BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Manusia sebagai salah satu makhluk hidup sekaligus makhluk sosial, memiliki ketergantungan yang sangat tinggi pada lingkungan hidupnya. Lingkungan hidup dimana manusia tinggal dan berinteraksi terhadap sesama manusia dan komponen lingkungan hidup lainnya akan menentukan bagaimana kualitas dari manusia tersebut, baik secara individu maupun secara satu kesatuan dari lingkungan hidup itu sendiri. Sebagai makhluk yang berakal budi, manusia merupakan satusatunya unsur dari lingkungan hidup yang mampu melakukan pengaturan terhadap lingkungan hidup secara keseluruhan itu sendiri. Manusia merupakan titik pusat dalam penentuan apakah suatu lingkungan hidup akan berhasil atau tidak berhasil dalam mengakomodasi kehidupan dari manusia dan unsur-unsur yang ada dalam suatu loingkungan hidup itu sendiri. Berdasarkan hal ini, maka manusia memiliki peranan yang sangat besar untuk kemudian menentukan apakah suatu lingkungan hidup akan sehat atau akan rusak. Kerusakan lingkungan hidup akan menjadi suatu bencana bagi kehidupan manusia, beserta seluruh unsur yang ada di dalam lingkungan hidup. Kerusakan alam dan lingkungan hidup sebenarnya dapat dipicu akibat semakin menurunnya daya tampung dan daya dukung lingkungan yang berbanding terbalik dengan jumlah pertumbuhan penduduk yang
13
semakin besar dan cepat, baik secara kualitas dan kuantitasnya.1 Hal ini tentu merupakan tantangan bagi manusia, dimana tidak dapat dipungkiri dan dihindari bahwa jumlah pertumbuhan penduduk akan semakin meningkat seiring dengan semakin majunya ilmu pengetahuan dan teknologi dari manusia, yang sedikit banyak mempengaruhi kelestaian dari lingkungan hidup. Sebagai salah satu negara yang masuk dalam kategori negara berkembang, Indonesia menghadapi tantangan yang luar biasa dalam permasalahan mengenai lingkungan hidup, beserta pelestariannya. Jumlah penduduk yang kian bertambah dari waktu ke waktu, serta makin tingginya tingkat industrialisasi dari berbagai sektor ekonomi, sangat mempengaruhi bagaimana lingkungan hidup akan dapat menyeimbangkan antara kebutuhan manusia dengan kelangsungan dari lingkungan hidup itu sendiri. Permasalahan muncul manakala sebagai negara berkembang, Indonesia masih belum memiliki standar perlindungan lingkungan hidup yang telah diterapkan oleh kebanyakan negara-negara maju di dunia, sehingga degradasi lingkungan hidup akan sangat rawan terjadi tanpa ada tindakan preventif, kurang efektifnya payung hukum sebagai upaya persuasif perlindungan lingkungan hidup, serta masih minimnya upaya-upaya rehabilitasi terhadap kerusakan lingkungan hidup yang telah terjadi. Arif Hidayat dan FX Adjie Samekto menyatakan ketika kerusakan lingkungan sudah sampai pada taraf yang memperihatinkan, perhatian
1
Zein, M.T., 1982, Menuju Kelestarian Lingkungan Hidup, Jakarta, PT. Gramedia, Hal 5
14
diarahkan pada penegakan hukum lingkungan. Namun ketika hukum lingkungan di Indonesia tidak lagi mampu diharapkan untuk mencegah pelanggaran hak-hak masyarakat untuk memperoleh lingkungan yang baik dan sehat, maka orang akan mempertanyakan seberapa jauh efektifitas penegakan hukum lingkungan di Indonesia.2 Salah satu unsur lingkungan tersebut adalah udara. Udara merupakan sumber daya alam yang harus dilindungi untuk hidup dan kehidupan manusia dan makluk hidup lainnya. Udara mempunyai arti yang sangat penting di dalam kehidupan makluk hidup dan keberadaan bendabenda lainnya. Oleh karena itu pemanfaatannya harus dilakukan secara bijaksana dengan memperhitungkan kepentingan generasi sekarang dan yang akan datang. Untuk mendapatkan udara sesuai dengan tingkat kualitas yang diinginkan maka pengendalian pencemaran udara menjadi sangat penting untuk dilakukan. Pencemaran udara diartikan dengan turunnya kualitas udara sehingga udara mengalami penurunan mutu dalam penggunaannya yang akhirnya tidak dapat digunakan lagi sebagaimana mestinya sesuai dengan fungsinya. Dalam pencemaran udara selalu terkait dengan sumber yang menghasilkan pencemaran udara yaitu sumber yang bergerak (umumnya kendaraan bermotor), sumber yang tidak bergerak (umumnya kegiatan industri) dan kegiatan lainnya. Sementara pengendalian pencemaran udara
2
Arif Hidayat & FX. Adjie Samekto, 2002, Kajian Kritis Penegakan Hukum Lingkungan dan Otonomi Daerah, Yogyakarta, Genta Press, Hal 65.
