Media Teknik Sipil, Volume XII, Januari 2012 ISSN 1412-0976
DAKTILITAS KOLOM BERDASARKAN RAGAM KERUNTUHAN KOLOM BETON BERTULANG Endah Safitri1) 1)Fakultas
Teknik, Jurusan Teknik Sipil, Uiversitas Sebelas Maret, Jl. Ir. Sutamai 36A, Surakarta 57126; Telp. 0271-634524. Email:
[email protected]
Abstrak Kolom merupakan elemen tekan dalam suatu rangka struktural. Kegagalan sebuah kolom pada lokasi yang kritis dapat mengakibatkan keruntuhan struktur secara keseluruhan. Perencanaan suatu kolom didasarkan pada kombinasi beban aksial dan momen yang didukung kolom tersebut. Diagram interaksi dipakai untuk mengetahui kekuatan penampang kolom dalam memikul beban. Variasi dalam pembebanan mengakibatkan suatu kolom dapat mengalami ragam keruntuhan tekan, imbang dan tarik. Ragam keruntuhan kolom berpengaruh pada daktilitas kolom tersebut. Dengan menggunakan model teganganregangan beton tanpa pengekangan Metode Modified Hognestaad diperoleh grafik hubungan momen kurvatur untuk menganalisa daktilitas kolom. Semakin besar gaya aksial yang diterima kolom, maka kolom cenderung akan mengalami ragam keruntuhan tekan sehingga daktilitasnya semakin turun dan bersifat getas. Kata kunci: daktilitas, kolom, ragam keruntuhan
Abstract The column is a compression element in a structural framework. Failure of a column on the critical site may result in collapse of the structure overall. The design of column based on a combination of axial load and moment that are supported by that column. Interaction diagram is used to determine the strength of the column. Variations in loading make a column can have a variety of failure i.e. compression, balanced or tension failure. The type of failure effect on the ductility of the column. By using a model of the stress-strain concrete without restraint Hognestaad Modified method, is obtained moment curvature relationship graphs to analyze the column ductility. The larger axial force received by column that will likely to compression failure. The ductility getting down that are brittle. Keywords: ductility, columns, the type of failure
failure) tidak memberikan peringatan awal yang cukup jelas, terjadi mendadak karena beton di zona tekan hancur tanpa melelehnya tulangan baja.
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam sistem struktur portal/frame, kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka (frame) struktural yang menopang balok, lantai, serta seluruh beban di lantai tersebut serta lantai-lantai di atasnya. Kolom meneruskan beban-beban dari elevasi atas ke elevasi yang lebih bawah hingga akhirnya sampai tanah melalui pondasi. Keruntuhan kolom struktural merupakan hal yang sangat berarti ditinjau dari segi ekonomis dan keselamatan manusia. Keruntuhan pada satu kolom merupakan lokasi kritis yang dapat menyebabkan collapse (runtuhnya) lantai yang bersangkutan, dan juga keruntuhan total seluruh strukturnya. Apabila kolom runtuh, maka runtuhlah seluruh sistem struktur di atasnya. Oleh karena itu, dalam merencanakan kolom perlu lebih waspada, yaitu dengan memberikan kekuatan cadangan yang lebih tinggi daripada yang dilakukan pada balok dan elemen struktural horisontal lainnya. SK SNI 032847-2002 mensyaratkan faktor reduksi kekuatan (ø) yang lebih rendah dalam mendesain anggota tekan daripada faktor ø di dalam lentur, geser atau torsi. Hal ini penting dikarenakan keruntuhan tekan (compressive
Perencanaan suatu kolom didasarkan pada kekuatan dan kekakuan penampang lintangnya terhadap aksi beban aksial dan momen lentur. Kekuatan dalam kombinasi beban aksial dan lentur harus memenuhi keserasian tegangan dan regangan. Adanya variasi dalam nilai beban yang bekerja, ragam keruntuhan yang terjadi mungkin saja bukan merupakan keruntuhan imbang. Keruntuhan tarik atau keruntuhan tekan berturut-turut dapat terjadi tergantung pada nilai beban aksial yang bekerja pada penampang tersebut.
