BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyandang disabilitas memiliki kedudukan, hak dan kewajiban yang sama dengan masyarakat non disabilitas. Sebagai bagian dari warga negara Indoesia, sudah sepantasnya penyandang disabilitas mendapatkan perlakuan khusus, yang dimaksudkan sebagai upaya perlindungan dari kerentanan terhadap berbagai tindakan diskriminasi dan terutama perlindungan dari berbagai pelanggaran hak asasi manusia. Perlakuan khusus tersebut dipandang sebagai upaya maksimalisasi penghormatan, pemajuan, perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia universal.1
Penyandang disabilitas merupakan kelompok masyarakat yang beragam, diantaranya penyandang disabilitas yang mengalami disabilitas fisik, disabilitas mental maupun gabungan dari disabilitas fisik dan mental. Kondisi penyandang disabilitas tersebut mungkin hanya sedikit berdampak pada kemampuan untuk berpartisipasi di tengah masyarakat, atau bahkan berdampak besar sehingga
1
Majda El Muhtaj, 2008, Dimensi‐Dimensi HAM Mengurai Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, RajaGrafindo Persada, Jakarta, hlm. 273.
1
2
memerlukan dukungan dan bantuan dari orang lain.2 Selain itu penyandang disabilitas menghadapi kesulitan yang lebih besar dibandingkan masyarakat non disabilitas dikarenakan hambatan dalam mengakses layanan umum, seperti akses dalam layanan pendidikan, kesehatan, maupun dalam hal ketenagakerjaan.
Kecacatan seharusnya tidak menjadi halangan bagi penyandang disabilitas untuk memperoleh hak hidup dan hak mempertahankan kehidupannya. Landasan konstitusional bagi perlindungan penyandang disabilitas di Indonesia, dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 28 A UUD 1945, yakni : "Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya". Hak untuk hidup adalah hak asasi yang paling dasar bagi seluruh manusia. Hak hidup merupakan bagian dari hak asasi yang memiliki sifat tidak dapat ditawar lagi (non derogable rights). Hak hidup mutlak harus dimiliki setiap orang, karena tanpa adanya hak untuk hidup, maka tidak ada hak-hak asasi lainnya.
Secara eksplisit Indonesia juga memiliki Undang Undang Nomor 4 tahun 1997 tentang Penyandang Cacat yang memberikan landasan hukum secara tegas mengenai kedudukan dan hak penyandang disabilitas. dalam konsideran UU Penyandang Cacat ditegaskan bahwa "Penyandang cacat merupakan bagian masyarakat Indonesia yang juga memiliki kedudukan, hak, kewajiban, dan peran yang sama". Selain itu hak-hak fundamental berikut kewajiban penyandang 2
International Labour Office, 2006, Kaidah ILO tentang Pengelolaan Penyandang Cacat di Tempat Kerja, ILO Publication, Jakarta, hlm. 3.
3
disabilitas juga ditegaskan dalam Pasal 41 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 39 tahun 2004 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM), yang menyebutkan bahwa : "Setiap penyandang cacat, orang yang berusia lanjut, wanita hamil dan anak anak, berhak memperoleh kemudahan dan perlakuan khusus". Begitu pula dengan Pasal 42 UU HAM yang berbunyi :
"Setiap warga negara yang berusia lanjut, cacat fisik dan atau cacat mental berhak memperoleh perawatan, pendidikan, pelatihan, dan bantuan khusus atas biaya negara, untuk menjamin kehidupan yang layak sesuai dengan martabat kemanusiaannya, meningkatkan rasa percaya diri, dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara". Seperti yang telah diuraikan pada paragraf di atas, penyandang cacat memiliki kedudukan, hak dan kewajiban yang sama dengan warga negara non disabilitas.
penyandang
disabilitas
memiliki
hak
untuk
hidup,
dan
mempertahankan kehidupnya. Selain hak untuk hidup, apabila membicarakan isu-isu mengenai hak asasi manusia, kita juga dapat menemukan bahwa manusia sebagai warga negara memiliki hak sipil dan politik, serta memiliki hak ekonomi, sosial dan budaya. Hak Sipil dan politik dipandang sebagai hak-hak yang bersumber dari martabat dan melekat pada setiap manusia yang dijamin dan dihormati keberadaannya oleh negara agar manusia bebas menikmati hak-hak dan kebebasannya dalam bidang sipil dan politik yang pemenuhannya menjadi tanggung jawab negara,3 yang meliputi : Hak hidup, Hak bebas dari penyiksaan 3
Mengenal Kovenan Hak Sipil dan Politik, http://indraswat.wordpress.com, tanggal akses 12 Oktober 2014.
