BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.706, 2013
BADAN NARKOTIKA NASIONAL. Standar Operasional Prosedur. Penyusunan. Pedoman
PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR DI LINGKUNGAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL, Menimbang
:
a. bahwa untuk menciptakan komitmen mengenai apa yang akan dikerjakan oleh satuan kerja di lingkungan Badan Narkotika Nasional dalam mewujudkan good governance diperlukan suatu proses pelaksanaan tugas fungsi yang sistematis dan terukur untuk mencapai kinerja yang optimal dari setiap satuan kerja di lingkungan Badan Narkotika Nasional; b. bahwa salah satu mekanisme dalam mewujudkan pelaksanaan tugas fungsi yang sistematis dan terukur diperlukan standar operasional prosedur pada tiap pelaksanaan tugas fungsi satuan kerja di lingkungan Badan Narkotika Nasional; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional tentang Pedoman Penyusunan Standar Operasional Prosedur di lingkungan Badan Narkotika Nasional;
Mengingat
:
1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika (Lembaran Negara Republik Indonesia
www.djpp.kemenkumham.go.id
2013, No.706
2
Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671); 2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5062); 4. Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2010 tentang Badan Narkotika Nasional; 5. Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2005 tentang Perubahan Keenam Atas Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen; 6. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pedoman Penataan Ketatalaksanaan (Business Process); 7. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 35 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Standar Operating Prosedur Administrasi Pemerintahan; 8. Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional Nomor 3 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Narkotika Nasional (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 246); 9. Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional Nomor 4 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Narkotika Nasional Provinsi dan Badan Narkotika Nasional Kabupaten/Kota (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 247).
www.djpp.kemenkumham.go.id
3
2013, No.706
MEMUTUSKAN : Menetapkan
:
PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR DI LINGKUNGAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam Peraturan Kepala ini, yang dimaksud dengan : 1.
Standar Operasional Prosedur (Standard Operating Procedure) yang selanjutnya disingkat SOP adalah serangkaian instruksi tertulis yang dibakukan mengenai berbagai proses penyelenggaraan administrasi pemerintahan, bagaimana, kapan, dimana, dan oleh siapa dilaksanakan.
2.
Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor serta bahan adiktif lain yang selanjutnya disebut P4GN.
3.
Verifikasi SOP adalah proses memeriksa kebenaran dan kesesuaian SOP.
4.
Diagram Alur adalah gambar yang menjelaskan alur proses, prosedur dan atau dokumen suatu kegiatan yang menggunakan simbol-simbol atau bentuk-bentuk bidang, untuk mempermudah memperoleh informasi.
5.
Proses Kerja adalah langkah-langkah sistematis dalam melaksanakan suatu pekerjaan untuk mencapai hasil kerja.
6.
Hasil Akhir adalah produk/output dari dilaksanakan berupa barang dan jasa.
7.
Penyempurnaan SOP adalah serangkaian kegiatan dalam rangka meningkatkan kualitas SOP yang terdiri dari mengevaluasi, melengkapi (menambah/mengurangi), dan menyusun penyempurnaan SOP.
8.
Satuan Kerja yang selanjutnya disebut Satker adalah bagian dari suatu unit organisasi pada BNN yang melaksanakan satu atau beberapa kegiatan dari suatu program.
9.
Unit Kerja Eselon I adalah Kepala, Sekretariat Utama, Inspektorat Utama, Deputi Bidang Pencegahan, Deputi Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Deputi Bidang Pemberantasan, Deputi Bidang Rehabilitasi, Deputi Bidang Hukum dan Kerja Sama di lingkungan BNN.
suatu
pekerjaan
yang
www.djpp.kemenkumham.go.id
2013, No.706
4
10. Unit Kerja Eselon II adalah Biro, Direktorat, Inspektorat I, Inspektorat II, Inspektorat III, Pusat Penelitian Data dan Informasi, Badan Narkotika Nasional Provinsi, dan Unit Pelaksana Teknis Rehabilitasi di lingkungan BNN. 11. Unit Kerja Eselon III adalah Bagian, Bidang, Subdirektorat, Balai Pendidikan dan Pelatihan, Unit Pelaksana Teknis Laboratorium Uji Narkoba, Balai Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional, dan Badan Narkotika Nasional Kabupaten/Kota di lingkungan BNN. 12. Unit Kerja Eselon IV adalah Subbagian, Seksi, Subbidang di BNN. 13. Pelaksana adalah pekerjaannya.
