BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang Islam mengakui bahwa manusia mempunyai hasrat yang besar untuk melakukan hubungan seks, untuk itu islam melalui hukum yang berdasarkan Alqur’an
dan
hadist
mengatur
penyaluran
kebutuhan
biologis
melalui
perkawinan.melalui perkawinan inilah fitrah manusia dapat terjaga dengan baik, sebab perkawinan mengatur hubungan antara laki-laki dan wanita dengan ikatan yang sah. Pada dasarnya perkawinan dalam islam adalah sunnah hukumnya hanya saja ketika muncul keadaan tertentu hukum perkawinan dapat berubah yang mana dimaksudkan agar manusia dapat mengetahui kapan ia telah mempunyai kemampuan untuk melaksanakan perkawinan.Perkawinan adalah hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia dengan jalan perkawinan yang sah pergaulan pria dan wanita terjadi secara terhormat sesuai kedudukan manusia sebagai mahkluk yang berkerhormatan.dengan melihat realitas dalam masyarakat bahwa perbuatan seksualitas diluar nikah membuat tatanan menjadi rusak apalagi bila status keturunan tidak diketahui akan menjadi tidak jelas karena bercampurnya antara anak keturunan yang sah dan yang tidak sah maka akan tidak jelasnya tanggung jawab akan masa depan anak. Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang wanita dengan seorang pria sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha esa. selain peraturan dari negara, indonesia juga dikenal dengan penduduknya yang mayoritas memeluk agama
islam yang secara khusus memiliki ketentuan
mengenai perkawinan. Bagi umat islam sendiri banyak daripada ayat-ayat dalam al-qur’an serta hadist- hadist yang mengisyaratkan tentang bagaimana pentingnya melaksanakan suatu perkawinan serta pemahaman mengenai tata cara pelaksanaan maupun bentuk pengaturan- pengaturan terhadap perkawinan itu sendiri yang disesuaikan dengan ajaran agama. Sebagaimana yang difirmankan Allah s.w.t. dalam surat Ar-Rum ayat 21 “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu pasangan hidup dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih sayang (mawaddah warahmah). Sesungguhnya pada yang demikian itu menjadi tanda-tanda kebesaran-Nya bagi orang-orang yang berfikir”. Perkawinan merupakan bagian hidup yang harus memperhatikan norma dan kaidah hidup dalam masyarakat. Namun kenyataannya, tidak semua orang berprinsip demikian, dengan berbagai alasan pembenaran yang cukup masuk akal dan
bisa diterima
masyarakat,
perkawinan
sering
kali
tidak
dihargai
kesakralannya. Pada kenyataannya sekarang ini pelaksanaan perkawinan makin bervariasi bentuknya. Mulai dari perkawinan lewat kantor urusan agama (KUA), perkawinan bawa lari, sampai perkawinan yang kurang populer di kalangan masyarakat, yaitu kawin kontrak. Pada dasarnya perkawinan ditujukan untuk jangka waktu selamalamanya sampai maut memisahkan. Akan tetapi dalam prakteknya sering kali
orang melakukan perkawinan yang bersifat sementara yang disebut dengan kawin kontrak. Istilah kawin kontrak sama dengan istilah nikah mut’ah dalam agama Islam. Dalam hal ini istilah mut’ah sering digunakan oleh para kiai (pemuka agama Islam), sedangkan masyarakat umum lebih sering menggunakan istilah kawin kontrak 1 Seperti perbudakan dan poligami, mut’ah (kawin kontrak) merupakan tradisi pralslam yang memanfaatkan tubuh perempuan sebagai obyek kenikmatan laki-laki. Dalam perkembangan sejarah peradaban Islam, perkawinan jenis ini mengalami proses dialektika sosial, budaya dan politik. Pada masa Nabi Muhammad SAW, mut’ah pernah dihalalkan kemudian diharamkan, lalu dihalalkan lagi dan diharamkan untuk selamanya. Hal ini berarti orang yang melakukan kawin kontrak secara agama jelas bertentangan dengan hukum agama. Akan tetapi karena adanya suatu kepentingan tertentu, sampai saat ini kawin kontrak tetap dilakukan oleh banyak pasangan. 