BAB II LANDASAN TEORI
2.1
Tinjauan Umum Motor bakar torak merupakan salah satu mesin pembangkit tenaga yang
mengubah energi panas (energi termal) menjadi energi mekanik melalui proses pembakaran yang
terjadi dalam ruang bakar sehingga menghasilkan energi
mekanik berupa gerakan translasi piston (connecting rods) menjadi gerak rotasi poros engkol yang untuk selanjutnya di teruskan ke sistem transmisi roda gigi kemudian di teruskan ke roda penggerak sehingga kendaraan dapat berjalan. Menurut siklus kerja ideal, motor bakar torak terbagi menjadi tiga yakni motor bensin (otto) atau yang lebih umum spark ignition engines (SIE), motor diesel atau yang lebih umum compression ignition engines (CIE), dan siklus gabungan. Sedangkan menurut langkah yang di tempuh dalam menghasilkan tenaga, maka motor bakar torak terbagi menjadi motor bakar dua langkah (two strokes engines) dan motor bakar empat langkah (four strokes engines). [Arismunandar, Wiranto, 1988] Salah satu yang membedakan antara motor bensin dan motor diesel adalah bahan bakarnya, motor bensin seperti halnya namanya menggunakan bensin (premium) sebagai bahan bakarnya, sedangkan motor diesel menggunakan bahan bakar solar.selain pada motor bensin terdapa karburator dan busi,sebelum masuk ke dalam silinder, bensin di campur udara pada karburator, jadi karburator adalah untuk mengkondisikan (mengkabutkam) campuran bensiin dan udara agar bisa terbakar dalam ruang bakar. Untuk selanjutnya campuran tersebut akan terbakar
6
dalam ruang bakar melalui percikan api dari busi (ignition spark). [Arismunandar, Wiranto, 1988]. Sedangkan motor diesel, yang tidak menggunakan karburator dan busi, bahan bakar dan udara masuk ke dalam ruang bakar tidak secara bersamaan,pada proses hisap yang masuk hanyalah udara,sedangkan bahan bakar masuk saat kompresi.sehingga campuran tersebut akan terbakar dengan menggunakan kenaikan tekanan melalui proses kompresiyang melebihi titk nyala dari bahan bakar tersebut, sehingga terjadilah proses pembakaran.[Arismunandar, Wiranto, 1988]. Motor bakar dua langkah adalah jenis motor bakar yang menghasilkan tenaga dengan dua kali langkah piston atau satu kali putaran poros engkol, sedangkan motor bakar empat langkah , untuk menghasilkan tenaga memerlukan empat langkah piston atau dua kali putaran poros engkol [Arismunandar, Wiranto, 1988].
2.2
Siklus Idieal Proses termodinamika dan kimia yang terjadi dalam motor bakar torak
amat komplek untuk dianalisa menurut teori. Pada umumnya untuk menganalisa motor bakar torak dipergunakan siklus udara sebagai siklus yang ideal. Siklus udara menggunakan beberapa keadaan yang sama dengan siklus sebenarnya dalam hal sebagai berikut : [Arismunandar, Wiranto, 1988]. a.
Urutan proses.
b.
Perbandingan kompresi
7
c.
Pemilihan temperature dan tekanan pada suatu keadaan.
d.
Penambahan kalor yang sama persatuan berat udara.
Didalam analisa udara, khususnya motor baker torak akan dibahas : 1.
Siklus udara volume konstan (siklus otto)
2.
Siklus udara tekanan konstan (siklus diesel)
3.
Siklus udara tekanan terbatas (siklus gabungan)
2.2.1 Siklus Udara Volume Konstan (Siklus Otto) Motor bensin adalah jenis motor bakar torak yang bekerja berdasarkan siklus volume konstan, karena saat pemasukan kalor (langkah pembakaran) dan pengeluaran kalor terjadi pada volume konstan. Siklus ini adalah siklus yang ideal. Seperti yang terlihat pada diagram P – V gambar 2.1
3
Tekanan, p
qm 2
4 qk 0
1 A
volume spesifik, v
B
Gambar 2.1 Diagram P – V Siklus Otto (siklus volume konstan). [Arismunandar, Wiranto, 1988]. Adapun siklus ini adalah sebagai berikut : [Arismunandar, Wiranto, 1988]. 1.
Langkah 0 – 1 adalah langkah hisap, yang terjadi pada tekanan (P) konstan.
