13
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu Peranan tinjauan pustaka adalah untuk menghindari duplikasi, kesalahan metode dan mengetahui posisi penelitian seseorang dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Dapat juga merupakan kebutuhan ilmiah yang berguna untuk memberikan kejelasan, diteliti melalui khasanah pustaka dan sebatas jangkauan yang didapatkan untuk memperoleh data. Dalam hal ini pentingnya penelitian untuk mengetahui penerapan etika bisnis Islam pedagang konveksi di pasar Kahayan Palangka Raya ini terbukti dengan adanya penelitian-penelitian terdahulu. Skripsi Nurmeidafitra yang berjudul Etika Bisnis Warung Internet (Warnet) Bagi Muslim Di Kecamatan Pahandut Dan Jekan Raya (Studi Terhadap 5 Warnet). Penelitian ini memfokuskan pada studi terhadap penerapan konsep etika bisnis warnet pada warnet-warnet yang ada di kecamatan Pahandut dan Jekan Raya. Hal yang membuat penulis tertarik meneliti tentang warnet ini adalah unsur negatif yang dimiliki oleh media internet, seperti banyaknya situs-situs (alamat website) yang tidak selayaknya dilihat dan diketahui dengan bebas oleh masyarakat. Serta beberapa permainan yang didalamnya terdapat unsur perjudian. Melihat permasalahan ini maka perlu adanya suatu etika atau aturan yang diterapkan oleh pelaku usaha warnet agar warnetnya tetap di pandang baik oleh masyarakat. Karena sebagian masyarakat memandang 13
14
negatif akan usaha warnet ini. Usaha warnet di pandang dapat mendatangkan suatu kemudharatan, karena banyaknya hal-hal yang berunsur negatif seperti lupanya seseorang akan waktu (ibadah, belajar, makan, tidur, bekerja dan lain sebagainya). Hasil penelitian ini menunjukkan pandangan dari pemilik warnet yang menyatakan konsep etika bisnis yang diterapkan pada warnet mereka adalah sangat baik, hal ini sangatlah penting untuk diterapkan guna menjaga moral yang ada di masyarakat. Namun dalam penerapan etika bisnis ini mempunyai pengaruh atau efek yang dapat meragukan pelaku usaha (WARNET) yaitu dalam hal pendapatan hasil usaha yang berkurang pada warnet yang mereka kelola. Dan juga tantangan ketika menerapkan etika bisnis adalah kurangnya perhatian para pengguna jasa internet dalam menaati peraturan yang telah dibuat.1 Skripsi Muhammad Darmanto dengan judul “Praktik Etika Dalam Transaksi Bisnis Masyarakat Muslim (studi Kasus Pengurangan Berat Timbangan dalam Transaksi Jual Beli Karet di Desa Puri Kecamatan Raden Batuah Kabupaten Barito Timur)”. Permasalahan yang diangkat adalah mengenai praktik pengurangan berat timbangan dalam transaksi jual beli karet di Desa Puri Kecamatan Raden Batuah Kabupaten Barito Timur. Mengkaji mengenai hal-hal yang melatarbelakangi pengurangan berat timbangan dalam transaksi jual beli karet dan mengkaji pengurangan berat timbangan dalam transaksi jual beli karet di Desa Puri Kecamatan
1
Nurmeidafitra, Skripsi “Etika Bisnis Warung Internet (Warnet) Bagi Muslim Di Kecamatan Pahandut Dan Jekan Raya (Studi Terhadap 5 Warnet)”, Palangka Raya: STAIN Palangka Raya, 2011.
15
Raden Batuah Kabupaten Barito Timur dalam perspektif etika bisnis Islam. Gambaran praktik pengurangan berat timbangan karet di Desa Puri Kecamatan Raden Batuah Kabupaten Barito Timur adalah pengurangan berat timbangan yang dilakukan pembeli tidak pasti karena tergantung dari berat timbangan karet, akan tetapi biasanya terkadang 0,5 kg atau lebih namun paling besar 1 kg. Pengurangan berat timbangan ini juga dilakukan oleh pembeli kepada semua penjual baik timbangan karetnya 8 kg – 50 kg. Daya beban timbangan yang digunakan adalah timbangan mampu mengangkat beban 50 kg. Pengurangan berat timbangan ini juga dilakukan setiap kali pembeli menimbang karet, meskipun pemilik karetnya orang yang sama. Jadi jika seorang penyadap menjual hasil sadapan 200 kg maka akan terjadi 4 kali pengurangan berat timbangan. Latar belakang pengurangan berat timbangan pada transaksi jual beli karet adalah faktor dari penjual karena karet mengandung air, sakrap, dan ditimbang dimasukkan dalam karung. Faktor dari pembeli karena menurut mereka karet akan berkurang beratnya ketika akan dijual kembali dan timbangan setengah kilogram tidak dihitung pada transaksi jual beli karet. Pengurangan berat timbangan pada transaksi jual beli karet di Desa Puri Kecamatan Raden Batuah Kabupaten Barito Timur menurut perspektif etika bisnis Islam merupakan hal yang tidak etis karena akan merugikan salah satu pihak yakni penjual karet, terutama bagi yang berpenghasilan menyadap sedikit. Menurut hukum Islam hal ini termasuk
16
dalam golongan transaksi jual beli bathil meskipun rukun jual beli yakni akad, orang yang berakad, objek akad telah terpenuhi namun pengurangan berat timbangan terutama karena merugikan salah satu pihak merupakan hal yang tidak sesuai syari’at.2 Penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Ma’ruf dengan judul
Etika Bisnis Pedagang Muslim Suku Banjar di Samuda. Penelitian ini berusaha mendeskripsikan etika bisnis pedagang muslim suku banjar di Samuda dalam penetapan harga barang, memasarkan barang dan memuaskan konsumen. Hasil dari penelitian ini mengungkapkan bahwa etika pedagang suku Banjar di Samuda dalam menetapkan harga sangat sesuai dengan etika bisnis Islam karena selama proses dalam menetapkan harga tidak ada unsur kezaliman atau penipuan yang dapat merugikan salah satu pihak. Pola pemasaran pedagang di Samuda konsep orientasinya masih menganut konsep pemasaran lama, di mana prioritas laba menjadi tujuan utama. Sikap dan norma subyektif pedagang mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap minat para pelangan.3 Berdasarkan hasil keseluruhan penelusuran yang peneliti lakukan terhadap penelitian yang sebelumnya. Peneliti juga menegaskan bahwa penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti memiliki karakteristik
2
Muhammad Darmanto, Skripsi “Praktik Etika Dalam Transaksi Bisnis Masyarakat Muslim (studi Kasus Pengurangan Berat Timbangan dalam Transaksi Jual Beli Karet di Desa Puri Kecamatan Raden Batuah Kabupaten Barito Timur)”, Palangka Raya: STAIN Palangka Raya, 2011. 3 Muhammad Ma’ruf, Skripsi “Etika Bisnis Pedagang Muslim Suku Banjar di Samuda”, Palangka Raya: STAIN Palangka Raya, 2012.
17
tersendiri yang berbeda dengan penelitian sebelumnya, yakni pada pokok permasalahannya sebagai berikut : 1. Kajian ini akan dilakukan pada sebuah situasi dan kondisi yang berbeda dengan subjek 5 orang pedagang konveksi di pasar Kahayan Tradisional Modern kota Palangka Raya. 2. Mengkaji lebih dalam mengenai etika bisnis Islam pedagang yang menjual barang dagangan konveksi di Pasar Kahayan Tradisional Modern kota Palangka Raya, dari segi transaksi akad, pelayanan dan kejujuran pedagang. Dengan kedua karakteristik diatas, diharapkan penelitian ini mampu mendeskripsikan konsep etika bisnis secara Islami pada pedagang konveksi khususnya di Pasar Kahayan Tradisional Modern Kota Palangka Raya dan mendeskripsikan sebuah standar etik tersendiri dalam dunia perdagangan. Sehingga nantinya pedagang konveksi di Pasar Kahayan Tradisional Modern memiliki ukuran etis dalam berbisnis.
B. Deskripsi Teoritik 1. Etika Bisnis Islam a. Pengertian Etika Secara etimologi, etika berasal dari bahasa Yunani Kuno yaitu ethos yang berarti sikap, cara berpikir, adat kebiasaan (custom), akhlak, perasaan, watak kesusilaan. 4 Ethos dalam bentuk jamak yaitu ta-etha mempunyai arti adat kebiasaan. Dari kata
4
Kahar Mansur, Membina Moral dan Akhlak, Jakarta: Renika Cipta, 1994, hal. 3.
