BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan membantu para pengguna dalam pengambilan keputusan ekonomi (PSAK No.1, revisi 2009). Salah satu instrumen keuangan yang digunakan oleh pengguna laporan keuangan dalam pengambilan keputusan adalah laba (misalnya, Ball & Brown, 1968: Finger, 1994; Dechow et al., 1998; Francis et al., 2004). Sloan (1996) menguji pengaruh dua komponen laba berupa arus kas dan akrual terhadap laba periode berikutnya yang direfleksikan oleh harga saham perusahaan. Studi Sloan (1996) merupakan studi awal yang memberikan bukti empiris bahwa komponen laba berupa arus kas lebih persisten dibandingkan dengan laba akrual. Artinya, laba akrual memiliki kemungkinan kecil untuk berulang dibandingkan laba yang berasal dari arus kas. Akibatnya, investor yang hanya menggunakan informasi dari laba agregat saja dalam menilai kinerja perusahaan (investor naïf) akan mengalami kesalahan dalam penilaian harga saham perusahaan (Sloan, 1996). Penelitian ini diperkuat oleh penelitian Barth et al. (2001) yang membuktikan bahwa disagregrasi laba menjadi komponen akrual dan arus kas meningkatkan kemampuan laba dalam memprediksi kinerja perusahaan di masa depan. Sloan (1996) berpendapat bahwa perbedaan utama antara akrual dan aliran kas dari laba adalah komponen akrual dari laba melibatkan tingkat subyektifitas yang tinggi. Alasannya karena komponen akrual dari laba biasanya
menggabungkan estimasi aliran kas masa depan, penangguhan aliran kas masa lalu, alokasi, serta penilaian. Oleh karena itu, pada saat komponen akrual dari laba tinggi atau rendah maka laba menjadi sedikit persisten (Sloan, 1996). Laba akrual yang subyektif (Sloan, 1996) dikaitkan dengan konsep keandalan oleh Richardson et al. (2005). Richardson et al. (2005) mengembangkan penelitian Sloan (1996) dengan membagi komponen akrual berdasarkan keandalannya. Mereka menginvestigasi hubungan langsung antara keandalan komponen akrual tersebut terhadap persistensi laba dan harga saham. Richardson et al. (2005) membuktikan bahwa keandalan akrual berhubungan positif terhadap persistensi laba dan investor naïf mengalami kesalahan dalam penilaian harga sekuritas. Temuan Richardson et al. (2005) memberikan beberapa implikasi terhadap literatur sebelumnya. Pertama, Richardson et al. (2005) menyoroti trade-off yang krusial antara relevansi dan keandalan dalam akuntansi akrual (Lev & Sougiannis, 1996; Watts, 2003). Analisis mereka menunjukkan bahwa pengakuan estimasi akrual yang kurang andal akan menyebabkan kesalahan pengukuran sehingga menurunkan persistensi laba dan mengarah kepada kesalahan penilaian harga sekuritas. Kedua, penelitian Richardson et al. (2005) unik karena peneliti mengembangkan definisi akrual milik Healy (1985) yang hanya berfokus kepada working capital accruals. Selain itu, mereka mengkategorikan keandalan akrual ke dalam 3 golongan, yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Perubahan aset lancar yang didominasi oleh piutang dan persedian memiliki keandalan yang rendah,
perubahan hutang lancar yang didominasi oleh hutang dagang memiliki keandalan yang tinggi, dan kombinasi antara perubahan aset lancar dan perubahan hutang lancar memiliki keandalan yang sedang (medium). Implikasi
terakhir,
Richardson
et
al.