2.
Langkah 1 – 2 adalah langkah kompresi, pada kondisi isentropik.
8
3.
Langkah 2 – 3 adalah proses pemasukan kalor pada volume konstan.
4.
Langkah 3 – 4 adalah proses ekspansi, yang terjadi secara isentropik.
5.
Langkah 4 - 1 adalah langkah pengeluaran kalor pada volume konstan.
6.
Langkah 1 – 0 adalah proses tekanan konstan. Proses tersebut menggunakan beberapa asumsi sebagai berikut : a. Fluida kerja dianggap sebagai gas ideal yang mempunyai kalor spesifik konstan. b. Siklus dianggap tertutup artinya siklus ini berlangsung dengan fluida yang sama yang berada dalam silinder, pada titik 1 (langkah buang) fluida dikeluarkan dari ruang baker, tetapi langkah isap berikutnya akan masuk fluida dengan jenis yang sama. Adapun effisiensi termal dari siklus ini adalah : [Petrovsky, N ] η th = 1 −
1 ε k −1
................................................................. (2.1)
Dimana : ε = Perbandingan kompresi (compression ratio), yakni perbandingan volume terbesar/total (volume langkah torak + volume sisa) dengan volume sisa (clearance). [Petrovsky, N ]
ε=
Vd + Vs Vs
.................................................................. (2.2)
Dimana : Vd = Volume langkah Vs = Volume sisa Dari persamaan diatas dapat diketahui bahwa ratio kompresi dinaikkan maka efisiensi termal dari siklus akan semakin tinggi.
9
2.2.2
Siklus Udara Tekanan Konstan (Siklus Diesel)
Siklus tekanan konstan ini merupakan siklus motor bakar torak yang terjadi ketika pemasukan dan pengeluaran kalor terjadi pada kondisi tekanan konstan. Siklus ini terjadi pada jenis motor diesel. Siklus seperti yang terdapat digambar 2.2 merupakan siklus yang ideal. qm 3
Tekanan, p
2
4 qk 0
1 A
volume spesifik, v
B
Gambar 2.2 Diagram P – V siklus tekanan konstan. [Arismunandar, Wiranto, 1988] Adapun siklus ini adalah sebagai berikut : [Arismunandar, Wiranto, 1988] 1.
Langkah 0 – 1 adalah langkah hisap, tekanan (p) konstan.
2.
Langkah 1 – 2 adalah langkah kompresi, kondisi isentropic.
3.
Langkah 2 – 3 adalah proses pemasukan kalor, tekanan konstan.
4.
Langkah 3 – 4 adalah proses ekspansi, isentropic.
5.
Langkah 4 – 1 adalah langkah pengeluaran kalor, tekanan konstan.
6.
Langkah 1 – 0 adalah proses, tekanan konstan.
10
Adapun effisiensi termal dari siklus ini adalah : [ Petrovsky, N ] ηi = 1 −
1
ε
⋅ k −1
ρk − 1 k (ρ − 1)
.............................................................. (2.3)
dimana : ε = Perbandinganm kompresi ρ = Preliminary expansion ratio
ρ=
2.2.3
V3 V2
................................................................................ (2.4)
Siklus Udara Tekanan Terbatas (Siklus Gabungan)
Siklus ini terjadi apabila pemasukan kalor pada suatu siklus dilaksanakan baik pada volume konstan maupun pada tekanan konstan. Pada gambar 2.3 terlihat bahwa proses pemasukan kalor terjadi selama proses (2-3a) dan (3a-3). qm2 3
3a
Tekanan, p
qm1 2
qk 0
4 1
A
volume spesifik, v
B
Gambar 2.3 Diagram P – V Silkaus Gabungan. [Arismunandar, Wiranto, 1988]
11
2.3
SIKLUS AKTUAL MOTOR BENSIN
Silkus udara volume konstan atau siklus otto adalah proses yang ideal. Dalam kenyataannya baik siklus volume konstan, siklus tekanan konstan dan siklus gabungan tidak mungkin dilaksanakan, karena dadanya beberapa hal sebagai berikut : [Arismunandar, Wiranto, 1988] a. Fluida kerja bukanlah udara yang bisa dianggap sebagai gas ideal, karena fluida kerja disini adalah campuran bahan bakar (premium) dan udara, sehingga tentu saja sifatnya pun berbeda dengan sifat gas ideal. b. Kebocoran fluida kerja pada katup (valve), baik katup masuk maupun katup buang, juga kebocoran pada piston dan dinding silinder, yang