nar-benar sudah dididik salah oleh Bun cianpwee....!" "Ditubuh pangeranlah mati hidup dunia persilatan tergantung, sekali pun Bun lo pangcu tidak memberi petunjuk, kami dua bersaudara juga tak berani bersikap kurang ajar ..." "Cukup... cukup... aku tak mau mendengarkan perkataan seperti itu lagi" dengan perasaan mendongkol Sik Tiong giok menutupi telinganya rapat-rapat. Dia segera membalikkan badan dan berjalan pergi, tapi baru berapa langkah dia telah berpaling lagi sambil berkata kepada Pui Khi im: "Nona Pui kau tak boleh menirukan cara seperti mereka...!" Siapa tahu sebelum perkataan itu selesai diutarakan, Pui Khi im telah menjura dalam-dalam seraya berkata: "Baik pangeran, Pui Khi im tak berani bersikap kurangajar..." Dengan demikian, Sik Tiong giok dibuat semakin mendongkol, tanpa berbicara lagi dia segera membalikkan badan dan beranjak menuju ke dalam gedung. Tentu saja sikap dari anak muda itu membuat Pui Khi im jadi tertegun sambil berdiri melongo, sampai lama kemudian ia baru menghela napas sambil bergumam: "Masa aku telah salah berbicara? Coba kau lihat, betapa gusar dan mendongkolnya dia..." Ki Beng tertawa. "Nona Pui, kau tidak salah. Hanya saja pangeran kecil kami belum terbiasa dengan sebutan itu, meski sekarang mendongkol sebentar lagi dia akan tersenyum kembali" "Lantas mengapa dia jadi marah?" "Pangeran adalah seorang yang berjiwa terbuka, polos dan jujur, ia paling benci dengan segala macam sebutan yang muluk-muluk" "Kalau toh dia tak suka, mengapa kalian harus berbuat demikian? tanya Phui Khi im semakin keheranan. "Sebab untuk menghadapi Rasul serigala langit, biarpun kita cuma jago silat kasaran, tata krama tak boleh ditinggalkan!" Biarpun semenjak kecil Pui Khi im sudah terbiasa dimanja, namun dia pun cukup banyak belajar sastra dan tata krama, maka setelah termenung sebentar, pelanpelan ujarnya: "Yaa, aku tahu sekarang, untuk melenyapkan binatang iblis tersebut dari dunia persilatan, kita wajib bersatu padu, bila ingin bersatu maka kita harus mempunyai seorang pemimpin, apakah kita hendak menunjangnya menjadi pemimpin kita?" "Benar..." Ki Beng tertawa, "kita harus mendukungnya menjadi Pangeran Serigala langit" Maka Pui Khi im tertawa, Ki Beng bersaudara juga ikut tertawa. Dalam pada itu, Sik Tiong giok yang baru saja naik loteng, tiba-tiba mendengar Bun Su khi berkata sambil menghela napas panjang: "Kasihan putriku yang bernasib malang itu, entah dia masih hidup atau sudah mati sekarang?" Mendengar perkataan itu, Sik Tiong giok segera merasakan hatinya berdebar keras, bayangan tubuh nona Bun juga segera melintas didalam benaknya, diam-diam ia berpikir: "Orang lain bersedia menurunkan derajat sendiri dengan menjadi pengikutku, berjuang dan memeras keringat serta pikiran demi kepentingan ku, mengapa aku tidak berusaha pula untuk menolong putri orang yang telah hilang...?"
Dasar jiwa pemuda, apa yang dipikirkan segera dilakukan, dia pun melangkah naik keatas loteng. Ketika Tangan sakti penggosok awan Bun Su khi mendengar suara langkah kaki manusia, ia segera tahu kalau Sik Tiong giok yang datang, sebab tanpa perintah mustahil orang lain akan naik keatas loteng tanpa permisi. Tiba dalam ruangan, dengan cepat Sik Tiong giok jadi tertegun karena heran, ternyata si pertapa nelayan bertangan besi Siau Kun telah sembuh kembali, malah dia ikut serta dalam pembicaraan tersebut, tak heran kalau pemuda itu keheranan. Setelah tertegun, buru-buru dia berkata: "Siau locianpwe, kau... kau telah sembuh kembali?" Siau Kun tertawa terbahak bahak: "Haaah... haaahhh...haaaahh... bila tabib nomor wahid telah datang menyembuhkan lukaku, siapa bilang lukaku tidak segera menjadi sembuh kembali?" "Benarkah pil penawar racun Giok kim wan memiliki kasiat yang begitu hebat?" Sik Tiong giok kaget bercampur keheranan. "Bila tidak berkasiat hebat, bagaimana mungkin dia disebut tabib nomor wahid di kolong langit?" Mendengar ucapan mana, Sik Tiong giok segera manggut-manggut berulang kali, sorot matanyapun dialihkan ke wajah Bun Su khi, katanya kemudian: "Bun lonanpwee, ada suatu persoalan aku ingin mengajakmu untuk berunding" "Kami sendiripun kebetulan ada urusan yang hendak dirundingkan pula dengan mu" sambut Bun Su khi tertawa. "Ada urusan apa mencari aku..." tanya Sik Tiong giok dengan perasaan terkejut. "Aaah betul apakah kau bersedia atau tidak?" tanya Siau Kun kemudian. "Kau toh belum menjelaskan kepada ku persoalan apa yang dimaksudkan, bagaimana mungkin aku bisa menyetujuinya?" "Asal kau bersedia untuk menyetujuinya, kami pasti akan memberi tahukan kepadamu" ucap Bun Su khi. Hoa tho bertangan racun Pui Cu yu segera turut menimbrung pula: "Demi kejayaan dunia persilatan, demi menyelamatkan umat persilatan dari segala bencana, Pangeran! Hanya kau yang sanggup memikul beban berat tersebut bagi umat persilatan saat ini, sanggupilah permintaan kami ini!" "Aku toh tidak mengetahui apa yang sedang kalian rundingkan, bagaimana mungkin aku bisa menyanggupinya?" Siau Kun tertawa: "Pokoknya persoalan ini tak akan mendatangkan kerugian bagi dirimu, sebaliknya justru sangat bermanfaat bagi umat persilatan, sanggupilah dulu permintaan kami ini, apa sih susahnya?" Sik Tiong giok termenung sambil berpikir sebentar, akhirnya dia berkata dengan gagah: "Baik, aku bersedia mengabulkan permintaanmu, asal bermanfaat bagi umat persilatan di dunia ini, aku Sik Tiong giok bersedia pula untuk mengorbankan selembar jiwaku" Siau Kun segera tertawa: "Sungguh tak disangka kau mempunyai jalan pemikiran hingga mencapai taraf setinggi itu, asal kau mati, kami semua pun tak akan punya muka untuk hidup terus didunia ini"
"Kekacauan dan kekalutan sudah mulai melanda dunia persilatan, badai berdarah telah mencuci dunia persilatan, untuk menghapuskan bencana besar yang sedang mengancam dunia ini, kita putuskan untuk membangun kembali partai Serigala langit, kita harus bekerja sama dengan berbagai partai untuk bersatu padu menghadapi rasul serigala langit tersebut!" Semangat Sik Tiong giok segera berkobar setelah mendengar ucapan itu, serunya sambil bertepuk tangan: "Bagus sekali! kalau persoalan macam ini sih, tentu saja aku akan menyanggupinya!" "Sebetulnya yang kami mohon persetujuanmu bukan masalah ini, melainkan suatu masalah yang lain" "Masalah apakah itu?" tanya Sik Tiong giok keheranan, "Kami berharap kau sudi menjadi Pangeran Serigala langit" pinta Bun Su ki dengan hormat. Belum lagi ucapan tersebut selesai di utarakan, Sik Tiong giok sudah melompatlompat sambil teriaknya" "Waaaaah, kalau soal itu mah aku tak sudi untuk melakukan-nya, apalagi aku toh masih muda?" Siau Kun segera mengerling sekejap ke arah Pui Cu yu dan Bun su khi, kemudian mereka bertiga bersama-sama menjatuhkan diri berlutut ditanah, katanya sambil menyembah: "Pangeran tak usah menampik lagi, kami semua bersedia mendampingimu, serta mentaati perintahmu!" Sik Tiong giok menggoyangkan tangan-nya berulang kali sambil mencoba untuk menampik lagi, tapi Siau Kun telah menimbrung lebih dahulu: "Apakah Pangeran hendak menjilat kembali kata-kata sendiri...?" Sik Tiong giok menjadi mati kutunya, terpaksa dia menganggukkan kepalanya dengan perasaan berat, ujarnya: "Baiklah, aku bersedia mengabulkan permintaanmu, cuma akupun ada satu permintaan yang mesti kalian setujui" Mendengar kata-kata tersebut, ketiga orang itu saling bertukar pandangan lagi, kemudian katanya bersama-sama: "Kami bersedia menerima perintah, entah masalah apakah itu?" Sekulum senyuman segera menghiasi ujung bibirnya Sik Tiong giok, katanya kemudian: "Harap kalian bangkit lebih dulu, kalau tidak akupun tidak akan berbicara" Sekali lagi ketiga orang itu menyembah kemudian baru bangkit bersama-sama, enam buah sotot mata bersama-sama dialihkan kewajah Sik tiong giok. "Aku hendak pergi kebukit Kiu nia san" ujar Sik Tiong giok tiba-tiba. "Bukit Kiu nia san?" Siau Kun terperanjat, "tempat itukan merupakan sarang dari Rasul serigala langit?" "Justru karena tempat itu merupakan kaum sarang penjahat maka aku merasa wajib untuk mengunjunginya" Cepat-cepat Bun Su ki menggoyangkan tangan-nya berulang kali: "Tidak! tidak boleh, sekarang kau adalah pimpinan dari suatu partai besar, tak boleh menyerempet bahaya dengan begitu saja!" "Baiklah" kata Sik Tiong giok kemudian sambil mengambek, "bila kalian tidak
setuju, akupun tidak bersedia menjadi pangeran atau segala sesuatunya, pokoknya aku tetap akan mengunjungi bukit Kiu nia san!" "Desakan ini sudah barang tentu menyulitkan Bun Su khi, tanpa terasa dia berpaling dan memandang sekejap kearah Siau Kun, Siau Kun sendiri berlagak seolah-olah tidak melihat, malah katanya kepada Sik Tiong giok sambil tertawa: "Siapa bilang kami tidak menyetujuinya? Cuma kita baru mendirikan partai baru, sedikit banyak toh harus diselenggarakan sedikit upacara agar segenap umat persilatan mengetahui akan peristiwa tersebut, kalau tidak, siapa yang bakal tahu tentang partai Thian long pay kita?" "Maksudmu kau hendak menyebar surat undangan Bu lim hiap untuk menyelenggakan Enghiong hwee? Itu mah tidak perlu!" "Lantas bagaimana menurut pangeran?" "Kita cukup menyebarkan surat pemberitahuan Bu lim hiap yang mengabarkan kepada segenap umat persilatan bahwa kami telah muncul dan berdiri dalam dunia persilatan, mengapa sih mesti repot-repot menyelenggarakan hal ini? Aku mah tak sudi mengurusi persoalan-persoalan macam begitu" kata Sik Tiong giok dingin, "semuanya ini toh merupakan ide kalian sendiri, jadi lebih baik diselesaikan oleh kalian sendiri saja" Selesai berkata dia lantas membalikkan badan menuruni loteng bambu itu. Bun Su ki menjadi tertegun beberapa saat lamanya, kemudian dia baru berkata kepada Siau Kun: "Saudara Siau, mengapa kau malah menyetujui pangeran untuk pergi menyerempet bahaya?" Siau Kun segera tertawa: "Masa tidak kau lihat keteguhan hatinya? Kau anggap kita dapat menghalangi niatnya?" "Tapi kita toh tak bisa membiarkan pangeran untuk pergi menyerempet bahaya?" "Walaupun begitu, tahukah kau bila kita mendesaknya kelewatan, dia bisa kabur secara diam-diam..." Belum selesai perkataan itu di utarakan, mendadak dari bawah loteng sudah kedengaran seseorang berseru keras: "Lapor pangcu, pangeran telah pergi seorang diri dengan menumpang perahu!" Mendengar laporan tersebut, Bun Su ki segera mendepakkan kakinya berulang kali, membuat lantai loteng bambu itu berbunyi gemrutukan nyaring, sedangkan Siau Kun segera bertepuk tangan sambil serunya: "Nah, apa kataku tadi? Dia sudah pergi bukan?" Hanya si Hoa Tou bertangan racun Pui Cu yu yang tersenyum dan berkata tenang sambil mengelus jenggotnya: "Aku dapat merasakan watak keras kepala dari pangeran, setelah dia mengatakan akan berangkat, aku yakin tiada orang yang bisa mengajaknya kembali lagi" Untuk sesaat lamanya Bun Su ki menjadi kehilangan akal, buru-buru dia bertanya: "Engkoh tua, apakah kau mempunyai suatu usul yang baik?" "Hanya ada satu cara buat kita sekarang, yakni kita harus menguntilnya secara diam-diam sambil memberikan bantuan bilamana perlu..." "Tapi... bila kita berbuat demikian, berarti rencana yang telah kita rundingkan tadi menjadi sulit untuk diwujudkan menjadi kenyataan" "Itu mah tak menjadi soal, kita laksanakan saja menurut rencana, cuma kau mesti agak repotan sedikit, aku dan Siau lote akan menguntit pangeran, sedang kau boleh bertindak menurut rencana...."
