3
BAB II DASAR TEORI
2.1
Penelitian-Penelitian Sebelumnya Nasim (2010), membahas tentang daya mesin CI (Compression ignition)
mengunakan minyak nabati pada variabel temperatur masuk bahan bakar. Suhu masuk bahan bakar adalah satu-satunya parameter yang merubah performa mesin dikaitkan dengan perubahan temperatur. Hasil penelitian menunjukan bahwa temperatur minyak nabati meningkat menyebabkan viskositas minyak nabati menurun. Densitas minyak nabati menurun dengan peningkatan temperatur minyak nabati. Daya yang dihasilkan minyak nabati sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan bahan bakar diesel biasa. Ini jelas menunjukkan bahwa kinerja putaran mesin bahan bakar nabati bisa melebihi operasi bahan bakar diesel. Adanya peningkatan yang signifikan dalam emisi Nox (nitrogen oxides) menggunakan bahan bakar minyak nabati dibandingkan dengan bahan bakar diesel. Vinukumar (2012), meneliti tetang perbedaan viskositas mempengaruhi karakteristik semprot pada injektor. Hasil Penelitian menunjukan bahwa minyak tanah memiliki sudut semprot dari 51 °, 49 °, 45 °, 43 °, 40 ° dan 35 ° pada tekanan injeksi 3 bar, 2,5 bar, 2 bar, 1.5 bar, 1 bar dan 0,5 bar, dengan diameter yang sama. Peningkatan tekanan juga akan meningkatan laju aliran massa minyak tanah yaitu 0.0086 kg/s, 0.0076 kg/s, 0.0073 kg/s, 0.0063 kg/s, 0.005 kg/s, 0.004 kg/s. Gambar 2.1 menunjukan pembesaran diameter injektor dapat mempengaruhi ukuran sudut semprot.
Gambar 2.1 Pengaruh Diameter Injektro Terhadap Sudut Semprot (Sumber : Vinukumar, 2012)
4
Kewas (2013), melakukan penelitian campuran minyak kelapa didalam bahan bakar diesel dapat mempengarui sudut sebaran. Hasil penelitian menunjukan bahwa semakin banyak kandungan minyak kelapa pada bahan bakar diesel mengakibatkan sudut semprot semakin kecil. Hal ini tejadi akibat kenaikan nilai viskositas campuran bahan bakar ini yang semakin tinggi. Gambar 2.2 menunjukan penigkatan persentase campuran minyak kelapa pada bahan bakar diesel mempengaruhi sudut semprot.
Gambar 2.2 Sudut Semprot Pada Berbagai Persentase Volume Minyak Kelapa Pada bahan bakar disel ( Sumber : Kewas, 2013)
Patra (2013), mengemukakan bahwa peningkatan temperatur minyak meningkatkan sudut semprot. Hal Ini terjadi akibat penurunan viskositas minyak dengan peningkatan temperatur. 2.2
Minyak Kelapa Minyak kelapa merupakan minyak nabati yang dibuat dari daging buah kelapa
yang diproses secara tradisonal dan fermentasi. Minyak kelapa dipakai masyarakat sebagai minyak goreng dalam kebutuhan sehari-hari. Menurut Yurnaliza (2007) Selain minyak kelapa
berfungsi sebagai penghantar panas, minyak ini juga
dimanfaatkan dalam industri sebagai bahan dalam pembuatan sabun, mentega, dan kosmetik .
