DAFTAR PUBLIKASI Publikasi dalam seminar 1. Utami, H., Budiman, A., Sutijan, Roto, Sediawan, W.B., Kinetics Modeling for Synthesis of Terpineol from Turpentine, ISSN: 2094-3660, Proceedings 16th ASEAN Regional Symposium on Chemical Engineering, Manila, Philippines, December 1-2,2009. 2. Utami, H., Budiman, A., Sutijan, Roto, Sediawan, W.B., Synthesis of α-Terpineol from Turpentine by Hydration in a Batch Reactor, ISBN : 978974-466-513-3, Proceedings 17th ASEAN Regional Symposium on Chemical Engineering, Bangkok, Thailand, November 22-23, 2010. 3. Utami, H., Sutijan, Roto, Sediawan, W.B., Kinetics Modeling of Hydration α-Pinene to α-Terpineol Using Solid Catalyst, 18th ASEAN Regional Symposium on Chemical Engineering, Ho Chi Minh, Vietnam, October 2526, 2011. 4. Utami, H., Sutijan, Roto, Sediawan, W.B., Liquid-Liquid Equilibrium for Binary Mixtures of α-Pinene + Water and α-Terpineol + Water, pISSN 2010-376X, eISSN 2010-3778, Proceedings World Academy of Science, Engineering and Technology, Istanbul, Turkey, June 20-21, 2013. Publikasi dalam jurnal ilmiah 1. Utami, H., Budiman, A., Sutijan, Roto, Sediawan, W.B., Studi Kinetika Reaksi Heterogen α-Pinene Menjadi Terpineol Dengan Katalisator Asam Khloro Asetat, ISSN 0852-0798, Volum 13 Nomor 4, Desember 2011, Jurnal Reaktor (Terakreditasi: SK No.66b/DIKTI/Kep/2011). 2. Utami, H., Sutijan, Roto, Sediawan, W.B., Heterogeneous Kinetics of Hydration of α-Pinene for α-Terpineol Production: Non-Ideal Approach, International Journal of Engineering and Applied Sciences, Online Journal Issues : Volum 7, No.4, 2011. 3. Utami, H., Sutijan, Roto, Sediawan, W.B., Sintesis α-Terpineol dari Terpentin dengan Katalisator Asam Khloro Asetat Secara Batch, ISSN 1693-0533, Jurnal Ilmiah Sains dan Teknologi, Institut Teknologi Surabaya, Vol 11., No.1, Februari 2012 (Terakreditasi SK No. 83/DIKTI/Kep/2009). 4. Utami, H., Sutijan, Roto, Sediawan, W.B., Liquid-Liquid Equilibrium For System Composed of α-Pinene, α-Terpineol and Water, International Journal of Chemical Engineering and Applications, Vol 4., No. 1, Februari 2013 (ISSN 2010-0221).
xix
I. PENGANTAR A. Latar Belakang Luas penetapan kawasan hutan oleh Departemen Kehutanan antara tahun 1950 – 2005 dapat ditunjukkan di Tabel 1.1. (Dephut, 2005). Luas ini mencakup kawasan suaka alam, hutang lindung dan hutan produksi. Data tersebut menunjukkan semakin berkurangnya luas area hutan di Indonesia dari tahun ke tahun. Tabel 1.1. Luas area hutan Indonesia No.
Tahun
1. 2. 3. 4.