4
dan perlakuan tidak manusiawi, Hak bebas dari perbudakan dan kerja paksa, Hak atas kebebasan dan keamanan pribadi, Hak atas kebebasan bergerak dan berpindah, Hak atas pengakuan dan perlakuan yang sama dihadapan hukum, Hak untuk bebas berfikir, berkeyakinan dan beragama, Hak untuk bebas berpendapat dan berekspresi, Hak untuk berkumpul dan berserikat, dan Hak untuk turut serta dalam pemerintahan.
Hak ekonomi, sosial, dan budaya, dipandang sebagai hak dasar manusia yang harus dilindungi dan dipenuhi agar manusia terlindungi martabat dan kesejahteraannya. Pemerintah Indonesia telah meratifikasi kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi Sosial dan Budaya (International Covenant on Economic, social, and Cultural Right) pada bulan Oktober 2005. Ratifikasi ini ditandai dengan terbitnya UU No. 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Convenant on Economic, Social and Cultural Right (Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya). Dengan demikian, negara wajib menghormati, melindungi dan memenuhi Hak-hak tersebut kepada warganya.4 Hak-hak ekonomi, sosial dan budaya yang diatur dalam kovenan tersebut meliputi: Hak atas pekerjaan, Hak mendapatkan program pelatihan, Hak mendapatkan kenyamanan dan kondisi kerja yang baik, Hak membentuk serikat buruh, Hak menikmati jaminan sosial, termask asuransi sosial, Hak menikmati 4
Tentang Hak‐Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (EKOSOB), conanedugawa.blogspot.com, diakses tanggal 12 Oktober 2014.
5
perlindungan pada saat dan setelah melahirkan, Hak atas standar hidup yang layak termasuk pangan, sandang, dan perumahan, Hak terbebas dari kelaparan, Hak menikmati standar kesehatan fisik dan mental yang tinggi, Hak atas pendidikan, termasuk pendidikan dasar secara cuma-cuma, Hak untuk berperan serta dalam kehidupan budaya menikmati manfaat dari kemajuan ilmu pengetahuan dan aplikasinya.
Penyandang disabilitas membutuhkan perhatian dari pemerintah, khusunya dalam hal ketenagakerjaan. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010 pada 24 provinsi di Indonesia, terdapat 1.235.320 (satu juta dua ratus tiga puluh lima ribu tiga ratus dua puluh) orang penyandang disabilitas, yang terdiri dari 687.020 (enam ratus delapan puluh tujuh ribu dua puluh) orang penyandang disabilitas laki-laki, dan 548.300 (lima ratus empat puluh delapan ribu tiga ratus) orang perempuan.5 Sebagian besar dari mereka tidak tamat sekolah dasar sebesar 58,9 % (lima puluh delapan koma Sembilan persen), dan berpendidikan sekolah dasar sebesar 28,1 % (dua puluh delapa koma satu persen), yang dapat ditarik keseimpulan bahwa pada umumnya pendidikan penyandang disabilitas masih rendah.6
Dengan pendidikan yang masih rendah, ditambah dengan masih
5
Sub Direktorat Penempatan Tenaga Kerja Khusus, 2011, Pedoman Penempatan Tenaga Kerja Penyandang Cacat Lanjut Usia dan Wanita, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia, Jakarta, hlm 1. 6 Ibid
6
banyak penandang disabilitas yang tidak mempunyai keterampilan, membuat para penyandang disabilitas sulit untuk mendapatkan pekerjaan.
Pemerintah beserta pengusaha maupun masyarakat umum perlu memastikan dihapuskannya
berbagai
hambatan-hambatan
dalam
hal
mempekerjakan
penyandang disabilitas. Negara Republik Indonesia menerbitkan UndangUndang Nomor 4 tahun 1997 tentang Penyandang Cacat (UU Penyandang Cacat) yang memberikan landasan hukum secara tegas mengenai kedudukan dan hak penyandang disabilitas. Dalam bagian Menimbang UU Penyandang Cacat ditegaskan bahwa "Penyandang cacat merupakan bagian masyarakat Indonesia yang juga memiliki kedudukan, hak, kewajiban, dan peran yang sama". Dalam hal ketenagakerjaan, UU Penyandang Cacat memberikan jaminan mengenai hak penyandang disabilitas untuk mendapatkan pekerjaan. Pasal 14 UU penyandang disabilitas mengatur masalah kuota 1% (satu persen), yaitu perusahaan harus mempekerjakan sekurang-kurangnya 1 (satu) orang penyandang cacat yang memenuhi persyaratan dan kualifikasi pekerjaan yang bersangkutan, untuk setiap 100
(seratus)
orang
karyawan.
