BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Perkembangan zaman sekarang ini kebutuhan alat bukti tertulis yang bersifat otentik sangat penting dalam melakukan hubungan bisnis, kegiatan di bidang perbankan, dan lain-lain masyarakat meninginkan adanya jaminan kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum karena dalam melakukan hubungan tersebut tidak jarang terjadi gesekan-gesekan karena setiap orang memiliki kepentingan yang berbeda antara yang satu dengan yang lain yang dapat mengakibatkan konflik. Alat bukti tertulis yang dibutuhkan masyarakat tersebut adalah akta otentik. “Suatu akta otentik adalah akta yang bentuknya ditentukan oleh undang-undang dan dibuat oleh atau atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu ditempat akta tersebut dibuatnya”. Hal ini dinyatakan dalam Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Membuat akta otentik merupakan perkerjaan pokok Notaris. Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris menyatakan “Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.” “Arti penting dari profesi Notaris oleh undang-undang diberi wewenang untuk menciptakan alat pembuktian yang mutlak, dalam pengertian bahwa apa yang
disebut dalam Akta otentik itu pada pokoknya dianggap benar”.5 Akta Otentik disebut sebagai alat pembuktian yang mutlak maka itu berarti akta otentik merupakan alat bukti tertulis yang memiliki kekuatan pembuktian yang kuat bagi para pihak. Dalam melakukan tugasnya Notaris harus tunduk pada Undang-Undang Nomor. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Kode Etik Notaris dan juga peraturan lain yang berkaitan dengan jabatan Notaris, hal ini dikarenakan peraturan yang mengatur mengenai jabatan Notaris tersebut merupakan hukum yang bersifat memaksa bukan hukum yang sifatnya mengatur sehingga tidak boleh ada penyimpangan terhadap isi ketentuan tersebut karena hal ini dapat berdampak pada fungsi akta sebagai alat bukti yang sempurna. Melihat peranan Notaris yang cukup penting bagi kehidupan masyarakat maka untuk
melindungi kepentingan masyarakat dibutuhkan pengawasan dan
pembinaan terhadap profesi Notaris. Pegawasan terhadap Notaris dilakukan oleh Menteri dan dalam pelaksanaannya untuk melaksanakan pengawasan tersebut dibentuk Majelis Pengawas. Dalam Undang-Undang Nomor. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris Pasal 1 angka (6) dinyatakan “Majelis Pengawas adalah suatu badan yang mempunyai kewenangan dan kewajiban untuk melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap profesi Notaris”. Pengawasan tersebut meliputi perilaku Notaris dan pelaksanaan jabatan Notaris hal ini di tegaskan dalam pasal 67 ayat (5) Undang-Undang Jabatan Notaris. Dalam menjalankan tugasnya Majelis Pengawas terdiri atas: 5
Abdul Ghofur Anshori, 2009, Lembaga Kenotariatan Indonesia Prespektif Hukum dan Etika, UII Press, Yogyakarta, hlm. 17.