1950 1992 2003 2005
Luas Area Hutan, juta hektar 162,0 118,2 110,0 93,2
Produk hutan dapat diklasifikasi menjadi produk kayu dan non kayu. Produk kayu atau Hasil Hutan Kayu (HHK) dapat secara langsung dimanfaatkan dalam bentuk kayu non olahan dan olahan setelah melalui proses secara mekanis seperti plywood, timber, particle board dan fibre board. Mengingat sumberdaya hutan berupa kayu yang semakin sedikit, maka pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) perlu dikembangkan. Untuk hasil hutan non kayu ini terdiri dari produk nabati dan hewan. Produk hasil hutan non kayu nabati dapat dikelompokkan antara lain kelompok rotan, bambu dan kelompok bahan ekstraktif antara lain damar, terpentin, kopal, dan gondorukem (Dephut, 2013). Akibat pemanfaatan hasil hutan yang masih bertumpu pada kegiatan pengelolaan hutan berbasis produk kayu akan mempercepat berkurangnya luas hutan di Indonesia. Laju kerusakan hutan periode 1985-1997 tercatat 1,6 juta hektar per tahun, sedangkan pada periode tahun 1999-2000 menjadi 3,8 juta hektar per tahun. Ini menjadikan Indonesia sebagai salah satu tempat dengan tingkat kerusakan hutan tertinggi di dunia. Di Indonesia berdasarkan hasil penafsiran citra landsat tahun 2000
1
terdapat 101,73 juta hektar hutan dan lahan rusak, diantaranya seluas 59,62 juta hektar berada dalam kawasan hutan (Dephut, 2013). Bank Dunia pada tahun 1986 silam memperingatkan, jika laju kerusakan hutan tidak bisa dihentikan, maka Indonesia akan menjadi negeri tandus alias padang pasir pada tahun 2026 nanti (Kartiadi, 2010). Kondisi ini harus disikapi dengan arif dan segera dicari upayaupaya penyelamatan hutan oleh pemerintah Indonesia dan seluruh warga negara. Tindakan pengembalian hutan bisa melalui rehabilitasi lahan, reboisasi, dan pengelolaan daerah aliran sungai (DAS) yang lebih baik. Tindakan lainnya adalah mengelola dan menjaga hutan yang masih ada. Agar usaha ini bisa dilaksanakan dengan baik, perlu ada peraturan ketat sehingga tidak terjadi lagi penyalahgunaan. Hal itu bisa saja dilakukan oleh warga lokal, masyarakat adat, perusahaan ataupun pemerintah daerah (Mangrove Information Centre, 2009). Salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk menyelamatkan hutan di Indonesia adalah menghentikan atau mengurangi pengelolaan hutan berbasis produk kayu menjadi pengelolaan hutan berbasis non kayu. Dengan kondisi itu masyarakat justru akan memelihara tanaman hutan dengan harapan bisa memperoleh manfaat dari produk tanaman yang terbarukan. Potensi yang bisa menjadi salah satu target andalan adalah hutan kayu pinus. Keberadaan pohon pinus dengan sejumlah produk turunannya berbeda dengan hutan jati yang selama ini menjadi andalan P.T. Perhutani. Pendapatan kayu jati murni hanya dari kayu. Adapun untuk pohon pinus, produk bisa berasal dari getahnya, sementara kayunya tetap dipertahankan. Perluasan areal hutan pinus dapat dilakukan dengan menanam pinus di lahan kosong dalam
program reboisasi, dan mendesain ulang hutan yang kurang produktif.
Penghasilan dari getah pohon bisa menjadi solusi jangka panjang pelestarian hutan sekaligus meningkatkan pendapatan P.T. Perhutani. Pinus (Pinus merkusii Jungh. et de Vriese ) atau disebut tusam juga dikenal sebagai pinus Sumatra (Sumatran pine) merupakan satu-satunya jenis tusam yang mampu menyebar secara alami ke kawasan selatan khatulistiwa. Tanaman ini
2
pertama kali ditemukan oleh seorang botanis asal Jerman, Dr. F. R. Junghuhn pada tahun 1841 di kawasan Tapanuli Selatan. Tusam jenis ini merupakan tusam yang cepat tumbuh dan tidak memerlukan persyaratan khusus untuk tumbuh, bahkan dapat tumbuh di area yang tanahnya kurang subur. Tanaman ini dapat tumbuh dengan baik pada dataran dengan ketinggian antara 200-1700 m dpl. Pada umur 10 tahun, Pinus merkusii mulai dapat dipungut getahnya. Pohon tua dapat menghasilkan 3060 kg getah per tahun, 20-40 kg resin murni per tahun dan 7-14 kg terpentin per tahun (Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan, 2001). Pengelolaan hutan pinus berbasis non kayu dapat dilakukan dengan cara mengambil getahnya tanpa harus menebang pohonnya. Selanjutnya getah tersebut dipisahkan dari kotorannya dengan cara distilasi untuk menghasilkan minyak terpentin. Pada tahun 2009, dari total produksi getah pinus, dengan proses distilasi diperoleh produk 70% menjadi minyak gondorukem dan 15% menjadi terpentin. Pengelolaan hutan pinus yang merupakan bahan baku pembuatan terpentin, saat ini ditangani
oleh
P.T.
