BAB I RINGKASAN CHAPTER
Konseling karir trait and faktor dikenal memiliki latar belakang sejarah pada bidang psikologi yang difokuskan pada identifikasi dan pengukuran perbedaan individu dalam tingkah laku manusia (Anastasi, 1958; Patterson, 1930; Tayler,1965). Teori Trait and Factor merupakan satu dari keseluruhan orientasi dalam proses psikologi vokasional untuk menggambarkan dan menjelaskan pembuatan keputusan karir berdasarkan “kesesuaian individu dengan pekerjaan”. Teori ini berasumsikan pada tiga hal, yaitu: 1. Berdasarkan karakteristik khusus psikologisnya setiap pekerja disesuaikan setepat mungkin pada suatu jenis pekerjaan yang khusus; 2. Kelompok pekerja yang berbeda pekerjaan mempunyai karakteristik psikologi yang berbeda; 3. Berbagai
penyesuaian
kerja
langsung
dengan
perjanjiannya
antara
karakteristik pekerja dengan tuntutan kerja.
A. MODEL Model pendekatan konseling karier trait and factor, menurut Parson (1909) lebih menekankan pada tiga hal (1) individu (2) pekerjaan dan (3) hubungan antar keduanya, sehingga Parson dingggap sebagai pelopor yang menggabungkan pengalaman-pengalaman pada perkembangan psikometrik dan okupasionologi yang terbaru.
Secara filosofis, teori konseling karier Trait and Factor telah
mempunyai komitmen kuat terhadap keunikan individu. Secara psikologis nilai ini bermanfaat dalam waktu yang lama untuk prinsip psikologi differensial. Sebagai konsekuensi, ada dua implikasi signifikan untuk model ini. Pertama, hal ini sangat teoritikal daripada pemasukkan proporsi perbedaan individu. Teori Trait and Factor bisa menyebabkan “dustbowl-empirism”, yaitu suatu keyakinan tunggal dengan pengertian eksplisit dan prediksi statis ini, konsep organisasi atau konstruk hypotetical sebagai Client-Centered dan pendekatan psikodinamika. Kedua,
analisa dan atomistic yang berorientasi ini memberikan contoh yang disebut psikograf dimana profile klien “Traits and Factors” konseling karier lebih skematis atas pemecahan masalah. Diantara beberapa aspek mengenai model trait and factor, yaitu sebagai berikut: 1. Diagnosis Landasan Teori konseling karier Trait and Factor adalah diagnosis differensial Williamson (1939a, pp. 102-103) yang dijelaskan sebagai berikut: suatu proses pemikiran logis atau mengeluarkan dari yang bersangkutan dan fakta yang tidak bersangkutan. Rumus konsisten mempunyai makna dan pengertian atas klien serta kecenderungan dengan prognosis atau judgement untuk penyesuaian masa depan yang dibuat oleh klien.
Oleh karena itu, Williamson (1939b) membagi menjadi empat kategori dalam menangani masalah diagnosis membuat keputusan, sebagai berikut: a
No Choice (Tidak ada pilihan), klien tidak mampu menyebutkan bidang pekerjaan yang akan dipilihnya.
b Uncertain Choice (ketidakpastian pilihan), klie ragu atas pilihan karir yang telah ada di pikirannya. c
Unwise Choice (Pilihan tidak bijaksana), klien memilih karir yang tidak sesuai dengan bakat dan minatnya.
d Discrepancy between interest and aptitudes (ketidaksesuaian antara minat dan bakat), yang termasuk kategori ini adalah: 1) Bidang pekerjaan yang diminati tidak sesuai dengan bakat klien. 2) Pekerjaan yang diminati tidak sesuai dengan tingkat kemampuan klien. 3) Bakat dan minat cocok, tetapi tidak sesuai dengan pekerjaan yang dipilih.
Untuk menangani beberapa masalah mengenai diagnosis maka Crites (1969) telah menetapkan sistem diagnosa untuk masalah klien dalam pemilihan karir yang dapat diandalkan, independen dan saling berkaitan juga saling melengkapi
memberikan
kriteria
sebuah
pengklasifikasian
dari
sistem
pendefinisian dan kategorisasi masalah. Kriteria ini sudah dijelaskan di tabel 2-1
dan untuk menguraikan masalah ada di bagan 2-2. Prinsip dari sistem tersebut menyatu dengan persetujuan klien, kesenangannya dan pilihan klien. Bila konselor memiliki data objektif untuk setiap variabel ini ia dapat memastikan kalsifikasi masalah klien ke dalam sistem karena katagori tersebut independen dan saling berkaitan. Sistem tersebut bagaimanapun juga terbatas dari variabel yang digunakan sebagai kriteria pengklasifikasian. Ada beberapa masalah klien dimana harus didiagnosa secara mendasar, berbeda dengan sistem-sistem yang lain dan inilah yang paling menarik dari pemilihan karir trait dan faktor.
Tabel 2-1 Skala Pemilihan Karir
1. Apa pilihan karirmu? Pekerjaan apa yang kamu minati untuk pekerjaan tetap setelah kamu menyelesaikan pendidikan/ pelatihan? _______________________________________________________________ ______ 2. Tafsirkan derajat kepastian dengan pilihan karir di skala yang ada di bawah ini. Hubungkan (beri tanda seperti menjodohkan dengan garis) dari poin yang isinya seberapa cocok kamu dengan karir yang kamu pilih! Kepastian Tinggi
Aku sedikit bimbang mengenai karir yang aku pilih. Aku tidak mengharapkan untuk merubahnya. Aku mempunyai rencana untuk masuk kepada pilihan karir tersebut dan menetap disitu.
Kepastian Menengah
Aku agak ragu/bimbang mengenai karir yang aku pilih. Benarkah aku sudah membuat pilihan/ keputusan yang tepat.
Kepastian Rendah
Aku mempunyai banyak keraguan mengenai karir yang aku pilih.
Aku punya pilihan tetapi kadang aku berpikir dan bertanya-tanya pada diri sendiri apakah ini pilihan karir yang tepat.