18
inilah terbentuk istilah etika yang telah dipakai oleh seorang filsuf besar Yunani, Aristoteles (384-322 SM) untuk menunjukkan filsafat moral.5 Etika berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik, baik pada diri seseorang maupun pada suatu masyarakat. Ini berarti etika berkaitan dengan nilai-nilai, tata cara hidup yang baik, aturan hidup yang baik, dan segala kebiasaan yang di anut dan diwariskan dari satu orang ke orang yang lain atau dari satu generasi ke generasi yang lain. Kebiasaan ini lalu terungkap dalam perilaku berpola yang terus berulang sebagai sebuah kebiasaan. 6 Menurut
Manner
dan
Custom
dalam
buku
Etika
Nikomacheia, etika adalah yang berkaitan dengan tata cara dan kebiasaan (adat) yang melekat dalam kodrat manusia (In herent in human nature) yang terikat dengan pengertian baik dan buruk suatu tingkah laku atau perbuatan manusia. Sedangkan menurut Drs. Sidi Gajalba, etika adalah tingkah laku perbuatan manusia dipandang dari segi baik dan buruk, sejauh yang dapat ditentukan oleh akal.7 Etika dapat didefinisikan sebagai satu usaha sistematis dengan menggunakan akal untuk memaknai individu atau sosial kita, pengalaman moral, dimana dengan cara itu dapat menentukan
5
http://viansan88.blogspot.com/2011/11/pengertian-etika-bisnis.html, (diunduh tgl 21 April 2012 pukul 05.10 WIB). 6 A. Sonny Keraf, Etika Bisnis Tuntunan dan Relevansinya, Yogyakarta: Kanisius, 1998, hal. 14. 7 http://duniabaca.com/pengertian-etika-dan-macam-macamnya.html, (diunduh tgl 21 April 2012 pukul 05.07 WIB).
19
peran yang akan mengatur tindakan manusia dan nilai yang bermanfaat dalam kehidupan.8 Etika adalah sebuah ilmu yang mempelajari bagaimana berperilaku jujur, benar, dan adil. Etika merupakan cabang ilmu filsafat, mempelajari perilaku moral dan immoral, membuat pertimbangan matang yang patut dilakukan oleh seseorang kepada orang lain.9 Etika secara terminologis adalah: The systematic study of the nature of value concepts, good, bad, ought, right, wrong, etc. and of the general principles which justify us in applying them to anything, also called moral philosophy. Ini artinya, bahwa etika merupakan studi sistematis tentang tabiat konsep nilai, baik, buruk, harus, benar, salah dan lain sebagainya dan prinsip-prinsip umum yang membenarkan kita untuk mengaplikasikannya atas apa saja. Di sini etika dapat dimaknai sebagai dasar moralitas seseorang dan di saat bersamaan juga sebagai filsufnya dalam berperilaku. Secara terminologis arti kata etika sangat dekat pengertiannya dengan istilah al-Qur’an al-khuluq. Untuk mendeskripsikan konsep kebajikan, al-Qur’an menggunakan sejumlah terminologi sebagai berikut: khair, bir, qist, ‘adl, haqq, ma’ruf, dan taqwa.10 Etika juga bisa diartikan seperangkat prinsip moral atau nilai yang dapat membedakan yang baik dan yang buruk. Dengan
8
Muhammad, Etika Bisnis Islami ...., hal. 37. Gatut L. Budiono, Etika Bisnis Pendekatan Teoritis dan Praktis, Jakarta: Poliyama Widya Pustaka, 2008, hal. 2-3. 10 Faisal Badroen, dkk., Etika Bisnis dalam Islam, Jakarta: Kencana, 2006, hal. 5-6. 9
20
kata lain, etika merupakan usaha dengan akal budinya yang bersifat normatif untuk menentukan apa yang harus dilakukan atau tidak dilakukan oleh seorang individu mengenai penyelenggaraan hidup yang baik.11 Yang mana seorang pedagang dalam pandangan etika Islam bukan sekedar mencari keuntungan, melainkan juga keberkahan yaitu kemantapan dari usaha itu dengan memperoleh keuntungan yang wajar dan diridhoi oleh Allah SWT. Menurut pandangan Islam etika merupakan pedoman yang digunakan umat Islam untuk berperilaku yang baik dalam segala aspek kehidupan. b. Pengertian Bisnis Setiap manusia memerlukan harta atau uang untuk mencukupi segala kebutuhan hidupnya. Manusia akan selalu berusaha memperoleh harta kekayaan itu. Salah satunya dengan bekerja, sedangkan salah satu dari berbagai pekerjaan adalah berbisnis. Bisnis merupakan suatu kata yang populer dalam kehidupan sehari-hari. Pada zaman modern sekarang ini dunia bisnis semakin kompleks, dan membutuhkan banyak waktu bagi mereka yang ingin mempelajarinya serta mempraktekkannya sampai berhasil. Dalam kamus bahasa Indonesia, bisnis diartikan sebagai usaha dagang, usaha komersial di dunia perdagangan, dan bidang usaha. Skinner mendefinisikan bisnis sebagai pertukaran barang, jasa atau uang yang saling menguntungkan atau memberi manfaat.
11
Muhammad, Etika Bisnis Islami ...., hal. 38.
21
Menurut Anoraga dan Soegiastuti, bisnis memiliki makna dasar sebagai “the buying and selling of goods and services. Bisnis sebagai aktifitas jual beli barang dan jasa. Straub dan Attner (1994) mendefinisikan bisnis adalah suatu organisasi yang menjalankan aktivitas produksi penjualan barang dan jasa yang dinginkan oleh konsumen untuk memperoleh profit.12 Pengertian bisnis menurut Hughes dan Kapoor ialah business is the organized effort of individuals to produce and sell for a profit, the goods and services that satisfy society’s needs. The generalterm business refers to all such efforts within a society or within an industry. Maksudnya bisnis ialah suatu kegiatan usaha individu yang terorganisasi untuk menghasilkan dan memenuhi kebutuhan masyarakat. Secara umum kegiatan ini ada dalam masyarakat dan ada dalam industri. Bisnis adalah sebuah aktivitas yang mengarah pada peningkatan nilai tambah melalui proses penyerahan jasa, perdagangan atau pengelolaan barang (produksi). Adapun bentukbentuk bisnis itu sendiri yaitu aktivitas berupa jasa, perdagangan dan industri guna memaksimalkan nilai keuntungan yang diperoleh.13 Bisnis merupakan suatu lembaga atau organisasi yang menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Dalam hal ini termasuk jasa dari pihak pemerintah dan swasta yang 12
M. Ismail Yusanto, dan M. Karebet Widjajakusuma, Menggagas Bisnis Islami, Cet. 1, Jakarta: Gema Insani Press, 2002, hal. 15. 13 Muhammad, Manajemen Bank Syariah…., hal. 57.
