UJI KERAGAMAN GENETIK PADA BEBERAPA EKOTIPE KACANG TANAH (Arachis hypogeae L ) DARI BERBAGAI LOKASI DARI DAERAH TARUTUNG
SKRIPSI
OLEH : WINTAN OCTAFIA SIANTURI 030307011 / BDP-PET
PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008
Wintan Octafia Sianturi : Uji Keragaman Genetik Pada Beberapa Ekotipe Kacang Tanah (Arachis hypogeae L) Dari Berbagai Lokasi Dari Daerah Tarutung, 2008. USU Repository © 2009
UJI KERAGAMAN GENETIK PADA BEBERAPA EKOTIPE KACANG TANAH (Arachis hypogeae L ) DARI BERBAGAI LOKASI DARI DAERAH TARUTUNG
SKRIPSI
OLEH :
WINTAN OCTAFIA SIANTURI 030307011 / BDP-PET
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan
Disetujui Oleh Komisi Pembimbing :
Prof.DR.Ir.T.M.Hanafiah Oeliem.DAA NIP. 130 318 073 Ketua
Luthfi A.M.Siregar,SP.MSC.PhD NIP. 132 315 867 Anggota
PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008 Wintan Octafia Sianturi : Uji Keragaman Genetik Pada Beberapa Ekotipe Kacang Tanah (Arachis hypogeae L) Dari Berbagai Lokasi Dari Daerah Tarutung, 2008. USU Repository © 2009
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menguji keragaman genetik pada beberapa ekotipe kacang tanah (Arachis hypogeae L.) dilakukan di Tanjung Anom kecamatan Pancur Batu dari bulan Desember 2007 sampai dengan Maret 2008, menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 5 ulangan. Ekotipe kacang tanah yang diuji adalah Adiankoting, Simaung-Maung, Pagar Batu dan Pancur Napitu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekotipe yang memiliki produksi tertinggi adalah ekotipe Pagar Batu (E3) ( 208) dan yang terendah terdapat pada ekotipe Adiankoting (E1) (130). Heritabilitas bernilai rendah terdapat pada parameter bobot 100 biji dan bobot polong/ plot. Bernilai tinggi terdapat pada parameter tinggi tanaman, jumlah cabang, umur berbunga, umur ginofor, jumlah bunga, jumlah ginofor, jumlah polong/ tanaman, jumlah polong/ plot, bobot biji/ tanaman, bobot biji/ plot dan bobot polong/ tanaman.
Kata kunci : kacang tanah, produksi, heritabilitas
Wintan Octafia Sianturi : Uji Keragaman Genetik Pada Beberapa Ekotipe Kacang Tanah (Arachis hypogeae L) Dari Berbagai Lokasi Dari Daerah Tarutung, 2008. USU Repository © 2009
ABSTRACT
The aim of the research was to evaluate to kinds of peanut ecotype (Arachis hypogeae L. ) which conducted on Tanjung Anom kecamatan Pancur Batu from December 2007 to March 2008. Randomized Blok Design was used with 5 replications, four ecotype were tested i.e. Adiancoting, Simaung – maung, Pagar Batu and Pancur Napitu. The result showed that the highest yield was found in Pagar Batu (E3) (208 g) and the lowest was Adiancoting (E1) (130 g). The lowest heritability was found weight of 100 seeds and weight of pods/ plot. The highest was found in plant high, number of branches, time of flowering, time of gynophorum, number of flower, number of gynophorum, number of pods/ plant, number of pods/ plot, seed weight/ plant, seed weight/ plot and pods weight/ plnt.
Wintan Octafia Sianturi : Uji Keragaman Genetik Pada Beberapa Ekotipe Kacang Tanah (Arachis hypogeae L) Dari Berbagai Lokasi Dari Daerah Tarutung, 2008. USU Repository © 2009
RIWAYAT HIDUP
Wintan Octavia Sianturi, dilahirkan di Medan, 19 Oktober 1985. Anak kedua dari 4 bersaudara, putri dari pasangan bapak
S.
Sianturi dan Ibu
H.
Hutapea. Pendidikan formal yang pernah diperoleh penulis hingga saat ini adalah: tahun 1997 penulis tamat dari SDN.2 Tuntungan Pancur Batu, tahun 2000 tamat dari SLTPN.3 Pancur Batu dan tahun 2003 tamat dari SMU Swasta Era Utama Pancur Batu. Terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan pada tahun 2003 melalui jalur PMP dengan Jurusan Budidaya Pertanian Program Studi Pemuliaan Tanaman. Pengalaman di bidang kemasyarakatan penulis peroleh saat mengikuti Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Kebun Percobaan Tanaman Buah Tongkoh Berastagi (KPTB), aktif di organisasi Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) dan pernah menjabat sebagai Wakil Sekretaris dibidang Organisasi dan Komunikasi Komisariat Fakultas Pertanian tahun 2006-2007.
Wintan Octafia Sianturi : Uji Keragaman Genetik Pada Beberapa Ekotipe Kacang Tanah (Arachis hypogeae L) Dari Berbagai Lokasi Dari Daerah Tarutung, 2008. USU Repository © 2009
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nyalah penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan baik. Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang berjudul : “Uji Keragaman Genetik Beberapa Ekotipe Kacang Tanah ( Arachis hypogea L. ) Dari Berbagai Lokasi Tarutung” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pertanaian di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak Prof.Dr.Ir.T.M.Hanafiah Oeliem.DAA sebagai ketua komisi pembimbing dan Luthfi A.M. Siregar. SP.MSc.PhD sebagai anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberi saran dan bimbingan kepada penulis di dalam pembuatan proposal ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada kedua orang tua yang tak pernah bosan meberi doa dan semangat kepada penulis, teman-teman BDP 2003, yang telah banyak memberi dukungan dan semangat kepada penulis. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekerungan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Sekian dan terima kasih. Medan,
September 2008
penulis
Wintan Octafia Sianturi : Uji Keragaman Genetik Pada Beberapa Ekotipe Kacang Tanah (Arachis hypogeae L) Dari Berbagai Lokasi Dari Daerah Tarutung, 2008. USU Repository © 2009
DAFTAR ISI
HAL ABSTRACT .............................................................................................. ABSTRAK................................................................................................. RIWAYAT HIDUP ................................................................................... KATA PENGANTAR ............................................................................... DAFTAR ISI ............................................................................................. DAFTAR TABEL ..................................................................................... DAFTAR GAMBAR ................................................................................. DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................
ii iii iv v vi viii ix x
PENDAHULUAN Latar Belakang ................................................................................. Tujuan Penelitian ............................................................................. Hipotesis Penelitian .......................................................................... Kegunaan Penelitian .........................................................................
1 4 4 4
TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman .............................................................................. Syarat Tumbuh ................................................................................ Iklim.......................................................................................... Tanah ........................................................................................ Keragaman Genetik ......................................................................... Heritabilitas ....................................................................................
5 8 8 10 13 15
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian .......................................................... Bahan dan Alat ................................................................................ Metoda penelitian ............................................................................ Pelakasanaan Penelitian................................................................... Persiapan Lahan... .................................................................... Persiapan Benih ........................................................................ Penanaman Benih .................................................................... Pemupukan .............................................................................. Pemeliharaan ........................................................................... Penyiraman ....................................................................... Penyisipan .......................................................................... Penyiangan ........................................................................ Pembumbunan ................................................................... Pengendalian Hama dan Penyakit .......................................
16 16 18 21 21 21 21 21 22 22 22 22 22 23
Wintan Octafia Sianturi : Uji Keragaman Genetik Pada Beberapa Ekotipe Kacang Tanah (Arachis hypogeae L) Dari Berbagai Lokasi Dari Daerah Tarutung, 2008. USU Repository © 2009
Panen ................................................................................ Peubah Amatan .............................................................................. Tinggi Tanaman ..................................................................... Jumlah Cabang ........................................................................ Saat Berbunga ......................................................................... Jumlah Bunga ......................................................................... Terbentuknya ginofor .............................................................. Jumlah Ginofor........................................................................ Jumlah Polong / tanaman ........................................................ Jumlah Polong / plot ............................................................... Bobot Biji / tanaman ............................................................... Bobot Biji / plot ....................................................................... Bobot 100 biji..........................................................................
23 23 23 23 23 24 24 24 24 24 24 25 25
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil.............................................................................................. Pembahasan .................................................................................. Keragaman beberapa ekotipe kacang tanah dari berbagai lokasi dari daerah Tarutung ............................... Keragaman genotip dan fenotip .............................................. Variabilitas genetik ................................................................. Heritabilitas ............................................................................
26 32 32 34 34 35
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan .................................................................................... Saran ..............................................................................................
37 37
DAFTATAR PUSTAKA LAMPIRAN
Wintan Octafia Sianturi : Uji Keragaman Genetik Pada Beberapa Ekotipe Kacang Tanah (Arachis hypogeae L) Dari Berbagai Lokasi Dari Daerah Tarutung, 2008. USU Repository © 2009
DAFTAR TABEL
1. Fase Pertumbuhan Kacang Tanah .........................................................
12
2. Nilai Kuadrat Tengah Bagi Analisis RAK ............................................
19
3. Rataan Jumlah Cabang, Umur Ginofor, Jumlah Ginofor, Jumlah Polong/ plot dan Bobot Polong/ plot ........................................
26
4. Rataan Jumlah Polong/ tanaman, Jumlah Polong/ plot dan Bobot Polong per plot ..........................................................................
27
5. Persentase Keberhasilan Ginofor Membentuk Polong ..........................
28
6. Kriteria Koefisien Varians Genetik (KVG) ...........................................
29
7. Varians Genetik (σ2g), Varians Fenotip (σ2f), Koefisien Varians Genetik (KVG), Koefisien Varians Fenotip (KVF) .............................
30
8. Nilai Duga Heritabilitas........................................................................
31
Wintan Octafia Sianturi : Uji Keragaman Genetik Pada Beberapa Ekotipe Kacang Tanah (Arachis hypogeae L) Dari Berbagai Lokasi Dari Daerah Tarutung, 2008. USU Repository © 2009
DAFTAR GAMBAR
1.
Areal Penanaman Kacang Tanah dari 4 ekotipe ..................................
59
2.
Ginofor Ekotipe Adiankoting (E1) .....................................................
60
3.
Ginofor Ekotipe Simaung-maung (E2) ...............................................
60
4.
Ginofor Ekotipe Pagar Batu (E3) .......................................................
60
5.
Ginofor Ekotipe Pancur Napitu (E4) ..................................................
60
6.
Polong Eokotipe Adiankoting (E1)....................................................
61
7.
Polong Eokotipe Simaung-maung (E2) .............................................
61
8.
Polong Ekotipe Pagar Batu (E3) ........................................................
61
9.
Polong Ekotipe Pancur Napitu (E4)...................................................