Bagan 2-2 bakat
minat
pilihan Kategori masalah karir Bakat diperlukan untuk pilihan
Tingkat pengukuran bakat
Penyesuaian:
wilayah pilihan
Pengukuran minat
setuju
setuju
Tidak setuju
Tidak setuju
menyesuaikan Tidak dapat menyesuaikan
Keraguan:
Banyak pilihan
Multipotensial Tidak ada pilihan
Tidak dapat memutuskan Tidak berminat Tidak realisme: Tidak realistik Tidak memenuhi
setuju
Tidak berminat
Kurang terukur
Setuju atau tidak berminat
Terukur
Setuju atau tidak berminat
2. Proses Dalam proses Konseling karir trait and faktor terdapat sejumlah tahapan. Menurut Williamson (1939) ada enam tahap dalam proses konseling karir dalam pendekatan ini yaitu : a
Analisis. Dalam tahap ini dilakukan pengumpulan data dari klien tentang sikap, latar belakang keluarga, tingkat pendidikan, minat dan bakat.
b Sintesis. Membandingkan dan menyimpulkan data yang telah didapat dari klien sebagai acuan dalam teknik studi kasus dan tes profil untuk melihat keunikan dan ciri khas yang di miliki klien. c
Diagnosis. Dalam tahap diagnosis menguraikan karakteristik dan masalah klien, dan membandingkan (mencocoka) antara profil individu dengan tingkat pendidikan dan profil standar jabatan.
d Prognosis. Mengambil keputusan atas konsekuensi yang akan didapat dari masalah dan kemungkinan untuk penyesuaian dan untuk mengambil alternatif tindakan yang menjadi pertimbangan klien. e
Konseling atau treatmen. Disini berupa kerjasama antara konselor dan klien yang mengarah kepada penyesuaian yang diinginkan oleh klien pada saat ini maupun pada saat yang akan datang.
f
Follow-up. Merupakan pengulangan dari tahapan-tahapan sebelumnya yang digunakan sebagai bahan acuan dalam langkah tindak lanjut dalam penyelesaian
masalah yang dihadapi klien,
juga sebagai usaha dalam
mengantisipasi timbulnya masalah baru pada klien.
Keempat langkah
pertama di atas
hanya di lakukan oleh
konselor
sedangkan pada dua tahap terakhir klien ikut terliba. Dalam penyelesaian pengambilan keputusan karir oleh klien ada 3 fahapan yang sama dengan proses yang telah dikemukakan tadi. Adapun tahap pertama berupa kontak antara konselor dan klien dimana klien di wawancara dan mengungkapkan permasalahannya. Konselor mendengarkan, melihat latar belakang pribadi, dan pendidikannya kemudian memberikan test kepada klien sebelum wawancara yang
selanjutnya. tahap kedua, wawancara dilakukan untuk menafsirkan test yang telah dilakukan, dan mengumpulkan berbagai data dari klien, melalui psyciometric dan demographic dari klien, konselor berperan lebih aktif dibanding klien. Tahap terakhir adalah pemberian informasi mengenai pekerjaan. Konselor memberikan informasi tentang pekerjaan yang cocok dengan ciri dan faktor pada klien dan tentu saja melihat informasi itu dari sumber yang relevan.
Secara keseluruhan dapat disimpulkan menjadi tiga tahapan dalam proses konseling karir Trait-faktor terbagi dalam 3 wilayah permasalahan: a. Latar belakang masalah (kumpulan data diri) b. Pernyataan masalah(menginterpretasikan tes) c. Resolusi masalah (Informasi pekerjaan)
3. Hasil Jika diagnosa dalam konseling karir Trait-Faktor telah akurat dan prosesnya efektif, maka hasilnya pasti sesuai dengan yang diharapkan. Pemecahan masalah klien ini dilakukan dengan membatasi dan menggunakan pendekatan tertentu. Dimana ada keraguan disitu ada keputusan; dimana ada ketidaknyataan disitu ada kenyataan. Secara umum hal ini bertujuan agar klien mampu membuat keputusan karir melalui proses pembuatan keputusan dan pemecahan masalah. Dalam pilihan karir yang sesuai dengan pendidikannya tentu saja dapat diimplementasikan dalam dunia kerja. Menurut data dari Strong (1943: 1955) mengindikasikan bahwa banyak perubahan minat terjadi antar usia 15 dan 18 tahun dan tetap pada usia 21 tahun. Hasil yang terlihat dari konseling karir Trait-Faktor adalah pilihan realistik saat klien memasuki awal masa dewasa. Kedua, hasil dari konseling karir Trait-Faktor adalah klien belajar cara membuat keputusan dan menyelesaikan masalah, pembeda keputusan dan solusi. Williamson (1965: 198) menjelaskan tujuan ini bagian dari penilaian dan kontrol pribadi: Tugas dari konseling karir Tarit-Faktor adalah untuk membantu individu dalam merumuskan sef-understanding dan self management yang sukses dengan membantunya menilai modal/ bakat dan
kemampuan yang dimilikinya sebagai syarat dalam perubahan tujuan hidup dan karirnya. Pendekatan Trait-Faktor lebih berfokus pada pembuatan pilihan karir klien secara spesifik sebagai kriteria keberhasilan. Berbeda dengan yang telah dijelaskan, Thompson (1954: 535) menjelaskan bahwa pendekatan ini seharusnya tidak hanya membantu klien untuk membuat keputusan (pilihan karir), tetapi juga harus membantu klien belajar proses membuat keputusan: Perhatian konselor vokasional adalah tidak hanya membantu individu untuk segera memecahkan masalah atau segera membuat keputusan; ia juga harus mengetahui bahwa konseling yang efektif harus menghasilkan individu yang lebih baik dan mampu memecahkan masalah di masa yang akan datang.
B. METODE Metoda yang digunakan dalam konseling Trait and Faktor sebagai refleksi dari pendekatan rasionalistik dan kognitif. Teknik-teknik yang digunakan adalah wawancara,
prosedur
interpretasi
tes
dan
menggunakan
informasi
jabatan/pekerjaan yang selanjutnya akan disusun untuk membantu menyelesaikan masalah klien dan membantu dalam membuat keputusan karir. Menurut Darley ( 1950, p.268) wawancara harus bisa mengungkap dan menunjukan perasaan, sikap klien yang sesungguhnya sehingga konselor bisa memahami dan bisa membantu dalam mengambil keputusan, tentu saja keputusan tersebut sepenuhnya tergantung pada diri klien sendiri. a. Teknik wawancara Williason (1939) telah mengidentifikasi 5 teknik umum yang diajukan untuk konseling karier Trait and Faktor, seperti dibawah ini: 1) Establishing rapport (menciptakan hubungan baik) Konselor berupaya untuk menumbuhkan kepercayaan klien, memunculkan kemampuan dan menumbuhkan hubungan yang baik dengan klien sehingga ia akan mempercayakan masalah yang dihadapinya pada konselor. 2) Cultivating self understanding (mengolah pemahaman diri)
Konselor harus berupaya untuk bisa membuat klien untuk berani mengungkapkan masalah dan memberikan informasi mengenai kemampuan yang ada dalam diri klien sehingga pemahaman konselor terhadap klien bisa berlangsung dengan baik. 3) Advising or planning a program of action (mempertimbangkan atau merencanakan program pelaksanaan) Konselor harus mulai memberikan konseling berdasarkan pemahaman individu tersebut. Konselor harus mulai merencanakan program tindakan untuk membantu menyelesaikan permasalahan yang dihadapi klien. 4) Carrying out the plan (pelaksanaan rencana) Membuat perencanaan tindakan yang lebih nyata bagi klien dengan mulai membuat persiapan dan perencanaan yang kemudian dilaksanakan dalam suatu tindakan. 5) Referral (pengalih tanganan) Seorang konselor tidak selalu bisa melakukan konseling sendiri. Adakalanya seorang konselor membutuhkan masukan dan bantuan dari pihak lain yang lebih berkompeten. Untuk itu konselor bisa mengalihtangankan klien pada ahli yang lebih berkompeten untuk mengatasi masalah yang dihadapi klien.