2 Kepentingan yang dimaksud dapat berupa kepentingan yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan biologis atau dapat pula kepentingan yang berupa keinginan untuk mendapatkan materi atau dapat pula kepentingan lainnya misalnya agar dapat bekerja dan menetap di suatu negara. Suatu perkawinan menimbulkan akibat hukum terhadap kedua belah pihak yang melakukan perkawinan. Akibat hukum tersebut meliputi akibat hukum terhadap harta kekayaan yang diperoleh selama melakukan perkawinan, yaitu bahwa harta yang 1 2
http://WWW.geocities.com 23 desember 2007, 23:15 http://www.macromedia.com. 12 januari 2008, 13:00
diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama dari suami isteri, sehingga jika mereka bercerai, maka harta itu akan dibagi antara suami isteri. Selain itu isteri berhak mendapatkan nafkah lahir dan batin dari suaminya. Akibat hukum yang lain adalah apabila suami dan isteri bersama-sama mempunyai kewajiban untuk memelihara dan membiayai anak yang dilahirkan dalam perkawinan. Berkaitan dengan masalah anak ini, biasanya dalam suatu kawin kontrak dihindari untuk memiliki anak, sehingga berkaitan dengan anak sering tidak terjadi masalah. Perkawinan pada dasarnya merupakan bentuk ikatan sakral sepasang umat manusia. Namun keabsahan perkawinan juga kerap diselewengkan oleh sebagian orang yang hanya ingin memuaskan kebutuhan biologis belaka. Misalnya dengan adanya fenomena kawin kontrak yang mengemuka sebagai bentuk penyimpangan lembaga perkawinan. Tidak seperti pada pernikahan umumnya, para pelaku kawin kontrak sepakat untuk berpisah di waktu tertentu. Banyaknya wisatawan baik asing yang bermukim cukup lama diindonesia membuka peluang kawin kontrak. Perpisahan akan terjadi bila mereka kembali ke negara masing-masing. Pelaksanaan perkawinan dalam bentuk apapun yang dilakukan diluar daripada ketentuan undang-undang baik undang-undang hukum positif maupun hukum islam dikatakan sebagai perbuatan zina dimana perbuatan itu sendiri merupakan salah satu bentuk perbuatan yang mengimpang dalam kehidupan masyarakat dan adanya larangan perbuatan tersebut oleh hukum. Saat ini, banyak praktik-praktik pernikahan yang rentan untuk menjadi kedok ataupun ajang trafficking
Fenomena pengabaian hak-hak perempuan juga tampak dalam bentuk nikah sirri, Nikah ini merupakan sebuah praktek pernikahan yang dianggap sah secara agama ketika dihadiri oleh mempelai, wali, 2 orang saksi, disertai ijab dan qabul. Persoalan muncul ketika pernikahan tersebut tidak dicatatkan. Karena bukti tertulis yang menguatkan adanya ikatan pernikahan antara sepasang lelakiperempuan itu tidak ada. Sehingga ketika terjadi sesuatu atas pernikahan tersebut seringkali perempuan menjadi korban. Selain itu, sesuai dengan namanya, pernikahan ini seringkali tidak diumumkan kepada khalayak dan dianggap sebagaii sesuatu yang mesti dirahasiakan (sirr). Praktek nikah siri ini telah berlangsung puluhan tahun. Dan sisa-sisanya kini masih banyak terjadi di masyarakat, meskipun UU Perkawinan No.1 th. 1974 telah mengatur bahwa setiap pernikahan harus dicatatkan.3 karena rangkaian masalah yang telah disebutkan diatas tersebutlah maka penulis menganggap tepat membuat
kajian tersebut dalam karya tulis dengan judul
“KAWIN KONTRAK” DALAM PANDANGAN IMAM MAZHAB”
B. Rumusan masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas, penulis tertarik mengkaji lebih dalam mengenai praktek kawin kontrak yang terjadi dalam masyarakat Indonesia serta pandangan hukum yang mengatur pelaksanaan perkawinan: - bagaimana pandangan imam mazhab mengenai kawin kontrak.