Pada
kenyataannya
perusahaan
yang
mempekerjakan penyandang disabilitas masih sangat minim.
Pada dasarnya pekerja merupakan bagian dari faktor produksi yang sangat penting bagi perusahaan,, karena dapat mempengaruhi kegiatan perusahaan. Hal tersebut dikarenakan pekerja merupakan faktor produksi yang dapat mengelola
7
faktor produksi lain perusahaan.7 Diharapkan pekerja dapat mengelola faktor produksi lain perusahaan dengan baik sehingga pada akhirnya perusahaan dapat mencapai tujuan perusahaan secara efektif dan efisien, antara lain menekan biaya produksi dan meningkatkan keuntungan perusahaan.8 Oleh karena itu pengusaha dalam merekrut pekerja sangat berhati-hati, sehingga dapat mempekerjakan pekerja yang memiliki kualitas dan dapat bekerja maksimal bagi perusahaan. Penyandang disabilitas bagi sebagian orang salah satunya pengusaha, masih dipandang sebagai seseorang yang tidak dapat bekerja dengan baik dan tidak memiliki keahlian. Bahkan masih banyak pihak yang menganggap penyandang disabilitas sebagai seseorang yang tidak sehat secara fisik maupun mental. Hal ini menyebabkan pengusaha ragu mempekerjakan penyandang disabilitas, dan menyebabkan kuota 1% tersebut masih sulit dilaksanakan. Belum terlaksananya pemenuhan kuota 1 % ditegaskan oleh Ketua Umum Penyandang Cacat Indonesia Gufroni Sakaril kepada portal berita online "Suara Pembaruan". Gufroni Sakaril mengatakan bahwa aturan kuota 1 persen lapangan pekerjaan bagi penyandang disabilitas seperti diamanatkan UU
7
Iskandar P. Nababan, Pengaruh Kompensasi Non‐Finansial Terhadap Motivasi Kerja Karyawan (Studi Kasus Di PDAM Tirta Raharja Kabupaten Bandung), Fakultas Bisnis dan Manajemen Universitas Widyatama, Bandung, hlm. 1. 8 Ibid
8
Penyandang Cacat belum sepenuhnya terimplementasi, bahkan menurut Gufroni kuota satu persen itu belum tercapai.9
Selain sulit mendapatkan pekerjaan, penyandang disabilitas yang akhirnya mendapatkan pekerjaan tidak jarang mendapatkan diskriminasi di tempat kerja. Simon Field, Manajer Program Better Work Indonesia dalam wawancaranya dengan portal berita online Republika mengatakan bahwa "Orang-orang dengan disabilitas seringkali mengalami diskriminasi di tempat kerja, sejumlah perusahaan mempekerjakan orang-orang disabilitas hanya karena kondisi mereka".10
Perkataan
Simon
Field
dapat
diartikan
bahwa
pengusaha
mempekerjakan penyandang disabilitas karena kondisi mereka yang dalam penerimaan mendapat kuota 1%, bukan karena melihat kemampuan kerja dan keterampilan mereka.
Dibutuhkan suatu perlindungan yang jelas terhadap perlindungan hukum terhadap pekerja penyandang disabilitas, guna mewujudkan kepastian hukum dan agar semua hak pekerja penyandang disabilitas dapat terpenuhi. Selain itu dibutuhkan pula suatu kejelasan regulasi yang menjadi dasar perlindungan bagi pekerja penyandang disabilitas, agar semua kalangan terutama pengusaha, dan 9
Suara Pembaruan, http://www.suarapembaruan.com/home/penyandang‐disabilitas‐ masih‐alami‐diskriminasi/45903, Jakarta, 2 Juli 2014, pukul 03.40 WIB. 10 Republika, http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/12/12/04/mehhtg‐ indonesia‐dikritik‐disabilitas‐belum‐diakomodasi‐di‐dunia‐kerja, Jakarta, diakses tanggal 2 Juli 2014 pukul 13.30 WIB.
