1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian “Pendidikan pada dasarnya bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang mandiri ...” (UURI No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Bab 1 ayat 1). Pencapaian tujuan pendidikan tersebut secara umum ditujukan bagi segenap peserta didik, termasuk didalamnya peserta didik yang berkelainan atau berkebutuhan khusus tunagrahita. Hak peserta didik yang berkelainan atau berkebutuhan khusus untuk memperoleh pendidikan khusus dijamin dalam UURI No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Bab IV pasal 5 ayat 2 yaitu “Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus”.
Pendidikan
anak
berkebutuhan
khusus
tunagrahita
dapat
diselenggarakan dalam berbagai alternatif sistem penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan anak, antara lain berupa sekolah luar biasa tunagrahita (SLB C). Sebagai lembaga formal, SLB C mempunyai tugas menyelengarakan pendidikan, pengajaran, latihan, dan bimbingan bagi peserta didiknya untuk mencapai tujuan pendidikannya secara optimal, terutama kemandiriannya dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari. Dilihat dari rentang atau derajat kemandiriannya, tingkat kemandirian anak tunagrahita tentu berbeda-beda, sekalipun di dalam kelompok tunagrahita yang sejenis atau sama. Ukuran perkembangan optimal kemandirian anak tunagrahita bersifat relatif, yaitu bergerak dari kemampuan untuk mengurus diri sendiri (activity in daily living) sampai betul-betul mampu menunjukkan ciri ciri pribadi yang sesuai dengan tujuan pendidikan. Secara spesifik ukuran optimal bagi siswa tunagrahita lebih mengarah kepada kemampuan mengurus diri sendiri (Suhaeri dan Purwanta, 1996:27-28). Hal ini sejalan pendapat Bailey (1982: 19) bahwa aspek kemandirian siswa tunagrahita berhubungan dengan kemampuan menolong diri sendiri (self-help) berupa kemampuan makan, minum, kemampuan mobilitas, menggunakan toilet/WC, mandi, Iding Tarsidi, 2013 Kerangka Kerja Bimbingan Untuk Mengembangkan Kemandirian Siswa Tunagrahita Sedang Berdasarkan Pendekatan Perilaku Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
2
berpakaian, serta berhias. Wehman (1981: 185) menyebutnya sebagai kemampuan merawat diri meliputi: makan, berpakaian, kebersihan, keamanan, dan keterampilan kesehatan. Hal senada dikemukakan pula oleh Alimin (2006), bahwa kemandirian anak tunagrahita yang harus dimiliki diantaranya adalah keterampilan perilaku adaptif, yaitu keterampilan mengurus diri dalam kehidupan sehari-hari (personal living skills) dan keterampilan menyesuaikan diri dengan lingkungan (social adaptive skills). Adanya perubahan cara pandang masyarakat dunia atau paradigma pendidikan anak berkebutuhan khusus bersamaan dengan lahirnya Deklarasi Salamanca tentang pendidikan untuk semua (Education for All), yang dideklarasikan oleh bangsa-bangsa di dunia telah menginspirasi dan mendorong perubahan cara pandang dan orientasi penyelenggaraan pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus tunagrahita termasuk di Indonesia.