menyebabkan tidak optimalnya proses. c. Baik katup masuk maupun katup buang tidak dibuka dan ditutup tepat pada saat piston berada pada posisi TMA dan atau TMB, karena pertimbangan dinamika mekanisme katup dan kelembaman fluida kerja. Kerugian ini dapat diperkecil bila saat pembukaan dan penutupan katup disesuaikan dengan besarnya beban dan kecepatan torak. d. Pada motor bakar torak yang sebenarnya, pada saat torak di TMA tidak terdapat proses pemasukan kalor seperti pada siklus udara. Kenaikan tekanan dan temperature fluida kerja disebabkan oleh proses pembakaran campuran udara dan bahan bakar dalam silinder. e. Proses pembakaran memerlukan waktu untuk perambatan nyala apinya, akibatnya proses pembakaran berlangsung pada kondisi volume ruang yang berubah – ubah sesuai gerakan piston. Dengan demikian proses
12
pembakaran harus dimulai beberapa derajat sudut engkol sebelum torak mencapai TMA dan berakhir beberapa derajat sudut engkol sesudah TMA menuju TMB. Jadi proses pembakaran tidak dapat berlangsung pada volume atau tekanan yang konstan. f. Terdapat kerugian akibat perpindahan kalor dari fluida kerja ke fluida pendingin, misalnya oli, terutama saat proses kompresi, ekspansi dan dan waktu gas buang meninggalkan silinder. g. Adanya kerugian energi akibat adanya gesekan antara fluida kerja dengan dinding silinder dan mesin. h. Terdapat kerugian energi kalor yang dibawa oleh gas buang dari dalam silinder ke atmosfer sekitarnya.
Tekanan
Langkah kerja
Langkah kompresi
Katup isap terbuka 2 3 Katup buang tertutup
1 4 Langkah buang
Katup buang terbuka
Katup isap tertutup
Volume
Gambar 2.4 Diagram P – V Siklus Aktual Motor Bensin. [Arismunandar, Wiranto, 1988].
13
2.3.1
Motor Bensin Empat Langkah
Motor bakar torak 4 langkah adalah jenis motor bakar yang menyelesaikan satu siklusnya dengan 4 gerakan translasi piston (4kali 180° gerakan poros engkol) atau dengan kata lain dalam menghasilkan tenaga memerlukan dua kali putaran poros engkol (2 kali 360°). Inlet
TC
Exhaust
Inlet
Exhaust
Inlet
Exhaust
Inlet
Exhaust
Vc Vt Vd
BC
(a)Intake
(b) Compression
(c) Expansion
(d) Exhaust
Gambar 2.5 Siklus Kerja Motor Bensin Empat Langkah. [Maleev, V.L, 1945] Adapun siklus kerja motor bensin empat langkah, seperti terlihat pada gambar 2.5 adalah sebagai berikut : [Heywood, John B, 1989] 1.
Langkah Hisap Saat langkah hisap, piston bergerak dari TMA ke TMB. Katup masuk (hisap) terbuka dan katup buang tertupup, sehingga campuran bahan bakar dan udara dari karburator akan masuk silinder.
14
2.
Langkah Kompresi Langkah ini adalah gerak piston dari TMB menuju TMA. Saat pergerakan ini baik katup masuk maupun katup buang pada kondisi tertutup. Akibat kompresi ini terjadi kenaikan tekanan dan temperature silinder. Pada sekitar 7° - 10° sebelum TMA maka campuran bahan bakar dan udara yang telah dimampatkan ini akibat dinyalakan oleh percikan api dari busi, sehingga terjadilah pembakaran. Proses pembakaran ini berlangsung sampai 7° - 10° setelah TMA. Sehingga proses pembakaran campuran bahan bakar dan udara ini berlangsung kurang lebih selama 20° putaran poros engkol.
3.
Langkah Ekspansi Setelah sampai TMA gas pembakaran hasil kompresi memerlukan ruang untuk beekspansi karena tekanan dan temperaturnya yang tinggi sehingga akan mendorong piston untuk bergerak menuju TMB, Walaupun proses pembakarannya sendiri belum selesai sampai kira – kira 7° - 10° setelah TMA. Pada langkah ini baik katup hisap maupun katup buang berada pada posisi tertutup. Langkah ekspensi ini juga disebut sebagai langkah kerja karena pada langkah ini dihasilkan tenaga yang akan menggerakkan poros engkol.
