BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Penelitian Pajak merupakan tulang punggung Anggaran Pendapatan dan Pembelanjaan
Negara (APBN). Tanpa pajak akan sangat mustahil negara ini dapat melakukan pembangunan. Dalam struktur APBN, kontribusi penerimaan dalam negeri dari sektor pajak cukup signifikan secara nominal maupun persentase. Peran pajak dalam APBN Indonesia terus meningkat terhadap seluruh pendapatan negara (Ihsan, 2013:4). Berikut disajikan proporsi penerimaan pajak terhadap APBN dalam lima tahun sejak 2009 hingga 2013.
Tabel 1.1 Peran Pajak terhadap APBN Tahun 2009 s/d 2013
No.
Tahun
Jumlah (dalam milyar rupiah)
Presentase Pajak :
Anggaran
APBN
Pajak
APBN %
1
2009
848.763
619.922
73%
2
2010
995.272
723.307
73%
3
2011
1.210.600
873.874
72%
4
2012
1.358.205
1.016.237
75%
5
2013
1.529.673
1.192.994
78%
Sumber:www.anggaran.depkeu.go.id, diolah, 2014
Dana dari penerimaan pajak sebagai sumber utama APBN dialokasikan untuk mendanai berbagai aspek kehidupan bangsa, mulai dari sektor perdagangan, pertanian, industri, kesehatan, pendidikan, sampai pada subsidi BBM. Oleh karena itu, betapa berperannya sektor pajak dalam rangka memenuhi kebutuhan pembangunan suatu bangsa dan dalam menjamin bergulirnya pemerintahan (Irawan, 2011:1). Target pajak dapat diwujudkan bila tercapai kesadaran dan kepatuhan masyarakat wajib pajak untuk dapat memenuhi kewajiban pajak sesuai dengan ketentuan yang telah berlaku (Supriyati, 2012:2). Sebagaimana diatur dalam Undangundang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 1, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terhutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat 1
2 memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapat imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat. Namun kenyataan yang ada, masih banyaknya ketidakpatuhan para wajib pajak untuk melaksanakan kewajibannya dalam membayar pajak. Ketidakpatuhan wajib pajak ini diakibatkan oleh rendahnya kesadaran dan motivasi para wajib pajak dalam membayar pajak, karena seberapa kuat motivasi yang dimiliki individu akan banyak menentukan terhadap kualitas perilaku yang ditampilkannya, baik dalam konteks belajar, bekerja maupun dalam kehidupan lainnya. Pada 12 September 2013 pukul 15.07, data World Bank menunjukkan populasi penduduk Indonesia di tahun 2012 yang berjumlah 246 juta jiwa. Dari jumlah tersebut, minimal 25%-nya, atau sekitar 61,5 juta jiwa dikatakan telah memenuhi syarat sebagai wajib pajak. Namun kenyataannya, jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) yang terdaftar dan mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) hanya berjumlah 23,22 juta jiwa dan jumlah Wajib Pajak Badan (WP Badan) yang telah terdaftar berjumlah 2,2 juta jiwa. Artinya, masih terdapat kurang lebih 36,08 juta penduduk yang belum ber-NPWP. Dengan masih banyaknya masyarakat maupun badan usaha yang belum mendaftarkan diri, Direktorat Jendral Pajak akan segera melakukan perluasan basis perpajakan. Atas dasar itulah, mulai bulan September tahun 2013 kembali digelar kegiatan Sensus Pajak Nasional 2013 yang
merupakan
kelanjutan
dari
kegiatan
serupa
di
tahun
sebelumnya.
(www.pajak.go.id) Kegiatan Sensus Pajak Nasional 2013 dilaksanakan selama tiga bulan yang berakhir di bulan November 2013. Sensus Pajak Nasional akan memudahkan Direktorat Jendral Pajak (DJP) dalam memutakhirkan basis data dari masyarakat yang seharusnya sudah berkewajiban membayar pajak, namun belum mendaftarkan diri. Setelah basis data terbentuk, pembinaan terhadap wajib pajak akan lebih mudah dilakukan melalui penyuluhan perpajakan, himbauan hingga penegakan hukum. Kegiatan ini juga diharapkan memberikan edukasi atau pengetahuan kepada masyarakat, dalam hal ini subjek sensusmengenai hak dan kewajiban perpajakannya. Melalui Sensus Pajak Nasional ini, DJP melalui petugasnya memiliki kesempatan untuk melakukan sosialisasi perpajakan secara langsung kepada masyarakat.
Petugas sensus dapat menyampaikan kepada subjek sensus tentang
manfaat pajak dan pentingnya membayar pajak sehingga diharapkan timbul
3 kesadaran dan motivasi wajib pajak untuk membayar pajak. Dengan demikian dapat digambarkan secara jelas bahwa pengetahuan pajak dapat menumbuhkan sikap positif wajib pajak jika mereka paham betul atas isi Undang-undang perpajakan yang sering kali mengalami perubahan. Pemahaman wajib pajak atas peraturan dan ketentuan perpajakan yang sedang berlaku akan sangat diperlukan agar wajib pajak lebih termotivasi dalam memenuhi kewajibannya untuk membayar pajak. Karena dalam prakteknya, peraturan dan ketentuan perpajakan cukup sulit untuk dimengerti oleh wajib pajak sehingga menimbulkan keengganan bagi wajib pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakan. Palil (2010) dalam penelitiannya mengenai “Tax Knowledge and Tax Compliance Determinants In Self Assessment System In Malaysia” menemukan bahwa this study provides further evidence that tax knowledge is important in SAS and significantly affects tax compliance (in a positive direction) meaning that in SAS in Malaysia, developing tax knowledge further would probably help to increase tax compliance yang berarti bahwa pengetahuan perpajakan mempunyai arti yang penting dalam penerapan self assessment system di Malaysia dan mempengaruhi kepatuhan wajib pajak kearah yang positif, yang berarti mengembangkan suatu pengetahuan tentang pajak akan meningkatkan kepatuhan pajak, jadi diduga pengetahuan perpajakan berpengaruh pula terhadap motivasi wajib pajak dalam melaksanakan kewajibannya. Faktor lain yang diduga berpengaruh dengan masalah kurangnya motivasi dan kesadaran masyarakat dalam membayar pajak, diperlukan adanya tindakan hukum yang memadai. Hal ini diperlukan karena reformasi perpajakan pada tahun 1983 dengan perubahan official assessment system menjadi self assessment system. Sistem self assessment ialah sistem dimana wajib pajak, menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri pajak terutang nya.Penerapan self-assessment system akan efektif apabila kondisi kepatuhan sukarela masyarakat telah terbentuk. Untuk itu perlu ditumbuhkan terus-menerus kesadaran dan motivasi wajib pajak untuk memenuhi kewajiban pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku demi mencapai target pajak. Karena tingkat kesadaran perpajakan masyarakat wajib pajak masih rendah sehingga perlu adanya tindakan hukum yang memadai. Sanksi pajak diterapkan sebagai akibat tidak terpenuhinya kewajiban perpajakan oleh wajib pajak sebagaimana diamanatkan dalam UU Perpajakan. Wajib Pajak akan patuh (karena tekanan) karena mereka berpikir adanya sanksi berat akibat tindakan ilegal dalam usahanya untuk menyelundupkan pajak (Devano dan Rahayu,
4 2006: 112). Setiap jenis pelanggaran pajak mulai dari yang kecil sampai yang paling berat sudah disediakan ancaman sanksinya. Hal ini semakin tercermin pasca amandemen Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU Nomor 26 Tahun 2007) yang berhasil menggulirkan ketentuan-ketentuan baru menyangkut sanksi seputar pelanggaran kewajiban pajak dan fiskus. Peraturan itu dibuat untuk meminimalisir tindakan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh wajib pajak maupun fiskus. Untuk mendukung peraturan tersebut diperlukan penegakan hukum secara adil oleh aparat pajak terhadap wajib pajak yang lalai dalam membayar pajak sehingga diharapkan mampu mendorong motivasi wajib pajak dalam membayar pajak. Oleh karena itu, penegakan sanksi pajak sangat diperlukan agar kesadaran dan motivasi masyarakat dapat meningkat. Selain pengetahuan perpajakan dan penegakan sanksi pajak faktor lain yang dinilai mempengaruhi motivasi dan kesadaran wajib pajak dalam membayar pajak adalah kualitas pelayanan fiskus. Menurut pendapat Jatmiko (2006:20). “Pelayanan adalah cara melayani (membantu mengurus atau menyiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan seseorang). Sementara fiskus adalah petugas pajak. Sehingga pelayanan fiskus dapat diartikan sebagai cara petugas pajak dalam membantu mengurus dan menyiapkan segala keperluan yang dibutuhkan seseorang, yang mana dalam hal ini adalah Wajib Pajak”. Beberapa fenomena kasus-kasus yang terjadi dalam dunia perpajakan Indonesia belakangan ini membuat masyarakat dan wajib pajak khawatir untuk membayar pajak. Kondisi tersebut dinilai mempengaruhi kesadaran dan motivasi wajib pajak, sehingga beberapa masyarakat dan wajib pajak berusaha menghindari pajak, karena para wajib pajak tidak ingin pajak yang telah dibayarkan disalahgunakan oleh fiskus itu sendiri. Oleh karena itu, sektor pajak harus benarbenar dilakukan pengelolaan dengan manajemen yang baik, yaitu pengelolaan yang berbasis akuntabilitas, dilengkapi dengan etos kerja yang tinggi dari para fiskus, kejujuran, serta ketransparanan dari para fiskus (Irawan,2011:2). Para wajib pajak akan termotivasi untuk memenuhi kewajiban perpajakannya bergantung bagaimana petugas pajak (fiskus) memberikan mutu pelayanan terbaik kepada wajib pajaknya. Surat Edaran Direktorat Jenderal Pajak No. SE-84/PJ/2011 tentang Pelayanan Prima, menjelaskan bahwa salah satu sasaran Direktorat Jendral Pajak dalam mengeluarkan peraturan ini adalah meningkatkan kepuasan wajib pajak
5 dan seluruh stakeholder perpajakan dalam rangka mewujudkan tingkat kepercayaan masyarakat yang tinggi terhadap pelayanan perpajakan. Dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-378/PJ/2013 tentang Penetapan Standar Pelayanan Pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP), juga telah diputuskan bahwa standar pelayanan telah ditetapkan dan wajib dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan Pajak sebagai acuan dalam penilaian kinerja oleh pimpinan, aparat pengawasan dan masyarakat dalam rangka perbaikan penyelenggaraan pelayanan publik. Oleh karena itu, aparat pajak harus senantiasa melakukan perbaikan kualitas pelayanan pajak dengan tujuan agar dapat meningkatkan kesadaran dan motivasi guna meningkatkan kepatuhan wajib pajak yang berarti meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak. Dari uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian karena pengetahuan perpajakan, penegakan sanksi pajak, dan kualitas pelayanan fiskus berdampak terhadap motivasi wajib pajak dalam membayar pajak. Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti melakukan penelitian dalam bentuk skripsi yang berjudul “ANALISIS PENGARUH PENGETAHUAN PERPAJAKAN, PENEGAKAN SANKSI PAJAK DAN KUALITAS PELAYANAN FISKUS TERHADAP MOTIVASI WAJIB PAJAKDALAM MEMBAYAR PAJAK”.
Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Irawan (2012), dalam penelitiannya mengenai “Pengaruh
Pengetahuan Wajib Pajak Tentang Peraturan Perpajakan, Penyelewengan Pajak dan Persepsi Wajib Pajak Atas Kinerja Pelayanan Perpajakan Terhadap Motivasi Wajib Pajak Dalam Memenuhi Kewajiban Perpajakan” menemukan bahwa ketiga variabel independen, yaitu pengetahuan wajib pajak tentang peraturan perpajakan, penyelewengan pajak dan persepsi wajib pajak atas kinerja pelayanan perpajakan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap motivasi wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Penelitian ini juga merupakan pengembangan dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ihsan (2013) dengan judul Pengaruh Pengetahuan Wajib Pajak, Penyuluhan Pajak, Kualitas Pelayanan Pajak, dan Pemeriksaan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Badan Di Kota Padang. Dalam penelitiannya terdapat persamaan dalam variabel pengetahuan pajak dan kualitas pelayanan pajak. Dari penelitian tersebut didapatkan kesimpulan bahwa ketiga variabel independen, yaitu
6 semua variabel berpengaruh positif secara signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak badan di kota Padang. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya, antara lain penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ihsan (2013) dilakukan pada Desember 2011 dengan menggunakan variabel penelitian pengetahuan wajib pajak, penyuluhan pajak, kualitas pelayanan pajak, dan pemeriksaan pajak terhadap kepatuhan wajib pajak badan dengan populasi penelitian yaitu Wajib Pajak Badan di Kota Padang yang terdaftar pada KPP Pratama Padang. Dan Irawan (2012) dilakukan pada Maret 2012 dengan menggunakan variabel penelitian pengetahuan wajib pajak tentang peraturan perpajakan, penyelewengan pajak, dan persepsi wajib pajak atas kinerja pelayanan perpajakan terhadap motivasi wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan dengan populasi penelitian yaitu seluruh wajib pajak orang pribadi yang terdaftar serta melapor atas nama pribadi pada KPP Pratama Senapelan Pekanbaru yang berjumlah 57.327 orang per 31 maret 2012. Sedangkan, peneliti melakukan penelitian ini pada Maret 2014 dengan menggunakan variabel penelitian pengetahuan pajak, penegakan sanksi pajak, dan kualitas pelayanan fiskus yang diduga berpengaruh terhadap motivasi wajib pajak dalam membayar pajak dengan populasi wajib pajak orang pribadi yang terdaftar pada KPP di Jakarta Barat, yaitu KPP Pratama Jakarta Kebon Jeruk Satu. Peneliti menggunakan variabel pengetahuan pajak, penegakan sanksi pajak, kualitas pelayanan fiskus dan motivasi wajib pajak dalam membayar pajak dalam penelitiannya. Pemilihan variabel pengetahuan pajak dikarenakan variabel ini menurut penelitian-penelitian sebelumnya merupakan variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap motivasi wajib pajak dalam membayar pajak. Seperti yang tertulis dalam tulisan berjudul “Mengapa Orang Kurang Antusias Membayar Pajak?” karya Djamaludin Ancok (2004) bahwa secara teoritik untuk menumbuhkan sikap positif terhadap sesuatu harus bermula dari adanya pengetahuan tentang hal tersebut. Jelas, ini berarti bahwa pengetahuan pajak dapat menumbuhkan sikap positif untuk lebih termotivasi membayar pajak karena dengan kualitas pengetahuan yang semakin baik akan memberikan sikap memenuhi kewajiban dengan benar melalui adanya sistem perpajakan suatu negara yang dianggap adil. Dengan meningkatnya pengetahuan perpajakan masyarakat melalui pendidikan perpajakan baik formal maupun non formal akan berdampak positif terhadap pemahaman, kesadaran dan motivasi wajib pajak dalam membayar pajak.
7 Ilyas dan Burton (2010: 310) menyatakan sanksi harus diterapkan tanpa pandang bulu dan dilaksanakan secara konsekuen. Wajib pajak seolah tidak takut lagi terhadap denda administrasi sebesar Rp100.000,00 yang terdapat pada pasal 7 UU Nomor 28/2007, bila wajib pajak tidak memasukan Surat Pemberitahuan atau terlambat memasukannya ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP), para wajib pajak masih menganggap ringan dengan denda yang kecil. Wajib pajak akan memenuhi pembayaran pajak bila memandang sanksi perpajakan akan lebih banyak merugikannya. Semakin tinggi atau beratnya sanksi, maka akan semakin merugikan wajib pajak. Oleh sebab itu, sanksi perpajakan diduga akan berpengaruh terhadap motivasi wajib pajak sehingga kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak dapat meningkat. Sesuai Surat Edaran Direktorat Jenderal Pajak No. SE-84/PJ/2011tentang Pelayanan Prima dan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-378/PJ/2013 tentang Penetapan Standar Pelayanan Pada Kantor Pelayanan Pajak yang sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik merupakan bentuk upaya instansi perpajakan dalam mencapai tingkat kepuasan yang tinggi yang dirasakan wajib pajak atas pelayanan perpajakan. Peningkatan kualitas pelayanan kepada wajib pajak melalui budaya melayani (service mindset) yang dibangun sebagai bagian dari penerapan nilai-nilai Kementerian Keuangan profesionalisme dan pelayanan di seluruh jajaran DJP telah diterapkan. Dengan kata lain, kualitas pelayanan fiskus juga turut mempengaruhi motivasi para wajib pajak melaksanakan kewajiban perpajakannya. Dalam penelitian ini, populasi yang digunakan adalah wajib pajak orang pribadi yang terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Kebon Jeruk Satu.
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan pada latar belakang masalah diatas, maka perumusan masalah
yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah Pengetahuan Perpajakan berpengaruh terhadap Motivasi Wajib Pajak dalam Membayar Pajak? 2. Apakah Penegakan Sanksi berpengaruh terhadap Motivasi Wajib Pajak dalam Membayar Pajak?
8 3. Apakah Kualitas Pelayanan Fiskus berpengaruh terhadap Motivasi Wajib Pajak dalam Membayar Pajak? 4. Apakah Pengetahuan Perpajakan, Penegakan Sanksi Pajak, Kualitas Pelayanan Fiskus berpengaruh secara simultan terhadap terhadap Motivasi Wajib Pajak dalam Membayar Pajak?
1.3
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini meneliti tiga faktor yang diperkirakan mempengaruhi motivasi
wajib pajak. Variabel-variabel yang diperkirakan mempengaruhi tingkat motivasi wajib pajak dalam membayar pajak adalah pengetahuan perpajakan, penegakan sanksi pajak, dan kualitas pelayanan fiskus berpengaruh terhadap motivasi wajib pajak dalam membayar pajak. Penelitian terhadap wajib pajak orang pribadi ini dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Jakarta Kebon Jeruk Satu.
1.4
Tujuan dan Manfaat Penelitian a. Tujuan Penelitian Adapun tujuan diadakan penelitian ini adalah untuk menganalisis sampai sejauh mana: 1. Pengaruh pengetahuan perpajakan terhadap motivasi wajib pajak dalam membayar pajak di KPP Pratama Jakarta Kebon Jeruk Satu. 2. Pengaruh penegakan sanksi pajak terhadap motivasi wajib pajak dalam membayar pajak di KPP Pratama Jakarta Kebon Jeruk Satu. 3. Pengaruh kualitas pelayanan fiskus terhadap motivasi wajib pajak dalam membayar pajak di KPP Pratama Jakarta Kebon Jeruk Satu. 4. Pengaruh pengetahuan perpajakan, penegakan sanksi pajak, dan, kualitas pelayanan fiskus terhadap motivasi wajib pajak dalam membayar pajak di KPP Pratama Jakarta Kebon Jeruk Satu.
b. Manfaat Penelitian 1.
Bagi Kantor Pelayanan Pajak, hasil penelitian ini dapat menjadi bahan masukan bagi kpp untuk mengambil tindakan yang di perlukan guna meningkatkan motivasi wajib pajak orang pribadi yang dilayani nya.