Bun Su ki mengerutkan dahinya rapat-rapat, setelah berpikir sebentar, pelanpelan dia baru berkata" "Yaa, terpaksa kita memang harus berbuat begini!" oooOOOooo Ketika matahari menjelang tenggelam di langit barat, pada mulut selat Say 1eng sia muncul sebuah perahu kecil, pendayungnya adalah seorang sastrawan berusia sangat muda, dia bukan lain adalah Pangeran Serigala langit Sik Tiong giok. Setelah keluar dari selat, perahu dilajukan menuju ke timur mengikuti arus, kurang lebih satu jam kemudian dari mulut selat muncul lagi sebuah perahu, kali ini penumpangnya adalah dua orang kakek berusia lanjut, perahu itu pun melaju kearah timur, penumpangnya tak lain adalah Hoa Tuo bertangan racun Pui Cu yu dan Pertapa nelayan bertangan baja Sian Kun. Waktu itu Sik Tiong giok diburu ingin menolong rekan-nya maka siang malam ia menempuh perjalanan menuju ke bukit Kiu nia san. Bukit Kiu nia san terletak di sebelah utara dan berjajar dengan bukit Pu cho san, mesti tidak begitu tinggi bukitnya, tapi penuh dengan jurang yang berbahaya. Setelah menempuh perjalanan semalaman suntuk, Sik Tiong giok naik ke darat di kota Thian keh tih kemudian dengan menempuh perjalanan darat menuju ke timur. Senja itu dia sudah sampai di Cing ko tin, dari sini jarak perjalanan sampai di kaki bukit tinggal tiga puluhan li. Setelah menempuh perjalanan siang malam tanpa berhenti, pemuda itu mulai keletihan, ditambah pula tidak mengenali lokasi tempat tersebut, maka dia tak berani berani meneruskan perjalanan secara gegabah, akhirnya di putuskan untuk mencari rumah penginapan didusun tadi. Selain daripada itu, diapun kuatir jejaknya ketahuan musuh, sengaja dipilihnya rumah penginapan yang kecil dan terpencil untuk digunakan beristirahat sebaikbaiknya, dengan demikian esok pagi dia akan mendapatkan semangat dan tenaga baru untuk melanjutkan perjalanan-nya menuju ke bukit Kiu nia san. Rumah penginapan itu tidak terlalu besar, hanya terdiri dari tujuh delapan buah kamar Didepannya berupa ruang besar berbentuk segi tiga, dihadapan ruang utama terdiri dari tiga empat buah kamar dan belakang ruangan merupakan tanah liar yang masih penuh oleh semak belukar. "Aku pikir, tempat semacam ini tentu merupakan tempat beristirahat yang paling serasi..." demikian ia berpikir didalam hati kecilnya. Belum habis ingatan tadi melintas lewat, dari depan pintu rumah penginapan telah muncul tiga orang manusia, mereka memeriksa kamar secara terburu-buru lala mengkunci diri dalam kamar. Menyusul kemudian datang lagi dua orang yang minta sebuah kamar, gerak geriknya pun sangat mencurigakan, hanya bedanya dengan rombongan pertama tadi, kedua orang ini mulai berteriak dan menyanyi dengan suara keras begitu masuk kedalam kamar, sebentar berteriak minta air, sebentar teriak minta teh, pokoknya mereka ribut terus tiada hentinya. Mendadak dari pintu depan terdengar lagi seseorang bersenandung dengan suara keras: "Jangan murung disiang hari. Musim semi tak kan kembali..."
Menyusul suara senandungnya yang amat keras itu, dari luar pmtu gerbang berjalan, masuk seorang kakek berambut putih yang membawa tongkat. Paras muka kakek ini tidak menunjukkan sesuatu yang luar biasa, kecuali gerakgeriknya memang nampak tua renta. Justru tongkat yang berada ditangannya yang nampak agak menyolok pandangan, benda itu putih mulus yang panjangnya mencapai delapan kaki, bahkan secara lamat-lamat memancarkan sinar kemerah merahan yang amat tipis. Sik Tiang giok menjadi keheranan setelah menyaksikan kesemuanya itu pikirnya: "Kalau dilihat dari tongkat yang di pegang kakek itu, sudah jelas ia adalah seorang pertapa yang berkepandaian tinggi..." Belum habis ingatan tersebut melintas lewat, mendadak dari kamar sebelah sudah terdengar seseorang berseru: "Aku Ting losam sudah malang melintang diutara dan selatan, pelbagai benda mestika pernah kusaksikan, jangan-jangan tongkat inipun termasuk sebuah mestika?" Seseorang yang lain segera menyambung: "Asal benda itu termasuk mestika, nilainya sudah pasti amat tinggi, tapi aneh, mengapa sampai terjatuh ketangan seorang tua bangka celaka?" "Betul-betul suatu kejadian yang mencurigakan" Agaknya Ting Losam tidak dapat mengendalikan rasa ingin tahunya, dia segera berkata kembali: "Kalau begitu biar aku keluar untuk memeriksanya" "Losam, mengapa sih kau begitu suka mencari urusan?" seseorang yang lain segera menghalangi niatnya, "kau harus tahu situasi yang kita hadapi sekarang amat berbahaya, bahkan bisa jadi akan terancam bibit bencana yang amat besar, sekarang kita mesti berusaha merahasiakan indentitas sebaik baiknya, dengan demikian kita baru kita bisa lolos dari ancaman bahaya maut, bila kau sampai bertindak menurut suara hati sendiri, hal ini sama artinya dengan mencari jalan kematian bagi diri sendiri!" Dengan perkataan itu, suasana diliputi keheningan, ketiga orang itu tak berbicara lagi. Sementara itu, langitpun sudah makin menjadi gelap. Sik Tiong giok yang secara diam-diam mengamati semua peristiwa tersebut, dengan cepat dapat menduga kalau malam nanti tentu akan terjsdi suatu peristiwa, anak muda ini segera mengambil keputusan untuk turut menyaksikan keramaian. Selewatnya kentongan kedua, Sik Tiong giok baru saja tertidur lelap ketika dari atap rumah kedengaran suara gemerisik yang amat lirih, dengan perasaan terkejut ia segera melompat bangun sambil menengok keluar jendela. Tampaklah sesosok bayangan hitam sedang melayang diluar rumah dengan kecepatan tinggi dan melakukan perondaan disekeliling bangunan tersebut. Melihat hal ini, Sik Tiong giok segera berpikir: "Jika ditinjau dari gerakan tubuhnya yang cepat dan enteng, sudah jelas dia termasuk salah seorang jagoan lihay dari dunia persilatan, kemunculan-nya yang tiba-tiba ditengah kegelapan malam serta gerak-geriknya yang sangat mencurigakan sudah jelas bukan tiada suatu sebab tertentu" Sementara dia masih termenung, tiba-tiba dari tengah halaman kedengaran seseorang berseru dengan lantang: "Ting Tian hiong, dengan mengandalkan sedikit
kemampuanmu itu berani amat kau berniat menghianat dengan meninggalkan bukit Kiu boan san tanpa pamit, Hmm! Nampaknya kau benar-benar ingin mencari jalan kematian untuk diri sendiri!" Baru saja ucapan tersebut selesai di utarakan, pintu kamar sebelah terbuka dan muncullah ke tiga penghuninya. Orang yang bernama Ting Kian hiong adalah seorang kakek berusia lima puluh tahunan, dia segera menjura kepada manusia berbaju hitam itu, kemudian pintanya: "Saudara Chee, dahulu kita sama-sama adalah sobat karib, masa kau tidak bersedia memberi jalan kehidupan untuk kami bersaudara?" Dari atas atap rumah mendadak kedengaran pula seseorang mengejek sambil tertawa dingin: "Orang she Ting, kau tak usah berlagak sok patut dikasihsni, dilihat dari keberanianmu meninggalkan Kiu boan san, sudah jelas kalau kalian tak memandang sebelah matapun terhadap pangcu, apa lagi yang kau takuti?" Mendengar ucapan mana, Ting Kian hiong segera mendongakkan kepalanya dan memandang sekejap keatas atap rumah, dengan cepat dia kenali orang itu sebagai lawan bebeyutan-nya si Kalajengking berekor dua Ti Wi. Sadarlah kakek itu bahwa nasib buruk akan menimpanya kali ini, maka dengan amarah yang meluap diapun berseru sambil tertawa dingin: "Orang she Ti ucapanmu memang benar, setelah kami tiga bersaudara berani melarikan diri dari bukit Kiu boan san, berarti kami sudah tak memikirkan soal mati hidup lagi" "Hmmm, sayang sekali kalian sudah tak punya waktu lagi untuk meloloskan diri!" Kalajengking berekor dua Ti Wi mendengus dingin, "bila tahu diri, lebih baik menyerahkan diri saja secepatnya, apakah mesti menunggu sampai kami yang turun tangan?" Ting Kian hiong tertawa terbahak-bahak: "Haaahh... haaaah... haaahh... sebetulnya kami berencana akan balik ke Kiu boan san