5
Gambar 2.3 Minyak Kelapa (Sumber: http://radaronline.co.id)
2.3
Pembuatan Minyak Kelapa Menurut Sigi (2012) pembuatan minyak kelapa dapat dilakukan dengan cara
tradisional/secara basah dan fermentasi. 2.3.1 Pengolahan Minyak Kelapa Secara Tardisional /Secara Basah 1. Pengupasan dan Pencukilan Kelapa yang digunakan untuk membuat minyak kelapa harus cukup tua. Kelapa yang masih muda kadar lemaknya sedikit, sedangkan yang terlalu tua mutu minyaknya rendah karena kadar asam lemak bebas tinggi. Kelapa dibuang sabutnya, dipecah, dibuang airnya dan dicungkil. Kemudisn dicuci sampai bersih. 2. Pemarutan Kelapa yang telah dicungkil kemudian mengalami pemarutan. Pemarutan dapat dilakukan dengan tangan atau dengan alat pemarut mekanis. Yang perlu diperhatikan dalam proses pemarutan adalah sebisa mungkin hindarkan dari logam-logam seperti besi, atau tembaga. 3. Ekstraksi/Pemerasan Ekstraksi minyak adalah suatu cara untuk mendapatkan minyak atau lemak dari proses pemerasan. Pembuatan minyak kelapa secara basah dari bahan daging buah kelapa segar dilakukan dengan menambahkan air ke dalam daging buah kelapa segar yang telah diparut dengan alat pemarut, disertai dengan bantuan tekanan atau pemerasan sampai diperoleh santannya. Jumlah air yang ditambahkan berkisar antara 150 % sampai 250 % dari berat daging buah kelapa segar yang diolah.
6
4. Pemisahan santan kelapa Santan diendapkan beberapa saat, atau dipanaskan sampai hangat agar krim santan memisah dari air santan Bagian atas disebut santan kepala dan di bagian bawah disebut air santan Air santan dipisahkan dari santan kepala dengan cara menghisap air santan tersebut dengan menggunakan selang plastik dan karet penghisap. Selanjutnya krim dipisahkan dan dimasukkan dalam wadah terpisah (biasanya wajan). 5. Pemanasan Krim Santan Krim santan (kanil) dipanaskan dalam wadah terbuka selama 3 sampai 4 jam. Selama pemanasan atau pemasakan, air akan menguap dan protein akan menggumpal menjadi ampas minyak kelapa. 6. Pemisahan Ampas minyak kelapa Minyak yang sudah berwarna kuning dapat dipisahkan dari ampas minyak kelapa dengan menggunakan kain saring dan dipres secara manual (hand press). Minyak yang diperoleh dipanaskan kembali pada suhu 100 sampai 105°C untuk menguapkan sebagian air yang masih terdapat dalam minyak. 2.3.2 Pengolahan Minyak Kelapa dengan Cara Fermentasi Adapun tahap pengolahan minyak kelapa dengan cara fermentasi adalah sebagai berikut: 1. Pembuatan Santan Kelapa Tahap pembuatan santan kelapa sama dengan tahap pembuatan santan kelapa pada pengolahan minyak kelapa secara tradisional, yaitu pengupasan, pemarutan, ekstraksi/pemanasa, dan pemisahan santan kelapa. 2. Peragian/Fermentasi Setelah diperoleh santan kelap dilakukan pemanbahan ragi roti. Setiap kilogram kelapa parut membutuhkan kurang lebih 0.1 gram ragi. Ragi dilarutkan ke dalam kurang lebih 10 ml air hangat sambil dihancurkan. Ragi yang telah larut semua dimasukkan ke dalam santan kepala dan diaduk sampai merata. Kemudian santan kepala difermentasi selama 24 jam. Keesokan harinya dapat dilihat bahwa santan kepala tersebut sudah terbagi menjadi 2 yaitu minyak dan ampas minyak kelapa
7
