BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Metil alkohol atau yang lebih dikenal dengan sebutan metanol merupakan produk industri hulu petrokimia yang mempunyai rumus molekul CH3OH. Metanol mempunyai berat molekul 32,043 g/mol dan berwujud cair pada suhu lingkungan dan tekanan atmosferis. Titik didih metanol sebesar 64,7Β°C dan titik leburnya sebesar -98,68Β°C. Metanol mempunyai sifat mudah menguap, tidak berwarna, mudah terbakar, dan beracun dengan bau yang khas. Metanol merupakan bahan kimia dasar yang banyak digunakan dalam berbagai industri sebagai senyawa intermediate yang menjadi bahan baku berbagai industri antara lain: industri asam asetat, formaldehid, MTBE, polyvinyl, polyester, rubber, resin sintetis, farmasi, DME, dan lain sebagainya. Untuk Indonesia sendiri, 80% pembeli metanol adalah industri formaldehid yang menghasilkan adhesives untuk plywood dan industri wood processing lainnya. (Indonesian Commercial Newsletter, 2010) Metanol juga diproyeksikan sebagai bahan bakar alternatif masa depan karena memiliki memiliki bilangan oktan yang tinggi dengan pembakaran yang lebih sempurna sehingga gas karbonmonoksida sebagai hasil samping reaksi utama yang dihasilkan semakin sedikit. Selain dapat digunakan sebagai bahan bakar langsung, metanol dapat dikonversikan menjadi etilen atau propilen pada proses MTO (methyl-to-olefins) yang dapat menghasilkan hydrocarbon fuels. (Nonam Park et al., 2014) Pendirian pabrik metanol merupakan hal yang sangat menjanjikan dengan alasan: 1. Kebutuhan metanol yang sangat besar 2. Harga produk yang menarik (harga metanol sebesar $0.55 per liter dan harga produk samping gas oksigen sebesar $1.2 per m3)
1
3. Harga bahan baku yang murah. Atas pertimbangan tersebut, pembuatan pabrik metanol dengan bahan baku CO2 dan H2 merupakan langkah yang strategis dan menarik untuk dikaji lebih lanjut.
1.2. Tinjauan Pustaka Pada
umumnya,
metanol
dapat
diproduksi
dari
proses
hidrogenasi
karbondioksida dengan bantuan katalis. Secara umum, reaksi sintesis metanol pada fase gas pada katalis berbasis Cu dapat disajikan sebagai berikut : πΆπ2 (π) + 3π»2 (π) β πΆπ»3 ππ» (π) + π»2 π(π)
βπ»300 πΎ = β49.16 ππ½/πππ
(1)
Reaksi diatas merupakan reaksi eksotermis dan terjadi penurunan jumlah mol atau volume. Untuk mencapai konversi kesetimbangan yang tinggi berdasar prinsip kesetimbangan, maka diinginkan proses yang memiliki tekanan tinggi dan bersuhu rendah. Namun di sisi lain, reaksi ini berlangsung atas bantuan katalis padat sehingga memerlukan suhu yang tinggi untuk mencapai kecepatan reaksi yang tinggi. Dengan demikian, diperlukan sebuah proses optimasi suhu demi mendapatkan konversi yang optimal. Selain reaksi diatas, terdapat reaksi lain yang dapat terjadi yaitu reaksi watergas shift: πΆπ(π) + π»2 π (π) β πΆπ2 (π) + π»2 (π)
βπ»300 πΎ = +41,21 ππ½/πππ
(2)
Pada sintesis metanol, pemilihan jenis katalis berperan penting dalam mempengaruhi kondisi operasi sintesis metanol. Setiap katalis memiliki kinerja optimum pada kondisi operasi tertentu, misal katalis Cu/Zn/Al2O3 bekerja baik pada kondisi operasi suhu 200 oC β 450 oC dan tekanan 40 bar - 100 bar. Proses hidrogenasi
karbondioksida
menggunakan
katalis
Cu/Zn/Al2O3
dapat
menghasilkan produk utama berupa metanol, CO dan air. Disamping itu, metan, DME dan metil formiat juga dapat dihasilkan dari reaksi (1) namun selektivitas terhadap produk-produk tersebut kurang dari 0,1 %. (Saito dkk,1998 )
2
Berikut beberapa pemilihan proses dalam pembuatan metanol: A. Electrochemical Process Reaksi pembuatan metanol dari CO2 dan H2 dimulai dengan pembuatan gas H2 dari elektrolisis air. Elektrolisis air adalah peristiwa penguraian senyawa air menjadi gas O2 dan gas H2 dengan menggunakan arus listrik. Pada katoda, dua molekul air bereaksi dengan menangkap dua elektron, tereduksi menjadi gas H2 dan ion hidroksida (OH-). Sementara itu pada anoda, dua molekul air lain terurai menjadi gas oksigen (O2), melepaskan 4 ion H+ serta mengalirkan elektron ke katoda. Ion H+ dan OH- selanjutnya mengalami netralisasi sehingga membentuk kembali beberapa molekul air. Reaksi keseluruhan yang setara dari elektrolisis air dapat dituliskan sebagai berikut. 2π»2 π(π) ββ 2π»2(π) + π2(π)
Gas H2 yang dihasilkan dari elektrolisis dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan metanol. Sedangkan bahan baku lainnya, gas CO2, didapatkan dari flue gas atau emisi yang dihasilkan oleh geothermal power plant (www.f3centre.se, 2013). Secara umum, proses pembuatan metanol dari flue gas dan H2O tersaji dalam gambar 1.1 (Al-Kalbani dkk, 2016).