22
disediakan untuk melayani anggota masyarakat. Bisnis berarti sejumlah total usaha yang meliputi pertanian, produksi, kontruksi, distribusi, transportasi, komunikasi.14 Griffin dan Ebert yang dikutip oleh Amirullah Imam Hardjanto, berpendapat bahwa bisnis merupakan suatu organisasi yang menyediakan barang atau jasa yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan. Laba dalam hal ini diperoleh dari selisih antara penerimaan bisnis dengan biaya-biaya yang dikeluarkan.15 Dari semua definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa bisnis merupakan suatu organisasi atau pelaku bisnis yang melakukan
aktivitas
bisnis
dalam
bentuk
memproduksi,
mendistribusikan barang atau jasa, mencari keuntungan dan mencoba memuaskan keinginan konsumen. Sedangkan bisnis Islami adalah serangkaian aktivitas bisnis dalam berbagai bentuknya yang tidak dibatasi jumlah (kuantitas) kepemilikan harta (barang/jasa) termasuk profitnya, namun dibatasi dalam cara perolehannya dan pendayagunaan (pengelola dan pembelanjaannya) hartanya (ada aturan halal dan haram).16 c. Pengertian Etika Bisnis Etika bisnis berarti pemikiran atau refleksi tentang moralitas dalam ekonomi dan bisnis, yaitu refleksi tentang
14
H. Buchari Alma dan Donni Juni Priansa, Manajemen ...., hal. 115-116. Amirullah Imam Hardjanto, Pengantar Bisnis, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2005. Hal. 2. 16 M. Ismail Yusanto, dan M. Karebet Widjajakusuma, Menggagas ...., hal. 17-18. 15
23
perbuatan baik, buruk, terpuji, tercela, benar, salah, wajar, tidak wajar, dari perilaku seseorang dalam berbisnis atau bekerja.17 Etika bisnis merupakan penerapan tanggung jawab sosial suatu bisnis yang timbul dari dalam perusahaan itu sendiri. Bisnis selalu berhubungan dengan masalah-masalah etis dalam melakukan kegiatannya sehari-hari.18 Etika bisnis merupakan penerapan nilai-nilai atau standarstandar moral dalam kebijakan, kelembagaan dan perilaku bisnis yang diterapkan untuk meningkatkan good will yang diperoleh dari citra positif dari bisnis yang dijalankan. Dengan kata lain, etika bisnis sebagai salah satu dari disiplin ilmu yang berhubungan dengan persoalan-persoalan perilaku bisnis dalam berbagai konteksnya, sekaligus menawarkan seperangkat nilai bisnis, agar dapat menjembatani persoalan-persoalan yang melingkupinya dengan tanpa menyimpang dari hakikat perdagangan dan nilai-nilai kemanusiaan.19 Jadi, dapat disimpulkan bahwa etika bisnis adalah hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan ekonomi secara keseluruhan. d. Etika Bisnis Islam Etika bisnis Islam adalah susunan adjective (perbuatan baik, buruk, terpuji, tercela, benar, salah, wajar, tidak wajar) ditambah dengan halal dan haram (degrees of lawful and
17
Faisal Badroen, dkk., Etika Bisnis ...., hal. 70. Indriyo Gitosudarmo, Pengantar Bisnis Edisi 2, Yogyakarta: BPFE, 1996, hal. 52. 19 http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/09/pengertian-etika-bisnis/, Ibid., (diunduh tgl 21 April 2012 pukul 05.03 WIB). 18
24
illegitimate), sejumlah perilaku etis bisnis (akhlaq al islamiyah) yang dibungkus dengan dhawabith syariyah (batasan syariah).20 Dalam pandangan Islam, etika merupakan pedoman yang digunakan umat Islam untuk berperilaku dalam segala aspek kehidupan. Yang mana etika bisnis Islami merupakan nilai-nilai etika Islam dalam aktivitas bisnis yang telah disajikan dari perspektif Al-Qur’an dan Hadis yang mana bertumpu pada enam prinsip, yaitu: kebenaran, kepercayaan, ketulusan, persaudaraan, pengetahuan, dan keadilan. Etika bisnis Islam dianggap penting untuk mengembalikan moralitas dan spiritualitas ke dalam dunia bisnis.21 Hal ini karena etika bisnis mampu menciptakan reputasi yang bisa dijadikan sebagai keunggulan bersaing. Jadi, etika bisnis Islam adalah pedoman yang digunakan umat Islam berdasarkan al-Qur’an dan Hadits untuk berperilaku yang baik (akhlaq al islamiyah) yang dibungkus dengan dhawabith syariyah (batasan syariah) dalam segala aspek kehidupan termasuk bisnis. Semua ini mencakup bagaimana kita menjalankan bisnis secara adil (fairness), sesuai dengan hukum yang berlaku tidak bergantung pada kedudukan individu ataupun perusahaan di masyarakat. 2. Transaksi (akad) Jual Beli Pengertian transaksi (akad) menurut Hasbi Ash Shiddeqy yang mengutip definisi yang dikemukakan Al-Sanhury, bahwa akad adalah 20
Faisal Badroen, dkk., Etika Bisnis ...., hal. 71. Lukman Fauroni, Etika Bisnis Dalam …., hal. 48.
21
25
perikatan ijab dan kabul yang dibenarkan syara’ yang menetapkan kerelaan kedua belah pihak.22 Akad menurut
pendapat ulama Syafi’iyah, Malikiyah, dan
Hanabilah yaitu segala sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang berdasarkan keinginannya sendiri, seperti wakaf, talak, pembebasan, atau sesuatu yang pembentukannya membutuhkan keinginan dua orang seperti jual beli, perwakilan dan gadai. Ulama fiqih mendefinisikan akad yaitu perikatan yang ditetapkan dengan ijab qabul berdasarkan ketentuan syara yang berdampak pada objeknya. 23 Secara sederhana transaksi (akad) diartikan peralihan dan pemilikan dari satu tangan ke tangan lain. Ini merupakan salah satu cara dalam memperoleh harta di samping mendapatkan sendiri sebelum menjadi milik seseorang dan ini merupakan cara yang paling lazim dalam mendapatkan hak. Transaksi itu secara umum dalam alQur’an diartikan dengan tijarah. Adapun cara berlangsungnya akad tersebut yang sesuai dengan kehendak Allah adalah menurut prinsip suka sama suka, terbuka dan bebas dari unsur penipuan untuk mendapatkan sesuatu yang ada manfaatnya dalam pergaulan hidup di dunia. Prinsip tersebut diambil dari petunjuk umum yang disebutkan dalam al-Qur’an dan pedoman yang diberikan dalam sunnah Nabi. Kegiatan bisnis dan perdagangan harus dijalankan oleh pihakpihak yang terlibat atas dasar suka sama suka. Tidak boleh dilakukan 22
H. Abdul Rahman Ghazaly, Fiqh Muammalah, Jakarta: kencana, 2010, hal 52. H. Rachmat Syafe’i, Fiqh Muammalah, Bandung: Pustaka Setia, 2001, hal. 43-45.
23
26
atas dasar paksaan, kezaliman, menguntungkan satu pihak di atas kerugian pihak lain. 24 Adanya prinsip pokok suka sama suka ditemukan secara gamblang dalam surah An-Nisa ayat 29 :
Artinya : ”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka samasuka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” Dari ayat tersebut ditarik kesimpulan bahwa yang menjadikan kriteria suatu transaksi yang hak dan sah adalah adanya unsur suka sama suka didalamnya. Segala bentuk transaksi yang tidak terdapat padanya unsur suka sama suka, maka transaksi tersebut adalah batil, yang berarti memakan harta orang lain secara tidak sah. Rukun pokok dalam akad jual beli adalah ijab qabul. Ijab adalah perkataan yang diucapkan oleh penjual atau yang mewakilinya, qabul adalah perkataan yang diucapkan oleh pembeli atau yang mewakilinya. Adanya ijab qabul dalam transaksi ini merupakan indikasi yang meyakinkan tentang adanya rasa suka sama suka dari
24
Joko Syahban, Berbisnis Bersama Tuhan, Bandung: Hikmah (PT. Mizan Publika), 2008, hal. 45.
27
pihak-pihak yang mengadakan transaksi. 25 Selanjutnya selain ijab qabul, rukun jual beli juga ada orang yang berakad (penjual dan pembeli), dan ma’qud (objek akad), ada nilai tukar pengganti barang. 26 Akad jual beli dapat dilakukan dengan metode ucapan lisan dan perbuatan. Menurut Imam Nawawi ra. bahwa ucapan ijab qabul tidak terikat dengan ucapan tertentu karena tidak ada dalil yang mensyari’atkannya tapi ucapan tersebut mengikuti tradisi yang berlaku sebagaimana hal lainnya. Dalam kaidah ilmu fiqih dikatakan: “adat istiadat itu memiliki kekuatan hukum”, yang dimaksud adat disini adalah adat yang tidak menyelisihi syari’at Islam. Pada waktu sekarang kita dapat menemukan cara lain yang dapat ditempatkan sebagai indikasi seperti saling mengangguk atau saling menandatangani suatu dokumen, maka yang demikian telah memenuhi unsur suatu transaksi. Adapun jual beli seperti di toko swalayan atau sejenisnya dibolehkan karena cara ini termasuk dalam jual beli dengan metode mu’athah, yaitu dengan saling menyerahkan barang yang dimaksudkan oleh masing-masing dari yang menjalankan akad jual beli. Umpamanya pembeli telah menyerahkan uang dan penjual melalui petugasnya di kasir telah memberikan barang, slip tanda terima dan ucapan terima kasih, maka sahlah jual beli itu. Kedua belah pihak yang menjalankan akad jual beli harus suka sama suka dan rela atau ridha dengan akad tersebut tanpa ada unsur paksaan. 25
Amir Syarifuddin, Garis-garis Besar Fiqih, Jakarta:Prenada Media, 2003, hal. 189-200. H. Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, Bandung: Sinar Baru Algasindo, 2005, hal. 279.
26
28
Sabda Rasulullah saw.: “Sesungguhnya perniagaan itu hanyalah perniagaan yang didasari oleh suka sama suka”. (HR. Ahmad, Ad Daruqutni, Al-Baihaqi dan dishahihkan oleh Al Hafidz Ibnu Hajar dan Al-Albani).27
Bentuk dan cara pelaksanaan jual beli sangat beragam. Allah menetapkan prinsip umumnya dan Nabi Muhammad saw memberikan pedomannya dalam hal jual beli ini karena agama tidak menginginkan umatnya memakan hak orang lain secara tidak hak. Syarat yang berkaitan dengan Ijab qabul itu sendiri ialah barang dan nilai barang yang diperjualbelikan. Syarat yang harus dipenuhi kedua belah pihak dalam melakukan transaksi adalah bahwa ijab dan qabul itu dilakukan dengan sadar dan sengaja oleh orang yang telah sempurna akalnya, sudah mencapai usia yang mampu membedakan. Adapun syarat yang mestinya dipenuhi berkenaan dengan objek transaksi adalah sebagai berikut : a. Barang yang diperjualbelikan mestilah bersih materinya. b. Barang yang diperjualbelikan haruslah barang yang bermanfaat. c. Barang atau uang yang dijadikan objek itu betul-betul telah menjadi milik orang yang melakukan transaksi. d. Barang atau uang yang telah miliknya itu haruslah telah berada ditangannya atau dalam kekuasaannya dan dapat diserahkan sewaktu terjadi transaksi, dan tidak mesti berada dalam majlis akad. 27
Muammar Nas, Kedahsyatan Marketing Muhammad, Bogor: Pustaka Iqro Internasional, 2010, hal. 12-13.