(2005)
mendukung
dan
mengembangkan temuan Sloan (1990) terkait efisiensi pasar melalui dua cara. Pertama, Richardson et al. (2005) membangun definisi akrual yang lebih komprehensif dibandingkan Sloan (1996). Kedua, mereka membuktikan bahwa persistensi laba dan kesalahan penilaian harga sekuritas berhubungan langsung dengan keandalan yang dimiliki oleh akrual. Kesalahan penilaian harga sekuritas, seperti pasar cenderung memberikan harga yang terlalu tinggi (overprice) pada saham yang mempunyai kualitas akrual yang tinggi dan harga yang terlalu rendah (underprice) untuk saham yang memiliki kualitas akrual yang rendah, disebut anomali akrual. Disebut dengan anomali akrual karena tidak sesuai dengan efficient market hypothesis1 (Pincus et al., 2007). Penelitian mengenai anomali akrual pada umumnya menggunakan sampel perusahaan publik yang berasal dari negara maju, misalnya Amerika Serikat (Sloan, 1996; Bradshaw et al., 2001; Collins et al., 2003; Mashruwala et al., 2006; Zhang, 2007; Khan, 2008; Shi & Zhang, 2012). Lebih lanjut Pincus et al. (2007) menguji: (1) apakah anomali akrual merupakan fenomena yang umum terjadi di berbagai negara; (2) apakah anomali
1
Secara umum, efisiensi pasar didefinisikan oleh Beaver (1988) sebagai hubungan antara hargaharga sekuritas dengan informasi. Sekuritas-sekuritas yang dihargai kurang benar (mispriced) merupakan sekuritas-sekuritas yang harganya menyimpang dari nilai intrinsiknya atau nilai fundamentalnya (Hartono, 2014: 558-559).
akrual berhubungan dengan sistem akuntansi dan struktur institusi dari sebuah negara (level negara); dan (3) adakah alternatif lain yang dapat menjelaskan bagaimana fenomena akrual dapat terjadi. Sampel yang digunakan dalam penelitian mereka adalah 20 negara dengan periode pengamatan 8 tahun (19942002). Penelitian mereka membuktikan bahwa secara umum harga saham dinilai terlalu besar (overweight). Penilaian harga saham yang terlalu besar (overweight) ini paling banyak terjadi pada negara yang memiliki sistem hukum common law dibandingkan dengan code law. Menggunakan data level perusahaan (firm-level data) dengan basis antar-negara (country-by-country basis), mereka menemukan bahwa anomali akrual paling banyak terjadi di negara Australia, Kanada, Inggris (U.K), dan Amerika Serikat (U.S). Menggunakan data level negara (countrylevel data), mereka juga membuktikan bahwa fenomena anomali akrual paling sering terjadi pada negara yang memiliki hukum common law, menggunakan akuntansi akrual secara ekstensif, dan memiliki struktur konsentrasi kepemilikan yang rendah. Terakhir, dari analisis tambahan mereka menyimpulkan bahwa manajemen laba dan rintangan atas arbitrase juga merupakan dua hal yang dapat menjelaskan fenomena anomali akrual. Penelitian mengenai anomali akrual juga telah dilakukan di pasar Indonesia. Toha dan Harahap (2012) menguji apakah anomali akrual terjadi pada perusahaan-perusahaan di Indonesia. Sampel yang digunakan adalah 121 perusahaan yang terdapat di Bursa Efek Indonesia (BEI). Hasil penelitian mereka membuktikan bahwa terdapat anomali akrual pada pasar Indonesia. Anomali akrual terlihat jelas pada tahun 2005 dan 2006, tetapi tidak terjadi pada
tahun 2003 dan 2004. Anomali akrual yang terjadi di pasar Indonesia berbeda dengan anomali di pasar modal Amerika yang konsisten selama tiga puluh tahun (Lev & Nissim, 2006). Selain itu, korelasi langsung antara akrual dengan abnormal return tidak ditemukan pada hasil uji regresi. Sebagai kesimpulan, temuan Toha dan Harahap (2012) mendukung temuan Pincus et al. (2007) yang membuktikan bahwa tingkat anomali akrual pada negara common law (misalnya Amerika) lebih besar dari negara code law (misalnya Indonesia). Briliane & Harahap (2012) menguji pengaruh laba periode berjalan yang terdiri dari arus kas dan akrual terhadap persistensi laba dan harga saham. Briliane & Harahap (2012) mengkategorikan laba akrual berdasarkan tingkat keandalannya (tinggi, sedang, dan rendah) mengacu kepada keandalan akrual milik Richardson et al. (2005). Sampel penelitian yang digunakan adalah 505 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode 2005-2010. Hasil penelitiannya membuktikan bahwa: (1) laba periode berjalan memiliki hubungan positif dengan laba periode berikutnya. Untuk komponen akrual, semakin rendah keandalan akrual maka semakin rendah persistensi labanya; dan (2) laba periode berjalan memiliki pengaruh negatif terhadap harga saham. Untuk komponen akrual, hanya perubahan aset operasi lancar (∆ current operating assets) yang memiliki hubungan negatif dengan return saham. Hal ini mengindikasikan bahwa investor bersifat naïf dan tidak dapat mengantisipasi rendahnya persistensi laba sehingga investor memperoleh abnormal return yang negatif.