Gambar 1. Distribusi regangan pada tiap ragam keruntuhan 1
Endah Safitri, 2012, Daktilitas Kolom… Media Teknik Sipil, Vol. XII, No.1, Hal 1 - 6
Dari kurva diatas, hubungan tegangan – regangan awalnya bersifat linier. Perilaku ini akan menyimpang dari kondisi linier bersamaan mulai terjadinya retakretak pada beton yang pada awalnya timbul pada daerah transisi agregat dan pasta. Penjalaran retak ini akan memperlemah resistansi/ketahanan beton terhadap beban sehingga terbentuk kurva tegangan – regangan yang melengkung. Regangan ultimit beton pada metode Modified Hognested adalah 0,0038 sesuai dengan EuroCode 2. Untuk Peraturan ACI-318 membolehkan regangan tekan beton 0,003, dan 0,0035 untuk Peraturan CEB [1].
Dari Gambar 1. berdasarkan pada besarnya regangan dalam tulangan muka tarik, penampang suatu kolom dapat mengalami ragam keruntuhan : (a). Ragam keruntuhan tekan (compression failure), karena tegangan tarik yang terjadi pada baja tulangan tarik cukup kecil, maka kegagalan kolom ditentukan oleh hancurnya material beton (Bila e < eb atau Pn > Pnb). (b). Ragam keruntuhan imbang (balanced failure), karena tegangan tarik yang terjadi pada baja tulangan tarik mencapai leleh bersamaan dengan hancurnya material beton yang menahan tegangan tekan (Bila e = eb atau Pn = Pnb). (c). Ragam keruntuhan tarik (tension failure), karena tegangan tarik pada baja tulangan tarik makin besar sehingga mencapai leleh, tetapi material beton masih kuat menahan beban tekan (Bila e > eb atau Pn < Pnb).
Menurut Park-Paulay (1975), pada suatu elemen beton bertulang yang dikenai momen dan gaya aksial, jarijari kurvatur R adalah jarak yang diukur dari garis netral. Jari-jari kurvatur, jarak garis netral kd, regangan tekan beton εc, dan regangan tarik baja εs, akan bervariasi sepanjang batang karena adanya retak mengakibatkan beton mengalami sedikit tarik.
Pada struktur yang diinginkan mengalami simpangan lateral yang besar maka dibutuhkan daktilitas yang tinggi agar memungkinkan terbentuknya sendi plastis yang daktail sehingga memungkinkan terjadi disipasi energi yang baik [6]. Kolom struktur paling bawah harus mempunyai daktilitas yang tinggi agar sudut rotasi (φ) yang dihasilkan juga besar. Dengan begitu memberi kesempatan terjadinya sendi plastis pada balok. 1.2.Tujuan
Gambar 3. Deformasi batang lentur [5]
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberi gambaran kepada perencana struktur pada saat merencanakan penulangan kolom, karena pemilihan ragam keruntuhan kolom berhubungan dengan daktilitas kolom yang akan didesain.
Dengan mengambil elemen perpindahan dx yang kecil, maka rotasi yang terjadi di ujung elemen adalah : ε dx dx ε c dx = = s R kd d (1 − k ) εs 1 εc = = R kd d (1 − k )
2. STUDI PUSTAKA Untuk menganalisa suatu kolom, diperlukan suatu model matematis yang dapat menggambarkan hubungan antara tegangan (σ) dan regangan (ε) beton tersebut. Dari banyak model tegangan-regangan beton tanpa pengekangan, seperti Model Hognestaad (1951), Model Todescini (1964), Model Popovic (1973) dan Model Torenfeldt (1987), pada penelitian ini dipakai diagram σ-ε untuk beton normal Model Hognestaad (1951). Hal ini dikarenakan model ini sudah dikenal dengan baik dan menunjukkan prediksi teganganregangan beton normal yang cukup akurat [4].