15
selalu terkait dengan serangkaian kegiatan pengendalian yang bermuara dari batasan baku mutu udara. Tolok ukur atau baku mutu udara baik emisi maupun ambien disusun dalam rangka pengendalian pencemaran udara. Uraian lebih detail dan terinci kegiatan-kegiatan pengendalian pencemaran udara lebih utama diarahkan pada sumber pencemar udara baik yang bergerak maupun tidak bergerak dan kegiatan lainnya. Disamping sumber bergerak dan sumber tidak bergerak seperti tersebut di atas, terdapat emisi yang spesifik yang penanganan upaya pengendaliannya masih belum ada acuan baik di tingkat nasional maupun internasional. Sumber emisi ini adalah pesawat terbang, kapal laut, kereta api, dan kendaraan berat spesifik lainnya.3 Bicara mengenai sumber pencemar udara dan kualitas udara, Wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta juga tak luput dari permasalahan tersebut, DIY terdiri dari atas lima wilayah kabupaten kota juga merupakan metamorfosis dari Kabupaten-kabupaten Kesultanan Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman yaitu kabupaten Bantul, Gunung Kidul, Kulon Progo, Sleman dan kota Yogyakarta. Kota Yogyakarta terletak di lembah tiga sungai, yaitu Sungai Winongo, Sungai Code (yang membelah kota dan kebudayaan menjadi dua), dan Sungai Gajahwong. Kota ini terletak pada jarak 600 KM dari Jakarta, 116 KM dari Semarang, dan 65 KM dari Surakarta, pada jalur persimpangan Bandung - Semarang -
3
Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta No. 5 Tahun 2007 tentang Pengendalian Pencemaran
16
Surabaya - Pacitan. Kota ini memiliki ketinggian sekitar 112 m dpl. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010, penduduk Kota Yogyakarta berjumlah 388.088 jiwa, dengan proporsi laki-laki dan perempuan yang hampir setara. Yogyakarta dikenal sebagai kota pelajar, karena hampir 20% penduduk produktifnya adalah pelajar dan terdapat 137 perguruan tinggi.4 Kota ini diwarnai dinamika pelajar dan mahasiswa yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia, sehinggga mengakibatkan meningkatnya jumlah kendaraan bermotor baik roda dua maupun roda empat diwilayah kota Yogyakarta. Hal ini semakin meningkatkan kekhawatiran akan menurunya kualitas udara dalam lingkungan hidup wilayah kota Yogyakarta, sebagai akibat dari pencemaran yang diakibatkan oleh gas buang kendaraan bermotor. Meningkatnya jumlah kepemilikan kendaraan bermotor juga menyebabkan semakin tingginya tingkat kepadatan lalu lintas, serta semakin parahnya tingkat kemacetan lalu lintas karena jumlah panjang dan lebar jalan raya yang tersedia tidak lagi mampu mengakomodasi laju pertumbuhan kendaraan bermotor. Hal ini juga makin diperparah dengan masih buruknya kualitas dan pelayanan dari moda transportasi umum yang menyebabkan sebagian masyarakat masih enggan memanfaatkannya, serta lebih memilih untuk menggunakan kendaraan pribadi, terutama kendaraan bermotor roda dua.