61
10. Biji Ekotipe Adiankoting (E1)............................................................
62
11. Biji Ekotipe Simaung-maung (E2) .....................................................
62
12. Biji Ekotipe Pagar Batu (E3) ..............................................................
62
13. Biji Ekotipe Pancur Napitu (E4) .........................................................
62
Wintan Octafia Sianturi : Uji Keragaman Genetik Pada Beberapa Ekotipe Kacang Tanah (Arachis hypogeae L) Dari Berbagai Lokasi Dari Daerah Tarutung, 2008. USU Repository © 2009
DAFTAR LAMPIRAN
1. Data pengamatan tinggi tanaman (cm).................................................
40
2. Sidik Ragam Tinggi Tanaman .............................................................
40
3. Data Pengamatan Jumlah Cabang (cabang) .........................................
41
4. Sidik Ragam Jumlah Cabang ...............................................................
41
5. Data Pengamatan Umur Berbunga (hari) .............................................
42
6. Sidik Ragam Umur Berbunga ..............................................................
42
7. Data Pengamatan Umur Ginofor (hari) ................................................
43
8. Sidik Ragam Umur Ginofor ................................................................
43
9. Data pengamatan Jumlah Bunga (bunga) .............................................
44
10. Sidik Ragam Jumlah Bunga ................................................................
44
11. Data Pengamatan Jumlah Ginofor (ginofor) ........................................
45
12. Sidik Ragam Jumlah Ginofor ..............................................................
45
13. Data Pengamatan Jumlah Polong/ tanaman .........................................
46
14. Sidik Ragam Jumlah Polong/ tanaman.................................................
46
15. Data Pengamatan Jumlah Polong/ plot.................................................
47
16. Sidik Ragam Jumlah Polong/ plot........................................................
47
17. Data Pengamatan Bobot Polong/ Tanaman ..........................................
48
18. Sidik Ragam Bobot Polong/ Tanaman .................................................
48
19. Data Pengamatan Bobot Polong/ plot ..................................................
49
20. Sidik Ragam Bobot Polong/ plot .........................................................
49
21. Data Pengamatan Bobot Biji/ Tanaman ...............................................
50
22. Sidik Ragam Bobot Biji/ Tanaman ......................................................
50
Wintan Octafia Sianturi : Uji Keragaman Genetik Pada Beberapa Ekotipe Kacang Tanah (Arachis hypogeae L) Dari Berbagai Lokasi Dari Daerah Tarutung, 2008. USU Repository © 2009
23. Data Pengamatan Bobot Biji/ Plot .......................................................
51
24. Sidik Ragam Bobot Biji/ Plot ..............................................................
51
25. Data Pengamatan Bobot 100 Biji.........................................................
52
26. Sidik Ragam Bobot 100 Biji ................................................................
52
27. Varians Genetik (σ2g), Varians Fenotip (σ2f) koefisien Varietas Genetik (KVG), Koefisien Varians Fenotip (KVF) ...........................
53
28. Nilai duga heritabilitas ........................................................................
54
29. Deskripsi Tanaman Ekotipe Adiankoting (E1).....................................
55
30. Deskripsi Tanaman Ekotipe Simaung-maung (E2) ..............................
56
31. Deskripsi Tanaman Ekotipe Pagar Batu (E3) .......................................
57
32. Deskripsi Tanaman Ekotipe Pancur Napitu (E4)..................................
58
33. Areal penanaman kacang tanah dari 4 Ekotipe.....................................
59
34. Ginofor Kacang tanah dari 4 ekotipe ...................................................
60
35. Polong Kacang Tanah Dari 4 Ekotipe ..................................................
61
36. Biji Kacang Tanah Dari 4 Ekotipe .......................................................
62
37. Bagan Penelitian .................................................................................
63
38. Bagan Kegiatan Penelitian ..................................................................
64
Wintan Octafia Sianturi : Uji Keragaman Genetik Pada Beberapa Ekotipe Kacang Tanah (Arachis hypogeae L) Dari Berbagai Lokasi Dari Daerah Tarutung, 2008. USU Repository © 2009
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman kacang tanah ( Arachis hypogaea L ) yang sudah tersebar luas dan ditanam di Indonesia ini sebetulnya
bukanlah tanaman asli, melainkan
tanaman yang berasal dari benua Amerika, tepatnya dari daerah Brasilia ( Amerika Selatan ). Pada waktu itu di daerah tersebut sudah terdapat lebih dari 617 spesies Arachis. Mula-mula kacang ini dibawa dan disebarkan ke Benua Eropa kemudian menyebar ke Benua Asia ( Adisarwanto,2003 ). Tanaman kacang tanah ini diperkirakan masuk ke Indonesia antara tahun 1521-1529. Namun ada sementara pendapat yang mengatakan bahwa tanaman ini masuk ke Indonesia setelah tahun 1557. tanaman ini dibawa oleh orang-orang Spanyol yang mengadakan pelayaran dan perdagangan antara Mexico dan kepulauan Maluku. Tanaman kacang tanah di Indonesia ini baru diberitakan pada permulaan abad ke-18. Kacang tanah yang ditanam adalah varietas tipe menjalar. Kemudian pada tahun 1863 seseorang yang bernama Holle membawa masuk salah satu varietas kacang tanah dari Inggris. Varietas ini adalah tipe yang tumbuh tegak dan diberi nama kacang “ Waspada “ ( Adisarwanto, 2003). Kacang tanah adalah komoditas agrobisnis yang bernilai ekonomi cukup tinggi dan merupakan salah satu sumber protein dalam pola pangan penduduk Indonesia. Kebutuhan kacang tanah dari tahun ketahun terus meningkat, sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk, kebutuhan gizi masyarakat kapasitas industri pakan dan makanan Indonesia ( Fachruddin, 2000 ).
1
Tanaman kacang tanah penting artinya karena selain dapat langsung dimakan juga dapat diolah menjadi beberapa produk industri pangan, dimanfaatkan sebagai campuran pakan ternak dan limbah tanaman kacang tanah yang berupa brangkasan dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik. Bijinya mengandung 25-30 % protein yang berkualitas tinggi. Disamping mengandung lemak yang tinggi (40-50 %), juga mengandung mineral-mineral seperti Ca, P dan Fe, serta vitamin A, B1 dan B2 (Fachruddin, 2000). Kacang tanah termasuk salah satu dari tanaman palawija selain jagung ,kedelai, kacang hijau dan sorgum, yang diwajibkan memiliki sertifikat sebelum diperdagangkan. Sejalan dengan makna undang-undang system Budidaya Tanaman Nomor 12 Tahun 1992, maka keberadaan penangkar dan produsen benih semakin mendesak untuk dikembangkan dan ditingkatkan di Indonesia (Pitojo, 2005 ). Usaha yang dilakukan untuk meningkatkan produksi kacang tanah tidak terlepas dari masalah penggunaan varietas unggul. Bahan baku untuk mendukung proses pembuatan varietas unggul ini berasal dari koleksi varietas liar, varietas local, galur-galur homozigot hasil persilangan dan varietas atau galur introduksi dari luar negri (Adisarwanto, 2000). Penampilan suatu tanaman pada suatu lingkungan tumbuhnya merupakan dampak kerja sama antara faktor genetik dan lingkungan. Penampilan suatu genotipe pada lingkungan yang berbeda pula dapat berbeda pula, sehingga sampai seberapa jauh interaksi antara genotipe dan lingkungan ( GXE ) merupakan suatu hal yang sangat penting untuk diketahui dalam program pemuliaan atau pun dalam rangka pengembanganya ( Mangoendidjojo, 2000 ).
2
Suatu penampilan yang ditunjukan oleh individu tidak hanya disebabkan oleh genotif atau hanya oleh lingkungan untuk mengekspresikanya. Jika dua individu dipelihara dalam lingkungan yang sama maka pebedaan apapun yang akan muncul pasti disebabkan oleh genotifnya (Loveless, 1989). Adanya varian genetik yang tinggi merupakan salah satu pedoman yang harus diperhatikan untuk memperoleh kultivar unggul. Dengan varians genetik yang tinggi mempunyai peluang yang lebih besar dalam seleksi karakter terbaik jika dibandingkan dengan karakter-karakter yang mempunyai varians genetik yang rendah (Robin,dkk, 1995). Evaluasi variasi genetik akan memberikan kemungkinan didapatkanya perbaikan 2 sifat disamping juga diperolehnya keleluasaan dalam pemilihan suatu genotipe unggul. Sedangkan pendugaan nilai heritabilitas akan mengantarkan pada suatu kesimpulan apakah sifat-sifat tersebut lebih diperankan oleh faktor genetik dan lingkungan sehingga dapat diturunkan pada generasi selanjutnya (Rachmadi, dkk, 1990). Keragaman genetik alami merupakan sumber bagi setiap program pemuliaan tanaman. Variasi ini dapat dimanfaatkan, seperti semula dilakukan oleh manusia, dengan cara melakukan introduksi sederhana dan tehnik dan seleksi atau dapat dimanfaatkan dalam program persilangan yang canggih untuk mendapatkan kombinasi genetik yang baru. Jika pebedaan antara 2 individu yang mempunyai faktor lingkungan yang sama dapat diukur, maka perbedaan ini berasal dari variasi genotif kedua tanaman tersebut. Keragaman genetik menjadi perhatian utama para pemuliaan tanaman, karena melalui pengelolaan yang tepat dapat dihasilkan varietas yang baru yang lebih unggul (Welsh, 1991).
3
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk menguji keragaman genetik pada beberapa ekotipe kacang tanah (Arachis hypogeae L.) dari berbagai lokasi dari daerah Tarutung.
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keragaman genetik dari beberapa ekotipe kacang tanah (Arachis hypoguea L) dari berbagai lokasi dari daerah Tarutung.
Hypotesis Penelitian •
Diduga ada perbedaan morfologi dari beberapa ekotipe kacang tanah.
•
Diduga ada perbedaan keragaman genetik pada beberapa ekotipe kacang tanah
•
Diduga ada perbedaan nilai heritabilitas dari beberapa ekotipe kacang tanah
Kegunaan Penelitian •
Sebagai salah satu syarat untuk dapat maraih gelar Sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatra Utara Medan.
•
Sebagai bahan informasi bagi pihak –pihak yang membutuhkan.
4
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Menurut Pitojo (2005) klasifikasi dari Arachis hypogaea L. adalah sebagai berikut : Kingdom
: Plantae
Divisio
: Spermatophyta
Sub divisio
: Angiospermae
Kelas
: Dicotiledoneae
Ordo
: Leguminales
Famili
: Leguminoceae
Genus
: Arachis
Spesies
: Arachis hypogaea L. Kacang tanah mempunyai susunan perakaran sebagai berikut. Yang
pertama adalah akar tunggang. Akar ini mempunyai akar-akar cabang yang lurus. Akar cabang mempunyai akar-akar besifat sementara dan berfungsi sebagai alat pengisap. Karena meningkatnya umur tanaman akar-akar tersebut akan mati, sedangkan akar yang masih tetap bertahan hidup menjadi akar-akar permanen. Akar tersebut akirnya mempunyai cabang lagi, dan berfungsi sebagai alat pengisap. Kadang-kadang polong alat pengisap, yakni bulu akar yang menempel pada kulitnya. Bulu akar ini berfungsi sebagai alat pengisap zat-zat hara (Rukmana, 1998). Tanaman kacang tanah mempunyai batang yang berukuran pendek, berbuku-buku, dengan tipe pertumbuhan tegak atau mendatar. Pada mulanya
5
batang tumbuh tunggal. Namun lambat laun bercabang banyak seolah-olah merumpun. Panjang batang berkisar antara 30-50 cm atau lebih, tergantung jenis atau varietas kacang tanah dan kesuburan tanah ( Rukmana, 1998 ). Tanaman kacang tanah mempunyai daun majemuk bersirip genap. Setiap helai daun terdiri dari empat helai anak daun. Permukaan daun sedikit berbulu, berfungsi sebagai penahan atau penyimpan debu dan obat semprotan. Sedangkan gerakan Nyctitropic merupakan aktifitas daun sebagai persiapan diri untuk dapat menyerap cahaya matahari sebanyak-banyaknya ( Suprapto,1990 ). Tanaman kacang tanah mulai berbunga kira-kira pada umur 4-6 minggu setelah tanaman. Rangkaian yang berwarna kuning orange muncul pada setiap ketiak daun. Setiap bunga mempunyai tangkai panjang yang berwarna putih. Akan tetapi
tangkai
yang
berwarna
putih
itu
bukan
tangkai
bunga
yang
sebenarnya,melainkan tabung kelopak. Bagiaan mahkota bunganya berwarna kuning dan standar mahkota bunga pada bagian pangkalnya bergaris-garis merah atau merah tua. Sedangkan benang sarinya setukal (menodelpus). Bakal buahnya terletak didalamnya (inferior), tepatnya pada pangkal tabung kelopak bunga diketiak daun (Fachruddin, 2000 ). Bunga kacang tanah dapat melakukan penyerbukan sendiri. Bunga yang telah diserbuki tumbuh kearah bawah membentuk bakal buah atau ginofora. Tidak semua ginofora yang akan berkembang menjadai polong yang berisi biji. Sebagaian besar gugur sebelum menjadi ginofora ( Sumarno, 1998 ). Kacang tanah tergolong tanaman yang menyerbuk sendiri. Penyerbukan silang secara alami atau dengan bantuan binatang sangat kecil kemungkinanya, bahkan dapat diabaikan (Wirawan dan Wahyui, 2002).