Lebih khusus lagi, Darley (1950, p.266) menyatakan tentang 4 prinsip wawancara yang harus dilakukan seorang konselor, yaitu: 1) Jangan menceramahi atau mematahkan semangat klien 2) Gunakan bahasa yang mudah dipahami dan batasilah informasi yang akan diberikan pada klien untuk memberikan kesempatan pada kien untuk mencari dan berupaya dengan kemampuan yang dimilikinya 3) Yakinkan bahwa kita tahu tentang apa yang klien ingin bicarakan sebelum memberikan informasi atau jawaban 4) Yakinkan bahwa sikap klien bisa dijadikan pegangan untuk membantu pemecahan masalah.
Teknik-teknik wawancara menurut Darley, sebagai berikut :
1) Opening the interview ( Pembukaan wawancara ) diawali dengan memberi salam kepada klien dan mempersilahkan untuk duduk kemudian memberikan pertanyaan lugas seperti ”Apa yang ada dalam pikiran anda hari ini?” atau ” apa yang ingin anda bahas?“ atau “apa yang dapat saya lakukan untuk anda?”. 2) Phrasing Question (mengajukan pertanyaan) untuk mendapatkan cerita yang mengalir dari klien, konselor diharapkan tidak mengajukan pertanyaan yang dapat dijawab “ya” atau “tidak”. Contoh pertanyaannya: “Jadi anda ingin memulai bisnis kecil-kecilan?” merupakan pertanyaan yang kurang efektif dibandingkan pertanyaan “Bagaimana awalnya hingga anda memikirkan untuk berbisnis?”. 3) The Client’s Experiences (pengalaman klien mengenai konseling), perasaan klien terhadap anda sebagai konselor tidak seluruhnya positif, terutama jika sebelumnya ia telah mengalami hal yang kurang mengenakkan. Ia akan membandingkan anda dengan konselor lain, baik atau buruknya. Ia akan melakukan penafsiran berdasarkan apa yang telah ia dapatkan dari konselor lain. Untuk itu lebih baik kita menanyakan apa yang telah diperolehnya dari konselor lain agar pemberian konseling tidak bertentangan. Di sisi lain hal ini penting mengingat bahwa ia akan menafsirkan apa yang orang lain telah katakan dengan pandangan subyektifnya bukan dari pandangan sisi objektifitasnya. 4) Overtalking the client (komentar terhadap klien) banyak orang dalam suatu wawancara mungkin menemukan kesulitan untuk menyatakan apa yang mereka maksud. Jangan terburu-buru menguasai klien apabila ia bingung dengan kalimat yang ia maksud. Kesalahan yang sering terjadi pada awal wawancara adalah berbicara lebih cepat dari klien atau mengalihkan pembicaraan. 5) Accepting the clients attitude and feelings (menerima sikap dan perasaan klien) terkadang klien tidak yakin bahwa dengan wawancara dengan dilakukan akan membantunya dalam mengatasi permasalahan yang tengah dihadapi berbagai macam sikap dan ekspresi akan muncul dengan wawancara.
Untuk itu konselor perlu sesekali mengatakan hal yang mendukungnya untuk terus mengungkapkan apa yang ada dalam pemikirannya. “Saya paham”atau “saya mengerti” atau “ya”. 6) Cross-examining (meneliti ulang). Jangan mengajukan pertanyaan kepada klien secara terus menerus karena wawancara bukanlah suatu penelitian yang bersilangan. Tanyakanlah hal yang perlu ketika wawancara berlangsung, jangan menumpuk pertanyaan-pertanyaan tersebut dalam satu bagian dari wawancara. Ketika pertanyaan dibutuhkan, tempatkanlah pertanyaanpertanyaan tersebut dan katakanlah dengan sebaik mungkin. 7) Silence in the interview (keheningan dalam wawancara). Keheningan diperlukan dalam wawancara baik bagi konselor maupun klien. Klien mungkin menggunakannya untuk mencari kata-kata, sedangkan konselor mungkin mencoba mengerti mengenai pembicaraan yang telah mereka lakukan. 8) Reflecting the client is feeling (menunjukan perasaan klien). Jika klien sedang mencoba untuk menempatkan perasaan emosinya menjadi kata-kata mungkin akan menjadi proses yang sulit dan kaku. Dia mungkin memiliki perasaan malu atau merasa bersalah terhadap sikapnya atau dia merasa bodoh di mata orang lain. Pada saat itu konselor diharapkan tidak memberikan penilaian moral terhadap sikap klien. 9) Admitting your ignorance (mengakui ketidaktahuan). Jika klien bertanya tentang sebuah pertanyaan berdasarkan fakta dan kita tidak mempunyai fakta, akan lebih baik untuk mengatakan “saya tidak tahu”, daripada mencoba kesimpulan yang masih samar atau dalam cara lain mencoba menutupi ketidaktahuan. Klien mungkin mempunyai kepercayaan diri lebih daripada konselor yang tidak ragu-ragu untuk mengetahui ketidaktahuannya. Hal itu akan mendorong konselor untuk mendapatkan fakta-fakta lebih lanjut dan untuk mengatakan kepada klien kapan mendapatkannya. 10) Distribution of talking time (distribusi pengambilan waktu). Mungkin kesalahan terbesar dari konselor pemula adalah kecenderungannya untuk berbicara kepada klien sampai koma. Termasuk wawancara itu sendiri ada
tempat tertentu dimana konselor perlu melakukan banyak pembicaraan tapi jika wawancara adalah untuk mempunyai sebuah efek kesuksesan pada klien, ada poin-poin tertentu dimana dia harus banyak melakukan banyak pembicaraan dalam pengembangan pemahaman dirinya membawa sikapnya ke permukaan dalam memformulasikan rencana aksi. Pembicaraan umum, jika konselor berbicara dengan kesepakatan lebih dari satu setengah waktu, bahwa wawancara akan tidak produktif daripada seorang klien yang berbicara lebih dari satu setengah waktu. 11) The vocabulary of interview (pembendaharaan kata konselor). Kita telah mengatakan lebih awal bahwa jika ide-ide dan kata melewati rangking klien, dia tidak akan belajar banyak. Ini berarti bahwa konselor harus membuat keputusan pada level kemampuan verbal dan pemahaman diri kepada siapa dia berbicara. Dia kemudian harus memilih kata-katanya yang sesuai, selalu untuk menjaga kata-kata sesederhana mungkin, dan untuk menjaga ide-ide sejelas mungkin, mengulangi dan mengatakan dengan cara lain ketika penting. 12) The number of ideas for interview (sejumlah ide setiap wawancara). Ini berarti bahwa sejumlah ide dan topik didiskusikan sebaik mungkin pada seluruh wawancara. Masalah yang sama dari sejumlah ide dari setiap wawancara penting ketika ide meliputi kesepakatan dengan sikap emosi, kemarahan, kegagalan, frustasi dan konflik. Ini akan memberi nilai positif saat konselor menginginkan klien untuk menceritakan semua pikirannya. Jika dengan perhatian simpati yang lebih atau keingintahuan yang berlebihan konselor merangsang klien untuk mengatakan banyak tentang perasaannya, klien akan pergi dengan sangat sedikit kemungkinan untuk kembali lagi sejak dia merasakan, perasaan bersalah dan malu untuk diekspos terlalu banyak sebagai orang baru. 13)