4
Data Badan Pusat Statistik, 2010
17
Pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor yang pesat, serta tidak signifikannya pertumbuhan jumlah panjang dan lebar jalan yang ada, ditambah dengan masih rendahnya kesadaran masyarakat akan perilaku berlalulintas yang baik, menyebabkan berbagai permasalahan antara lain: a. Semakin tingginya tingkat kemacetan serta kesemerawutan lalu lintas. b. Semakin tingginya angka kecelakaan lalu lintas. c. Semakin tingginya tingkat pencemaran udara sebagai akibat dari gas buang kendaraan bermotor. Hal yang menjadi fokus pada semakin tingginya tingkat kepadatan penduduk, serta semakin tingginya pula tingkat kepemilikan kendaraan bermotor, adalah kekhawatiran mengenai semakin tidak terkontrolnya pencemaran udara sebagai akibat dari gas buang kendaraan bermotor di wilayah Kota Yogyakarta. Pada tahun 2009, disusunlah suatu kebijakan oleh Pemerintah Provinsi D.I.Yogyakarta untuk memberlakukan wajib uji emisi kendaraan bermotor baik kendaraan bermotor pribadi maupun kendaraan umum yaitu Peraturan Gubernur No. 7 Tahun 2009 tentang Lembaga Pengujian Emisi Sumber Bergerak Kendaraan Bermotor yang sekarang diganti menjadi Peraturan Gubernur No. 51 Tahun 2011 tentang Lembaga Pengujian Emisi Sumber Bergerak Kendaraan Bermotor. Pencanangan kebijakan tersebut didasarkan pada logika bahwa salah satu persyaratan utama suatu kendaraan bermotor dapat dikatakan layak jalan adalah apabila kendaraan bermotor tersebut berhasil memenuhi standar
18
ambang batas baku emisi yang telah ditetapkan, selain itu masih ada peraturan lainnya yaitu Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 Tentang : Pengendalian Pencemaran Udara, Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 5 Tahun 2006 Tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan bermotor Lama. Peraturan hukum diatas memang secara khusus mengatur dimana lembaga swasta dalam hal ini bengkel kendaraan bermotor dapat menjadi perpanjangan tangan dari pemerintah khususnya Badan Lingkungan Hidup Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta untuk melakukan pengendalian pencemaran atau melakukan uji emisi terhadap kendaraan bermotor agar kontrol terhadap kualitas udara yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor dapat diwasai secara berkala dan terus menerus. Pencanangan peraturan tersebut tentu didasarkan pada perhatian dan kekhawatiran mengenai semakin memburuknya kualitas udara di wilayah Provinsi D.I.Yogyakarta, khususnya di kota Yogyakarta yang sebagian besar disebabkan oleh gas buang kendaraan bermotor. Peraturan tersebut juga mengatur lembagalembaga apa saja yang berhak untuk melaksanakan pemeriksaan uji emisi terhadap kendaraan yang dimiliki oleh masyarakat. Selain
peraturan
hukum
diatas
mengenai
permasalahan
pengendalian pencemaran udara tersebut, terdapat pula beberapa peraturan yang dikeluarkan oleh instansi pemerintah setingkat Departemen yang merupakan rujukan dari peraturan-peraturan tingkat daerah, antara lain :
19
a. Keputusan
Menteri
Lingkungan
Hidup
Nomor
35/MENLH/10/1993 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor. b. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM.7/1993 tentang Pengujian Berkala Kendaraan Bermotor. c. Keputusan
Menteri
Negara
Lingkungan
Hidup
Nomor
45/MENLH/10/1997 tentang Indeks Standar Pencemaran Udara. d. Keputusan
Menteri
Negara
Lingkungan
Hidup
Nomor
15/MENLH/4/1996 tentang Program Langit Biru
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah Penulis paparkan sebelumnya, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penulisan hukum ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana peran pemerintah dalam pelaksanaan Pergub DIY No. 51 Tahun 2011 tentang Lembaga Pengujian Emisi Sumber Bergerak Kendaraan Bermotor sebagai salah satu upaya memperlancar pengendalian pencemaran udara di kota Yogyakarta? 2. Bagaimana hambatan terhadap pelaksanaan Pergub DIY No. 51 Tahun 2011 tentang Lembaga Pengujian Emisi Sumber Bergerak Kendaraan Bermotor sebagai salah satu upaya memperlancar pengendalian pencemaran udara di kota Yogyakarta?