Dalam
konteks
ini,
Kartadinata
(2002)
mengemukakan
pandangannya bahwa “Sudut pandang pendidikan luar biasa sudah berubah dari semula berorientasi Medical Approach kini lebih mengarah kepada Educational Approach. Dengan kata lain, penyelenggaraan pendidikan anak berkebutuhan khusus tunagrahita kini lebih diarahkan berdasarkan prinsip the Least Restrictive Environment, Ecological Oriented dan atau Behavioral Oriented. Pendekatan ini mengandung arti bahwa dalam mendidik anak tunagrahita diupayakan dalam lingkungan yang tidak terpisah, tidak dibatasi dan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya, dengan berorientasi kepada tingkah laku dan lingkungannya, melalui layanan pendidikan khusus sesuai kebutuhan anak. Kecacatan yang disandang anak tidak lagi dipandang sebagai hambatan bagi individu tunagrahita untuk mengembangkan dirinya secara optimal. Permasalahan yang dihadapi anak tunagrahita tentu relatif berbeda-beda baik dari segi kedalaman, keluasan, jenis, maupun intensitasnya. Masalahmasalah yang dihadapi anak tunagrahita dalam konteks pendidikan, antara lain: masalah kesulitan dalam kehidupan sehari-hari, masalah kesulitan belajar, masalah penyesuaian diri, masalah penyaluran ke tempat kerja, Iding Tarsidi, 2013 Kerangka Kerja Bimbingan Untuk Mengembangkan Kemandirian Siswa Tunagrahita Sedang Berdasarkan Pendekatan Perilaku Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
3
ganguan kepribadian dan emosi, dan masalah pemanfaatan waktu luang (Amin, 1995: 41-50). Meskipun demikian, pada dasarnya anak tunagrahita memiliki potensi yang dapat dikembangkan sesuai dengan pencapaian tugas perkembangannya. Bagi siswa tunagrahita tunagrahita sedang, mereka dapat dilatih membaca, menulis dan berhitung yang bersifat fungsional-sosial, belajar memelihara diri dan menyesuaikan diri, serta dilatih keterampilan untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri dalam kehidupan sehari-hari (Activity of daily living). Dalam konteks pendidikan siswa tunagrahita, bimbingan merupakan bagian integral dari proses pendidikan yang dalam pelaksanaannya terintegrasi dalam proses pembelajaran itu sendiri. Kebutuhan bimbingan dalam proses pendidikan siswa tunagrahita pada dasarnya berkaitan erat dengan makna dan fungsi pendidikan itu sendiri, yaitu upaya untuk mewujudkan manusia sebagai totalitas kepribadian dari setiap subyek didik tunagrahita yang berkualitas, yaitu suatu pribadi yang paripurna, pribadi yang serasi, selaras dan seimbang dalam aspek-aspek spiritual, moral, sosial, intelektual, fisik, dan sebagainya. Dengan kata lain, titik tolak pendekatan layanan pendidikan bagi siswa berkebutuhan khusus tunagrahita lebih kepada upaya memfasilitasi pengembangan dan memberdayakan potensi siswa tunagrahita mencapai kemandiriannya secara optimal, dimana kebutuhan dan kemampuan individual anak tunagrahita merupakan dasar dalam upaya pencapaiannya. Berdasarkan studi pendahuluan di SLB C melalui observasi, wawancara, dan analisis dokumen, diperoleh informasi bahwa untuk siswa tunagrahita tunagrahita sedang pada jenjang SDLB pelaksanaan pendidikannya lebih diarahkan pada penguasaan keterampilan dasar untuk memenuhi atau melayani kebutuhan hidup sehari-hari (pribadi), melalui program khusus bina diri, misalnya: merawat diri, mengurus diri, menolong diri, melakukan komunikasi dengan orang lain, dan melakukan adaptasi di lingkungan. Kemampuan membaca, menulis dan berhitung juga diajarkan atau dilatihkan untuk hal-hal yang bersifat fungsional-sosial dalam kehidupan sehari-hari. Iding Tarsidi, 2013 Kerangka Kerja Bimbingan Untuk Mengembangkan Kemandirian Siswa Tunagrahita Sedang Berdasarkan Pendekatan Perilaku Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
4
Namun pada kenyataannya masih banyak siswa tunagrahita sedang yang belum mandiri, hal ini tampak dari gejala diantaranya siswa belum mampu melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri. Bahkan ada siswa yang sudah lulus namun masih kembali ke sekolah asalnya. Hal ini kecuali atas kemauan anak juga juga karena orang tua menganggap bahwa anaknya belum mandiri untuk melayani kebutuhan dirinya sendiri. Berdasarkan hasil analisis terhadap dokumen rencana pembelajaran