Apabila 1/R adalah kurvatur elemen tersebut (rotasi persatuan panjang) diganti notasinya menjadi φ, maka persamaan diatas menjadi : ϕ=
εc kd
=
εs d (1 − k )
=
εc + εs d
Dari persamaan diatas bisa disimpulkan bahwa kurvatur φ adalah gradien kemiringan dari diagram regangan. Nilai kurvatur akan bervariasi sepanjang batang dikarenakan adanya perubahan antara posisi kedalaman garis netral dan regangan antara daerah retak. Elemen yang daktail adalah elemen yang mampu mempertahankan sebagian besar momen kapasitas pada saat mencapai µφ yang direncanakan. Daktilitas elemen beton bertulang dinyatakan dengan daktilitas kurvatur (µφ = φu/φy), dimana φu = εcu/c1. Pada saat regangan beton tak terkekang (beton luar sengkang) lebih besar dari εcu = 0,004 tinggi c tidak termasuk bagian yang sudah spalled (c – d’). Nilai φy diperoleh pada saat kondisi regangan tulangan tarik pertama kali
Gambar 2. Kurva tegangan-regangan beton Model Hognestaad [2] 2
Endah Safitri, 2012, Daktilitas Kolom… Media Teknik Sipil, Vol. XII, No.1, Hal 1 - 6
mencapai regangan leleh baja yang dipakai. Kondisi ini disebut kurvatur leleh pertama (φy = εc/c) [3]. εcu εc c1 c
φy φu εy εs
Gambar 4. Diagram tegangan-regangan pada saat leleh pertama dan ultimit
3. METODE PENELITIAN Momen dan kurvatur merupakan dua parameter yang dapat digunakan untuk menentukan daktilitas suatu kolom. Untuk mengetahui hubungan antara momen dan kurvatur pada kolom dilakukan analisis terhadap kolom pada kondisi P = 0 dan kondisi ragam keruntuhan balance. Dengan menggunakan kurva tegangan-regangan beton tak terkekang metode Modified Hognested dicari kurva tegangan-regangan kolom yang akan dianalisa.
Gambar 6. Diagram interaksi kolom tertinjau Pada kurva tegangan-regangan beton Model Hognestaad, absis regangan dibagi menjadi beberapa pias yang lebih kecil (diambil tiap pias selebar 0,0003). Kemudian dengan rumus yang ada dicari tegangan pada tiap pias regangan, sehingga akan didapat hubungan antara tegangan-regangan dari kolom tertinjau seperti terlihat di Tabel 1 dan Gambar 7 berikut ini.
Ditinjau suatu penampang kolom : 300 x 300 mm dengan tulangan 4D22, Mutu beton fc’ = 25 MPa dan mutu tulangan baja fy = 320 Mpa, d = 240 mm dan d’ = 60 mm.
Tabel 1. Besarnya tegangan pada tiap pias regangan beton
2 D22
300 2 D22 300
Gambar 5. Penampang kolom beton tak terkekang Untuk mengetahui kekuatan penampang kolom dalam memikul beban dibuat diagram interaksi, yaitu suatu grafik daerah batas yang menunjukkan ragam kombinasi beban aksial dan momen yang dapat ditahan oleh kolom secara aman [7].