29
e. Barang atau uang yang dijadikan objek transaksi itu mestilah sesuatu yang diketahui secara transparan, baik kualitas maupun jumlahnya. 28 Jual beli merupakan transaksi yang telah disyari’atkan dalam arti telah ada hukumnya yang jelas dalam Islam yang berkenaan dengan hukum taklifi. Hukumnya boleh ataupun tidak boleh. Kebolehan ini ditemukan dalam al-Qur’an dan begitu pula dalam hadist Nabi. Adapun dasarnya dalam al-Qur’an di antaranya adalah pada surat al-Baqarah ayat 275 :
Artinya: “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka Berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” Adapun
hikmah
dibolehkannya
jual
beli
itu
adalah
menghindarkan manusia dari kesulitan dalam bermuamalah dengan hartanya. Supaya usaha jual beli itu berlangsung menurut cara yang dihalalkan, harus mengikuti ketentuan yang telah ditentukan. 28
Amir Syarifuddin, Garis-garis ...., hal. 200-212.
30
Ketentuan tersebut berkenaan dengan rukun dan syarat dan terhindar dari hal-hal yang dilarang. Rukun dan syarat yang harus diikuti itu merujuk kepada petunjuk Nabi dalam hadistnya. 29
3. Pelayanan Dapat diketahui bahwa pelayanan itu mempunyai peran penting dalam sebuah transaksi perdagangan. Suatu usaha tanpa memiliki pelayanan yang baik, maka usaha yang dijalankan kurang lancar dan tidak memiliki langganan yang banyak. Memang pelayanan yang baik tidak akan membawa dampak secara langsung karena pelayanan itu tidak memiliki bentuk, tetapi hanya bisa dirasakan oleh pembeli secara berulang-ulang. Dengan adanya pelayanan yang baik usaha yang didirikan memiliki nilai lebih karena pelanggan merasa senang bila dilayani dengan baik, selalu melayani dengan hati riang, ramah, tersenyum, menjumlah barang-barang dengan harga yang benar, jujur, tidak menipu, memberikan kembalian yang tepat dan selalu mengucapkan terima kasih kepada pelanggan.30 Menurut Kotler mengemukakan pelayanan atau service adalah tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada
29
Ibid., hal. 212. Frans M. Royan, Membuka Toko (Alternatif Usaha Mandiri), Semarang: Effhar Offset, 2002, hal. 129-134. 30
31
pihak
lain,
yang
pada
dasarnya
tidak
terwujud
dan
tidak
mengakibatkan kepemilikan apapun.31 Dari sebuah pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pelayanan diartikan sebuah service yang dilakukan oleh seorang penjual atau pedagang dalam menyampaikan sesuatu atau dalam melayani seorang pembeli atau pelanggan yang mana tujuan dari semua itu adalah demi meningkatkan pemasaran dan untuk mencapai sebuah kepuasan konsumen. Pelayanan dalam berdagang merupakan faktor penentu bagi perkembangan toko. Hubungan yang harmonis antara penjual dan pembeli harus berjalan dengan baik. Pelanggan harus tetap dilayani dengan baik, tidak memandang apakah pelanggan yang hanya lewat atau pelanggan tetap. Orang lebih senang membeli di toko dengan harga yang mungkin lebih mahal tetapi memiliki pelayanan yang baik, daripada membeli ke toko yang menjual dengan harga murah tetapi tidak memberi pelayanan yang baik. 32 Adapun dalam memulai sebuah proses pelayanan, sebagai berikut: a. Tersenyum dan sambut dengan salam yang bersahabat, jabat tangannya, bila pantas, dipersilahkan masuk ke dalam toko untuk melihat-lihat. b. Arahkan pandangan ke sekeliling dan temukan sesuatu yang dikagumi pelanggan atau beri sedikit komentar untuk mengawali 31
Philip Kotler, Prinsiple of Marketing, (terj.), Ancella Anitawati Hermawan, Jakarta : Gramedia, 2005, hal.85. 32 Frans M. Royan, Membuka Toko...., hal. 135.
32
sebuah percakapan dengan mengajukan pertanyaan umum kepada pelanggan mengenai kebutuhannya. 33 c. Penyediaan sebuah sarana dan fasilitas yang memadai, dengan fasilitas yang ada akan membuat pembeli atau pelanggan akan lebih nyaman dan rileks. Seperti dengan penerangan yang baik, kipas angin yang menyejukkan, kursi untuk istirahat, kamar pas dan lain sebagainya. d. Toko harus bersih dan rapi karena akan menjadi pesona tersendiri bagi seorang pembeli. Barang-barang diatur sedemikian rupa agar terlihat rapi, tidak sumpek, dan agar bisa menarik pembeli. Di dekat pintu masuk disediakan tong sampah. Toko yang bersih dan rapi tentu sangat menyenangkan pembeli. Barang-barang yang disusun dengan rapi di etalase/rak disesuaikan dengan golongan dan jenisnya akan membuat toko tidak berantakan dan barang yang diperlukan akan mudah didapatkan. Pemandangan toko yang serba teratur dan rapi juga dapat meningkatkan konsentrasi pembeli untuk mendapatkan barang-barang yang dibutuhkan di luar rencana semula.34 e. Barang yang tersedia haruslah up to date sesuai dengan perkembangan fashion. Karena hal itu salah satu yang menjadi daya tarik seorang pembeli dalam melakukan proses jual beli. Barang-barang yang dijual selalu baru, memiliki barang yang
33
Gerald A. Michaelson dan Steven W. Michaelson, Sun Tzu Strategi Untuk Penjulan, Batam: Karisma Publising Group, 2004, hal. 45. 34 Frans M. Royan, Membuka Toko ...., hal. 140-143.
33
lengkap, dengan itu semua maka akan memiliki peluang untuk meraih pelanggan lebih banyak lagi. Dalam sistem jual beli di dunia perdagangan, haruslah penjual dan pembeli memiliki budi yang mulia, sehingga barang dagangan menjadi laris, dan semua mitra dagang senang. Hal semacam itu haruslah di dukung dengan sifat dan karakteristik yang dimiliki oleh seorang pengusaha atau pedagang. Dan yang menjadi sebuah tolak acuan dalam melakukan sebuah pelayanan (service) yang memuaskan dan baik, diantaranya sebagai berikut: a. Berlaku Sopan Santun Sopan santun terhadap calon pembeli untuk mendapatkan simpati dan daya tarik pembeli. Maka penjual harus dengan sabar dan penuh keramahan dalam menghadapi mereka. Dengan sikap ramah tamah tersebut, berarti calon pembeli telah mendapat pelayanan yang baik, dan menjadi bagian dari promosi dagang yang dilaksanakan sehingga pembeli akan semakin tertarik, dan enggan untuk beralih ke pedagang lain. Dengan kata lain sikap yang sopan santun kepada para pelanggan pasti mendatangkan berkah baik dalam bentuk fisik
berupa keuntungan duniawi,
maupun dalam bentuk moril, berupa keuntungan ukhrawi termasuk memelihara hubungan persaudaraan yang banyak dianjurkan dalam muamalah, bahkan bernilai ibadah disisi Allah SWT. Bukankah
34
senyuman itu adalah merupakan bagian dari sopan santun dan dapat bernilai sedekah.35 Rendah hati dan bertutur kata sopan sangat dianjurkan dalam Islam. Islam sangat mengutuk perilaku yang sombong dan takabbur. Al-Qur’an pun dengan jelas mengajarkan untuk senantiasa rendah hati dan bertutur kata yang manis.36
Artinya: “Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.” (QS. Luqman : 18-19). b. Toleransi (Samahah) Toleransi atau tenggang rasa harus dianut oleh orang-orang yang bergerak dalam bisnis. Dengan demikian tampak orang bisnis itu supel, mudah bergaul, komunikatif, praktis, tidak banyak teori, fleksibel, tidak mengikuti apa maunya, tapi pandai melihat situasi
35
H. Hasan Aedy, Indahnya Ekonomi Islam, Bandung: Alfabeta, 2007, hal. 61-62. Muhammad Aziz Hakim (penyunting) dkk, Briefcase Book Edukasi Profesional Syariah Dasar dan Strategi Pemasaran Syariah, Jakarta: Renaisan, 2005, hal. 34. 36
35
dan kondisi, memberi kelonggaran kepada teman bisnis lain, memberi toleransi kepada langganan, jangan kaku seperti batu.37 Apabila toko mempunyai citra yang baik, maka pelanggan pun akan datang silih berganti. Kriteria toko yang baik tentu saja dari cara bagaimana penjual melayani pembeli, harga-harga yang penjual berikan pada barang dagangannya, serta kesediaan pedagang/penjual untuk melakukan sesuatu di luar ketentuan biasa, seperti menukar barang bila barang-barang bila barang itu betul tidak cocok karena kesalahan dari pihak penjual atau pedagang tidak menjumlah harga dengan benar.38 c. Berlaku adil (al-‘adl) Berbisnis secara adil adalah wajib hukumnya, bukan hanya himbauan dari Allah SWT. Sikap adil termasuk di antara nilai-nilai yang ditetapkan oleh Islam dalam semua aspek ekonomi Islam. Islam
telah
mengharamkan
setiap
hubungan
bisnis
yang
mengandung kezaliman dan mewajibkan terpenuhinya keadilan yang teraplikasikan dalam setiap hubungan dagang dan kontrakkontrak bisnis. Dalam bisnis modern, sikap adil harus tergambarkan bagi semua pedagang, semuanya harus merasakan keadilan. Tidak boleh ada satu pihak pun yang hak-haknya terzalimi baik itu dengan pelanggan dan karyawan. Mereka harus selalu terpuaskan
37
H. Buchari Alma dan Donni Juni Priansa, Manajemen Bisnis ...., hal. 110. Frans M. Royan, Membuka Toko ...., hal. 129-130.