a. Majelis Pengawas Pusat berkedudukan di ibu kota negara b. Majelis Pengawas Wilayah berkedudukan di ibu kota provinsi c. Majelis Pengawas Daerah berkedudukan di kabupaten atau kota. “Majelis Pengawas Daerah adalah suatu badan yang mempunyai kewenangan dan kewajiban untuk melaksanakan pengawasan dan pembinaan terhadap Notaris yang berkedudukan di kabupaten atau kota”, hal ini dinyatakan dalam Pasal 1 angka (7) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.03.HT.03.10 Tahun 2007 tentang Pengambilan Minuta Akta dan Pemanggilan Notaris. Majelis Pengawas Daerah menjadi tolak ukur paling penting dalam pengawasan terhadap Notaris hal ini dikarenakan ruang lingkup pekerjaan Majelis Pengawas Daerah lebih dekat dengan keberadaan Notaris diwilayahnya sehingga pengawasaan dan pembinaannya lebih mudah. Pada pelaksanaanya banyak Notaris yang melakukan penyimpanganpenyimpangan terhadap aturan-aturan dalam menjalankan tugasnya yang mengakibatkan kerugian pada masyarakat pengguna jasa Notaris. Beberapa contoh pelanggaran terhadap Undang-undang Jabatan Notaris yang dilakukan oleh oknum Notaris dalam pembuatan akta-akta Notaris, yaitu:6 1. Akta dibuat tanpa dihadiri oleh saksi-saksi, padahal di dalam akta itu sendiri disebut dan dinyatakan "dengan dihadiri saksi-saksi" 2. Akta yang bersangkutan tidak dibacakan oleh Notaris 3. Akta yang bersangkutan tidak ditandatangani di hadapan Notaris, bahkan minuta akta tersebut dibawa oleh orang lain dan ditandatangani oleh dan ditempat yang tidak diketahui oleh Notaris yang bersangkutan 6
jurnal.pdii.lipi.go.id,Wiratni Ahmadi, Kode Etik Notaris, hlm. 31, 20 september 2011
4. Notaris membuat akta diluar wilayah jabatannya, akan tetapi Notaris yang bersangkutan mencantumkan dalam akta tersebut seolah-olah dilangsungkan dalam wilayah hukum kewenangannya atau seolaholah dilakukan di tempat kedudukan dari Notaris tersebut 5. Seorang Notaris membuka kantor cabang dengan cara setiap cabang dalam waktu yang bersamaan melangsungkan dan memproduksi akta Notaris yang seolah-olah kesemua akta tersebut dibuat di hadapan Notaris yang bersangkutan. Contoh permasalahan mengenai kinerja Notaris terdapat di wilayah Bekasi, yang didapatkan dari artikel hukumonline.com dengan judul Putusan Teguran Kepada Notaris Tidak Bisa Naik Banding7. Sepanjang tahun 2007 Majelis Pengawas Pusat menerima dua limpahan kasus banding mengenai kinerja Notaris dari Majelis Pengawas Wilayah tetapi upaya banding tersebut ditolak dikarenakan putusan teguran tertulis Majelis Pengawas Wilayah bersifat final, salah satu limpahan kasusnya berasal dari Majelis Pengawas Wilayah Jawa Barat. Seorang Notaris yang berkedudukan di wilayah Bekasi dijatuhi sanksi teguran tertulis oleh Majelis Pengawas Wilayah Jawa Barat dengan putusan bernomor 207/MPWJABAR/III/2007 dikarenakan telah melakukan pelanggaran dengan melakukan pembacaan dan penandatanganan minuta akta dengan tidak menghadirkan pihak pembeli dan penjual, tidak pula dihadiri oleh dua orang saksi yang mengakibatkan kerugian terhadap pelapor. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas dimana masih terjadi permasalahan yang berkaitan dengan kinerja Notaris dan mengingat Kota Bekasi merupakan bagian dari wilayah Bekasi dan berada dalam kawasan Jabodetabek serta merupakan menjadi salah satu kota terbesar di Indonesia yang cukup padat penduduknya sehingga memiliki cukup banyak Notaris maka penulis tertarik 7
Putusan Teguran Kepada Notaris Tidak Bisa Naik Banding, hukum online.com, 26 juli 2011.
untuk mengadakan penelitian dengan judul “PELAKSANAAN PEMBINAAN DAN PENGAWASAN MAJELIS PENGAWAS DAERAH TERHADAP NOTARIS DI KOTA BEKASI”.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1.
Bagaimanakah pelaksanaan pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh Majelis Pengawas Daerah terhadap Notaris di Kota Bekasi?
2.
Kendala apakah yang dihadapi oleh Majelis Pengawas Daerah dalam melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Notaris di Kota Bekasi?
C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : 1.
Untuk mengetahui pelaksanaan pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh Majelis Pengawas Daerah terhadap Notaris di Kota Bekasi.
2.