3
http//www.rahima.or.id/SR/19-06/i.fo.htm 23 januari 2009, 23:00
C. Tujuan penelitian Tujuan penelitian yang dibuat penulis antara lain: - untuk mengetahui pandangan imam mazhab mengenai kawin kontrak.
D. Kajian pustaka Nikah mut’ah atau kawin kontrak sebenarnya merupakan tradisi kaum syiah, Hal ini dimungkinkan karena adanya salah penafsiran atau pemutarbalikan ayat-ayat Al-qur’an maupun hadits Rasulullah s.a.w, oleh para mufassirin (ahli tafsir) syiah. Mufassirin syiah yang sangat terkenal dalam membela dihalalkannya nikah mut’ah adalah Fathullah Al-kasyani, sebagaimana ditulis dalam kitab tafsir Manhaj, dikatakan oleh beliau bahwa nikah mut’ah adalah keistimewaan yang diberikan kepada Rasulullah, dan barang siapa yang melakkan mut’ah sekali dalam hidupnya maka ia akan menjadi ahli surga dan orang yang mengingkari mut’ah adalah kafir murtad.4 Berbagai pandanganpun muncul terhadap pelaksanaan kawin kontrak atau mut’ah mulai dari para imam – imam mazhab maupun dari para ulama, dimana terdapatnya perbedaan pandangan yang dikemukakan. Ada yang menganggap jenis perkawinan tersebut bersifat tidak sah bahkan haram hukumnya namun dalam hal ini ada juga yang memandang bahwa pelaksanaan perkawinan tersebut tidak dilarang atau dengan kata lain sah untuk dilakukan.
4
Chamzawi: Sekilas Nikah Mut'ah http://www.yarsi.ac.id/kolom_chamzawi/detail.php?id 9 september 2008, 21:30
Menurut Syayid Sabiq, kawin mut’ah hukumnya haram, apabila sampai terjadi maka seluruh imam madzhab sepakat hukumnya tetap batal. Golongan ini mengemukakan argumentasinya dengan alasan sebagai berikut Bahwa nikah mut’ah seperti ini tidak sesuai dengan perkawinan yang dimaksudkan oleh Al-Qur’an, juga tidak sesuai dengan masalah thalak, iddah dan pusaka. Jadi nikah mut’ah bathil sebagaiman bentuk-bentuk perkawinan lain yang dibatalkan dalam Islam seperti pergundikan dan lain sebagainya Rasulullah dengan jelas mengharamkan nikah mut’ah melalui banyak hadisthadistnya yang secara tegas menyebutkan keharamannya. Rasulullah SAW bersabda : “Wahai manusia! Saya telah pernah mengizinkan kamu kawin mut’ah. Tetapi sekarang ketahuilah bahwa Allah telah mengharamkannya sampai hari kemudian.” Adapun yang mempunyai pandangan bahwa nikah mut’ah dihalalkan secara mutlak datang dari sebagian sahabat seperti : Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas, Asma’ binti Abu Bakar ash-Siddiq, Jabir bin Abdullah, Mu’awiyah, Amr bin Harits, Ma’bad, Salamah dan Abu Said Al-Khudri. Dan sebagian dari golongan tabi’in juga ada yang menghalalkan nikah mut’ah ini, seperti : Atho’, Zaid bin Zubair, dan Tawus. Dan masih ditambah seluruh ulama fiqh Makkah dan golongan Syi’ah Imamiyah. Golongan ini berpedoman pada Surat An-Nisa’ ayat 24. “Dan (diharamkan juga kamu mengawini)wanita yang bersuami, kecuali budakbudak yang kamu miliki) Allah telah menetapkan hukum itu sebagai ketetapanNya atas kamu Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian yaitu mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka isteri-isteri yang telah kamu nikmati (campuri) diantara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya.(dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban dan