9 2.
Bagi direktorat jendral pajak, hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan atau pertimbangan untuk mengevaluasi kebijakan dengan melihat pandangan nyata wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya dalam upaya meningkatkan penerimaan Negara dalam sektor pajak.
3.
Bagi masyarakat, hasil penelitian ini bermanfaat untuk masyarakat umum
dalam
meningkatkan
memahami pengetahuan
perpajakan
di
masyarakat
Indonesia sehingga
guna dapat
meningkatkan motivasi untuk melaksanakan kewajiban perpajakan nya. 4.
Bagi penulis, hasil penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan di bidang perpajakan khususnya dalam hal ini mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi wajib pajak orang pribadi dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya.
1.5
Ringkasan Metodologi Penelitian Dalam melaksanakan penelitian ini, peneliti menganalisis pengaruh
pengetahuan perpajakan, penegakan sanksi pajak, dan kualitas pelayanan fiskus terhadap motivasi wajib pajak dalam membayar pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kebon Jeruk Satu. Karakteristik penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Jenis penelitian ini adalah pengujian hipotesis (kuantitatif). 2. Dimensi waktu risetnya melibatkan banyak waktu tertentu dan banyak sampel. 3. Metode pengumpulan datanya adalah dengan kontak langsung (kuesioner) dan studi kepustakaan. 4. Lingkungan riset adalah lingkungan rill (field research). 5. Unit analisisnya adalah individual. Setiap orang yang terdaftar sebagai wajib pajak orang pribadi di KPP Pratama Jakarta Kebon Jeruk Satu. 6. Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer.
10 1.7
Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dimaksudkan untuk memberikan gambaran secara
singkat mengenai apa yang diuraikan dalam skripsi ini. Sistematika penulisan dalam skripsi ini terdiri dari lima bab, dengan sistematika sebagai berikut: BAB 1 PENDAHULUAN Bab ini menguraikan tentang latar belakang penelitian, ruang lingkup permasalahan, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian dan sistematika penulisan. BAB 2 LANDASAN TEORI & PENGEMBANGAN HIPOTESIS Dalam bab ini diuraikan tentang landasan teori pada masalah yang menjadi fokus penelitiannya terhadap suatu masalah
yang ditelitinya serta
pengembangan hipotesis. BAB 3 METODA PENELITIAN Bab ini menguraikan gambaran umum KPP Pratama Jakarta Kebon Jeruk Satu, jenis dan sumber data yang digunakan, penentuan jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian, teknik pengumpulan data, metode analisis data, metode penyajian data, variabel yang digunakan serta uji statistik yang dipakai untuk mengolah data. BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN Bab ini menguraikan
hasil analisis penelitian mengenai pengaruh
pengetahuan perpajakan, penegakan sanksi pajak, dan kualitas pelayanan fiskus terhadap motivasi wajib pajak dalam membayar pajak.Hasil penelitian disampaikan secara verbal dengan kata – kata dan secara matematis dalam bentuk angka – angka. BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN Bab ini menguraikan kesimpulan dari hasil penelitian dan saran untuk pihak terkait dan penelitian selanjutnya.
BAB 2 LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
2.1
Landasan Teori 2.1.1
Teori Harapan (Expectancy Theory) “Expectancy theory is based on four assumptions (Vroom, 1964). One
assumption is that people join organizations with expectations about their needs, motivations, and past experiences. These influence how individuals react to the organization. A second assumption is that an individual’s behavior is a result of conscious choice. That is, people are free to choose those behaviors suggested by their own expectancy calculations. A third assumption is that people want different things from the organization (e.g., good salary, job security, advancement, and challenge). A fourth assumption is that people will choose among alternatives so as to optimize outcomes for them personally (Lunenburg, 2011:1)”. Teori harapan yang dijelaskan di atas didasarkan pada empat asumsi, yaitu asumsi pertama menjelaskan bahwa gambaran perilaku seorang individu adalah hasil dari pilihan masing-masing individu yang didasarkan pada kebutuhan, motivasi dan pengalaman masa lalu yang dioptimalkan untuk mereka secara pribadi. Asumsi kedua adalah bahwa perilaku individu adalah hasil dari pilihan sadar yang berarti setiap individu bebas memilih apa yang akan dipilih menurut perhitungan harapan mereka sendiri. Asumsi ketiga adalah bahwa perilaku yang dihasilkan individu adalah hasil dari keinginan yang timbul karena adanya perbedaan yang lebih menguntungkan dari sesuatu yang akan mereka pilih, misalnya dalam hal berorganisasi mendapatkan gaji yang sepadan, jaminan keamanan kerja, dan sebuah tantangan baru untuk dirinya. Asumsi keempat adalah bahwa individu akan membuat pilihan diantara berbagai alternatif yang dapat mengoptimalkan hasil untuk mereka secara pribadi (Lunenburg, 2011:1). Uraian di atas, menunjukkan bahwa perilaku yang dihasilkan oleh masing-masing individu bergantung pada apa yang mereka rasakan dan perhitungkan dengan baik untuk mendapatkan hasil yang optimal untuk mereka secara pribadi. Bila dikaitkan dengan dunia perpajakan, teori harapan 11
12 ini sangat erat kaitannya dengan motivasi para wajib pajak dalam membayar pajak. Para wajib pajak yang melaksanakan kewajibannya untuk membayar pajak adalah hasil gambaran perilaku nyata seorang individu yang didasarkan pada empat asumsi yang telah diuraikan sebelumnya. Dalam asumsi pertama, dijelaskan bahwa gambaran perilaku seorang individuadalah hasil dari pilihan masing-masing individu yang didasarkan pada kebutuhan, motivasi dan pengalaman masa lalu yang dioptimalkan untuk mereka secara pribadi. Hal ini jelas menggambarkan bahwa gambaran perilaku seorang wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya adalah hasil dari pilihan masing-masing individu yang didasarkan pada kebutuhan mereka akan representasi yang nyata atas fasilitas yang dibangun dari uang pajak yang dibayarkan, motivasi mereka untuk menjadi warga negara yang patuh dalam rangka membantu pembangunan negara dan pengalaman masa lalu mereka yang didasari dari berbagai kejadian dan pemberitaan media mengenai dunia perpajakan. Asumsi kedua, menjelaskan bahwa perilaku individu adalah hasil dari pilihan yang sadar, yang berarti setiap individu bebas memilih apa yang akan dipilih menurut perhitungan harapan mereka sendiri. Dalam melaksanakan kewajiban perpajakan, para wajib pajak juga memiliki kebebasan untuk membayarkan pajaknya atau tidak, karena mereka memiliki perhitungan dan analisa sendiri untuk melakukan suatu tindakan terkait dengan apa yang mereka harapkan secara pribadi. Ketika wajib pajak memilih untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya untuk membayar pajak, maka pilihan tersebut mereka sadari sebagai pilihan yang telah diperhitungkan berdasarkan harapan yang dibangun. Asumsi ketiga adalah bahwa perilaku yang dihasilkan individu adalah hasil dari keinginan yang timbul karena adanya perbedaan yang lebih menguntungkan dari sesuatu yang akan mereka pilih. Dalam kaitannya dalam melaksanakan
kewajiban
perpajakan,
para
wajib
pajak
akan
mempertimbangkan perbedaan yang dihasilkan ketika mereka membayar pajak atau tidak. Misalnya, dalam hal mereka merasakan banyaknya pembangunan berkelanjutan yang mencerminkan uang pajak digunakan dengan sebaik-baiknya atau tidak, perbaikan dan pembenahan sistem
13 perpajakan demi
kemudahan dan kenyamanan wajib pajak, dan citra
perpajakan yang semakin baik. Asumsi keempat adalah bahwa individu akan membuat pilihan diantara berbagai alternatif yang dapat mengoptimalkan hasil untuk mereka secara pribadi. Pada asumsi terakhir ini dalam kaitannya dengan motivasi wajib pajak dalam membayar pajak dicerminkan pada pilihan mereka diantara alternatif membayarkan pajak sesuai pajak terhutang atau bertindak curang untuk mengecilkan pajak yang dibayarkan. Tindak curang inilah yang banyak menyebabkan para wajib pajak memiliki motivasi yang salah dalam membayar pajak.
2.2
Pengetahuan Perpajakan 2.2.1
Definisi Pajak a.
Definisi pajak berdasarkan Undang-undang: Pasal 1 UU no. 28 Tahun 2007, yang merupakan perubahan ketiga dari UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Perpajakan (KUP), pajak adalah kontribusiwajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
b.
Definisi pajak menurut beberapa ahli (Ilyas,2010:6): 1. Mr.Dr. N. J. Feldmann “Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada penguasa (menurut norma-norma yang ditetapkannya secara umum) tanpa adanya kontraprestasi, dan semata-mata
digunakan
untuk
menutup
pengeluaran-
pengeluaran umum”. 2. Prof. Dr. M.J.H. Smeets “Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum, dan yang dapat dipaksakannya, tanpa ada kontro-prestasi yang dapat di tunjukkan dalam hal
14 yang
individual;
maksudnya
adalah
untuk
membiayai
pengeluaran pemerintah”. Dari pembahasan pengertian pajak,maka unsur-unsur dari definisi pajak meliputi sebagai berikut: a. Pajak adalah suatu iuran atau kewajiban menyerahkan sebagian kekayaan (pendapatan) kepada Negara. b. Penyerahan itu bersifat wajib. Lalu bagaimana jika tidak dilakukan utang itu dapat dipaksakan dengan kekerasan seperti surat paksa atau sita. c. Penyerahan itu berdasarkan undang-undang/peraturan/norma yang dibuat oleh pemerintah yang berlaku umum. Jika tidak, maka dapat dianggap sebagai perampasan hak. d. Tidak
ada
kontraprestasi
langsung
dari
pemerintah
(pemungut iuran). e. Untuk membiayai pengeluaran umum pemerintah (yang seharusnya) berguna bagi rakyat.
2.2.2
Fungsi Pajak Menurut Resmi (2012:3), fungsi pajak terbagi menjadi dua yaitu: a. Fungsi Anggaran (Budgetair) Fungsi anggaran merupakan fungsi utama dari pajak dan fungsi fiskal. Disebut fungsi utama karena fungsi inilah yang secara historis pertama kali timbul. Fungsi anggaran artinya pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan. Sebagai
sumber keuangan
negara,
pemerintah
berupaya
memasukkan uang sebanyak-banyaknya untuk kas negara. Dengan demikian fungsi
anggaran adalah kegunaan pajak
sebagai alat untuk memasukkan dana secara optimal ke kas negara berdasarkan undang-undang perpajakan yang berlaku. Sebagai contoh yaitu dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri.
15 b. Fungsi Mengatur (Regulerend) Fungsi regulerend atau fungsi mengatur merupakan fungsi tambahan, karena fungsi ini hanya sebagai pelengkap dari fungsi utama pajak. Fungsi regulerend yaitu suatu fungsi pajak yang dipergunakan oleh pemerintah sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu. Melalui pajak, pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak dan pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Dalam rangka
melindungi
produksi
dalam
negeri,
pemerintah
menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri. Dari deksripsi pembagian fungsi pajak di atas, dapat disimpulkan bahwa pajak sangat memiliki fungsi penting dalam sebuah kehidupan bernegara. Tanpa adanya pajak, sebuah negara tidak akan memiliki cukup sumber pendapatan untuk membiayai pengeluaran rutin dan pembangunan negara. Pajak adalah sumber pendapatan yang berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat demi pembangunan dan keutuhan sebuah negara serta kesejahteraan seluruh masyarakat. Pajak juga berfungsi sebagai alat untuk mengatur pertumbuhan ekonomi melalui berbagai kebijaksanaan pajak.
2.2.3
Sistem Pemungutan Pajak Menurut Mardiasmo (2013:7) sistem pemungutan pajak terbagi menjadi tiga, yaitu: 1. Self Assessment Suatu
sistem
pemungutan
pajak
dimana
harus
menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakan. Dalam tata cara ini kegiatan pemungutan undang-undang perpajakan. wajib pajak di
beri
kepercayaan
untuk
menghitung
sendiri,
memperhitungkan sendiri, membayar sendiri jumlah yang harus di bayar, melaporkan sendiri pajak terutang. Syarat2
16 sistem self assessment akan berhasil apabila adanya kepastian hukum, sederhana perhitungan, mudah pelaksanaan, lebih adil dan merata, perhitungan pajak dilakukan oleh wajib pajak. 2. Official Assessment Suatu sistem pemungutan pajak yaitu aparatur pajak yang menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang dalam sistem ini inisiatif sepenuhnya ada pada aparatur pajak atau kegitan dalam dalam penghitungan dan pemungutan pajak ada di aparatur pajak. Sistem ini berhasil dengan baik kalau aparatur perpajakan baik maupun kuantitas telah memenuhi kebutuhan. 3. With Holding System Perhitungan,pemotongan dan pembayaran pajak serta pelaporan pajak dipercayakan kepada pihak ketiga oleh pemerintah.
Di Indonesia, penerapan ketiga sistem perpajakan tersebut diterapkan dalam berbagai lingkup pembayaran pajak yang berbeda misalnya pada official assessment system, sistem ini diterapkan dalam hal pelunasan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dimana KPP akan mengeluarkan surat ketetapan pajak mengenai besarnya PBB yang terhutang setiap tahun. Dalam hal ini, wajib pajak tidak perlu menghitung sendiri, cukup membayar PBB berdasarkan surat pembayaran pajak terutang yang dikeluarkan oleh KPP dimana tempat objek pajak tersebut terdaftar. Selain itu, pada self assessment system diterapkan dalam penyampaian SPT Tahunan PPh dan SPT Masa PPN. Sedangkan, pada withholding system diterapkan dalam pemotongan/pemungutan sesuai PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 26, PPh Final Pasal 4 ayat (2), PPh Pasal 15, dan PPN.
17 2.2.4
Penggolongan Jenis Pajak Menurut Ilyas (2010:27) jenis-jenis pajak yang dapat dikenakan dapat digolongkan dalam 3 golongan,yaitu menurut sifatnya,sasaran/objeknya dan lembaga pemungutnya: 1. Menurut Sifatnya Jenis-jenis pajak menurut sifatnya dapat dibagi dua,yaitu pajak langsung dan pajak tidak langsung. a. Pajak langsung adalah pajak-pajak yang bebannya harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak (WP) dan tidak dapat dilimpahkan kepada orang lain serta dikenakan secara berulang-ulang pada waktu tertentu, misalnya PPh. b. Pajak tidak langsung adalah pajak yang bebannya dapat dilimpahkan kepada oranglain dan hanya dikenakan pada hal-hal
tertentu
atau
peristiwa-peristiwa
tertentu
saja,misalnya Pajak Pertambahan Nilai. 2. Menurut Sasaran/Objeknya Menurut
sasarannya,jenis-jenis
pajak
dapat
dibagi
dua,yaitu pajak subjektif dan pajak objektif. a. Pajak subjektif adalah jenis pajak yang dikenakan dengan pertama-tama
memperhatikan
keadaan
pribadi
WP(subjeknya). Setelah diketahui keadaan subjeknya barulah diperhatikan keadaan objektifnya sesuai gaya pikul apakah dapat dikenakan pajak atau tidak, misalnya PPh. b. Pajak objektif adalah jenis pajak yang dikenakan dengan pertama-tama berupa
memperhatikan/melihat
keadaan
perbuatan
atau
objeknya,
baik
peristiwa
yang
menyebabkan timbulnya kewajiban membayar pajak. Setelah diketahui obejeknya, barulah dicari subjek yang mempunyai hubungan hukum dengan objek yang telah diketahui, misalnya Pajak Pertambahan Nilai. 3. Menurut Lembaga Pemungutnya Menurut lembaga pemungutnya jenis pajak dibagi menjadi dua, yaitu jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah
18 pusat dan jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah, yang sering disebut pajak pusat dan pajak daerah. a. Pajak Pusat jenis pajak yang dipungut oleh Direktorat Jendral Pajak. Hasil dari pemungutan pajak pusat dikumpulkan
dan
dimasukan
sebagai
bagian
dari
penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pajak pusat terdiri atas: PPh, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, dan Bea Materai. b. Pajak
Daerah,
adalah
jenis
pajak
dipungut
oleh
Pemerintah Daerah yang dalam pelaksanaannya sehari-hari dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah (Dipenda). Hasil dari pemungutan pajak pusat dikumpulkan dan dimasukan sebagai bagian dari penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Pajak daerah terdiri atas: •
Pajak Propinsi, contoh: Pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor.
•
Pajak Kabupaten/Kota, contoh: Pajak Hotel, Pajak Restoran, dan Pajak Hiburan.
2.2.5
Cara Pemungutan Pajak Menurut Waluyo (2011:16) cara pemungutan pajak dilakukan berdasarkan 3 (tiga) stesel, adalah sebagai berikut: 1. Stesel nyata (riil stesel) Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan) yang nyata, sehingga pemungutan dapat dilakukan pada akhir Tahun Pajak, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya telah dapat diketahui. • Kelebihan: pajak yang dikenakan lebih realistis. • Kelemahan: pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode (setelah penghasilan riil diketahui)
19 2. Stesel anggapan (fictive stesel) Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggpan yang diatur oleh undang-undang, sebagai contoh: penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya sehingga pada awal Tahun Pajak telah dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk Tahun Pajak berjalan. • Kelebihan : pajak yang dibayar selama tahun berjalan, tanpa harus menunggu akhir tahun. • Kelemahan : pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada keadaan yang sesungguhnya. 3. Stesel campuran Stesel ini merupakan kombinasi antara stesel nyata dan stesel anggapan.Pada awal yahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besar pajaknya di sesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya.
Dari pengelompokan dan penjelasan di atas, dapat dikatakan Indonesia menerapkan tata cara pemungutan pajak (stelsel) campuran dimana pada awal tahun besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan sedangkan pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. Ketika besarnya pajak sesuai kenyataan lebih besar dari perkiraannya maka wajib pajak harus membayar kekurangannya, dan sebaliknya ketika besarnya pajak sesuai kenyataan lebih kecil dari perkiraannya maka kelebihannya dapat diminta kembali oleh wajib pajak.