3. Pemanasan Untuk memudahkan pemisahan, minyak dan ampas minyak kelapa perlu dipanaskan. Pemanasan dilakukan sampai ampas minyak kelapa menggumpal, sehingga mudah disaring. Tiap kilogram kelapa hanya memerlukan waktu pemanasan kurang lebih 10 – 15 menit. Jika pemisahan kurang sempurna diperlukan waktu sampai 20 menit. 2.4
Minyak Kelapa Sebagai Bahan Bakar Bahan bakar (fuel) merupakan senyawa kimia, terutama yang tersusun atas
karbon (C) dan Hidrogen (H). Bila senyawa tersebut bereaksi dengan oksigen pada tekanan tertentu dan suhu tertentu akan menghasilkan produk berupa gas dan sejumlah energi panas (Yeliana, 2004). Minyak kelapa memiliki sifat fisik yang ditunjukan pada table 2.1. Komposisi asam lemak pada minyak kelapa dapat dilihat pada table 2.2. Tabel 2.1 Sifat Fisik Bahan Bakar Minyak kelapa
Sifat
Satuan
Minyak Kelapa
Viskositas @ 40°C
mm²/s
30
Densitas @ 25°C
Kg/m³
0,915
dyne/cm
33,4
Titik didih**
°C
225
Flash Point
°C
210
Calorific value
MJ/kg
37
Carbon residue
Mass %
0,40
Sulphur content
mg/kg
20
Teganan permukaan*
Cetane Index (Sumber : Raghavan, 2010; Aykas, 2012*; Darmoyuwono, 2006**)
40
8
Tabel 2.2 Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa
(Sumber : Gervajio, 2005)
2.5
Kompor Bertekanan Kompor bertekan merupakan kompor yang dapat merubah bahan bakar dari
fase cair menjadi fase gas atau uap dan membakarnya dengan oksigen sehingga menyala serta menghasilkan energi panas (Yunita, 2008). Kompor bertekan memiliki beberapa bagian antara lain: a. Nosel Nosel adalah alat untuk meningkatkan kecepatan fluida dan menurunkan tekanan (Sudjito, 2014). Hal-hal penting yang berhubungan dengan persamaan energi untuk nosel adalah sebagai berikut : 1. Q 0. Rate perpindahan panas antara fluida yang melalui nosel dan dengan lingkungan pada umumnya sangat kecil, bahkan meskipun alat tersebut tidak diisolasi. Hal tersebut disebabkan karena kecepatan fluida yang relatif cepat. 2. W = 0. Kerja untuk nosel tidak ada, karena bentuknya hanya berupa saluran sehingga tidak melibatkan kerja poros ataupun kerja listrik. 3. ke 0. Kecepatan yang terjadi dalam nosel adalah sangat besar, sehingga perubahan energi kinetik tidak bisa diabaikan. 4. pe 0. Pada umumnya perbedaan ketinggian ketika fluida mengalir melalui nosel adalah kecil, sehingga perubahan energi potensial dapat diabaikan.
9
Gambar 2.5 Skematik Nosel (Sumber: Sudjito, 2014)
Selama proses aliran steady, hal yang terpenting untuk dianalisa adalah mass flow rate ( m ). Persamaan laju aliran massa untuk nosel dalam sebuah volume atur (VA) adalah sebagai berikut :
m 1 m 2 (kg/s) ............................................................................................... (2.1)
atau
1V1 A1 2V2 A2 .................................................................................................. (2.2) atau 1 1 V1 A1 V2 A2 ................................................................................................. (2.3) v1 v2
Dimana:
= densitas (kg/m3) v = volume spesifik (m3/kg) V = kecepatan aliran (m/s) A = luas penampang normal terhadap arah aliran (m2) Selama proses aliran steady total energi dalam sebuah volume atur adalah konstan (ECV = konstan). Sehingga perubahan total energi selama proses adalah nol (ECV = 0). Sehingga jumlah energi yang memasuki sebuah volume atur dalam semua bentuk (panas, kerja, transfer massa) harus sama dengan energiyang keluar untuk sebuah proses aliran steady.