εc
f 'c
εo = 1,8 f"c/Ec 0,0019
fc
f c / f'c
25
Ec = 4700 Vf"c 23500
0,0003 0,0006
7,2197
0,2888
25
23500
0,0019
13,2122
0,5285
0,0009
25
23500
0,0019
17,9775
0,7191
0,0012
25
23500
0,0019
21,5156
0,8606
0,0015
25
23500
0,0019
23,8264
0,9531
0,0018
25
23500
0,0019
24,9100
0,9964
0,0019
25
23500
0,0019
25,0000
1,0000
0,0021
25
23500
0,0019
24,6320
0,9853
0,0024
25
23500
0,0019
24,0351
0,9614
0,0027
25
23500
0,0019
23,4383
0,9375
0,0030
25
23500
0,0019
22,8415
0,9137
0,0038
25
23500
0,0019
21,2500
0,8500
1,2
Tegangan
1 0,8 0,6 0,4 0,2 0 0
0,0005 0,001 0,0015 0,002 0,0025 0,003 0,0035 0,004 Regangan
Gambar 7. Grafik hubungan tegangan regangan kolom tertinjau yang dianalisa berdasarkan Model Hognested 3
Endah Safitri, 2012, Daktilitas Kolom… Media Teknik Sipil, Vol. XII, No.1, Hal 1 - 6
d −c .ε c c d −c fs = ε s .Es = .ε c.2.105 c
Dengan menggunakan blok tegangan beton tertekan, dicari besarnya gaya tekan pada beton (Cc).
εs =
(2)
Dengan kesetimbangan gaya : Cc = Ts k1.k3.fc’.b.c = As.fs
(3)
Dari persamaan (2) dan (3) maka akan didapat nilai kedalaman sumbu netral (c), sehingga nilai momen penampang kolom bisa dihitung dengan rumus : Mn = Cc (d – k2 c) (4) dan kurvatur φ = εc/c (5)
Gambar 8. Blok tegangan beton tertekan
Grafik hubungan antara momen dan kurvatur pada kolom bisa digambarkan dari dua persamaan diatas. b. Analisis terhadap kolom pada kondisi ragam keruntuhan balance Gambar 9. Nilai k1 dan k2 untuk berbagai variasi distribusi tegangan [2] k1 = rasio luasan dalam blok tegangan terhadap luasan persegi panjang c.k3.fc’ k2 = rasio kedalaman titik berat luasan blok tegangan luar terhadap kedalaman sumbu netral diukur dari serat-serat tekan terluar k3 = rasio fc/f’c
Gambar 11. Regangan dan tegangan kolom pada kondisi ragam keruntuhan balance
Nilai gaya tekan pada beton : Cc = k1.k3.fc’.b.c
(1)
eb =
Tabel 2. Nilai Cc tiap pias regangan beton εc
k1
k2
k3
fc’
b
Cc = ….c
0,0003
0,5
0,333
0,2888
25
300
1082,9583
0,0006
0,5
0,333
0,5285
25
300
1981,8333
0,0009
0,5
0,333
0,7191
25
300
2696,6250
0,0012
0,67
0,375
0,8606
25
300
4324,6267
0,0015
0,67
0,375
0,9531
25
300
4789,1042
0,0018
0,67
0,375
0,9964
25
300
5006,9100
0,0019
0,85
0,425
1,0000
25
300
6375,0000
0,0021
0,85
0,425
0,9853
25
300
6281,1505
0,0024
0,85
0,425
0,9614
25
300
6128,9622
0,0027
0,85
0,425
0,9375
25
300
5976,7739
0,0030
0,85
0,425
0,9137
25
300
5824,5855
0,0038
0,85
0,425
0,8500
25
300
5418,7500
' dan ε s ' = c − d .ε c
d −c .ε c c
εs =
c
(
)
(
)
(
)
(
Mnb Cc. y − k 2.c + Cs. y − d ' + Ts. d − y = Pnb Cc + Cs − Ts
)
(
)
c −d' h .ε c .2.10 5 h − d ' k1.k 3. fc'.b.c. 2 − k 2.c + As'. 2 c d −c 5 h + As. c .ε c .2.10 . d − 2 eb = c −d' d − c ε c .2.10 5 − As. .ε c .2.10 5 k1.k 3. fc'.b.c + As'. c c
(
)
(6)
Persamaan (6) dipakai untuk mencari nilai “c”. Dengan eb = 135,1096 mm, maka Persamaan diatas merupakan persamaan polinomial orde 3. Oleh karena itu untuk masing-masing harga regangan tekan pada serat terluar, tinggi sumbu netral (c) diperoleh dengan menggunakan teknik Metode Newton Rapson. Tinggi sumbu netral (c) dicari sedemikian rupa sehingga gaya-gaya dalam pada beton dan tulangan baja menjadi seimbang dengan faktor toleransi sebesar 5%. Jika sumbu netral yang benar telah diperoleh maka momen perlawanan yang sesuai dengan regangan serat terluar diperoleh dari gaya-gaya dalam pada penampang.