Perhutani
yang
merupakan
BUMN
dengan
tugas
menyelenggarakan perencanaan, pengurusan, pengusahaan dan perlindungan hutan. Dari tiga wilayah kerjanya dihasilkan terpentin sebanyak 5.500 ton/tahun (Unit I/Jateng), 37.500 ton/tahun (Unit II/Jatim) dan 7000 ton/tahun (Unit III/Jabar, Banten). Produk terpentin sebagian kecil yaitu 3.000 ton/tahun diolah oleh P.T. Perhutani Anugerah Kimia (anak perusahaan P.T. Perhutani) dan sisanya sekitar 94% diekspor langsung dalam bentuk minyak terpentin (Humas Perum Perhutani, 2010). Terpentin mengandung α-pinene yang merupakan komponen utama dan sejumlah senyawa kimia lainnya. Alpha-pinene ini dapat dibuat menjadi bahan kimia lainnya seperti α-terpineol (Bianchini et al., 1985). Bahan kimia lain yang bisa dibuat dari α-pinene adalah camphor (Vicevic et al., 2007), terpene phenol aldehyd resin (Wang et al., 2000) dll. Beberapa bahan kimia seperti parfum juga diproduksi dari α-pinene and β-pinene. Hidrasi α-pinene dalam larutan asam akan menghasilkan
3
campuran kompleks monocyclic terpenes, terpene alcohols dan hidrokarbon yang berguna untuk membuat wewangian (fragrances) dan bahan obat (Dorsky, 1991). Produk turunan α-pinene dapat dibuat dengan cara empat cincin pada α-pinene akan membentuk ikatan hidrokarbon yang reaktif. Sebagai contoh, dengan hidrasi atau penambahan hidrogen halida maka ikatan alkena pada α-pinene akan membentuk ikatan produk baru di bawah kondisi asam. Jika ditambahkan asam sulfat dan etanol maka produk utama adalah terpineol dan ethyl ether. Jika ditambahkan asam asetat glasial maka akan terbentuk ester asetat. Dan jika ditambahkan asam encer, maka akan terbentuk terpene hydrate menjadi produk utama (Moore et al., 1983). Dengan membuat produk turunan dari terpentin diharapkan akan diperoleh nilai jual yang lebih tinggi dibandingkan dengan terpentin itu sendiri. Salah satu produk turunan dari terpentin adalah α-terpineol. Untuk informasi harga bahan baku dan produk jika produk turunan α-terpineol, dapat dilihat pada Tabel 1.2. Dari Tabel tersebut dapat dilihat peningkatan harga produk yang jauh lebih besar dibandingkan harga bahan bakunya. Tabel 1.2. Harga bahan baku dan produk α-terpineol No. Bahan Harga, Rp/kg 1. Terpentin 21.860,00 2. Asam khloroasetat 10.051,00 3. 125.292,00 α-Terpineol Sumber : www.indonetwork.co.id dan www.alibaba.com Produk α-terpineol ini dapat digunakan untuk bahan baku industri minyak cat, kosmetik, bahan pelarut, disinfektan, farmasi, dll. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Aguirre et al. (2005), sintesis α-terpineol dilakukan dengan bahan dasar α-pinene yang merupakan komponen terbesar dari terpentin. Sedangkan untuk mendapatkan α-pinene, terpentin terlebih dahulu perlu dipisahkan dari komponen lainnya dengan cara distilasi (Zinkel and Russel, 1980). Minyak terpentin
4
mengandung sekitar 65-85% α-pinene. Dengan proses distilasi kadar α-pinene dapat ditingkatkan menjadi lebih dari 90% (Zinkel and Russel, 1980). Alpha-terpineol ini sudah diproduksi di luar negeri. Namun demikian belum ada pabrik yang memproduksi α-terpineol di Indonesia. Data-data yang berkaitan dengan perancangan alat untuk memproduksi α-terpineol dari terpentin, seperti data kinetika reaksi dan data-data kesetimbangan fasa belum tersedia. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan produksi α-terpineol dari terpentin seperti yang dilakukan pada penelitian ini. Dengan harapan hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk perancangan peralatan produksi α-terpineol pada skala industri dan secara praktek dapat dilaksanakan.