setelah menilik rumah sebentar, bahkan sampai waktunya akan memohon hukuman dari pangcu, tapi setelah mendengar perkataan dari kau manusia she Ti, bukan saja aku tak akan minta ampun, asal kami bisa lolos hari ini, semua intrik busuk dari orang-orang Siu lopang pasti akan kami siarkan dalam dunia persilatan agar kaum pendekar bisa sama-sama menumpas kalian semua!" Agaknya habis sudah kesabaran Ti Wi, dia tertawa dingin lalu teriaknya: "Heeeehh... heeeehh... heeehh... rekan-rekan sekalian! sudah kalian dengar perkataan dari Ting Kian hiong itu?" "Sudah!" jawaban serentak diberikan dari empat penjuru, menyusul itu, dari atas atap rumah diempat penjuru bermunculan bayangan-bayangan manusia yang semuanya berjumlah lima enam orang lebih... Agaknya Ti Wi beranggapan bahwa sahutan rekan-rekannya sudah cukup baginya untuk di jadikan sebagai bukti penghianatan ketiga orang lawan-nya, hawa napsu membunuh mulai menyelimuti seluruh wajahnya, dengan suara menggeledek ia menghardik: "Nah, ting Kian hiong, bila ingin melaporkan intrik pangcu kami, lebih baik melaporkan saja secara langsung kepada Giam ong loya cu di akhirat..." Berbareng dengan selesainya perkataan tersebut, dia melayang turun ke bawah dengan kecepatan tinggi dan melancarkan sebuah pukulan yang amat dahsyat, serta merta Ting Kian hiong berkelit ke samping, kemudian serunya sambil tertawa terbahak-bahak. "Haaah... haaah... haaah... bagus sekali, kalau toh saudara sekalian tak sudi
mengingat-ingat hubungan persahabatan kita yang lampau, terpaksa kami bersaudara harus mempertaruhkan nyawa untuk menembusi kepungan kalian semua!" "Hmmm, kau anggap masih bisa lolos dari sini?" Ti Wi mendengus dingin. Sekali lagi dia menggerakkan tubuhnya sambil melancarkan tubrukan kilat, gerakan tubuhnya sungguh amat cepat, baru saja Ting Kian hiong melompat turun ke tanah, desingan angin tajam telah mengancam datang dari belakang punggungnya. Pada saat itulah dari samping arena melompat datang loji Ting kian jin, pedangnya dengan memainkan jurus Tan hong tia ci atau burung hong merentang sayap, segera melancarkan sebuah babatan kilat kearah depan. Jurus serangan ini merupakan sebuah jurus penolong yang lebih menjurus pada pertarungan mati-matian, berhubung serangan pedang itu datangnya amat dahsyat, terpaksa Ti Wi harus melepaskan niatnya untuk mengejar Ting Kian hiong dengan buru-buru mengigos ke samping kiri. Dalam pada itu, Ting Kian jin hanya memikirkan bagaimana caranya menolong kakaknya dari ancaman bahaya, dia seolah-olah lupa dengan ancaman bahaya yang tertuju kepada dirinya sendiri. Disaat pedangnya membabat ke muka dan si kalajengking berekor dua Ti Wi mengigos ke samping karena kaget, seorang lelaki bergolok menerkam datang secepat kilat. Dimana cahaya tajam berkelebat lewat, Ting Kian jin menjerit kesakitan: "Aduuuh...." Darah segar segera berhamburan di mana-mana, lengan kanannya yang menggenggam pedang terpapas kutung menjadi dua bagian oleh bacokan golok itu sehingga mencelat sejauh beberapa kaki dari posisi semula. Ting Kian hiong menjadi sakit hati setelah menyaksikan adiknya terluka parah, sambil meraung keras dia menerkam ke depan, sebuah cengkeraman kilat langsung di arahkan ke tubuh lelaki bergolok itu. Pada saat yang bersamaan Ti Wi juga membalikkan tubuhnya sambil melompat ke depan, ketika kakinya melancarkan sebuah tendangan, sekali lagi Ting Kian jin menjerit kesakitan, tubuhnya mencelat sejauh dua kaki lebih, ketika mencapai tanah dia mendengus tertahan lalu jiwanya melayang meninggalkan raganya. Sekejap mata kemudian, Ting Kian hiong juga telah berhasil mencengkeram lelaki bergolok itu, jeritan kaget segera bergema diangkasa, lelaki bergolok itu hanya merasakan segenap kekuatan tubuhnya hilang lenyap secara tiba-tiba, golok yang semula tercekal ditangan pun rontok ke atas tanah. Ti Wi yang menjumpai peristiwa itu menjadi sangat terperanjat, buru-buru teriaknya: "Rekan-rekan semua, perketat pengepungan, jangan kita biarkan para penghianat berhasil meloloskan diri!" Pangeran Serigala langit Sik Tiong yang bersembunyi didalam kamar segera berkerut kening setelah menyaksikan kejadian itu, baru saja dia bersiap-siap melompat keluar dari jendela untuk beri pertolongan, mendadak bahunya telah ditekan seseorang. Menyusul kemudian seorang dengan suara yang parau tua berbisik: "Jangan mencari penyakit buat diri nak!" 000OO000 Dengan perasaan puyeng Sik Tiong giok berpaling, ternyata dibelakang tubuhnya telah berdiri seorang kakek bertongkat sedang manggut-manggut kearahnya, sambil tersenyum dikulum.
Sebelum dia sempat menanyakan sesuatu, kembali si kakek telah berkata lagi: "Biarkan saja anjing-anjing itu saling menggigit, toh kedua belah pihak samasama bukan manusia baik-baik" "Empek tua, kau mengenali mereka...?" tanya Sik Tiong giok. Kakek itu manggut-manggut sambil menuding keluar jendela, menanti Sik Tiong giok berpaling kembali, situasi pertarungan diluar halaman kembali telah berubah. Lo sam dari keluarga Ting telah terkapar di tanah dalam keadaan tak bernyawa, sedang Ting Kian hiong bagaikan orang kalap memutar tubuh musuhnya yang berhasil di bekuk tadi ditangan sebelah sementara tangan yang lain menggenggam pedang, secara garang ia menerjang kian kemari. Kawanan penyergap tersebut betul-betul bersifat pengecut, sewaktu melihat datangnya sergapan dari Ting Kian hiong yang begitu garang, serentak mereka angkat kaki dan menghindarkan diri. Didalam waktu singkat Ting Kian hiong telah berhasil mencapai depan pintu, andaikata ia berhasil melangkah keluar dari pintu gerbang tersebut, maka ibarat burung yang terlepas dari sangkarnya, akan sulitlah bagi mereka untuk membekuknya kembali. "Blaaam...!" Mendadak pintu depan ditendang orang sehingga terpentang lebar, kemudian dua orang telah muncul didepan pintu dan menghadang jalan pergi Ting Kian hiong sambil bentaknya: "Penghinat bernyali besar, kau anggap masih bisa kabur dari sini..?" Melihat kehadiran kedua orang itu, Ting Kian hiong menjadi ketakutan setengah mati, sehingga sukma serasa melayang meninggalkan raganya, dia tahu kesempatan baginya untuk melarikan diri pada malam ini mungkin akan jauh lebih sulit dari pada naik kesorga, tapi nasi sudah menjadi bubur, bila dia minta ampun, sudah dapat dipastikan dia akan diejek dan dicemooh lawan, sebaliknya bila ingin bertarung, dengan kemampuan yang dimilikinya sekarang, sudah jelas tak akan bisa bertahan sebanyak sepuluh gebrakan, biar begitu dia merasa lebih gagah menyerah saja daripada mampus secara konyol. Berpendapat demikian, tiba-tiba saja ia melepaskan pedangnya dan membuangnya keatas tanah, kemudian ujarnya: "Memandang wajah emas congkoan berdua, aku Ting Kian hiong bersedia menyerahkan diri, tapi janganlah mencoba untuk menghina, aku seorang lelaki sejati lebih suka mati daripada dihina, nah, silahkan turun tangan!" Ternyata dua orang yang menghadang di depan pintu gerbang sekarang tak lain adalah congkoan dan wakilnya dari ruang hukuman perkumpulan Siu lo pang, sebuah perkumpulan yang didirikan Rasul serigala langit untuk membuat keonaran dalam dunia persilatan. Kedua orang itu masing-masing adalah Ngo beng sin (Dewa lima unsur) Can Heng dan Im cho lok poh (Pencatat hukuman dari neraka) Ong Pit adanya. Ketika mendengar perkataan tersebut, Can Heng segera tertawa dingin sambil katanya: "Hmmm tak nyana kalau kau masih tahu diri, setiap peraturan tentu ada hukuman-nya, kau tak usah kuatir, kami tak akan bertindak kurang adil kepadamu, tak usah bingung..." Sementara berbicara, jari tangan-nya secepat kilat menotok jalan darah Tay ih hiat pada iga kanan Ting Kian hiong, lelaki kekar yang garang itu segera merasakan tubuhnya menjadi kaku, setelah sempoyongan sejenak akhirnya dia roboh terjungkal keatas tanah.