Gambar 1.1. Produksi Metanol dengan Electrochemical Process dan Flue Gas (Al-Kalbani dkk, 2016)
3
B. Proses Metanol dari Gas Alam Dalam skala industri saat ini, metanol umumnya dibuat dari gas alam melalui sintesa syngas. Syngas dapat dihasilkan dari gas alam melalui proses reforming. Reforming gas alam terjadi pada tekanan sedang yang berkisar antara 1 hingga 2 MPa (10β20 atm) dan suhu tinggi (sekitar 850 Β°C). Pada reaksi reforming, metana bereaksi dengan uap air (steam) dengan katalis Ni untuk menghasilkan gas sintesis menurut reaksi kimia berikut : πΆπ»4 (π) + π»2 π (π) β πΆπ(π) + 3π»2 (π)
οH298 = 206,2 kJ/mol
πΆπ(π) + π»2 π (π) β πΆπ2 (π) + π»2 (π)
οH298 = -41,1 kJ/mol
πΆπ»4 (π) + 2π»2 π(π) β πΆπ2 (π) + 3π»2 (π)
οH298 = 164,9 kJ/mol
Reaksi ini adalah reaksi endotermik dan panas yang dihasilkan dapat digunakan secara in-situ untuk menggerakkan reaksi steam-methane reforming. Rasio CO and H2 dapat diatur dengan menggunakan water-gas shift reaction: πΆπ(π) + π»2 π (π) β πΆπ2 (π) + π»2 (π)
Gambar 1.2. Diagram Alir Proses Reforming Gas Alam
Gambar 1.2. menunjukan proses konversi gas alam menjadi metanol melalui pembentukan syngas. Pertama-tama, gas alam dihilangkan kandungan sulfurnya terlebih dahulu. Selanjutnya,gas alam bereaksi dengan kukus di dalam unit primary dan secondary reformer menjadi H2 dan CO (dikenal sebagai syngas). Syngas yang terbentuk selanjutnya diumpankan ke dalam reaktor sintesis metanol.
4
Dari uraian diatas, dapat dilakukan analisis perbandingan dari berbagai proses pembuatan metanol yang dapat dilihat sebagai berikut: : ο· Pembuatan metanol dari electrochemical process yang menggunakan elektrolisis air untuk produksi H2 masih jarang digunakan karena membutuhkan energi listrik yang tinggi. Tetapi, hasil dari unit elektrolisis tidak menimbulkan emisi dan juga menghasilkan produk samping berupa gas O2. Sehingga, penjualan dari gas O2 dapat menutupi pengeluaran biaya listrik dari pabrik yang umumnya lebih banyak dipakai di unit elektrolisis. Di samping itu, proses ini dapat mengurangi emisi yang ada di lingkungan dengan mengurangi emisi CO2 yang berasal dari fluegas. ο· Proses pembuatan metanol dari syngas dengan proses hidoregenasi CO meskipun lazim digunakan di dunia, masih memiliki potensi peningkatan karena 50% dari biaya yang dikeluarkan dalam operasi pabrik digunakan untuk proses pemurnian. Produk metanol yang dihasilkan dari proses hidrogenasi CO kualitasnya tidak sebaik jika menggunakan proses hidrogenasi CO2 sebagai gas sintesa, karena produk samping (metil format) yang dihasilkan lebih sedikit dibanding proses hidrogenasi CO, sehingga metanol yang dihasilkan memiliki kualitas yang lebih baik.(Spath dan Dayton, 2003) Dengan berbagai pertimbangan di atas, kami memutuskan untuk menerapkan proses produksi metanol yang menggunakan proses electrochemical untuk menghasilkan gas H2 dan CO2 dari hasil buangan PLTU yang berbahan bakar batubara. Dengan demikian, pasokan listrik untuk proses elektrolisis dapat diperoleh dari PLTU dengan pertimbangan: 1. Menciptakan pabrik yang ramah lingkungan.
5
2. Menawarkan opsi baru teknologi pembuatan metanol dalam skala industri dengan konsep elektrolisis 3. Mengurangi emisi CO2 yang dikeluarkan PLTU. 4. Memiliki potensi ekonomi yang menjanjikan.
6