pegawai
yang
melaksanakan
SOP
dalam
Pasal 2 Penyusunan SOP bertujuan untuk menjadi pedoman atau acuan dalam melaksanakan tugas pekerjaan sesuai dengan fungsi dan alat penilaian kinerja berdasarkan indikator teknis, administrasi, dan prosedural sesuai dengan tata kerja, prosedur kerja, dan sistem kerja pada satker yang bersangkutan. Pasal 3 Maksud dari SOP : a.
untuk menjadi pedoman bagi satker dalam melaksanakan tugas fungsi melalui tahap-tahap yang telah ditentukan;
b.
untuk mengurangi tingkat kesalahan dan kelalaian yang mungkin dilakukan oleh pelaksana dalam melaksanakan tugas;
c.
untuk menjamin ketepatan waktu dan hasil pekerjaan dalam rangka meningkatkan akuntabilitas, efisiensi dan efektivitas pelaksanaan tugas dan tanggung jawab; dan
d.
untuk menjamin konsistensi pelayanan kepada masyarakat dan stake holders dari aspek kualitas, integritas dan prosedur. Pasal 4
Ruang lingkup Penyusunan SOP adalah seluruh proses penyelenggaraan pelaksanaan P4GN termasuk pemberian layanan internal maupun eksternal yang dilakukan oleh Satker BNN. Pasal 5 Prinsip penyusunan SOP adalah sebagai berikut : a.
mudah dan jelas, yaitu prosedur yang distandarkan harus mudah dimengerti dan diterapkan oleh pelaksana;
www.djpp.kemenkumham.go.id
5
2013, No.706
b.
efisien yaitu prosedur yang distandarkan dan dapat dijadikan pedoman dalam menjalankan tugas dengan tepat, cermat, berdaya guna;
c.
efektif yaitu prosedur yang distandarkan dapat mencapai tujuan dengan tepat dan berhasil guna;
d.
selaras yaitu prosedur yang distandarkan harus sesuai dengan prosedur standar lain yang terkait;
e.
terukur, yaitu output dari prosedur yang distandarkan mengandung standar kualitas tertentu yang dapat diukur pencapaian keberhasilannya;
f.
dinamis, yaitu prosedur yang distandarkan disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan secara cepat;
g.
berorientasi pada pengguna, yaitu prosedur yang distandarkan harus disesuaikan dengan kebutuhan;
h.
kepatuhan hukum, yaitu prosedur yang distandarkan memenuhi ketentuan peraturan pemerintah yang berlaku; dan
i.
kepastian hukum, yaitu prosedur yang distandarkan harus ditetapkan oleh pimpinan sebagai sebuah produk hukum yang ditaati, dilaksanakan, dan menjadi instrumen untuk melindungi pelaksana dari kemungkinan tuntutan hukum.
harus
Pasal 6 Prinsip pelaksanaan SOP adalah sebagai berikut : a.
komitmen, yaitu harus dilaksanakan dengan komitmen penuh dari seluruh jajaran organisasi dari jenjang yang paling rendah sampai dengan yang tertinggi;
b.
perbaikan berkelanjutan, yaitu harus terbuka penyempurnaan - penyempurnaan untuk memperoleh standar operasional yang efisien dan efektif;
c.
mengikat, yaitu harus mengikat pelaksana dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan prosedur standar operasional yang telah ditetapkan; dan
d.
terdokumentasi dengan baik, yaitu seluruh prosedur yang telah distandarkan harus didokumentasikan dengan baik sehingga dapat selalu dijadikan referensi bagi setiap mereka yang memerlukan.
terhadap prosedur
www.djpp.kemenkumham.go.id
2013, No.706
6
BAB II TATA CARA PENYUSUNAN Pasal 7 (1) Persyaratan dalam Penyusunan SOP adalah sebagai berikut : a. b. c. d.
mengacu pada peraturan perundang-undangan; ditulis dengan jelas, rinci dan benar; memperhatikan SOP lainnya; dan dapat dipertanggungjawabkan.