6
Pada umunya tanaman kacang tanah berbunga sampai menjelang panen. Periode pembungaan yang panjang mengakibatkan hasil menjadi rendah karena bunga yang tumbuh menjadi pesaing dalam penggunaan assimilat, sehingga polong yang terbentuk lebih sedikit (Somaatmadja dan Damadjati, 1978). Pada tanaman tegak, ginofora yang dapat menembus kedalam tanah adalah pada ketinggian kira-kira 10-15 cm dari permukaan tanah. Bunga yang berada diatas ketinggian tersebut tidak berpengaruh terhadap hasil bahkan mungkin merugikan ( Rukmana, 1998 ). Kacang tanah berbuah polong. Polongnya terbentuk setelah terjadi pembuahan. Setelah terjadi pembuahan, bakal buah tumbuh memanjang. Inilah yang disebut ginofora yaang nantinya akan menjadi tangkai polong. Mula-mula ujung ginofora yang runcing mengarah keatas. Setelah tumbuh, ginifora mengarah kebawah dan selanjutnya masuk ke dalam tanah. Pada waktu ginofora menembus tanah, peranan hujan sangat membantu. Setelah terbentuk polong, pertumbuhan memanjang ginofora akan terhenti. Panjang ginofora dapat mencapai 18 cm. Ginofora yang terbentuk dicabang bagian atas tidak masuk kedalam tanah sehingga tidak akan membentuk polong ( Suprapto,2002 ). Adapun besar kecilnya polong kacang tanah sangat bervariasi. Ada yaang berukuran 1 x 0,5cm, ada juga polong yang dapat meencapai ukuran 66 x 1,5cm . setiap polong dapat berisi 1 sampai 5 biji. Pada varietas-varietas kacang tanah yang polongnya rata –rata berisi 2 biji, bakal buah yang tidak dibuahi sekitar 6% ( Sumarno,1998 ). Bentuk ukuran biji kacang tanah sangat berbeda-beda ada yang besar, sedang dan kecil. Begitu pula warna biji nya pun bermacam-macam yaitu putih,
7
merah, kesumba dan ungu. Perbedaan-perbedaan itu tergantung pada varietasvarietasnya (Suprapto, 2002). Biji kacang tanah hanya sedikit mengandung vitamin A dan vitamin B, sedangkan vitamin yang lain tidak ada pada biji kacang. Pada umumnya biji kacang tanah kurang mengandung unusur-unsur vitamin, namun mengandung sekitar 27% protein dan 45% lemak. Warna kacang tanah bermacam-macam, ada yang putih, merah, ungu, dan kesumba. Kacang tanah yang paling baik adalah berwarna kesumba (Suprapto, 1990).
Syarat Tumbuh Iklim Di Indonesia tanaman kacang tanah cocok ditanam di dataran rendah yang bertinggian dibawah 500 meter diatas permukaan laut (dpl). Tanaman kacang tanah toleran terhadap lingkungan tumbuh di dataran rendah sampai dataran tinggi pada daerah berketinggian anatara 800-1000 m dpl. Namaun, makin tinggi daerah penanaman dari daerah penanaman dari permukaan laut, produksi tanaman kacang tanah cenderung turun (rendah), tanaman menjadi kurus dan tinggi, kurang produktif berbunga sehingga hasilnya rendah ( Rukmana,1998 ). Secara umum kacang tanah menghendaki suhu untuk pertumbuhan berkisar antara 25-35o C. di daerah yang besuhu kurang dari 20o C, tanaman kacang tanah tumbuh lambat, berumur lebih lama, dan produksi tanaman kacang tanah relatif sedikit. Suhu tanah merupakan faktor penentu dalam perkecambahan biji dan pertumbuhan awal tanaman. Jika suhu tanah kurang dari 18o C, maka kecepatan perkecambaha akan lambat, sedangkan jika suhu tanah diatas 40o C
8
justru akan mematikan benih yang baru ditanam. Suhu tanah yang ideal untuk pekembangan ginofora adalah berkiasr antara 30-34o C. sementara suhu optimal untuk perkecambahan benih berkisar antara 20-30o C. Selain suhu tanah , suhu udara juga berpengaruh, terutama pada periode pembungaan. Pada fase generatif, suhu udara yang optimal adalah 24- 27o C ( Pitojo,2005 ). Kacang tanah termasuk tanaman yang memerlukan sinar matahari penuh. Adanya keterbatasan cahaya matahari akibat adanya naungan atau terhalang oleh tanaman atau awan lebih dari 30% akan menrunkan hasil kacang tanah karena cahaya mempengaruhi fotosintesis dan respirasi. Terbukanya bunga, jumlah bunga, dan pembentukan ginofora pun sangat dipengaruhi oleh intensitas cahaya. Intensitas cahaya yang rendah menekan pembentukan ginofora. Di samping itu, rendahnya intensitas penyinaran pada pengisian polong akan menurunkan jumlah dan berat polong serta meningkatakan jumlah polong hampa. Oleh karena itu, penanaman kacang tanah tidak baik dilakukan di tempat yang ternaung dan di perlakukan pengaturan jarak tanam yang ideal bagi tanaman yang di usahakan dengan pola tumpang sari (Pitojo, 2005). Kacang tanah tumbuh antara garis lintang 4oLU dan 40oLS di dearah tropik dan sub tropik yang hangat dan di iklim sedang yang lembab yang memiliki musim panas hangat dan panjang. Fotoperiode tampak
mempengaruhi
perbandingan antara bunga yang menghasilkan polong dan menyebarkan assimilat antara cabang vegetatif dan generatif (Somaatmadja, 1993). Tanaman kacang tanah menghendaki curah hujan yang cukup dan tidak terlalu lembab/basa pada saat tanam dibutuhkan agar tanaman dapat berkecambah dengan baik.total curah hujan optimum selama 3-3,5 bulan atau sepanjang periode
9
pertumbuhan sampai panen adalah 300-500 mm. Sangat ideal apabila curah hujan tersebut terbagi rata selama pertumbuhan tanaman. Curah hujan yang terlalu banyak pada awal tumbuh akan menekan pertumbhan dan dapat menurunkan hasil. Demikian juga bila curah hujan terlalu bayak pada saat pemasakan polong maka polong akan pecah dan biji akan berkecambah karena penundaan saat panen (Adisarwanto, 2003).
Tanah Tanaman kacang tanah membutuhkan keadaan tanah yang berstruktur ringan, seperti regosol, andosol, latosol dan alluvial. Tanah yang berstruktur ringan sangat menguntungkan bagi tanaman kacang tanah, karena buah (polong) mudah menembus tanah, bakal buah (ginofora) mudah masuk kedalam tanah, perkembanganya normal, dan memudahkaan pemanenan (Rukmana,1998). Kacang tanah dapat tumbuh optimal pada kisaran PH sekitar 6,5-7,0. Pada kondisi PH mendekati netral tersebut, semua unsur esensial berada dalam keadaan siap untuk diserap oleh akar tanaman pada tanah yang bereaksi basa dengan pH tanah lebih besar dari 7,0 biasanya akan timbul gejala kekurangan unsur hara N,S,Fe,dan Mn. Selain itu dan tanaman akan berwarna kuning dan pada polong timbul bercak hitam. Sebaliknya pada kondisi tanah yang sangat asam, beberapa unsur justru dapat menimbulkan keracunan sehingga kurang menguntungkan bagi pertumbhan tanaman ( Pitojo, 2005 ). Disamping kondisi fisik atau jenis tanah yang berpengaruh terhadap pertumbuhan kacang tanah, faktor lain yang sangat penting untuk diperhatikan adalah kesuburan tanah. Tingkat kesuburan tanah dipengaruhi oleh kandungan atau kecukupan unsur hara dalam tanah . Seperti halnya dengan tanaman lain
10
kacang tanah juga memerlukan unsur makro dan mikro. Kebutuhan unsur hara tersebut dapat dipenuhi oleh udara, air, tanah, maupun sisa-sisa tanaman . Makin tinggi kesuburan tanah makin banyank unsur hara yang tersedia bagi tanaman (Adisarwanto, 2000 ). Ketersediaan hara dalam tanah merupakan salah satu hasil kegiatan jasad renik yang berupa proses kimiawai dan biologis, antara lain humifikasi dan mineralisai bahan organik. Bakteri yang terkait erat dengan kehidupan tanaman leguminosae adalah bakteri bintil akar Rhizobium sp. Pembentukan bintil akar dan penambatan nitrogen di pengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu kelembaban tanah, pH tanah, cahaya matahari, keberadaan kalsium, fosfor, kalium, molibdenum, kobalt, mangan dan senyawa nitrat serta amonium. Tanaman kacang tanah atas bantuan
bakteri bintil akar mampu menambat nitrogen dari udara sebanyak
47,082kg/ha. Kekurangan bakteri bintil akar dapat diatasi dengan inokulasi bakteri Rhizobium (Pitojo, 2005). Kacang tanah memerlukan pasokan kalsium yang cukup, apabila tidak, biji tidak jadi dan dihasilkan polong kosong ( Williams et al, 1993). Boote (1982), talah melakukan penelitian tentang tahapan pertumbuhan kacang tanah jenis star dan Florunner. Dari hasil penelitiannya di dapat beberapat tahapan perumbuhan kacang tanah pada fase vegetatif dan generatif seperti pada Tabel 1.
11
Tabel 1. Fase Pertumbuhan Vegetatif dan Generatif pada Tanaman Kacang Tanah Fase Pertumbuhan
VE
Kecambah
Kotiledon baru muncul diatas permukaan tanah
2-3
VC
kotiledon
Kotiledon terbuka penuh dan daun berangkai empatdiatasnya mulai terbuka
4-5
Buku kesatu
Daun berangkai 4 pada buku pertama telah berkembang penuh dan daun berangkai 4 diatasnya mulai terbuka
8-10
Buku kedua
Daun berangkai 4 pada buku kedua telah berkembang penuh dan daun berangkai 4 diatasnya mulai terbuka
15
Buku ketiga
Daun berangkai 4 pada buku ketiga telah berkembang penuh dan daun berangkai 4 diatasnya mulai terbuka
20
V4
Buku keempat
Daun berangkai 4 pada buku keempat telah berkembang penuh dan daun berangkai empat diatasnya mulai terbuka
26
Vn
Buku ke- n
Daun berangkai keempat pada buku ke-n telah berkembang penuh
30
R1
Permulaan berbunga
Satu bunga mekar pada beberapa buku tanaman
35
R2
Pemunculan ginofor
Satu ginofor telah memanjang
42
R3
Mulai pembentukan polong
Satu ginofor dalam tanah membengkak, ovari paling sedikit dua kali lebar ginofor
48
R4
Polong penuh
Pemenuhan polong
53
R5
Pembentukan biji
Polong yang sudah terisi penuh telah terisi biji
62
R6
Biji penuh
Satu polong berisi biji.besar biji mencapai besar maksimum
71
Mulai matang
Satu polong menunjukan warna alami yang dapat dilihat atau adanya tonjolan-tonjolan pada pericarp bagian luar
85
Matang panen
2/3 hingga 3/4 dari polong yang berkembang telah mempunyai pericarp yang berwarna
100
V1
V2
V3
R7
R8
Ciri-Ciri
waktu (hari)
Simbol
12
Keragaman Genetik
Suatu penampilan yang ditunjukan oleh individu tidak hanya disebabkan oleh genotif atau hanya oleh lingkungan untuk mengekspresikanya. Jika dua individu dipelihara dalam lingkungan yang sama maka pebedaan apapun yang akan muncul pasti disebabkan oleh genotifnya (Loveless, 1989). Keragaman genetik alami merupakan sumber bagi setiap program pemuliaan tanaman. Variasi ini dapat dimanfaatkan, seperti semula dilakukan oleh manusia, dengan cara melakukan introduksi sederhana dan tehnik dan seleksi atau dapat dimanfaatkan dalam program persilangan yang canggih untuk mendapatkan kombinasi genetik yang baru. Jika pebedaan antara 2 individu yang mempunyai faktor lingkungan yang sama dapat diukur, maka perbedaan ini berasal dari variasi genotif kedua tanaman tersebut. Keragaman genetik menjadi perhatian utama para pemuliaan tanaman, karena melalui pengelolaan yang tepat dapat dihasilkan varietas yang baru yang lebih unggul (Welsh, 1991). Keragaman yang diamati terhadap sifat-sifat yang terutama disebabkan oleh perbedaan gen yang dibawa oleh individu yang berlainan dan terhadap variabilitas di dalam sifat yang lain, pertama-tama disebabkan oleh perbedaan lingkungan dimana individu berada (Allard, 1988). Suatu genotip memiliki ciri-ciri yang khusus dan seragam serta mengandung perbedaan yang jelas dari genotip lain (Makmur,1992). Variasi yang timbul ada yang langsung dapat dilihat, misalnya adanya perbedaan warna bunga, dan bentuk biji . Ini disebut variasi sifat kualitatif, namun ada pula variasi yang memerlukan pengamatan dan pengukuran, misalnya tingkat produksi, tinggi tanaman dan lain-lain ( Mangoendidjojo, 2003 ).