Menurut Richardson et al. (2005) bahwa kesalahan penilaian harga sekuritas di atas berhubungan langsung dengan keandalan yang dimiliki oleh akrual. Pengakuan estimasi akrual yang andal menyebabkan ketepatan pengukuran. Keandalan merupakan salah satu karakteristik kualitatif laporan keuangan (FASB, 2010; IASB, 2010; IAI, 2010). Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
kualitas
pelaporan
tersebut
adalah
pengaturan
standar
akuntansinya (Chen et al., 2010; Liu et al., 2011; Elias, 2012; Lai et al., 2013). Upaya pengadopsian International Financial Reporting Standards (IFRS) sebagai satu standar pelaporan keuangan yang berlaku secara global di berbagai negara semakin berkembang2. Para pendukung IFRS mengklaim bahwa IFRS memiliki keunggulan dibandingkan dengan standar akuntansi lokal di banyak negara3. Akan tetapi, manfaat aktual dari pengadopsian IFRS terhadap keandalan akrual di berbagai negara masih menjadi perdebatan. Akbar (2014) menguji keandalan akrual sebelum dan sesudah pengadopsian IFRS di Korea Selatan
2
Analisis 140 negara menunjukkan, 116 negara dinyatakan telah mengadopsi IFRS (83%) untuk seluruh atau mayoritas entitas akuntabilitas publik. Negara yang belum mengadopsi menerapkan aturan untuk: (1) mengijinkan penggunaan IFRS tetapi tidak mewajibkannya; (2) melakukan proses menuju adopsi secara penuh; (3) melakukan konvergensi dengan standar lokal; atau (4) mengijinkan penggunaan IFRS dan juga standar regional secara bersamaan (IFRS.org, 2015). 3
Pertama, regulator mengklaim bahwa investor dan emiten akan memperoleh keuntungan dari pengadopsian IFRS karena IFRS berorientasi kepada peningkatan modal (Ball, 2006; Daske et al., 2008; Li, 2010; Florou dan Pope, 2012; Hong et al., 2014; Chen et al., 2015). Kedua, IFRS mengurangi pemilihan metode akuntansi sehingga membatasi diskresi manajerial (Ashbaugh dan Pincus, 2001; Barth et al., 2008). Ketiga, IFRS lebih banyak menerapkan fair value dari pada historical cost (Barth et al., 2008). Keempat, IFRS mengatur pengungkapan yang lebih tinggi sehingga mengurangi asimetri informasi antara perusahaan dan pemegang saham (Ashbaugh dan Pincus, 2001; Hellman, 2011; Leuz dan Verrecchia, 2000). Kelima, IFRS adalah standar akuntansi berbasis prinsip sedangkan U.S GAAP berbasis aturan. Penerapan standar akuntansi berbasis prinsip menggunakan penilaian dari profesional (professional judgment) yang lebih banyak sehingga dapat meningkatkan pengungkapan (Collins et al., 2012).
dengan sampel perusahaan manufaktur pada bursa Korea Composite Stock Price Index (KOSPI). Hasil penelitiannya membuktikan bahwa terdapat perbedaan keandalan akrual sebelum dan sesudah pengadopsian IFRS di Korea Selatan. Perbedaan tersebut dapat dilihat melalui komponen ∆WC (∆ Working Capital) yang mana sebelum pengadopsian IFRS (tahun 2010) memiliki koefisien negatif, sedangkan setelah pengadopsian IFRS (tahun 2012) memiliki koefisien yang positif. Artinya, keandalan komponen ∆WC meningkat pasca pengadopsian IFRS (Akbar, 2014). Di sisi lain, Lai et al. (2013) melakukan penelitian mengenai dampak adopsi wajib IFRS terhadap keandalan akrual di Australia. Sampel penelitian adalah perusahaan yang terdaftar di Australian Stock Exchange (ASX) pada tahun 1998-2008. Mereka membuktikan bahwa keandalan akrual mengalami penurunan sesudah pengadopsian wajib IFRS di Australia. Kualitas audit perusahaan yang di audit oleh KAP Big-four berperan penting dalam menipiskan setiap penurunan keandalan akrual sesudah pengadopsian IFRS tersebut. Penelitian ini menguji keandalan akrual, persistensi laba, dan harga saham pada masa perkembangan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang diwakili oleh masa konvergensi dan implementasi IFRS di Indonesia 4. Oleh karena IFRS
4
Perkembangan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) menurut Ikatan Akuntansi Indonesia terdiri dari beberapa periode. Periode pertama, peralihan SAK dari berbasis U.S GAAP ke International Accounting Standards (IAS) (dari tahun 1973 hingga 1994). Kedua, selama proses konvergensi Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) ke IFRS Tahap Awal mulai tahun 2006 hingga 2008. Ketiga, selama proses konvergensi PSAK ke IFRS Tahap Akhir dari tahun 2008 sampai 2011. Keempat adalah implementasi penuh IFRS yang dimulai pada tanggal 1 Januari 2012 (IAI, 2012; dan Diantimala, 2015).