Control of the interview (Kontrol dalam wawancara). Jika wawancara dilakukan secara berkesinambungan dan hasil akhir yang dapat mendorong kearah suatu modifikasi perilaku klien, pewawancara harus dapat mengontrol proses wawancara tersebut. Ia harus dapat mengarahkan percakapan dalam
proses wawancara, atau dari permasalahan yang berlarut-larut. Ini bisa dilakukan tanpa melawan arus yang menyangkut sikap klien seperti yang telah diungkap dalam kedelapan point diatas. Ungkapan seperti “Kita akan berbicara tentang ,”atau” apa yang akan kita bicarakan? Konselor yang akan mengarahkan percakapan dalam interview. 14) Avoid the personal pronoun (Hindarilah kata ganti orang). Secara umum wawancara akan lebih efektif dan akan mengakibatkan suatu percakapan bebas jika pewawancara menghindari penggunaan kata "Saya" atau "aku" atau sejenisnya. Klien tidak menanyakan opini pewawancara. Klien benarbenar menyampaikan opininya berkenaan dengan cara untuk mengkritisi diri klien sendiri. 15) Bad news in the interview (kabar buruk dalam wawancara). Tidak semua fakta harus konselor berikan pada klien dengan ekspresi yang menyenangkan. Itu tidak bagus bila hanya menentramkan hati klien dengan mengatakan bahwa “semua akan membaik” atau “saya yakin kamu tidak akan mendapatkan masalah dalam mengerjakan ini”. 16) Additional Problem (masalah tambahan). Kadang kala klien dalam mengutarakan masalahnya tidak diceritakan seluruhnya pada kita, sehingga untuk mengetahui permasalahan yang lengkap, konselor dituntut untuk mampu membuat klien mengutarakan selengkapnya. 17) The Frequent Visitor (frekuensi pengunjung). Ada kelompok yang menyukai untuk mendiskusikan masalah mereka. Mereka akan kembali secara teratur untuk pembicaraan personal dengan konselor. 18) Setting Limits On The Interview (membuat batasan dalam wawancara). Wawancara
dijadwal
terlebih
dahulu,
berapa
lama
wawancara
itu
dilaksanakan. !9) Plans For Action (rencana tindakan). Pada umumnya klien akan melengkapi proses pembelajaran tentang dirinya dan tentang dunianya jika ada beberapa hal yang sekiranya harus ia lakukan dari hasil wawancara. Lebih jauh lagi, banyak dari rencana dalam hidup berdasarkan flesibilitas dalam menjelaskan
sesuatu tujuan dari tindakan atau membangun beberapa rencana untuk menemukan penyesuaian masalah baru. 20) Summarizing The Inteview (meringkas wawancara). Sejumlah pelajaran dalam wawancara secara lisan didapat dari cara klien meringkas wawancara. Ketika konselor melihat waktu yang digunakan habis itu artinya tahapan pekerjaan harus segera diakhiri, dipercepat atau diringkas. Jika mungkin klien seharusnya melakukan peringkasan “sekarang kita lihat apakah kita bisa menyelesaikan wawancara ini?” atau “katakan pada saya kamu melihat situasi saat ini?” . Ungkapan-ungkapan semacam ini masih digunakan dalam pembicaraan selanjutnya dari klien. 21) Ending The interview (mengakhiri wawancara). Ini bukanlah tugas yang mudah. Ketika suasana terlihat mulai membaik konselor menjadi bersemangat untuk menceritakan tentang dirinya dan minatnya. Wawancara bisa menjadi komunikasi sosial yang buruk karena dapat merusak apa sebagian besar kerja yang baik sebelumnya. Dan alangkah baiknya bila wawancara berakhir pada saat itu. Jenis ungkapan yang menenangkan dapat digunakan pada saat itu “apakah kamu pikir hari ini kita telah melakukan semua pekerjaan?” atau “adakah hal lain yang ingin kamu bicarakan hari ini?”. Ungkapan tadi akan cukup baik untuk mengakhiri suatu wawancara. Dan akan membantu pewawancara untuk meninggalkan kegiatan tersebut. sangatlah penting untuk memperhatikan berbagai situasi untuk mempelajari teknik dalam mengakhiri wawancara ketika waktu yang telah ditetapkan telah habis.
b. Interpretasi Tes Tahap konseling karir trait and faktor ini digolongkan menjadi beberapa teknik wawancara itu. Wiliamson (1939a, pp. 139-142) membaginya kedalam suatu program tindakan yang meliputi kegiatan berikut : 1) Mengarahkan atau menasehatkan (Direct advising) merupakan suatu aktivitas atau suatu yang menjadikan konselor mempunyai alasan untuk percaya akan mendorong kearah masa depan dan menghindari kegagalan moril yang serius.
2) Bujukan (Persuasion) Konselor membujuk siswa memahami implikasi dan hasil diagnosa untuk langkah berikutnya. Konselor tidak menekan pilihan siswa tetapi membujuk siswa untuk menghindari permasalahan baru. 3) Penjelasan (Explanation) Konselor menyelidiki penafsiran arti dari diagnosa
hasil
test dan data nontest dalam suatu usaha untuk meningkatkan
pemahaman klien tentang hasil dan pilihan mereka. Masing-Masing pilihan karier yang dipertimbangkan oleh klien secara sistematis ditinjau dan diproyeksikan ke masa depan yang secara
psikologis dapat memprediksi
kepuasan dan kesuksesan jabatan dalam kedudukan berbeda.