B. Rumusan dan Batasan Masalah Mengingat belum adanya proses sintesis α-terpineol dari terpentin di Indonesia apalagi pada skala industri, maka perlu dilakukan penelitian yang mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan produksi α-terpineol dari terpentin. Untuk itu, penelitian ini akan mengkaji deskripsi kuantitatif sintesis α-terpineol menggunakan proses distilasi reaktif dengan kontak bertingkat, dengan harapan deskripsi tersebut bermanfaat untuk perancangan peralatan produksi α-terpineol pada skala industri. Untuk pelaksanaannya, akan dilakukan studi pada hal-hal sebagai berikut: a. Kinetika reaksi yang disusun berdasarkan mekanisme reaksi yang terjadi (sistem heterogen). b. Kesetimbangan fasa multi-komponen pada sistem campuran α-pinene, α-terpineol, asam khloroasetat dan air, yang mencakup kesetimbangan caircair. c. Pemodelan matematis pada penggunaan konfigurasi distilasi reaktif dengan kontak bertingkat yang melibatkan konsep neraca massa, neraca energi, konsep-konsep kesetimbangan fasa multi-komponen dan laju reaksi kimia.
5
C. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai hidrasi α-pinene menjadi α-terpineol yang telah dilakukan selama ini antara lain menggunakan katalis padat. Van der Waal et al. (1996) melakukan hidrasi dan isomerisasi α-pinene dengan zeolit H-beta sebagai katalis. Zeolit H-beta yang dipakai memiliki perbandingan Si/Al=10. Diperoleh produk utama hidrasi berupa monosiklik alkohol yaitu α-terpineol. Reaktan α-pinene sebanyak 1,65 mmol dan aseton 1,65 mmol direaksikan dengan 0,5 gram zeolit H-beta, dengan penambahan beberapa mol air. Konversi pembentukan α-terpineol yang diperoleh adalah 48%. Vital et al. (2001) melakukan hidrasi α-pinene dengan katalis membran polydimethylsiloxane (PDMS) yang diisi dengan zeolit USY, dan diperoleh produk utama α-terpineol, yang secara simultan juga membentuk produk minor, terutama terpenic hydrocarbon. Comelli et al. (2013) melakukan hidrasi α-pinene dengan acid clays seperti bentonit yang sebelumnya direndam dengan asam khloroasetat, dan terbukti perendaman tersebut meningkatkan aktivitas bentonit sebagai katalis. Pada sintesis ini terbentuk produk oxygenated compound dan α-terpineol. Beberapa penelitian lain dilakukan dengan cara menghidrasi crude terpentin secara langsung karena komponen terbesar dari terpentin adalah α-pinene. Cara ini lebih sederhana sebab tidak memerlukan tahap pemisahan α-pinene dari komponen lainnya terlebih dahulu dan diperoleh produk turunan dari crude terpentin. Pakdel et al. (2001) melakukan sintesis terpineol dari hidrasi crude sulphate turpentine. Produk utama adalah α-terpineol dengan yield 67%. Katalis yang digunakan adalah asam sulfat 15% dan aseton berlebih sebagai solubility promoter dan crude sulphate turpentine direaksikan selama 4 jam. Santos dan Morgado (2005) juga melakukan penelitian dengan membandingkan hidrasi terpentin, hidrasi α-pinene komersial dan hidrasi α-pinene distilat. Katalis yang digunakan sama yaitu asam sulfat 15% dan aseton berlebih sebagai solubility promoter. Pada penelitian ini tidak disebutkan
6
konversinya. Diperoleh produk α-terpineol yang konsentrasinya paling tinggi pada waktu reaksi 4-5 jam dan selektivitasnya 56,55%. Penelitian tentang hidrasi α-pinene menjadi terpineol yang menggunakan katalis asam lainnya adalah asam sulfat (Pakdel et al., 2001) dan katalis molybdophosphoric acid (HPMo) (Castanheiro et al., 2005). Katalis dilewatkan membran poly-dimethyl siloxane dan polyvinyl alcohol. Dicapai konversi 90% pada waktu reaksi selama 150 jam dan selektivitas 70% (Castanheiro et al., 2005). Aguirre et al. (2005) juga melakukan penelitian hidrasi α-pinene dengan berbagai macam katalis asam untuk dibandingkan unjuk kerjanya. Katalis yang digunakan adalah asam khlorida, asam asetat, asam oksalat dan asam khloroasetat. Untuk katalis asam asetat dan asam okasalat, diperoleh konversinya sangat kecil. Sedangkan katalis asam khlorida akan diperoleh bornyl chloride sebagai produk utama. Hasil terbaik diperoleh dengan menggunakan katalis asam khloroasetat. Dicapai konversi 99% dan selektivitas 70% setelah reaksi berlangsung selama 4 jam pada suhu 700C, dengan konsentrasi katalis 6,4 mol/L (Aguirre et al. 2005). Pada penelitian ini dipilih katalis asam khloroasetat, karena menurut Aguirre et al. (2005) dengan katalis ini