10
2
2
V V Q W Σm 2(h2 2 g z 2 ) Σm 1(h1 1 g z1 ) (kW) ............................ (2.4) 2 2 atau 2 2 V2 V1 Q W m h2 h1 g ( z 2 z1 ) (kW) ............................................. (2.5) 2
jika persamaan 2.7 di bagi dengan ̇ maka :
V V1 .............................................................. (2.6) q w h2 h1 2 g ( z 2 z1 ) 2 q w h ke pe ..................................................................................... (2.7) 2
2
dimana : q
Q (panas perunit massa, kJ/kg) m
w
W (kerja perunit massa, kJ/kg) m
Dari persamaan 2.7 dimana Q 0, W = 0, dan pe 0 maka persamaan energi untuk nosel menjadi: 2
h1
2
V1 V h2 2 2 2
......................................................................................... (2.8)
Dimana :
Q = Kalor (kJ)
W = Kerja (kJ) h = entalpi (kJ/kg) V = kecepatan aliran (m/s) z = ketinggian sistem (m)
m = laju aliran massa (kg/s) g = gravitasi bumi (9,8 m/s²)
11
b.
Pompa Pompa adalah suatu peralatan mekanik yang digerakkan oleh suatu sumber
tenaga yang digunakkan untuk memindahkan cairan (fluida) dari suatu tempat ke tempat lain, dimana cairan tersebut hanya mengalir apabila terdapat perbedaan tekanan. c.
Saluran penyalur bahan bakar dari tangki menuju nosel. Berfungsi sebagai penyalur bahan bakar dari tangki menuju nosel, dimana
selama proses penyaluran bahan bakar ikut dipanasi oleh proses pemanasan awal (preheating). 2.6
Atomisasi (Pengabutan ) Cairan Atomisasi adalah proses pembuatan tetesan cairan di dalam fase gas. Tujuan
atomisasi adalah meningkatkan luas permukaan cairan dengan cara memecahkan tetesan cairan menjadi banyak tetesan kecil. Proses atomisasi dimulai dengan mendorong cairan melalui sebuah nosel. Terdorongya cairan dengan bantuan geometri nosel menyebabkan cairan diubah menjadi bongkahan-bongkahan kecil. Bongkahan ini selanjutnya pecah menjadi pecahan yang sangat kecil yang biasanya disebut dengan droplet/tetesan atau partikel cairan (Pardede, 2012). Menurut Somerkallio (2011) terjadi tiga tahap proses atomisasi saat cairan keluar melalui nozzle adalah lembaran tipis (sheet) akan membentuk ikata (ligament) dan kemudian ligament pecah menjadi tetesan/butiran (droplet).
Gambar 2.6 Tiga Tahap Proses Atomisasi (Sumber: Somerkallio, 2011)
Setiap semburan (spray) menghasilkan suatu rentang besar butir, rentang ini dinyatakan sebagai distribusi besar butir (drop size distribution). Distribusi besar butiran ini tergantung pada jenis nosel yang digunakan. Menurut Graco (1995), ada berbagai faktor yang mempengaruhi ukuran dari tetesan (droplet). Diantara faktorfaktor tersebut adalah sifat-sifat cairan, seperti tegangan permukaan, viskositas, dan densitas.