13
Poduktifitas tanaman kacang-kacangan tergantung dari jumlah polong per tanaman,
jumlah
biji
per
polong
dan
berat
biji
(Somaatmadja dan Damadjati, 1978). Pengetahuan yang memadai tentang komposisi lingkungan akan dapat menentukan genotif yang sesuai untuk kondisi tertentu serta dapat menduga hasil produksi suatu tanaman. Para pemuliaan tanaman perlu mengetahui sifat-sifat lingkungan yang dapat memperbaiki kualitas tanaman budidaya secara genetik (Welsh, 1991). Variabilitas genetik suatu populasi plasma nutfah dapat diketahui dengan mengevaluasi berbagai keragaman yang dimiliki tanaman. Variabilitas genetik sangat mempengaruhi keberhasilan suatu proses seleksi dalam program pemuliaan tanaman. Sebelum menetapakan metode seleksi dan kapan seleksi dapat dimulai, perlu diketahui luas sempitnya variabilitas genetik keragaman pada tanaman yang di uji. Sebab bila keragaman genetic memiliki variabilitas sempit, maka setiap individu dalam populasi tersebut hampir seragam, sehingga tidak mungkin dilakukan perbaikan keragaman melalui seleksi, dengan luasnya variabilitas genetik maka peluang untuk mendapatkan kultivar unggul baru semakin besar (Ruchjaningsih dkk, 2002). Keragaman sebagai akibat dari faktor lingkungan dan keragaman genetik umunya berinteraksi satu dengan yang lainya dalam mempengaruhi penampilan fenotif tanaman. Dalam menilai keragaman genetik dalam spesies selalu dihadapkan pada pertentangan bentuk dari suatu sifat atas karakter tanaman, seperti tinggi dan rendah, pewarnaan, umur tanaman, tinggi dan rendahnya hasil,
14
dan sebagainya. Karakter tersebut ditentukan oleh gen-gen tertentu yang terdapat pada kromosom, interaksi gen-gen atau gen dengan lingkungan ( Makmur, 1992 ). Dalam pemuliaan tanaman nilai variabilitas genetik yang luas memberi peluang
seleksi
tehadap
keragaman
tanaman
agar
lebih
efektif
(Ruchjaningsih dkk, 2002).
Heritabilitas
Heritabilitas dan kemajuan genetik sifat-sifat yang diamati pada setiap lingkungan tumbuh mempunyai nilai yang berbeda. Dengan demikian seleksi untuk sifat tertentu membutuhkan lingkungan
tumbuh tertentu. Heritabilitas
sendiri tidak memberi gambaran yang sebenarnya mengenai kemajuan yang diharapkan terhadap bahan genetik. Nilai heritabilitas memberi petunjuk sederhana tehadap besar kecilnya pengaruh genetik dan lingkungan suatu populasi ( Hermiati dkk, 1990 ). Heritabilitas menyatakan perbandingan atau proporsi varians genetik terhadap varians total ( varians fenotip ), yang biasnya dinyatakan dengan persen( % ). Heritabilitas dituliskan dengan huruf H atau h2, sehingga : H atau h2+ = (σ2 g ) / (σ2p ) = ( σ2 g ) / (σ2g + σ2e )( Mangoendidjojo, 2003 ). Heritabilitas dan kemajuan genetik sifat-sifat yang diamati pada setiap lingkungan tumbuh mempunyai nilai yang berbeda. Dengan demikian seleksi untuk sifat tertentu membutuhkan lingkungan tumbuh tertentu. Heritabilitas sendiri tidak memberi gambaran yang sebenarnya mengenai kemajuan yang diharapkan terhadap bahan genetik. Nilai heritabilitas memberi petunjuk
15
sederhana terhadap besar kecilnya pengaruh genetik dan lingkungan suatu populasi (Hermiati dkk, 1990). Pendugaan nilai varian genetik dan nilai duga heritabilitas suatu sifat akan bervariasi tergantung kepada faktor lingkungan. Adanya varian genetik yang artinya
terdapat
perbedaan
nilai
genotif
individu-individu
suatu
populasi,merupakan syarat agar seleksi terhadap populasi tersebut berhasil seperti yang diharapkan (Tempake dan Luntungan, 2002). Nilai heritabilitas dinyatakan dalam bilangan pecahan desimal atau persentase. Nilainya berkisar antara 0 dan 1. Heritabilitas dengan nilai 0 berarti keragaman fenotip hanya disebabkan oleh lingkungan. Sedangkan heritabilitas dengan nilai 1 berarti keragaman fenotip hanya disebabkan oleh genotip. Makin mendekati 1 dinyatakan heritabilitas tinggi, sebaliknya makin mendekati 0 heritabilitasnya semakin rendah (Poespodarsono, 1988). Menurut Mangoendidjojo ( 2003) kriteria heritabilitas adalah sebagai berikut: - tinggi
: bila nilai h2 > 50%
- sedang
: bila nilai h2 terletak antara 20 % - 50 %
- rendah
: bila nilai h2 < 20 %
16
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di desa Keriahentani, Tanjung Anom, dengan ketinggian tempat + 25 meter diatas permukaan laut. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2007- bulan Maret 2008
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 4 ekotipe kacang tanah yang berasal dari berbagai daerah di Tarutung, yaitu: ekotipe Adiankoting, ekotipe Simaung-maung, ekotipe Pagar Batu, dan ekotipe Pancur Napitu sebagai objek yang diamati. Pupuk urea, pupuk TSP, pupuk KCL, kompos, fungisida dithane M-45 untuk mengendalikan jamur dan insektisida decis untuk mengendalikan hama. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul untuk membersihkan lahan dari gulma, meteran untuk mengukur lahan dan mengambil data, handsprayer untuk menyemprot insektisida decis, gembor untuk menyiram tanaman, tali plastik sebagai pembatas lahan serta alat tulis dan alat lain yang mendukung penelitian ini.
17
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode RAK ( Rancangan acak kelompok) Non Faktorial dengan 3 jenis kacang tanah : E1 = Adiankoting
E2 = Simaung-maung
E3 = Pagar Batu
E4 = Pancur Napitu
Jumlah ulangan
:5
Jumlah plot
: 20
Jumlah sampel / plot
:4
Jumlah tanaman / plot
: 16
Jumlah sampel seluruhnya
: 80
Jumlah tanaman seluruhnya
: 320
Jarak tanam
: 20 cm x 20 cm
Hasil pengamatan akan dianalisis dengan menggunakan sidik ragam berdasarkan : Yij = π + αi + βj + εij i
= 1,2,3,4
j
= 1,2….6
dimana : Yij
= nilai pengamatan pada blok ke-i dalam blok ke-j
µ
= nilai tengah
αi
= efek blok ke-i
βj
= efek ekotipe ke- j
εij = efek galat pada blok ke- i terhadap perlakuan ekotipe ke- j
18
Apabila analisis sidik ragam menunjukan pengaruh yang nyata dilanjutkan dengan Uji Jarak Duncan ( Steel dan Torie, 1993 ). Tabel 2. Nilai Kuadrat Tengah Bagi Analisis RAK Sumber Keragaman
Derajat bebas
Genotif Ulangan Error Keterangan : B : Ulangan E : lingkungan
a-1 b-1 (a-1 ) ( b-1)
Jumlah Kuadrat Kuadrat ( JK ) Tengah ( KT ) JKG JKU JKE
KTG KTU KTE
Taksiran Kuadrat Tengah 2 σ e + b σ2g σ2e + a σ2b σ2e
a : jenis g : genotif
Keragaman Genotip dan fenotip
Keragaman sifat dihitung dengan analisis sidik ragam melalui cara : 2
(σ g ) =
KT genotif-KT galat r
(σ2g ) = KT galat σ2f
= σ2g + σ2e √σ2g
KVG =
x 100 % X √σ2p
KVF =
x 100 % X
Dimana : X
= rataan populasi
KVG = Koefisien variabilitas genotip σ2g
KVF = koefisien variabilitas fenotip σ2 f r
σ2e
= keragaman fenotip = ulangan
19
= keragaman genotip = keragaman galat
Kriteria variabilitas
Rendah
= 0-25 % dari KVG tertinggi
Sedang
= 25 –50 % dari KVG tertinggi
Tinggi
= 50-75 % dari KVG tertinggi
Sedang
= 25 –50 % dari KVG tertinggi
Sangat tinggi = 75-100 % dari KVG tertinggi
20
Pelaksanaan Penelitian
Persiapan Lahan
Area pertanaman yang digunakan terlebih dahulu diukur sesuai kebutuhan, lalu dibersihkan dari gulma-gulma yang ada hingga benar-benar bersih. Pengolahan tanah dilakukan dengan cara tanah dicangkul dengan kedalaman sekitar 20-30cm sampai tanah gembur. Setelah itu dibuat petakan dengan ukuran 50 x 50cm dan dibuat parit pemisah antar blok dan plot.
Persiapan Benih
Disiapkan benih dari 4 ekotipe kacang tanah yang akan ditanam sesuai dengan yang dibutuhkan. Benih yang hendak ditanam terlebih dahulu direndam dengan Dithane selama 1 jam.
Penanaman Benih
Benih ditanam kedalam lubang tanam yang telah dilubangi sedalam 4-5 cm yakni 2 benih/lubang dengan jarak 20 x 20 cm, setelah itu lubang tanam ditutup dengan kompos. Pemupukan
Pemupukan dilakukan sebanyak 2 kali yaitu pada saat penanaman dan setelah tanaman memasuki stadia generatif dengan masing-masing 1 /3 dosis
21
pupuk yang di berikan adalah Urea 50kg/ ha, KCL 50kg / ha dan TSP 150 kg / ha. Pemupukan dilakukan dengan cara ditabur disekitar tanaman.
Pemeliharaan
Penyiraman
Penyiraman dilakukan 2 kali sehari yaitu pada pagi hari dan sore hari. Interval penyiraman disesuaikan dengan di lapangan.
Penyisipan
Penyisipan dilakukan apabila ada tanaman yang tidak tumbuh atau pertumbuhanya tidak baik setelah 1-2 minggu. Bahan sisipan diambil dari bibit tanaman cadangan yang sama pertumbuhanya dengan tanaman dilapangan.