Untuk mengetahui kendala yang dihadapi oleh Majelis Pengawas Daerah dalam melakukan pembinaan dan pengawasan
terhadap Notaris di Kota
Bekasi.
D. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan memiliki kegunaan sebagai berikut : 1.
Manfaat secara teoritis
Hasil penelitian yang akan dihasilkan nantinya dapat berguna serta memberikan sumbangan pemikiran dalam perkembangan ilmu hukum khususnya yang berkaitan dengan profesi Notaris. 2.
Manfaat secara praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan masukan bagi pihak yang terkait dalam pelaksanaan jabatan Notaris, masyarakat maupun penulis untuk mendapatkan pemahaman terhadap pelaksanaan pengawasan dan pembinaan yang dilakukan oleh Majelis Pengawas Daerah terhadap Notaris di Kota Bekasi dan kendala yang dihadapi.
E. Keaslian Penelitian Setelah diadakan kegiatan penelusuran dan penelitian studi kepustakaan yang telah dilakukan, sepanjang sepengetahuan Penulis, penulisan tesis dengan judul “Pelaksanaan Pembinaan dan Pengawasan Majelis Pengawas Daerah terhadap Notaris di Kota Bekasi” belum pernah diteliti oleh pihak lain sebelumnya, tetapi berdasarkan penelusuran dan penelitian studi kepustakaan yang dilakukan ditemukan beberapa penelitian sejenis yang memiliki kesamaan dan perbedaan dengan yang diteliti. Kemudian hasil penelitian tersebut dibandingkan yaitu, Pelaksanaan Pengawasan Majelis Pengawas Daerah terhadap Notaris di Kota Padang, Star Lumumba, Program Pasca Sarjana Universitas Gajah Mada Yogyakarta.8 Penelitian ini adalah penelitian hukum dengan menggunakan metode yuridis sosiologis. Hasil penelitiannya menunjukan 8
Star Lumumba,2010, Pelaksanaan Pengawasan Majelis Pengawas Daerah terhadap Notaris di Kota Padang, Program Pasca Sarjana Universitas Gajah Mada Yogyakarta.
bahwa dalam hal bentuk pengawasan Majelis Pengawas di Kota Padang, Pengawasannya bersifat preventif dan melakukan pembinaan terhadap Notaris yang berada pada wilayah kerjanya. Dalam hal tindakan yang dilakukan Majelis Pengawas Daerah di Kota Padang terhadap Notaris yang melakukan pelanggaran adalah Majelis Pengawas Daerah di Kota Padang akan melakukan sidang atas adanya pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris tersebut. Sedangkan kendala Majelis Pengawas Daerah di Kota Padang dalam melaksanakan tugasnya adalah tidak adanya alokasi anggaran. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan adalah meneliti mengenai kinerja Majelis Pengawas Daerah dalam melakukan pengawasan terhadap Notaris dan kendalanya, sedangkan perbedaannya terdapat pada lokasi penelitiannya dimana dalam penelitian berjudul Pelaksanaan Pengawasan Majelis Pengawas Daerah terhadap Notaris di Kota Padang lokasi penelitiannya dilakukan di Kota Padang sedangkan penelitian berjudul Pelaksanaan Pembinaan dan Pengawasan Majelis Pengawas Daerah terhadap Notaris di Kota Bekasi dilakukan di Kota Bekasi. Pengawasan terhadap Notaris yang berkedudukan sebagai anggota Majelis Pengawas Daerah di Kabupaten Sleman, Tiur Mai Rini Br Manulang, Program Pasca Sarjana Universitas Gajah Mada Yogyakarta.9 Penelitiannya dilakukan dengan pendekatan yuridis empiris. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam hal cara pengawasan yang dilakukan terhadap Notaris yang berkedudukan sebagai anggota Majelis Pengawas Daerah di Kabupaten Sleman tidak memiliki perbedaan dengan pengawasan yang dilakukan terhadap 9 Tiur Mai Rini Br Manulang, 2010, Pengawasan terhadap Notaris yang berkedudukan sebagai anggota Majelis Pengawas Daerah di Kabupaten Sleman, Program Pasca Sarjana Universitas Gajah Mada Yogyakarta.