4.
Langkah Buang Pada akhir langkah ekspansi di TMB selanjutnya piston akan bergerak menuju TMA. Pada langkah ini katup buang membuka dan katup masuk menutup sehingga gerakan ini akan mendorong gas sisa pembakaran untuk
15
keluar dari silinder menuju ke saluran gas buang (knalpot).Setelah sampai TMA maka siklus akan dimulai lagi dari langkah hisap dan seterusnya.
2.3.2
Motor Dua Langkah
Untuk memperoleh tenaga hanya diperlukan dua langkah piston atau satu kali putaran poros engkol. Tidak terdapat katup seperti pada mesin empat langkah. Sistem pemasukan campuran bahan bakar dan udara ke dalam silinder melalui lubang yang terdapat pada sisi silinder, begitu juga pada sistem pengeluaran gas sisa pembakaran. Siklus motor bakar dua langkah seperti terlihat pad gambar 2.6 adalah sebagai berikut : Spark plug (or fuel injektor) Exhaust ports Intake ports
Reed valve
• • •
Compression Ports closed Air inducted into crankcase
• •
Combustion, expansion Ports closed
• •
Exhaust Intake port closed
• • • •
Scavenging Intake Ports open Reed valve shut
Air compressed in crankcas (Reed valve shut)
Gambar 2.6 Siklus Motor Bakar Dua Langkah. [Maleev, V.L. , 1945]
16
1.
Langkah Kompresi Gerakan piston dari TMB menuju TMA, gerakan ini menyebabkan tertutupnya lubang pemasukan campuran bahan bakar dan udara terlebih dahulu (karena letak lubang pemasukan yang relative lebih dekat ke TMB dari pada lubang pengeluaran) dan disusul tertutupnya lubang pembuangan, sehingga untuk selanjutnya gerakan ini akan menekan campuran bahan bakar dan udara didalam silinder dan campuran dari kalburator akan terhisap menuju crank case. Ketika beberapa derajat sebelum TMA maka campuran tersebut akan dibakar oleh percikan api yang berasal dari busi.
2.
Langkah Ekspansi Gas sisa pembakaran menekan piston sehingga akan bergerak kearah TMB, lubang pembuangan yang relative lebih dekat dengan TMA akan terbuka menyusul lubang pemasukan juga terbuka. Ketika lubang pembuangan terbuka maka gas sisa pembakaran akan meuju saluran buang (knalpot), dan ketika lubang pemasukan terbuka maka campuran bahan bakar dan udara dari crank case akan masuk silinder. Setelah sampai TMB maka proses (siklus) akan berulang. Pada siklus mesin dua tak ini, proses pembakaran tidak bisa berlangsung
relative sempurna seperti pada motor empat langkah, karena pada saat piston menekan campuran bahan bakar dan udara untuk proses pembakaran, saat itulah sebenarnya campuran tersebut telah tercampur juga dengan gas sisa pembakaran sebelumnya yang belum sempat keluar lewat lubang pembuangan. Begitu juga pada saat ekspansi, ketika pembuangan gas sisa pembakaran melalui lubang
17
pembuangan, maka campuran bahan bakar dan udara yang baru masuk silinder sebagian akan ikut keluar lewat lubang pembuangan tersebut bersama gas sisa pembakaran.
2.3.3
Kecepatan Putaran Mesin
Kecepatan mesin (engine speed) adalah kecepatan putar dari poros engkol, yang dinyatakan dengan putaran per menit. Frekuensi mesin (engine freguency) juga menunjukkan besarnya putaran poros engkol, namun dalam radian per detik (radian per second).