Penyiangan
Penyiangan dilakukan secara manual yaitu dengan mencabuti gulma yang ada disekitar areal pertanaman. Interval penyiangan disesuaikan pada kondisi di lapangan.
Pembumbunan
Pembumbunan dilakukan untuk mempermudah ginofora masuk kedalam tanah. Pembumbunan dilakukan dengan menggunakan cangkul. Pembumbunan dilakukan setelah tanaman mengeluarkan bunga atau memasuki stadia generatif.
22
Pengendalian Hama dan Penyakit Pengendalian hama dilakukan dengan cara menyemprotkan insektisida Decis dengan konsentrasi 2 cc / liter air. Dilakukan dengan melihat kondisi di lapangan. Panen
Pemanenan dilakukan setelah adanya tanda-tanda panen yang menunjukan bahwa tanaman sudah siap dipanen.
Peubah Amatan
Tinggi Tanaman ( cm )
Pengukuran tinggi tanaman dilakukan dengan menggunakan meteran, diukur mulai dari pangkal batang sampai titik tumbuh tertinggi. Pengukuran dilakukan 3 MST sampai selesai.
Jumlah Cabang ( cabang )
Pengamatan jumlah cabang dilakukan dengan menghitung cabang-cabang yang terbentuk pada tanaman. Penghitungan dilakukan 3 MST.
Saat Berbunga ( hari )
Pengamatan dilakukan pada saat tanaman mengeluarkan bunga pada beberapa buku-buku tanaman.
23
Jumlah Bunga ( bunga )
Pengamatan
dilakukan
pada
saat
tanaman
mengeluarkan
bunga
pertamanya.
Terbentuknya Ginofor ( hari )
Pengamatan dilakukan mulai saat tanam sampai tanaman mengeluarkan ginofor yang petama.
jumlah Ginofor (ginofor )
Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah ginofor yang terbentuk pada tiap tananaman sampel. Penghitungan dilakukan 4 MST. Jumlah Polong / tanaman ( polong ) Pengamatan dilakukan dengan menghitung semua polong yang terbentuk dari tiap tanaman sampel. Pengamatan dilakukan pada saat panen. Jumlah Polong / plot ( polong ) Pengamatan dilakukan dengan menghitung semua polong yang terbentuk dari setiap tanaman pada tiap plot. Penghitungan dilakukan pada saat panen.
Bobot polong/ tanaman
Pengamatan dilakukan dengan menghitung berat polong kering dari tiap tanaman sampel dengan menggunakan tanaman analitik. Pengamatan dilakukan pada saat panen.
24
Bobot polong/ plot
Pengamatan dilakukan dengan menghitung berat polong kering dari tiap tanaman per plot dengan menggunakan timbangan analitik. Pengamatan dilakukan pada saat panen.
Bobot Biji / tanaman ( g ) Pengamatan dilakukan dengan menghitung berat biji kering dari tiap tanaman sampel dengan menggunakan timbangan analitik. Pengamatan dilakukan setelah panen.
Bobot Biji / plot ( g )
Pengamatan dilakukan dengan cara menghitung berat biji kering dari setiap tanaman dari setiap plot dengan menggunakan timbangan analitik. Pengamatan dilakukan setelah panen.
Bobot 100 Biji ( g )
Pengamatan dilakukan dengan menimbang 100 biji dari setiap plot secara acak dengan menggunakan timbangan analitik. Penimbangan dilakukan setelah panen.
25
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Analisis data statistik diperoleh bahwa ekotipe kacang tanah dari beberapa lokasi dari daerah Tarutung memberi pengaruh nyata terhadap jumlah cabang, umur ginofor, jumlah ginofor, jumlah polong per tanaman, jumlah polong per plot dan bobot polong per plot dan berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah bunga, umur berbunga, bobot polong per tanaman, bobot biji per tanaman, bobot biji per plot dan bobot 100 biji. Data pengamatan jumlah cabang, umur ginofor, jumlah ginofor, jumlah polong per plot dan bobot polong per plot dapat dilihat pada lampiran 3,9,7,13 dan 15, sedangkan data sidik ragam dapat dilihat pada lampiran 4,10,14 dan 16. Dari sidik ragam dapat dilihat bahwa ekotipe berpengaruh nyata terhadap jumlah cabang, umur ginofor, jumlah ginofor, jumlah polong per plot dan bobot polong per plot. Untuk 0mengetahui pengaruh ekotipe terhadap parameter tersebut dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3. Rataan jumlah cabang, umur ginofor dan jumlah ginofor Ekotipe E1 E2 E3 E4
Jumlah Cabang (cabang) 5.25ab 4.25c 4.85b 6.63a
Umur Ginofor (hari) 7.5b 8.55a 8.84a 7.16b
Jumlah Ginofor (ginofor) 31.45a 24.86b 39.56a 29.15ab
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama berbeda tidak nyata pada taraf 0.05
26
Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa jumlah cabang menunjukan perbedaan yang nyata, rataan tertinggi terdapat pada ekotipe Pancur Napitu (E4) (6.63) dan terendah terdapat pada (Simaung- Maung) (E2) (4.25). Umur ginofor menunjukan perbedaan nyata, rataan tertinggi terdapat pada ekotpe Simaung- Maung (E2) (8.35) dan terendah pada ekotipe Pancur Napitu (E4) (7.45). Jumlah ginofor memberikan pengaruh nyata. Rataan tertinggi terdapat pada ekotipe Pagar Batu (E3) (39.6) dan terendah terdapat pada ekotipe Simaung-Maung (E2) (24.9). Tabel 4. Rataan Jumlah polong per tanaman, jumlah polong per plot dan bobot polong per plot. Ekotipe E1 E2 E3 E4
Jumlah polong per tanaman (polong) 16.25ab 13.25b 12.4c 20.11a
Jumlah polong per plot (polong) 154.8b 156.4b 203.4a 159.8ab
Bobot polong per plot (gr) 228b 208b 348a 210b
Jumlah polong per tanaman memberi pengaruh yang nyata. Rataan tertinggi terdapat pada ekotipe Pancur Napitu (E4) (20.11) dan terendah terdapat pada ekotipe Pagar Batu (E3) (12.4). Jumlah polong/ plot menunjukan perbedaan yang nyata, rataan tertinggi terdapat pada ekotipe Pagar Batu (E3) (203) dan terendah terdapat pada ekotipe Adiankoting (E1) (155). Bobot polong/ plot menunjukan perbedaan yang nyata, rataan tertinggi terdapat pada ekotipe Pagar Batu (E3) (348) dan terendah terdapat pada ekotipe Simaung-Maung (E2) (208).
27
Untuk mengetahui
persentase dari jumlah ginofor yang berhasil
membentuk polong dapat dilihat pada tabel 5. Tabel 5. Persentase Keberhasilan Ginofor Membentuk Polong.
Ekotipe E1 E2 E3 E4
Jumlah Ginofor(ginofor) 31.45a 24.86b 39.56a 29.15ab
Jumlah Polong/ tanaman (polong) 16.25ab 13.25b 12.4c 20.11a
Persentase Keberhasilan (%) 51.67 53.3 31.34 68.99
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama berbeda tidak nyata pada taraf 0.05.
Dari tabel 5 dapat dilihat bahwa persentase keberhasilan ginofor yang membentuk polong yang paling tinggi terdapat pada ekotipe Pancur Napitu (E4) (68.99) dan terendah pada ekotipe Pagar Batu (E3) (31.34). Adapun salah satu faktor yang menyebabkan tidak terbentuknya polong antara lain letak ginofor yang terlalu jauh dari permukaan tanah dan kurangnya pembumbunan.
Keragaman Genotip dan Fenotip
Variabilitas Genetik Hasil perhitungan varians fenotip (σ2 f), varian genetik (σ2g), koefisien varians genetik (KVG) dan koefisien varians fenotip (KVF) dapat dilihat pada tabel 7. Dari tabel 7 dapat dilihat bahwa nilai varians genetik yang diperoleh berkisar antara 0.09 - 3455.84 dan nilai KVG yang diperoleh adalah 3.27 % - 23.66%. Berdasarkan nilai koefisien varians genetik yang diperoleh (3.27 – 23.66), maka masing-masing komponen hasil yang dievaluasi ditetapkan nilai relatifnya dimana nilai 23.66% sebagai KVG tertinggi.
28
Dari hasil pendugaan nilai KVG yang diperoleh pada setiap komponen hasil, maka nilai KVG tersebut dikelompokan kedalam 4 kriteria yaitu rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi. Masing –masing kriteria dengan nilainya dapat dilihat pada tabel 6. Tabel 6. Kriteria koefisien varians genetik (KVG). Kriteria Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi
Nilai relative (%) 0-25 >25-50 >50-75 >75
Nilai absolut 0-6.99 >6.99-13.98 >13.98-20.97 >20.97
Berdasarkan kriteria tersebut maka 13 komponen hasil yang dievaluasi diperoleh 1 komponen hasil yang sangat tinggi (bobot polong/ plot), 3 komponen hasil termasuk tinggi (jumlah cabang, jumlah ginofor dan jumlah polong/ tanaman) dan 3 komponen hasil termasuk sedang (umur ginofor, jumlah polong/ plot dan bobot biji/ plot) sedangkan 6 komponen hasil yang rendah (tinggi tanaman, umur brbunga, jumlah bunga bobot biji/ tanaman, bobot 100 biji dan bobot polong/ tanaman).
29
Tabel 7. Varians genetik (σ2), varians fenotif ( σ2f), koefisien varians genetik ( KVG) dan koefisien varians fenotip ( KVF) Komponen Hasil
σ2g
σ2f
KVG (%)
KVF (%)
Tinggi tanaman
6.57
47.03
5.07r
13.56
Jumlah cabang
0.73
2.19
16.31t
28.24
Umur berbunga
0.09
0.55
3.79r
9.24
Umur ginofor
0.49
1.33
8.74s
14.40
Jumlah bunga
0.19
14.62
4.96r
43.45
Jumlah ginofor
27.48
80.60
16.77t
28.73
8.94
25.16
19.29t
32.36
Jumlah polong/plot
393.80
1137.69
11.77s
20.01
Bobot biji/ tanaman
1
30.44
4.37r
24.10
Bobot biji/ plot
527.5
4090
13.20s
36.75
Bobot 100 biji
9.17
88.34
4.12r
12.79
Bobot polong/ tanaman
0.94
65.3
3.27r
27.25
3455.84
8581.64
23.66st
Jumlah polong/ tanaman
Bobot polong/ plot
37.28
Komponen hasil yang memiliki variabilitas genetik sangat tinggi terdapat pada parameter bobot polong/ plot (23.66). Komponen hasil yang memiliki variabilitas tinggi terdapat pada parameter jumlah cabang (16.31), jumlah ginofor (16.77) dan jumlah polong/ tanaman (19.29). Komponen hasil yang memiliki variabilitas sedang terdapat pada parameter umur ginofor (8.74), jumlah polong/ plot (11.77) dan bobot biji/ plot (13.20) sedangkan komponen hasil yang memiliki variabilitas genetik rendah terdapat pada parameter tinggi tanaman (5.07), umur berbunga (3.79), jumlah bunga (4.96), bobot biji/ tanaman (4.37), bobot 100 biji (4.12) dan bobot polong/ tanaman (3.27).