Setelah berhasil menaklukkau Ting Kian hiong, Can Heng baru berpaling kearah Ti Wi sambil perintahnya: "Ikat dia baik-baik dan bawa pulang kegunung untuk dijatuhi hukuman..." Selesai berkata, tiba-tiba dia memberi tanda kepada rekan-nya Ong Pit, kemudian mereka bersama-sama meninggalkan tempat itu. Sepeninggal kedua orang congkoannya, dia mengeluarkan otot kerbau yang telah dipersiapkan untuk mengikat tubuh Ting Kian hiong kencang-kencang, kemudian dia bersuit memberi tanda dan serentak semua anak buahnya mengundurkan diri dari situ. Dalam pada itu, si pemilik rumah penginapan sudah bersembunyi entah kemana karena ketakutan, suasana dalam rumah penginapan itu sunyi senyap tak kedengaran sedikit suarapun. Sik Tiong giok merasa darah dalam tubuhnya mendidih keras setelah menyaksikan kejadian itu, serunya dengan gemas: "Betul-betul manusia yang tak tahu hukum, ditengah kota pun berani melakukan tindak pidana dengan membawa golok, bedebah, sungguh bedebah!" "Tempat ini memang termasuk wilayah daerah kekuasaan mereka, siapa pula yang berani mencampuri urusan mereka? Memangnya sudah pada bosan hidup semua?" sambung si kakek. Sik Tiong giok mendengus lagi dengan penuh amarah: "Hmm sicu tidak percaya kalau mereka betul-betul memiliki kemampuan yang begitu hebat, aku harus melihat apakah mereka betul-betul hebat" "Bocah, kau memang punya nyali, berani mengikuti aku? ajak sikakek tiba-tiba sambil lertawa. "Mengapa tidak? Kalau, mau berangkat ayo kita segera berangkat!" "Baik! mari ikutilah aku!" Sementara berbicara dia sudah melompat keluar dari jendela, buru-buru Sik Tiong giok menyusul di belakangnya. Dengan gerakan yang cepat berangkatlah kedua orang itu meninggalkan rumah penginapan menuju kedepan. Tatkala fajar baru menyingsing, mereka sudah tiba ditepi barat Siu sui, dari kejauhan tampak tanah bukit berderet deret. "Locianpwee! Sik Tiong giok segera berpaling sambil bertanya, kita hendak kemana?" "Tempat ini bernama Siu sui, selewatnya sungai termasuk wilayah Kiu nia san, lembah To hui kok dibukit Kiu boan san terletak dibalik tanah perbukitan ini, kesanalah tujuan perjalanan kita ini!" Tak terlukiskan rasa kaget Sik Tiong giok setelah mengetahui tujuan kakek itu adalah lembah To hui kok dibukit Kiu boan san, buru-buru dia bertanya: "Locianpwee, jadi kaupun hendak ke To hui kok dibukit Kiu boan san, tapi ada urusan apa?" "Aaai seperti juga kau, aku hendak menolong orang!" kakek itu menghela napas panjang. Jawaban tersebut semakin mengejutkan Sik Tiong giok, tanpa terasa dia mundur dua langkah sambil mengerahkan tenaga dalamnya bersiap siaga, kemudian tegurnya
dingin" "Locianpwee, aku harap kau bukan sahabatnya Cu Bu ki bukan?" Mendengar perkataan tersebut, si kakek segera tertawa terbahak-bahak: "Haah... haaah... haah... nak, buat apa kau menunjukkan wajah terkejut? Biarpun aku kenal dengan orang she Cu itu, namun kami tak pernah mempunyai hubungan, aku seperti juga kau sedang pergi menolong seseorang, mengerti?" Sik Tiong giok tak berani mengendorkan kewaspadaan-nya karena hal tersebut, sambil tetap bersiap sedia katanya lagi: "Lantas... bolehkah aku tahu siapa nama locianpwee?" "Haaah... haaahh... aku? Orang menyebutku sebagai Sin ciang ciang liong Sin... aah sayang aku sudah melupakan namaku" Sik Tiong giok nampak tertegun, matanya dibelalakkan lebar-lebar, secara tibatiba dia teringat kembali akan Im thian sam siu (tiga kakek dari Im thian) yang sering disinggung ayahnya, pikirnya kemudian: "Jangan-jangan orang tua ini adalah Thian liong siu (kakek naga langit) Sin Bun, satu diantara Im thian sam siu...?" Berpikir demikian, buru-buru dia menjatuhkan diri sambil berseru: "Anak Giok tidak tahu kalau toa supek yang berada disini, terimalah sembah sujudku!" Kakek ini memang Thian Liong siu Sin Bun, satu diantara tiga kakek sakti Im thian sam siu. Ia nampak terkejut ketika melihat sikap anak muda tersebut, buru-buru tegurnya: "Nak, apa-apaan kau? Mengapa malah menyebut supek kepadaku....?" "Ayahku adalah Sik Thian kun, sedangkan aku adalah putra angkatnya Sik Tiong giok" Thian liong siu Sin Bun membelalakkan matanya lebar-lebar karena terkejut, setelah tertegun sejenak katanya: "Apa? Kau... kau adalah putra losam kami? "Aku bernama Sik Tiong giok!" Mendadak para muka Sin Bun berubah hebat, bentaknya dengan suara dingin: "Apakah dia belum mati? Apa pula maksudmu datang ke Kiu nia san ini?" Sik Tiong giok mengerti, toa supeknya merasa sangat tidak puas dengan perbuatan ayah angkatnya dimasa lampau, itulah sebab sewaktu para jago mengurung Thian long san, dia bukannya melindungi adik seperguruan sendiri, malah justru menurunkan perintah lewat lencana emas naga langitnya, kalau bukan begitu, dengan kemampuan dari sembilan partai besar, bagaimana mungkin kakek serigala langit bisa tertangkap sehingga dikutungi anggota badannya sebelum mayatnya dibuang ke dalam jurang? Dia membelalakkan matanya sembari bekedip, kemudian katanya: "Berkat doa restu toa supek, ayah berada dalam keadaan sehat wal'afiat, namun beliau telah menyesali semua perbuatan dan tingkah lakunya dimasa lampau, itulah sebabnya siautit diperintahkan untuk mencuci bersih nodanya dan banyak melakukan kebajikan bagi masyarakat, harap toa supek sudi memakluminya" Pelan-pelan air muka Sin Bun berubah menjadi lembut kembali, katanya kemudian: "Apa dia yang bilang begitu?" "Anak giok tak berani membohongi supek, adapun kedatanganku ke bukit Kin nia san
kali ini tak lain adalah demi membersihkan perguruan ayahku dari oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab" Sin Bun segera mendongakkan kepalanya dan menghela napas panjang setelah mendengar ucapan mana, katanya: "Sekali salah melangkah, selanjutnya tak bakal bisa menebusnya kembali, sayang dia terlambat menjadi sadar... yaaa, sudah terlambat..." "Sama sekali belum terlambat" Sik Tiong giok menukas, "asal dia masih mau bertobat, tak pernah ada kata terlambat untuk itu, siapa bilang kalau beliau sudah terlambat?" "Bibit kejahatan sudah terlanjur ditanam, bukankah bencana besar yang melanda dunia sekarang merupakan hasil dari perbuatan-nya dahulu...!" "Tapi anak Giok bersedia menebuskan dosa-dosa ayahku, aku bersumpah akan membasmi penghianat itu dari muka bumi...!" Menyaksikan semangat si bocah yang berkobar-kobar, Sin Bun kembali tertawa terbahak-babak: "Haaahh... haaahh... anak pintar, punya semangat, bangunlah, mengapa kau masih saja berlutut?" Begitulah, diiringi gelak tertawa yang ramai mereka lewati Siu sui, ketika menjelang senja tibalah kedua orang itu dibawah sederetan tanah perbukitan. Sin Bun mengamati sebentar sekeliling tempat itu, lalu katanya: "Nak, kau harus tahu, dengan kekuatan mu seorang sudah pasti tak akan mampu menandingi Cu Bu ki, mengertikah kau?" "Mengapa begitu?" seru Sik Tiong giok dengan perasaan tidak puas, "kami sudah pernah mengadu kekuatan, dan nyatanya dia tak mampu mengalahkan aku" "Aku tahu, ayahmu telah mewariskan segenap kepandaian silatnya kepadamu, tapi pihak lawanpun mempunyai tulang punggung yang sangat tangguh, jangan lagi kau seorang, kami tujuh orang tua bangka turun tangan bersama-samapun belum tentu dapat menandingi lawan!" "Apa? Jadi mereka telah mengundang jago lihay?" tanya Sik Tiong giok keheranan, "siapakah orang itu? Masa toa supek sendiripun tak mampu merandinginya?" Sin Bun menghela napas panjang. "Aaai, orang itu adalah Pat huang sin mo (Iblis sakti dari delapan wilayah) Mo Sia ih, dia memiliki kepandaian yang luar biasa dan sudah hampir enam puluh tahun lamanya tak pernah muncul dalam dunia persilatan, kemunculan-nya kali mi bisa jadi akan menimbulkan badai berdarah yang betul-betul sangat mengerikan" Sik Tiong giok membusungkan dadanya dengan cepat, lalu berseru: "Aku tidak akan takut kepadanya, bila sampai bertemu, pasti akan kupatahkan tulang belulangnya" Sin Bun menjadi tertawa geli: "Biarpun kau bisa mengunggali dirinya, apakah sepasang kepalamu sanggup menghadapi empat tangan?" "Apa yang mesti ditakuti? Aku pun mempunyai banyak pembantu!" Sin Bun jadi garuk-garuk kepala oleh bantahan ini, tapi kemudian ujarnya lagi sambil tertawa: "Kau sibocah memang pandai sekali membual, coba kau terangkan berapa banyak pembantu yang kau miliki?" Secara ringkas Sik Tiong giok lantas menerangkan bagaimana Ngo oh juan pang telah bergabung dengannya, serta bagaimana dia diangkat sebagai Pangeran