(2) Kriteria kegiatan yang memerlukan SOP adalah sebagai berikut : a. kegiatannya dilaksanakan secara rutin atau berulang-ulang; b. menghasilkan output tertentu; dan c.
kegiatannya melibatkan sekurang-kurangnya 2 (dua) orang/ pihak. (3) Penyusunan SOP dilaksanakan oleh seluruh pegawai di lingkungan BNN pada masing-masing satker dengan tahapan sebagai berikut: a. persiapan; b. identifikasi kebutuhan SOP; c. analisis kebutuhan SOP; d. penulisan SOP; e. verifikasi dan uji coba SOP; f. pelaksanaan SOP; g. sosialisasi SOP; h. pelatihan dan pemahaman; dan i. monitoring dan evaluasi. (4) Tahapan penyusunan SOP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dengan Peraturan ini. Pasal 8 (1) Tahapan Persiapan sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 7 ayat (3) huruf a dilakukan dengan membentuk tim yang terdiri dari: a.
Ketua;
b.
Sekretaris;
c.
Koordinator; dan
d.
Anggota.
(2) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas:
www.djpp.kemenkumham.go.id
7
a.
melaksanakan dan/atau penyusunan SOP;
2013, No.706
mengkoordinasikan
semua tahapan
b. c.
menyusun rencana pelaksanaan; dan mensosialisasikan kegiatan penyusunan SOP pada masingmasing satker. Pasal 9 (1) Tahapan identifikasi kebutuhan SOP sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 ayat (3) huruf b dilaksanakan pada tiap satker dan disusun menurut tingkatan dengan mengacu pada tugas dan fungsi masingmasing. (2) Hasil identifikasi kebutuhan SOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dirumuskan dalam dokumen inventarisasi judul SOP dan dijadikan sebagai bahan analisis kebutuhan. (3) Hasil analisis dibuat dengan format yang berisi Nama dan Kode nomor SOP yang ditetapkan dengan Keputusan Kepala BNN. (4) Format sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dengan Peraturan ini. Pasal 10 SOP disusun berdasarkan nama dan kode nomor SOP sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 ayat (3). Pasal 11 (1) SOP dibuat dalam bentuk tabel, tertulis dan diagram alur. (2) FORMAT SOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran II Peraturan Kepala BNN yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam peraturan ini. Pasal 12 (1) Pelaksana tugas/pekerjaan pada masing-masing satker melakukan penyiapan bahan penyusunan SOP sesuai tugas fungsinya. (2) Penyusunan SOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dan dikoordinasikan oleh pejabat eselon III. (3) Penyusunan SOP unit kerja yang terdiri dari eselon I, II, III, dan IV dikoordinasikan oleh eselon II di lingkungan Unit Kerja eselon I. BAB III VERIFIKASI DAN UJI COBA Pasal 13 (1) Rancangan SOP sebagaimana dimaksud pada Pasal 12 ayat (1) wajib dilakukan verifikasi terlebih dahulu oleh atasan secara berjenjang.
www.djpp.kemenkumham.go.id
2013, No.706
8
(2) Setelah dilakukan verifikasi sebagaimana pada ayat (1) dilakukan uji coba secara mandiri oleh satker yang bersangkutan dengan disaksikan oleh atasan. Pasal 14 Rancangan SOP yang telah dilakukan verifikasi dan uji coba ditetapkan menjadi SOP dengan Keputusan Kepala BNN. BAB IV PELAKSANAAN Pasal 15 SOP dilaksanakan dengan syarat sebagai berikut: a. melalui proses verifikasi, uji coba, dan penetapan; b. didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai dan dengan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi dan kualifikasi sesuai dengan tugas fungsinya; c. disosialisasikan dan didistribusikan kepada seluruh pelaksana di lingkungan BNN; dan d. dapat diakses dan dilihat oleh masyarakat dan stake holders. BAB V SOSIALISASI Pasal 16 (1) Pelaksanaan SOP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 harus disosialisasikan terlebih dahulu dan didistribusikan kepada seluruh pelaksana di lingkungan satker. (2) SOP harus diintegrasikan dengan peraturan-peraturan lainnya di lingkungan BNN. BAB VI PELATIHAN DAN PEMAHAMAN Pasal 17 Pelatihan dan pemahaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf h dilakukan dalam bentuk rapat, bimbingan teknis, pendampingan ataupun pada pelaksanaan sehari-hari. BAB VII MONITORING DAN EVALUASI Pasal 18 Monitoring sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf i dilakukan dengan cara observasi, wawancara dengan pelaksana, dan diskusi kelompok kerja.