2.3.4
Daya
Daya yang dihasilkan pada motor bakar besarnya selalu tidak konstan. Besarnya daya yang dihasilkan salah satunya tergantung pada tinggi rendahnya putaran mesin. Semalin tinggi putaran mesin maka daya yang dihasilkannya pun akan bertambah besar, namun putaran tertentu (putaran maksimum) daya akan mencapai maksimum, dan setelah itu besarnya daya yang dihasilkan akan menurun. Adapun daya mekanis yang dihasilkan motor adalah: [Petrovsky, N ] •
Tenaga Indikasi (Indicated Horse Power)
Ni =
Pi . Vd . n .i (hp) 0,45. Z
.......................................................................... (2.5)
dimana : Ni = Daya indikasi (indicated horse power) (hp) Pi = Tekanan indikasi (kg/cm2) Vd = Volume langkah (cm3) 18
n = Putaran poros engkol (rpm) i
= Jumlah silinder
Z = Perbandingan langkah siklus, untuk mesin dua langkah = 1, dan untuk mesin empat langkah = 2 •
Tenaga pada Mechanical Losses (rugi – rugi mekanik)
Nm =
Pm . Vd . n .i (hp) ....................................................................... (2.6) 0,45.Z
dimana : Nm = Tenaga yang hilang (hp) Pm = Rugi tekanan (kg/cm2) •
Tenaga Efektif (Brake Horse Power)
Nb =
Pc . Vd . n .i (hp ) 0,45. Z
................................................................... (2.7)
dimana : Nb = Daya efektif (brake horse power) (hp) Pe = Tekanan efektif (kg/cm2) •
Efisiensi Mekanik Nb = Ni – Nm
ηm =
Ni − N m x 100% ........................................................................ (2.8) Ni
Sehingga :
ηm =
Nb x 100% Ni
........................................................................ (2.9)
Karena adanya beberapa kesulitan, diantaranya menentukan besarnya tekanan indikasi dan tekanan efektif (selama siklus berlangsung, maka perhitungan daya dengan cara ini belum bisa didalam tugas akhir ini. Untuk
19
menentukan besarnya daya yang dihasilkan oleh sebuah motor bakar, keluaran motor bakar dihubungkan dengan suatu penyerap daya, dimana pada penelitian ini digunakan Sistem Prony Breake sebagai penyerap daya roda belakang sepeda motor.
2.3.5
Pengukuran Torsi
Untuk kerja dari kendaraan bermotor umumnya berkaitan dengan kemampuan untuk mempercepat, memperlambat, menanjak pada tanjakan yang lurus. Gaya dorong atau torsi dan gaya-gaya perlawanan menentukan unjuk kerja dari kendaraan. Terdapat berbagai macam alat untuk mengukur torsi dan daya kendaraan/mesin antara lain : •
Rem Prony (Prony Breake) Prinsip kerja dari prony breake adalah pengereman pada poros output mesin. Torsi yang bekerja pada rem prony adalah hasil kali besar gaya yang dipakai untuk menekan dengan panjang lengan dari poros mesin sampai ke tempat gaya bekerja.
20
Gambar 2.7 Gambar alat uji Prony Brake
Skem a Prony Brake Load adjusting nuts
Torque Arm
Brake block
Rotating wheel connected to driver
Force sensor Strap Torque Arm Radius
Gambar 2.8 Skema Prony Breake •
Rem Air (Water Brake) Prinsip Kerja dari rem air adalah membuang energi buangan melalui gesekan fluida antara roda dayung yang terpasang pada bagian dalam suatu ruangan yang berisi air. Ruang tersebut terpasang bebas diatas bantalan sehingga torsi yang bekerja padanya dapat diukur dengan lengan momen seperti yang digunakan pada prony breake.
21
•
Test Bench
Prinsip kerja dari test bench adalah roda penggerak dari kendaraan diletakkan diatas suatu silinder. Kemudian mesin dijalankan sehingga roda penggerak berputar. Roda penggerak akan memutar silinder yang ada dibawahnya dan menggerakkan silinder beban.
2.3.6
Roda Traksi
Disebut roda traksi apabila pada roda bekerja gaya traksi (gaya dorong), seperti nampak pada gambar 2.8 dibawah ini. Gaya dorong ini diperoleh dari putaran engine yang ditransmisikan keroda penggerak.
W P
r
Torque
Rotation
W r M
F1Yiμ 0
F1iYμ 0
P
Gambar 2.9 Diagram Benda Bebas Roda Traksi
2.4
PRONY BREAKE
Prony breake merupakan suatu alat uji torsi dan daya, dimana prinsip kerjanya adalah dengan melawan torsi yang dihasilkan dengan suatu gaya pengereman. Besarnya gaya pengereman diukur dengan menambahkan suatu lengan ayun, kemudian gaya pada ujung lengan ayun diukur dengan timbangan.
