BAYI TABUNG DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERDATA DAN HAK UNTUK MEWARIS Oleh Ida Bagus Wisnu Guna Diatmika I Gusti Agung Mas Rwa Jayantiari Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Pesatnya kemajuan teknologi didalam bidang kedokteran khususnya reproduksi manusia memunculkan berbagai cara pelaksanaan dalam upaya kehamilan diluar cara alami yang sering disebut dengan Teknologi Reproduksi Buatan ( TRB). Hal ini sering digunakan sebagai alternatif atau upaya pengobatan terakhir bagi Pasutri yang kurang subur. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kedudukan bayi tabung dalam perspektif hukum perdata dan hak warisnya. Metode penelitian yang digunakan adalah metode normatif. Penelitian ini menggunakan tiga jenis bahan hukum, yakni bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Bahan hukum primer terdiri dari peraturan perundang-undangan, bahan hukum sekunder terdiri dari berbagai buku dan bahan hukum tersier seperti kamus hukum. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa anak hasil dari proses bayi tabung dengan menggunakan sperma dari suami dan ovum dari istri dapat dikatakan sebagai anak sah atau anak kandung termuat dalam pasal 852 KUHPerdata dan mendapatkan warisan yang sama seperti anak kandung yang termuat dalam 914 KUHperdata. selanjutnya anak yang lahir dari proses TRB dengan sperma donor, kedudukannya terdapat dua jenis yaitu anak sah dan anak zina. Anak sah mendapat warisan seperti anak kandung, dan anak zina tidak mendapatkan warisan, hanya mendapatkan nafkah seperlunya dari orangtua yuridisnya. Kemudian yang terakhir adalah anak yang dihasilkan dari proses TRB dengan menggunakan ibu pengganti, kedudukan hukumnya sebagai anak kandung dan segala biaya di tanggung oleh orangtua yuridisnya, yang mendapatkan warisan dari orangtua yuridisnya salah satunya diatur pada Yurisprudensi Mahkamah Agung No.182 K/Sip/1959 tanggal 15 Juli 1959. Kata Kunci : Teknologi Reproduksi Buatan, Alternatif, Perspektif. ABSTRAC The rapid technological advances in the field of human reproductive medicine in particular gave rise to a variety of ways in an attempt pregnancy beyond the implementation of a natural way which is often called the Artificial Reproductive Technology (TRB). It is often used as an alternative or attempt last treatment for infertile married couple. The purpose of this study was to determine the position of the tube babies in a civil law perspective and disinherited. The research method used is a normative method. This study uses three types of legal materials, the primary legal materials, legal materials secondary and tertiary legal materials. Primary legal materials consist of legislation, secondary legal materials comprised of a variety of books and legal materials such as dictionaries tertiary law. The results of this study it can be concluded that the child outcome of IVF using the sperm of the husband and wife's ova can be regarded as a legitimate child or biological child contained in article 852 of the Civil Code and get the same inheritance as biological children contained in
1
the Civil Code 914. The next child born of the TRB with donor sperm, its position there are two types of legitimate and bastard children. Children inherit like a legitimate biological children, and child inherit adultery not only earns a living as needed from a parent juridical. Then the last one is the child resulting from the TRB process using a surrogate mother, his legal status as a natural child and all fees paid by parents juridical, who had inherited from one parent juridical jurisprudence of the Supreme Court is set to 182 K / Sip / 1959 dated July 15, 1959. Keywords: Artificial Reproductive Technology, Alternative, Perspective. I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Bayi tabung