www.djpp.kemenkumham.go.id
9
2013, No.706
Pasal 19 (1) evaluasi pelaksanaan dilakukan setiap akhir tahun untuk mengetahui efektivitas dan kualitas SOP. (2) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai bahan penyempurnaan SOP. (3) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh atasan secara berjenjang dan koordinator sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat (2) serta berkoordinasi dengan Bagian Organisasi dan Tata Laksana. BAB VIII PENGAWASAN Pasal 20 (1) Pelaksanaan SOP pada masing-masing satker harus diawasi secara melekat atau terus menerus oleh atasan secara berjenjang. (2) Hasil pengawasan pelaksanaan SOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan setiap triwulan kepada atasan secara berjenjang. BAB IX PENGKAJIAN ULANG DAN PENYEMPURNAAN Pasal 21 (1) SOP yang diberlakukan perlu dikaji ulang minimal 1 (satu) kali dalam 2 (dua) tahun. (2) Pengkajian ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh tim yang terdiri dari unsur pimpinan, pelaksana, dan unit kerja yang menangani SOP. (3) SOP yang telah disempurnakan ditetapkan dengan Keputusan Kepala BNN. BAB X PELAPORAN Pasal 22 Hasil pelaksanaan SOP pada masing-masing Unit Kerja dilaporkan kepada Kepala BNN melalui Sekretaris Utama BNN. BAB XI KETENTUAN PENUTUP Pasal 23 Peraturan Kepala BNN ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
www.djpp.kemenkumham.go.id
2013, No.706
10
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Kepala BNN ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 18 April 2013 KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, ANANG ISKANDAR Diundangkan di Jakarta pada tanggal 15 Mei 2013 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, AMIR SYAMSUDIN
Paraf : 1. Plt. Karo Kepeg & Org :.......... 2. Direktur Hukum :.......... 3. Kabag TU :.......... 4. Karo Umum :.......... 5. Sestama :..........
www.djpp.kemenkumham.go.id
11
2013, No.706
LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA NOMOR 3 TAHUN TANGGAL 18 APRIL
BNN 2013 2013
TAHAPAN PENYUSUNAN SOP Tahapan penyusunan SOP meliputi: 1. Persiapan a. Membentuk Tim dan kelengkapannya 1) Tim terdiri dari sekurang-kurangnya: a) Ketua: Sekretaris Utama BNN; b) Koordinator: eselon II pada masing-masing Unit Kerja; c) Sekretaris: Kepala Bagian Organisasi dan Tatalaksana; dan d) Anggota: Pejabat eselon III dan IV serta pelaksana. 2) Tugas Tim antara lain: a) melakukan identifikasi kebutuhan SOP; b) mengumpulkan data dan informasi; c) melakukan analisis prosedur; d) mengkoordinasikan penyusunan SOP; e) mengkoordinasikan ujicoba SOP; f) melakukan sosialisasi SOP; g) mengawal pelaksanaan SOP; h) melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan SOP; i) melakukan fasilitasi pengkajian ulang dan penyempurnaanpenyempurnaan SOP; dan j) melaporkan hasil-hasil pengembangan SOP. 3) Kewenangan Tim antara lain: a) memperoleh informasi dari satuan unit kerja atau sumber lain; b) melakukan riview dan pengujian; c) melakukan analisis dan menyeleksi berbagai alternatif prosedur yang akan distandarkan; d) menyusun SOP; dan e) mendistribusikan hasil analisis kepada seluruh anggota TIM untuk direview.