a. Analisis terhadap kolom pada kondisi P = 0
(
Mn = Cc . h
Gambar 10. Regangan dan tegangan kolom pada kondisi P = 0
2
)
(
− k 2 .c + Cs . h
2
)
(
− d ' + Ts d − h
2
)
(7)
Grafik hubungan antara momen dan kurvatur pada kolom bisa digambarkan dari Persamaan (7) dan (5). 4
Endah Safitri, 2012, Daktilitas Kolom… Media Teknik Sipil, Vol. XII, No.1, Hal 1 - 6
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
0,0009
151,0442
0,0005
0,0005
0,0012
142,0413
0,0007
0,0008
0,0015
145,1769
0,0009
0,0010
Dari hasil perhitungan, diperoleh nilai “c” sebagai berikut :
0,0018
148,7284
0,0011
0,0011
0,0019
139,6684
0,0011
0,0014
Tabel 3. Nilai c dan checking εs < εy
0,0021
142,4759
0,0012
0,0014
0,0024
146,6067
0,0014
0,0015
0,0027
150,3136
0,0016
0,0016
0,0030
153,6792
0,0018
0,0017
0,0038
161,3988
0,0024
0,0019
a. Analisis terhadap kolom pada kondisi P = 0
εc
c
εs
fy
εy =fy/Es
0,0003
81,6657
0,00058
320
0,0016
0,0006
84,5839
0,00110
320
0,0016
0,0009
87,8661
0,00156
320
0,0016
0,0012
81,7198
0,00232
320
0,0016
0,0015
85,7183
0,00270
320
0,0016
0,0018
90,4234
0,00298
320
0,0016
0,0019
84,3242
0,00354
320
0,0016
0,0021
87,9257
0,00363
320
0,0016
0,0024
93,4212
0,00377
320
0,0016
0,0027
98,5653
0,00387
320
0,0016
0,0030
103,4225
0,00396
320
0,0016
0,0038
115,3079
0,00411
320
0,0016
Pada regangan εc = 0,0027 ternyata tulangan tarik dan tekan sudah leleh sehingga untuk regangan εc = 0,0027 s.d 0,0038 gaya tarik dan tekan pada tulangan Ts = Cs = As.fs memakai fs = fy = 320 Mpa. Tabel 6. Gaya-gaya dalam penampang kolom εc 0,0003
Cc (N) 158453,9595
Cs (N) 26910,1208
Ts (N) 29207,2927
Pn (105) (N) 1,5616
0,0006
294452,7722
54389,3401
56138,1915
2,9270
0,0009
407309,5812
82487,0905
80594,9659
4,0920
Pada regangan εc = 0,0012 ternyata tulangan tarik sudah leleh sehingga untuk regangan εc = 0,0012 s.d 0,0038 gaya tarik pada tulangan Ts = As.fs memakai fs = fy = 320 Mpa. Kedalaman sumbu netral dihitung
0,0012
614275,4179
105388,7576
125836,0738
5,9383
0,0015
695267,3491
133816,8578
148971,4488
6,8011
0,0018
744669,8152
163281,3280
167961,3440
7,3999
0,0019
890385,8241
166093,2059
209172,1465
8,4731
dengan rumus : c = As. fy k1.k 3. fc '.b
0,0021
894912,8741
184841,8426
218567,0617
8,6119
0,0024
898546,8204
215577,8391
232470,8515
8,8165
0,0027
898390,3788
243284,9351
243284,9351
8,9839
0,0030
895117,6140
243284,9351
243284,9351
8,9512
0,0038
874579,6884
243284,9351
243284,9351
8,7458
Tabel 4. Momen dan kurvatur φ εc
c (mm)
Cc (N)
Ts (N)