Serigala langit.... akhirnya dia menembahkan lagi: "Toa supek, coba kau lihat apakah kekuatan mereka cukup tangguh..?" Sin Bun menggelengkan kepalanya. "Orangnya sih tidak sedikit, sayang sekali hanya berapa orang yang merupakan panglima berpengalaman...... tapi asal sudah memiliki dasar yang kuat, urusan mah lebih mudah diselesaikan!" "Betul kita kan bisa mengumpulkan kekuatan secara pelahan-lahan, asal banyak yang bergabung lambat laun jumlah kekuatan kita juga akan semakin bertambah, bukan begitu?" Sik Tiong giok tertawa. "Betul, dengan semakin banyaknya jumlah anggota, otomatis kau si pangeran pun akan semakin bergaya bukan?" goda Sin Bun sambil tertawa terbahak-bahak. Sik Tiong giok kontan mengerutkan dahinya rapat-rapat. "Huuuh, aku mah tak sudi menjadi pangeran atau sebangsanya, betul-betul terikat, tidak bebas, akupun merasa geli sekali dengan sikap mereka" "Geli...? Apanya yang geli?" Sin Bun segera mendelik besar, "aku tidak merasakan ada yang perlu digelikan?" Sik Tiong giok tertawa. "Setiap kali mereka berjumpa denganku, gayanya macam orang yang lagi bermain sandiwara saja, menjura, menyembah berjalan sambil munduk-munduk... Huuuh! apakah semuanya ini tidak menggelikan hati?" "Nak, kau tidak mengerti, kehidupan manusia didunia ini memang bagaikan bersandiwara, demi kesejahteraan umat persilatan dan ketenteraman dunia, juga demi ayah angkatmu, kau harus bersandiwara lebih lanjut" "Supek? Kau juga..." Sebelum seruan tercengang Sik Tiong giok selesai diutarakan, tiba-tiba Sin Bun telah mengulapkan tangannya mencegah dia berkata lebih jauh, kemudian katanya: "Tak usah dibicarakan lagi, sekarang kita akan mulai memasuki gunung, aku akan berjalan dimuka dan kau mengikuti dibelakang, hati-hati, jangan sampai jejak kita ketahuan..." Kemudian dia berseru dengan suara rendah: "Ayo berangkat!" Dia segera memimpin dengan berangkat lebih dulu. Sik Tiong giok tak berani berayal lagi, dia menghimpun hawa murninya kemudian menyusul dari belakang. Sembari berkelebat dengan kecepatan tinggi, anak muda itu tiada hentinya menengok kesana kemari mengamati suasana, pada mulanya mereka berjalan lurus ke muka, jalan punya jalan, tiba-tiba mereka memutar haluan dengan berjalan balik dari arah semula. Kalau tadinya mereka sedang mendaki bukit, sekarang perjalanan justru menuruni bukit tersebut, sudah barang tentu kejadian ini sangat mencengangkan hatinya, cuma pemuda itu tak berani banyak bertanya. Mendadak mereka memutar haluan lagi, kini perjalanan diarahkan ke balik bukit yang lebih dalam, arah yang dirubah berulang kali ini membuat Sik Tiong giok semakin berjalan semakin terkejut. Tentu saja dia tak akan menduga kalau keadaan medan di lembah To hui kok tersebut sangat aneh dan luar biasa, setiap kali menempuh sejumlah perjalanan maka orang harus memutar balik haluan beberapa jauh sebelum bisa meneruskan
perjalanan yang sebetulnya. Kalau bukan adanya keistimewaan ini, mengapa pula lembah itu disebut lembah bolak balik? Jalan punya jalan, Sik Tiong giok merasa semakin gelisah, pikirnya kemudian: "Kalau perjalanan mesti dibolak balik tiada hentinya, kami harus berputar sampai ke mana? Jika sampai tersesat dau tidak bisa keluar dari sini, urusan kan bisa men jadi berabe" Tapi Thian liong siu yang berada didepan masih melesat dengan kecepatan bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya, terpaksa dia harus mengerahkan tenaga dalamnya untuk menguntii terus secara ketat, biarpun beberapa kali dia berusaha untuk mendahului Thian liong siu, hal tersebut ternyata tak mudah. Kecuali melampauinya, satu satunya cara baginya untuk menghentikan perjalanan orang tua itu adalah berteriak, apa mau di kata mereka sedang menempuh perjalanan ditengah bukit ditengah malam buta, andaikata dia sampai berteriak, sudah pasti suaranya akan tersiar sampai berapa li, hal ini pasti akan menimbulkan kecurigaan musuh, bukankah hal ini akan semakin berabe? Sementara Sik Tiong giok masih merasakan kegelisahan hatinya, tiba-tiba terlihat olehnya kakek naga langit mengulapkan tangan kanan-nya memberi tanda agar dia menghentikan langkah majunya. Sik Tiong giok segera merasakan ketegangan yang luar biasa, cepat dia hentikan langkahnya lalu melesat ke samping menyembunyikan diri dibelakang sederet batuan cadas. Ketika ia telah menyembunyikan diri dan mengintip dari balik celah-celah batuan, ternyata bayangan tubuh si kakek naga langit sudah tak nampak lagi. Karena itu Sik Tiong giok mulai mengawasi keadaan disekelilingnya, lebih kurang tiga puluh kaki dihadapannya terbentang sebuah tebing curam yang menjulang setinggi langit. Ketika menengok kebawah, disitu terdapat sebuah selat sempit, dalam selat berdiri beberapa buah rumah gubuk dan lamat-lamat sinar lentera nampak memancar keluar dari balik gubuk itu. Tapi anehnya, suasana disekeliling tempat itu amat hening dan tak nampak sesosok bayangan manusia pun yang berlalu lalang. Malam, begitu hening dan sepi, yang terdengar hanya suara angin yang menghembusi daun kering dan menimbulkan suara yang gemerisik. Sik Tiong giok harus menyembunyikan diri dibalik batu tanpa berkutik, ini membuatnya makin lama merasa semakin kesepian dan jemu. Pada saat itulah, tiba-tiba tampak cahaya lentera berkelebat dari balik rumah gubuk ditengah selat, kemudian secara lamat-lamat terdengar suara bentakan keras. Tergerak hatinya menyaksikan hal itu, segera pikirnya: "Jangan-jangan toa supek telah menyerbu kedalam rumah gubuk itu? Aku harus membantunya..." Berpikir demikian, sepasang tangan-nya segera menekan diatas batu cadas itu, ujung kakinya menjejak tanah dan tubuhnya melejit ketengah udara dengan gerakan Si khong leng khong (melesat diudara mengambang di angkasa). Menyusul kemudian dia berjumpalitan beberapa kali dengan gerakan burung walet masuk kesarang hanya nampak segulung bayangan semu melintas lewat, tahu-tahu sudah meluncur ketengah selat.
Begitu mencapai permukaan tanah, dia lantas menggelinding ditanah dan menyembunyikan diri di belakang batuan karang. Tempat itu letaknya jauh lebih tinggi dari pada rumah rumah gubuk tersebut, tidak heran kalau ia dapat menyaksikan keadaan dibalik ruangan secara jelas. Agaknya rumah gubuk itu sudah sangat lama tidak pernah dihuni orang, selain pintunya ambruk jendelanya lepas dari engsel debu dan sarang laba-laba bcrada di mana-mana, terutama sekali dinding di sebelah kiri dekat pintu, boleh dibilang sudah roboh sebagian. Tapi didepan pintu gerbang, justru tampak ada dua orang lelaki bergolok yang sedang berjaga-jaga disana. Makin melihat Sik Tiong giok merasa semakin keheranan, ia tidak melihat bayangan tubuh sikakek naga langit, pun tak tahu apa yang terjadi dalam gubuk tersebut. Sementara ia masih termenung, tiba-tiba dari kejauhan sana berkumandang suara langkah kaki manusia. Menyusul kemudian terdengar seseorang berseru dibalik ruangan gubuk itu: "Sudah datang...!" Bayangan manusia berkelebat, dari balik ruangan gubuk muncul dua orang manusia yang segera menelusuri jalan bukit untuk melakukan penyambutan. Selang berapa saat kemudian, dari jalan bukit tadi muncul pula serombongan manusia yang berjalan mendekat dengan langkah cepat. Tiba-tiba dari rombongan manusia itu melompat keluar seseorang yang melesat kemuka bagaikan sambaran kilat, dalam beberapa kali lompatan saja ia telah tiba di depan pintu ruangan, lansung bentaknya: "Apakah semuanya telah di persiapkan?" Tapi sebelum peroleh jawaban dari kedua penjaga pintu itu, dia sudah melejit kembali dan menerobos masuk kedalam ruangan. Kemudian dia melompat keluar lagi dari balik ruangan dan tanpa berpaling menggabungkan diri dengan rombongan. Dengan ketajaman mata Sik Tiong giok, dia dapat mengenali orang itu sebagai si kalajengking berekor dua Ti Wi yang pernah bertarung melawan tiga bersaudara Ting dirumah penginapan tadi. Hatinya kontan saja bergerak, segera pikirnya: "Jangan-jangan mereka datang kemari untuk menjatuhi hukuman kepada orang she Ting tersebut..." Belum habis ingatan itu melintas lewat, rombongan tersebut sudah tiba didepan ruman, semuanya bersenjata tajam dan persiapan-nya betul-betul sangat ketat. Satu diantara mereka menggembol sebuah bungkusan besar pada punggungnya, tiga empat orang lelaki kekar melindungi dibelakang mereka dan serentak semua orang memasuki rumah gubuk tadi. Dalam waktu singkat dalam ruangan telah dipasang dua buah lilin besar yang segera menerangi seluruh rumah gubuk itu, ketika bungkusan dibuka, ternyata isinya adalah searang manusia. Orang itu bertelanjang dada, sepasang tangan-nya ditelikung ke belakang dan berada dalam posisi berlutut. Dikedua belah sisinya berdiri berjaga-jaga enam tujuh orang yang bersenjata lengkap, hal ini membuat rumah gubuk yang sepi itu tiba-tiba saja dilipwti oleh
hawa napsu membunuh yang sangat mengerikan. Orang yang berdiri dibagian tengah ruangan adalah wakil congkoan dari ruang hukuman perkumpulan Siu lo pang, Ong Pit. Dengan suara dingin tiba-tiba ia berkata: "Ting Kian hiong, lebih baik kau akui sendiri semua perbuatan yang telah kau lakukan, daripada kami harus membuang tenaga dengan percuma" "Aku orang she Ting mengaku salah" Ting Kian hiong yang berlutut diatas tanah berkata dengan sedih, "yang kumohonkan sekarang adalah hadiah bacokan dari Ong Hu congkoan yang bisa menewaskan aku seketika, agar aku tak usah menderita dosa dan penderitaan yang lebih lama lagi. "Namun jika kau berani mencemooh atau nenghina aku, jangan salahkan kalau aku akan mencaci maki dirimu habis-habisan" Kalajengking berekor dua Ti Wi dihadapan Ting Kian hiong lain ini, bila kau berani berbicara bagaimana disayat-sayat dengan
yang membawa golok segera menggerakkan senjatanya bentaknya: "Orang she Ting, coba kau lihat benda tidak senonoh, akan kusuruh kau rasakan dulu golok!"