30
Heritabilitas Nilai duga heritabilitas (h2) untuk masing-masing komponen hasil yang dievaluasi dapat dilihat pada tabel 8. Tabel 8. Nilai duga heritabilitas Heritabilitas
Kriteria
Tinggi tanaman
Komponen Hasil
0.13
Rendah
Jumlah cabang
0.33
Sedang
Umur berbunga
0.16
Rendah
Umur ginofor
0.37
Sedang
Jumlah bunga
0.01
Rendah
Jumlah ginofor
0.34
Sedang
Jumlah polong/ tanaman
0.35
Sedang
Jumlah polong/plot
0.35
Sedang
Bobot biji/ tanaman
0.03
Rendah
Bobot biji/ plot
0.13
Rendah
Bobot 100 biji
0.10
Rendah
Bobot polong/ tanaman
0.01
Rendah
Bobot polong/ plot
0.40
Sedang
Dari tabel 8 dapat dilihat bahwa nilai duga heritabilitas yang diperoleh berkisar antara 0.01 - 0.40. Berdasarkan kriteria pengelompokan heritabilitas yang dikemukakan oleh Mangoendidjojo (2003) maka dari 13 komponen hasil yang dievaluasi diperoleh 8 komponen hasil rendah (tinggi tanaman, umur berbunga, jumlah bunga, jumlah polong/ plot, bobot biji/ tanaman, bobot biji/ plot, bobot 100 biji dan bobot polong/ tanaman) dan 5 komponen hasil sedang (jumlah abang, umur ginofor, jumlah ginofor, jumlah polong/ tanaman, bobot polong/ plot).
31
Pembahasan
Keragaman beberapa ekotipe kacang tanah dari berbagai lokasi dari daerah Tarutung.
Ekotipe berpengaruh nyata terhadap jumlah cabang. Adanya perbedaan jumlah cabang keempat ekotipe yang diuji diduga karena keempat ekotipe tersebut memiliki keunggulan yang berbeda sesuai dengan genotip yang dimilikinya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Loveless (1989) yang menerangkan bahwa jika dua atau lebih individu dipelihara dalam lingkungan yang sama, maka perbedaan fenotip apapun yang akan muncul disebabkan oleh genotipnya. Ekotipe berpengaruh nyata terhadap jumlah polong per tanaman. Dimana banyaknya polong yang terbentuk ditentukan oleh faktor pembungaan
dan
lingkungan yang mendukung pada saat pengisian polong. Somaatmadja (1993) menyatakan bahwa gangguan selama masa pembungaan akan mengurangi pembentukan polong. Salah satu faktor yang menyebabkan sedikitnya jumlah polong adalah periode pembungaan yang sangat panjang. Hal ini didukung juga oleh pernyataan Somaatmadja dan Damadjati (1978) yang menyatakan bahwa pada umunya kacang tanah berbunga sampai panen. Periode pembungaan yang sangat panjang mengakibatkan hasil menjadi rendah karena bunga yang tumbuh menjadi pesaing dalam penggunaan assimilat, sehingga polong yang terbentuk lebih sedikit. Ekotipe berpengaruh nyata terhadap jumlah ginofor. Variasi yang timbul diduga karena perbedaan genetik dari keempat ekotipe tersebut. Masing-masing ekotipe memiliki genotip yang berbeda antara yang satu dengan yang lainya. Makmur (1992) menyatakan bahwa sesuatu genotip itu memiliki cirri-ciri khusus
32
yang seragam serta mengandung perbedaan yang jelas dari genotip lain. Ekotipe yang memiliki jumlah polong terbanyak didukung oleh jumlah ginofor yang banyak pula. Tidak semua ginofor yang terbentuk akan berkembang menjadi polong. Ini disebabkan karena tidak semua ginofor terutama ginofor yang terletak dibagian atas cabang dapat masuk ke dalam tanah, dikarenakan jarak kepermukaan tanah yang terlalu jauh dan akirnya tidak dapat membentuk polong. Hal ini didukung oleh pernyataan Rukmana (1998) yang menyatakan bahwa pada tanaman kacang tanah tipe tegak, ginofor yang dapat menembus kedalam tanah adalah pada ketinggian 10-15 cm dari permukaan tanah. Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa ekotipe yang paling cepat mengeluarkan ginofor adalah ekotipe Pagar Batu (E3) (8.84), sedangkan yang paling lama mengeluarkan ginofor adalah ekotipe Adiankoting (E1) (7.5). Hal ini menunjukan bahwa ekotipe yang peling cepat mengeluarkan ginofor memiliki masa generatif yang relative panjang, sedangkan yang paling lama mengeluarkan ginofor memiliki masa generatif yang relatif lebih singkat. Dari tabel 4 dapat dilihat bahwa persentase keberhasilan ginofor yang membentuk polong yang paling tinggi terdapat pada ekotipe Pancur Napitu (E4) (68.99) dan terendah pada ekotipe Pagar Batu (E3) (31.34). Adapun salah satu faktor yang menyebabkan tidak terbentuknya polong antara lain letak ginofor yang terlalu jauh dari permukaan tanah dan kurangnya pembumbunan.
33
Kergaman Genotip dan Fenotip
Variabilitas Genetik Hasil perhitungan varians fenotip (σ2 f), varian genetik (σ2g), koefisien varians genetik (KVG) dan koefisien varians fenotip (KVF) dapat dilihat pada tabel 7. Dari tabel 7 dapat dilihat bahwa nilai varians genetik yang diperoleh berkisar antara 0.09 - 3455.84 dan nilai KVG yang diperoleh adalah 3.27 % - 23.66%. Berdasarkan nilai koefisien varians genetik yang diperoleh (3.27 – 23.66) maka masing-masing komponen hasil yang dievaluasi ditetapkan nilai relatifnya dimana nilai 23.66% sebagai KVG tertinggi. Dari hasil pendugaan nilai KVG yang diperoleh pada setiap komponen hasil, maka nilai KVG tersebut dikelompokan kedalam 4 kriteria yaitu rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi. Masing –masing kriteria dengan nilainya dapat dilihat pada tabel 6. Tabel 6. Kriteria koefisien varians genetik (KVG). Kriteria Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi
Nilai relative (%) 0-25 >25-50 >50-75 >75
Nilai absolut 0-6.99 >6.99-13.98 >13.98-20.97 >20.97
Berdasarkan kriteria tersebut maka 13 komponen hasil yang dievaluasi diperoleh 1 komponen hasil yang sangat tinggi (bobot polong/ plot), 3 komponen hasil termasuk tinggi (jumlah cabang, jumlah ginofor dan jumlah polong/ tanaman) dan 3 komponen hasil termasuk sedang (umur ginofor, jumlah polong/ plot dan bobot biji/ plot) sedangkan 6 komponen hasil yang rendah (tinggi
34
tanaman, umur brbunga, jumlah bunga bobot biji/ tanaman, bobot 100 biji dan bobot polong/ tanaman). Komponen hasil yang memiliki variabilitas genetik
sangat tinggi dan
tinggi termasuk kedalam keragaman genetik bervariabilitas luas. Dengan luasnya variabilitas genetik maka peluang untuk memperbaiki keragaman yang dimiliki melalui seleksi dapat dilakukan dan peluang untuk mendapatkan varietas unggul baru semakin besar. Seperti pernyataan Ruchjaningsih dkk (2000) yang mengatakan bahwa dalam pemuliaan tanaman nilai variabilitas genetik yang luas memberi peluang seleksi yang lebih efektif terhadap keragaman tanaman. Komponen hasil yang memiliki variabilitas sedang dan rendah termasuk kedalam keragaman bervariabilitas sempit yang menunjukan bahwa perbedaan genetik dari keragaman tersebut masih kecil atau dapat dikatakan bahwa keragaman tersebut memiliki genetik yang hampir seragam. Hal ini didukung dengan literatur Ruchjaningsih dkk (2002) yang menyatakan bahwa bila suatu keragaman genetik yang dimiliki tanaman bervariabilitas sempit, maka setiap individu dalam populasi tersebut hampir seragam sehingga tidak mungkin dilakukan perbaikan keragaman genetik melalui seleksi. Heritabilitas Nilai duga heritabilitas (h2) untuk masing-masing komponen hasil yang dievaluasi dapat dilihat pada tabel 8. Dari tabel 8 dapat dilihat bahwa nilai duga heritabilitas yang diperoleh berkisar antara 0.1-0.81. Berdasarkan kriteria pengelompokan heritabilitas yang dikemukakan oleh Mangoendidjojo (2003) maka dari 13 komponen hasil yang dievaluasi diperoleh 1 komponen hasil rendah (bobot 100 biji), 1 komponen hasil
35
rendah (jumlah polong/ plot) dan 11 komponen hasil tinggi (tinggi tanaman, jumlah cabang, umur berbunga, umur ginofor, jumlah bunga, jumlah ginofor, jumlah polong/ tanaman, bobot polong/ tanaman, bobot polong/ plot, bobot biji/ tanaman dan bobot biji/ plot ). Upaya dalam melakukan seleksi untuk melakukan genotip-genotip yang diharapkan tidak hanya melihat varians genetik semata, namun parameter genetik yang lain seperti heritabilitas harus diperhatikan sehingga genotip-genotip yang terpilih benar-benar unggul. Heritabilitas sangat penting mengingat bahwa fenotip merupakan interaksi antara genotip dengan lingkunga, sedangkan heritabilitas merupakan rasio antara varians genetik dengan varians fenotip. Nilai heritabilitas yang diperoleh berkisar antara 0.06 - 0.89. Dari hasil analis diperoleh 3 kriteria heritabilitas yaitu tinggi,sedang dan rendah. Menurut Mangoendidjojo (2003) kriteria heritabilitas ada 3 yaitu tinggi (h2>50%), sedang (20%
50%) dan rendah (h2<20%). Dari hasil analisis yang diperoleh bahwa nilai heritabilitas rendah menunjukan keragaman genetik yang dievaluasi didominasi oleh faktor lingkungan. Poespodarsono (1988) yang menyatakan bahwa heritabilitas dengan nilai 0 berarti keragaman fenotip hanya disebabkan oleh lingkungan, sedangkan heritabilitas dengan nilai 1 berarti keragaman fenotip hanya disebabkan oleh genotip. Makin mendekati 1 dinyatakan heritabilitas tinggi, sebaliknya makin mendekati 0 heritabilitasnya semakin rendah. Hal ini juga didukung oleh pernyataan Hermiati dkk (1990) yang menyatakan bahwa nilai heritabilitas memberi petunjuk sederhana terhadap besar kecilnya pengaruh genetik dan lingkungan suatu populasi.
36
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Dari hasil yang diperoleh ekotipe memberi pengaruh nyata terhadap jumlah cabang, umur ginofor, jumlah ginofor, jumlah polong per tanaman, jumlah polong per plot dan bobot polong per plot dan berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman, umur berbunga,
jumlah bunga, bobot polong/
tanaman, bobot biji/ tanaman, bobot biji per plot dan bobot 100 biji. 2. Nilai heritabilitas rendah terdapat pada tinggi tanaman (0.13), umur berbunga (0.16), jumlah bunga (0.01), bobot biji/ tanaman (0.03), bobot biji/ plot (0.13), bobot 100 biji (0.10) dan bobot polong/ tanaman (0.01) 3. Nilai koefisien varians genotip sangat tinggi terdapat pada bobot polong/ plot. 4. Nilai koefisien varians genetik tinggi terdapat pada jumlah cabang, jumlah ginofor, dan jumlah polong/ tanaman. 5. komponen hasil yang memiliki variabilitas sangat tinggi dan tinggi termasuk kedalam keragaman genetik bervariabilitas luas sedangkan komponen hasil yang memiliki variabilitas sedang dan rendah termasuk kedalam keragaman genetik bervariabilitas sempit. Saran
Sebaiknya dilakukan pengujian lanjutan untuk mengetahui pertumbuhan selanjutnya dalam jumlah populasi yang lebih besar.