22
Besarnya torsi didapat dari mengalikan gaya pengereman dengan panjang lengan ayun.
2.4.1
Rumus Dasar
Apabila suatu benda berotasi terhadap sumbu tetap, maka semua titik terkecuali titik yang terdapat pada sumbu tersebut akan bergerak pada lingkaran konsentris terhadap sumbu terebut akan bergerak pada lingkaran konsentris terhadapap sumbu tersebut. Adapun kecepatan linier dari titik yang berada sejauh r dari sumbu merupakan perkalian antara kecepatan sudut (ω) dan jarak (r). Atau dengan persamaan dapat ditulis : [Sears, Francis W, Mark W Zemansky, 1994] V = ω.r ω=
v r
dimana :
, atau ............................................................................... (2.10) v = Kecepatan linier (m/s) ω = Kecepatan sudut (rad/s) r = jarak (m)
Sedangkan percepatan sudut (α) merupakan turunan dari kecepatan sudut terhadap waktu dan besarnya sama dengan percepatan tangensial (a) di bagi jarak (r). [Sears, Francis W, Mark W Zemansky, 1994] α=
dω a = dt r
dimana :
......................................................................... (2.11) α = Percepatan sudut (rad/s2) a = Percepatan linier (m/s2) t = Waktu (s) 23
Momen inersia suatu benda menunjukkan daya tahan terhadap percepatan rotasional benda tersebut. Apabila ada suatu elemen massa dm yang memiliki percepatan tangensial pada jejak rotasional rα, maka menurut hukum Newton II gaya yang terjadi adalah rαdm, momen pada sumbu adalah r2αdm, maka jumlah momen untuk semua elemen adalah ∫ r2 α dm. Karena α untuk semua elemen adalah sama maka α dapat dikeluarkan dari integral, dan integral yang tersisa disebut momen inersia massa (I). [Sears, Francis W, Mark W Zemansky, 1994] I = ∫ r2 dm ................................................................................ (2.12) dimana :
I
= Momen inersia massa (kg.m2)
r
= Jarak (m)
dm = Elemen massa (kg) Untuk suatu silinder berongga dengan panjang I, radius dalam ri, radius luar ro dan rapat massa ρ, maka : [Sears, Francis W, Mark W Zemansky, 1994] dm = ρ . dv = ρ . (2πr dr) . l ρ = Rapat massa (kg/m3)
dimana :
dv = Elemen volum (m3) Maka momen inersia massanya : ro
I =2πlρ
∫r
r1
3
dr =
π 1ρ 2
(ro4 – ri4)
Massa m seluruh silinder adalah hasil kali rapat massa dengan volumnya. Volume ditentukan berdasarkan : V = π l (ro2 – ri2)
24
Maka : m = π l ρ (ro2 – ri2) sehingga momen inersianya adalah :
(
I = 12 m r12 + r02
)
......................................................................... (2.13)
Untuk silinder pejal, ri = 0 dan jari-jari luar ro = r, maka momen enersianya adalah I = ½ m r2
......................................................................... (2.14)
Apabila suatu benda tegar diputar terhadap suatu sumbu tetap, maka resultan gaya putar (torsi) terhadap sumbu itu sama dengan hasil kali momen inersia masa benda itu terhadap sumbu dengan percepatan sudut, sehingga : T= I . α Sedangkan daya yang di timbulkan oleh torsi T dengan kecepatan v adalah ; P=F.v dan karena F . r =T, maka: P=T. ω
2.4.2
Rumus Perhitungan
Pada penelitian ini, alat ukur di letakkan di bawah rol beban yang dihubungkan dengan spoket, sehingga variabel yang didapat dari alat ukur adalah kecepatan sudut rol beban dan waktu yang diperlukan rol beban dari keadaan diam hingga mencapai kecepatan konstan, setelah sepeda motor di hidupkan. Dari kedua variabel di atas dapat dicari percepatan sudut rol beban sehingga dapat di cari pula torsi rol beban, yaitu dengan mengalikan percepatan sudut rol beban dengan momen inersia massa rol beban. Sedangkan daya rol beban di dapat
25
dengan mengalikan torsi rol beban dengan kecepatan sudut rol beban saat beban mencapai kecepatan konstan. [Sears, Francis W, Mark W Zemansky, 1994].