9
masyarakat umum, memiliki kesadaran tinggi bahwa perlindungan terhadap pekerja penyandang disabilitas tidak dapat dikesampingkan. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) merupakan pedoman bagi pengusaha dalam menentukan kebijakan-kebijakan dalam memberikan perlindungan bagi pekerja. Dalam Perlindungan hak-hak pekerja penyandang disabilitas akan terkait dan bersesuaian dengan berbagai peraturan perundang-undangan yang terkait dengan perwujudan hak-hak penyandang disabilitas.
Berangkat dari latar belakang tersebut diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian hukum untuk meninjau dan meneliti berbagai peraturan perundang-undangan perlindungan
di
hak-hak
Indonesia pekerja
yang
penyandang
sekiranya disabilitas,
berkaitan dan
dengan
bagaimana
pelaksanaan perlindungan hukum terhadap pekerja penyandang disabilitas tersebut. Penyandang disabilitas dalam Penjelasan Pasal 5 UU Penyandang Cacat terdiri dari cacat fisik, cacat mental dan cacat ganda yang merupakan penggabungan dari cacat fisik dan mental. Penelitian hukum ini berfokus pada penyandang disabilitas fisik yang bekerja pada perusahaan swasta.
Judul
penelitian hukum ini adalah : "Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Penyandang Disabilitas (Studi Kasus Pada Perusahaan Swasta di Daerah Istimewa Yogyakarta)".
10
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : 1.
Apakah peraturan perundang-undangan di Indonesia sudah mengakomodasi dan melindungi hak-hak pekerja penyandang disabilitas yang bekerja pada perusahaan swasta?
2.
Bagaimanakah pelaksanaan perlindungan hak-hak pekerja penyandang disabilitas yang bekerja pada perusahaan swasta di Daerah Istimewa Yogyakarta?
C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Tujuan Objektif a.
Untuk mengetahui dan menganalisis peraturan perundang-undangan di Indonesia dalam mengakomodasi dan melindungi hak-hak pekerja penyandang disabilitas yang bekerja pada perusahaan swasta.
b.
Untuk mengetahui dan menganalisis pelaksanaan perlindungan hak-hak pekerja penyandang disabilitas yang bekerja pada perusahaan swasta di Daerah Istimewa Yogyakarta.
2.
Tujuan Subjektif Tujuan subjektif dari penelitian ini adalah untuk melengkapi persyaratan dalam memperoleh gelar Magister Hukum di Fakultas Hukum Universitas
11
Gadjah Mada yaitu dengan melakukan suatu penelitian hukum dalam bentuk tesis.
D. Manfaat Penelitian Manfaat dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Manfaat Akademis a.
Dapat memberikan kontribusi dan maanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum terutama mengenai hukum ketenagakerjaan.
b.
Dapat
menjadi
perlindungan
hak
tambahan pekerja
bahan
kepustakaan
terutama
hukum
perlindungan
hak
tentang pekerja
penyandang disabilitas. 2.
Manfaat Praktis Penulis berharap dengan disusunnya penulisan hukum ini, dapat memberikan pandangan terkait pentingnya sebuah kesempatan yang sama bagi pekerja non disabilitas dan pekerja disabilitas, dan perlunya kesadaran bahwa perlindungan hukum bagi pekerja disabilitas juga sangat penting untuk diketahui oleh pengusaha, para pekerja penyandag disabilitas itu sendiri, dan bagi masyarakat umum.
12
E. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran terhadap penelitian-penelitian hukum yang sudah ada di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Perpustakaan Pusat Universitas Gadjah Mada, mapun penelitian-penelitian di luar Universitas Gadjah Mada, penulis menemukan beberapa penelitian hukum yang mengangkat perlindungan hukum terhadap tenaga kerja maupun pekerja penyandang disabilitas antara lain : 1.
Skripsi: Peranan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Yogyakarta bidang Pengawasan Ketenagakerjaan Terhadap Pemberian Kesempatan Kerja Bagi Pekerja Penyandang Cacat di Hotel Grand Quality Yogyakarta. Diteliti oleh Lastika Pebriana, mahasiswa Program Sarjana Universitas Gadjah Mada pada tahun 2014. Permasalahan yang diangkat adalah sebagai berikut : a.
Faktor-Faktor apa saja yang menyebabkan peranan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Yogyakarta bidang Pengawasan Ketenagakerjaan terhadap Pelaksanaan Pemberian Kesempatan Kerja bagi Pekerja Penyandang Cacat di Hotel Grand Quality Yogyakarta belum dapat berjalan dengan baik?
b.