38
36
(satisfied) sehingga dengan demikian bisnis bukan hanya tumbuh dan berkembang, melainkan juga berkah di hadapan Allah SWT.39 d. Tanggung jawab Dalam
melayani
pembeli/konsumen
pedagang
harus
mampu bertanggung jawab melayani setiap pembeli dari awal hingga selesai. Pembeli akan merasa puas jika mereka merasakan adanya tanggung jawab dari pedagang dan tanggung jawab diperlukan demi terjalinnya sebuah silaturahmi dan tingkat kepuasan dari konsumen bahwa memang seorang pembeli itu dihargai seperti sebuah istilah mengatakan bahwa ”pembeli itu adalah raja”. Pedagang dituntut bersabar melayani pembeli yang sedang mencari barang yang dikehendakinya, mengarahkan, memberi saran dan membantu pembeli untuk mengambil keputusan. Melayani dengan sepenuh hati akan memberikan energi pada usaha yang dijalani. Apabila ada pembeli yang tidak dilayani secara tuntas akan menjadi citra yang buruk bagi usaha tersebut. Pembeli yang tidak puas tersebut selalu membicarakan hal-hal yang negatif tentang pedagang, dan biasanya suatu keburukan akan lebih cepat berkembang daripada kebaikan. e. Daya tanggap Seorang pedagang harus mampu melayani pembeli secara tepat dan cepat tanggap terhadap apa yang diinginkan oleh 39
Hermawan kartajaya dan Muhammad Syakir Sula, Syariah Marketing, Bandung: Mizan, 2006, hal. 77-79.
37
konsumen. Layanan yang diberikan harus sesuai dan tidak membuat kesalahan (sesuai dengan keinginan pembeli). Usahakan mengerti dan memahami keinginan dan kebutuhan konsumen secara tepat. f. Komunikatif Mampu berkomunikasi artinya pedagang harus mampu dengan cepat memahami keinginan konsumen/pembeli. Selain itu, pedagang harus dapat berkomunikasi dengan bahasa yang jelas dan mudah dimengerti. Komunikasi harus dapat membuat pembeli senang sehingga jika pembeli menginginkan suatu barang, pembeli tidak segansegan
mengemukakannya
berkomunikasi
dengan
baik
kepada juga
pedagang. akan
membuat
Mampu setiap
permasalahan menjadi jelas sehingga tidak timbul salah paham.40
4. Kejujuran Di antara nilai-nilai terpenting sebagai landasan transaksi adalah kejujuran. Dalam ekonomi Islam berdagang dengan jujur menjadi prasyarat pertama dan utama dalam membina hubungan dagang dengan siapapun dan merupakan mata uang yang paling tinggi harganya. Rasulullah SAW. dan para sahabat dalam melakukan bisnis selalu penuh dengan kejujuran. Hal itu merupakan puncak moralitas
40
Philip Kotler, Principle of Marketing ...., hal. 87-89.
38
iman dan karakteristik yang paling menonjol dari orang-orang beriman. Jujur adalah suatu sikap hidup yang terpuji, disukai dan dianjurkan oleh setiap orang yang memiliki hati nurani. Dalam dunia bisnis sikap jujur adalah salah satu faktor yang menentukan kesuksesan para pelakunya. Tanpa kejujuran, kehidupan yang agamis tidak akan berdiri tegak dan kehidupan dunia tidak akan berjalan baik. Sesuai dengan sunah Rasul, bahwa:
ﺣﺪﺛﻨﺎ أﺑﻮ ﻣﻮﺳﻰ اﻷﻧﺼﺎري ﺣﺪﺛﻨﺎ ﻋﺒﺪ ﷲ ﺑﻦ إدرﯾﺲ ﺣﺪﺛﻨﺎ ﺷﻌﺒﺔ ﻋﻦ ﻣﺎ: ﺑﺮﯾﺪ ﺑﻦ أﺑﻲ ﻣﺮﯾﻢ ﻋﻦ أﺑﻲ اﻟﺤﻮارء اﻟﺴﻌﺪي ﻗﺎل ﻗﻠﺖ ﻟﻠﺤﺴﻦ ﺑﻦ ﻋﻠﻲ ﺣﻔﻈﺖ ﻣﻦ رﺳﻮل ﷲ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ و ﺳﻠﻢ ؟ ﻗﺎل ﺣﻔﻈﺖ ﻣﻦ رﺳﻮل ﷲ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ و ﺳﻠﻢ دع ﻣﺎ ﯾﺮﯾﺒﻚ إﻟﻰ ﻣﺎﻻ ﯾﺮﯾﺒﻚ ﻓﺈن اﻟﺼﺪق طﻤﺄﻧﯿﻨﺔ (وإن اﻟﻜﺬب رﯾﺒﺔ )رواه اﻟﺘﺮﻣﯿﺬي ”Diriwayatkan dari Abu Musa Al-Anshari, menceritakan kepada kami, Abdullah bin Idris, menceritakan kepada Syu’bah dari Barid bin Abi Maryam dari Abi Al Huwara Assaidi, berkata bagi Hasan bin Ali: Apa yang dijaga Rasulullah saw? Rasulullah saw. berkata Tinggalkanlah yang meragukanmu kepada yang tidak meragukanmu karena sesungguhnya kejujuran itu akan membawa ketenangan dan ketidakjujuran akan menimbulkan keragu-raguan.” (HR. Tirmidzi).
Dengan bermodalkan kejujuran dalam segala kegiatan bisnis, menimbang, mengukur, membagi, berjanji, membayar hutang, jujur dalam berhubungan dengan orang lain, akan membuat ketenangan lahir dan batin. Ketenangan lahir dan batin ini menjadi dambaan setiap muslim. Kejujuranlah yang dapat membawa manusia kepada kebaikan
39
yang lain, sehingga kebaikan itu merupakan mata rantai yang lain dari sebuah kejujuran. Tanpa perilaku jujur, bisnis yang dibangun akan berantakan.41 Rasulullah saw. telah menentukan indikator jual beli yang mabrur dalam sebuah hadits Nabi yang berasal dari Rifa’ah bin Rafi’ menurut riwayat al Bazar yang sahkan oleh al-Hakim:
- ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ- َن ﱠ ا َﻟﻨ ﱠﺒ ِﻲ ﱠ - ﻋﻨﮫ رﺿﻲ ﷲ أ- ٍ ﻋ َﻦ ْ ر ِﻓ َﺎﻋ َﺔ َ ﺑ ْﻦ ِ ر َاﻓ ِﻊ ُ ر َو َ اه- ٍ ﺑ َﯿ ْﻊ ٍ ﻣ َ ﺒ ْﺮ ُور, ُ ا َﻟﺮ ّﺟ ُﻞ ِ ﺑ ِو َﯿﻛَﺪُﻞِه ِ ﱡ-َﻞ:َﺎل ََﻤ ا َﻟ ْﻜ َ ﺴ ْﺐ ِ أ َط ْ ﯿ َﺐ ُ ﻗ? ﻋ: ﺳ أُﺌ ِﻞَي َ ﱡ ( ُ و َﺻ َﺤ ﱠ ﺤ َ ﮫ ُ ا َﻟ ْﺤ َ ﺎﻛ ِﻢ،ُ ا َﻟ ْ ﺒ َﺰ ﱠار Dari Rifa’ah bin Rafi’ r.a (katanya) “Sesungguhnya Nabi saw. Pernah ditanya masalah usaha yang paling baik? Beliau menjawab : ialah amal usaha seseorang dengan tangannya sendiri dan jual beli yang mabrur (barang yang dijual halal dan dengan cara jual beli yang baik dan jujur)” (HR. AlBazar dan disahihkan oleh Hakim).