Inisiatif konselor dalam proses yaitu dengan memperkenalkan atau memberikan hasil tes. Biasanya dalam bentuk di atas lembaran kertas yang diberikan kepada klien dengan beberapa komentar seperti “tes yang telah kamu terima harap dikembalikan lagi”. Beberapa konselor memulai dengan pencarian minat (Super & Crites, 1962). Pola minat berhubungan dengan skor dalam intelegensi, sikap khusus dan tes prestasi. Yang mendasari prinsip sebagai indikator minat adalah kesesuaian antara kemampuan klien dengan kenyataan yang ada sebagai dasar dalam memilih karir. Jika ukuran kepribadian juga digunakan, maka mereka dapat menyatukan antara minat dan semua data tentang kemampuan untuk proses akhir. Satu hasil tes dapat dihubungkan untuk mempermudah pilihan karir klien. Konselor memusatkan perhatian pada saat wawancara dalam membuat keputusan. Alternatif mana yang akan dipilih tergantung pada klien sendiri. Ini adalah keputusan akhir dalam konseling karir trait-faktor.
c. Informasi Seputar Pekerjaaan (Occupational) Informasi pekerjaan dalam konseling karir trait and faktor dikemukakan oleh Brayfield (1950) yang dibedakan dalam tiga fungsi: 1) Informasi (Informational). Konselor memberikan klien informasi seputar pekerjaan untuk memastikan suatu pilihan yang telah dibuat, untuk
memutuskan dua buah pilihan yang sama menarik dan cocok, atau hanya meningkatkan pengetahuan klien tentang pilihan yang realistis. 2) Penyesuaian kembali (Readjustive). Konselor memperkenalkan informasi pekerjaan agar klien memiliki suatu dasar nyata untuk menguji suatu pilihan yang tidak sesuai, prosesnya sebagai berikut. Konselor pertama kali memberikan pertanyaan awal mengenai ciri dari pekerjaan atau bidang yang telah dipilih oleh klien. Kemudian, konselor memberikan
informasi
akurat
yang
membuat
klien
memperoleh
pandangan tentang cara pandang ilusinya yang membuat pikiran atau pekerjaan dan bidang tersebut tidak cocok dengan tujuan kenyataannya.. pada saat ini biasanya konselor dapat mengubah interview menjadi pertimbangan dari dasar yang realistis dimana pilihan pekerjaan yang cocok ditemukan (Brayfield, 1950, p.218)
3) Motivasi (motivational). Konselor menggunakan informasi pekerjaan untuk melibatkan klien secara aktif
dalam pengambilan keputusan. Untuk
mempertahankan kontak dengan pasien yang bebas hingga mereka bertanggung jawab dengan pilihan mereka, dan menjaga motivasi untuk pilihan bila kegiatan klien pada saat ini tidak sesuai dengan tujuan jangka panjangnya. Christensen (1949) dan Baer dan Roeber (1951) mengembangkan teori Brayfield dengan menambahkan: 1) Exploration (Eksplorasi). Konselor menggunakan informasi pekerjaan untuk membantu klien membuat penelitian yang baik terhadap dunia kerja dari bidang pekerjaan tersebut. 2) Assurance (Keyakinan). Konselor menggunakan informasi pekerjaan untuk meyakinkan klien pilihan pekerjaannya cocok atau menghilangkan yang tidak cocok. 3) Evaluation (Evaluasi). Konselor menggunakan informasi pekerjaan untuk memeriksa keyakinan dan kesinambungan pengetahuan dari klien tersebut dan pemahamannya dari pekerjaan tersebut atau sejenis.
4) Startle (mengejutkan). Konselor menggunakan informasi pekerjaan Untuk memeriksa apakah klien menunjukkan tanda-tanda yakin atau tidak setelah melalui beberapa hal. Baer dan Roeber (1951, p.426) meneliti bahwa kategori- kategori tersebut untuk tujuan dan penekanan yang berbeda dalam penggunaan informasi pekerjaan. Namun kateori-kategori tersebut tidak selalu eksklusif. Mereka tumpang tindih karena satu kategori biasanya mengarah ke yang lain. Sama seperti dalam pemahaman tes, pelaksanaan Konselor karir Trait and Factor berbeda bagaimana mereka menggunakan informasi pekerjaan. Beberapa cukup memiliki pengetahuan tentang dunia kerja hingga mereka dapat menyampaikannya secara lisan dalam interaksi dengan klien. Mungkin menyampaikan informasi ini lewat pamplet atau alat lainnya. Yang lain membawa materi tertulis yang dibawa dalam interview bersama klien mereka. Prosedur ini sering mengubah sifat hubungan, konselor berubah peranan dari rekan kerja atau fasilitator menjadi ahli atau guru dan klien menurut menjadi seperti siswa. Keadaan ini dapat diatasi dengan klien membaca terlebih dahulu materi sebelum interview. Sayangnya, banyak konselor melakukan hal ini hanya agar klien pergi ke data pekerjaan atau agensi konseling atau menyuruh mereka ke perpustakaan. Membiarkannya tanpa dukungan hubungan konseling dengan para klien, yang cenderung pasif dan reaktif, tidak mengumpulkan informasi pekerjaan bagi mereka sendiri dan hasilnya tahap pembuatan keputusan karir diabaikan. Walau ada klien yang memiliki inisiatif untuk memperoleh informasi, namun konselor harus terlibat dalam tahapan terakhir namun penting ini.
C. MATERI Untuk menggambarkan model dan metode konseling karir trait and faktor dengan materi kasus yang aktual. Seorang perwakilan klien dari universitas konseling telah dipilih. Seorang pria berusia 18 tahun Mark.S melakukan tiga wawancara setiap minggunya dalam waktu sebelum libur natal semester pertamanya. Seperti yang diterapkan dalam lembaga itu, dia dihadapkan dengan interview untuk disposisi. Dia diterima sebagai konselor pekerjaan dan dikirim
kepada konselor senior (full time) yang dia temui minggu berikutnya. Materi yang dikumpulkan dalam kasus ini berupa kutipan interview, hasil tes, data biografi dan demografi dan seterusnya yang telah diatur menurut model konseling karir trait and faktor yaitu: diagnosis, proses dan hasil. Metode interview, penerjemahan tes, konseling pekerjaan didiskusikan dalam hubungannya dengan model tersebut, yang sebelumnya menjadi berarti buat penerapan selanjutnya.
1. Diagnosis Dalam diagnosis sebagai sebuah contoh klien yang dikemukakan adalah klien yang masih ragu dalam pilihan karirnya. Seperti kita ketahui klien yang ragu membutuhkan suatu dukungan data dalam hal ini dari hasil wawancara dengan konselor dalam rangka meyakinkan dengan keputusan pemilihan karirnya untuk masa depan. Di sini konselor dituntut untuk bisa mengumpulkan data-data pendukung yang kuat sebagai dasar bagi pemilihan keputusan karir klien. Adapun cara yang ditempuh dalam pengumpulan data melalui wawancara dan disertai tes. Tes-tes tersebut misalnya tes Meirer Art Judgment dan tes American College (ACT), yang berfungsi untuk melihat bakatnya. Konselor harus bisa memperkirakan minat klien dengan dua alasan, yaitu untuk penegasan pada minat utama klien dan untuk mengidentifikasi kemungkinan minat lain pada klien yang tidak sama dengan minat utamanya. Tujuan akhir dari sesi wawancara yaitu klien mampu menyelesaikan permasalahan pemilihan keputusan karier secara mandiri.