Ting Kian hiong mengerling sekejap kearahnya, lalu tertawa dingin tiada hentinya "Orang she Ti, kau tidak usah mempamerkan kehebatanmu didepan Ting toaya, selama aku masih berkelana dalam dunia persilatan bersama lopangcu, kau masih belum apa-apa!" "Hmm, kau tak usah berlagak sok, sebagai jago silat kawakan, tidak semestinya tindakanmu melanggar peraturan" Sekali lagi Ting Kian hiong mendengus dingin: "Hmm... itu mah belum terhitung seberapa, semua perbuatan yang dilakukan Ting toaya selamanya ditanggung sendiri olehku, sekarang aku masih hidup, hal ini sudah suatu kelebihan untukku, biar melanggar peraturan perkumpulan, paling banter juga selembar nyawa yang dipertaruhkan, apa urusannya dengan kau sikeparat busuk?" Ti wi yang diumpat segera merasakan telinganya menjadi panas lantaran jengah, goloknya segera digerakan dan menempelkan ujungnya diatas dada Ting Kian hiong. "Cuuuh..." Ting Kian hiong meludah secara tiba-tiba, kemudian makinya kalang kabut. Jilid 6 : Anak dara dalam sarang penyamun "ORANG she Ti, kau berani merusak peraturan dengan menyiksa aku demi kepentingan pribadi? Aku lihat kau kurang didikan dari angkatan tua rupanya, hmmm! Dengan kehadiran Hu cong koan disini, asal kau berani mengusik diriku barang seujung rambut saja, tanggung kau akan merasakan penderitaan yang jauh lebih hebat daripada apa yang kurasakan....!" Dengan ucapan tersebut, Kalajengking berekor dua Ti Wi seketika dibuat membungkam seribu bahasa. Perhatian semua orang segera bersama-sama dialihkan kewajah Ong Pit sambil menantikan reaksinya. Siapa tahu Ong Pit disebut orang sebagai manusia licik, sudah barang tentu dia bukan seorang manusia yang gampang dipengaruhi oleh keadaan. Menghadapi kasus semacam ini, ternyata dia tidak berbicara pun tidak menggubris, pandangan matanya diarahkan kebawah dan bersikap acuh tak acuh, hal tersebut membuat orang lain tak dapat menduga apa maksud hati sebenarnya. Gui Jian menjadi tak tega menyaksikan keadaan tersebut, buru-buru ujarnya kepada
Ti Wi: "Ti lote, buat apa kau mesti terburu napsu? Kau anggap orang she Ting ini masih bisa lolos dan ketajaman senjata kita? Mari kita nantikan dahulu keputusan hukuman dari Ong hu congkoan!" Mendengar perkataan itu, kalajengking berekor dua Ti Wi baru menarik kembali goloknya dan mengundurkan diri dengan perasaan mendongkol, dalam keadaan begini inilah Ong pit baru membentak dengan suara lantang: "Ting Kian hiong, kau telah melanggar peraturan perguruan, sekarang masih berani bersikap sombong dan takabur, apakah kau anggap mata golokku tidak tajam?" "Ong toa harap jangan sok berkuasa!" Ting Kian hiong berbicara tanpa rasa takut, "kau pun tak usah berpura-pura menanyakan kepadaku apa sebabnya kabur dari perkumpulan, aku adalah seorang lelaki yang punya awal dan akhir, lebih baik aku mampus daripada salah melangkah, nah, kalau ingin turun tangan lebih baik lakukan saja selekasnya!" Ong Pit tertawa dingin, ia segera berpaling kebelakang dan serunya kepada dua orang lelaki bergolok: "Siapkan lukisan dari cousu kita!" Kemudian kepada Ting Kian hiong dia berkata lagi: "Ting Kian hiong, dengan perbuatanmu semestinya hanya menerima hukum cambuk tujuh kali, tapi jika kau berusaha untuk kabur, pasti akan kusuruh kau rasakan seratus bacokan golok agar kau mati tak bisa hidup pun tak dapat, kalau tidak begitu, percuma aku Ong Pit menjabat ketua ruang hukuman!" Ting Kian hiong tertawa terbahak-bahak dengan seramnya: "Ong toa, kau tak usah banyak cerewet lagi, aku sudah cukup mengetahui tentang kelicikan dan kekejamanmu, ternyata memang bukan nana kosong belaka, hmm! Aku tahu kalau saat karmaku telah tiba, kalau ingin bertindak, ayolah dikerjakan dengan segera!" Ong Pit kembali tertawa dingin, dia menuju kedepan meja, mengambil segenggam hio dan menyulutnya diatas lilin, kemudian ia bersembahyang didepan lukisan sambil berkemak-kemik, entah doa apa yang sedang di ucapkan? Setelah mengangkat hio tadi tiga kali keatas, dia membalikkan badan dan secara tiba-tiba menyebarkan hio tersebut keatas tanah. Percikan bunga api segera memancar kemana-mana, ditengah lapisan kabut yang remang-remang, mendadak terdengar ia berseru keras: "Penghianat Ting Kian hiong, kau pantas menerima hukuman kelima dari persatuan perkumpulan, hukuman-nya adalah dikuntungi sebuah lengan-nya...." Belum habis perkataan itu diutrakan, kalajengking berekor dua Ti Wi yang berada di sisinya sudah melompat kemuka dengan cepat, sebab kesempatan baginya untuk membalas dendam telah tiba. Goloknya langsung diputar dan tubuhnya melompat kebelakang punggung Ting Kian hiong. "Duuuuk!" sebuah tendangan keras mengakibatkan lelaki itu roboh terjerembab keatas tanah. Mula-mula lebih dulu dia memotong tali temali yang mengikat tubuh lawan, setelah itu dia cengkeram lengan kiri Ting Kian hiong dan menariknya kesamping, setelah itulah golok segera diayunkan kebawah dengan ganas. "Kraaaasss!" Lengan bercampur darah terlepas dari tubuh dan Ti Wi pun melemparkan-nya kehadapan Ong Pit. Ting Kian hiong menjerit kesakitan, suaranya tinggi melengking dan amat menusuk pendengaran. Sik Tiong giok yang bersembunyi diluar dan mengintip peristiwa situ segera
merasakan punggungnya basah oleh keringat dingin saking ngerinya, bulu kuduk tanpa terasa pada bangun berdiri, ia betul-betul merasa ngeri sekali menyaksikan kekejaman orang. Ting Kian hiong sendiri, meski sepasang kakinya masih terikat kencang tapi dalam gusar dan kesakitan-nya, dia seolah-olah mempunyai kekuatan yang luar biasa, setelah melompat bangun, tubuhnya langsung menerjang kearah Ti Wi. Kalajengking berekor dua Ti Wi bukan seorang manusia bodoh, setelah melancarkan bacokan tadi, ia telah menghindarkan diri kesamping. Sayang sekali gerakan tubuhnya kalah cepat daripada Ting Kian hiong, lengan kanan lawan tahu-tahu sudah berbasil mencengkeram kuat tulang pertama pada belakang lehernya, cengkeraman itu menembus sampai kedalam daging membuat Ti Wi tak mampu lagi untuk membalikkan tubuhnya. Karena kesakitan Ti Wi menjerit ngeri, suaranya keras dan amat menggidikkan hati. Gui Jim seorang gembong iblis yang berada disisi arena langsung menerkam kemuka setelah menjumpai Ti Wi Tian jadi korban kekalapan Ting Kian hiong, goloknya langsung diayunkan kemuka dan... "Kraaasss!" tidak ampun lengan kanan Ting Kian hiong turut terpapas kuntung menjadi dua bagian. "Aduuuuh..." Sekali lagl jeritan ngeri yang menyayat hati bergema memenuhi angkasa, darah kental memercik kemana-mana membuat lantai penuh dengan banjir darah. Menggunakan kesempatan tersebut, Gui Jian melancarkan sebuah tendangan yang menyebabkan Ting Kian hiong roboh terjerembab keatas tanah dan roboh tak sadarkan diri. Berada dalam keadaan begini, keadaan si kalajengking berekor dua Ti Wi yang paling mengenaskan, separuh lengan Ting Kian hiong yang terpapas kuntung masih mencengkeram tengkuk Ti Wi kencang-kencang, bahkan masih tampak getaran yang keras pada kutungan lengan tersebut. Ti Wi yang ketakutan disamping kesakitan, segera rohoh terjungkal pula ke atas tanah, untung seorang lelaki kekar segera memapahnya hingga tidak sampai roboh ke tanah. Melihat Ti Wi jatuh pingsan tapi lengan Ting Kian hiong masih mencengkeram tengkuknya kencang-kencang, Gui Jian segera bertindak cepat dengan mencengkeram kutungan lengan itu dan membetotnya keras-keras kebelakang. Atas kejadian ini kalajengking berekor dua Ti Wi semakin menderita, ia nampak semakin tersiksa oleh kejadian ini. Akibat dari bacokan yang keras tadi, sebagian besar daging dan kulit tengkuk di tubuh Ti Wi menjadi terkelupas sama sekali... "Aduuuh....!" Tubuhnya melejit ke udara karena kesakitan sebelum roboh kembali ke tanah, darah segar langsung memancar keluar seperti sumber mata air... Ong Pit berkerut kening melihat kejadian ini, tapi tiada terlintas perasaan apa pun di atas wajahnya, dia malah membentak lagi dengan suara dingin.