Hambatan-Hambatan
apa
saja
yang
menyebabkan
penyediaan
aksesibilitas bagi Pekerja Penyandang Cacat di Hotel Grand Quality Yogyakarta belum tersedia?
13
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian tersebut: a.
Peranan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Yogyakarta bidang Pengawasan Ketenagakerjaan terhadap pemberian kesempatan kerja bagi pekerja penyandang disabilitas belum berjalan dengan baik karena beberapa faktor antara lain, terbatasnya jumlah pegawai pengawas ketenagakerjaan, masih banyak perusahaan yang tidak melaporkan jumlah pekerja penyandang cacat yang dipekerjakan perusahaan, pekerja penyandang cacat merasa minder ketika dimintai keterangan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan, dan kurangnya sosialisasi peraturan dari pemerintah terkait dengan ketenagakerjaan dan penyandang cacat.
b.
Hambatan yang menyebabkan penyediaan aksesibilitas kerja bagi pekerja penyandang cacat yang bekerja di Hotel Grand Quality antara lain, kurang pemahaman pihak Hotel Grand Quality Yogyakarta tentang bagaimana pemenuhan aksesibilitas bagi pekerja penyandang cacat sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dan pekerja penyandang cacat tidak menginginkan adanya perbedaan dengan pekerja yang tidak cacat Penelitian yang dilakukan oleh Lastika Pebriana di atas, sama-sama
membahas mengenai penyandang disabilitas dalam ketenagakerjaan, namun fokus penelitian tersebut adalah peran Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Yogyakarta dalam memberikan kesempatan kerja bagi
14
penyandang disabilitas. Sementara itu, fokus penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian terhadap perlindungan hukum bagi penyandang disabilitas yang sudah berstatus sebagai pekerja di sebuah perusahaan ditinjau dari peraturan perundang-undangan dan bagaimana penerapan perlindungan di lapangan. Pada permasalahan kedua yang dibahas oleh Lastika Pebriana, penulis melihat bahwa penelitian tersebut juga membahas mengenai penyediaan aksesibilitas bagi pekerja penyandang disabilitas, dan penulis juga membahas mengenai penyediaan aksesibilitas bagi penyandang disabilitas, namun perbedaan antara penelitian yang Lastika Pebriana lakukan, dengan penelitian yang penulis lakukan adalah, penelitian yang dilakukan Lastika Pebriana berlokasi di Hotel Grand Quality, sementara penelitian yang penulis lakukan berlokasi di perusahaan yang berbeda. 2. Skripsi : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Cacat Fisik di Yayasan Penyandang Cacat Mandiri Kabupaten Bantul. Diteliti oleh Heru Saputra Lumban Gaol, mahasiswa Program Sarjana Universitas Atmajaya Yogyakarta, pada tahun 2013. Permasalahan yang diangkat adalah,, bagaimana pelaksanaan perlindungan hukum bagi pekerja penyandang cacat fisik di Yayasan Penyandang Cacat Mandiri Kabupaten Bantul? Keseimpulan yang diperoleh dari penelitian tersebut adalah Yayasan Penyandang Cacat Mandiri telah memberikan perlindungan hukum bagi pekerja penyandang cacat, berupa penyediaan aksesibilitas, pemberian alat
15
kerja dan alat pelindung diri. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang ada di dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Penelitian Penelitian oleh Heru Saputra Lumban Gaol, sama-sama membahas mengenai perlindungan hukum terhadap pekerja penyandang disabilitas, namun lokasi penelitian berbeda dengan penulis. Penelitian di atas dilakukan di Yayasan Penyandang Cacat Mandiri Bantul, sementara penulis melakukan penelitian di beberapa perusahaan dalam lingkup Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. 3. Skripsi: Penerapan Pasal 27 Convention on the Rights of Persons with Disabilities Terhadap Peran Negara dalam Upaya Perlindungan bagi Penyandang Disabilitas untuk Memperoleh Pekerjaan di Wilayah DKI Jakarta. Diteliti oleh Deralina Aristia, mahasiswa Program Sarjana Universitas Gadjah Mada, pada tahun 2012. Permasalahan yang diangkat adalah sebagai berikut : a.
Bagaimanakah implementasi Pasal 27 CRPD terhadap hak bekerja bagi penyandang disabilitas di wilayah DKI Jakarta?
b.