mempertimbangkan transparansi, informasi yang dapat dibandingkan, kewajiban pengungkapan yang lebih banyak, dan pilihan akuntansi yang lebih sedikit, harapannya subyektifitas akrual pada masa konvergensi dan implementasi IFRS di Indonesia berbeda. Perbedaan tingkat subyektifitas tersebut mempengaruhi tingkat keandalan suatu komponen akrual. Dengan kata lain, semakin rendah subyektifitas suatu akrual maka semakin tinggi keandalan komponen akrualnya. Perubahan keandalan komponen akrual ini harapannya juga dapat mempengaruhi persistensi laba dan harga saham. Dalam penelitian ini, investor diasumsikan bersifat naïf dan tidak mengantisipasi secara penuh adanya perbedaan persistensi akrual sehingga menyebabkan kesalahan dalam penilaian saham perusahaan. 1.2. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang penelitian di atas maka pertanyaan penelitian ini adalah: 1)
Apakah terdapat perbedaan pengaruh keandalan akrual terhadap persistensi laba pada masa konvergensi dan implementasi IFRS di Indonesia?
2)
Apakah terdapat perbedaan pengaruh keandalan akrual terhadap harga saham pada masa konvergensi dan implementasi IFRS di Indonesia?
1.3. Tujuan Penelitian Tujuan utama dari studi ini adalah sebagai berikut. Pertama, menguji apakah terdapat perbedaan pengaruh keandalan akrual terhadap persistensi laba pada masa konvergensi dan implementasi IFRS di Indonesia, yaitu: (1) pada periode akhir harmonisasi SAK dengan IAS sekaligus sebagai periode awal dimulainya konvergensi SAK ke IFRS; (2) periode akhir proses konvergensi
SAK ke IFRS; dan (3) periode awal implementasi penuh IFRS. Tujuan kedua, menguji apakah terdapat perbedaan pengaruh keandalan akrual terhadap harga saham pada masa tersebut. 1.4. Kontribusi Penelitian Kontribusi penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama, peneliti mengisi gap dalam penelitian mengenai keandalan akrual milik Richardson et al. (2005) sebelum dan sesudah pengadopsian wajib IFRS. Terdapat dua aliran, yakni aliran yang membuktikan bahwa keandalan akrual semakin meningkat pasca pengadopsian wajib IFRS (Akbar, 2014) dan aliran yang membuktikan keandalan akrual semakin menurun pasca pengadopsian wajib IFRS (Lai et al., 2013). Penelitian ini ingin menguji keandalan akrual pada masa konvergensi dan implementasi IFRS di Indonesia. Kedua, peneliti mengisi gap dalam literatur terkait kualitas akuntansi sebelum dan sesudah pengadopsian wajib IFRS. Sebagian peneliti membuktikan bahwa kualitas akuntansi meningkat setelah pengadopsian wajib IFRS, seperti manajemen laba yang menurun (Barth et al., 2008; Chen et al., 2010; Liu et al., 2011; Elias, 2012); relevansi nilai laba yang semakin meningkat (Ndubizu & Sanchez, 2006; Barth et al., 2008). Di sisi lain, sebagian peneliti membuktikan bahwa kualitas akuntansi menurun pasca pengadopsian IFRS, misalnya manajemen laba meningkat (Iatridis & Rouvolis, 2010; Kabir et al., 2010; Lai et al., 2013). Fokus penelitian ini menguji kualitas akuntansi pada masa konvergensi dan implementasi IFRS di Indonesia. Kualitas akuntansi dalam