12
2.6.1 Tegangan Permukaan Menurut Muliawati (2006) tegangan permukaan cairan adalah kerja yang dilakukan untuk memperluas permukaan cairan dalam satuan luas Gaya tarik– menarik molekul–molekul dalam cairan sama ke segala arah, tetapi molekulmolekul pada permukaan cairan lebih tertarik ke dalam cairan. Hal ini disebabkan karena jumlah molekul dalam fase uap lebih kecil daripada fase cair. Akibatnya zat cair selalu berusaha mendapatkan luas permukaan terkecil. Oleh karena itu, tetesan– tetesan cairan dan gelembung gelembung gas berbentuk bulat dan mempunyai luas permukaan terkecil. Tabel 2.3 Tegangan Permukaan Minyak
SurfaceTension (dyne/cm) Coconut Oil sunflower oil Cotton seed Oil olive oil Kerosene*
33,4 33,5 35,4 33.0 27,7
(Sumber : Aykas , 2012; Shoba, 2011*)
Tegangan permukaan cenderung untuk menstabilkan cairan, mencegah cairan menjadi droplet yang lebih kecil. Cairan dengan ketegangan permukaan yang lebih tinggi cenderung memiliki ukuran rata-rata droplet yang lebih besar pada atomisasi. Dapat dilihat pada tabel 2.3 menunjukan perbedaan tegangan permukaan beberapa minyak nabati dapat mempengaruhi ukuran droplet. 2.6.2 Viskositas Viskositas cairan adalah suatu angka yang menyatakan besarnya perlawanan/ hambatan/ ketahanan suatu bahan bakar minyak untuk mengalir atau ukuran besarnya tahanan geser dari bahan bakar minyak. Viskositas cairan menurun dengan peningkatan temperatur. Viskositas suatu cairan diukur dengan viscometer. Dalam sistem cgs, satuan viskositas adalah poise atau centipoise = 0,001 poise dimana 1 poise = 1 gr/s.cm. Macam-macam viskositas berserta satuanya adalah sebagai berikut 1. Vicosity Relative Vicosity Relative adalah perbandingan dari viscosity suatu cairan terhadap air pada temperatur 68°F (diamana viscosity dari air 68°F adalah 1.002 centipoise). 2. Vicosity Kinematik ( )
13
Vicosity Kinematik adalah viscosity (centipoise) dibagi specific gravity yang diukur pada suhu yang sama. Satuannya dalam stokes atau centistokes (1 stokes = 1cm²/sec). Specific gravity adalah density bahan bakar dibagi dengan density air pada temperatur yang sama atau dapat didifinisikan sebagai perbandingan berat dari bahan bakar minyak pada temperatur tertentu terhadap air pada volume dan temperatur yang sama. 3. Saybolt Universal Viscosity Saybolt Universal Viscosity (SUS atau SSU) adalah viscosity dari suatu cairan yang diukur dalam satuan waktu dengan mengunakan tabung 60 cc yang dibawahnya diberi orifice yang dilaksanakan pada suhu tetap. 4. Saybolt Furol Viscosity Saybolt Furol Viscosity adalah viscosity yang diukur dengan prosedur yang sama dengan Universal Viscosity, tetapi mengunakan orifice dengan diameter yang lebih besar. Viscosity dari minyak bakar (heavy oil) diukur dengan Furol Viscosity pada suhu 122 atau 210 °F. 5. Red Wood Viscosity dan Engler Viscosity Red Wood Viscosity merupakan ukuran viscosity yang digunakan di Inggris, demikian juga Engler Viscosity merupakan ukuran viscosity yang digunakan di jerman. 6. Viscosity Index Viscosity Index adalah suatu sistem empiris untuk menunjukan kecepatan perubahan viscosity dari minyak terhadap perubahan suhu. Viscosity Index merupakan index kepekaan viscosity terhadap perubahan suhu. Pengukuran nya didasarkan pada perbandingan dari viscosity minyak bumi yang dipilih dengan harga batas maksimum 100, sedangkan harga batas minimum adalah 60. Minyak dengan index di atas 100 dapat dibuat dari berbagai macam campuran minyak bumi dan penambahan additive. Viskositas cairan memiliki pengaruh pada ukuran droplet. Viskositas menyebabkan fluida cenderung untuk mencegah pemecahan cairan dan mengarah ke ukuran droplet yang rata-rata lebih besar yang ditunjukan pada gambar 2.7. Tabel 2.4 menunjukan viskositas akan menurun dengan peningkatan temperatur.