Notaris lainnya yang tidak berkedudukan sebagai anggota Majelis Pengawas Daerah Notaris. Pengawasan dilakukan oleh anggota Majelis Pengawas Daerah itu sendiri. Pengawasan yang dilakukan yaitu dengan pengawasan sistem saling silang. Dalam hal kendala dalam melaksanakan pengawasan Notaris yang berkedudukan sebagai anggota Majelis Pengawas Daerah di Kabupaten Sleman diantaranya kesibukan masing-masing anggota Majelis Pengawas Daerah di Kabupaten Sleman menjadi hambatan dalam melakukan pengawasan. Selain itu juga kurangnya anggaran dalam melakukan pengawasan juga merupakan kendala. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan adalah meneliti mengenai pengawasan yang dilakukan oleh Majelis Pengawas Daerah dan kendalanya, sedangkan perbedaannya adalah Penelitian berjudul Pengawasan terhadap Notaris yang berkedudukan sebagai anggota Majelis Pengawas Daerah di Kabupaten Sleman, ruang lingkupnya meneliti mengenai pengawasan terhadap Notaris yang merangkap sebagai anggota Majelis Pengawas Daerah, lokasi penelitian dilakukan di Sleman sedang dalam penelitian berjudul Pelaksanaan Pembinaan dan Pengawasan Majelis Pengawas Daerah terhadap Notaris di Kota Bekasi ruang lingkupnya meneliti mengenai pengawasan Notaris dan lokasi penelitian dilakukan di Kota Bekasi. Pengawasan Notaris sebelum dan sesudah keluarnya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 di Kota Padang, Hafez Assaf, Program Pasca Sarjana Universitas Gajah Mada Yogyakarta.10 Penelitiannya ini dilaksanakan secara yuridis empiris atau non doctrinal. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa 10
Hafez Assaf, 2010, Pengawasan Notaris sebelum dan sesudah keluarnya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 di Kota Padang, Program Pasca Sarjana Universitas Gajah Mada Yogyakarta.
Dalam hal pelaksanaan pengawasan Notaris sebelum Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris di Kota Padang oleh hakim di Pengadilan Negeri Padang tidak sepenuhnya dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku dan tidak dilakukan secara maksimal. Sedangkan sesudah diberlakukannya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris di Kota Padang yang dilaksanakan oleh Majelis Pengawas Daerah sebagian besar sudah dilakukan menurut ketentuan yang ada namun masih belum optimal. Dalam hal Kendala yang dihadapi dalam melakukan pengawasan sebelum keluarnya Undang-Undang Nomor. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris di Kota Padang yaitu tidak diaturnya secara jelas dan tegas tentang tehnis melakukan pengawasan dalam peraturan pelaksana pengawasan terhadap Notaris, padatnya jadwal sidang yang merupakan tugas pokok dari hakim sehingga pengawasan terabaikan, jumlah hakim pengawas tidak sebanding dengan Notaris yang diawasi, hubungan kolega yang masih kuat diantara sesama profesi hukum. Sedangkan kendala yang dihadapi dalam melakukan pengawasan sesudah keluarnya Undang-Undang Nomor. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris di Kota Padang yaitu pengaturan dalam Undang-Undang Nomor. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dan peraturan pelaksanaannya kurang jelas dan mengambang, minimnya anggaran oprasional dari pemerintah dan pengucurannya tidak lancar, tempat sekertariat belum ada, jadwal aktifitas masing-masing pengawas selain sebagai pengawas Notaris sangat padat dan hubungan kolega yang masih kuat diantara sesama profesi hukum. Persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah meneliti mengenai pengawasan yang dilakukan oleh Majelis Pengawas Daerah dan