"Hukum rajam tubuh penghianat ini!" Begitu perintah diturunkan, beberapa orang lelaki yang berada disisi arena serentak mengayunkan senjata masing-masing untuk memotong kutung sepasang kaki Tian Kian hiong. Dalam dunia persilatan, Ting Kian hiong terhitung seorang lelaki yang berhati keras, apa mau di bilang siksaan yang siterimanya kelewat berat, jangan lagi tubuhnya terdiri dari darah daging, biar terbuat dari baja pun tak akan bisa tahan. Setiap kali siksaan dilakukan, diapun menjerit-jerit kesakitan macam ayam yang di sembelih, suaranya keras bagai jeritan setan ditengah kegelapan ma1am, membuat bulu kuduk siapa pun yang mendengar akan berdiri semua, karena ngerinya. Dalam waktu singkat tubuh Ting Kian hiong tinggal segumpal bola daging yang masih mengguling-guling dengan penuh berpelepotan darah kental, mendadak Ong Pit tertawa seram, dia merampas sebilah golok dan langsung membacok leher Ting Kian hiong, setelah batok kepalanya terpisah, dia lepaskan pula sebuah tusukan yang persis menembusi uluhati Ting Kian hiong, dan saat itu pula sisa mayat tersebut baru tak bergerak lagi. Tragedi yang amat mengerikan ini betul-betul membuat Sik Tiong giok mandi keringat dingin, sekalipun dia bernyali besar tak urung hatinya toh berdebar juga keras-keras, malah hampir saja dia menjerit tertahan. Entah sedari kapan langit berubah menjadi mendung, angin dingin dan hujan rintik membasahi permukaan tanah, tanpa terasa dia bergidik sambil pikirnya: "Mau apa aku datang kemari? Mengapa hanya bersembunyi saja macam orang dungu?" Berpikir demikian, dia tak berani berayal lagi, menggunakan kesempatan disaat orang-orang dalam rumah gubuk itu sedang membereskan sisa mayat, dia menerobos keluar dari tempat persembunyian dan menuju kedasar lembah. Peristiwa berdarah yang membuatnya menonton kelewat asyik membuat pemuda tersebut membuang banyak waktu dengan percuma, menanti perjalanan diteruskan lagi beberapa saat, ia baru sadar kalau fajar telah menyingsing. Kenyataan ini membuat hatinya sangat terkejut, dia tak berani melanjutkan perjalanan lagi kuatir ketahuan musuh, karena itu dia pun bergerak menuju ketempat yang sepi dan terpencil diarena bukit itu. Baru saja sebuah bukit dilalui mendadak dari balik hutan belukar melesat tiba sesosok bayangan manusia. Dengan perasaan bergetar keras, Sik Tiong giok segera berpikir" "Jangan-jangan musuh yang sengaja kuhindari malah saling bertemu disini!" Perasaan tegang makin mencekam perasaan-nya, tapi setelah melihat jelas wajah pendatang itu, dia baru merasa sedikit diluar dugaan. Mimpi pun dia tidak menyangka kalau pendatang adalah Toa supeknya si kakek naga langit Sin Bun. Begitu mencapai tanah, kakek naga langit tertawa terbahak-bahak lebih dulu kemudian baru tegurnya" "Hei anak muda, aku malah mengira kau sudah kabur?" "Aaai, orangnya meski belum kabur, nyawaku justeru sudah kabur karena ketakutan!" Sik Tiong giok menghela napas.
"Bocah muda, cepat ceritakan kembali apa yang telah terlihat dalam rumah gubuk!" akhirnya dia menambahkan. "Kelewat mengenaskan, aku betul-betul tidak percaya kalau mereka berhati begitu kejam dan buasnya!" Kakek naga langit tertawa. "Sesungguhnya kejadian semacam ini bukan sesuatu yang aneh, mereka memang sudah terbiasa melakukan kekejaman semacam ini, kalau tidak, mengapa disebut orang sebagai kaum iblis yang berjalan sesat?" "Toa supek, kita tak boleh berpeluk tangan belaka, kita lebih-lebih tak boleh berpeluk tangan membiarkan kaum laknat malang melintang semaunya sendiri!" "Apa maksudmu berkata demikian?" tanya kakek naga langit sambil tertawa. "Aku bermaksud mengobrak-abrik sarang iblis yang ada di bukit Kiu nia Ban ini, bagaimana menurut pendapatmu?" Kakek naga langit mengerutkan dahinya berapa saat, kemudian serunya setelah tertawa terbahak-bahak" "Haaah... haaah... haaah... baik, kita lakukan seperti kehendakmu nak, cuma kita mesti mencari tempat dulu untuk menghimpun tenaga, dengan semangat dan tenaga yang baru, kita baru bisa bertarung dengan mereka" "Aku rasa hutan ini baik sekali untuk beristirahat, tak mungkin kaum bajingan akan menemukan-nya!" Sik Tiong giok berkata sambil tertawa. Maka tua dan muda dua orang pun menyelinap masuk ke dalam hutan belukar itu untuk beristirahat. Seharipun lewat tanpa terasa, lambat laun udara menjadi gelap kembali, rembulan tertutup oleh awan tebal membuat suasana diliputi kegelapan total. Perkumpulan Siu lo pang belum lama bergabung diri, segala sesuatunya masih baru, maka tak heran penjagaan disekitar sana pun amat ketat. Siapa tahu, justeru dalam penjagaan yang amat ketat inilah suatu peristiwa telah terjadi. Waktu itu perjamuan sedang dilangsungkan dalam lembah To hui kok bawah bukit Toa im hong, tiba-tiba saja suara suitan tanda bahaya dibunyikan orang keras-keras. "Tiiitt... tiiittt...!" Suara sumpritan yang dibunyikan susul menyusul ini membuat suasana dalam lembah menjadi sangat gaduh. Rasul serigala langit adalah seorang jago kawakan yang sudah amat berpengalaman dalam dunia persilatan tentu saja ia masih dapat menahan diri meski mendapat tanda bahaya, disamping mengirim orang untuk melakukan penyelidikan, dia pun melayani seorang manusia aneh yang duduk dikursi utama dengan arak wangi. Manusia aneh tersebut berdandan sangat aneh, dia menggunakan pakaian jubah tosu yang dibalik, rambutnya yang panjang terurai sebahu, wajahnya bulat dan bengis, dalam sekilas pandangan saja orang tahu kalau manusia ini pasti bukan manusia baik-baik. Dia memang tak lain adalah Pat huang sin mo, Mo Sia ih. Di samping itu masih terdapat lagi beberapa orang yang senmuanya merupakan jago-
jago lihay golongan iblis yang khusus di undang oleh Rasul serigala langit, diantara mereka terdapat pendeta, tosu maupun preman. Kawanan iblis tersebut rata-rata merupakan kawanan jago yang pernah malang melintang dalam dunia persilatan dan menderita kerugian di tangan Im hay sam siu (tiga kakek dari Im hay), akhirnya mesti mereka malang melintang banyak melakukan kejahatan dengan Thian liong siu, toh kena dibasmi pula oleh si kakek naga langit sekalian. Ketika partai mereka segera
mereka dengar Rasul serigala langit bermaksud untuk membangun kembali serigala langit, berbondong-bondong mereka munculkan diri, kebetulan mendapat undangan dari rasul serigala langit, itulah sebabnya mereka datang memenuhi udangan tersebut.
Tatkala mereka sudah berkumpul semua, baru diketahui ternyata Rasul serigala telah mengundang pula Pat huang Pin mo, Mo Sia ih. Gembong iblis ini mengira ilmu silatnya sudah tiada tandingan dikolong langit, dia ingin mengangkangi dunia persilatan dan beradu kepandaian dengan para pendekar. Karenanya nama partai serigala langitpun dirubah menjadi perkumpulan Siu lo pang dengan mengangkat dirinya sebagai Siu lo cousu, markas besar pun didirikan dibukit Kiu nia san. Hari ini mereka sedang menyelenggarakan perjamuan untuk menjamu Liong Hwee sin lui (naga api guntur sakti) Kok Siu cu. Siapa tahu dalam keadaan inilah tanda bahaya dibunyikan, hal tersebut membuat Rasul serigala langit menjadi tersipu-sipu karena malu dan mendongkolnya. Kok Siu ci adalah seorang jago kawakan, ia sudah melihat akan perubahan wajah Rasul serigala langit, buru-buru katanya sambil tertawa: "Cu pangcu, kita merupakan orang sendiri, kau tak usah sungkan-sungkan!" Rasul serigala tertawa. "Kok cianpwee jauh-jauh datang sebagai tamu, aku merasa tak ada habisnya berterima kasih, masa aku mesti meninggalkan tamu hanya dikarenakan urusan kecil?" Kok Siu cu kembali tertawa terbahak-bahak. "Hahahahaha.... mana, mana, sanjungan Cu pangcu membuat aku malu sendiri" Sementara kedua orang itu saling merendah, mendadak Pat huang sin mo berseru sambil tertawa dingin: "Kalian berdua tidak usah saling merendah lagi, tamu dari jauh telah datang, mengapa tidak dipersilahkan masuk?" Ucapan tersebut membuat semua orang menjadi tertegun, serentak semua menengok keluar pintu, namun tak sesosok bayangan manusiapun yang nampak. Kok Siu cu me1irik sekejap kedepan, tiba-tiba sambil mendongakkan kepalanya dia membentak. "Jauh-jauh anda datang sebagai tamu, mengapa tidak langsung masuk kedalam ruangan? Silahkan turun!" Dari atas tiang rumah segera berkumandang suara nyaring: "Bangunan rumah kalian dibangun begini tinggi, wah! tidak gampang rasanya untuk lompat turun kebawah!" "Hm, bila sobat begitu tak tahu diri, jangan salahkan kalau aku akan memaksamu
turun!" Kok Siu cu mendengus. Gelak tertawa keras segera bergema dari atas ruangan: "Hahahaha.... masa kau mempunyai kemampuan seperti itu? Mengapa tak dicoba?" "Aku tak percaya kalau kau tak dapat turun!" bentak Kok Sin cu keras-keras. Bersamaan dengan selesainya perkatan itu, tangan kanan-nya segera menekan ujung meja dan tubuhnya melejit keudara langsung menerjang ke arah tempat persembunyien lawan. Perlu diketahui, kepandaian silat yang di miliki Lie hwee sin lui Kok Siu cu sudah terhitung jagoan yang jarang ada tandingannya dikolong langit, apa lagi berada dihadapan Pat huang sin mo, dia bermaksud untuk memperlihatkan kebolehannya. Tubuhnya segera melesat keudara setinggi tiga empat kaki, baru saja kakinya akan menginjak tiang rumah, pada saat itulah bayangan manusia berkelebat lewat, segulung angin tajam telah menyambar lewat, dan "Plaak!" tahu-tahu Kok Siu cu sudah kena ditempeleng keras-keras. Walaupun tempelengan tersebut tidak terlalu berat, tapi persis menyambar jalan darah Koan kek hiat dan tay eng hiat ditubuhnya, hal tersebut membuat pandangan matanya berkunang-kunang, hawa murninya membuyar dan tubuhnya segera terperosok turun kebawah, "Blaaaamm...!" Tubuhnya persis terbanting jatuh ditengah meja perjamuan. Percikan kuah dan sayur berhamburan kemana-mana, hancuran mangkuk dan piring berserakan disana sini, suasana disekeliling tempat itu kontan saja menjadi lalut. Rasul serigala menjadi amat gusar, dengan cepat ia menjejak kaki siap menerjang keatas ruangan. Mendadak dari atas ruangan terdengar lagi seseorang berseru sambil tertawa. "Penghianat, kau pun ingin digebuk?" Tergerak hati rasul serigala setelah mendengar perkataan ini, dia tak berani mendekati lebih kedepan dan segera melayang turun kebawah, tegurnya sambil mendongakkan kepala. "Hei, siapakah kau?" "Kita adalah kenalan lama dalam dunia persilatan, masa kau lupa denganku?" orang diatas ruangan tertawa. Rasul serigala semakin terkejut lagi setelah mendengar perkataan ini, tapi berhububg disitu hadir Pat huang sin mo, maka nyalinya menjadi bertambah besar, bentaknya nyaring: "Oooh, Siau giok ji rupanya, rupanya kau memang sengaja mencari jalan kematian untuk diri sendiri, jangan harap kau bisa melarikan diri lagi hari ini!" Orang yang berada diatas atap memang tak lain adalah Sik Tiong giok, ia segera tertawa terbahak-bahak setelah mendengar seruaa itu, katanya kemudian: "Aaah, kau apa mampu menebak secara jitu? Baik, akan kubuktikan kepadamu kalau aku memang mampu pergi semauku sendiri!"