14
Gambar 2.7 Pengaruh Viskositas Terhadapa Ukuran Droplet (Sumber : Graco, 1995) Tabel. 2.4 Viskositas Minyak
Temperature (°C) Kerosene Oil
Kinematic Viscosity centistoke (cSt) Coconut Oil Soybean Oil
35
5.82
16.36
15.77
40
5.21
15.64
15.17
45
4.97
12.65
11.67
50
4.74
11.87
11.25
55
4.51
11.16
10.93
60
4.42
10.69
10.13
65
4.29
10.12
7.73
70
4.13
9.78
7.23
75
3.93
8.45
6.87
80
3.79
7.72
6.35
85
3.61
7.03
5.92
90
3,49
5,98
5.64
95
3.28
5.34
5.43
100
3.11
5.08
5.23
(Sumber : Angaitkar, 2013)
15
2.6.3 Densitas/Massa Jenis Densitas adalah pengukuran massa setiap satuan volume benda. Semakin tinggi densitas suatu benda, maka semakin besar pula massa setiap volumenya. Densitas rata-rata setiap benda merupakan total massa dibagi dengan total volumenya.
m ......................................................................................................... (2.9) V
Dimana: ρ adalah massa jenis (kg/m3) m adalah massa (kg) V adalah volume (m3) Densitas menyebabkan cairan mempertahankan akselerasi. Densitas serupa dengan sifat-sifat baik tegangan permukaan dan viskositas. Densitas yang tinggi cenderung menghasilkan ukuran tetesan yang rata-rata lebih besar. Tabel 2.5 menunjukan perbedaan densitas minyak. Tabel 2.5 Densitas Minyak
Density (ρ) (Kg/m3) Kerosene Oil
820.1
Coconut Oil
924
Soybean Oil
926
(Sumber : Angaitkar, 2013)
Menurut Olson (1999) tekanan juga mempengaruhi ukuran droplet. Gambar 2.8 menunjukan peningkatan tekanan akan memperkecil ukuran droplet sedangkan penurunan tekanan akan memperbesar ukuran droplet seperti yang. Jika tekanan meningkat dari 100-300 Psi, diameter droplet berkurang sekitar 28% dan meningkatannya tekanan 100-150 Psi mengurangi diameter droplet sekitar 11%.
16
Tekanan 3 Psi
Tekanan 10 Psi
Tekanan 100 Psi
Tekanan 300 Psi
Gambar 2.8 Pengaruh Tekanan Terhadap Ukuran Droplet (Sumber : Olson,1999)
2.7 Spray Characteristics Menurut (Zakaria, 2011) spray characteristics meliputi spray tip penetration, Spray angle and spray pattern. 2.7.1
Spray Tip Penetration
Menurut Majhool (2012) Spray tip penetration adalah jarak aksial antara lubang injektor ke lokasi terjauh dapat ditempuh dengan spray droplets. Gambar 2.9 menunjukan Spray tip penetration pada injektor.
Gambar 2.9 Spray Tip Penetration (Sumber : Majhool, 2012)
17
2.7.2
Spray Angle Sudut semprot (spray angle) adalah sudut yang terbentuk dari semburan pada
nosel. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi sudut semprot (spray angle adalah Tekanan, diameter lubang nosel, viskositas. Gambar 2.10 menunjukan bahwa tekanan dan diameter lubang nosel dapat mempengarui sudut semprot (Vinukumar, 2012). Peningkatan tekanan dan pembesaran diameter lubang nosel pada injektor akan meningkatakan sudut semprot.
Gambar 2.10 Pengaruh Tekanan dan Diameter Lubang Nosel Terhadap Spray Angle (Sumber : Vinukumar, 2012)
Menurut Kewas (2013) bahan bakar diesel
memiliki sudut semprot 13,6°
sedangkan 7,4 pada minyak kelapa. Perbedaan sudut semprot bahan bakar diesel dengan minyak kelapa disebebkan viskositas minyak yang berbeda-beda. Menurut Olson (1999) temperatur dapat mempengaruhi viskositas bahan bakar minyak. Gambar 2.11 menunjukan peningkatan temperatur dapat menurunkan viskositas minyak.