adalah bayi yang dihasilkan bukan karena persetubuhan, melainkan dengan cara penggabungan sperma atau mani laki-laki atau ovum perempuan, kemudian dimasukan ke dalam suatu alat melalui suatu proses atau fase pembuahan. Nama lain dari bayi tabung adalah fertilisasi in vitro yang artinya pembuahan sel telur dan sel sperma di dalam tabung vetri yang dilakukan oleh petugas medis.1 Sejak lahirnya bayi tabung pertama kali di inggis telah banyak dikembangkan berbagai cara Teknologi Reproduksi Buatan ( TRB) antara lain adalah Fertilisasi In Vitro dan Tandur Alih Embrio, Tandur Alih Embrio Intra-Tuba, Gamete Intra-Tuba Fallopi, Donasi Oosit, Suntikan Sperma Intra-Sitoplasmatik, dan Pembelahan embrio.2 Program bayi tabung ini bertujuan untuk pasangan suami istri yang tidak mungkin untuk memiliki keturunan yang di sebabkan adanya kerusakan pada tuba fallopii dan menyebabkan tidak dapat memiliki keturunan. Seiring berjalannya waktu, program bayi tabung ini menuai pro dan kontra. Salah satunya adalah kedudukan hukum dari anak yang dilahirkan melalui proses bayi tabung yang dilihat dari bidang hukum. Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, hanya mengatur tentang status seorang anak yang dilahirkan, bukan mengatur mengenai kedudukan hukum dari anak yang dilahirkan melalui proses bayi tabung. Dalam pelaksanaan TRB ini tentunya terdapat implikasi atau akibat yang ditimbulkan di berbagai bidang hukum. Hal terpenting yang harus diketahui adalah bagaimana kedudukan bayi tabung dilihat dari segi hukum perdata dan hak warisanya. 1
Thamrin, H. Husni, 2013, Aspek Hukum Bayi Tabung dan Sewa Rahim, Aswaja Pressindo, Yogyakarta, Hal. 10 2 Amir-amir dan Hanafiah, M Jusuf, 2009, Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, Katalog Dalam Terbitan, Jakarta, Hal. 111
2
1.2 TUJUAN PENULISAN Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kedudukan bayi tabung dilihat dari aspek perdata dan hak waris dari anak hasil bayi tabung.
II. ISI MAKALAH 2.1 METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode normatif dan menggunakan pendekatan undang-undang yang dilakukan dengan cara menelaah undang-undang yang berkaitan dengan Teknologi Reproduksi Buatan dalam hal ini yaitu Bayi Tabung. Dalam penelitian ini menelaah undang-undang yanng erat kaitannya dengan perkawinan dan kesehatan.
2.2 HASIL DAN PEMBAHASAN 2.2.1
KEDUDUKAN
BAYI
TABUNG
DALAM
PERSPEKTIF
HUKUM
PERDATA DAN HAK WARIS DARI ANAK HASIL BAYI TABUNG Peraturan yang mengatur mengenai bayi tabung memang belum termuat dalam hukum positif di Indonesia. Namun hanya mengatur kedudukan anak secara yuridis yang dalam hal dilahirkan secara ilmiah, yaitu pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) dan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.3Pada Undang-Undang No.36 tahun 2009 pasal 127 tentang kesehatan juga diatur secara umum, dan tidak dijelaskan kedudukan bayi tabung tersebut. Anak yang di hasilkan dari cara infertilisasi atau bayi tabung dari hasil sperma suami dapat di kategorikan sebagai anak yang sah. Dapat dikatakan bahwa kedudukan anak hasil proses bayi tabung dengan menggunakan sperma suami dan ovum dari istri, maka anak yang dilahirkan adalah anak yang sah.4 Kedudukannya sebagai anak yang sah tersebut yang menjadikan anak hasil dari bayi tabung tersebut mendapatkan hak untuk mewaris, didasarkan pada pasal 852 KUH Perdata.Anak yang di hasilkan dengan cara infertilisasi tersebut juga memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan anak kandung, yang
3
Thamrin, H. Husni, op.cit, Hal. 59 Thamrin, H. Husni, op.cit, Hal. 62
4
3