Dalam pembicaraan tersebut, tampak sesosok bayangan abu-abu melayang turun dari atap dan melesat keluar melalui jendela. Mendadak sesosok bayangan manusia berkelebat lewat dari samping arena, kemudian seseorang berseru sambil tertawa dingin" "Kembali! tidak segampang ini bagimu untuk kabur dari sini!" Terdorong oleh tenaga pukulan itu, Sik Tiong giok menjadi terhenti sejenak dan melayang turun ke bawah. Ketika dipandangnya sekejap pihak lawan, ternyata orang itu adalah seorang kekek jelek bertubuh cebol, sambil mendengus segera tegurnya: "Siapa kau?" Kakek cebol berwajah jelek itu tertawa dingin. "Aku bernama gonggongan bernyawa pendek Thia Si hua! pernah mendengar nama ini?" Sik Tiong giok tertawa. "Sayang sekali aku tak pernah mendengar nama itu, tapi aku tahu perubahan dari makhluk apakah dirimu itu! Paling banter dari seekor anjing hitam besar, bukan begitu?" Tak terlukiskan rasa gusar Si Gonggongan bernyawa pendek Thian Si hua, saking mendongkolnya dia membentak" "Bocah keparat, cari modar rupanya kau?" Mendadak cakar setan-nya menyambar ke tubuh Sik Tiong giok. Menghadapi cakar setan yang mengancam datang itu, Sik Tiong giok tetap berdiri tenang tanpa menggerakan tubuhnya barang sedikitpun juga, tapi begitu ancaman sudah tiba didepan mata, tahu-tahu dia menarik tubuhnya dan berkelebat lewat dari bawah ketiak Thian Si hua. Pada dasarnya bocah ini memang punya watak binal tapi berhubung diwaktu biasa selalu terbelenggu oleb tata krama, kebinalan-nya tak pernah tersalurkan. Tak heran kilau kesempatan yang sangat baik ini segera dimanfaatkan dengan sangat baiknya, dalam sekali kelebatan saja dia sudah membalik badan sambil melepaskan sebuah tendangan. "Duuukk..." Sebuah tendangan kilat langsung menghajar lengan Thian Si hua keras-keras. Tenaga tendangan tersebut betul-betul sangat besar, Thian Si hua mencelat sejauh tujuh delapan langkah kebelakang, itupun belum menghentikan gerakan tubuhnya sehingga akhirnya terjerembab diatas meja rapat dihadapan Pat huang sin mo. "Groooobyaaakk....!" Kuah dan sayur kontan berhamburan kemana-mana dan mengotori sebagian tubuh Pat huang sin mo. Pat huang sin mo mendengus dingin saking gusarnya, dengan cepat dia melompat bangun dan bermaksud untuk mencari Sik Tiong giok guna melampiaskan rasa mendongkolnya. Siapa tahu bayangan musuh sudah hilang lenyap entah kemana. "Kejar!" Pat huang sin mo segera membentak keras.
Dengan bentakan ini, bayangan manusiapun berkelebat lewat ditengah ruanngan, secara berebut mereka berhamburan keluar dari dalam ruangan. Tapi Sik Tiong giok tidak kabur, sebaliknya malah berdiri diatas ruangan seberang sambil menggoda para pengejarnya. "Ayo, mari, kemari semua! Kalau ada yang sudah bosan hidup, mari maju kedepan lebih dulu!" Pat huang sin mo tertawa dingin, dia mengulapkan tangan-nya menitahkan kepada semua orang agar menyebarkan diri dan mengepung Sik Tong Giok ditengah arena. Kemudian diiringi bentakan keras, dia melejit ke udara dan melesat keatas atap rumah, disaat tubuhnya hampir mencapai atap rumah, mendadak Sik Tiong giok melontarkan sepasang telapak tangan-nya sejajar dengan dada. Dalam keadaan begini, buru-buru dia mendorong pula telapak tangan-nya untuk menyambut datangnya ancaman tersebut. Siapa tahu serangan dari Sik Tiong giok ini bukan ditujukan keatas tubuhnya, melainkan menghantam atap rumah dimana ia berpijak sekarang. Tatkala serangan-nya sedang didorong kemuka inilah, mendadak kakinya terasa menginjak tempat kosong, diringi suara gemuruh yang memekakan telinga, atap rumah berhamburan kemana-mana. Untung saja kepandaian silat yang dimiliki Pat huang sin mo memang terhitung hebat, cepat-cepat dia mengerahkan tenaganya sambil melompat keatas atap rumah bagian lain kemudian baru ia berpaling kearah semula, namun apa yang terlihat membuatnya segera menjerit kaget. Rupanya Sik Tiong giok kembali hilang lenyap entah kemana, dia mencoba memeriksa ke bawah, disitu pun terlihat anak buahnya masih melakukan pengepungan secara ketat, hal tersebut membuatnya segera berpikir: "Jangan-jangan bccah keparat itu mempunyai kepandaian terbang kelangit atau menyusup kedalam tanah?" Ingatan tersebut belum melintas lewat, mendadak dari balik lubang atap rumah mengepul keluar asap berwarna hitam, dengan perasaan kaget dia segera menjerit. "Aduh celaka, bocah keparat itu melepaskan api!" Betul juga, dari bilik ruangan sebelah kiri terlihat api mulai berkobar dengan hebatnya, disusul suara manusia yang berteriak teriak. Dalam keadaan begini, Pat huang sin mo sekalian menjadi tak punya waktu lagi untuk mengejar Sik Tiong giok, serentak mereka menerjang kearah tenpat kebakaran itu, tapi ketika semua orang menuju keruangan sebelah kiri dari ruangan dimana ia berada tadi kebakaran pun terjadi pula, kemudian disusul ruangan utama pun terjilat api. Dalam waktu singkat, sekeliling tempat itu sudah berkobar api yang membakar segala sesuatunya, jilatan api yang membara menyambar kemana-mana membuat langit menjadi merah. Peristiwa kebakaran ini dengan cepat mengejutkan segenap orang yang berada di sekitar markas besar Siu lo pang, serentak orang datang berbondong-bondong untuk memadamkan api. Secepat-cepatnya kawanan iblis itu bertindak untuk memadamkan api, setelah api berkobar dimana-mana dan membakar semua benda yang
ditemuinya, tidak gampang untuk memadamkan seluruh kebakaran itu dalam waktu singkat. Pat huang sin mo jadi sangat gusar, wajahnya berubah merah padam, otot-otot hijau pada menonjol keluar, biarpun marah dia tak bisa berbuat apa-apa, sedang rasul serigala memukul dadanya sendiri karena mendongkolnya, melihat rumahnya ludas menjadi abu, dia menjadi sedih sekali sehingga hatinya perih. Mendadak terdengar Gonggongan bernyawa pendek Thian Si hua membentak keras: "Bocah keparat, kau hendak kabur kemana?" Serentak semua orang berpaling, betul juga, dibelakang sederet pepobonan disebelah kanan terlihat seperti ada bayangan manusia yang bergerak-gerak. Tiba-tiba Thian Si hua berpekik nyaring dan menerjang kemuka dengan gusar, sementara kawanan penjahat lainnya segera maju pula melakukan pengepungan. Thian Si hua menerobos maju kedepan dan menerjang kebalik pohon, ternyata disitu berdiri seseorang yang mengenakan pakaian berwarna merah. Dari bayangan punggung orang itu, Rasul serigala langit dapat mengenali sebagai putri kesayangan-nya, Siau hong. Dalam pada itu, si Gonggongan bernyawa pendek Thian Si hua sudah dibikin kalap, tanpa memperdulikan lawan-nya lelaki atau perempuan, ia segera membentak keras: "Bocah keparat, mau kabur kemana kau?" Sebuah pukulan dahsyat langsung dilontarkan kedepan dengan kecepatan tinggi. Rasul serigala yang menyaksikan kejadian ini menjadi sangat gelisah, dia segera melompat kedepan sambil buru-buru teriaknya keras: "Locianpwee jangan salah paham, dia adalah putriku!" Ditengah teriakan itu, dia melepaskan pula sebuab serangan untuk menangkis datangnya serangan dari Thian Si hua tersebut. Setelah mendengar seruan tadi, Thian Si hua baru sadar kalau lawan adalah seorang gadis, buru-buru dia membuyarkan serangan sambil melompat mundur, namun atas kesalahan-nya ini dia menjadi tersipu-sipu sendiri. Gadis baju merah itu masih tetap berdiri termangu-mangu dengan wajah bingung, dia seolah-olah belum juga merasakan sesuatu. Dengan rasa gusar rasul serigala segera menegur: "Anak Hong, mengapa kau datang kemari?" Gadis berbaju merah itu berpaling, ketika melihat ayahnya berdiri disamping beberapa orang manusia aneh berdandan aneh, dengan perasaan sedih dia segera berseru: "Ayah...." Dengan cepat dia menubruk kedalam pelukan rasul serigala dan menangis tersedusedu, hal ini membuat Pat huang sin mo sekalian jago-jago sesat yang berdiri disisinya menjadi kehilangan akal. Rasul serigala menjadi kelabakan sendiri, sambil mengelus rambut puterinya dia menegur berulang kali: "Anak Hong, jangan menangis, kalau ada persoalan ceritakan saja kepadaku!" Beberapa kali Cu Siau hong