Gambar 2.11 Pengaruh Temperatur Terhadap Viskositas (sumber : Olson, 1999)
18
2.7.3
Spray Pattern Spray pattern adalah pola yang dihasilkan dari semburan (spray). Menurut
olson (1999) macam-macam spray pattern pada pembakaran minyak antara lain: a. Hollow Cone Hollow Cone adalah semprot dimana konsentrasi tetesan berada di tepi luar semprot dengan sedikit atau tidak ada bahan bakar di tengah semprot yang. Gambar 2.12 menunjukan penyebaran droplet tidak seragam di penampang semprot dan penyebaran droplet terjadi di tepi luar semprotan.
Gambar 2.12 Hollow Cone (Sumber : Olson ,1999)
b. Solid cone Solid cone adalah semprot dimana distribusi tetesan cukup seragam di penampang semprot. Gambar 2.13 menunjukan penyebaran droplet seragam di penampang semprotan.
Gambar 2.13 Solid Cone (Sumber : Olson ,1999)
19
2.8 Perpindahan Panas Perpindahan panas (heat transfer) merupakan perpindahan energi panas sebagai akibat adanya perbedaan temperatur diantara benda dengan benda atau benda dengan fluida. Energi panas tersebut akan berpindah dari medium temperatur tinggi ke medium temperatur rendah. Proses perpindahan panas dapat terjadi melalui beberapa mekanisme seperti perpindahan panas secara konduksi, konveksi dan radiasi (Incropera, 1996). 2.8.1
Perpindahan Panas Konduksi Perpindahan panas secara konduksi adalah perpindahan panas yang terjadi
tanpa disertai partikel perantaranya yang ditunjukan pada gambar 2.14. Dimana pada hantarannya yang mengalir hanya kalornya tanpa melibatkan perantaranya. Perpindahan panas secara konduksi bisa terjadi pada cairan dan gas, hanya saja konduktivitas terbesar ada pada padat (Buchori, 2004).
Gambar 2.14 Perpindahan Panas Konduksi (Sumber : Buchori, 2004)
Menurut Incropera (1996) laju perpindahan panas secara konduksi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: q" X = - k.
dt ……......................……………………………………............. ( 2.10 ) dx
Dimana: q" X
= laju perpindahan panas per satuan luas (W/m²)
k
= kondutivitas thermal ( W/m.K)
dt dx
= gradient temperatur (K/m)
20
2.8.2
Perpindahan Panas Konveksi Perpindahan panas secara konveksi perpindahan panas antara suatu
permukaan dengan fluida yang bergerak melintasi permukaan tersebut bila ada perbedaan tetemperatur yang ditunjukan pada gambar 2.15. Perpindahan panas ini memerlukan media penghantar berupa fluida (cairan atau gas) (Buchori, 2004). Menurut Buchori (2004) Perpindahan panas secara konveksi terjadi melalui 2 cara yaitu : 1. Konveksi bebas/konveksi alamiah (free convection/natural convection) Konveksi bebas adalah perpindahan panas yang disebabkan poleh beda suhu dan beda rapat saja dan tidak ada tenaga dari luar yang mendorongnya. 2. Konveksi paksaan (forced convection) Konveksi paksaan adalah perpindahan panas yang aliran gas atau cairannya disebabkan adanya tenaga dari luar.
Gambar 2.15 Perpindahan Panas Konveksi (Sumber : Buchori, 2004)
Menurut Incropera (1996) laju perpindahan panas secara konveksi dapat dihitung melalui rumus sebagai berikut :
q"konv = h(Ts - T∞) jika Ts > T∞ ……………………...................................... (2.11) q"konv = h(T∞ - Ts ) jika T∞ > Ts ……………………........................................ (2.12) Dimana :
q"konv = Laju perpindaha panas per satuan luas ( W/m² ) h
= Koefisien perpindahan panas konveksi ( W/m². K)
Ts
= Temperatur permukaan material ( K )
T∞
= Temperatur fluida yang mengalir (K)
21
2.8.3
Perpindahan Panas Radiasi Perpindahan panas secara radiasi adalah perpindahan panas yang terjadi
karena pancaran/sinar/radiasi gelombang elektromagnetik yang. Gambar 2.16 menunjukan perpindahan panas yang terjadi tanpa melalui suatu medium perantara (Buchori, 2004).