2.2.6
Hukum Pajak Menurut Bohari dalam buku Suandy (2011:16) mengatakan bahwa: “Hukum Pajak adalah suatu kumpulan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antara pemerintah sebagai pemungut pajak dan rakyat sebagai pembayar pajak”. Menurut Suandy (2011:16), dalam hukum pajak diatur mengenai:
20
a. Siapa-siapa yang menjadi subjek pajak dan wajib pajak; b. Obyek-obyek apa saja yang menjadi objek pajak; c. Kewajiban wajib pajak terhadap pemerintah; d. Timbul dan hapusnya hutang pajak; e. Cara penagihan pajak; dan f. Cara mengajukan keberatan pajak dan banding pada peradilan pajak. Dari pendapat-pendapat tersebut di atas terlihat bahwa ada yang menyamakan pajak dengan fiskal. Padahal antara keduanya mempunyai perbedaan fiskal mencakup seluruh aspek keuangan negara sementara pajak hanya merupakan salah satu bagian dari keuangan negara secara keseluruhan. Pendapat tersebut diatas juga memperlihatkan bahwa di dalam hukum pajak diatur adanya hubungan antara pemerintah dengan rakyat, dimana pemerintah berperan dalam fungsinya sebagai pemungut pajak sementara rakyat dalam kedudukannya sebagai subjek pajak atau wajib pajak. Hukum pajak dibedakan menjadi dua (Suandy, 2011:18) yaitu: a. Hukum pajak formal, yaitu memuat ketentuan-ketentuan yang mendukung ketentuan hukum pajak material yang diperlukan untuk melaksanakan atau merealisasikan ketentuan hukum material. Ketentuan hukum formal dimuat dalam UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, UU Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, dan UU Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. Ketentuan hukum
formal
selanjutnya
dilengkapi
dengan
peraturan
pelaksanaan yang dikeluarkan dalam bentuk Peraturan Pemerintah, Keputusan Pemerintah, Keputusan Menteri Keuangan, Keputusan Direktorat Jenderal Pajak dan Surat Edaran Dirjen Pajak. b. Hukum pajak material, yaitu hukum pajak yang memuat mengenai subjek pajak, wajib pajak, objek pajak, dan tarif pajak.
21 2.2.7
Tarif Pajak Tarif Pajak adalah tarif untuk menghitung besarnya pajak terutang (pajak yang harus dibayar). Besarnya tarif pajak dapat dinyatakan dalam presentase. Menurut Waluyo dalam buku Perpajakan Indonesia (2011:18), dalam Pajak Penghasilan presentase tarifnya dapat dibedakan menjadi beberapa tarif, sebagai berikut: 1. Tarif pajak proposional atau sebanding Tarif pajak yang presentase tetap terhadap jumlah berapapun yang menjadi dasar pengenaan pajak. Contoh: dikenakan
Pajak
Pertambahan
Nilai
sebesar
10%
atas
penyerahan Barang Kena Pajak. 2. Tarif pajak progresif Tarif pajak yang presentasenya menjadi lebih besar apabila jumlah pajak yang menjadi dasar pengenaan nya menjadi semakin besar, sebagai contoh: Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri (tabel 2.1) Tabel 2.1 Tarif Pajak Wajib Pajak Orang Pribadi Lapisan Penghasilan Kena Pajak
Tarif Pajak
Sampai dengan Rp. 50.000.000;
5%
Diatas Rp 50.000.000; sampai
15%
dengan Rp. 250.000.000; Diatas Rp. 250.000.000; sampai
25%
dengan Rp. 500.000.000; Diatas Rp. 500.000.000
30%
Sumber :http://www.klinik-pajak.com
3. Tarif Pajak Tetap Tarif berupa jumlah yang tetap (sama besar nya) terhadap berapapun jumlah yang menjadi dasar pengenaan pajak. Oleh karena itu berapapun besarnya pajak yang terutang adalah tetap. Sebagai contoh: tarif bea materai.
22
2.2.8
Dimensi Pengetahuan Perpajakan Berdasarkan uraian pengetahuan mengenai perpajakan diatas, Ihsan (2013:7) membagi dimensi pengetahuan perpajakan sebagai berikut: a. Peran Pajak, pajak adalah sumber penerimaan terbesar Negaradan membayar pajak adalah kewajiban setiap warga Negara. b. Sistem Pemungutan Pajak, sistem pemungutan pajak yang diterapkan di Indonesia berdasarkan self assesment system pada Wajib Pajak Orang Pribadi. c. Pembayaran Pajak, pajak terutang seorang wajib pajak diperhitungkan,
dicatat
dan
dilaporkan
dalam
Surat
Pemberitahuan (SPT) sesuai waktu pelaporan yang telah ditentukan. d. Update Ketentuan dan Peraturan Perpajakan, wajib pajak mengetahui
dan
mengikutiperkembangan
peraturan
dan
ketentuan perpajakan.
2.3
Penegakan Sanksi Pajak Sanksi adalah suatu tindakan berupa hukuman yang diberikan kepada orang
yang melanggar peraturan. Peraturan atau Undang-undang merupakan rambu-rambu bagi seseorang untuk melakukan sesuatu mengenai apa yang harus dilakukan dan apa yang seharusnya tidak dilakukan. Sanksi diperlukan agar peraturan atau Undangundang tidak dilanggar. Sanksi pajak merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (norma perpajakan) akan dituruti/ditaati/dipatuhi, dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat pencegah agar wajib pajak tidak melanggar norma perpajakan (Mardiasmo,2013:59). Pandangan tentang sanksi perpajakan tersebut diukur dengan dimensi (Yadnyana, 2009 dalam Muliari dan Setiawan, 2010:4) sebagai berikut:
23 a. Sanksi pidana yang dikenakan bagi pelanggar aturan pajak cukup berat. b. Sanksi adminstrasi yang dikenakan bagi pelanggar aturan pajak masih ringan. c. Pengenaan sanksi yang cukup berat merupakan salah satu sarana mendidik wajib pajak. d. Sanksi pajak harus dikenakan kepada pelanggarnya tanpa toleransi. e. Pengenaan sanksi atas pelanggaran pajak dapat dinegosiasikan.
Selama ini ada anggapan umum dalam masyarakat bahwa akan dikenakan sanksi perpajakan hanya bila tidak membayar pajak. Padahal, dalam kenyataannya banyak hal yang membuat masyarakat atau wajib pajak terkena sanksi perpajakan, baik itu berupa sanksi administrasi (bunga, denda, dan kenaikan) maupun sanksi pidana. Secara konvensional, terdapat dua macam sanksi yaitu sanksi positif dan sanksi negatif. Sanksi positif merupakan suatu imbalan, sedangkan sanksi negatif merupakan suatu hukuman (Soekanto, 1988 dalam Ilyas dan Burton, 2010:309). Namun pemberian imbalan apabila wajib pajak patuh dan telah memasukan Surat Pemberitahuan tepat pada waktunya belum diperhatikan. Saat ini Ditjen Pajak masih berfokus pada pemberian sanksi negatif dalam menuntut wajib pajak agar patuh terhadap peraturan perpajakan. Menurut Ilyas dan Burton (2010:310) Wajib pajak seolah tidak takut lagi terhadap denda administrasi sebesar Rp100.000,00 yang terdapat pada Pasal 7 UU KUP Nomor 28 Tahun 2007, bila wajib pajak tidak memasukan Surat Pemberitahuan atau terlambat memasukannya ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP), para wajib pajak seolah-olah menganggap ringan dengan denda yang kecil (Ilyas dan Burton, 2010:310). Wajib pajak akan memenuhi pembayaran pajak bila memandang sanksi perpajakan akan lebih banyak merugikannya. Semakin tinggi atau beratnya sanksi, maka akan semakin merugikan wajib pajak. Kaidah hukum berupa sanksi pidana maupun administrasi pada dasarnya dimaksud agar masyarakat patuh dan mau melunasi pajaknya dengan baik dan benar (Ilyas dan burton,2010:310). Oleh sebab itu, sanksi perpajakan diduga akan berpengaruh terhadap motivasi wajib pajak sehingga kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak dapat meningkat.
24 2.3.1
Sanksi Administrasi dan Pidana 1. Sanksi Terlambat atau Tidak Menyampaikan SPT Sanksi pajak berdasarkan Pasal 7 UU KUP No. 28 Tahun 2007 dikenakan apabila wajib pajak tidak menyampaikan surat pemberitahuan (SPT) tepat waktu sesuai dalam jangka waktu penyampaian SPT atau batas waktu perpanjangan surat pemberitahuan dimana jangka waktu tersebut adalah sesuai dengan pasal 3 ayat 3 dan pasal 3 ayat 4 Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan
No.
28
Tahun
2007.
Apabila
Surat
Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditentukan atau batas waktu perpanjangan penyampaian
Surat
Pemberitahuan
dikenai
sanksi
admisnistrasi berupa denda sebesar: a. Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai. b. Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Masa lainya. c. Rp. 1000.000,- (satu juta rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan. d. Rp.
100.000,-
(seratus
ribu
rupiah)
Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajaka Penghasilan Wajin Pajak Orang Pribadi.
Wajib pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan atau menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara, tidak dikenai sanksi pidana apabila kealpaan tersebut pertama kali dilakukan oleh wajib pajak dan wajib pajak tersebut wajib melunasi kekurangan pembayaran jumlah pajak yang terutang beserta sanksi
25 administrasi berupa kenaikan sebesar 200% (dua ratus persen) dari jumlah pajak yang kurang dibayar yang di tetapkan melalui penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB). (pasal 13A) 2. Sanksi Terlambat atau Tidak Membayar Pajak. a. Sesuai dengan UU No. 16 Tahun 2009 Pasal 9 ayat 2a, atas keterlambatan pembayaran pajak, dikenakan sanksi denda administrasi bunga 2% (dua persen) sebulan dari pajak terutang dihitung dari jatuh tempo pembayaran. b. Wajib Pajak yang alpa tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap dan dapat merugikan Negara yang pertama kali tidak dikenai sanksi pidana tetapi dikenai sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 200% dari pajak yang kurang dibayar. c. Sesuai dengan UU 16 Tahun 2009 Pasal 39 setiap orang dengan sengaja tidak menyetor pajak yang telah di potong atau di pungut, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara, dipidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 6 tahun dan denda paling sedikit 2 kali jumlah pajak yang terutang yang tidak atau kurang bayar. Dan sanksi pidana tersebut akan ditambahkan dari 1 kali menjadi 2 kali apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat 1 tahun, terhitung sejak selesainya menjalani pidana penjara
yang
dijatuhkan.
2.4
Kualitas Pelayanan Fiskus Pelayanan adalah suatu proses bantuan kepada orang lain dengan cara-cara
tertentu yang memerlukan kepekaan dan hubungan interpersonal agar tercipta kepuasandan keberhasilan (Boediono, 2014: 60). Pelayanan yang berkualitas adalah pelayanan yang dapat memberikan kepuasan kepada pelanggan dan tetap dalam batas
26 memenuhi standar pelayanan yang dapat dipertangungjawabkan serta harus dilakukan secara terus-menerus. Secara sederhana definisi kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pihak yang menginginkannya. Apabila jasa dari suatu instansi tidak memenuhi harapan pelanggan, berarti jasa pelayanan tidak berkualitas. Kualitas pelayanan dapat diartikan sebagai ukuran citra yang diakui masyarakat mengenai pelayanan yang diberikan, apakah masyarakat puas atau tidak puas. Kualitas jasa atau pelayanan sebagai ukuran seberapa bagus tingkat layanan yang diberikan mampu sesuai dengan ekspektasi pelanggan (Sapriadi, 2013:10). Jika kualitas yang dirasakan sama atau melebihi kualitas pelayanan yang diharapkan, maka pelayanan dikatakan berkualitas dan memuaskan, begitu juga sebaliknya. Pelayanan publik berkualitas adalah pelayanan yang berorientasi kepada aspirasi masyarakat, lebih efisien, efektif, dan bertanggung jawab (Ihsan, 2013:10). Marziana, Norkhazimah, dan Mohmad (2010:10) mengidentifikasikan kualitas pelayanan sebagai berikut: “Service quality has identified five board dimension of criteria that normally used by consumer in evaluating service quality which are tangibles (appearance of physical elements), reliability (dependalble, accurate performance), responsiveness (promptness and helpfulness), Assurance and empathy. In taxation, satisfaction towards service quality provided is one of the criteria that will influence the taxpayers level of compliance” Menurut Parasuraman (1985) dalam (Sapriadi, 2013:8) menyatakan bahwa ada lima dimensi kualitas pelayanan, yaitu: a. Tangibles (bukti fisik), yaitu bukti fisik dan menjadi bukti awal yang bisa ditunjukkan oleh organisasi penyedia layanan yang ditunjukkan oleh tampilan gedung, fasilitas fisik penyedia layanan membuktikan layanan yang dijanjikan dengan segera, akurat, dan memuaskan; b. Responsiveness (daya tangkap), yaitu para pekerja memiliki kemauan pendukung, perlengkapan, dan penampilan kerja; c. Reliability (keandalan), yaitu kemampuan
27 d. dan bersedia membantu pelanggan memberi layanan dengan cepat dan tanggap; e. Assurance (jaminan), yaitu pengetahuan dan kecakapan para pekerja yang memberikan jaminan bahwa mereka bisa memberikan layanan dengan baik; dan f. Emphaty (empati), yaitu para pekerja mampu menjalin komunikasi interpersonal dan memahami kebutuhan pelanggan. Untuk memberikan kualitas pelayanan yang terbaik, Direktorat Jendral Pajak pun mengeluarkan Surat Edaran Direktorat Jenderal Pajak No. SE-84/PJ/2011 Tentang Pelayanan Prima yang menjelaskan bahwa salah satu sasaran Direktorat Jendral Pajak dalam mengeluarkan peraturan ini adalah meningkatkan kepuasan wajib pajak dan seluruh stakeholder perpajakan dalam rangka mewujudkan tingkat kepercayaan masyarakat yang tinggi terhadap pelayanan perpajakan. Dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-378/PJ/2013 Tentang Penetapan Standar Pelayanan Pada Kantor Pelayanan Pajak, juga telah diputuskan bahwa standar pelayanan telah ditetapkan dan wajib dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan Pajak sebagai acuan dalam penilaian kinerja oleh pimpinan, aparat pengawasan dan masyarakat dalam rangka perbaikan penyelenggaraan pelayanan publik. Oleh karena itu, aparat pajak harus senantiasa melakukan perbaikan kualitas pelayanan pajak dengan tujuan agar dapat meningkatkan kesadaran dan motivasi para wajib pajak yang guna meningkatkan kepatuhan wajib pajak yang berarti meningkatkan penerimaan dari sektor pajak.
2.5
Motivasi Wajib Pajak Dalam Membayar Pajak 2.5.1 Pengertian Motivasi Motivasi adalah suatu kekuatan potensial yang ada di dalam diri seorang manusia, yang dapat dikembangkannya sendiri atau dikembangkan oleh sejumlah kekuatan luar yang pada intinya berkisar sekitar imbalan moneter dan imbalan nonmoneter, yang dapat mempengaruhi hasil kinerjanya secara positif atau secara negatif, hal mana tergantung pada situasi dan kondisi yang dihadapi orang yang bersangkutan (Winardi, 2004:6).
28 Kemampuan, kecakapan dan keterampilan pegawai tidak ada artinya bagi organisasi, jika mereka tidak mau bekerja keras dengan kemampuan, kecakapan dan ketrampilan yang dimilikinya. Hasibuan (2005:97) juga menyatakan pemberian motivasi ini penting karena hal ini akan bertujuan untuk mendorong gairah dan semangat kerja pegawai, meningkatkan moral dan kepuasan kerja pegawai, meningkatkan produktifikas kerja pegawai, mempertahankan
loyalitas
dan
kestabilan
pegawai
perusahaan,
meningkatkan kedisiplinan dan menurunkan tingkat ebsensi pegawai, mengefektifkan pengadaan pegawai, menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik, meningkatkan kreatifitas dan partisipasi pegawai, meningkatkan tingkat kesejahteraan pegawai, mempertinggi rasa tanggung jawab pegawai terhadap tugas-tugasnya serta meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan. Pengertian motivasi tersebut adalah pengertian motivasi dalam lingkup manajemen. Ketika motivasi dikaitkan dengan lingkup perpajakan dalam hal motivasi wajib pajak dalam membayar pajak maka dapat dikatakan sebagai suatu kekuatan potensial yang ada di dalam diri seorang manusia yang dikembangkan sendiri seperti kesadaran individu menjadi warga negara yang patuh dalam melaksanakan kewajiban untuk membayar pajak dan sejumlah kekuatan luar seperti perkembangan sistem dan penerapan perpajakan yang meningkat atau semakin memburuk yang dapat mempengaruhi hasil tindakan yang dilakukan (kepatuhan) para wajib pajak secara positif atau negatif¸ hal mana tergantung pada situasi dan kondisi yang dihadapi orang yang bersangkutan. Ketika hasil tindakan yang dilakukan positif maka tercerminlah wajib pajak yang patuh dalam melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berarti adanya motivasi yang besar dan positif dari dirinya untuk membayar pajak. Begitupun sebaliknya, ketika hasil tindakan yang dilakukan negatif maka tercerminlah wajib pajak yang tidak membayarkan pajaknya yang berarti rendahnya motivasi yang ada di dalam dirinya untuk membayar pajak sesuai kewajiban yang dimiliki sebagai warga negara yang baik.
29 Motivasi berasal dari kata latin movere yang berarti dorongan atau daya penggerak (Supriyati, 2012:4). Adanya motivasi ini diharapkan setiap individu wajib pajak mau melaksanakan kewajiban perpajakannya sebagai warga negara yang patuh sesuai ketentuan dan peraturan perundangundangan yang berlaku.
2.5.2
Motivasi Wajib Pajak Kesadaran atau motivasi wajib pajak dalam membayar pajak akan
meningkat bilamana dalam masyarakat muncul persepsi positif terhadap pajak (Yulianawati, 2011:5). Persepsi positif ini muncul ketika dikaitkan dengan pengetahuan perpajakan yang dimiliki bahwa membayar pajak adalah kewajiban setiap warga negara yang telah memenuhi syarat dan ketentuan sebagai wajib pajak, pelayanan terbaik yang diberikan untuk membantu proses dan penyelesaian membayar pajak, perkembangan dan perbaikan
sistem perpajakan, pemberitaan
positif mengenai
dunia
perpajakan yang dimuat di media, penegakan hukum perpajakan secara nyata dalam memberantas kasus-kasus penyimpangan yang ada dan pembangunan yang berkelanjutan secara nyata yang dapat mencerminkan uang pajak yang dibayarkan digunakan dengan semestinya dan sebaikbaiknya. Upaya pendidikan, penyuluhan dan sebagainya tidak banyak berarti dalam membangun kesadaran wajib pajak melaksanakan kewajiban pajak, jika masyarakat tidak merasakan manfaat dari membayar pajak. Disisi lain ancaman, hukuman, maupun sanksi dalam Undang-undang sudah cukup jelas terhadap wajib pajak yang bandel mengabaikan kewajiban pajak (Yulianawati, 2011:2). Motivasi perpajakan dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak, dengan kepatuhan wajib pajak yang tinggi akan meningkatkan
pendapatan
Negara,
sehingga
akan
meningkatkan
pembangunan yang lebih baik lagi. Penelitian mengenai motiovasi wajib pajak dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak dilakukan oleh Supriyati (2012) dalam penelitianya menyatakan bahwa motivasi berpengaruh terhadap kepatuhan membayar pajak.