2. Proses Dalam prosesnya konselor melakukan wawancara yang diawali dengan tes. Penafsiran tes harus dilakukan oleh konselor untuk melihat kecenderungan minat dan bakat klien. Skor hasil tes harus dicatat dan dibandingkan dengan hasil tes orang lain yang mempunyai bakat yang sama, jadi disini akan terlihat kemampuan klien yang sebenarnya. Terkadang klien bertanya pada konselor, disini konselor harus bisa meyakinkan klien pada jalur pilihan karir yang sesuai dengan bakat dan minatnya. Dalam prosesnya juga klien dianjurkan untuk mewawancarai seorang figur ahli terkenal dalam bidang yang sesuai dengan
bakatnya, dalam rangka mendukung keyakinan pilihan karirnya. Konselor pun bisa mengkombinasikan jalur-jalur karir yang terkait dengan bakatnya. Proses konseling karir berakhir dengan klien merasa lebih baik dalam arti klien mampu memilih karir secara tepat sesuai minat dan bakatnya.
3. Hasil Setelah melalui proses di atas maka hasil yang diharapkan dari konseling karir trait and faktor ini adalah perwujudan hasil perencanaan karir klien untuk masa depan, yang sesuai dengan minat dan didukung pula oleh bakatnya serta memenuhi syarat-syarat dari pekerjaan yang diminatinya.
4. Komentar Selama beberapa tahun, Konseling Karir trait and faktor telah berpengaruh sebagi satu-satunya pendekatan untuk menolong klien dalam memutuskan kehidupan kerja mereka. Sekarang ini pendekatan trait and faktor memuat tiga sesi wawancara, yaitu wawancara pertama yang biasanya untuk mengumpulkan data latar belakang klien dan untuk menentukan tes yang akan diberikan pada klien, wawancara kedua adalah penafsiran dari tes yang dilakukan pada wawancara pertama dan menjelaskan pada klien tentang konsep psikometrik yang telah dibuat, dan wawancara ketiga adalah dipusatkan untuk mengulang bahasan pilihan karir klien.
BAB II PEMBAHASAN CHAPTER
Beberapa tokoh utama teori trait and factor adalah Walter Bingham, John Darley, Donald G.Paterson, dan E.G.Williamson. Akan tetapi tokoh yang paling menonjol dan terkenal yaitu Williamson karena pandangan dan konsepnya telah banyak dipublikasikan dalam berbagai artikel, jurnal, dan buku-buku. Teori trait and factor sering disebut pula dengan direktif atau konseling yang berpusat pada konselor. Williamson mencatat bahwa ”landasan konsep konseling modern” adalah terletak dalam asumsi individualitas yang unik dari setiap individu dan identifikasi keunikan tersebut dengan menggunakan pengukuran obyektif sebagai lawan dari teknik perkiraan subjektif. Adapun maksud konseling menurut Williamson ialah membantu perkembangan kesempurnaan berbagai aspek kehidupan manusia, yang selanjutnya tugas konseling trait and sifat ialah membantu individu dalam memperoleh kemajuan memahami dan mengelola diri dengan cara membantu menilainya kekuatan dan kelemahan diri dalam kegiatan dengan perubahan kemajuan tujuan-tujuan hidup dan karier (Shertzer & Stone,1980,171).
A. Tinjauan Teoritis Setiap orang dalam masyarakat membutuhkan untuk dapat bekerja dan bahagia serta sukses dalam suatu pekerjaan tertentu. Biasanya pekerjaan ini adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup. Untuk meraih serta memegang tanggung jawab dalam suatu pekerjaan yang sesuai dengan kebutuhan hidupnya, individu harus mampu untuk membuat suatu rencana dan keputusan sendiri dalam memilih dan mempersiapkan karir di masa depannya. Keputusan karir bagi masa depannya akan terwujud apabila individu mampu menyesuaikan antara potensi yang dimilikinya dengan kesempatan yang ada. Akan tetapi, terkadang hal tersebut bisa menimbulkan masalah bagi individu tersebut. Masalah yang dimaksud disini adalah tidak adanya kesesuaian karir dengan potensi yang dimiliki. Sehingga
timbullah situasi dan kondisi yang tidak diinginkan, ada perasaan tidak nyaman dan perasaan tertekan ketika bekerja. Masalah tersebut tentunya akan menimbulkan banyak kesulitan bagi individu untuk memilih dan memutuskan serta mempersiapkan karirnya. Dalam hal inilah peran konselor dibutuhkan, konselor harus memberikan bantuan untuk mengatasi permasalahan tersebut. Konseling karir merupakan teknik bimbingan karir melalui pendekatan individual dalam serangkaian wawancara dalam konseling. Konseling merupakan salah satu teknik dalam bimbingan. Menurut Mohammad Surya dalam Dewa Ketut Sukardi (1989:12), Konseling merupakan pengkhususan kegiatan dalam masalah yang lebih khusus seperti masalah karir. Konseling karir sebagai salah satu jenis pelayanan dalam bimbingan karir yang berfungsi dan berperan dalam membantu memecahkan masalah-masalah karir yang dihadapi oleh individu yang berarti siswa. Proses konseling karir pada dasarnya adalah prosess wawancara yang sistematik dan terarah pada tujuan tertentu. Dengan demikian secara umum konseling karir dapat diartikan sebagai proses wawancara terarah untuk membantu klien
agar
mampu
merencanakan,
memutuskan,
mempersiapkan
serta
mengembangkan karirnya serta bertanggung jawab atas segala konsekuensi dari putusannya. Oleh karena itu keberhasilan dari suatu proses konseling karir adalah terjadinya perkembangan karir yang baik dalam kehidupan individu. Banyak manfaat yang dapat dipetik oleh para klien dalam bantuan layanan bimbingan karir melalui konseling karir, diantaranya: 1. Berkaitan dengan proses dari penempatan dalam pekerjaan. Para konselor melibatkan diri dalam analisis pekerjaan, pengembangan pekerjaan atau penelitian jabatan yang menyediakan informasi pekerjaan atau karir yang potensial. 2. Konselor dapat membantu dalam proses penyesuaian pekerjaan yang mungkin ada perbedaan antara kemajuan dalam pekerjaan atau yang tidak mendapatkan kemajuan dalam pekerjaan, ataupun antara yang tidak memiliki pekerjaan dan tanpa memiliki pekerjaan. 3. Konselor dapat melibatkan diri dalam bidang kepuasan jabatan. Ini dapat terjadi jika sebelum seorang individu memasuki suatu pekerjaan dengan