Mn (107) Nmm
φ = εc/c (10-6)
0,0003
84,5839
88440,580
88440,580
1,8821
3,6735
0,0006
87,8661
167631,185
167631,185
3,5510
7,0935
0,0009
56,2557
236942,024
236942,024
4,9933
10,2429
243284,935
5,3256
14,6843
0,0012
Tabel 7. Momen dan kurvatur φ εc
φ = εc/c (10-6)
0,0003
Mn (107) (Nmm) 20891535,6612
0,0006
39389713,0355
4,0383 5,9585
2,0504
50,7997
243284,935
0,0015
48,5898
243284,935
243284,935
5,3754
17,4992
0,0009
55457370,0028
0,0018
38,1623
243284,935
243284,935
5,3955
19,9064
0,0012
78391618,8188
8,4482
0,0019
38,7325
243284,935
243284,935
5,4443
22,7100
0,0015
90525849,5118
10,3322
0,0021
39,6943
243284,935
243284,935
5,4384
23,8838
0,0018
99558524,3305
12,1026
243284,935
5,4284
25,6901
0,0019
110602189,4693
13,7111
0,0024
40,7051
243284,935
0,0027
41,7686
243284,935
243284,935
5,4180
27,3930
0,0021
113319449,8690
14,7393
0,0030
44,8969 44,8969
243284,935
243284,935
5,4070
29,0072
0,0024
117599522,2281
16,3703
243284,935
243284,935
5,3746
32,9552
0,0027
121157722,1982
17,9624
0,0030
119595525,0566
19,5212
0,0038
114986897,9463
23,5442
0,0038
Daktilitas kolom µφ = φu/φy = 32,9552/14,6843 = 2,244
Daktilitas kolom µφ = φu/φy = 23,5442/17,9624
b. Analisis terhadap kolom pada kondisi ragam keruntuhan balance
= 1,311
Dari hasil perhitungan Metode Newton Rahpson, diperoleh nilai “c” sebagi berikut : Tabel 5. Nilai c dan checking εs’ < εs εc
c
εs'
εs
0,0003
146,3158
0,0002
0,0002
0,0006
148,5760
0,0004
0,0004 5
Endah Safitri, 2012, Daktilitas Kolom… Media Teknik Sipil, Vol. XII, No.1, Hal 1 - 6
5. SIMPULAN
14
Daerah ragam keruntuhan tekan
12
Kondisi ragam keruntuhan balance
10
Momen (107) Nmm
Perencanaan suatu kolom didasarkan pada kombinasi beban aksial dan momen yang didukung kolom tersebut. Diagram interaksi dipakai untuk mengetahui kekuatan penampang kolom dalam memikul beban. Variasi dalam pembebanan mengakibatkan suatu kolom dapat mengalami ragam keruntuhan tekan, imbang dan tarik. Ragam keruntuhan kolom berpengaruh pada daktilitas kolom tersebut. Dari tiga ragam keruntuhan kolom tersebut, ragam keruntuhan tarik lebih daktail daripada ragam keruntuhan yang lain. Semakin besar gaya aksial yang diterima kolom, maka kolom cenderung akan mengalami ragam keruntuhan tekan sehingga daktilitasnya semakin turun dan bersifat getas. Keruntuhan tekan (compressive failure) sangat berbahaya karena tidak memberikan peringatan awal yang cukup jelas. Terjadi mendadak karena beton di zona tekan hancur tanpa melelehnya tulangan baja.