30
2.5.3 Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Motivasi Wajib Pajak Motivasi juga merupakan suatu istilah yang artinya dapat berbedabeda tergantung dari
sudut pandang setiap orang. Jadi motivasi dapat
memberikan
dorongan/rangsangan.
suatu
Atau
singkatnya
dapat
memberikan sesuatu yang dapat membangkitkan. Dari batasan diatas bisa disimpulkan bahwa motif adalah yang melatarbelakangi individu berbuat untuk mencapai tujuan tertentu. Jadi motivasi adalah pemberian atau penimbulan motif, dan suatu usaha menimbulkan dorongan untuk melakukan suatu tugas (Supriyati, 2012:18). Menurut
Supriyati
(2012:19)
terdapat
faktor-faktor
yang
mempengaruhi motivasi wajib pajak dalam membayar pajak, yaitu: 1) Tingkat kesadaran wajib pajak dalam membayar pajak, kesadaran membayar pajak yang timbul karena kemudahan proses dan penyelesaian membayar pajak. 2) Penggunaan uang pajak, hasil pemungutan pajak digunakan untuk pembangunan yang berkelanjutan. 3) Sistem dan hukum perpajakan Indonesia, wajib pajak mengharapkan adanya perbaikan sistem perpajakan untuk mengembalikan kepercayaan wajib pajak terhadap hukum perpajakan. 4) Citra perpajakan Indonesia, kurangnya pengawasan yang menimbulkan adanya perilaku korup merajalela yang merugikan negara berdampak pada citra negatif yang melekat pada instansi perpajakan. 5) Pribadi wajib pajak, seorang wajib pajak yang baik adalah yang sadar akan tanggung jawabnya sebagai warga negara dan memiliki kebanggaan tersendiri menjadi wajib pajak yang patuh demi pembangunan negara
31 2.6
Penelitian Terdahulu Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
No.
Nama
Judul
Variabel
Peneliti 1.
Metode
Hasil Penelitian
Analisis
Istanto
Analisis pengaruh
pengetahuan tentang
Analisis
Variable tingkat pendidikan tidak
(2010)
pengetahuan tentang pajak,
pajak, kualitas pelayanan
Regresi
berpengaruh signifikan, akan tetapi
kualitas pelayanan pajak,
pajak, ketegasan sanksi
Berganda
variable pengetahuan tentang pajak,
ketegasan sanksi perpajakan
perpajakan dan tingkat
dummy
kualitas pelayan pajak dan ketegasan
dan tingkat pendidikan,
pendidikan, terhadap
sanksi berpengaruh signifikan terhadap
terhadap motivasi wajib
motivasi wajib pajak
motivasi wajib pajak dalam membayar
pajak dalam membayar
dalam membayar pajak.
pajak.ketika dilakukan pengujian secara simultan semua variable berpengaruh
pajak.
dengan nilai sinifikansi 0,000. 2.
Muliari dan Pengaruh persepsi tentang
persepsi tentang sanksi
Analisis
persepsi wajib pajak tentang sanksi
Setiawan
sanksi perpajakan dan
perpajakan dan kesadaran
Regresi
perpajakan secara parsial berpengaruh
(2010)
kesadaran wajib pajak
wajib pajak terhadap
Berganda
positif dan signifikan pada kepatuhan
terhdap kepatuhan
kepatuhan pelaporan
pelaporan wajib pajak orang pribadi.
pelaporan wajib pajak orang
wajib pajak orang pribadi.
Begitu juga dengan kesadaran wajib
pribadi di KPP Pratama
pajak secara parsial berpengaruh positif
Denpasar Timur
dan signifikan pada kepatuhan pelaporan wajib pajak orang pribadi.
32 No.
Nama
Judul
Variabel
Peneliti 4.
Metode
Hasil Penelitian
Analisis
Irawan
Pengaruh pengetahuan
Pengetahuan Wajib Pajak
Analisis
pengetahuan wajib pajak tentang
(2012)
wajib pajak tentang
Tentang Peraturan
Regresi
peraturan perpajakan, penyelewengan
peraturan perpajakan,
Perpajakan,
Berganda
pajak dan persepsi wajib pajak atas
penyelewengan pajak dan
Penyelewengan Pajak dan
kinerja pelayanan perpajakan
presepsi wajib pajak atas
Persepsi Wajib Pajak Atas
mempunyai pengaruh yang signifikan
kinerja pelayanan
Kinerja Pelayanan
terhadap motivasi wajib pajak dalam
perpajakan terhadap
Perpajakan Terhadap
memenuhi kewajiban perpajakannya
motivasi wajib pajak dalam
Motivasi Wajib Pajak
membayar pajak.
Dalam Memenuhi Kewajiban Perpajakan.
5.
6
Ihsan
Pengaruh Pengetahuan
Pengetahuan Wajib Pajak,
Analisis
Semua variabel berpengaruh positif
(2013)
Wajib Pajak, Penyuluhan
Penyuluhan Pajak,
Regresi
secara signifikan terhadap kepatuhan
Pajak, Kualitas Pelayanan
Kualitas Pelayanan Pajak,
Linear
wajib pajak badan di kota Padang.
Pajak, dan Pemeriksaan
dan Pemeriksaan Pajak
Berganda
Pajak Terhadap Kepatuhan
Terhadap Kepatuhan
Wajib Pajak Badan di Kota
Wajib Pajak Badan di
Padang.
Kota Padang.
Sapriadi
Pengaruh Kualitas
Kualitas Pelayanan Pajak,
Analisis
Kualitas pelayanan pajak, sanksi pajak
(2013)
Pelayanan Pajak, Sanksi
Sanksi Pajak dan
Regresi
dan kesadaran wajib pajak berpengaruh
Pajak dan Kesadaran Wajib
Kesadaran Wajib Pajak
Linear
signifikan positif terhadap kepatuhan
Pajak Terhadap Kepatuhan
Terhadap Kepatuhan
Berganda
wajib pajak.
33 No.
Nama
Judul
Variabel
Peneliti
7
Metode
Hasil Penelitian
Analisis Wajib Pajak Dalam
Wajib Pajak Dalam
Membayar PBB Pada
Membayar PBB Pada
Kecamatan Seupu Rejang.
Kecamatan Seupu Rejang.
Supriyati
Dampak Motivasi dan
Motivasi dan Pengetahuan
Analisis
Motivasi berpengaruh terhadap
(2012)
Pengetahuan Perpajakan
Perpajakan Terhadap
Regresi
kepatuhan WP pada persepsi WP OP.
Terhadap Kepatuhan Wajib
Kepatuhan Wajib Pajak
Sederhana
Namun pada persepsi mahasiswa
Pajak
pengetahuan pajak berpengaruh terhadap kepatuhan WP.Selain itu, pengujian antara motivasi dan pengetahuan pajak menunjukkan bahwa motivasi berpengaruh tidak signifikan terhadap pengetahuan pajak pada persepsi wajib pajak orang pribadi dan sebaliknya pada persepsi mahasiswa menyatakan motivasi berpengaruh signifikan terhadap pengetahuan pajak
34 2.7
Hipotesis 1. Pengaruh pengetahuan perpajakan terhadap motivasi wajib pajak. Pengetahuan pajak dapat menumbuhkan sikap positif wajib pajak jika mereka paham betul atas isi undang-undang perpajakan yang sering kali mengalami perubahan (Irawan 2012:4), dalam penelitiannya menemukan
bahwa
pengetahuan
wajib
pajak
tentang
peraturan
perpajakan berpengaruh secara signifikan terhadp motivasi wajib pajak dalam melaksanakan kewajibannya. Pemahaman wajib pajak atas ketentuan maupun peraturan perpajakan yang berlaku sangat diperlukan karena wajib pajak akan lebih sadar dalam memenuhi kewajibannya untuk membayar pajak. Peraturan perpajakan yang sering kali berubah ini membingungkan para wajib pajak sehingga kondisi seperti ini akan berpengaruh pada keinginan Wajib Pajak yang rendah dalam memenuhi kewajiban perpajakan (Ihsan, 2013:5). Dalam penelitiannya telah menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dan positif antara pengetahuan Wajib Pajak terhadap kepatuhan Wajib Pajak Badan di Kota Padang. Pengaruh antara pengetahuan Wajib Pajak dengan kepatuhan Wajib Pajak Badan ditunjukkan pada semakin baik pengetahuan Wajib Pajak tersebut maka kepatuhan Wajib Pajak Badan akan semakin baik pula. Pengetahuan perpajakan merupakan pengetahuan yang dimiliki seseorang mengenai berbagai ketentuan dan peraturan perpajakan. Pengetahuan dinilai penting karena dapat memberikan motivasi secara langsung atau tidak langsung dalam menentukan apa yang akan dilakukan, karena pengetahuan dapat memberikan gambaran secara umum untuk seseorang melakukan suatu kegiatan yang sebelumnya tidak ia ketahui. Maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: Ho1: Pengetahuan perpajakan tidak berpengaruh terhadapmotivasi wajibpajak dalam membayar pajak. Ha1: Pengetahuan perpajakan berpengaruh terhadap motivasi wajib pajak dalam membayar pajak.
2. Pengaruh penegakan sanksi pajak terhadap motivasi wajib pajak dalam membayar pajak. Mardiasmo (2013) menyatakan sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (norma perpajakan) akan dituruti atau di taati. wajib pajak akan memenuhi pembayaran pajak bila memandang sanksi akan lebih banyak merugikannya. Berdasarkan hasil penelitian dari Istanto (2008) menunjukan bahwa variable ketegasan sanksi perpajakan memiliki nilai signifikan sebesar 0,002 nilai ini lebih kecil dari 0,05 sehingga terdapat pengaruh antara ketegasan sanksi dengan motivasi wajib pajak dalam membayar pajak. Jadi dapat diduga bahwa penegakan sanksi pajak mempengaruhi motivasi wajib pajak dalam membayar pajak sehingga dirumuskan hipotesis sebagai berikut: Ho2: Penegakan sanksi pajak tidak berpengaruh terhadap motivasi wajib pajak dalam membayar pajak. Ha2: Penegakan sanksi pajak berpengaruh terhadap motivasi wajib pajak dalam membayar pajak.
3. Pengaruh kualitas pelayanan fiskus terhadap motivasi wajib pajak dalam membayar pajak. Kualitas pelayanan adalah ukuran citra yang diakui masyarakat mengenai pelayanan yang diberikan, apakah masyarakat puas atau tidak puas. Kualitas jasa atau pelayanan sebagai ukuran seberapa bagus tingkat layanan yang diberikan mampu sesuai dengan ekspektasi pelanggan (Sapriadi, 2013:10). Dalam penelitiannya menyatakan bahwa kualitas pelayanan pajak berpengaruh signifikan positif terhadap kepatuhan wajib pajak karena dengan semakin baiknya kualitas pelayanan yang diberikan kepada wajib pajak maka semakin meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya perpajakannya. Pelayanan yang diberikan oleh fiskus selama proses perpajakan berkaitan dengan sikap wajibpajak. Proses perpajakan melibatkan fiskus dan wajib pajak membuat pelayanan yang diberikanoleh fiskus turut membentuk sikap (atitude) wajib pajak dalam mengikuti proses 35
36 perpajakan. Semakin baik pelayanan fiskus maka wajib pajak akan memiliki sikap yang positif terhadap proses perpajakan. Namun jika pelayanan fiskus tidak baik, hal itu akan membuat wajib pajak engganuntuk membayar pajak sesuai ketentuan yang berlaku. Maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: Ho3: Kualitas pelayanan fiskus tidak berpengaruh terhadap motivasi wajib pajak dalam membayar pajak. Ha3: Kualitas pelayanan fiskus berpengaruh terhadap motivasi wajib pajak dalam membayar pajak. Berdasarkan uraian hipotesis dari penelitian-penelitian terdahulu di atas maka hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini secara simultan adalah: Ho4: Pengetahuan perpajakan, Penegakan sanksi pajak, dan kualitas pelayanan fiskus tidak berpengaruh terhadap motivasi wajib pajak dalam membayar pajak. Ha4: Pengetahuan perpajakan, penegakan sanksi pajak, dan kualitas pelayanan fiskus berpengaruh terhadap motivasi wajib pajak dalam membayar pajak.
37 2.8
Kerangka Pemikiran Teoritis Berdasarkan uraian di atas, maka gambaran menyeluruh tentang penelitian
ini tergambar dalam alur penelitian seperti berikut: Gambar 2.1 Skema Kerangka Pemikiran Rendahnya tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam pembayaran
Basis Teori: Teori Harapan (Expectancy Theory)
Rendahnya Motivasi Para Wajib Pajak Dalam Membayar Pajak
Wajib Pajak Yang Terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Pratama kebon jeruk satu dengan sampel Wajib Pajak Orang Pribadi
Variabel Independen
Variabel Dependen
Pengetahuan Perpajakan (X1)
Penegakan Sanksi Pajak (X2)
Motivasi Wajib Pajak Dalam Membayar Pajak (Y)
Kualitas Pelayanan Fiskus (X3)
Metode Analisis: Regresi Berganda
Metode Deksriptif
Uji Asumsi Klasik
Uji Kualitas Data
Hasil, Pengujian dan Pembahasan
Gambar 2.1Kerangka Pemikiran Teoritis
Uji Hipotesis
38
39 BAB 3 METODA PENELITIAN
3.1
Gambaran Umum Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kebon Jeruk Satu 3.1.1
Sejarah Singkat KPP Pratama Kebon Jeruk Satu Sejak tanggal 29 maret 1994 berdasarkan keputusan Menteri Keuangan No: 94/KMK.01/1991 Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Barat empat dipecah menjadi beberapa KPP termasuk salah satunya adalah KPP Kebon Jeruk dengan wilayah kerja kecamatan Kebon Jeruk dan Kecamatan Kembangan. Berdasarkan PMK No.55/PMK.01/2007 KPP Kebon Jeruk dipecah menjadi tiga KPP, yaitu KPP Pratama Jakarta Kebon Jeruk satu, KPP Pratama Kebon Jeruk dua dan KPP Pratama Jakarta Kembangan. Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Kebon Jeruk Satu yang beralamat di Jalan Arjuna Selatan No.1 Kebon Jeruk Jakarta Barat. Secara geografis KPP Pratama Jakarta Kebon Jeruk Satu berada di Kabupaten/kota Jakarta Barat, Kecamatan Kebon Jeruk, membawahi 4 Kelurahan yaitu Kelurahan Kebon Jeruk, Kelapa Dua, Sukabumi Utara, dan Sukabumi Selatan. KPP Pratama Jakarta Kebon Jeruk Satu termasuk salah satu unit kerja Direktorat Jenderal Pajak yang berhasil memenuhi target penerimaan yang dibebankan yaitu sebesar Rp 584.461.442.743 dengan total realisasi penerimaan neto sebesar Rp 607.746.371.882. Hal ini tentunya adalah wujud dari sejumlah program yang telah ditetapkan diantaranya yaitu melalui penggalian potensi pajak, langkah-langkah peningkatan kualitas pelayanan, penyuluhan kepada wajib pajak, optimalisasi kegiatan ekstensifikasi yang tercermin dari peningkatan jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi dibandingkan dengan jumlah awal tahun, pencairan tunggakan pajak, serta efektifitas pemeriksaan. Jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi yang terdaftar sampai tahun 2013 sebanyak 47.808 orang.Wilayah kerja KPP Pratama Jakarta Kebon Jeruk Satu merupakan salah satu kantor pelayanan pajak dibawah kanwil DJP Jakarta Barat yang memiliki wilayah
40 kerja di empat kelurahan di wilayah kecamatan kebon jeruk satu, Jakarta barat. Luas wilayah 736 km2 yang terdiri dari 4 kelurahan yaitu : 1. Kelurahan Kebon Jeruk (369 Ha) 2. Kelurahan Kelapa Dua (150 Ha) 3. Kelurahan Sukabumi Utara (157 Ha) 4. Kelurahan Sukabumi Selatan (157 Ha)
3.1.2
Visi dan Misi KPP Pratama Kebon Jeruk Satu a.Visi Dalam pernyataan visinya, ada 2 dua hal utama yang ingin dicapai oleh Direktorat Jenderal Pajak secara umum, yaitu : 1. Menyelenggarakan sistem administrasi perpajakan modern yang efektif, efisien dan dipercaya masyarakat. 2. Memiliki integritas dan profesionalisme yang tinggi Visi dari KPP Pratama Jakarta Kebon Jeruk Satu sendiri tak jauh berbeda dengan visi Direktorat Jenderal Pajak yaitu “Menjadi kantor pelayanan pajak pratama dengan pelayanan terbaik yang menyelenggarakan sistem administrasi perpajakan modern yang efektif, efisien dan dipercaya masyarakat dengan integritas dan profesionalisme yang tinggi” b. Misi Misi dari Direktorat Jenderal Pajak adalah “Menghimpun penerimaan
pajak
Perpajakan,
mampu
negara
berdasarkan
mewujudkan
Undang-Undang
kemandirian
pembiayaan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara melalui Sistem Administrasi Perpajakan Modern yang efektif dan efisien”. Sedangkan misi dari KPP Pratama Jakarta Kebon Jeruk Satu adalah “Menghimpun penerimaan pajak di wilayah kerja KPP Pratama Jakarta Kebon Jeruk Satu dengan memaksimalkan pelayanan untuk menumbuhkan masyarakat agar sadar dan peduli pajak”
41 3.1.3
Struktur Organisasi Struktur organisasi adalah suatu susunan atau hubungan antara tiap bagian secara posisi yang ada pada instansi dalam menjalin kegiatan operasional. Struktur organisasi dibuat dalam bentuk bagan yang menggambarkan secara sistematis mengenai penetapan, tugastugas, fungsi, wewenang, serta tanggung jawab masing-masing dengan tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Tujuannya untuk membina keharmonisan kerja agar pekerjaan dapat dikerjakan dengan teratur dan baik untuk mencapai tujuan yang diinginkan secara maksimal. Sebagaimana dijelaskan dalam peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 167/PMK.01/2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62/PMK.01/2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak. Secara bertahap sejak tahun 2002, KPP telah mengalami modernisasi sistem dan struktur organisasi menjadi instansi yang berorientasi pada fungsi, bukan lagi pada jenis pajak. KPP
dipimpin
oleh seorang kepala kantor
yang bertugas
melaksanakan kegiatan operasional pelayanan perpajakan, dimana pelaksanaan
kegiatan
tersebut
ditetapkan Direktorat Jenderal Pajak.