2.4.2.1 Perhitungan Torsi dan Daya yang Diterima Rol Beban
Percepatan sudut rol beban merupakan slope kecepatan sudut rol beban terhadap waktu. Sedangkan torsi rol beban merupakan hasil perkalian percepatan sudut rol beban dengan momen inersia massa rol beban , sehingga dapat dirumuskan :
Trb = I rb × α rb
........................................................................... (2.15)
dimana : Trb = torsi diterima rol beban (Nm) Irb = momen inersia massa rol beban (kg.m2)
α rb = perccepatan sudut rol beban ( rad
s2
)
Untuk jumlah data yang banyak, maka nilai percepatan sudut rol beban dicari dengan:
α rb =
N ∑ Xi . Yi − (∑ Xi )( . ∑ Yi ) N∑ X i2 − (∑ X i )
2
.............................................. (2.16)
dimana : N = jumlah data Xi = nilai waktu data ke-1 (s)
(
Yi = nilai kecepatan sudut data ke-1 rad
s
)
Sedangkan daya yang di terima rol beban adalah hasil kali rol beban dengan kecepatan sudut rol beban saat mencapai kecepatan konstan, sehingga :
Prb = Trb xωrb
....................................................................... (2.17)
26
dimana : Prb = daya yang diterima rol beban (Watt)
(
ωrb = kecepatan sudut rol beban rad s
)
2.4.2.2 Perhitungan Daya yang Diserap Rol Pendukung
Rol pendukung berfungsi untuk meneruskan daya yang diberikan oleh roda belakang sepeda motor. Karena mempunyai momen inersia massa yang relative besar maka pada saat meneruskan daya ke rol beban terjadi pengurangan daya yang diteruskan diakibatkan adanya daya yang digunakan untuk menggerakkan rol pendukung tersebut. Adapun besarnya daya yang terserap pada rol pendukung dapat dinyatakan dengan persamaan : [Gillespie, Thomas D, 1994] Pp = Ip . αp . ωp ............................................................................. (2.18) dimana :
Pp = Daya yang diserap rol pendukung (watt) Ip = Momen inersia rol pendukung (kg.m2) αp = Percepatan sudut rol pendukung (rad/s2) ωp = Kecepatan sudut rol pendukung (rad/s)
2.4.2.3 Perhitungan Rugi-rugi
Daya yang dihasilkan oleh roda belakang diteruskan ke rol beban/rol pengereman melalui rol pendukung, serta melalui sistem spocket dan rantai. Selain itu rol pendukung diletakkan pada bantalan (bearing) sehingga terjadi rugirugi selama daya diteruskan ke rol beban/rol pengereman.
27
2.4.2.3.a
Perhitungan Rugi pada Bantalan
Bantalan yang digunakan adalah bantalan gelinding pillow block. Adapun daya yang hilang pada bantalan dinyatakan dalam rumus : [Spotts, MF, Shoup, TE, 1998]. Tb . n ...................................................................................... (2.19) 9550
Lb =
Tb = F1 . l . rb .............................................................................. (2.20) FI =
2 π . μ b . v b . rb ............................................................................ (2.21) c
Ub =
π.d b .n .................................................................................... (2.22) 60
dimana : Lb = Daya yang hilang pada bantalan (watt) Tb = Torsi yang hilang pada bantalan (N) n = Putaran bantalan (Rpm) Fl = Gaya gesek tangensial persatuan panjang (N) l
= Panjang bantalan (m)
rb = Jari-jari bantalan (m) vb = Kecepatan tangensial (m/s) c = Radial clearance (m) μb = Viskositas oli pada bantalan (N.s/m2) Ub = Kecepatan tangensial bantalan (m/s) db = Diameter bantalan (m)
28
2.4.2.3.b Perhitungan Rugi Pada Rantai
Pada prony breake, rantai berfungsi menghubungkan poros rol pendukung dengan poros rol beban/rol pengereman. Efisiensi pada rantai dinyatakan sebagai perbandingan antara daya yang hilang dengan besar daya yang diteruskan. [Niemann, Gustav, Winter, H, 1985] ηc = 1 −
A sek ................................................................................... (2.23) A
Asek = π.μ.(Fc + 2FF ). A = Fc . v
v dB i + 1 . . ..................................................... (2.24) zI t i
................................................................................... (2.25)
75N 4,5.106 xN = Fc = ................................................................... (2.26) v ztn FF =