mengembangkan suatu bentuk diskusi dan pemahaman yang baik terhadap aspaek-aspek yang menjadi permasalahan. 4. Konselor dapat membantu dalam perubahan karir individu. Kebanyakan teori perkembangan karir memandang perilaku vokasional sebagai suatu proses pertumbuhan dan belajar yang berlangsung terus dan memandang penting konsep diri, pengalaman-pengalaman perkembangan, sejarah pribadi dan lingkungan psikososial individu sebagai determinan-determinan dari proses itu. Jadi, perkembangan karir dapat dikatakan berhubungan dengan aspek sosialisasi seseorang, yang bisa disebut vokasional. (Crites dalam Thayeb Manrihu: 1988). Proses vokasional atau perkembangan karir berbicara tentang berbagai faktor psikologis, sosiologi, cultural, ekonomi yang melalui kurun waktu serta menghasilkan identitas diri-karir (self-career identity), kemampuan mengambil keputusan karir dan kematangan karir. Vokasionalisasi berkaitan denagn prosesproses dan faktor-faktor yang membantu atau merintangi pencapaian nilai-nilai, pengetahuan dan keterampilan-keterampilan seseorang seseorang menuju kepada perilaku karir yang efektif (Herr dan Cramer dalam Thayeb M: 1988). Istilah Trait merujuk kepada karakteristik individu yang dapt diukur melalui tes. Faktor merujuk pada karakteristik yang dibutuhkan untuk penampilan kerja yang sukses. Jadi, istilah Trait dan Faktor merujuk pada penilaian karakteristik individu dan pekerjaan. Untuk memilih karir seorang individu idealnya harus memiliki pengertian ynag jelas mengenai diri sendiri, sikap, minat, ambisi, dan akibatnya; pengetahuan akan dunia kerja, keuntungan dan kerugiannya, serta kesempatan dan harapan masa depan; dan pemikiran mengenai hubungan antara kedua hal tersebut. Konseling dengan menggunakan teori trait and faktor disebut juga sebagai teori konseling direktif atau disebut juga konseling yang berpusat pada klien, karena konselor melakukan strukturalisasi secara sadar dan ia berusaha untuk mempengaruhi klien dengan tujuan untuk kebaikan klien dan konselor menilai klien sebagai seorang manusia yang mempunyai kemampuan untuk berfikir rasional dan masalah yang dihadapi klien bisa dipecahkan dengan menggunakan
kemampuan berfikir rasional yang dimilikinya (Winkel, 2000: 386). Menurut teori ini individu bisa berusaha untuk menggunakan pemahaman diri dan pengetahuan kecakapan dirinya sebagai dasar bagi perkembangan potensinya. Peran konselor dalam hal ini yaitu dalam pemberian informasi pekerjaan yang realistis, sehingga klien dapat memutuskan pilihan karir sesuai dengan potensinya. Kepribadian seseorang dapat digambarkan dengan cara mengidentifikasi sejumlah ciri-ciri yang bisa diperoleh dari hasil tes psikologi yang kemudian didiagnosa dan ditafsrkan mengenai relevansi dengan keberhasilan dan kegagalan klien dalam suatu karir misalnya skala minat pekerjaan dan EPPS yang biasa digunakan untuk mengukur minat dan kepribadian klien. Pendekatan ini bisa dipandang sebagai suatu strategi pengambilan keputusan pada suatu waktu tertentu dan juga bisa dipandang sebagai dasar perkembangan karir seumur hidup. Individu lambat laun akan menjadi sadar akan bakat-bakat, minat-minat, nilai-nilai dan kebutuhan-kebutuhan serta pada saat yang sama belajar tentang tuntutan-tuntutan pekerjaan. Dengan makin bertambahnya pengalaman maka proses penyesuaian menjadi lebih efisien ( Thayib. M: 1981). Ada beberapa langkah yang yang harus dilakukan individu dalam proses perkembangan karir, yaitu: 1. Pencapaian pemahaman diri Yang dapat dinilai dengan tes adalahbakat, prestasi, minat, nilai dan kepribadian. Kelima dasar ini merupakan hal yang harus dipahami oleh individu sebelum memilih karir. 2. Memperoleh pengetahuan tentang dunia kerja Informasi pekerjaan yang berupa: menggambarkan pekerjaan, kondisi pekerjaan atau masalah gaji; pengelompokkan pekerjaan; membantu mengetahui karakteristik dan kebutuhan untuk masing-masing pekerjaan. 3. Penggabungan informasi tentang diri sendiri dan dunia kerja
Konseling karir Trait-Faktor merupakan sebuah konseling yang melihat akan keunikan seseorang dan berusaha mencocokkan antara kemapuan dan
pemahaman diri baik itu bakat, kemampuan, minat, nilai dan kepribadian yang dihubungkan dengan syarat-syarat yang diperlukan dalam pekerjaan. Sebagai tokoh daro konseling karir Trait-Faktor, Williamson menegaskan bahwa individu adalah makhluk unik yang memerlukan identifikasi keunikannya melalui penggunaan pengukuran yang objektif dan bukan sekedar perkiraan yang subyektif. Maka untuk itu disusunlah instrumen-instrumen yang terukur validitas reliabilitasnya untuk digunakan dalam proses konseling ini. Dalam pelaksanaanya, terdapat dua arahan berupa model dan metode. Model dibagi menjadi tiga bagian yaitu diagnosis, proses dan hasil. Dalam diagnosis dibuat klasifikasi untuk memudahkan memahami masalah klien. Diagnosis dilakukan sebagai langkah awal yang akan menentukan proses konseling selanjutnya. Setelah diadakan diagnosis maka dilaksanakan proses konseling dimana tahapan konseling itu sendiri dibagi ke dalam enam tahapan yaitu analisi, sintesis, diagnosis, prognosis, konseling dan tindaka lanjut. Proses konseling terbagi ke dalam tiga bagian yaitu: latarbelakang masalah (kumpulan data pribadi), pernyataan dari masalah (interpretasi tes), dan resolusi masalah (informasi pekerjaan). Apabila proses sudah selesai maka hasil yang diharapkan dari konseling ini secara umum adalah klien dapat memilih karir secara realistik. Keberhasilan konseling dapat diukur dari: 1. Masalah dapat diselesaikan dengan tepat dan sesuai dengan keinginan klien. 2. Klien mampu mengidentifikasi dan dapat membuat keputusan sebagai pemecahannya. Sehingga konselor tidak hanya menolong untuk membuat sebuah keputusan secara nyata, tetapi harus membantu klien memahamiproses pembuatan keputusan. Pelaksanaannya dapat menggunakan berbagai tekhnik diantaranya dengan tekhnik yang disampaikan darley yang mencapai 21 tekhnik wawncara. Tekhnik ini digunakan untuk menciptakan hubungan yang baik antara klien dan konselor serta serta klien mencapai pemahaman dirinya. Proses konseling yang menggunakan teori Trait-Faktor merupakan salah satu proses konseling yang menuntut adanya gerakan antara penilaian diri dan informasi pekerjaan. Seorang konselor harus mampu menyediakan tempat yang
seluas-luasnya untuk membantu klien meningkatkan kemampuannya dengan tidak membatasi pemberian sugesti dan informasi.