berdasarkan
kebijakan
yang
42 KPP Pratama Jakarta Kebon Jeruk Satu memiliki struktur organisasi sebagai berikut :
Kanwil DJP Jakarta Barat
Kepala KPP Pratama Jakarta Kebon Jeruk Satu Subbagian Umum
Seksi Ekstensifikasi Perpajakan
Seksi Pelayanan
Seksi pengawasan dan konsultasi
Seksi pemeriksaan
Seksi Pengolahan Data & Informasi
Seksi penagihan
Jurusita
Pelaksana
kelompok jabatan fungsional Seksi Waskon I
Seksi Waskon II
Seksi Waskon III
Seksi Waskon IV
Gambar 3.1 Struktur Organisasi KPP Pratama Kebon Jeruk Satu (Sumber: Subbagian Umum)
Dari gambar tersebut tugas dan nama ketua dari masingmasing bagian dalam struktur organisasi KPP Pratama Kebon Jeruk Satu adalah sebagai berikut: Nama Kepala dari masing masing bagian: 1. Kanwil DJP Jakarta Barat : Sakli Anggoro. 2. Kepala KPP Pratama Jakarta Kebon Jeruk Satu : Ahmad Taufik Alhasyari. 3. Subbagian Umum : Mohamad Idris 4. Seksi Pengolahan Data dan Informasi: Rr Bintari Indratni
43 5. Seksi Pelayanan: Azimi 6. Seksi Pengawasan dan Konsultasi 1: Meidijati Seksi Pengawasan dan Konsultasi II: Candra Mustika Dewi Seksi Pengawasan dan Konsultasi III: Irawan Seksi Pengawasan dan Konsultasi IV: Farilla Darmadi 7. Seksi Pemeriksaan: Nurdin 8. Seksi Ekstensifikasi: Sumarsono 9. Kelompok Fungsional Pemeriksa Pajak: Suyatno 10. Seksi Waskon I: Edi Bramantyo Seksi Waskon II: Budi Utomo Seksi Waskon III: Tri Muhardini Seksi Wakon IV: Mulyadi Tugas dari masing-masing bagian adalah: 1. Subbagian Umum,tugas nya antara lain: -Urusan Kepegawaian seperti kenaikan pangkat, kenaikan gaji, pendidikan dan laporan ketertiban. -Urusan keuangan seperti pengurusan gaji, tunjangan, rapel dan penyusunan laporan pertanggungjawaban ke KPN. -Urusan rumah tangga seperti menyediakan segala sarana dan prasarana untuk menunjang operasional sehari-hari. 2. Seksi Pengolahan Data dan Informasi mempunyai tugas melakukan melakukan pengumpulan dan pengolahan data, penyajian informasi, penggalian potensi perpajakan, perekaman dokumen perpajakan, pelayanan dukungan teknis komputer, pemantauan aplikasi e-SPT dan e-Filing, serta penyiapan laporan kinerja. 3. Seksi Pelayanan tugas nya: melakukan penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan, pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan pengolahan Surat Pemberitahuan serta penerimaan surat lainnya, penyuluhan perpajakan, pelaksanaan registrasi Wajib Pajak termasuk pemindahan dan pencabutan identitas Wajib Pajak serta melakukan kerjasama perpajakan. 4. Seksi Pengawasan dan Konsultasi I sampai dengan IV tugasnya adalah melakukan pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak, bimbingan/himbauan
kepada
Wajib
Pajak
dan
konsultasi
teknis
44 perpajakan, penyusunan profil Wajib Pajak, analisis kinerja Wajib Pajak, rekonsiliasi data Wajib Pajak dalam rangka melakukan intensifikasi, usulan pembetulan ketetapan pajak serta evaluasi hasil banding. 5. Seksi
Pemeriksaan
tugasnya:
melakukan
penyusunan
rencana
pemeriksaan, pengawasan, pelaksanaan aturan pemeriksaan, penerbitan dan penyaluran Surat Perintah Pemeriksaan Pajak, serta administrasi pemeriksaan pajak lainnya. 6. Seksi Penagihan, mempunyai tugas untuk melakukan penatausahaan piutang pajak, penagihan aktif, penundaan dan angsuran tunggakan pajak, serta pembuatan usulan penghapusan piutang pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang
berlaku
serta
penyimpanan
dokumen
penagihan. 7. Seksi Ekstensifikasi tugasnya adalah melakukan penilaian misal objek PBB, pencarian data informasi perpajakan, penyelesaian mutasi objek dan subjek pajak, penerbitan surat teguran pengembalian SPOP serta penyusunan monografi perpajakan. 8. Kelompok Fungsional Pemeriksa Pajak tugasnya melakukan pemeriksaan pajak yang meliputi pemeriksaan lengkap, pemeriksaan sederhana dan pemeriksaan dalam rangka penagihan.
45 3.1.4
Data Penerimaan Pajak di KPP Pratama Kebon Jeruk Satu
Jenis Pajak 2010 Bea Materai BPHTBT
Tahun Pembayaran 2011
2013
1,167,891,000 70,592,895,887
1,371,103,000
1,572,236,300
PBB Pedesaan
9,915,667,541
13,684,118,922
15,094,256,235
PBB Pekotaan
49,253,195,512
54,876,152,747
55,682,738,698
PPh Final
55,598,724,528
62,993,667,525
76,189,015,764
PPh 21
147,505,194,292
179,172,903,652
199,677,171,371
PPh 22
7,251,566,410
2,438,495,910
3,242,621,283
PPh 23
35,034,577,124
30,732,760,952
49,162,162,135
PPh 25/29 Badan
40,109,773,615
48,797,721,162
38,383,157,306
7,390,953,476
9,501,605,015
10,050,258,590
PPh 26
76,945,522,595
89,716,800,381
85,423,501,517
PPN
70,702,390,501
90,704,701,981
121,634,298,695
540,332,943
433,255,566
560,273,944
572,008,685,424
584,423,286,813
607,746,371,882
PPh 25/29 Orang Pribadi
PPnBM Total
Sumber: KPP Pratama Kebon Jeruk Satu
3.2
Desain Penelitian 3.2.1
Jenis dan Sumber Data Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Peneliti menggunakan jenis penelitian kuantitatif karena peneliti ingin mendapatkan data yang akurat berdasarkan fenomena dan dapat diukur dari suatu populasi tertentu. Sedangkan berdasarkan sumber data, ada dua jenis data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang berasal dari sumber pertama. peneliti mengumpulkan data langsung dari para responden. Dalam penelitian ini data primer diambil
46 dengan menyebarkan kuesioner kepada wajib pajak orang pribadi di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Kebon Jeruk Satu. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Alasan peneliti menggunakan kuesioner adalah untuk mendapatkan data akurat yang langsung berasal dari sumber utamanya tanpa adanya perantara. Sedangkan data sekunder diperlukan dalam penelitian ini sebagai pendukung penulisan. Sumber data ini diperoleh dari berbagai sumber informasi yang telah dipublikasikan maupun dari lembaga seperti KPP.
3.2.2
Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data penelitian ini melalui 2 (dua) cara, yaitu dengan penelitian kepustakaan (library research) dan penelitian lapangan (field research). 1. Penelitian Kepustakaan (library reseacrh) Studi kepustakaan dilakukan dengan cara mengumpulkan data-data
atau
bahan
yang
pembahasan, yang diperoleh
ada
kaitannya
dengan
objek
melalui penelitian kepustakaan.
Dilakukan dengan cara mempelajari, mengkaji, meneliti, serta menelaah buku-buku dan sumber lain yang berkaitan dengan masalah yang dibahas dalam penelitian.
2. Penelitian Lapangan (field research) Suatu cara pengumpulan data yang dilakukan dengan penelitian langsung di lapangan. Dengan penelitian lapangan, peneliti mengumpulkan data-data primer yang diperoleh dari hasil pengisian kuesioner oleh wajib pajak orang pribadi yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kebon Jeruk Satu. Metode yang digunakan pada penelitian ini menggunakan skala likert. Skala likert adalah metode yang digunakan untuk mengukur variabel tersebut dengan menyatakan setuju atau ketidaksetujuan terhadap subjek. Bentuk skala likert memiliki lima kategori,
47 apabila diranking maka susunannya akan dimulai dari sangat tidak setuju (strongly disagree) sampai ke sangat setuju (strongly agree).
3.2.3
Penentuan Jumlah Sampel Menurut Sugiono (2012: 56) sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Jumlah anggota sampel sering dinyatakan dengan ukuran sampel. Dalam penelitian kuantitatif salah satu bagian yang penting adalah menentukan berapa banyak jumlah sampel yang akan diambil karena sampel sangat berpengaruh terhadap kualitas penelitian yang dihasilkan. Semakin besar jumlah sampel yang mendekati populasi maka peluang kesalahan semakin kecil dan sebaliknya semakin kecil jumlah sampel yang menjauhi populasi maka peluang kesalahan semakin besar. Jumlah anggota sampel yang tepat digunakan dalam penelitian tergantung pada tingkat kepercayaan dan tingkat kesalahan yang digunakan oleh peneliti. Tingkat kepercayaan yang di gunakan tergantung pada waktu, tenaga , dan sumber daya yang dimiliki oleh peneliti. Hasil penelitian dianggap tidak berkualitas apabila sampel yang digunakan tidak memenuhi persyaratan akurasi, validitas, dan reabilitas. Akurasi adalah tingkat tidak ada bias dalam sampel. Semakin kecil bias dalam sampel maka semakim akurat sampel tersebut dan sebaliknya semakin besar bias dalam sampel maka semakin tidak akurat sampel tersebut. Selain itu sampel juga harus valid. Menurut Sugiono valid menunjukkan derajat ketepatan antara data yang sesungguhnya terjadi pada pada objek dengan data yang dapat dikumpulkan oleh peneliti.Untuk memenuhi persyaratan tersebut maka kesalahan–kesalahan dalam penentuan sampel harus dapat di minimalisasikan. Sampel yang dapat mewakili sebanyak mungkin karakteristik. Populasi merupakan jenis sampel yang baik. Sampel yang baik akan menghasilkan kesimpulan yang baik. Apa yang dipelajari dari sampel itu, kesimpulannya akan dapat diberlakukan untuk populasi (Sugiono, 2012: 57).
48 Roscoe (1975) yang dikutip Uma Sekaran (2009:65) memberikan acuan umum untuk menentukan ukuran sampel seperti berikut ini: 1. Ukuran sampel yang layak dalam penelitian adalah antara 30 sampai dengan 500. 2. Bila sampel dibagi dalam kategori (misalnya: pria-wanita, pegawai negeri-swasta dan lain-lain) maka jumlah anggota sampel setiap kategori minimal 30. 3. Bila
dalam
penelitian
akan
melakukan
analisis
dengan
multivariate ( korelasi atau regresi ganda misalnya ), maka jumlah anggota sampel minimal 10 kali dari jumlah variabel yang diteliti. Misalnya variabel penelitiannya ada 5 (independen + dependen ), maka jumlah anggota sampel = 10 x 5 = 50.
3.2.4
Metode Pengumpulan Sampel Pengambilan sampel dilakukan dengan metode convenience sampling, yaitu anggota sampel yang dipilih atau diambil berdasarkan kemudahan memperoleh data yang dibutuhkan, atau unit sampel yang ditarik mudah untuk diukur. Teknik pemilihan sampel ini dipilih karena pertimbangan lokasi yang mudah untuk dijangkau sehingga dapat memudahkan peneliti dalam pengumpulan sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini. Responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah Wajib Pajak Orang Pribadi yang terdaftar di KPP Pratama Kebon Jeruk Satu.
3.2.5
Metode Penyajian Data Tujuan penyajian data : Memberikan gambaran yang sistematis tentang peristiwa yang merupakan hasil dari penelitian. a. Data lebih cepat dimengerti oleh pembaca b. Memudahkan dalam menganalisa data c. Memudahkan pengambilan kesimpulan agar lebih tepat dan akurat. Setelah mengolah data dan menganalisis data-data yang diperoleh, maka penulis menyajikan data-data tersebut dengan
49 menggunakan bentuk tabel. Penulis menggunakan tabel karena data yang disajikan lebih ringkas dan bersifat rangkuman sehingga akan lebih mudah dianalisis dan mudah dimengerti oleh pembaca. Selain itu juga, penulis juga menyajikan data dengan menggunakan Bahasa Indonesia yang jelas dan benar sehingga dapat mempermudah pembaca warga negara Indonesia dalam memahami isi penelitian ini.
3.3
Metode Analisis Data Metode analisis data menggunakan statistik deskriptif, uji kualitas data, uji
asumsi klasik dan uji hipotesis.
3.3.1
Statistik Deskriptif Statistik deskriptif digunakan untuk memberikan informasi mengenai karakteristik variabel penelitian yang utama dan daftar demografi responden.Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat rata-rata (mean), standar deviasi, maksimum, minimum (Ghozali, 2012:19).
3.3.2
Uji Kualitas Data Untuk melakukan uji kualitas data primer ini, maka peneliti menggunakan uji validitas dan reabilitas.
3.3.2.1 Uji Validitas Menurut Ghozali (2012:52) uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kusioner tersebut. Untuk itu dapat dikemukakan bahwa validitas adalah ukuran yang menunjukkan sejauh mana instrumen pengukur mampu mengukur apa yang diukur. Uji Validitas dilakukan dengan membandingkan nilai rhitung dengan rtabel, Dengan membandingkan nilai rhitung
dari
hasil
output
(Corrected
Item-
Total
50 Correlation) dengan rtabel, jika rhitung lebih besar dari rtabel maka butir pertanyaan tersebut adalah valid, tetapi jika rhitung lebih kecil dari pada rtabel maka butir pertanyaan tersebut tidak valid (Ghozali, 2012:54).
3.3.2.2 Uji Reliabilitas Setelah menentukan validitas instrumen penelitian tahap selanjutnya adalah mengukur realibilitas data dari instrumen penelitian. Reliabilitas adalah alat ukur untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Uji reliabilitas ini digunakan untuk menguji konsistensi data dalam jangka waktu tertentu, yaitu untuk mengetahui sejauh mana pengukuran yang digunakan dapat dipercaya atau diandalkan. Variabel-variabel tersebut dikatakan cronbach alpha nya memiliki nilai lebih besar 0,70 yang berarti bahwa instrumen
tersebut
dapat
dipergunakan
sebagai
pengumpul data yang handal yaitu hasil pengukuran relatif koefisien jika dilakukan pengukuran ulang. Uji realibilitas ini bertujuan untuk melihat konsistensi (Ghozali, 2012:48).
3.3.3
Uji Asumsi Klasik Untuk melakukan uji asumsi klasik atas data primer ini, maka peneliti melakukan uji normalitas, uji multikolonieritas dan uji heteroskedastisitas.
3.3.3.1 Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah di dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal (Ghozali, 2012:160). Model regresi yang baik adalah model yang memiliki distribusi normal atau mendekati normal. Suatu variabel dikatakan normal jika mempunyai pola seperti distribusi normal atau
51 distribusi data tersebut tidak ke kiri atau ke kanan (Ghozali, 2012:110). Ada dua cara untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak yaitu dengan analisis grafik dan uji statistik (Ghozali, 2012:160).
3.3.3.2 Uji Multikolonieritas Uji mulitikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen (Ghozali, 2012:105). Uji multikolonieritas dapat dilihat dari nilai tolerance dan Variance Inflantion Factor (VIF) serta besaran korelasi antar variabel independen. Jika terjadi korelasi, maka dinamakan terdapat problem multikolonieritas (multikol). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen. Suatu model regresi dapat dikatakan bebas multiko jika mempunyai VIF di sekitar angka 1 dan mempunyai angka tolerance mendekati 1, sedangkan jika dilihat dengan besaran korelasi antar variabel independen, maka suatu model regresi dapat dikatakan bebas multiko jika koefisien korelasi antar variabel independen tersebut lemah (dibawah 0,5). Jika korelasinya kuat, maka terjadi problem multikolonieritas (Santoso, 2004: 203-206).
3.3.3.3 Uji Heterokedastisitas Uji heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamaan
yang
homoskedastisitas
lain dan
tetap, jika
maka
disebut
berbeda
disebut
heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah
52 homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali, 2012:139). Cara memprediksiada tidaknya heteroskedastisitas pada suatu model dapat dilihat dari pola gambar Scatterplot
yang
menyatakan
model
regresi
linear
berganda tidak terdapat heteroskedastisitas jika : a.
Titik – titik data menyebar diatas dan dibawah atau disekitar angka 0
b.
Titik – titik data tidak mengumpul hanya di atas atau di bawah saja
c.
Penyebaran data tidak membentuk pola bergelombang
3.4
Uji Hipotesis Penelitian Analisis data digunakan untuk menyederhanakan data agar data lebih mudah
diinterprerasikan. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan teknik analisis regresi berganda untuk mengolah dan membahas data yang telah diperoleh dan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Teknik analisis regresi berganda dipilih untuk digunakan pada penelitian ini karena teknik regresi berganda dapat menyimpulkan secara langsung mengenai pengaruh masing-masing variabel bebas yang digunakan secara parsial maupun secara bersama-sama. Metode regresi berganda bertujuan untuk
memprediksi
besar
variabel
dependen
dengan
menggunakan
data
variabelindependen yang sudah diketahui besarnya (Santoso, 2004: 163). Metode ini digunakan untuk menguji pengaruh dua atau lebih variabel independen terhadap variabel dependen dalam suatu persamaan linier (Indriantoro dan Supomo, 2014: 211). Variabel independen terdiri dari pengetahuan perpajakan, penegakan sanksi pajak, dan kualitas pelayanan fiskus. Sedangkan variabel dependennya adalah motivasi wajib pajak dalam membayar pajak sehingga rumus regresi berganda yang digunakan adalah sebagai berikut
Y =a+β1X1 + β2X2+ β3X3 + e Keterangan : Y
: Motivasi Wajib Pajak dalam membayar pajak
a
: konstanta
53 β1
: Koefisien regresi pengetahuan perpajakan
β2
: Koefisien regresi penegakan sanksi pajak
β3
: Koefisien regresi kualitas pelayanan fiskus
X1
: Variabel pengetahuan perpajakan
X2
: Variabel penegakan sanksi pajak
X3
: Variabel kualitas pelayanan fiskus
e
: Residual eror.
Pengujian hipotesis dilakukan melalui:
3.4.1
Analisis Koefisien Determinasi (Adjusted R2) Menurut Ghozali (2012:177) menyatakan Uji koefisien determinasi bertujuan untuk melihat seberapa besar kemampuan variabel bebas menjelaskan variabel terikat yang dilihat melalui adjusted R². Adjusted R² ini digunakan karena variabel bebas dalam penelitian ini lebih dari dua. Nilainya terletak antara 0 dan 1. Jika hasil yang diperoleh > 0,5, maka model yang digunakan dianggap cukup handal dalam membuat estimasi. Semakin besar angka Adjusted R² maka semakin baik model yang digunakan untuk menjelaskan hubungan variabel bebas terhadap variabel terikatnya. Jika Adjusted R² semakin kecil berarti semakin lemah model tersebut untuk menjelaskan variabilitas dari variabel terikatnya. Uji koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui besarnya kontribusi atau pengaruh variabel independen (pegetahuan pajak, penegakan sanksi pajak dan kualitas pelayanan fiskus) terhadap variabel dependen (motivasi wajib pajak dalam membayar pajak) yaitu dengan mengkuadrankan koefisien korelasi.
3.4.2
Uji Signifikansi Parsial (Uji statistik t) Uji statisistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas atau independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen dan digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh masing-masing variabel
54 independen secara individual terhadap variabel dependen yang diuji pada tingkat signifikansi 5% . Dasar pengambilan keputusan sebagai berikut : a
Jika angka sig. > tingkat kesalahan (a = 0,05 ), maka Ho diterima dan Ha ditolak, artinya variabel independen secara parsial tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen.
b
Jika angka sig. < tingkat kesalahan (a = 0,05 ) maka Ho ditolak dan Ha di diterima, artinya variable independen secara parsial mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variable dependen.