www.djpp.kemenkumham.go.id
2013, No.706
12
b. Memberikan pelatihan-pelatihan kepada anggota Tim. c. Seluruh anggota TIM harus memperoleh pembekalan yang cukup tentang penyusunan SOP agar TIM dapat bekerja dengan baik dan menghasilkan output yang diharapkan. d. TIM menginformasikan kepada seluruh Unit Kerja tentang kegiatan penyusunan SOP. 2. Identifikasi Kebutuhan SOP a. Prinsip dasar yang perlu diperhatikan dalam mengidentifikasi kebutuhan SOP: 1) prosedur kerja yang mengacu pada OTK, tugas dan fungsi satuan unit kerja; 2) prosedur kerja pokok yang menjadi tanggung jawab semua anggota organisasi; 3) aktifitas yang dikerjakan secara rutin dan atau berulang-ulang; 4) prosedur kerja yang akan di SOP kan mempunyai tahapan kerja yang jelas; dan 5) mempunyai output yang jelas. b. Identifikasi kebutuhan SOP dilakukan dengan mempertimbangkan: 1) kondisi internal organisasi ( Lingkungan Operasional ); 2) peraturan perundang-undangan; 3) kebutuhan organisasi dan stakeholder-nya; dan 4) kejelasan proses identifikasi kebutuhan. c. Hasil identifikasi kebutuhan SOP disusun menjadi daftar inventarisasi judul SOP. 3. Analisis Kebutuhan SOP Hal-hal yang perlu diperhatikan: a. prosedur kerja harus sederhana; b. pengkajian pekerjaan;
dilakukan
sebaik-baiknya
untuk
mencegah
duplikasi
c. prosedur yang fleksibel; d. pembagian tugas yang tepat; e. pengawasan terus-menerus dilakukan; f. penggunaan urutan pelaksanaan pekerjan yang sebaik-baiknya; dan g. tiap pekerjaan yang diselesaikan harus dengan memperhatikan tujuan. Setelah dilakukan analisis kebutuhan SOP maka akan menghasilkan nama dan kode nomor SOP. Untuk membantu menyusun nama dan kode nomor SOP dapat digunakan tabel sebagaimana contoh dibawah ini:
www.djpp.kemenkumham.go.id
13
2013, No.706
NAMA DAN KODE NOMOR STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR NO.
JUDUL SOP
NOMOR SOP
4. Penulisan SOP. Penulisan SOP dilakukan secara cermat dengan mempertimbangkan berbagai unsur sehingga dapat terbentuk sesuai dengan kriteria mengacu kepada format SOP dengan memperhatikan aspek tingkat ketelitian, kejelasan dan ketepatan sehingga dapat menghasilkan sebuah SOP yang bisa dipertanggungjawabkan dengan baik. 5. Verifikasi dan Ujicoba SOP. Rancangan SOP yang telah disusun perlu dilakukan verifikasi atau ujicoba untuk memastikan tidak terjadi duplikasi atau tumpang tindih dengan SOP lainnya. Rancangan SOP yang sudah di verifikasi tersebut dilakukan ujicoba secara mandiri oleh unit kerja yang bersangkutan untuk melihat sampai sejauh mana tingkat kemudahan, kesesuaian dan ketepatan SOP dalam pelaksanaannya. 6 Pelaksanaan a. Agar SOP dapat dilaksanakan sesuai perencanaan pelaksanaan yang meliputi: 1) penetapan jadwal sosialisasi;
ketentuan
perlu
dilakukan
2) penetapan pejabat yang akan melakukan sosialisasi; dan 3) penyiapan SOP yang akan disosialisasikan. b. Beberapa hal yang harus diketahui TIM penyusun SOP: 1) jumlah SOP yang akan diterapkan; 2) siapa yang menjadi target pelaksanaan; 3) informasi apa yang akan disampaikan kepada target; dan 4) cara memantau pelaksanaan. 7 Sosialisasi Proses sosialisasi adalah langkah penting yang harus dilaksanakan dalam upaya penerapan SOP disetiap unit kerja, dengan cara: a. penyebarluasan informasi dan/atau pemberitahuan; b. pendistribusian SOP; dan
www.djpp.kemenkumham.go.id
2013, No.706
14