tidaklah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. ” (Depag, Al-Qur’an dan Tarjamahnya,CV Jaya Sakti,Surabaya,1984, h. 526). Menurut pandangan mereka melakukan nikah mut’ah adalah halal sesuai dengan bunyi ayat tersebut.5 Majelis Ulama Indonesia dalam fatwanya tanggal 25 Oktober 1997 menetapkan bahwa nikah mut’ah hukumnya haram, dan pelaku nikah mut’ah dihadapkan ke pengadilan sesuai dengan peraturan perundang-perundangan yang berlaku. Dasar pertimbangannnya adalah pertama bahwa nikah mut’ah mulai banyak dilakukan terutama dilakukan oleh kalangan pemuda dan mahasiswa. Kedua, praktek nikah mut’ah telah menimbulkan keprihatinan, kekhawatiran dan keresahan bagi para orang tua, ulama, pendidik, tokoh masyarakat dan ummat Islam, serta dipandang sebagai alat propaganda paham Syi’ah di Indonesia. Ketiga, bahwa mayoritas umat Islam Indonesia adalah penganut paham Sunni yang tidak mengakui dan menolak paham Syi’ah.6 Kepala Madrasah Ushul Fiqh Progresif Wahid Institute Abdul Moqsith Ghazali mengatakan ”Nikah di bawah tangan itu dianggap ilegal oleh negara. Akibatnya, istri dan anak-anak tidak memiliki status hukum yang jelas,”7 Adapun dalil-dalil yang menjadi dasar keharaman nikah mut’ah adalah sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Mukminun ayat 5 dan 6 serta hadits Nabi s.a.w. yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim. 5
http://sururudin.wordpress.com/2009/03/23/beberapa-pandangan-tentang-nikah-mutah/ 5 agustus 2009, 20;15 6 Chamzawi: Sekilas Nikah Mut'ah, http://www.yarsi.ac.id/kolom_chamzawi/detail.php?id 9 september 2008, 21:30 7 http://hukumonline.com 12 september 2008, 14:20
Pengharaman nikah mut’ah oleh Nabi s.a.w. disabdakan sebanyak 2 (dua) kali, yaitu tatkala terjadi perang Khaibar pada tahun 7 Hijrah dan kedua pada Fathu Makkah pada tahun 8 Hijrah. Dari Ali bin Abi Thalib r.a. ia berkata kepada Ibnu Abbas r.a. bahwa Nabi s.a.w. melarang nikah mut’ah dan memakan daging keledai jinak pada waktu perang Khaibar. Rasulullah saw pernah bersabda : “Wahai sekalian manusia, aku pernah mengizinkan kepada kalian untuk melakukan nikah mut’ah, maka sekarang yang memiliki isteri dengan cara nikah mut’ah haruslah ia menceraikannya dan segala sesuatu yang telah kalian berikan kepadanya janganlah kalian ambil lagi, karena Allah Azza wa Jalla telah mengharamkan nikah mut’ah sampai hari kiamat. 8 Hikmah dilarangnya nikah mut’ah, khususnya di kalangan kaum Sunni adalah untuk menjaga martabat wanita itu sendiri. Dengan melihat syarat dan rukun nikah mut’ah yang sangat ‘sederhana’, maka wanita tak ubahnya bagai barang mainan, yang pada akhirnya dapat menjerumuskan seorang wanita dalam lembah pelacuran terselubung. Karena wanita yang dinikahi dengan menggunakan cara nikah mut’ah pada hakikatnya hanya untuk pemuas nafsu belaka (bersenangsenang dalam waktu sesaat). Namun lain halnya dengan pemegang teguh paham syi’ah, mereka menganggap hal ini menjadi sebuah anjuran para imam pendahulu mereka dan wajib untuk ditaati. Karena di dalam agama Syi'ah nikah mut'ah mempunyai kedudukan yang sangat tinggi dan mulia. Ibadah yang paling afdhal
8
http://www.yarsi.ac.id/kolom_chamzawi/detail.php?id=14 9 september 2007, 21:30
dan seutama cara untuk mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah. Mut'ah adalah rukun iman.9 Dalam hal ini jelas bahwa jenis perkawinan ini hanya semata-mata bertujuan untuk menghalalkan hubunganh seks dalam batas waktu tertentu. Alasan bagi pendapat yang membolehkan kawin kontrah secara mutlak ialah bahwa perkawinan itu ada yang mempunyai tujuan sementara yang disebut dengan “nikah shugra” (nikah kecil) yang hanya semata-mata untuk menikmati kesenangan seksual, dan ada nikah yang bersifat permanen yang disebut dengan “nikah kubra” (niukah besar) yaitu bertujuan pernikahan yang abadi untuk membentuk keluarga dan keturunan yang bahagia. Maka jumhur ulama memandang