3.4.3
Uji Signifikansi Simultan (Uji F) Uji Statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel independen yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Pengujian model penelitian akan dilakukan dengan uji F dengan tingkat signifikansi 5%. Dasar pengambilan keputusan sebagai berikut : Pengambilan keputusan berdasarkan nilai probabilitas : a. Jika signifikan (F) < 0,05, maka Ho ditolak, Ha diterima b. Jika signifikan (F) > 0,05, maka Ho diterima, Ha ditolak
3.5
Operasional Variabel Penelitian Pada bagian ini akan diuraikan definisi dari masing-masing variabel yang
digunakan berikut dengan definisi operasional dan cara pengukurannya. a. Variabel Independen, adalah tipe variabel yang menjelaskan atau mempengaruhi variabel lain (Indriantoro dan Supomo, 2014 :63) yang terdiri dari: 1. Pengetahuan Perpajakan (X1) Pemahaman wajib pajak atas ketentuan maupun peraturan perpajakan yang berlaku sangat diperlukan, maka wajib pajak akan lebih sadar dalam memenuhi kewajibannya untuk membayar pajak. Dalam prakteknya, peraturan perpajakan cukup sulit untuk
55 dimengerti oleh wajib pajak sehingga menimbulkan keengganan bagi wajib pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakan. Sering terjadi wajib pajak mengeluh sulit dalam mengisi formulir SPT (Surat Pemberitahuan) pajak. Selain itu, peraturan perpajakan juga sering kali berubah sehingga membingungkan Wajib Pajak. Kondisi seperti ini akan berpengaruh pada keinginan Wajib Pajak yang rendah dalam memenuhi kewajiban perpajakan (Ihsan, 2013:5). Berdasarkan penjelasan mengenai pengetahuan perpajakan, Ihsan (2013:7) membagi dimensi pengetahuan perpajakan sebagai berikut: a. Peran Pajak, pajak adalah sumber penerimaan terbesar negara dan membayar pajak adalah kewajiban setiap warga Negara b. Sistem Pemungutan Pajak, Sistem pemungutan pajak yang diterapkan di Indonesia. c. Pembayaran Pajak, pajak terutang seorang wajib pajak diperhitungkan, dicatat dan dilaporkan dalam SPT sesuai waktu pelaporan yang telah ditentukan. d. Update Ketentuan dan Peraturan Perpajakan, wajib pajak mengetahui mengenai perkembangan ketentuan dan peraturan perpajakan
Variabel ini diukur dari instrumen pertanyaan yang dikembangkan oleh Ihsan (2013) menggunakan skala interval dengan metode pengukuran construct sikap, yaitu skala likert. Skala likert umumnya menggunakan 5 (lima) angka penilaian dari sangat setuju (5), setuju (4), tidak pasti atau ragu (3), tidak setuju (2), sampai dengan sangat tidak setuju (1).
2. Penegakan Sanksi Pajak (X2) Sanksi diperlukan agar peraturan atau Undang-undang tidak dilanggar. Sanksi pajak merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (norma perpajakan) akan dituruti/ditaati/dipatuhi, dengan kata lain sanksi perpajakan
56 merupakan alat pencegah agar wajib pajak tidak melanggar norma perpajakan. Pandangan tentang sanksi perpajakan tersebut diukur dengan dimensi (Yadnyana, 2009 dalam Muliari dan Setiawan, 2010:4) sebagai berikut: 1. Sanksi pidana yang dikenakan bagi pelanggar aturan pajak cukup berat. 2. Sanksi adminstrasi yang dikenakan bagi pelanggar aturan pajak sangat ringan. 3. Pengenaan sanksi yang cukup berat merupakan salah satu sarana mendidik wajib pajak. 4. Sanksi pajak harus dikenakan kepada pelanggarnya tanpa toleransi. 5. Pengenaan sanksi pajak dapat di negosiasikan Variabel ini diukur dari instrumen pertanyaan yang dikembangkan oleh Muliari dan Setiawan (2010) menggunakan skala interval dengan metode pengukuran construct sikap, yaitu skala likert. Skala likert umumnya menggunakan 5 (lima) angka penilaian dari sangat setuju (5), setuju (4), tidak pasti atau ragu (3), tidak setuju (2), sampai dengan sangat tidak setuju (1).
3. Kualitas Pelayanan Fiskus (X3) Kualitas pelayanan dapat diartikan sebagai perbandingan antara pelayanan yang dirasakan konsumen dengan kualitas pelayanan yang diharapkan konsumen (Sapriadi, 2013:10). Pelayanan publik berkualitas adalah pelayanan yang berorientasi kepada aspirasi masyarakat, lebih efisien, efektif, dan bertanggung jawab (Ihsan, 2013:10). Kualitas pelayanan fiskus adalah hal yang sangat dirasakan langsung oleh para wajib pajak saat mengalami kesulitan, kekurangan informasi dan bantuan dalam melakukan pembayaran pajak. Pelayanan publik berkualitas adalah pelayanan yang berorientasi kepada aspirasi masyarakat, lebih efisien, efektif, dan
57 bertanggung jawab (Ihsan, 2013:10). Menurut Sapriadi (2013:10) menyatakan bahwa ada lima dimensi kualitas pelayanan, yaitu: 1.
Tangibles (bukti fisik), yaitu bukti fisik dan menjadi bukti awal yang bisa ditunjukkan oleh organisasi penyedia layanan yang ditunjukkan oleh tampilan gedung, fasilitas fisik pendukung, dan perlengkapan (situs resmi dan layanan Kringg Pajak);
2.
Reliability (keandalan), yaitu kemampuan penyedia layanan membuktikan layanan yang dijanjikan dengan segera, akurat, dan memuaskan;
3.
Responsiveness (daya tangkap), yaitu para pekerja memiliki kemauan dan bersedia membantu pelanggan memberi layanan dengan cepat dan tanggap;
4.
Assurance
(jaminan),
yaitu
pengetahuan
dan
kecakapan para pekerja yang memberikan jaminan bahwa mereka bisa memberikan layanan dengan baik; 5.
Emphaty (empati), yaitu para pekerja mampu menjalin komunikasi interpersonal dan memahami kebutuhan wajib pajak dengan sangat efektif dan efisien. Variabel ini diukur dari instrumen pertanyaan oleh Sapriadi
(2013)
yang menggunakan
skala interval
dengan
metode
pengukuran construct sikap, yaitu skala likert. Skala likert umumnya menggunakan 5 (lima) angka peilaian dari sangat setuju (5), setuju (4), tidak pasti atau netral (3), tidak setuju (2), sampai dengan sangat tidak setuju (1). b. Variabel Dependen, adalah tipe variabel yang dipengaruhi oleh variabel lain (Indriantoro dan Supomo, 2014:63). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah motivasi wajib pajak dalam membayar pajak (Y) Motivasi adalah sebuah dorongan yang dapat mengarahkan perilaku. Besarnya motivasi akan berpengaruh terhadap intensitas perilaku (termotivasi, tanpa motivasi, apatis) dan juga kesesuaian dengan tujuan perilaku (Supriyati, 2012).
58 Menurut Supriyati (2012:19) menyatakan terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi wajib pajak dalam membayar pajak, yaitu: a.
Tingkat kesadaran wajib pajak dalam membayar pajak, kesadaran membayar pajak yang timbul karena kemudahan proses dan penyelesaian membayar pajak.
b.
Penggunaan uang pajak, hasil pemungutan pajakdigunakan untuk pembangunan yang berkelanjutan.
c.
Sistem
dan
hukum
perpajakan
Indonesia,
wajib
pajak
mengharapkan adanya perbaikan sistem perpajakan untuk mengembalikan kepercayaan wajib pajak terhadap hukum perpajakan. d.
Citra perpajakan Indonesia, kurangnya pengawasan yang menimbulkan adanya prilaku korup merajalela yang merugikan Negara berdampak pada citra negatif yang melekat pada instansi perpajakan.
e.
Pribadi wajib pajak, seorang wajib pajak yang baik adalah yang sadar akan tanggung jawabnya sebagai warga negara dan memiliki kebanggaan tersendiri menjadi wajib pajak yang patuh demi pembangunan negara Variabel ini diukur dari instrumen pertanyaan Supriyati (2012)
menggunakan skala interval dengan metode pengukuran construct sikap, yaitu skala likert. Skala likert umumnya menggunakan 5 (lima) angka penelitian dari sangat setuju (5), setuju (4), tidak pasti atau netral (3), tidak setuju (2), sampai dengan tidak sangat setuju (1).
59
Tabel 3.1 Operasional Variable Penelitian Variabel
Dimensi
Pengetahua
1. Peran Pajak
n
2. Sistem pemungutan
Perpajakan (X1)
pajak 3. Pajak terutang 4. Update ketentuan
Indikator
Skala
1a. Mengetahui dan
Interval
menyadari sumber penerimaan terbesar negara berasal dari pajak 1b. Membayar pajak adalah
(Sumber:
dan peraturan
kewajiban setiap warga
Ihsan, 2013)
perpajakan
Negara 2a. Sistem pemungutan pajak yang diterapkan di Indonesia 3a. Perhitungan, pencatatan dan pelaporan pajak terutang dilaporkan dalam SPT 3b. Mengetahui waktu pelaporan dan pembayaran pajak terutang 3c. WP dapat menghitung PPh terutang yang dimiliki 4a. Pengetahuan wajib pajak atas perkembangan ketentuan dan peraturan perpajakan
60 Variabel
Dimensi
Indikator
Penegakan
1. Sanksi Pidana
Sanksi
2. Sanksi Administrasi
kurungan dinilai
Pajak
3. Sarana mendidik
merupakan sanksi yang
(Variabel
WP
X2)
4. Tanpa toleransi
(Sumber:
5. Negosiasi
Muliari dan Setiawan, (2010))
1a. Sanksi pidana berupa
cukup berat 2a. Sanksi administrasi 2% dianggap masih ringan bagi pelanggar pajak. 2b. Sanksi administrasi Rp 100.000 merupakan sanksi yang ringan 3a. Pemberian sanksi secara tidak langsung dapat menjadi sarana untuk mendidik WP 3b. Pemberian sanksi menurut undang-undangakan memberikan pengetahuan akan pentingnya membayar pajak. 4a. Sanksi tegas yang diberikan kepada wajib pajak yang sengaja alpa dikenakan tanpa toleransi 5a. Pengenaan atas sanksi pajak dapat dinegosiasikan
Skala Interval
61 Variabel
Dimensi
Indikator
Skala
Kualitas
1. Berwujud (tangible)
1a. Gedung KPP dan fasilitas
Interval
Pelayanan
2. Keandalan
Fiskus (Variabel X3) (Sumber: Sapriadi (2013:10))
(realibility) 3. Ketanggapan (responsiveness) 4. Asuransi (assurance) 5. Empati (empathy)
fisik pendukung 1b. Situs resmi 1c. Layanan Kring pajak 2a. Layanan yang dijanjikan dengan segera, akurat, dan memuaskan 3a. Layanan dengan cepat dan tanggap 4a. Memberikan layanan dengan baik 5a. Menjalin komunikasi interpersonal 5b. Memahami kebutuhan wajib pajak dengan sangat efektif dan efisien
Motivasi
1. Tingkat kesadaran
1a. Kesadaran yang timbul
Wajib Pajak
wajib pajak dalam
karena mudahnya proses
(Variabel Y)
membayar pajak
dan penyelesaian
(Sumber: Supriyati, 2012)
2. Penggunaan uang pajak 3. Sistem dan Hukum Perpajakan Indonesia 4. Citra perpajakan Indonesia 5. Wajib Pajak
membayar pajak 2a. Pembangunan yang berkelanjutan 3a. Respon wajib pajak atas perbaikan sistem perpajakan 3b. Kepercayaan wajib pajak atas hukum pajak Indonesia 4a. Perilaku korup yang merajalela 5a. Sadar akan tanggung jawab sebagai warga Negara 5b. Kebanggan wajib pajak
Interval
BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN
4.1
Gambaran Umum Penelitian 4.1.1
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada Wajib Pajak Orang Pribadi yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kebun Jeruk Satu wilayah Jakarta Barat. Kriteria Wajib Pajak Orang Pribadi itu sendiri adalah sekumpulan wajib pajak yang mempunyai penghasilan melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dan sudah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Pengumpulan data dilaksanakan melalui penyebaran kuesioner secara langsung yang peneliti lakukan kepada para responden dan penyebaran kuesioner ini dilakukan pada bulan Maret 2014. Kuesioner yang disebarkan berjumlah 90 buah dan jumlah yang kembali sebanyak 87 buah atau 97%, jumlah kuesioner yang tidak kembali sebanyak 0 buah atau 0%, kuesioner yang tidak dapat diolah sebanyak 3 atau 3% dan kuesioner yang dapat diolah sebanyak 87 atau 97%. 3 kuesioner yang tidak dapat diolah dikarenakan kuesioner tidak terisi dengan penuh dan tidak mencantumkan semua identitas sehingga kuesioner tersebut tidak dapat di analisis. Gambaran mengenai data sampel dapat dalam tabel 4.1
Tabel 4.1 Sampel Penelitian
No
Keterangan
Jumlah
Persentase
Responden
(%)
1
Jumlah kuesioner yang disebar
90
100%
2
Jumlah kuesioner yang tidak kembali
0
0%
3
Jumlah kuesioner yang tidak dapat diolah
3
3%
4
Kuesioner yang dapat diolah
87
97%
Sumber data: Data primer yang diolah
62
63 4.1.2
Karakteristik Responden Karakteristik responden yang diukur dengan skala nominal yang menunjukkan besarnya frekuensi absolut dan persentase jenis kelamin, umur responden, pendidikan terakhir responden.Responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah wajib pajak orang pribadi pada KPP Pratama Kebon Jeruk Satu. Kuesioner disebar dengan harapan dapat diisi berdasarkan penilaian wajib pajak orang pribadi, sehingga akan menghasilkan suatu penelitian yang balance. Pada karakteristik reponden, terdapat 87 responden yang terdiri dari para wajib pajak orang pribadi yang dapat mewakili dan menjadi
responden.Data
mengenai
karakteristik
responden
ditampilkan pada tabel berikut ini.
Tabel 4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin
Jumlah
Persentase (%)
Pria
66
76%
Wanita
21
24%
87
100%
Total Sumber: data primer yang diolah
Jika disajikan dalam bentuk grafik karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin tampilannya sebagai berikut:
Gambar 4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Sumber: data primer yang diolah
64 Berdasarkan grafik di atas berdasarkan jenis kelamin terlihat bahwa responden dengan jenis kelamin pria lebih mendominasi, terlihat dari jumlah responden sebanyak 66 responden atau 76% adalah pria dan 21 responden atau 24% adalah wanita. Hal ini sesuai dengan bukti yang peneliti temukan dalam lapangan, dimana lebih banyak pria yang datang ke KPP setempat untuk melakukan aktivitas perpajakannya, terlihat dari jumlah karakteristik responden terbanyak adalah pria. Pada tabel 4.3 berikut ini disajikan data mengenai karakteristik responden berdasarkan umur responden.
Tabel 4.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur Responden Deskripsi
Jumlah
Persentase (%)
20 – 25 tahun
3
3%
26 – 30 tahun
32
37%
31 – 35 tahun
28
32%
36 – 40 tahun
15
18%
41 – 45 tahun
4
5%
46 – 50 tahun
3
3%
51 – 55 tahun
2
2%
56 – 60 tahun
0
0%
87
100%
Total Sumber: data primer yang diolah
Jika disajikan dalam grafik karakteristik responden berdasarkan umur responden maka tampilannya sebagai berikut
65
Gambar 4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur Responden Sumber: data primer yang diolah
Berdasarkan grafik di atas berdasarkan umur responden terlihat bahwa umur responden 20 – 25 tahun berjumlah 3 responden atau sebesar 3%, umur responden 26 – 30 tahun berjumlah 32 responden atau sebesar 37%, umur responden 31 – 35 tahun berjumlah 28 responden atau sebesar 32%, umur responden 36 – 40 tahun berjumlah 15 responden atau sebesar 18% umur responden 41 – 45 tahun berjumlah 4 responden atau sebesar 5% umur responden 46 – 50 tahun berjumlah 3 responden atau sebesar 3%, umur responden 51 – 55 tahun berjumlah 2 responden atau sebesar 2% dan umur responden 56 – 60 tahun berjumlah 0 responden atau sebesar 0%.
66 Pada Tabel 4.4 berikut ini mengenai karakteristik responden berdasarkan pendidikan terakhir responden.
Tabel 4.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir Deskripsi
Jumlah
Persentase (%)
SMA / SMK
23
26%
D3
4
5%
S1
49
56%
S2
11
13%
S3
0
0%
87
100%
Total Sumber: data primer yang diolah
Jika disajikan dalam bentuk grafik maka tampilan karakteristik responden berdasarkan pendidikan terakhir adalah sebagai berikut:
Gambar 4.3 karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir Sumber: data primer yang diolah
Berdasarkan grafik di atas berdasarkan pendidikan terakhir yang dimiliki responden terlihat bahwa responden berpendidikan terakhir SMA/SMK berjumlah 23 responden atau sebesar 26%, responden
67 berpendidikan terakhir D3 berjumlah 4 responden atau sebesar 5%, responden berpendidikan terakhir S1 berjumlah 49 responden atau sebesar 56%, responden berpendidikan terakhir S2 berjumlah 11 responden atau sebesar 13% dan tidak terdapat responden yang berpendidikan terakhir S3.
4.2
Analisis dan Bahasan 4.2.1
Hasil Statistik Deskriptif Pengukuran statistik deskriptif variabel dilakukan untuk memberikan gambaran umum mengenai kisaran teoritis, kisaran aktual, rata-rata (mean) dan standar deviasi dari masing-masing variabel yaitu pengetahuan perpajakan, penegakan sanksi pajak, kualitas pelayanan fiskus dan motivasi wajib pajak dalam membayar pajak disajikan sebagai berikut:
Tabel 4.5 Hasil Uji Statistik Deskriptif Descriptive Statistics N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
PP
87
3.00
5.00
4.0563
.48241
PS
87
3.00
5.00
4.1011
.47114
KP
87
3.00
5.00
4.0414
.50797
MO
87
3.00
5.00
4.0989
.45097
Valid N (listwise)
87
Sumber: data primer yang diolah Berdasarkan tabel di atas dapat dideskripsikan bahwa jumlah responden (N) ada 87. Dari 87 responden ini variabel pengetahuan perpajakan memiliki nilai minimum 3, nilai maksimum 5, nilai mean 4,0563 dengan standar deviasi 0,48241, penegakan sanksi pajak, memiliki nilai minimum 3, nilai maksimum 5, nilai mean 4.1011 dengan standar deviasi 0,47114, kualitas pelayanan fiskus memiliki nilai minimum 3, nilai maksimum 5, nilai mean 4,0414 dengan standar deviasi 0,50797. Sedangkan pada variabel dependen (Motivasi Wajib Pajak dalam Membayar Pajak) memiliki nilai minimum 3, nilai maksimum 5, nilai mean 4,0989 dengan standar deviasi 0,45097.