Jual beli yang mabrur adalah yang dibangun berlandaskan kejujuran dan transparansi, jujur dalam spesifikasi objek jual beli dan transparan dalam cacat objek jual beli. Dikatakan jual beli yang mabrur karena tercakup didalamnya kebajikan (al-birr)42 dan ketakwaan. Allah SWT. telah berfirman dalam QS. Al-Maidah ayat 2:
Artinya: “Dan saling tolong menolonglah kalian dalam kebajikan dan ketakwaan.”
41
Ibid., hal. 14-15. Muammar Nas, Kedahsyatan Marketing ...., hal. 11-12.
42
40
Dalam sebuah atsar (perkataan sahabat) ditegaskan, pedagang yang baik apabila mereka menjual tidak memuji-muji dagangannya, dan apabila membeli tidak mencela barang dagangan yang akan dibelinya. Para pedagang yang benar-benar ikhlas karena Allah dan menempatkan usahanya sebagai ibadah kepada-Nyalah yang mampu berlaku jujur. Dengan demikian, nilai-nilai agama merupakan rujukan atau batasan sehingga seseorang tidak melakukan praktik-praktik perdagangan yang dilarang oleh Allah SWT. Dari perspektif agama, kejujuran merupakan faktor keberkahan bagi pedagang dan pembeli. Berkenaan dengan ini, umat Islam selalu meminta kepada Allah SWT. keberkahan dari rezeki yang mereka peroleh. Keberkahan disini menunjuk pada pengertian “rasa longgar”, rasa kecukupan” sekalipun dilihat dari nominalnya tidak seberapa jumlahnya. 43 Komponen-komponen yang terdapat dalam sebuah kejujuran antara lain adalah sebagai berikut : a. Benar Benar adalah ruh keimanan, ciri utama orang mukmin, bahkan ciri para Nabi. Sedangkan bohong adalah bagian daripada sikap orang munafik dan ini sangat dilarang dalam agama. Hal yang paling banyak memperburuk citra perdagangan adalah meluasnya tindakan dusta dan batil misalnya berbohong dalam mempromosikan barang, kualitas barang, menjelaskan spesifikasi
43
Jusmaliani, dkk., Bisnis Berbasis Syariah .... hal. 32-37.
41
barang dan mengunggulkannya
atas
yang
lainnya, dalam
memberitahukan penawaran dan sebagainya, manipulasi dan mencampuradukkan kebenaran dengan kebatilan. Oleh karena itu, salah satu sifat terpenting bagi pedagang yang diridhai Allah adalah kejujuran.
Rasulullah bersabda: “pedagang yang benar dan terpercaya, kelak bersama dengan para Nabi, orang yang benar(shiddiqin) dan para syuhada”. (HR. Tirmidzi no. 1209 dari Abu Said al-Khudry).
Kebenaran mendatangkan berkah bagi penjual maupun pembeli.
“Penjual dan pembeli bebas memilih selama belum putus transaksi. Jika keduanya bersikap benar dan mau menjelaskan kekurangan barang yang diperdagangkan maka keduanya mendapatkan berkah dari jual belinya. Namun, jika keduanya saling menutupi aib barang dagangan itu dan berbohong, maka jika keduanya mendapatkan laba, hilanglah berkah jual beli itu.“ (HR. Muttafaqun’alaih dari Hakim bin Hazm. Lulu wal Marjan 10/9). Berbohong dalam berdagang sangat dikecam, terlebih jika diiringi sumpah atas nama Allah. Inilah sumpah palsu dan tercela yang pengucapnya berdosa dan kelak masuk neraka. Menurut syari’at, banyak sumpah dalam berdagang adalah makhruh karena
42
perbuatan ini mengandung unsur merendahkan nama Allah, juga dikhawatirkan
bisa
menjerumuskan
seseorang
ke
dalam
kebohongan. Seseorang yang meremehkan Allah dengan maksud melariskan barang dagangannya adalah orang yang mudah bersumpah hanya agar barang dagangannya laris.
Mahmud bin Ghailan menceritakan kepada kami, Abu Daud menceritakan kepada kami, dia berkata, Syu’bah mengabarkan kepada kami, dia berkata, Ali bin Mudrik mengabarkan kepada kami, dia berkata, Saya mendengar Abu Zur’ah bin Amr bin Jarir menceritakan dari Kharasyah bin Al Harr dari Abu Dzar, dari Rasulullah saw, beliau bersabda, “Ada tiga golongan yang tidak dipandang oleh Allah pada hari kiamat nanti, juga tidak dibersihkan dan mereka akan mendapat azab yang sangat pedih.” Kami bertanya, “Siapa mereka itu wahai Rasulullah ? sungguh celaka dan rugi mereka!” Beliau menjawab, “Orang yang suka menyebut kebaikan dirinya, orang yang memanjangkan sarungnya (hingga menyentuh tanah) dan orang yang melariskan barang dagangannya dengan sumpah palsu.”44 b. Menepati Amanat Di antara nilai-nilai yang terkait dengan kejujuran, dan yang melengkapinya adalah amanah (terpercaya). Menepati amanat merupakan moral yang mulia. Allah menggambarkan orang mukmin yang beruntung dengan perkataan-Nya: 44
Muhammad Nashiruddin Al Albani, Shahih Sunan At-Tirmidzi 2, Jakarta: Pustaka Azzam, 2006, hal. 4-5.
43
Artinya: “Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya.” (QS. Al-Mukminun:8). Maksud amanat adalah mengembalikan hak apa saja kepada pemiliknya baik sedikit atau banyak, tidak mengambil sesuatu melebihi haknya dan tidak mengurangi hak orang lain, baik berupa harga, upah, hasil penjualan maupun jumlah barang dagangannya. Allah berfirman:
..... Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya.” (QS. AnNisa’: 58). Dalam berdagang dikenal istilah “menjual dengan amanat” yaitu penjual menjelaskan ciri-ciri, kualitas, dan harga barang dagangan kepada pembeli tanpa melebih-lebihkannya.45 c. Tidak suka menimbun atau ihtikar Sebagai penjual yang baik tentu tidak sekedar berpikir untuk memperoleh keuntungan pribadi melainkan juga harus berpikir untuk kemaslahatan masyarakat. Islam memberikan jaminan kebebasan pasar dan kebebasan individu untuk melakukan bisnis, namun Islam melarang perilaku mementingkan diri sendiri, 45
Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam, Cet. 1, Jakarta: Gema Insani Press, 1997, hal. 175-177.
44
mengeksploitasi keadaan yang umumnya didorong oleh sifat tamak dan loba sehingga menyulitkan dan menyusahkan orang banyak. Menimbun barang dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan pribadi pedagang merupakan suatu kezaliman yang sangat tercela dan tidak pantas dilakukan oleh siapapun. Perbuatan ihtikar semacam ini sangat dilarang, Rasulullah menegaskan dalam sebuah hadits:
Bersumber dari Abu Hurairah, dia mengatakan: “Rasulullah saw. bersabda: “Barang siapa yang melakukan suatu penimbunan dengan maksud menaikkan (harga barang) bagi kaum muslimin, maka ia adalah orang yang berdosa”. (HR. imam Ahmad).46
d. Tidak ada unsur penipuan Islam mengharamkan penipuan dalam semua aktifitas manusia,
termasuk dalam
Memberikan
kegiatan bisnis
penjelasan dan
informasi
dan jual beli.
yang tidak benar,
mencampur barang yang baik dengan yang buruk, menunjukkan contoh barang yang baik dan menyembunyikan yang tidak baik lalu menyerahkan barang yang tidak baik kepada orang yang sudah membeli itu termasuk dalam kategori penipuan. 47 Apabila barang yang diperdagangkan terdapat cacat walaupun cacat itu tersembunyi maka harus disampaikan kepada 46
Al Imam Muhammad Asy Syaukani, Terjemah Nailul Authar Jilid V, Semarang: CV. Asy Syifa’, 1994, hal.630. 47 M. Ismail Yusanto, dan M. Karebet Widjajakusuma …., hal. 10.
45
calon pembeli secara terbuka (transparan).48 Dengan demikian semua aktivitas yang dilakukan harus selalu
dilandasi dengan
kejujuran.