20
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah Penulis paparkan sebelumnya, maka dalam penulisan hukum ini terdapat tujuan penelitian secara subjektif dan objektif. 1. Tujuan subjektif Tujuan subjektif dari penelitian serta penulisan hukum ini adalah untuk melengkapi salah satu persyaratan untuk menyelesaikan jenjang pendidikan Strata-1 (S1), dan memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H.) pada Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. 2. Tujuan Objektif Tujuan objektif dari penelitian dan penulisan hukum ini adalah untuk menjawab pertanyaan dari rumusan masalah diatas yaitu : 1. Mengetahui implementasi pelaksanaan Pergub DIY No. 51 Tahun 2011 tentang Lembaga Pengujian Emisi Sumber Bergerak Kendaraan Bermotor sebagai salah satu upaya memperlancar pengendalian pencemaran udara di kota Yogyakarta. 2. Mengetahui kendala dan hambatan terhadap pelaksanaan Pergub DIY No. 51 Tahun 2011 tentang Lembaga Pengujian Emisi Sumber Bergerak
Kendaraan
Bermotor
sebagai
salah
satu
upaya
memperlancar pengendalian pencemaran udara di kota Yogyakarta.
21
D. Keaslian Penelitian Dalam penyusunan penelitian dan penulisan hukum ini, penulis telah melakukan riset dan penelusuran pada berbagai referensi dan hasil penelitian, baik dari media cetak maupun media elektronik. Dari penelusuran tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa penelitian hukum yang sejenis dan / atau berhubungan dengan judul sudah pernah dilakukan. Dalam penelusuran lanjutan yang dilakukan oleh penulis terdapat 4 (empat) Penulisan Hukum dengan judul sebagai berikut : a. “Peranan Dealer Kendaraan Bermotor dalam Upaya Menekan Polusi Gas Buang Kendaraan Bermotor di Kota Yogyakarta”, disusun Oleh Budi Anggoro, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada pada tanggal 28 Januari 2002, yang membahas tentang peranan dari dealer sebagai distributor kendaraan bermotor dalam menekan polusi gas buang kendaraan bermotor di kota Yogyakarta. b. “Efektifitas Pelaksanaan Uji Emisi Kendaraan Bermotor sebagai Instrumen Pengendalian Pencemaran Udara (Studi Kasus Pelaksanaan Uji Emisi Sumber Bergerak Kendaraan Bermotor Roda Empat Pribadi di Provinsi DKI Jakarta)”, disusun oleh David Archita Hicks, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada pada tahun 2011. Skripsi tersebut membahas tentang penerapan dari pelaksanaan uji emisi kendaraan bermotor sebagai instrumen pengendalian pencemaran di Provinsi DKI Jakarta.
22
c. Pelaksanaan Uji Emisi Kendaraan Bermotor Sebagai Salah Satu Sarana Pengendalian Pencemaran Udara di Kota Yogyakarta, disusun oleh R. Kakung Wahyu Wibowo, S.T. Fakultas Hukum Universitas Janabadra pada tahun 2013. Skripsi tersebut membahas mengenai pelaksanaan di lapangan tentang uji emisi kendaraan bermotor. Semua penulisan hukum diatas membahas pula mengenai pengendalian pencemaran udara baik yang berasal dari sumber bergerak maupun sumber tidak bergerak, namun belum ada yang membahas tentang Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta No. 51 Tahun 2011 Tentang Lembaga Pengujian Emisi Sumber Bergerak Kendaraan Bermotor. Dimana saya sebagai penulis ingin membahas bagaimana penerapan dan pelaksanaan
Pergub
tersebut
dilapangan
serta
kendala
dalam
pelaksanaannya. Berdasarkan argumentasi diatas, maka penulis menyatakan bahwa lingkup permasalahan yang akan diteliti dalam penulisan hukum yang berjudul
“PERAN
PEMERINTAH
DALAM
PELAKSANAAN
PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NO. 51 TAHUN 2011 TENTANG LEMBAGA PENGUJIAN EMISI SUMBER BERGERAK KENDARAAN BERMOTOR SEBAGAI UPAYA MEMPERLANCAR PENGENDALAIAN PENCEMARAN UDARA DI KOTA YOGYAKARTA ” ini merupakan karya yang belum pernah diajukan oleh pihak lain untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi.
23
E. Manfaat Penelitian Dalam Penyusunan penulisan hukum ini, diharapkan dapat memiliki arti penting sebagai berikut : 1. Memberikan sumbangan pemikiran terhadap perkembangan hukum lingkungan pada khususnya dan ilmu pengetahuan pada umumnya. 2. Diharapkan dapat memberikan manfaat praktis yang dapat dicapai dalam penelitian dan penulisan hukum ini adalah untuk menambah wawasan
pengetahuan
dalam
lingkup
ilmu
sosio-teknis
kemasyarakatan, serta mengembangkan teori yang telah didapat dengan realita yang terjadi didalam kehidupan masyarakat.
24