68 4.2.2
Hasil Uji Kualitas Data 4.2.2.1 Hasil Uji Validitas Pengujian validitas dari instrumen penelitian dilakukan dengan menghitung angka korelasional atau rhitung dari nilai jawaban tiap responden untuk tiap butir pertanyaan, kemudian dibandingkan dengan rtabel.Nilai rtabel 0,213, didapat dari jumlah kasus - 2, atau 87 - 2 = 85, tingkat signifikansi 5%, maka didapat rtabel 0,213. Setiap butir pertanyaan dikatakan valid bila angka korelasional yang diperoleh dari perhitungan lebih besar atau sama dengan rtabel (Ghozali, 2012:53). Berdasarkan hasil pengujian didapatkan bahwa semua pernyataan dikatakan valid, karena koefisien korelasi (rhitung) > rtabel.Tabel di bawah ini menunjukkan hasil uji validitas dari variabel kemudahan penggunaan dengan 87 sampel responden.
Tabel 4.6 Hasil Uji Validitas Variabel Pengetahuan Perpajakan Pertanyaan
Nilai rhitung
Nilai rtabel
Kriteria
PP1
0,418
0,213
Valid
PP2
0,598
0,213
Valid
PP3
0,766
0,213
Valid
PP4
0,538
0,213
Valid
PP5
0,652
0,213
Valid
PP6
0,766
0,213
Valid
PP7
0,432
0,213
Valid
Sumber: data primer yang diolah
Variabel pengetahuan perpajakan terdiri atas 7 butir pernyataan, dari ke-7 butir pernyataan adalah valid (rhitung > rtabel).Tabel di bawah ini menunjukkan hasil uji validitas dari variabel penegakan sanksi pajak dengan 87 sampel responden.
69 Tabel 4.7 Hasil Uji Validitas Variabel Penegakan Sanksi Pajak Pertanyaan
Nilai rhitung
Nilai rtabel
Kriteria
PS1
0,623
0,213
Valid
PS2
0,726
0,213
Valid
PS3
0,531
0,213
Valid
PS4
0,427
0,213
Valid
PS5
0,415
0,213
Valid
PS6
0,513
0,213
Valid
PS7
0,604
0,213
Valid
Sumber: data primer yang diolah
Variabel penegakan sanksi pajak terdiri atas 7 butir pernyataan, dari ke-7 butir pernyataan adalah valid (rhitung > rtabel).Tabel di bawah ini menunjukkan hasil uji validitas dari variabel kualitas pelayanan fiskus dengan 87 sampel responden.
Tabel 4.8 Hasil Uji Validitas Variabel Kualitas Pelayanan Fiskus Pertanyaan
Nilai rhitung
Nilai rtabel
Kriteria
KP1
0,536
0,213
Valid
KP2
0,836
0,213
Valid
KP3
0,563
0,213
Valid
KP4
0,709
0,213
Valid
KP5
0,648
0,213
Valid
KP6
0,777
0,213
Valid
KP7
0,484
0,213
Valid
KP 8
0,560
0,213
Valid
Sumber: data primer yang diolah Variabel kualitas pelayanan fiskus terdiri atas 7 butir pernyataan, dari ke-7 butir pernyataan adalah valid (rhitung > rtabel).Tabel di bawah ini menunjukkan hasil uji validitas dari
70 variabel motivasi wajib pajak dalam membayar pajak dengan 87 sampel responden.
Tabel 4.9 Hasil Uji Validitas Variabel Motivasi Wajib Pajak dalam Membayar Pajak
Pertanyaan
Nilai rhitung
Nilai rtabel
Kriteria
MO1
0,485
0,213
Valid
MO2
0,506
0,213
Valid
MO3
0,421
0,213
Valid
MO4
0,510
0,213
Valid
MO5
0,634
0,213
Valid
MO6
0,414
0,213
Valid
MO7
0,530
0,213
Valid
Sumber: data primer yang diolah
Variabel motivasi wajib pajak dalam membayar pajak terdiri atas 7 butir pernyataan, dari ke - 7 butir pernyataan adalah valid (rhitung > rtabel).
4.2.2.2 Hasil Uji Reliabilitas Uji reliabilitas hanya dapat dilakukan setelah suatu instrumen telah dipastikan validitasnya. Pengujian reliabilitas dalam penelitian ini untuk menunjukan tingkat reliabilitas konsistensi internal teknik yang digunakan adalah dengan mengukur koefisien Cronbach’s Alpha dengan bantuan program SPSS 20. Nilai alpha bervariasi dari 0 – 1, suatu pertanyaan dapat dikategorikan reliabel jika nilai alpha lebih besar dari 0,70 dalam (Ghozali, 2012:48).
71 Tabel 4.10 Hasil Uji Reliabilitas Variabel
Cronbach's
N of Items Keterangan
Alpha Pengetahuan Perpajakan
0,835
7
Reliabel
Penegakan Sanksi Pajak
0,810
7
Reliabel
Kualitas Pelayanan Fiskus
0,877
8
Reliabel
Motivasi Wajib Pajak dalam
0,777
7
Reliabel
Membayar Pajak Sumber: Data primer yang diolah
Tabel di atas menunjukkan nilai cronbach’s alpha atas variabel pengetahuan perpajakan sebesar 0,835, variabel penegakan sanksi pajak sebesar 0,810, variabel kualitas pelayanan fiskus sebesar 0,877 dan variabel motivasi wajib pajak dalam membayar pajak
sebesar
0,777.
Sehingga
dapat
disimpulkan
bahwa
pernyataan dalam kuesioner semua variabel ini reliabel karena mempunyai nilai cronbach’s alpha lebih besar dari 0,70.
4.2.3
Hasil Uji Asumsi Klasik 4.2.3.1 Hasil Uji Normalitas Data Data-data bertipe skala sebagai pada umumnya mengikuti asumsi distribusi normal. Namun, tidak mustahil suatu
data
tidak
mengikuti
asumsi
normalitas.Untuk
mengetahui kepastian sebaran data yang diperoleh harus dilakukan uji normalitas terhadap data yang bersangkutan. Dengan demikian, analisis statistika yang pertama harus digunakan dalam rangka analisis data adalah analisis statistik berupa uji normalitas. Uji normalitas bertujuan untuk menguji variabel independen dan variabel dependen yaitu pengetahuan perpajakan, penegakan sanksi pajak, kualitas pelayanan fiskus dan motivasi wajib pajak dalam membayar pajak (Y) keduanya memiliki distribusi normal atau tidak. Terdapat dua cara untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal
72 atau tidak yaitu dengan analisis grafik dan uji statistik (uji Kolmogorov – smirnov), adapun penjelasan mengenai uji normalitas data adalah sebagai berikut (Ghozali, 2012:163):
a. Hasil Uji Normalitas secara Grafik Salah satu cara termudah untuk melihat normalitas residual
adalah
dengan
melihat
grafik
histogram
yang
membandingkan antara data observasi dengan distribusi yang mendeteksi distribusi normal. Namun demikian hanya dengan melihat histogram hal ini dapat menyesatkan khususnya untuk jumlah sampel yang kecil.Metode yang lebih handal adalah dengan melihat normal probability plot yang membandingkan distribusi kumulatif dari distribusi normal. Distribusi normal akan membentuk suatu garis lurus diagonal dan ploting data residual akan dibandingkan dengan garis diagonal (Ghozali, 2012:160). Adapun hasil perhitungan uji normalitas dengan melihat dari segi grafik yang ditunjukan pada gambar grafik p-p plot berikut ini:
73
Gambar 4.4 Uji Normalitas Data Secara Grafik Sumber: data primer yang diolah
Pada grafik normal plot terlihat titik-titik menyebar di sekitar garis diagonal, serta penyebarannya mengikuti arah garis diagonal. Kedua grafik ini menunjukkan bahwa model regresi layak dipakai karena asumsi normalitas (Ghozali 2012:162).
b. Hasil Uji Normalitas secara Statistik Uji normalitas secara grafik dapat menyesatkan kalau tidak hati-hati secara visual kelihatan normal, padahal secara statistik bisa sebaliknya. Oleh sebab itu dianjurkan disamping uji grafik dilengkapi dengan uji statistik (Ghozali, 2012:163). Adapun hasil perhitungan uji normalitas secara statistic yang dilihat berdasarkan uji kolmogorof-smirnov adalah sebagai berikut:
74 Tabel 4.11 Hasil Uji Normalitas Secara Statistik One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test PP N
PS
KP
MO
87
87
87
87
Mean
4.0563
4.1011
4.0414
4.0989
Std. Deviation
.48241
.47114
.50797
.45097
Absolute
.097
.100
.108
.120
Positive
.085
.064
.098
.068
Negative
-.097
-.100
-.108
-.120
Kolmogorov-Smirnov Z
.907
.935
1.012
1.124
Asymp. Sig. (2-tailed)
.384
.346
.258
.160
Normal a,b
Parameters
Most Extreme Differences
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
Berdasarkan
uji
kolmogorov-smirnov
dapat
diketahui bahwa seluruh variabel memiliki nilai sig. > 0,05, ini mengartikan bahwa semua data terdistribusi dengan normal. 4.2.3.2 Hasil Uji Multikolinearitas Pengujian
multikolinearitas
dilakukan
untuk
menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Untuk mendeteksi adanya problem multikolinearitas, maka dapat dilakukan dengan melihat nilai tolerance dan variance inflation factor (VIF) serta besaran korelasi antar variabel independen. Tabel 4.12 Hasil Uji Multikolinearitas Coefficients Model
a
Collinearity Statistics Tolerance
VIF
(Constant) 1
PP
.365
2.743
PS
.421
2.378
KP
.396
2.524
a. Dependent Variable: MO
Sumber: data primer yang diolah
75 Pada tabel di atas menunjukkan bahwa masing-masing variabel mempunyai nilai tolerance mendekati angka 1 dan nilai variance inflation factor (VIF) disekitar angka 1. pengetahuan perpajakan mempunyai nilai tolerance 0,365, penegakan sanksi pajak mempunyai nilai tolerance 0,421, kualitas pelayanan fiskus mempunyai nilai tolerance 0,396 dan pengetahuan perpajakan mempunyai nilai VIF 2.743, penegakan sanksi pajak mempunyai nilai VIF 2.378, kualitas pelayanan fiskus mempunyai nilai VIF 2,524. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa persamaan regresi tidak terdapat problem multikolinearitas karena nilai tolerance di atas 0,10 dan nilai VIF (variance inflation factor) di bawah 10. 4.2.3.3 Hasil Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan yang lain. Heteroskedastisitas menunjukan bahwa variasi variabel tidak sama untuk semua pengamatan. Pada heterokedastisitas kesalahan yang terjadi tidak secara acak tetapi menunjukan hubungan yang sistematis sesuai dengan besarnya satu atau lebih variable. Berdasarkan hasil pengolahan data, maka hasil Scatterplot dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 4.5 Hasil Uji Heteroskedastisitas Sumber: data primer yang diolah
76 Dasar analisis dari grafik Scatterplotdiatas adalah: 1.
Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu
yang
teratur
menyempit),
(bergelombang,
maka
melebar
diidentifikasikan
kemudian
telah
terjadi
heteroskedastitas. 2.
Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar diatas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heterosdatisitas. (Ghozali 2012:139). Dari output diatas dapat diketahui bahwa titik-titik tidak
membentuk pola yang jelas. Titik-titik yang menyebar diatas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y. jadi dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi masalah heteroskedasitas dalam model regresi.
4.2.4
Hasil Uji Hipotesis Penelitian 4.2.4.1 Hasil Uji Persamaan Regresi Linier Berganda Analisis regresi linier berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh antara variabel independen terhadap variabel dependen, adapun hasil uji regresi linier berganda adalah sebagai berikut:
Tabel 4.13 Hasil Uji Persamaan Regresi Linier Berganda Coefficients Model
Unstandardized Coefficients B
1
a
Std. Error
Standardized Coefficients Beta
(Constant)
.501
.240
PP
.242
.088
.259
PS
.436
.084
.455
KP
.205
.080
.231
a. Dependent Variable: MO
Sumber: data primer yang diolah
77 Berdasarkan hasil yang telah diperoleh dari koefisien regresi di atas, maka dapat dibuat suatu persamaan regresi sebagai berikut: Y= 0,501 + 0,242 X1 + 0,436 X2 + 0,205 X3+ e Dengan persamaan di atas, apabila seluruh variabel bernilai nol maka nilai motivasi wajib pajak adalah sebesar 0,501. Dengan persamaan tersebutbila nilai variabel yang lain tetap maka setiap kenaikan pada variable: a. Pengetahuan perpajakan mempengaruhi motivasi wajib pajak dalam membayar pajak sebesar 24,2,% b. Penegakan sanksi pajak mempengaruhi motivasi wajib pajak dalam membayar pajak sebesar 43,6% c. Kualitas pelayanan fiskus mempengaruhi motivasi wajib pajak dalam membayar pajak sebesar 20,5% 4.2.4.2 Hasil Koefisien Determinasi (Adjusted R2) Uji koefisien determinasi digunakan untuk menentukan seberapa besar variabel independen dapat menjelaskan variable dependen, maka perlu diketahui nilai koefisien determinasi (Adjusted R-Square).Adapun hasil uji determinasi Adjusted R2. Tabel 4.14 Hasil Uji Determinasi (Adjusted R2) b
Model Summary Model
1
R
.856
R Square
a
Adjusted R
Std. Error of
Square
the Estimate
.734
.724
Durbin-Watson
.23694
2.318
a. Predictors: (Constant), KP, PS, PP b. Dependent Variable: MO
Sumber: data primer yang diolah Hasil pengujian menunjukkan besarnya koefisien korelasi berganda (R), koefisien determinasi (R Square), dan koefisien determinasi
yang
disesuaikan
(Adjusted
R
Square).
Berdasarkan tabel model summaryb di atas diperoleh bnilai
78 koefisien
korelasi
menunjukkan
berganda
bahwa
(R)
variabel
sebesar
pengetahuan
0,856.
Ini
perpajakan,
penegakan sanksi pajak dan kualitas pelayanan fiskus terhadap motivasi wajib pajak dalam membayar pajak mempunyai hubungan yang sangat kuat. Hasil pada tabel di atas juga menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi (R Square) sebesar 0,734 dan nilai koefisien determinasi yang sudah disesuaikan (Adjusted R Square) adalah 0,724. Hal ini berarti 72,4% variasi dari motivasi wajib pajak dalam membayar pajak bisa dijelaskan oleh variasi variabel independen (pengetahuan perpajakan, penegakan sanksi pajak dan kualitas pelayanan fiskus). Sedangkan sisanya (100% - 72,4% = 27,6%) dijelaskan oleh variabel lain yang tidak ada dalam penelitian ini seperti penyelewengan pajak (Irawan, 2012), penyuluhan pajak dan pemeriksaan pajak (Ihsan, 2013).
4.2.4.3 Hasil Uji Signifikansi Parsial (Uji Statistik t) Uji t digunakan untuk mengetahui apakah dalam model regresi, variabel independen dalam penelitian ini yaitu Pengetahuan perpajakan, penegakan sanksi pajak (X2), dan kualitas pelayanan fiskus (X3) secara parsial berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen yaitu motivasi wajib pajak dalam membayar pajak.
Tabel 4.15 Hasil Uji t (Parsial) Coefficients Model
Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
B
1
a
Std. Error
(Constant)
.501
.240
PP
.242
.088
PS
.436
KP
.205
a. Dependent Variable: MO
Sumber: data primer yang diolah
t
Sig.
Beta 2.091
.040
.259
2.762
.007
.084
.455
5.212
.000
.080
.231
2.563
.012
79 Untuk mengetahui hasil dari uji signifikan t, berikut dibawah ini kriteria pengujiannya : -
Nilai signifikan < 0,05, maka Ho ditolak (signifikan)
-
Nilai signifikan > 0,05, maka Ho diterima (tidak signifikan)
Berdasarkan hasil pengujian dari tabel di atas dapat disimpulkan sebagai berikut: Hasil Uji Hipotesis 1: Pengaruh Pengetahuan Perpajakan terhadap Motivasi Wajib Pajak Dalam Membayar Pajak Berdasarkan memiliki nilai Sig.
table
4.15
Pengetahuan
Perpajakan
0,007 nilai ini lebih kecil dari 0,05
(0,007<0,05) maka keputusan yang diambil dari hasil uji hipotesis 1, Ho1 ditolak sehingga dapat dikatakan bahwa pengetahuan perpajakan berpengaruh terhadap motivasi wajib pajak dalam membayar pajak, hal ini menunjukan bahwa semakin baiknya pengetahuan perpajakan yang dimiliki wajib pajak maka akan semakin tinggi motivasi wajib pajak dalam membayar pajak. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Ihsan (2013) yang menyatakan bahwa Pengetahuan Wajib Pajak berpengaruh terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Badan di Kota Padang. Temuan ini juga mendukung pernyataan Irawan (2012) yang menyatakan bahwa pengetahuan wajib pajak tentang peraturan perpajakan mempunyai pengaruh yang positif signifikan terhadap motivasi wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan. Hasil Uji Hipotesis 2: Pengaruh Penegakan Sanksi Pajak terhadap Motivasi Wajib Pajak Dalam Membayar Pajak. Berdasarkan table 4.15 Penegakan Sanksi Pajak memiliki nilai
Sig.
0,000 dimana
0,000< (0,05) maka
keputusan yang diambil dari hasil uji hipotesis 2, Ho2 ditolak sehingga dapat dikatakan bahwa penegakan sanksi pajak berpengaruh terhadap motivasi wajib pajak dalam membayar pajak, hal ini menunjukan bahwa semakin tinggi atau berat
80 nya penegakan sanksi pajak yang terjadi semakin tinggi motivasi wajib pajak dalam membayar pajak. Hasil ini sesuai dengan penelitian Muliari dan Setiawan (2010) dimana persepsi wajib pajak tentang sanksi perpajakan secara parsial berpengaruh positif dan signifikan pada kepatuhan pelaporan wajib pajak orang pribadi dan Istanto (2010) menyatakan ketegasan sanksi pajak mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap motivasi wajib pajak dalam membayar pajak. Hasil Uji Hipotesis 3: Pengaruh Kualitas Pelayanan Fiskus terhadap Motivasi Wajib Pajak Dalam Membayar Pajak. Berdasarkan table 4.15 Pengaruh Kualitas Pelayanan Fiskus memiliki nilai Sig. 0,012 dimana 0,012< (0,05), maka keputusan yang diambil dari hasil uji hipotesis 3, Ho3 ditolak sehingga dapat dikatakan bahwa kualitas pelayanan fiskus berpengaruh terhadap motivasi wajib pajak dalam membayar pajak, hal ini menunjukan bahwa semakin baiknya kualitas pelayanan fiskus maka akan semakin tinggi motivasi wajib pajak dalam membayar pajak. Hasil sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sapriadi (2013) dalam penelitianya yang berjudul “Pengaruh Kualitas Pelayanan Pajak, Sanksi Pajak dan Kesadaran Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Membayar PBB Pada Kecamatan Seupu Rejang” dengan metode yang digunakan adalah regresi linier berganda. Hasil penelitian menyatakan bahwa kualitas pelayanan pajak, sanksi pajak dan kesadaran wajib pajak berpengaruh signifikan positif terhadap kepatuhan wajib pajak.