5. Aksioma Etika Bisnis Islam Adapun aksioma etika bisnis Islam, antara lain: a. Keesaan (Tauhid) Keesaan
berhubungan
dengan
konsep
tauhid
yang
merupakan dimensi vertikal Islam. Prinsip ini menggabungkan ke dalam sifat homogen semua aspek yang berbeda-beda dalam kehidupan seorang muslim yakni, politik, agama, dan masyarakat serta menekankan gagasan mengenai konsistensi dan keteraturan dengan alam semesta secara luas.49 Sumber utama etika Islam adalah kepercayaan penuh dan murni terhadap keesaan Tuhan. Ini secara khusus menunjukkan dimensi vertikal Islam yang menggabungkan institusi-institusi sosial yang terbatas dan tak sempurna dengan Dzat sempurna dan tak terbatas. Hubungan ini dipengaruhi oleh penyerahan tanpa syarat manusia dihadapan-Nya, dengan menjadikan keinginan, ambisi serta perbuatannya tunduk pada perintah-Nya. Dengan mengintegrasi aspek-aspek religius, sosial, ekonomi dan politik, kehidupan manusia ditransformasikan ke dalam suatu keutuhan yang selaras, konsisten dalam dirinya dan menyatu dengan alam
48
Ibid., hal. 14-15. Muhammad, Etika Bisnis Islami ..., hal. 53.
49
46
luas. Dengan demikian, manusia bisa mencapai harmonitas sosial dengan meningkatkan rasa memiliki persaudaraan universal. 50 Tauhid adalah azas filsafat ekonomi Islam yang menjadi orientasi dasar dari ilmu ekonomi yang paradigmanya relevan dengan
nilai
logik,
etik
dan
etestik
yang
dapat
difungsionalisasikan ke tengah tingkah laku ekonomi manusia. Tauhid dalam bidang ekonomi menghantarkan para pelaku ekonomi untuk berkeyakinan bahwa harta benda adalah milik Allah semata. 51 b. Keseimbangan (Equilibrium) Keseimbangan
atau
‘adl
menggambarkan
dimensi
horizontal ajaran Islam dan berhubungan dengan konsep keesaan dan harmoni segala sesuatu di alam semesta yaitu keseimbangan diantara berbagai kehidupan manusia untuk menciptakan aturan sosial yang terbaik. Rasa keseimbangan ini diperoleh melalui tujuan
yang
sadar.52
Dalam
al-Qur’an
terdapat
landasan
keseimbangan ini:
Artinya: “Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah 50 Syed Nawab Haedar Naqvi, M. Syaiful Anam (terj.), Menggagas Ilmu Ekonomi Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003, hal. 37-38. 51 Muhammad, Aspek Hukum Dalam Muamalat, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007, hal. 82. 52 Muhammad, Etika Bisnis Islami...., hal. 55.
47
(pembelanjaan itu) di tengah-tengah demikian.” (QS. Al-Furqan: 67).
antara
yang
Ayat di atas dapat dijadikan rujukan dasar yang memiliki relevansi
dengan
aksioma
keseimbangan
ini.
Dalam
implementasinya,
aksioma ini terlihat pengaruhnya dalam
berbagai
tingkah
aspek
laku
ekonomi
muslim,
seperti
kesederhanaan (moderation), hemat (parsimony) dan menjauhi pemborosan (extravagance).53 Prinsip keseimbangan dalam ekonomi memiliki kekuatan untuk membentuk mozaik pemikiran seseorang bahwa sikap moderat (kesederhanaan) dapat mengantarkan manusia kepada keadaan keharusan adanya fungsi sosial bagi harta benda. Artinya, praktik monopoli pemusatan kekuatan ekonomi, penguasaan pangsa pasar dan semacamnya harus dihindari. Dengan prinsip keseimbangan ini sistem ekonomi Islam mendesak para pelaku ekonomi agar tidak memaksimumkan kesejahteraan margin saja, tetapi juga menetapkan distribusi pendapatan secara merata sebagai sebuah pilihan pertama yang terbaik. Konsep ini tidak hanya terkait dengan timbangan kebaikan hasil usaha diarahkan untuk dunia dan akhirat saja, tetapi juga berkaitan dengan kepentingan umum yang harus dipelihara, growth with equity (pembangunan dengan keadilan) mewarnai kehidupan ekonomi masyarakat dan keseimbangan antara hak dan kewajiban. Melalui prinsip keseimbangan ini pelaku ekonomi juga 53
Muhammad, Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007, hal. 48.
48
akan dirangsang rasa-rasa sosialnya agar peka dalam memberikan sumbangan sosial kepada yang berhak menerimanya. 54 c. Kehendak Bebas (Free Will) Manusia diberikan kehendak bebas untuk mengendalikan kehidupannya sendiri manakala Allah SWT menurunkannya ke bumi. Dengan tanpa mengabaikan kenyataan bahwa sepenuhnya dituntun oleh hukum yang diciptakan Allah SWT, diberi kemampuan untuk berpikir dan membuat keputusan, untuk memilih apapun jalan hidup yang diinginkan.55 Kehendak bebas adalah prinsip yang mengatur manusia menyakini bahwa Allah tidak hanya memiliki kebebasan mutlak, tetapi
Dia
juga
dengan
sifat
Rahman
dan
Rahim-Nya
menganugrahkan manusia kebebasan kepada manusia untuk memilih jalan yang berbentang, antara kebaikan dan keburukan.
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir.”(QS. AlInsan: 3). Manusia yang baik dalam perspektif ekonomi Islam adalah yang menggunakan kebebasannya dalam kerangka tauhid dan keseimbangan. Dari sini lahir tanggung jawab manusia sebagai individu dan masyarakat. Lahir pula kesadaran sosial (social
54
Muhammad, Aspek Hukum Dalam Muamalat..., hal. 83. Muhammad, Etika Bisnis Islami ...., hal. 55-56.
55
49
awareness), yang mengantarkannya mengulurkan bantuan kepada sesama manusia.56 d. Tanggung Jawab (Responsibility) Konsep tanggung jawab dalam Islam secara komprehensif ditentukan dan ada dua aspek fundamental dari konsep ini. Pertama, tanggung jawab menyatu dengan status kekhalifahan manusia keberadaannya sebagai wakil Tuhan di muka bumi. Status kekhalifahan ini lebih merupakan sebutan (keadaan yang bersifat potensial) daripada suatu fakta (keadaan yang sudah terwujud). Ini memerlukan usaha yang sungguh-sungguh pada diri manusia untuk menjadi lebih baik dan melakukan perbuatanperbuatan baik. Dengan demikian, manusia dapat melindungi kebebasannya sendiri khususnya dari ketamakan dan kerakusan dengan melaksanakan tanggung jawab. Kedua, konsep tanggung jawab dalam Islam pada dasarnya bersifat suka rela dan tidak harus dicampuradukkan dengan ‘pemaksaan’, yang ditolak sepenuhnya oleh Islam. Dengan demikian, prinsip ini memberikan suatu pengorbanan, tetapi bukan jenis
pengorbanan
yang
akan
dipandang
orang
sebagai
kesengsaraan. Sebaliknya, tindakan memberi dihubungkan dengan proses menjadi pribadi yang lebih baik dalam arti tumbuh (dalam kebajikan).57
56
Muhammad, Aspek Hukum Dalam Muamalat..., hal. 84. Syed Nawab Haedar Naqvi, M. Syaiful Anam (terj.) …., hal. 37-38.
57
50
Tanggung jawab dalam Islam bersifat multi-tingkat dan terpusat baik pada tingkat mikro (individu) maupun tingkat makro (organisasi dan masyarakat). Tanggung jawab dalam Islam bahkan juga bersama-sama ada dalam tingkat mikro dan makro (misalnya antar
individu dengan berbagai
institusi
dan kekuatan
masyarakat).58 e. Kebenaran atau Kebajikan (truth, goodness) Kebajikan (ihsan) atau kebaikan terhadap orang lain didefinisikan sebagai “suatu tindakan yang memberi keuntungan bagi orang lain tanpa ada suatu kewajiban tertentu”.59 Kebajikan (ihsan) adalah tindakan terpuji yang dapat mempengaruhi hampir di setiap aspek dalam kehidupan. Keihsan-an adalah atribut yang selalu mempunyai tempat terbaik di sisi Allah. Kedermawanan hati (leniency) dapat terkait dengan keihsan-an jika diekspresikan dalam bentuk perilaku kesopanan dan kesantunan, pemaaf, mempermudah kesulitan yang dialami orang lain. Kebenaran merupakan nilai dasar etika Islam. Walaupun al-Qur’an mendeklarasikan bahwa bisnis adalah hal yang halal, namun demikian setiap perikatan ekonomi yang dilakukannya dengan orang lain, tidak membenamkan dirinya dari ingatan kepada Allah dan pelaksanaan setiap perintahnya. Seorang
58
Muhammad, Etika Bisnis Islam ...., hal. 56. Ibid., hal. 57.
59
51
muslim diperintahkan untuk selalu ingat kepada Allah, baik dalam kondisi bisnis yang sukses atau dalam kegagalan bisnis.60 Perintah bagi seluruh muslim untuk berada di jalan lurus dan benar dalam tindakan dan ucapan, Islam sangat mencela kepalsuan dan penipuan dalam berbagai bentuknya. Seorang pelaku bisnis hendaknya jujur, teguh, benar, dan lurus dalam semua perjanjian bisnisnya. Tidak ada ruang untuk penipuan, bicara bohong, bersumpah terlalu banyak, dan iklan yang menipu dalam bingkai bisnis Islam.61 Namun demikian, patut dicatat bahwa dalam Islam prinsip kebenaran dan kejujuran merupakan kewajiban iman kepada Allah, menjadi seorang Muslim sejati.