c. penetapan pegawai pelaksana, penanggung jawab dan pemantau sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing. 8 Pelatihan Pemahaman Pelatihan yang dilakukan dalam bentuk rapat, bimbingan teknis, pendampingan, simulasi ataupun pada pelaksanaan sehari-hari agar SOP dapat dipahami dan dilaksanakan dengan baik. 9 Monitoring dan Evaluasi a. Monitoring Proses ini diarahkan untuk membandingkan dan memastikan kinerja pelaksana sesuai dengan maksud dan tujuan yang tercantum dalam SOP yang baru, mengidentifikasi permasalahan yang mungkin timbul, dan menentukan cara untuk meningkatkan hasil pelaksanaan. Proses monitoring ini dapat berupa observasi supervisor, interview dengan pelaksana, diskusi kelompok kerja, pengarahan dan pelaksanaan. b. Evaluasi Merupakan sebuah analisis yang sistematis terhadap serangkaian proses pelaksanaan dan aktifitas yang telah dibakukan dalam bentuk SOP dari sebuah organisasi dalam rangka menentukan efektifitas pelaksanaan tugas dan fungsi organisasi secara keseluruhan. Dari sisi substansial SOP, evaluasi SOP dapat dilakukan dengan mengacu pada penyempurnaanpenyempurnaan terhadap SOP yang telah diterapkan atau bahkan sejauh mana diperlukan SOP yang baru. KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, ANANG ISKANDAR
www.djpp.kemenkumham.go.id
15
2013, No.706
LAMPIRAN II PERATURAN NOMOR 3 TANGGAL 18
KEPALA TAHUN APRIL
BNN 2013 2013
FORMAT STANDARD OPERATING PROCEDURE (PROSEDUR STANDAR OPERASIONAL) 1. Halaman Judul
Identitas Instansi
BNN
Judul Standar Operasional Prosedur dari Identifikasi kebutuhan
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PELAYANAN ADMINISTRASI SURAT MASUK DAN SURAT KELUAR
2. Informasi Prosedur yang akan distandarkan
Logo LOGO Pemerintah BNN Daerah
SATUAN KERJA
Nomor Standar Operasional Prosedur Tgl Pembuatan
...................... ......................
Tgl Revisi
......................
Tgl Pengesahan
......................
Disahkan Oleh
......................
Nama Standar Operasional
......................
www.djpp.kemenkumham.go.id
2013, No.706
16
Prosedur
Dasar Hukum 1. …………….. 2. …………….. Keterkaitan ………………... ..................... Peringatan 1. ......................... 2. ......................... • (1) (2) (3)
Tanggal revisi
(4) (5)
Tanggal pengesahan Disahkan oleh
(6)
Nama Standar Operasional Prosedur Dasar hukum
(8) (9) (10) (11)
Peralatan/Perlengkapan 1. ...................... 2. ...................... Pencatatan dan Pendataan
Cara Pengisian: Nomor Standar Operasional Prosedur Tanggal Pembuatan
(7)
Kualifikasi Pelaksana
Diisi dengan nomor Standar Operasional Prosedur, yaitu (No Komponen, Unit Kerja, Bagian, No Standar Operasional Prosedur) Diisi dengan tanggal pengesahan Standar Operasional Prosedur Diisi dengan tanggal Standar Operasional Prosedur di revisi Diisi dengan tanggal mulai berlaku Diisi dengan jabatan yang berkompeten yang mengesahkan Diisi dengan nama prosedur yang akan distandarkan
Diisi dengan peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar disusunnya Standar Operasional Prosedur Kualifikasi pelaksana Diisi dengan penjelasan mengenai kualifikasi pegawai yang dibutuhkan dalam melaksanakan perannya pada prosedur yang distandarkan Keterkaitan Diisi dengan penjelasan mengenai keterkaitan prosedur yang distandarkan dengan prosedur lain yang distandarkan Peralatan/perlengka Diisi dengan penjelasan mengenai daftar pan peralatan dan perlengkapan yang dibutuhkan Peringatan Diisi dengan: - Penjelasan mengenai kemungkinan– kemungkinan resiko yang akan timbul ketika prosedur dilaksanakan atau tidak dilaksanakan. - Peringatan memberikan indikasi berbagai permasalahan yang mungkin muncul dan
www.djpp.kemenkumham.go.id
17
2013, No.706
berada diluar kendali pelaksana ketika prosedur dilaksanakan dan berbagai dampak yang mungkin ditimbulkan.