81 4.2.4.4 Hasil Uji Signifikan Simultan (Uji Statistik F) Uji F digunakan untuk menguji apakah variabel independen secara simultan berpengaruh terhadap variabel dependen. Ho4 : Pengetahuan perpajakan, Penegakan sanksi pajak, dan kualitas pelayanan fiskus tidak berpengaruh terhadap motivasi wajib pajak dalam membayar pajak. Ha4 : pengetahuan perpajakan, penegakan sanksi pajak, dan kualitas pelayanan fiskus berpengaruh terhadap motivasi wajib pajak dalam membayar pajak.
Tabel 4.16 Hasil Uji Statistik F (Simultan) a
ANOVA Model
Sum of Squares Regression
1
Residual Total
df
Mean Square
12.830
3
4.277
4.660
83
.056
17.490
86
F 76.182
Sig. .000
b
a. Dependent Variable: MO b. Predictors: (Constant), KP, PS, PP
Sumber: data primer yang diolah
Berdasarkan data table 4.16 diatas dapat dilihat pada nilai F sebesar 76.182 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000. Hal ini menunjukan H04 ditolak, karena nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05, sehingga dapat dikatakan bahwa pengetahuan perpajakan, penegakan sanksi pajak dan kualitas pelayanan fiskus berpengaruh terhadap motivasi wajib pajak dalam membayar pajak secara simultan (bersama-sama).
82 4.3
Pembahasan 4.3.1
Pengaruh Pengetahuan Perpajakan terhadap Motivasi Wajib Pajak Dalam Membayar Pajak Hasil penelitian menyatakan bahwa terdapat pengaruh secara parsial antara pengetahuan perpajakan terhadap motivasi Wajib Pajak dalam membayar pajak dilihat berdasarkan nilai signifikan 0,007 dan lebih kecil dari 0,05. Hasil penelitian sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ihsan (2013) dalam penelitianya yang berjudul “Pengaruh Pengetahuan Wajib Pajak, Penyuluhan Pajak, Kualitas Pelayanan Pajak, dan Pemeriksaan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Badan di Kota Padang”. Metode yang digunakan menggunakan regresi linier berganda dan hasil penelitian menyatakan bahwa semua variabel berpengaruh positif secara signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak badan di kota Padang. Hasil
penelitian
ini
membuktikan
pengetahuan
pajak
mempunyai pengaruh positif terhadap motivasi wajib pajak dalam membayar pajak di KPP Pratama Jakarta kebon jeruk satu, jadi semakin tinggi pengetahuan perpajakan maka akan semakin tinggi motivasi wajib pajak dalam membayar pajak. Maka bagi Kantor Pelayanan Pajak perlu meningkatkan pengetahuan perpajakan kepada wajib pajak, dengan melakukan penyuluhan pajak dan sosialisasi perpajakan, sehingga wajib pajak memahami peraturan perpajakan.
4.3.2
Pengaruh Penegakan Sanksi Pajak terhadap Motivasi Wajib Pajak Dalam Membayar Pajak Hasil penelitian menyatakan bahwa terdapat pengaruh secara parsial antara penegakan sanksi pajak terhadap motivasi Wajib Pajak dalam membayar pajak dilihat berdasarkan nilai signifikan 0,000. Hasil penelitian sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Muliari dan setiawan (2010) Pengaruh persepsi tentang sanksi perpajakan dan kesadaran wajib pajak terhadap kepatuhan pelaporan wajib pajak orang pribadi. Dimana persepsi tentang sanksi perpajakan mempunya nilai signifikan kurang dari 0,05. Sesuai pula dengan penelitian Istanto (2010) yang berjudul ‘analisis pengaruh pengetahuan tentang
83 pajak, kualitas pelayanan pajak, ketegasan sanksi pajak, dan tingkat pendidikan terhadap motivasi wajib pajak dalam membayar pajak. Menggunakan metode linear berganda Hasil penelitian nya ketegasan sanksi pajak memiliki nilai sig sebesar 0,02 yang berarti berpengaruh secara signifikan terhadap motivasi wajib pajak dalam membayar pajak. Sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan perundang-undangan perpajakan (norma perpajakan) akan dituruti atau ditaati atau di patuhi. Atau bias dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat pencegah (preventif) agar wajib pajak tidak melanggar norma perpajakan. Wajib pajak akan memenuhi kewajibannya apabila sanksi pajak lebih memberatkan dan aparatur pajak konsisten dalam melakukan penegakan peraturan perpajakan secara adil kepada setiap wajib pajak, maka motivasi wajib pajak akan semakin meningkat .
4.3.3
Pengaruh Kualitas Pelayanan Fiskus terhadapMotivasi Wajib Pajak Dalam Membayar Pajak Hasil penelitian menyatakan bahwa terdapat pengaruh secara parsial antara kualitas pelayanan fiskus terhadap motivasi Wajib Pajak dalam membayar pajak dilihat berdasarkan nilai signifikan sebesar 0.012. Hasil penelitian sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sapriadi (2013) dalam penelitianya yang berjudul “Pengaruh Kualitas Pelayanan Pajak, Sanksi Pajak dan Kesadaran Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Membayar PBB Pada Kecamatan Seupu Rejang”, metode yang digunakan adalah regresi linier berganda. Hasil penelitian menyatakan bahwa Kualitas pelayanan pajak, sanksi pajak dan kesadaran wajib pajak berpengaruh signifikan positif terhadap kepatuhan wajib pajak. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa semakin baiknya kualitas pelayanan fiskus maka akan semakin tinggi motivasi wajib pajak dalam membayar pajak. Maka bagi Kantor Pelayanan Pajak perlu meningkatkan kualitas pelayanan fiskus melalui pelatihan dan pembinaan
terhadap
pegawai
pajak
(fiskus).
84
85 BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN
5.1
Simpulan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bahwa pengetahuan perpajakan,
penegakan sanksi pajak dan kualitas pelayanan fiskus berpengaruh positif terhadap motivasi wajib pajak dalam membayar pajak. Responden penelitian ini berjumlah 87 orang wajib pajak orang pribadi. Berdasarkan pada data yang telah dikumpulkan dan pengujian yang telah dilakukan terhadap permasalahan dengan menggunakan model regresi berganda, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Hasil uji regresi ditemukan bahwa: a. Berdasarkan hasil uji regresi linier berganda ditemukan bahwa secara parsial
variabel
pengetahuan
perpajakan
berpengaruh
secara
signifikan terhadap motivasi wajib pajak dalam membayar pajak. Sejalan dengan penelitian Ihsan (2013) dan Irawan (2012). b. Berdasarkan hasil uji regresi linier berganda ditemukan bahwa secara parsial variabel penegakan sanksi pajak
berpengaruh secara
signifikan terhadap motivasi wajib pajak dalam membayar pajak. Sejalan dengan penelitian Muliari dan Setiawan (2010) dan Istanto (2010). c. Berdasarkan hasil uji regresi linier berganda ditemukan bahwa secara parsial variabel kualitas pelayanan fiskus berpengaruh signifikan terhadap motivasi wajib pajak dalam membayar pajak. Sejalan dengan penelitian Sapriadi (2013). d. Berdasarkan hasil uji regresi linier berganda penelitian secara simultan ditemukan bahwa terdapat pengaruh antara variabel independen (pengetahuan perpajakan, penegakan sanksi pajak dan kualitas pelayanan fiskus) terhadap variabel dependen (motivasi wajib pajak dalam membayar pajak
86 5.2
Implikasi penelitian Berdasarkan
kesimpulan
penelitian
diatas,
ditemukan
pengetahuan
perpajakan memiliki pengaruh positif terhadap motivasi wajib pajak dalam membayar pajak. Hal ini membuktikan bahwa semakin tingginya pengetahuan perpajakan yang dimiliki para wajib pajak maka akan semakin tinggi motivasi mereka dalam membayar pajak. Maka dari itu, perlu diadakannya peningkatan pengetahuan oleh para wajib pajak dengan terus mengadakan penyuluhan serta sosialisasi perpajakan secara berkesinambungan oleh pihak KPP maupun DJP, karena dengan pemahaman dan pengetahuan perpajakan yang cukup maka akan meningkatkan motivasi wajib pajak dalam membayar pajak. Ketika motivasi itu tinggi maka kepatuhan para wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya pun akan semakin baik dan dapat meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak. Berdasarkan kesimpulan penelitian diatas, ditemukan penegakan sanksi perpajakan memiliki pengaruh positif terhadap motivasi wajib pajak dalam membayar pajak. Hal ini membuktikan sanksi adalah jaminan bahwa peraturan peundang-undangan akan dipenuhi, penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi pemerintah dalam aspek hukum dan lebih ditingkatkan lagi sanksi yang ada karena wajib pajak akan termotivasi sehingga timbul kepatuhan bila memandang sanksi akan lebih banyak merugikannya. Penegakan hukum yang tegas dan adil kepada wajib pajak yang lalai dalam membayar pajak sangat diperlukan sehingga motivasi wajib pajak untuk membayar pajak akan semakin meningkat. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa kualitas pelayanan fiskus memiliki pengaruh positif terhadap motivasi wajib pajak dalam membayar pajak, dengan hasil ini maka dapat dilihat bahwa semakin baiknya kualitas pelayanan yang diberikan fiskus kepada wajib pajak, maka akan semakin tinggi motivasi wajib pajak dalam membayar pajak. Maka bagi KPP dan DJP perlu meningkatkan kualitas pelayanan fiskus melalui penetapan ketentuan peraturan pelayanan yang baik sesuai perundang-undangan yang berlaku yang diaplikasikan dalam pelatihan dan pembinaan terhadap pegawai pajak (fiskus).
87 5.3
Saran Berdasarkan hasil analisa dan kesimpulan penelitian, maka dapat dibuat suatu
saran, adapun saran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi Kantor Pelayanan Pajak dan Direktorat Jendral Pajak Penelitian ini sebagai kritik dan saran bagi Kantor Pelayanan Pajak dan Direktorat Jendral Pajak agar dapat terus meningkatkan pelayanan kepada wajib pajak dengan meningkatkan pengetahuan dan pemahaman perpajakan para wajib pajak melalui berbagai acara penyuluhan dan sosialisasi
perpajakanyang
sangat
berguna
untuk
diterapkan
dalam
melaksanakan kewajiban perpajakannya. Kualitas pelayanan fiskus juga merupakan hal penting yang harus diperhatikan KPP dan DJP agar meningkatkan kualitas pelayanan melalui penetapan ketentuan peraturan pelayanan yang baik sesuai perundang-undangan yang berlaku yang diaplikasikan dalam pelatihan dan pembinaan terhadap pegawai pajak (fiskus). KPP sebaiknya menambah kuantitas dari fiskus yang ada, dengan menambahnya jumlah fiskus disetiap waskon maka Wajib Pajak yang membutuhkan bantuan lebih cepat dilayani dan menyeleksi fiskus sebaiknya minimum S1 karena dibutuhkan fiskus yang profesional di bidangnya. KPP juga sebaiknya memperbaiki sistem yang ada misalnya lebih aktif di pajak.go.id, kringg pajak dan membuat twitter atau facebook untuk di setiap KPP, karena lebih mempermudah Wajib Pajak apabila ingin membutuhkan pertolongan melalui sosial media. 2. Bagi Peneliti dan Pembaca a. Rekomendasi untuk penelitian mendatang adalah memperluas cakupan responden baik dari cakupan wilayah maupun jenis wajib pajak, misalnya cakupan wilayah diperluas menjadi Kantor Pelayanan Pajak yang semula di KPP Pratama Kebon Jeruk Satu, menjadi KPP yang berada di Jakarta Barat dengan responden yang diperluas menjadi Wajib Pajak badan. b. Penelitian selanjutnya disarankan untuk memperluas populasi data survey yang ditambah menjadi 200 responden sehingga hasil peneltian tersebut dapat lebih baik untuk disimpulkan lebih umum. c. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat menambah variabel atau mengganti dengan variabel lain yang berpengaruh terhadap motivasi
88 wajib
pajak
dalam
membayar
pajak,
misalnya
variable
penyelewengan pajak, kesadaran wajib pajak, penyuluhan pajak, dll. 3. Bagi Masyarakat dan Umum Pengetahuan perpajakan diperlukan didalam pendidikan formal atau non formal, dengan menerapkan pengetahuan perpajakan di dalam pendidikan formal dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi tidak hanya di jurusan Akuntasi, tentu akan menambah motivasi masyarakat untuk melaksanakan kewajiban nya membayar pajak karena sudah diberi pengetahuan akan penting nya membayar pajak sejak dini. 4. Penegakan sanksi harus lebih di tingkatkan dan ditegakkan yang semula sanksi denda atas keterlambatan lapor SPT adalah Rp 100.000 menjadi Rp 200.000. karna wajib pajak akan termotivasi untuk melaksanakan kewajibannya apabila menganggap sanksi lebih memberatkan.
89
REFERENSI
Ancok, Djamaluddin. 2004. Mengapa Orang Kurang Antusias Membayar Pajak? Diakses,
25
mei
2014
dari
http://ancok.staff.ugm.ac.id/main/wp-
content/Mengapa-OrangKurang-Antusias-Membayar-pajak.pdf Anonim, “Kepedulian Kita untuk Kemakmuran Bersama”, artikel diakses tanggal 23 Februari 2014 pukul 16.25, dari http://www.pajak.go.id/content/kepeduliankita-untuk-kemakmuran-bersama. Boediono. 2014. Pelayanan Prima Perpajakan. Jakarta: Rineka Cipta. Ghozali, Imam.(2012). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 20, Edisi Keenam. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Hasibuan, Malayu S.P. 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Revisi. Jakarta: Bumi Aksara. Hj. Mohamad, Bt. Marziana, Bt. Norkhazimah & Sakamor, Mohmad (2010).The Relationship Between Perceptions And Level Of Compliance Under Self Assessment System. Journal Of Global Business and Econimics, Vol. 1 No. 1, diakses 15 februari 2014 dari http://globalreserach.com.my/journal/business_v01n01/0016_abstract_PG241 -257.pdf Ihsan, M. 2013. Pengaruh Wajib Pajak, Penyuluhan Pajak, Kualitas Pelayanan Pajak, dan Pemeriksaan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Badan di Kota Padang. e-Journal Universitas Negeri Padang, vol 1 no 3. Padang: Fakultas
Ekonomi,
Universitas
Negeri
Padang
diakses
dari
http://ejournal.unp.ac.id/students/index.php/akt/article/view/692/449 Ilyas, Wirawan dan Richard Burton. 2010. Hukum Pajak Edisi 5. Jakarta: Salemba Empat. Indriantoro, Nur dan Bambang Supomo. 2014. Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan Manajemen. Yogyakarta: BPFE.
90 Irawan, Candra. 2012. Pengaruh Pengetahuan Wajib Pajak Tentang Peraturan Perpajakan, Penyelwengan Pajak dan Persepsi Wajib Pajak Atas Kinerja Pelayanan Perpajakan Terhadap Motivasi Wajib Pajak Dalam Memenuhi Kewajiban Perpajakan. Journal Repository Universitas Riau, vol. 4, No. 7, Riau: Universitas Riau. Istanto, Feri. 2010. Analisis Pengaruh Pengetahuan Tentang Pajak, Kualitas Pelayanan Pajak, Ketegasan Sanksi Perpajakan, dan Tingkat Pendidikan terhadap Motivasi Wajib Pajak Dalam Membayar Pajak. Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jatmiko, Agus Nugroho. 2006. Pengaruh Sikap Wajib Pajak pada
,Pelayanan
Fiskus, dan Kesadaran Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Studi Empiris Terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi di Kota Semarang. Universitas Diponegoro: Tesis Megister Akuntansi. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-378/PJ/2013 tentang Penetapan Standar Pelayanan pada Kantor Pelayanan Pajak diakses pada tanggal 25 maret 2013 Lunenburg, Fred. C. 2011. Expectancy Theory of Motivation: Motivating by Altering Expectations.
International
Journal
of
Management
Business
and
Administration Volume 15 Number 1. Sam Houston State University. Mardiasmo. 2013. Perpajakan Edisi Revisi. Yogyakarta: Penerbit Andi. Muliari, Setiawan. 2010. Pengaruh Persepsi Tentang Sanksi Perpajakan dan Kesadaran Wajib Pajak Pada Kepatuhan Pelaporan Wajib di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Denpasar Timur. Jurnal Akuntansi&Bisnis, Volume 6. No.1.diakses 26 februari 2014 dari http://ojs.unud.ac.id/index.php/jiab/ article/view/2641 Palil, Mohd Rizal. 2010. Tax Knowledge and Tax Compliance Determinants In Self Assesment System In Malaysia. The University Of Birmingham. Diakses dari http://etheses.bham.ac.uk/1040/1/Palil10PhD.pdf Resmi, Siti. 2012. Perpajakan Teori dan Kasus: Buku Dua, Edisi Enam. Jakarta: Salemba Empat.
91 Santoso, Singgih. 2004. Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. Sapriadi, Doni. 2013. Pengaruh Kualitas Pelayanan Pajak, Sanksi Pajak dan Kesadaran Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Membayar PBB Pada Kecamatan Selupu Rejang. e-Journal Universitas Negeri Padang, Volume 2, No. 3, halaman 1 – 25, 2013. Diakses 25 Maret 2014 dari http://ejournal.unp.ac.id/students/index.php/akt/article/view/129 Sekaran, Uma.2009. Metode Penelitian Untuk Bisnis. Jakarta: Salemba Empat. Sony, Devano, dan Siti Kurnia Rahayu. 2006. Perpajakan Konsep,Teori dan Isu. Jakarta: PT Kencana. Suandy, Erly. 2011. Hukum Pajak. Edisi Kelima. Jakarta: Salemba Empat. Sugiono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : CV Alfabeta.
Supriyati. 2012. Dampak Motivasi dan Pengetahuan Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak . Jurnal InFestasi, Vol. 8, No.1, Hal.15-32, diakses 25 februari 2014
dari
http://www.e-bookspdf.org/download/kesadaran-terhadap-
kepatuhan-pajak.html Surat Edaran Direktorat Jenderal Pajak No. SE-84/PJ/2011 tentang Pelayanan Prima diakses pada tanggal 25 maret 2014 Undang-Undang Perpajakan Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Waluyo. 2011. Perpajakan Indonesia. Buku 1. Edisi 10. Jakarta: SalembaEmpat. Winardi. 2004. Motivasi dan Pemotivasian dalam Manajemen. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. www.klinik-pajak.com diakses pada yanggal 25 maret 2014 Yulianawati, Nila. 2011. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemauan Membayar Pajak”, Dinamika Keuangan dan Perbankan Vol. 3 No. 1, November 2011.
92