penelitian ini adalah persistensi laba (Sloan, 1996; Dechow & Dichev, 2002; Penman & Zhang, 2002; Li, 2008). Ketiga, penelitian ini dilakukan di Indonesia. Pengadopsian IFRS di Indonesia dilakukan melalui gradual approach5. Berbeda dari penelitian Akbar (2014) yang menggunakan sampel negara Korea Selatan dan penelitian Lai et al. (2013) yang menggunakan sampel negara Australia. Kedua negara tersebut mengadopi IFRS secara Big bang approach6. Penelitian ini menambah literatur terkait dampak pengadopsian IFRS pada negara yang mengadopsi IFRS melalui gradual approach, seperti Cina (Liu et al., 2011) dan Jepang (Tsunogaya et al., 2015) dengan memberikan bukti empiris dampak pengadopsian IFRS pada masa konvergensi dan implementasi IFRS di Indonesia. Keempat, penelitian anomali akrual sebagian besar dilakukan di negara maju seperti Amerika Serikat (misalnya Sloan, 1996; Bradshaw et al., 2001; Collins et al., 2003; Mashruwala et al., 2006; Zhang, 2007; Khan, 2008; Shi & Zhang, 2012). Padahal hasil temuan dalam studi-studi empiris yang menggunakan data pasar modal Amerika Serikat belum tentu dapat digeneralisir di negara berkembang, seperti Indonesia. Alasannya karena terdapat perbedaan sistem hukum yang mendasari suatu negara (code law atau common law), sistem perlindungan investornya (lemah atau kuat), dan struktur kepemilikannya (terkonsentrasi atau tersebar) (Pincus et al., 2007). Selain itu, standar akuntansi di negara berkembang berbeda dari negara maju. Investor di negara berkembang 5
Yaitu pendekatan dengan mengadopsi IFRS melalui tahapan-tahapan tertentu serta membutuhkan waktu transisi yang lebih panjang dalam periode adopsi IFRS (IFRS.org, 2013). 6 Yaitu mengadopsi IFRS dalam satu waktu (IFRS.org, 2013).
biasanya mengalami kesulitan dalam melakukan penilaian terhadap kinerja perusahaan yang sesungguhnya sehingga mempengaruhi keputusan investasi yang rasional (Rashid dan Islam, 2008). Penelitian ini menambah literatur mengenai anomali akrual dengan memberikan bukti empiris dari pasar modal Indonesia dan mengaitkannya dengan isu konvergensi serta implementasi IFRS di Indonesia. Kelima, kebanyakan dari literatur akuntansi menguji informasi akuntansi atas basis kriteria relevansi (misalnya Holthausen & Watts, 2001; Barth et al., 2001; Hanlon et al., 2014). Secara kontras, sedikit penelitian yang menguji informasi akuntansi atas basis keandalan (Richardson et al., 2005). Dengan memaksimalkan penggunaan informasi akuntansi yang berasal dari akrual, harapannya penelitian ini memberikan bukti empiris terkait trade-off antara relevansi dan keandalan. 1.5. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan proposal tesis ini terdiri dari tiga bab, yaitu: BAB I:
PENDAHULUAN Bab ini berisi tentang latar belakang penelitian, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, kontribusi penelitian, serta sistematika penulisan.
BAB II: KAJIAN LITERATUR DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Bab ini berisi tentang kajian literatur terkait dengan keandalan akrual, kualitas laba dan persistensi laba, IFRS, latar belakang institusi, dan pengembangan hipotesis.
BAB III: METODA PENELITIAN Bab ini menjelaskan mengenai metoda penelitian yang digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian. Metoda penelitian ini berisi rincian mengenai populasi dan sampel, besarnya sampel dan teknik pengambilan sampel, data, pengukuran variabel, model penelitian, dan pengujian hipotesis. BAB IV: ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Bab ini menjelaskan mengenai data penelitian, statistik deskriptif, uji asumsi klasik, dan hasil pengujian hipotesis. BAB V : KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN Bab ini merupakan bab terakhir dalam penulisan penelitian ini. Bab ini berisi kesimpulan, keterbatasan penelitian, dan saran untuk penelitian selanjutnya yang mungkin tertarik untuk mengembangkan penelitian ini.