diperoleh konversi dan selektivitas yang terbaik. Namun demikian, percobaan yang pernah dilakukan hanya memvariasikan jenis katalis dan reaksi berlangsung pada suhu 70oC. Sedangkan pada penelitian ini akan dilakukan variasi suhu reaksi, perbandingan mol katalis dan reaktan dan kecepatan pengadukan. Data kinetika reaksi yang diperoleh akan digunakan untuk pemodelan kinetika reaksi yang pada hakekatnya reaksi heterogen. Selain data kinetika reaksi, untuk analisis dan pemodelan matematis pada distilasi reaktif akan dipelajari pula data kesetimbangan fasa multi-komponen campuran komponen yang terlibat dalam sistem tersebut yaitu α-pinene, α-terpineol, asam khloroasetat dan air dan sekaligus pengembangan model termodinamika kesetimbangannya . Informasi
yang berhubungan
dengan
kesetimbangan
cair-cair
yang
melibatkan komponen terpen dan air jarang ditemukan di literatur. Penelitian yang
7
pernah dilakukan oleh Antosik dan Stryjek (1992) adalah mengenai kesetimbangan cair-cair pada sistem terner yaitu α-pinene, ∆-3-carene dan komponen-komponen polar seperti acetronitrile, nitromethane dan dimethylformamide pada suhu 298,15 K. Li dan Tamura (2006) melakukan penelitian kesetimbangan cair-cair sistem terner lainnya yaitu air + etanol + α-pinene atau ß-pinene, atau limonene pada suhu 298,15 K dan sistem kuarterner air + etanol + α-pinene + limonene pada suhu 298,15 K. Li dan Tamura (2008) juga meneliti kesetimbangan cair-cair untuk sistem terner air + terpene + 1-propanol atau 1-butanol pada suhu yang sama. Gramajo et al. (2008) mempelajari kesetimbangan cair-cair untuk sistem terner air + linalol + limonene. Selain itu, Bilgin dan Ansoy (2006) mempelajari kesetimbangan cair-cair untuk sistem terner air + propionic acid + oleyl alcohol pada beberapa suhu. Li dan Tamura (2010) juga mempelajari kesetimbangan cair-cair untuk sistem terner air + acetone + α-pinene, + β-pinene, atau + campuran limonene. Sedangkan Ghizellaoui et al. (2010) mempelajari kesetimbangan cair-cair untuk sistem terner air + 1-propanol + 1-pentanol pada suhu 298,15 dan 323,15 K. Menurut Arifta dkk (2011) pada software aplikasi Aspen Plus yang digunakan untuk simulasi proses untuk senyawa α-terpineol merupakan senyawa non-databank, sehingga diperlukan property estimation untuk memprediksi sifatsifat termodinamikanya. Ternyata belum ada data kesetimbangan fasa pada sistem multi-komponen yang melibatkan senyawa α-terpineol pada software aplikasi seperti Aspen Plus. Dan dari uraian di atas juga belum ada penelitian kesetimbangan fasa pada sistem campuran α-pinene, α-terpineol, asam khloroasetat dan air sehingga perlu dilakukan penelitian ini. Data-data kesetimbangan tersebut selanjutnya dapat digunakan dalam pengembangan model termodinamikanya yang dapat dimanfaatkan pada perhitungan distilasi reaktif. Pada proses sintesis suatu produk, biasanya reaksi dilakukan dalam reaktor dan pemisahan atau pemurnian komponen dilakukan dalam menara distilasi. Menara distilasi juga dapat digunakan sebagai tempat reaksi sekaligus tempat pemurnian
8
produk yang dihasilkan dan disebut sebagai distilasi reaktif. Pemisahan kontinyu dalam distilasi reaktif ini mampu menggeser reaksi kesetimbangan sehingga konversi total suatu proses dapat ditingkatkan. Jika panas reaksi yang dihasilkan dari reaksi eksotermal juga dapat langsung diintegrasikan dalam sistem maka akan menghemat biaya operasi. Penelitian ini akan mengkaji deskripsi kuantitatif sintesis α-terpineol menggunakan
proses
distilasi
reaktif
dengan
kontak
bertingkat
sebagai
pengembangan proses bahwa menara distilasi selain berfungsi sebagai reaktor sekaligus juga tempat pemurnian produk. Deskripsi ini bermanfaat untuk perancangan peralatan pada skala industri. Hal baru yang dilakukan pada penelitian ini adalah data kinetika reaksi dan data kesetimbangan fasa cair-cair yang merupakan data-data pendukung
untuk inovasi proses sintesis α-terpineol dengan distilasi
reaktif. Dari uraian di muka, keaslian penelitian ini dapat dirangkum sebagai berikut: a. Kinetika reaksi α-terpineol dengan katalis asam khloroasetat dengan model heterogen. b. Kesetimbangan cair-cair sistem multi-komponen campuran α-pinene, α-terpineol, asam khloroasetat dan air. c. Kajian tentang deskripsi kuantitatif sintesis α-terpineol dari terpentin menggunakan proses distilasi reaktif dengan kontak bertingkat.
D. Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mencari informasi data kinetika reaksi dan kesetimbangan fasa cair-cair yang bermanfaat untuk perancangan alat produksi α-terpineol dari terpentin dengan distilasi reaktif pada skala industri. Penelitian ini mencakup studi teoritis dan percobaan laboratorium. Dari penelitian ini diharapkan diperoleh data kinetika reaksi dan kesetimbangan fasa cair-cair, serta paket pemodelan dan persamaan-persamaan pada distilasi reaktif yang bisa dimanfaatkan untuk merancang alat distilasi reaktif.
9
Tujuan umum tersebut dapat diuraikan menjadi tujuan khusus yaitu : a. Mendapatkan jenis katalisator yang tepat. b. Mendapatkan data kinetika reaksi hidrasi α-terpineol dari terpentin secara batch dengan model kinetika reaksi heterogen hidrasi α-terpineol dari terpentin berdasar data percobaan yang diperoleh. c. Mendapatkan data kesetimbangan fasa cair-cair pada sistem multi-komponen (biner, terner, kuarterner) campuran α-pinene, asam khloroasetat, air dan α-terpineol dengan model termodinamika kesetimbangan fasa cair-cair yang dapat digunakan untuk mendeskripsikan non-idealitas fasa cair. d. Mendapatkan model matematis yang sesuai untuk sistem peralatan sintesis α-terpineol dari terpentin dengan distilasi reaktif, berdasarkan informasi dari a sampai dengan c. Persamaan kesetimbangan fasa uap-cair, dimana fasa cairnya bersifat heterogen, diperoleh dengan pendekatan termodinamika yang sudah tersedia di pustaka.
E. Manfaat Penelitian 1. Untuk Pembangunan Negara a. Memberikan informasi tentang pengembangan produk hutan berbasis non kayu yaitu terpentin untuk diolah menjadi salah satu produk turunannya yang bernilai ekonomis lebih tinggi yaitu α-terpineol. Ini merupakan salah satu bentuk upaya menyelamatkan hutan di Indonesia dari deforestasi dan sebagai pertimbangan untuk industri sintesis α-terpineol dari terpentin. b. Mengeksplorasi potensi pemanfaatan terpentin dari getah kayu pinus untuk produksi α-terpineol. c. Penelitian tentang sintesis α-terpineol dari terpentin ini dapat sebagai pertimbangan untuk dikembangkan secara nyata untuk mengolah bahan terpentin tidak sekedar bahan baku tetapi menjadi produk turunan dengan nilai ekonomi yang lebih tinggi.
10
2. Untuk Pengetahuan dan Teknologi a. Pengaruh suhu, perbandingan mol katalis asam khloroasetat dan α-pinene, serta kecepatan pengadukan terhadap konversi terpentin menjadi α-terpineol dapat diketahui. b. Model kinetika reaksi yang sesuai untuk hidrasi terpentin menjadi α-terpineol dengan variasi suhu, perbandingan reaktan, jumlah katalis asam khloroasetat sebagai katalisator dan kecepatan pengadukan dapat diperoleh. c. Data-data kesetimbangan cair-cair sistem biner yaitu α-pinene + air dan α-terpineol + air dapat diperoleh. d. Data-data kesetimbangan cair-cair sistem terner yaitu α-pinene + α-terpineol + air dapat diperoleh. e. Data-data kesetimbangan cair-cair sistem kuarterner α-pinene + α-terpineol + asam khloroasetat + air dapat diperoleh. f.
Model termodinamika kesetimbangan cair-cair sistem biner, terner dan kuarterner pada c, d dan e dapat dikembangkan berdasar data percobaan.
g. Model matematis dan konsep perhitungan yang sesuai untuk proses distilasi reaktif untuk produk α-terpineol yang bisa dipakai untuk merancang sistem distilasi reaktif pada skala industri.
11