8
Daerah ragam keruntuhan tarik 6
Kondisi P = 0 4
2
0 0
5
10
Kondisi M = 0
15 20 kurvatur φ (10-6)
25
30
35
Gambar 12. Grafik hubungan momen – kurvatur
6. DAFTAR PUSTAKA
Gambar 12. diatas memperlihatkan bahwa pada kolom yang terbebani secara sentris, dalam arti kolom tidak menahan momen (M=0) maka kolom tersebut tidak bisa berdeformasi karena sudut rotasi/kurvaturnya nol.
[1] Nawy, Edward G, Tavio, Benny Kusuma, 2010, Beton Bertulang Suatu Pendekatan Dasar Edisi Kelima Tata Cara ACI 318-05, ITS Press, Surabaya
Pada kolom dengan kondisi P = 0 (lentur murni), mempunyai daktilitas kurvatur (2,244) lebih besar daripada daktilitas kurvatur kolom dengan kondisi ragam keruntuhan balance (1,311). Artinya daktilitas turun seiring dengan peningkatan beban aksial yang diterima oleh kolom.
[2] Park, R. dan Pauly, T., 1975, Reinforced Concrete Structures, John Wiley dan Sons, New York [3] Sabariman, Bambang, Rachmat Purwono, Priyosulistyo, 2004, Efek Pengekangan Kolom Berlubang Beton Mutu Normal Terhadap Daktilitas Kurvatur, Civil Engineering Dimension, Vol. 6, No. 1, pp 1-6, March 2004, ISSN 14109530
Kondisi P = 0 (lentur murni) hanya dialami oleh balok dan tidak mungkin dialami oleh kolom, karena kolom merupakan elemen struktur yang terkena beban aksial tekan tanpa memperhatikan apakah momen lentur juga bekerja padanya. Oleh karena itu bisa disimpulkan bahwa daktilitas elemen lentur lebih besar daripada elemen tekan (kolom). Beban aksial yang mendominasi pada kolom mengakibatkan perilaku kegagalan tekan tidak dapat dihindarkan.
[4] Sudarsana, IK, 2010, Analisis Pengaruh Konfigurasi Tulangan Terhadap Kekuatan dan Daktilitas Kolom Beton Bertulang, Jurnal Ilmiah Teknik Sipil Vol. 14, No. 1, Januari 2010, hal. 57-68 [5] Tavio, Iman Wimbadi dan Roro, 2011, Studi daktilitas Kurvatur pada Kolom Persegi Panjang Beton Bertulang Terkekang dengan Menggunakan Visual Basic 6.0, Seminar Nasional VII 2011 Penanganan Kegagalan Pembangunan dan Pemeliharaan Infrastruktur, Teknik Sipil ITS, Surabaya
Kegagalan kolom dapat terjadi sebagai suatu akibat dari kegagalan material dengan pelelehan baja pada sisi muka tarik (keruntuhan tarik) atau kehancuran awal beton pada muka tekan (keruntuhan tekan), atau dengan kehilangan stabilitas struktural lateral (melalui tekuk). Dari Gambar 12. terlihat bahwa kolom dengan ragam keruntuhan tarik lebih daktail daripada keruntuhan tekan. Semakin besar gaya aksial yang diterima oleh kolom akan mengakibatkan eksentrisitas kolom semakin kecil. Kemungkinan kehancuran beton pada muka tekan lebih besar daripada melelehnya baja tulangan pada sisi tarik, sehingga kolom bersifat lebih getas (tidak daktail).
[6] Tumilar, Steffie, 2010, Petunjuk Perancangan Struktur Berdasarkan Ketentuan ASCE 7-05, IBC-2009 dan ACI 318-08 [7] Wahyudi, L, dan Syahril A.Rahim, 1997, Struktur Beton Bertulang Standar Baru SNI T-15-1991-03, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
6