nikah mut’ah itu diharamkan selama-lamanya, kebolehannya
terbatas pada waktu perang fatuhu makkah, sesudah itu dilarang oleh nabi untuk selama-lamanya dan syari’atnya sudah mansukh.10 Perkawinan islam adalah perkawinan yang dapat bertahan dan sanggup dilanjutkan kerena itu perkawinan islam bukan semata hubungan jasmani untuk memuaskan hawa nafsu dan bersifat sementara waktu diperlukan belaka tetapi melestarikan hidup duniawa dengan melahirkan keturunan yang menyusul untuk menjayakan bumi dengan keinginan Allah.11
9
http://www.mail-arcive.com/
[email protected]/msg00329.html 6 agustus 2009,
18:30 10
Drs. Dahlan idhamy.azas-azas fiqh munakahat hukum keluarga islam, al-ikhlas, surabaya, 1984, hal 34 11 Fuad moh fachruddin.Kawin mut’ah dalam pandangan islam, ctk. pertama, Pedoman Ilmu Jaya, Jakarta, 1992, hal. 3
E. Defenisi operasional Perkawinan menurut hukum islam adalah suatu akad atau perikatan untuk menghalalkan hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan dalam rangka mewujudkan kebahagiaan hidup keluarga yang diliputi rasa ketentraman serta kasih sayang dengan cara yang dirihdai oleh Allah.12 Kawin kontrak atau nikah Mut’ah yang berasal dari kata mata’a adalah pernikahan yang bersifat sementara atau temporer, dengan tujuan mendapatkan kesenangan dari seorang perempuan semata.13 Yang dimaksud dengan kawin kontrak atau mut’ah adalah perkawinan dimana mempelai perempuan dikontrak selama waktu tertentu untuk dijadikan istri dan setelah waktu kontrak habis maka si wanita akan dicerai oleh laki-laki atau suaminya sesuai dengan kesepakatan. Waktunya terserah perjanjian yang disetujui oleh kedua belah pihak. Boleh satu tahun, boleh satu bulan, boleh satu hari, boleh satu jam dan boleh sekali main, yang disesuaikan dengan kesepakatan yang diperjanjikan. Sedang batas wanita yang di mut’ah terserah si laki-laki, boleh berapa saja, terserah kekuatan dan minat si laki-laki. Mereka tidak saling mewarisi bila salah satu pelakunya mati, meskipun masih dalam waktu yang disepakati. Juga tidak wajib memberi nafkah (belanja) dan tidak wajib memberi tempat tinggal. Kawin kontrak atau mut’ah dilakukan tanpa wali dan tanpa saksi, begitu pula tanpa talaq, tetapi habis begitu saja pada akhir waktu yang disepakati. Pelakunya boleh perjaka atau duda, bahkan yang sudah punya istri. Sedang si 12
Ahmad azhar basyir, hukum perkawinan islam, ed. 1, cet. 9, uii press, Yogyakarta, 1999, hal 14 13 http//www.rahima.or.id SR/19-06/i.fo.htm 23 januari 2009, 23;00
wanita boleh masih perawan atau sudah janda, bahkan menurut fatwa khumaini seseorang boleh melakukan kawin kontrak atau mut’ah sekalipun dengan pekerja seks. Adapun tempatnya boleh dimana saja, baik di dalam rumah sendiri maupun di luar rumah. 14 Syarat kawin kontrak antara lain melakukan ijab kabul, ada mas kawin, dan masa waktu perkawinan yang telah ditentukan sesuai dengan kesepakatan kedua pihak. Walaupun kawin kontrak mempunyai ijab kabul juga, tetapi ijab kabul pada kawin kontrak berbeda dengan ijab kabul pada perkawinan biasa. Bedanya terletak pada adanya pembatasan waktu perkawinan dilaksanakan. Dalam lafadz ijab kabul kawin kontrak waktu berlakunya perkawinan harus disebutkan. Seorang laki-laki diperbolehkan melakukan perkawinan secara serentak sebanyak yang ia inginkan dalam waktu yang bersamaan, sedangkan wanita hanya diperbolehkan melakukan