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan Katakanlah Perkataan yang benar.” (Q.S alAzhab 33:70).
6. Sistem Etika Islam Sistem etika Islam berasal dari al-Qur’an dan Hadits, antara lain sebagai berikut:
60
Faisal Badroen, dkk, Etika Bisnis dalam,…. hal. 102-103. Lukman Fauroni, Etika Bisnis Dalam Al-Qur’an..... hal. 67.
61
52
a. Berbagai tindakan, atau keputusan disebut etis bergabung pada niat individu
yang melakukannya. Allah Yang Maha
Melihat
mengetahui niat yang sebenarnya dari tindakan kita. b. Niat yang baik diikuti dengan tindakan yang baik dinilai sebagai ibadah. Niat yang baik (halal intention) tidak serta merta mengubah tindakan yang haram menjadi halal. Dengan kata lain, tidak ada doktrin manghalalkan segala cara. c. Islam memperbolehkan kita untuk bebas percaya dan bertindak sesuai
yang
kita
inginkan,
selama
tidak
mengorbankan
akuntabilitas dan keadilan. d. Keputusan yang memberikan manfaat untuk mayoritas atau bahkan minoritas tidak otomatis etis dalam pandangan Islam. Oleh karena persoalan “etis tidak etis” tidak didasarkan berapa jumlah pelakunya. e. Islam menggunakan pendekatan sistem yang terbuka, bukan pendekatan tertutup yang berdasarkan pada orientasi pribadi (Selforiented). Egoisme tidak mendapatkan tempat dalam Islam. f. Keputusan yang etis mendasarkan rujukan kepada ayat yang tertulis (al-Qur’an) dan ayat yang terbesar di alam semesta (kauniyyah). g. Tidak seperti sistem etika yang lain, etika Islam mendorong manusia untuk membersihkan diri (tazkiyyah) melalui partisipasi aktif dalam hidup. Dengan melakukan segala tindakan dalam
53
koridor etika, seorang Muslim telah mengabaikan hidupnya sesuai dengan perintah-Nya. h. Etika Islam tidak terpisah, melainkan nilai yang harmonis dan lengkap. Seimbang dan adil. 62 Sistem etika Islam merupakan bagian dari pandangan hidup Islami dan karenanya bersifat lengkap. Terdapat konsisten internal atau ‘adl atau keseimbangan, dalam konsep nilai-nilai penuntun individu.63 7. Perdagangan dalam Islam Perdagangan atau pertukaran dalam ilmu ekonomi diartikan sebagai proses transaksi yang didasarkan atas kehendak suka rela dari masing-masing pihak. Perdagangan dapat dikelompokkan sebagai salah satu cara pengalihan kekayaan individu. Dalam garis besarnya dapat dikatakan bahwa perdagangan adalah berbagai upaya yang dilakukan agar memudahkan terjadinya penjualan dan pembelian. Perdagangan seperti ini dapat mendatangkan keuntungan bagi kedua belah pihak, atau dengan kata lain perdagangan meningkatkan utility (kegunaan) bagi pihak-pihak yang terlibat. Perdagangan dengan kejujuran, keadilan, dalam bingkai ketaqwaan kepada Sang Maha Pencipta merupakan persyaratan mutlak terwujudnya praktik-praktik perdagangan yang dapat mendatangkan kebaikan secara optimal kepada semua pihak yang terlibat.
62
Muhammad, Etika Bisnis Islami.... hal. 52. Ibid., hal. 52.
63
54
Rasulullah adalah orang yang menggeluti dunia perdagangan. Rasulullah saw. berpegang pada lima konsep, yaitu: a. Jujur b. Ikhlas c. Profesionalisme d. Silaturrahmi e. Murah hati
Ajaran Islam mencakup dua dimensi pokok, yakni dimensi vertikal (hablum minallah) dan dimensi horizontal (hablum minannas). Aspek perdagangan merupakan salah satu dari aspek kehidupan yang bersifat horizontal, yang menurut fikih Islam dikelompokkan ke dalam masalah mu’amalah, yakni masalah-masalah yang berkenaan dengan hubungan antarmanusia dalam kehidupan bermasyarakat. Perdagangan juga mendapatkan penekanan khusus dalam ekonomi Islam, karena keterkaitannya secara langsung dengan sektor riil. Penekanan khusus pada sektor perdagangan tercermin misalnya pada sebuah hadits Nabi yang menegaskan bahwa dari sepuluh pintu rezeki, sembilan diantaranya adalah perdagangan. Kata dagang atau perdagangan dalam al-Qur’an tidak saja digunakan untuk menunjuk pada aktivitas transaksi dalam pertukaran barang atau produk tertentu pada kehidupan nyata sehari-hari, tetapi
55
juga digunakan untuk menunjuk pada sikap ketaatan seseorang kepada Allah SWT.64 Prinsip-prinsip dasar perdagangan menurut Islam dianggap sah atau boleh dilakukan apabila didasarkan pada prinsip suka sama suka atau ikhlas, adanya unsur kebebasan dalam melakukan transaksi tukarmenukar, tetapi kegiatan tersebut tetap disertai dengan harapan diperolehnya keridhaan Allah SWT, dan melarang terjadinya pemaksaan yang terdapat dalam QS. An-Nisa : 29. Perdagangan yang didalamnya mengandung unsur ketidakjujuran, pemaksaan atau penipuan
seperti
menimbun
kepentingan orang banyak,
barang
dengan
menyembunyikan
mengorbankan
informasi untuk
memperoleh keuntungan yang lebih besar, menyembunyikan cacat barang dagangan dan sebagainya, hukumnya tidak boleh (haram). Oleh karena itu, agar diperoleh suatu keharmonisan dalam sistem perdagangan, diperlukan suatu perdagangan yang bermoral. Rasulullah saw., secara jelas telah banyak memberi contoh tentang sistem perdagangan yang bermoral yakni perdagangan yang jujur dan adil serta tidak meragukan kedua belah pihak. Dalam setiap transaksi perdagangan diperintahkan untuk lebih mengutamakan kejujuran dan memegang teguh kepercayaan yang diberikan orang lain. Selain itu, dalam setiap transaksi perdagangan dituntut harus bersikap sopan dan bertingkah laku baik.65
64
Jusmaliani, dkk., Bisnis Berbasis Syariah ...., hal. 1-24. Quraish Shihab, Berbisnis dengan Allah…, hal. 10-11.
65
56
C. Kerangka Berpikir Bisnis merupakan suatu aktivitas yang sangat produktif yang bisa dilakukan oleh seseorang atau dalam jumlah yang banyak, baik itu berupa barang ataupun jasa yang selanjutnya akan mendapatkan keuntungan dari sebuah transaksi yang terjadi. Dalam hal ini pedagang mempunyai peran penting terhadap konsumen yaitu menuju tingkat kepuasan dalam berbisnis. Dunia perdagangan merupakan sebuah tempat berbisnis yang sangat strategis dalam mencari sebuah rezeki dalam hidup. Karena proses perdagangan itu sendiri telah terjadi sejak zaman Nabi Muhammad saw.. Dalam perdagangan memiliki sebuah kunci yaitu sifat etis dan moral yang sebenarnya terletak pada manusia atau pelaku bisnis itu sendiri. Hal tersebut yang menyebabkan seorang Rasullulah di utus dengan tujuan memperbaikan peradaban dan akhlak manusia di muka bumi ini. Masyarakat khususnya yang ada di kota Palangka Raya yang banyak berprofesi sebagai pedagang konveksi. Banyak dari pedagang muslim
sekarang
menomorduakan
yang
namanya
etika
dan
mengutamakan keuntungan. Bahwa dalam ketentuan syar’i haruslah jelas akadnya, kejujuran antara kedua belah pihak, dan pelayanan dalam berdagang. Lalu bagaimana pedagang konveksi khususnya pada Pasar Kahayan Tradisional Modern kota Palangka Raya dalam memandang etika dalam perdagangan, dan realitas etika bisnis Islam yang dilakukan dilingkungan pasar Kahayan Tradisional Modern kota Palangka Raya
57
mengenai tata cara transaksi akad, pelayanan, dan kejujuran kepada pelanggan untuk menuju kepuasan pelanggan. Untuk lebih jelasnya penulis membuat sebuah skematis kerangka berpikir berikut ini : ETIKA BISNIS ISLAM
PENERAPAN ETIKA BISNIS ISLAM PEDAGANG KONVEKSI PASAR KAHAYAN
TRANSAKSI AKAD JUAL BELI
PELAYANAN PEDAGANG
KEJUJURAN PEDAGANG