Gambar 2.16 Perpindahan Panas Radiasi (Sumber : Buchori, 2004)
Menurut Incropera (1996) laju perpindahan panas secara radiasi dapat dihitung melalui rumus sebagai berikut:
q" Rad = . . Ts 4 …………………………………….............................…….. ( 2.13 ) Dimana :
q" Rad
= Laju perpindahan panas per satuan luas (W/m²)
= emisivitas permukaan benda
= konstanta Stefan-Boltsman (5,67.10-8 W/m 2 . K 4 )
Ts
= Temperatur permukaan benda (K)
2.8.4
Proses Perpindahan Panas Pada Sudut Semburan Nosel Pipe Line Konveksi Konduksi
Radiasi
Heater
Gambar 2. 17 Skema Perpindahan Panas dari Heater ke Pipe Line
Terjadi perpindahan panas secara konduksi dari heater ke dinding luar pipe line dan terjadi perpindahan panas secara konveksi pada dinding dalam pipe line dengan aliran fluida yang bergerak serta tejadi perpindahan panas secara radiasi dari dinding luar pipe line ke lingkungan.
22
Terjadi perpindahan panas dari heater ke pipe line dengan perpindahan panas pada T1 T2 T3 . Karena perpindahan panas yang sama terjadi pada T1 , T2 dan T3 maka yang di carai tahanan termal (thermal resistance) pada T1 dengan mengabaikan perpindahan panas secara radiasi adalah sebagai berikut :
Dinding dalam pipe line
Dinding luar pipe line
Heater
Gambar 2.18 skema tahanan termal dari heater ke pipe line
Tahanan termal konduksi pada T1 dapat dihitung melalui rumus sebagai berikut : Rt ,cond
Ts ,1 Ts , 2 qx
L ....................................................................................(2.14) kA
Perpindahan panas secara konveksi pada diding dalam dengan aliran fluida maka tahanan termal konveksi pada T1 dapat dihitung melalui rumus sebagai berikut :
Rt ,conv
Ts , 2 T, 2 q
1 ...................................................................................(2.15) hA
Terjadi perpindahan panas secara konveksi dari aliran fluida ke dinding dalam pipe line atau dinding dalam nosel yang ditunjukan pada gambar 2.19. Terjadi perpindahan panas secara kondukis dari dinding dalam nosel atau pipe line ke dinding luar nosel atau pipe line serta tejadi perpindahan panas secara radiasi dari dinding luar nosel atau pipe line ke lingkungan.
23 Nosel
Konveksi
Pipe Line
Konduksi Radiasi
Gambar 2. 19 Skema Perpindahan Panas Pipe Line dan Nosel
2.9 Pengukuran Sudut Semburan Nosel Autodeks Inventor adalah salah satu software yang digunakan untuk merancang part permesinan atau susunan part permesinan dengan tampilan 3D atau tampilan 2D (drawing ). Langkah- langkah mengukur gambar semburan menggunakan Autodeks Inventor antara lain : 1.
Jalankan program Autodeks Inventor lalu pilih new kemudian pilih Standard.ipt yang ditunjukan pada gamabar 2.20.
Gambar 2. 20 Membuka layer Baru Untuk Memulai Sketch
2. Pilih ikon Image dan Insert gambar spray yang diukur sudutnya yang ditunjukan pada gambar 2.21.
24
Gambar 2. 21 Insert Gambar Spray dengan Ikon Image
3. Pilih menu line membuat batas spray lalu pilih dimension untuk mengukur sudut semburan yang ditunjukan pada gambar 2.22.
Gambar 2. 22 Cara Pengukuran Sudut Semburan
4. Pilih Finish Sketch kemudian pilih Export ke Gambar (Image).