37
DAFTAR PUSTAKA
Allard R.W., 1988. Pemuliaan Tanaman. Bina Akasara, Jakarta. Adisarwanto T., 2003. Meningkatkan Produksi Kacang Tanah di Lahan Sawah dan Lahan Kering. Penebar Swadaya, Jakarta Adisarwanto T., 2000. Meningkatkan Produksi Kacang Tanah di Lahan Sawah dan Lahan Kering. Penebar Swadaya, Jakarta Boote.K., 1982. Growth Stage of Peanut ( Arachis hypogeae L.) dalam Sitohang K.E. Pengaruh Populasi Terhadap Pertumbuhan Dan Produksi Beberapa Varietas Kacang Tanah. Tesis USU.Medan. Fachruddin L.,2000. Budidaya Kacang-Kacangan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta Loveless. A. R., Prinsip- Prinsip Biologi Tumbuhan Untuk Daerah Tropik. Gramedia, Jakarta. Mangoendidjojo W., 2003. Dasar-Dasar Pemuliaan Tanaman. Kanisius. Yogyakarta. Makmur. A., 1992. Pengantar Pemuliaan Tanaman. Rineka Cipta, Jakarta. Pitojo, S.2005. Benih Kacang Tanah. Kanisius, Yogyakarta. Hal 7,11,14-15,23 Poespodarsono. S., 1988. Dasar - Dasar Ilmu Pemuliaan Tanaman. Kanisius, Yogyakarta. Ruchjaniningsih, A. Imaran, M. Thamrin dan M.Z. Kanro.,2000. Penampilan Fenotipik dan Beberapa Parameter genetik Delapan Kultivar Kacang Tanah Pada Lahan Sawah. Zuriat Vol. 11, No.1, Hal10. Rukmana. 1998. Kacang Tanah. Kanisius, Yogyakarta. Hal 16 Rubatzky, V.E dan Yamagguchi,M.1998. Sayuran Dunia II, ITB, Bandung. Suprapto. 2002. Bertanam Kacang tanah. Penebar Swadaya, Jakarta. Hal 5-6 Steel R.G.D dan J.H. Torrie, 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika ( Pendekatan Biometrik ). Terjemahan : B Sumantri. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
38
Somaatmadja.S. dan D.S. Damadjati., 1978. Perbaikan Jenis Tanaman Kacang-kacangan Sebagai Sumber Protein Nabati. Lembaga Pusat Penelitian Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Bogor, Bandung. Suprapto. 1990. Bertanam Kacang Tanah. Penebar Swadaya, Jakarta. Somaatmadja. S., 1993. Proses Sumber Daya Nabati Asia Tenggara I. Editor L.J.G.V.Measen. Grafindo Pustaka Utama, Jakarta. Stanfield. W D.1991. Genetika. Ahli Bahasa M. Apandi dan L.T. Hardy. Erlangga. Jakarta. Tempake H dan H. T. Luntungan., 2002. Pendugaan Parameter Genetik dan Korelasi Antar Sifat-Sifat Morfologi Kelapa, Jurnal Litri Vol. 8 No. 3 hal 99. Williams. C. N., Uzo dan W. T. H. Peregrine., 1993. Produksi Sayuran di Daerah Tropika. UGM Press, Yogyakarta. Welsh J.R, 1991. Dasar-Dasar Genetika dan Pemuliaan Tanaman. Terjemahan Mogea J.P. Erlangga. Jakarta. Wirawan. B. dan S. Wahyuni., 2002. Memproduksi benih bersertifikat. Penerbar swadaya, Jakarta.
39
Lampiran 1. Data Pengamatan Tinggi Tanaman
1
2
Ulangan 3
4
5
49.87 45.97 46.35 32.05 174.24 43.56
58.47 38.2 56.35 53.02 206.04 51.51
59.92 55 48.95 60.55 224.42 56.10
52.9 47.35 57.1 56.35 213.7 53.42
49.62 39.2 49.65 54.3 192.77 48.19
Perlakuan
E1 E2 E3 E4 Total rataan
Total
Rataan
270.78 225.72 258.4 256.27 1011.17 252.79
54.16 45.14 51.68 51.25 202.23 50.56
Lampiran 2. Sidik Ragam Tinggi Tanaman Sumber
db
JK
KT
F HIT
Total
19
1083.3
-
-
Blok
4
377.85
94.46
2.33
3,26tn
Perlakuan
3
220
73.33
1.81
3,49tn
Error
12
485.49
40.46
Keterangan : FK KK tn *
= 51123 = 89.45% = tidak nyata = nyata
σ2g σ2e σ2f KVG (%) KVF (%) H
= 6.57 = 40.46 =47.03 = 5.07 = 13.56 = 0.14
40
F 0,5
Lampiran 3.Data Pengamatan Jumlah Cabang Ulangan Perlakuan E1 E2 E3 E4 Total Rataan
1 4.75 4.25 3.25 6.15 18.4 4.6
2 7.5 3.75 4 8 23.25 5.81
Total
3 5 6 5.75 8 24.75 6.19
4 4.25 4 7 5.5 20.75 5.19
5 4.75 3.25 4.25 5.5 17.75 4.44
26.25 21.25 24.25 33.15 104.9
Lampiran 4. Sidik Ragam Jumlah Cabang SK Total Blok Perlakuan Error
db 19 4 3 12
JK 41.93 9.13 15.32 17.49
KT 2.28 5.11 1.46
Keterangan : FK KK tn *
= 550.2 = 52.78% = tidak nyata = nyata
σ2g σ2e σ2f KVG (%) KVF (%) H
= 0.73 = 1.46 = 2.19 = 16.31 = 28.24 = 0.33
41
F HIT 1.56tn 3.50*
F 0,5 3,26 3,49
Rataan 5.25 4.25 4.85 6.63 20.98 5.24
Lampiran 5. Data Pengamatan Umur Berbunga Ulangan
Perlakuan E1 E2 E3 E4 Total rataan
1 7 8.75 8.75 8.75 33.25 8.06
2 8.75 8.5 8.75 7.5 33.5 8.37
3 7 8.5 8.5 6.75 30.75 7.69
Total 4 7.5 7.5 8.5 8.75 32.25 8.06
5 7.25 8.5 7.5 7.5 30.75 7.69
37.5 41.75 42 39.25 160.5 40.12
rataan 7.5 8.35 8.4 7.85 32.1
Lampiran 6. Sidik Ragam Umur Berbunga SK
db
JK
KT
F HIT
Total
19
9.99
-
-
Blok
4
1.74
0.43
0.95tn
3,26
Perlakuan
3
2.76
0.92
2.01tn
3,49
Error
12
5.49
0.46
Keterangan : FK KK tn *
= 952.2 = 26.22% = tidak nyata = nyata
σ2g σ2e σ2f KVG (%) KVF (%) H
= 0.09 = 0.46 = 0.55 = 3.79% = 9.24% = 0.16
42
F 0,5
Lampiran 7. Data Pengamatan Umur Ginofor Ulangan Perlakuan E1 E2 E3 E4 Total Rataan
1 7 8.76 8.98 5.89 30.63 7.66
2 8.75 8.5 8.75 6.89 32.89 8.22
3 7 9.48 9.87 6.75 33.1 8.27
Total 4 7.5 7.5 9.1 8.75 32.85 8.21
5 7.25 8.5 7.5 7.5 30.75 7.69
37.5 42.74 44.2 35.78 160.22
Rataan 7.5 8.55 8.84 7.156 32.04 8.01
Lampiran 8. Sidik Ragam Umur Ginofor SK
db
JK
KT
F HIT
Total
19
21.43
-
-
Blok
4
1.54
0.38
0.46tn
3,26
Perlakuan
3
9.84
3.28
3.91*
3,49
Error
12
10.05
0.84
Keterangan : FK KK tn *
= 1283.52 = 32.38% = tidak nyata = nyata
σ2g σ2e σ2f KVG (%) KVF (%) H
= 0.49 = 0.84 = 1.33 = 8.74% = 14.40% = 0.37
43
F 0,5
Lampiran 9. Data Pengamatan Jumlah Bunga
Perlakuan E1 E2 E3 E4 Total Rataan
1 6 5.5 10 8.75 30.25 7.56
2 16.5 4.75 8.25 12.36 41.86 10.46
Ulangan 3 7 15.5 7 13.25 42.75 10.69
4 9.25 3.75 12.75 9 34.75 8.69
Total
Rataan
45.5 31.5 46.5 52.1 176 44
9.1 6.3 9.3 10.422 35.12 8.78
5 6.75 2 8.5 8.75 26 6.5
Lampiran 10. Data Pengamatan Jumlah Bunga SK
db
JK
KT
F HIT
Total
19
271.89
-
-
Blok
4
52.67
13.17
0.91tn
3,26
Perlakuan
3
46.10
15.37
1.06tn
3,49
Error
12
173.12
14.43
Keterangan : FK KK tn *
= 1548.8 = 43.26 % = tidak nyata = nyata
σ2g σ2e σ2f KVG (%) KVF (%) H
= 0.19 = 14.43 = 23.37 = 4.95% = 43.45% = 0.53
44
F 0,5
Lampiran 11. Data Pengamatan Jumlah Ginofor Ulangan
Total
Perlakuan E1 E2 E3 E4
1 23.5 16.75 35.87 4.5
2 41.75 18.75 35.98 33
3 34.25 41.5 46.76 40.25
4 33.25 22.82 43.75 39.5
Total
80.62
129.48
162.76
Rataan
20.15
32.37
40.69
Rataan
5 24.5 24.5 35.45 28.5
157 124 198 146
31.45 24.86 39.56 29.15
139.32
112.95
625
125.03
34.83
28.24
31.26
Lampiran 12. Sidik Ragam Jumlah Ginofor SK Total Blok Perlakuan
db 19 4 3
JK 2150.40 941.47 571.54
KT 235.37 190.51
Error
12
637.39
53.12
Keterangan : FK KK tn *
= 19539.69 = 130.36% = tidak nyata = nyata
σ2g σ2e σ2f KVG (%) KVF (%) H
= 27.48 = 53.12 = 80.60 = 16.77% =28.73% = 0.34
45
F HIT 4.43* 3.59*
F 0,5 3,26 3,49
Lampiran 13. Data Pengamatan Jumlah Polong Per Tanaman Ulangan Perlakuan
Total
Rataan
1
2
3
4
5
E1 E2 E3 E4
12 8.5 7 17.25
20.5 7.75 15.25 20.34
19.25 23.5 12.75 22
18.3 10.3 18 20.5
11.3 16.3 9 20.5
81.25 66.25 62 100.59
16.25 13.25 12.4 20.118
Total
44.75
63.84
77.5
67
57
310.09
62.01
Rataan
11.19
15.96
19.38
16.75
14.25
15.50
Lampiran 14. Data Pengamatan Jumlah Polong Per Tanaman SK Total Blok Perlakuan Error
db 19 4 3 12
JK 525.24 147.80 182.80 194.63
KT 36.95 60.93 16.22
Keterangan : FK KK tn *
= 48.07.79 = 102.30% = tidak nyata = nyata
σ2g σ2e σ2f KVG (%) KVF (%) H
= 8.94 = 16.22 = 25.16 = 19.29% = 32.36% = 0.35
46
F HIT 2.28tn 3.76*
F 0,5 3,26 3,49
Lampiran 15. Data Pengamatan Jumlah Polong Per Plot
Perlakuan E1 E2 E3 E4 Total Rataan
1 170 107 180 75 532 133
2 145 135 207 149 636 159
Ulangan 3 162 204 220 206 792 198
Total 4 137 180 222 190 729 182.25
5 160 156 188 179 683 170.75
Rataan
774 782 1017 799 3372
154.8 156.4 203.4 159.8 674.4 168.6
Lampiran 16. Data Pengamatan Sidik Ragam Jumlah Polong Per Plot SK
db
JK
KT
F HIT
Total
19
26725
-
-
Blok
4
9659.3
2414.8
3.25tn
3,26
Perlakuan
3
8138.8
2712.9
3.65*
3,49
Error
12
8926.7
743.89
Keterangan : FK KK tn *
= 568519 = 210.05% = tidak nyata = nyata
σ2g σ2e σ2f KVG (%) KVF (%) H