(12)
Pencatatan dan pendataan
(13)
Uraian prosedur
(14)
Pelaksana
(15)
Kelengkapan
(16)
Waktu
(17)
Output
(18)
Pengesahan
- Dalam hal ini, dijelaskan pula bagaimana cara mengatasinya. Diisi dengan penjelasan mengenai berbagai hal yang perlu didata, dicatat atau diparaf oleh setiap pegawai yang berperan dalam pelaksanaan prosedur yang telah distandarkan Langkah kegiatan secara rinci dan sistematis dari prosedur yang distandarkan Diisi dengan jabatan yang melakukan suatu proses/aktivitas Diisi dengan penjelasan mengenai daftar peralatan dan perlengkapan yang dibutuhkan Diisi dengan lama waktu yang dibutuhkan dalam melakukan suatu proses/kegiatan Diisi dengan hasil/keluaran dari suatu proses/kegiatan Diisi dengan Nama dan tandatangan Kepala BNN
3. Uraian Prosedur Pelaksana
Uraian Prosedur
Mutu Baku
Pelaks Pelaks Pelaks 1 2 3 1 1 2 3
2
•
3
4
5
Persy r/Klk pn 6
Ket
Waktu
Output
7
8
9
Cara Pengisian:
(1)
Uraian Prosedur
(2)
Pelaksana
Diisi dengan proses sejak dari kegiatan mulai dilakukan sampai dengan kegiatan selesai dan keluaran dihasilkan untuk setiap STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR sesuai dengan tugas pokok dan fungsi kegiatan masing-masing unit organisasi yang bersangkutan. Diisi dengan pelaksana kegiatan yang bersangkutan, mulai dari jabatan tertinggi
www.djpp.kemenkumham.go.id
2013, No.706
(3)
Mutu Baku
18
sampai dengan jabatan terendah (fungsional umum/staf). Diisi dengan persyaratan dan kelengkapan yang diperlukan, waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan kegiatan dan output pada setiap aktivitas yang dilakukan.
4. Simbol – Simbol Penyusunan STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR pada akhirnya akan mengarah pada terbentuknya diagram alur yang menggambarkan aliran aktivitas atau kegiatan masing-masing unit organisasi. Untuk menggambarkan aliran aktivitas tersebut, digunakan simbol sebagai berikut: SIMBOL
Sebutan
DEFINISI
Terminator
Simbol ini digunakan untuk menggambarkan awal/mulai dan akhir suatu bagan alir.
Proses
Simbol ini digunakan untuk menggambarkan proses pelaksanaan kegiatan.
Pengambilan Keputusan
Simbol ini digunakan untuk menggambarkan keputusan yang harus dibuat dalam proses pelaksanaan kegiatan.
Dokumen
Simbol ini digunakan untuk menggambarkan semua jenis dokumen sebagai bukti pelaksanaan kegiatan.
Penggandaan Dokumen
Simbol ini digunakan untuk menggambarkan penggandaan dari semua jenis dokumen.
Konektor
Simbol ini digunakan untuk menggambarkan perpindahan aktivitas dalam satu halaman.
www.djpp.kemenkumham.go.id
19
2013, No.706
Konektor
Simbol ini digunakan untuk menggambarkan perpindahan aktivitas dalam halaman yang berbeda.
Garis alir
Simbol ini digunakan untuk menggambarkan arah proses pelaksanaan kegiatan.
KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA
ANANG ISKANDAR
www.djpp.kemenkumham.go.id