kontrak dengan seorang laki-laki dalam satu periode.15 Usaha mewujudkan keluarga bahagia, sakinah mawadah warahmah tidak dapat diwujudkan hanya dalam waktu sesaat atau dalam waktu singkat (sehari atau dua hari), namun diperlukan rentang waktu yang panjang dengan pembinaan yang simultan antara suami dan isteri. Karena pada tahapan selanjutnya, tugas lembaga pernikahan adalah membentuk peradaban dan menjadi khalifah di muka bumi (dunia).16 Islam ingin membangun sebuah masyarakat yang sejahtera sedangkan kawin mut’ah, kalau diperkenankan, dapat menimbulkan lebih banyak masalah 14
http://www.albayyinat.net/mutaht.html 12 februari 2009, 15:30 http://wwwmacromedia.com 12 januari 2009 13:00 16 http://wwwmacromedia.com 12 januari 2009 13:00 15
daripada yang dipecahkannya. 17 Berdasarkan pengertian kawin kontrak di atas, dapat diketahui bahwa kawin kontrak merupakan perkawinan yang dilakukan oleh laki-laki dan wanita untuk jangka waktu tertentu. Setelah jangka waktu tertentu itu habis, maka perkawinan itu berakhir.
F. Metode penelitian Agar pembahasan dan penulisan dalam skripsi ini akurat dan terarah maka penulis menggunakan metode penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif merupakan penelitian kepustakaan18 1.
objek penelitian
Perspektif hukum islam yang berkaitan dengan praktek perkawinan 2.
sumber data
Sumber data yang dikumpulkan adalah data sekunder yang terdiri dari tiga bahan hukum,19 yaitu: a
bahan hukum primer
Yaitu bahan-bahan yang mempunyai kekuatan hukum mengikat.
b
1.
kompilasi hukum islam tentang perkawinan
2.
Al-qur’an dan Hadits
bahan hukum sekunder
17
Prof.Abdur Rahman I. Doi, Ph.D, perkawinan dalam syariat islam, cet pertama, Rineka Cipta, Jakarta, 1992, hal. 6o 18 Ronny Hanitijo Soemitro, SH, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1994, hlm.11 19 Ibid; hlm 53
Yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer c
bahan hukum tersier
Yaitu bahan-bahan yang memberikan informasi tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum tersier yang dipakai dalam skripsi ini meliputi kamus, ensiklopedi dan sebagainya 3.
teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah Library Research, yakni suatu teknik dengan mengumpulkan perundang-undangan serta tulisan-tulisan lainnya melalui sumber pustaka maupun lewat media massa dan media internet yang berkaitan dengan penelitian ini. Data yang telah dikumpulkan tersebut kemudian dipilah-pilah sesuai dengan sistematika penulisan 4.
analisis data
Dilakukan secara deskriptif kualitatif: data yang diperoleh disajikan secara deskriptif dan dianalisis secara kualitatif (content analysis) dengan langkahlangkah sebagai berikut: a
Data diklasifikasikan sesuai dengan permasalahan penelitian;
b
Hasil klasifikasi data selanjutnya disistematisasikan;
c
Data yang telah disistematisasikan kemudian dianalisis untuk
dijadikan dasar dalam mengambil simpulan
G. kerangka skripsi Sesuai dengan permasalahan yang dibahas, penelitian ini merumuskan kerangka (sistimatika ) penulisan yang terdiri dari 4 (empat) bab. Kemudian babbab tersebut kemudian dibagi menjadi beberapa sub bab. BAB I.
BAB II.
BAB III.
PENDAHULUAN A.
Latar belakang
B.
Rumusan masalah
C.
Tujuan penelitian
D.
Kajian pustaka
E.
Defenisi operasianal
F.
Metode penelitian
TINJAUAN UMUM TENTANG KAWIN KONTRAK A.
Pengertian kawin kontrak
B.
Sejarah kawin kontrak
C.
Kawin kontrak di beberapa negara
PANDANGAN
IMAM
KONTRAK BAB IV.
PENUTUP A.
Kesimpulan
B.
Saran
MAZHAB
TENTANG
KAWIN