berhak atas pendidikan, pemeliharaan sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri dan warisan dari orang tuanya.5 Kemudian mengenai hak mewaris yang di miliki oleh anak hasil dari TRB tersebutdalam hukum perdata indonesia belum ada peraturan khusus yang mengatur tentang warisan untuk anak yang di lahirkan dari proses TRB, namun KUHPerdata mengatur mengenai warisan anak yang dilahirkan secara alamiah. Kedudukan anak termuat dalam pasal 852 KUH Perdata. Telah dijelaskan bahwa anak yang dihasilkan dari proses bayi tabung yang menggunakan sperma dari suami merupakan anak yang sah, dan dilahirkan sebagai suatu akibat perkawinan yang sah. Anak yang seperti ini haknya disamakan dengan anak kandung. Dan anak kandung mendapatkan warisan dari orangtua kandungnya. Bagian yang diterima sama rata baik laki-laki maupun perempuan. KUH Perdata juga mengatur tentang bagian mutlak yang diatur pada pasal 913 KUH Perdata dan 914 KUH Perdata tentang kedudukan anak menurut hukum.6Selanjutnya hak mewaris bagi anak yang dilahirkan dari proses bayi tabung dengan sperma yang di donorkan orang lain dan ovum dari istri, ada dua klasifikasi anak untuk jenis ini yaitu,yang pertama anak tersebut sah apabila sperma donor mendapatkan pengakuan dari suami, dan yang kedua anak tersebut sebagai anak zina karena tidak mendapat izin dari suami. Dalam pasal 280 KUH Perdata memuat akibat dari pengakuan anak dan menimbulkan hubungan keperdataan, dan pengakuan anak tersebut menimbulkan hak dan kewajiban, contohnya pemberian izin kawin, pemberian nafkah, perwalian, hak memakai nama orang tua yang mengakui dan hak untuk mewaris. Anak yang sah mendapatkan warisan dari orangtua yang mengakuinya.7 Kemudian mengenai anak zina, tidak dapat diakui oleh orang tua yuridis, dan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan orangtua ibunya, yang tercantum dalam pasal 283 KUH Perdata. Anak yang tidak dianggap sebagai anak sah atau anak zina tidak mendapatkan warisan, namun mendapat nafkah dari orangtua yuridisnya yang termuat dalam pasal 867 ayat (1) KUH Perdata. kemudian hak mewaris yang dimiliki oleh anak yang dilahirkan melalui proses TRB dan menggunakan ibu pengganti ( Surrogate Mother) menurut KUH Perdata anak yang dihasilkan adalah anak angkat. Anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan orang tua, 5
Soekanto Soerjono, 1980, Intisari Hukum Keluarga, Offset Alumni, Bandung, Hal. 50 Thamrin, H. Husni, op.cit, Hal. 76 7 Thamrin, H. Husni, op.cit, Hal. 77 6
4
wali yang sah, atau orang lain yang bertanggungjawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan orang tua angkatnya berdasarkan putusan pengadilan. Kedudukan anak angkat berbeda diberbagai daerah tergantung pada hukum adat yang mengatur, kedudukan anak ini,mendapatkan waris dari orangtua biologisnya.8
III. KESIMPULAN Seorang anak yang dilahirkan melalui proses Fertilisasi in vitro dengan menggunakan sperma suami, secara biologis dan yuridis berstatus sebagai anak yang sah dan memiliki hak untuk mewaris. Anak yang dilahirkan melalui proses bayi tabung dengan menggunakan sperma donor dan seijin dari suaminyan maka memiliki status sama seperti anak kandung, dan memiliki hak dan kewajiban serta berhak untuk mewaris. Kemudian anak yang lahir dari proses bayi tabung dengan menggunakan ibu pengganti, anak ini berstatus sebagai anak yang sah, dan orangtua yuridis dari anak ini berkewajiban untuk memberikan nafkah serta menanggungnya. Dan ibu penggantinya hanya berkewajiban untuk mengandung serta melahirkan dan diberikan upah atas “peminjaman” rahim.
DAFTAR PUSTAKA BUKU : Amir-amir dan Hanafiah, M Jusuf, 2009, Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, Katalog Dalam Terbitan, Jakarta. Soekanto Soerjono, 1980, Intisari Hukum Keluarga, Offset Alumni, Bandung. Thamrin, H. Husni, 2014, Aspek Hukum Bayi Tabung dan Sewa Rahim, Aswaja Pressindo,Yogyakarta. . Peraturan Perundang-undangan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Undang-undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
8
Thamrin, H. Husni, op.cit, Hal. 80
5