Bagaimanakah peran negara dalam melaksanakan sistem pengawasan dan tanggungjawab atas pelanggaran terhadap konvensi?
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian tersebut: a.
Hingga tahun 2012, implementasi Pasal 27 CRPD dapat dikatakan belum berjalan dengan optimal karena Indonesia baru saja meratifikasi konvensi (CRPD) pada tahun 2011. Program-program pemberdayaan
16
dan pelatihan yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas dan kesejahteraan sosial bagi penyandang disabilitas, perluasan kesempatan kerja, menjamin kebebasan berserikat, peningkatan usaha mandiri, hingga
permasalahan
pemerintah
sebagai
aksesibilitas indikator
masih
terus
keberhasilan
dilakukan
pemerintah
oleh dalam
melaksanakan amanat konvensi. b.
Sejak tahun 2006-2012, sebanyak lebih kurang 2.360 (dua ribu tiga ratus enam puluh) orang penyandang disabilitas di DKI Jakarta telah menjalani proses peningkatan kapasitas keterampilan, baik melalui program pelatihan maupun pemberdayaan yang diselenggarakan pemerintah dan hingga tahun 2012 tercatat lebih kurang 144 perusahaan yang tersebar di seluruh Indonesia dan 35 perusahaan diantaranya telah memperkerjakan penyandang disabilitas di DKI Jakarta. Sebagai salah satu bentuk pengawasan pemerintah terhadap berbagai pihak yang turut serta melaksanakan upaya peningkatan kesejahteraan sosial penyandang disabilitas tersebut, pemerintah dapat memberikan apresiasi berupa penghargaan baik pada pengusaha, lembaga dan masyarakat.
Penelitian oleh Deralina Aristia di atas, sama-sama membahas mengenai penyandang disabilitas dalam ketenagakerjaan, namun fokus penelitian yang dilakukan Deralina Aristia adalah penelitian terhadap kesempatan kerja penyandang disabilitas, dan penelitian berlokasi di DKI Jakarta, sementara
17
itu penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian terhadap perlindungan penyandang disabilitas yang telah bekerja pada suatu perusahaan dan penelitian penulis berlokasi di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
4.
Tesis : Perlindungan Hukum Terhadap Penyandang Cacat Sebagai Pekerja pada Perusahaan Swasta di Kabupaten Bantul, diteliti oleh Saifurrohman, mahasiswa program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada, pada tahun 2005. Permasalahan yang diangkat adalah sebagai berikut : Bagaimana pelaksanaan perlindungan hukum perusahaan swasta terhadap Penyandang cacat sebagai pekerja di Kabupaten Bantul ditinjau dari prinsip Hak Asasi Manusia. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian tersebut : Bahwa perlindungan hukum terhadap penyandang cacat di kabupaten Bantul telah dilaksanakan sesuai dengan Declaration on the Rights of Disabled Person, UU No. 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat, dan UU. No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. Pengusaha di Kabupaten Bantul sebanyak 40% telah melaksanakan kuota 1% sementara sebanyak 60% belum melaksanakan kuota 1%. Penyebab keadaan tersebut karena para pengusaha kurang berpihak pada penyandang cacat dan sosialisasi UU No. 4 Tahun 1999 Tentang Penyandang cacat dianggap masih belum optimal.
18
Penelitian yang dilakukan Saifurrohman, meskipun memiliki judul yang sangat mirip dengan judul penelitian penulis, namun terdapat beberapa perbedaan. Penelitian yang dilakukan oleh saifurrohman dilaksanakan di Kabupaten Bantul, sedangkan penelitian yang penulis laksanakan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, yang artinya wilayah jangkauan penelitian penulis lebih besar, selain itu apabila dibaca dengan seksama, penelitian yang dilakukan oleh Saifurrohman, merupakan penelitian mengenai perlindungan terhadap pemenuhan kuota 1%, sedangkan penelitian penulis adalah penelitian mengenai perlindungan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan di Indonesia, dan bagaimana pelaksanaan peraturan perundang-undangan tersebut terhadap hak-hak penyandang disabilitas selama bekerja pada perusahaan.
Seandainya tanpa sepengetahuan penulis ternyata terdapat kesamaan antara hasil penelitian yang penulis paparkan di atas dengan hasil penelitian ini, penulis berharap penelitian penulis ini dapat melengkapi penelitian sebelumnya.