kendalanya, sedangkan perbedaannya adalah penelitian berjudul Pengawasan Notaris sebelum dan sesudah keluarnya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 di Kota Padang ruang lingkupnya meneliti mengenai pengawasan dan kendala yang dihadapi sebelum dan sesudah keluarnya Undang-Undang Nomor. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Lokasi penelitiannya dilakukan di Kota Padang dengan meneliti di kantor Pengadilan Negeri Padang dan Majelis Pengawas Daerah Kota Padang, sedangkan penelitian berjudul Pelaksanaan Pembinaan dan Pengawasan Majelis Pengawas Daerah terhadap Notaris di Kota Bekasi ruang lingkupnya meneliti mengenai pengawasan dan kendala yang dihadapi sesudah keluarnya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, lokasi penelitiannya dilakukan di Kota Bekasi di Majelis Pengawas Daerah Kota Bekasi. Selain penelitian tersebut diatas ditemukan juga penelitian sejenis dengan judul Kewenangan Majelis Pengawas Daerah (MPD) berkenaan dengan cuti Notaris di Kota Banjarmasin, Muhammad Syaifuddin, Program Pasca Sarjana Universitas Gajah Mada Yogyakarta.11 Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa dalam hal kewenangan Majelis Pengawas Daerah di Kota Banjarmasin terhadap Notaris yang akan menjalani cuti yaitu Majelis Pengawas Daerah di Kota Banjarmasin telah memberikan izin cuti kepada Notaris dengan alasan menjalankan ibadah haji selama 40 (empatpuluh) hari, melaksanakan kegiatan pendidikan selama 3 (tiga) bulan dan mendampingi suami acara kenegaraan selama 3 (tiga) minggu. Majelis Pengawas Daerah di Kota Banjarmasin telah melaksanakan kewenangan yang 11
Muhammad Syaifuddin, 2011, Kewenangan Majelis Pengawas Daerah (MPD) berkenaan dengan cuti Notaris di Kota Banjarmasin, Program Pasca Sarjana Universitas Gajah Mada Yogyakarta.
berkaitan dengan pemberian izin cuti untuk waktu sampai dengan 6 (enam) bulan. Dalam hal Pelaksanaan pengawasan terhadap Notaris yang menjalankan izin cuti dilakukan dari adanya permohonan izin cuti ke Majelis Pengawas Derah Kota Banjarmasin. Kemudian dipertimbangkan apakah diterima atau ditolak. Dalam hal pelaksanaan pengawasan Majelis Pengawas Daerah Kota Banjarmasin terhadap Notaris yang telah menjalankan izin cuti belum maksimal hal ini dikarenakan sikap percaya yang berlebihan dari Majelis Pengawas Daerah Kota Banjarmasin terhadap Notaris. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan adalah meneliti mengenai kinerja Majelis Pengawas Daerah, sedangkan perbedaannya adalah dalam penelitian berjudul Kewenangan Majelis Pengawas Daerah (MPD) berkenaan dengan cuti Notaris di Kota Banjarmasin permasalahan yang diangkat adalah mengenai kinerja Majelis Pengawas Daerah dalam memberikan izin cuti dan pengawasannya dalam pelaksanaan cuti tersebut dan lokasi penelitiannya dilakukan di Kota Banjarmasin, sedangkan penelitian Pelaksanaan Pembinaan dan Pengawasan Majelis Pengawas Daerah terhadap Notaris di Kota Bekasi ruang lingkupnya meneliti mengenai kinerja Majelis Pengawas Daerah dalam melakukan pengawasan terhadap Notaris dan kendalanya, Lokasi penelitiannya dilakukan di Kota Bekasi di Majelis Pengawas Daerah Kota Bekasi. Apabila ternyata di kemudian hari ditemukan penelitian sebelumnya yang sejenis tetapi tidak tercantum atau ditemukan penelitian yang sama seperti yang telah dilakukan, maka penelitian ini dapat melengkapi penelitian tersebut.