= 393.80 = 16.22 = 1137.69 = 11.77% =20.01% = 0.35
47
F 0,5
Lampiran 17. Data Pengamatan Bobot Polong per tanaman Perlakuan E1 E2 E3 E4 Total Rataan
1 17.5 17.5 15 11.3 61.3 15.32
2 42.5 17.62 27.75 45 132.87 33.22
Ulangan 3 30.12 45 30.12 45 150.24 37.56
4 42.5 25 32.62 35.12 135.24 33.81
5 25.25 32.62 22.62 32.5 112.99 28.25
Total
Rataan
158 138 128 169 593 148.25
31.57 27.55 25.62 33.78 118.52 29.63
Lampiran 18. Data Pengamatan Bobot Polong Per Tanaman SK
db
JK
KT
F HIT
Total
19
2178.56
-
-
Blok
4
1199.09
299.77
4.66*
3,26
Perlakuan
3
207.17
69.06
1.07tn
3,49
Error
12
772.30
64.36
Keterangan : FK KK tn *
= 17582.45 = 27.07% = tidak nyata = nyata
σ2g σ2e σ2f KVG (%) KVF (%) H
= 0.94 = 64.36 = 65.3 = 3.27% =27.25% = 0.01
48
F 0,5
Lampiran 19. Data Pengamtan Bobot Polong Per Plot
Perlakuan E1 E2 E3 E4 Total Rataan
1 180 160 280 120 740 185
2 280 200 400 130 1010 252.5
Ulangan 3 160 140 420 290 1010 252.5
Total 4 270 350 280 220 1120 280
5 250 190 360 290 1090 272.5
Rataan
1140 1040 1740 1050 4970
228 208 348 210 994 248.5
Lampiran 20. Data Pengamatan Bobot Polong Per Plot SK
db
JK
KT
F HIT
Total
19
151255
-
-
Blok
4
22530
5632.5
1.10tn
3,26
Perlakuan
3
67215
22405
4.37*
3,49
Error
12
61510
5125.8
Keterangan : FK KK tn *
= 1235045 = 454.17% = tidak nyata = nyata
σ2g σ2e σ2f KVG (%) KVF (%) H
= 3455.84 = 5125.8 = 8581.64 = 23.66% = 37.28% = 0.40
49
F 0,5
Lampiran 21. Data Pengamatan Bobot Biji Per Tanaman Ulangan
Total
Rataan
Perlakuan
1
2
3
4
5
E1
12.8
12
25
32.5
17.62
99.87
19.97
E2
17.5
35.12
30.25
20
25.12
127.99
25.60
E3
15
22.5
25.25
27
17.5
107.25
21.45
E4
12.3
27.5
30.25
30
22.75
122.75
24.55
Total
57.5
97.12
110.75
109.5
82.99
457.86
91.57
Rataan
14.37
24.28
27.69
27.37
20.75
114.46
22.89
Lampiran 22. Data Pengamatan Bobot Biji Per Tanaman SK
db
JK
KT
F HIT
Total
19
945.23
-
-
Blok
4
488.63
122.16
4.15*
3,26
Perlakuan
3
103.33
34.44
1.17tn
3,49
Error
12
353.27
29.44
Keterangan : FK = 10481.79 KK = 23.70% tn = tidak nyata * = nyata σ2g =1 σ2e = 29.44 σ2f = 30.44 KVG (%) = 4.37% KVF (%) =24.10% H = 0.03
50
F 0,5
Lampiran 23. Data Pengamatan Bobot Biji Per Plot
Perlakuan
E1 E2 E3 E4 Total
I
II
Ulangan III
IV
V
Total
80 120 120 260 580 145
130 210 280 90 710 177.5
100 100 210 200 610 152.5
190 250 190 230 860 215
150 130 240 200 720 180
rataan
650 810 1040 980 3480 870
130 162 208 196 696 174
Lampiran 24. Data Pengamatan Bobot Biji Per Plot Sumber
db
JK
KT
F HIT
Total
19
73480
-
-
Blok
4
12130
3032.5
0.85 tn
3,26
Perlakuan
3
18600
6200
1.74tn
3,49
Error
12
42750
3562.5
Keterangan : FK KK tn *
= 605520 = 452.48% = tidak nyata = nyata
σ2g σ2e σ2f KVG (%) KVF (%) H
= 527.5 = 3562.5 = 4090 = 13.20% = 36.75% = 0.13
51
F 0,5
Lampiran 25. Data Pengamatan Bobot 100 Biji Ulangan
Total
Rataan
Perlakuan
1
2
3
4
5
E1 E2 E3
70 80 70
80 70 70
60 60 70
90 80 60
70 70 70
370 360 340
74 72 68
E4
90
90
80
70
70
400
80
Total
310
310
270
300
280
1470
294
Rataan
77.5
77.5
67.5
75
70
367.5
73.5
Lampiran 26. Data Pengamatan Bobot 100 Biji SK
db
JK
KT
F HIT
Total
19
1655
-
-
Blok
4
330
82.5
1.04tn
3,26
Perlakuan
3
375
125
1.58tn
3,49
Error
12
950
79.17
-
Keterangan : FK KK tn *
= 108045 = 12.10% = tidak nyata = nyata
σ2g σ2e σ2f KVG (%) KVF (%) H
= 9.17 = 79.17 = 88.34 = 4.12% = 12.79% = 0.10
52
F 0,5
Lampiran 27.Varians genetik (σ2g), varians fenotip ( σ2f), koefisien varians genetik (KVG) dan koefisien varians fenotip ( KVF) Komponen Hasil
σ2g
σ2f
KVG (%)
KVF (%)
Tinggi tanaman
6.57
47.03
5.07r
13.56
Jumlah cabang
0.73
2.19
16.31t
28.24
Umur berbunga
0.09
0.55
3.79r
9.24
Umur ginofor
0.49
1.33
8.74s
14.40
Jumlah bunga
0.19
14.62
4.96r
43.45
Jumlah ginofor
27.48
80.60
16.77t
28.73
8.94
25.16
19.29t
32.36
Jumlah polong/plot
393.80
1137.69
11.77s
20.01
Bobot biji/ tanaman
1
30.44
4.37r
24.10
Bobot biji/ plot
527.5
4090
13.20s
36.75
Bobot 100 biji
9.17
88.34
4.12r
12.79
Bobot polong/ tanaman
0.94
65.3
3.27r
27.25
3455.84
8581.64
23.66st
Jumlah polong/ tanaman
Bobot polong/ plot
53
37.28
Lampiran 28. Nilai duga heritabilitas Komponen Hasil
Heritabilitas
Kriteria
Tinggi tanaman
0.13
Rendah
Jumlah cabang
0.33
Sedang
Umur berbunga
0.16
Rendah
Umur ginofor
0.37
Sedang
Jumlah bunga
0.01
Rendah
Jumlah ginofor
0.34
Sedang
Jumlah polong/ tanaman
0.35
Sedang
Jumlah polong/plot
0.35
Sedang
Bobot biji/ tanaman
0.03
Rendah
Bobot biji/ plot
0.13
Rendah
Bobot 100 biji
0.10
Rendah
Bobot polong/ tanaman
0.01
Rendah
Bobot polong/ plot
0.40
Sedang
54
Lampiran 29. Deskripsi Ekotipe Adiankoting Asal
: Ekotipe Adinkoting Tarutung
Umur berbunga
: 20- 26hari
Warna bunga
: Kuning
Warna ginofor
: Ungu
Tinggi tanaman
: 54.16cm
Tipe tumbuh
: Tegak
Umur panen
: 90-95 hari
Bobot biji/ tan
: 15-20gr
Jumlah biji/ polong
: 1-5 biji
Jumlah polong/ tan
: 15-18 polong
Bobot 100 biji
: 70-80gr
Sumber : WINTAN OCTAVIA BR SIANTURI Tanggal
: 6 Agustua 2008
55
Lampiran 30. Deskripsi Ekotipe Simaung - maung Asal
: Ekotipe Simaung-maung Tarutung
Umur berbunga
: 21-25 hari
Warna bunga
: Kuning
Warna ginofor
: Ungu
Tinggi tanaman
: 45.14cm
Tipe tumbuh
: Tegak
Umur panen
: 90-95 hari
Bobot biji/tan
: 25-30 gr
Jumlah biji/ polong
: 1-4 biji
Jumlah polong/ tan
: 10-15 polong
Bobot 100 biji
: 65-72gr
SUMBER : WINTAN OCTAVIA BR SIANTURI Tanggal
: 6 Agustua 2008
56
Lampiran 31. Deskripsi Ekotipe Pagar Batu Asal
: Ekotipe Pagar BatuTarutung
Umur berbunga
: 20-25 hari
Warna bunga
: Kuning tua
Warna ginofor
: Ungu tua
Tinggi tanaman
: 51.68cm
Tipe tumbuh
: Tegak
Umur panen
: 90-95 hari
Bobot biji/ tan
: 20-25gr
Jumlah biji/ polong
: 1- 4 biji
Jumlah polong/ tan
: 10-15 polong
Bobot 100 biji
: 70-75gr
SUMBER : WINTAN OCTAVIA BR SIANTURI Tanggal
: 6 Agustua 2008
57
Lampiran 32. Deskripsi Ekotipe Pancur Napitu Asal
: Ekotipe Pancur Napitu Tarutung
Umur berbunga
: 20-25 hari
Warna bunga
: Kuning tua
Warna ginofor
: Ungu tua
Tinggi tanaman
: 51.25cm
Tipe tumbuh
: Tegak
Umur panen
: 90-95 hari
Bobot biji/ tan
: 20-25gr
Jumlah biji/ polong
: 1-4 biji
Jumlah polong/ tan
: 13-20 polong
Bobot 100 biji
: 70-76gr
SUMBER : WINTAN OCTAVIA BR SIANTURI Tanggal
: 6 Agustua 2008
58
Lampiran 33. Areal Penanaman Kacang Tanah dari 4 ekotipe
59
Lampiran 34. Ginofor Kacang Tanah dari 4 ekotipe
Gambar 4. Ginofor Ekotipe Adiankoting
Gambar 5. Ginofor Ekotipe Simaung-maung
(E1)
(E2)
Gambar 6. Ginofor Ekotipe Pagar Batu
Gambar 7. Ginofor Ekotipe Pancur Napitupulu
(E3)
(E4)
60
Lampiran 35. Polong kacang tanah dari 4 Ekotipe
Gambar 8. Polong Ekotipe Adiankoting
Gambar 9. Polong Ekotipe Simaung-maung
(E1)
(E2)
Gambar 10. Polong Ekotipe Pagar Batu
Gambar 11. Polong Ekotipe Pancur Napitupulu
(E3)
(E4)
61
Lampiran 36. Biji kacang tanah dari 4 Ekotipe
Gambar 12. Biji ekotipe Adiankoting
Gambar 13. Biji ekotipe Simaung-maung
(E1)
(E2)
Gambar 14. Biji ekotipe Pagar Batu (E3)
Gambar 15. ekotipe Pancur Napitu (E4)
62
Lampiran 37. Bagan Pecobaan
BLOK I
BLOKII
BLOK III
BLOK IV
BLOK V
50 cm
E2
E3
E1
E4
E3
E4
E1
E2
E1
E2
E3
E3
E4
E2
E1
E4
E3
E3
E4 30 cm
E1
30 cm
U 50 cm 50 cm
X X X X
X X X X
X X X X
X X X X
S
63
Lampiran 38. Bagan Kegiatan Penelitian Kegiatan Pengolahan lahan Penanaman Pemupukan Pemeliharaan Penyiraman Penyisipan Penyiangan Pembumbunan Pengendalian hama dan penyakit Pengamatan parameter Tinggi Tanaman Jumlah Cabang Umur Berbunga Umur Ginofor Jumlah Bunga Jumlah ginofor Jumlah polong per tanaman Jumlah polong per plot Bobot polong per tanaman Bobot polong per plot Bobot biji per tanaman Bobot biji per plot Bobot per 100 biji Panen
1 2 3 X X X
4 5
Minggu 6 7 8 9
10
11
12
13
X
Disesuaikan dengan kondisi dilapangan
X X X X X X X X X X X
64
X X X X
X X
X X
X X
X X
X X X X
X X
X X
X X
X X X X X X X X X X