mo Mo*Mo
Pengelompokan 2 Belum matang Matang -9.7070 -9.8023 0.0205 0.0175 1429.4788 557.7991 0.0762 0.0715 -0.0001 0.0000 11.9054 2.5295 0.0001 0.0000 -851712.73624 -146874.2497 -19.7329 -7.1869 -0.0003 -0.0003
Irisan F E Mo f*f f*E f*Mo E*E E*Mo Mo*Mo
Pengelompokan 3 Belum matang Matang -36.9794 -36.9654 0.0104 0.0881 59204.2051 2513.2044 0.1883 0.4058 -0.0001 -0.0001 17.6749 0.2457 0.0002 0.0002 -27401373.8919 -146564.2441 -139.7257 -25.7820 -0.0005 -0.0036
Posisi titik tengah plot pengelompokan diskriminan kuadratik
Pengelompokan 1
Pengelompokan 2 Pengelompokan 3
Kelompok 46 53 60 67 Belum matang Matang Belum matang Matang
F1 -1.34 -1.12 -1.19 3.65 0.22 -0.42 -1.22 3.66
F2 0.60 -0.21 -0.41 0.02 -
F3 -0.01 0.02 -0.02 -0.00 -
60 Lampiran 12 Hasil validasi fungsi skor diskriminan menggunakan metode leaveone-out cross-validation Kesalahan pengelompokan hasil validasi fungsi skor diskriminan kuadratik berdasarkan empat umur panen yang berbeda (pengelompokan 1) Umur panen
46 29 9 10 0 51
46 53 60 67 Total
pparent error rate (
Hasil klasifikasi 53 60 13 13 35 11 22 23 0 0 71 43 )
+
67 0 0 0 55 55
+ +
+
+
Total
%
55 55 55 55 220
47% 36% 58% 0% 35%
x
Kesalahan pengelompokan hasil validasi fungsi skor diskriminan kuadratik berdasarkan nilai TPT (pengelompokan 2) Kelompok kematangan Matang Belum matang Total
Hasil klasifikasi Matang Belum matang 18 58 13 131 31 189
pparent error rate (
+
)
Total
%
76 144 220
76% 9% 32%
x
Kesalahan pengelompokan hasil validasi fungsi skor diskriminan kuadratik pada dua kelompok kematangan yang berbeda berdasarkan umur panen (pengelompokan 3) Kelompok kematangan Matang Belum matang Total
Hasil klasifikasi Matang Belum matang 55 0 0 165 55 165
pparent error rate (
)
+
x
Total
%
55 165 220
0% 0% 0%
61 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Lamongan, 5 Agustus 1989 sebagai anak ke delapan dari sembilan bersaudara dari bapak Ali Zuhdi dan Ibu Maerozah. Pendidikan sarjana ditempuh pada 2007 – 2012 di Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Tahun 2013, penulis melanjutkan pendidikan pascasarjana program studi Teknologi Pascapanen, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Institut Pertanian Bogor. Sebagian dari tesis ini diterbitkan pada jurnal keteknikan pertanian (JTEP) dengan judul “ empel j ri Tingk t em t ng n Bu h elon riet s Golden Apollo enggun k n r meter iny l u r ”