B. Permasalahan yang Sering Muncul Sebagaimana diketahui bahwa teori trait and faktor ini adalah teori yang pertama kali muncul dalam dunia karir, sehingga keberadaannya merupakan cikal bakal dari teori-teori perkembangan karir selanjutnya. Beberapa hal yang sering muncul dan menjadi sorotan dalam teori ini, baik dalam kajian konsep maupun implementasi di lapangan, diantaranya yang pertama adalah tingkat keefektifan hasil yang sering dipertanyakan, disebabkan oleh bertumpunya teori ini pada hasil tes psikologi, sehingga cenderung untuk mengabaikan beberapa hal yang tidak terdeteksi oleh tes, seperti faktor situasi keluarga, teman pergaulan, tingkat ekonomi dan sebagainya. Sehingga perlu daya dukung dan antisipasi yang kreatif untuk dapat mengungkap masalah tersebut. Permasalahan yang kedua yang sering muncul adalah strategi pelaksanaan atau implementasi nyata di lapangan yang sering mendapatkan berbagai hambatan, seperti jadwal BK yang sangat terbatas, tenaga konselor yang kurang dalam jumlah dan kualitas sementara kasus yang perlu penanganan banyak. Hal di atas tidak jarang merupakan bumerang bagi konselor yang ada di sekolah. Di satu sisi ia ingin pelaksanaan BK lancar dan sukses namun hambatan belum dapat ditangani. Salah satu saran yang dapat dilakukan adalah menerapkan dulu teori ini pada diri konselor itu sendiri, ia harus memiliki pemahaman akan kemampuan personel dan timnya dalam upaya memberikan bantuan kepada siswa sehingga dari sana ia dapat menentukan prioritas, masalah mana yang harus segera ditangani dan strategi apa yang harus digunakan.
BAB III KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
A. KESIMPULAN Pendekatan teori trait and faktor
menjelaskan bahwa pemilihan karir
individu sangat ditentukan kesesuaian kemampuan (abilities), minat (interest), prestasi (achievement), nilai-niali (values) dan kepribadian (personality) dengan dunia kerja (world of work). Atau dengan kata lain, teori trait and faktor merupakan pendekatan konseling yang cenderung menekankan pada pencapaian kesesuaian dalam hal trait (ciri) yang dimiliki individu dengan factor (faktor) yang diminta atau dituntut oleh suatu pekerjaan dalam suatu pekerjaan dalam berbagai aspek kemampuan, minat, kepribadian dan nilai yang dianut. Dengan kata lain teori ini mempunyai falsafah yang telah lama berkibar, seperti yang disabdakan Rasulullah SAW “Bila suatu pekerjaan diamanahkan kepada kepada yang bukan ahlinya, tunggulah kehancurannya”. Diharapkan dari kesesuaian antara trait individu dengan faktor pekerjaan akan membuat klien tumbuh optimal pada kehidupan. Bila digambarkan: (Matching) Self
World of
work Relationship
Konseling karir trait and faktor dalam pelaksanaanya, terdapat dua arahan berupa model dan metode. Model dibagi menjadi tiga bagian yaitu diagnosis, proses dan hasil. Setelah diadakan diagnosis maka dilaksanakan proses konseling dimana tahapan konseling itu sendiri dibagi ke dalam enam tahapan yaitu analisis, sintesis, diagnosis, prognosis, konseling dan tindakan lanjut. Proses konseling terbagi ke dalam tiga bagian yaitu: latarbelakang masalah (kumpulan data pribadi), pernyataan dari masalah (interpretasi tes), dan resolusi masalah
(informasi pekerjaan). Apabila proses sudah selesai maka hasil yang diharapkan dari konseling ini secara umum adalah klien dapat memilih karir secara realistik. Keberhasilan konseling dapat diukur dari: 1. Masalah dapat diselesaikan dengan tepat dan sesuai dengan keinginan klien. 2. Klien mampu mengidentifikasi dan dapat membuat keputusan sebagai pemecahannya.
B. IMPLIKASI Teori konseling karir trait and faktor ini memberikan beberapa implikasi bagi konselor, diantaranya: 1. Individu memiliki sifat-sifat yang berhubungan dengan pilihan karir yang dapat diukur, maka konselor dapat membantunya untuk bisa memahami diri sendiri, bakat, minat, dan keterampilan yang dimiliki. 2. Membantu individu memahami tugas-tugas sehingga dapat membedakan dan menggambarkan pekerjaan-pekerjaan, dan juga membantunya mempelajari pasaran-pasaran kerja serta bagaimana pekerjaan dan industri saling berhubungan. 3. Membantu individu mempelajari keterampilan dalam mengumpulkan, memahami, dan menerapkan informasi tentang diri dan dunia kerja untuk mengambil keputusan karir. 4. Memiliki pemahaman akan kemampuan personel dan timnya dalam upaya memberikan bantuan kepada siswa sehingga dari sana ia dapat menentukan prioritas, masalah mana yang harus segera ditangani dan strategi apa yang harus digunakan.
DAFTAR PUSTAKA
Arif, Abdillah et al. (2002). “konseling Karir Trait dan Faktor”. Makalah disampaikan pada presentasi Mata Kuliah Bimbingan Karir 2, Bandung. Budiamin, Amin dan Supriatna, Mamat. (1994). “Beberapa Pendekatan Konseling Karir”. Makalah disampaikan pada Lokakarya BK SLTP/ SLTA Se-Jawa Barat, Bandung. Crites, j.o. (1981). “Career counseling Models, Methods and Material”. USA: Michigan university. Gani, Ruslan Abdul. (1996). ”Bimbingan Karir”. Bandung: Angkasa. Sukardi, Dewa Ketut. (1989). ”Pendekatan Konseling Karir Di dalam Bimbingan Karir (suatu Pendahuluan”). Jakarta: Ghalia Indonesia.
Surya Mohamad. (2003).
”Teori-Teori Konseling”. Bandung: Pustaka Bani
Quraisy. Thayeb, Manrihu Muhammad. (1988). ”Pengantar Bimbingan Dan Konseling karir”. Jakarta: Depdibud. Zakiyah, Insania et al. (2003). “Konseling Karir Trait-Faktor”. Makalah disampaikan pada presentasi Mata Kuliah Bimbingan Karir 2, Bandung.