G 2 x v ..................................................................................... (2.27) g
v=
t c .z . n ....................................................................................... (2.28) 6000
dimana : ηc = Efisiensi rantai Asek = Rugi kerja perdetik karena joint friction (watt) A
= Driving work per second (watt)
N
= Daya yang diteruskan (HP)
μ
= Koefisien gesek
v
= Kecepatan peripheral (m/s)
zl
= Jumlah gigi spocket kecil
dB = Diameter pin (m) tc
= Pitch (m)
Fc = Gaya keliling (N)
29
n
= Putaran poros (rpm)
G
= Berat rantai persatuan panjang (N/m)
g
= Percepatan grafitasi (m/s2)
Sehingga daya yang hilang karena transmisi rantai adalah : Lc = (1 - ηc) . Prb ......................................................................... (2.29) dimana : Lc = Daya yang hilang pada rantai (watt) Prb = Daya rol beban (watt)
2.4.2.3.c
Perhitungan Rugi Total
Rugi total menyatakan besarnya kerugian yang terjadi pada saat daya diteruskan dari roda belakang motor sampai ke rol beban. Adapun rugi total merupakan penjumlahan dari rugi-rugi diatas, sehingga rugi totalnya adalah : Ltot = Lb + Lc ............................................................................. (2.30) dimana : Ltot = rugi total (Watt) Lb = daya yang hilang pada bantalan (Watt) Lc = daya yang hiilang pada rantai (Watt)
2.4.2.4
Perhitungan Daya dan Torsi Roda Belakang
Daya diteruskan dari roda belakang sampai rol beban/rol pengereman. Daya pada roda belakang merupakan penjumlahan daya yang terserap pada rol ditambah dengan rugi-rugi yang terjadi pada saat meneruskan daya dari roda belakang ke rol beban/rol pengereman. Sehingga daya pada roda belakang dapat ditulis sebagai berikut :
30
Pw = Prb + Pp + L tot .......................................................................... (2.31) dimana : Pw = daya pada roda belakang (Watt) Prb = daya pada rol beban (Watt) Pp = daya yang diserap rol pendukung (Watt) Ltot = rugi-rugi total instumen pendukung (Watt) Daya pada roda belakang juga merupakan hasil kali torsi roda belakang dengan kecepatan sudut roda belakang, sehingga :
Pw = Tw . ωw Tw =
Pw ......................................................................................... (2.32) ωw Tw = torsi pada roda belakang (Nm)
dimana :
Pw = daya pada roda belakang (watt) ωw = kecepatan sudut roda belakang (rad/s)
2.5
PERHITUNGAN RALAT
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa kesalahan dalam pengukuran tidak dapat dihindari, yang dapat dilakukan adalah memperkeil kesalahan. Untuk besaran yang diperoleh secara langsung dari pengamatan, maka nilai terbaiknya adalah nilai rata-rata dari besaran tersebut. Misalkan besaran x diukur sebanyak N kali dengan nilai terukur
:
x1, x2, x3,…xi maka nilai
terbaiknya adalah x :
x =
1 N
N
∑
i =1
x
i
....................................................................... (2.33)
31
Sedangkan selisih antara nilai-nilai terukur dengan x dinamakan deviasi (δ) yang dapat dituliskan sebagai berikut :
δ = xi − x
........................................................................... (2.34)
Untuk menunjukkan ralat kebetulan secara kuantitatif, didefinisikan sebagai : a.
Deviasi standar (standard deviation) :
∑ (δ ) N
SX =
i =1
2
Xi
N
.............................................................................. (2.35)
b.
Deviasi rata-rata fraksional atau relative : A = (a/x) 100%
c.
Deviasi standar fraksional atau relative : S = (s/x) 100%
Hasil pengukuran yang disajikan adalah : x = x ± Δx
Δx dapat diambil s/2, s 2s atau sekian kali dari s bergantung pada pengamat. Disini diambil Δx sama dengan Sx yang disebut sebagai ralat mutlak, sedangkan ralat nisbinya (relative) adalah : Sx x 100% x
Sehingga hasil akhir (nilai sebenarnya) pengukuran adalah : _
x = x± S _ ; atau X
−
x = x±
Sx −
x 100%
.................................................................................... (2.36)
x Sedangkan keseksamaannya adalah : 100% dikurangi ralat nisbinya.
32