siswa
tunagrahita
sedang
secara
administratif
dan
pelaksanaannya dalam pembelajaran, dapat dideskripsikan bahwa pada dasarnya guru menerapkan prinsip-prinsip bimbingan pendekatan perilaku misalnya, merumuskan tujuan pembelajaran, melakukan pembelajaran individualisasi, memberikan latihan dan penguatan. Namun, dalam praktik pelaksanaan pembelajarannya tampak guru belum melakukannya secara optimal, konsisten dan proporsional. Demikian pula dalam hal individualisasi pengajaran sebagai prinsip utama pembelajaran bagi siswa tunagrahita, dimana bahan ajar yang disampaikan guru lebih berorientasi kepada kurikulum yang ada, tidak secara sungguh-sungguh didasarkan atas hasil asesmen kebutuhan belajar siswa atau berdasarkan kemampuan awal yang dimiliki siswa tunagrahita sedang secara individual. Hal ini menunjukkan masih ada kesenjangan dalam pelaksanaan pembelajarannya, sehingga berdampak pula terhadap perolehan hasil
belajar atau pencapaian
kemandirian siswa tunagrahita sedang terutama dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri. Kondisi demikian tentu cukup memprihatinkan sekaligus merugikan siswa, karena tidak kondusif dalam upaya membantu mengembangkan kemandirian siswa tunagrahita sedangsecara secara optimal. Mengingat demikian besar peran guru dalam proses bimbingan kemandirian siswa tunagrahita sedang SDLB yang pelaksanaannya terpadu dalam pembelajaran di sekolah, hal ini mengandung implikasi bahwa guru seyogyanya mampu melakukan reorientasi pendekatan dengan cara mensinergikan antara pendekatan pengajaran (Instructional Approach) dengan pendekatan Iding Tarsidi, 2013 Kerangka Kerja Bimbingan Untuk Mengembangkan Kemandirian Siswa Tunagrahita Sedang Berdasarkan Pendekatan Perilaku Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
5
psycho-education
(melalui
penerapan
nilai-nilai
atau
prinsip-prinsip
bimbingan pendekatan perilaku) dalam proses pembelajaran kemandirian siswa tunagrahita sedang. Upaya mensinergikan kedua pendekatan tersebut di atas, dimaksudkan untuk meletakkan dasar perspektif ke arah upaya memfasilitasi pengembangan potensi siswa tunagrahita sedang mencapai kemandirian secara optimal. Hal ini mengingat bahwa pada dasarnya bimbingan sejalan dengan pendidikan itu sendiri, dimana upaya bimbingan dan pendidikan terarah kepada tujuan yang sama yaitu membantu tercapainya kedewasaan atau kemandirian. Dalam arti memfasilitasi anak tunagrahita sedang agar mampu melakukan aktivitas hidup sehari-hari untuk mengurus diri atau merawat diri dalam memenuhi kebutuhan dirinya sendiri. Mencermati fenomena tersebut di atas, dan dengan mempertimbangkan aspek-aspek karakteristik kebutuhan belajar, kecerdasan dan fungsi mental siswa tunagrahita sedang yang mengalami hambatan secara signifikan, sehingga berdampak pula diantaranya terhadap kemampuan belajar, perolehan hasil belajar dan pencapaian kemandiriannya yang belum optimal. Oleh karena itu, dalam upaya membantu mengembangkan potensi siswa tunagrahita mencapai kemandiriannya secara optimal diperlukan kepedulian, komitmen, dedikasi dan upaya sungguh-sungguh dari pihak-pihak terkait dalam proses pendidikan siswa tunagrahita terutama guru atau pembimbing. Sebagai ujung tombak pelaksana pembelajaran di sekolah guru seyogyanya memiliki kemampuan: pemahaman mendalam tentang berbagai karakteristik siswa tunagrahita sedang; mengelola dan memberdayakan sumber-sumber lingkungan secara kondusif untuk belajar siswa;
memilih pendekatan,
metode, dan teknik atau strategi intervensi yang sesuai dengan karakteristik kebutuhan belajar siswa dan mampu mensinergikannya dengan nilai-nilai bimbingan dan konseling, serta menjadi model sosial yang baik dan efektif dalam proses pembelajaran kemandirian siswa. Dengan kata lain, dalam pelaksanaan layanan bimbingan kemandirian siswa tunagrahita sedang agar dapat mencapai tujuan yang diharapkan harus dilakukan secara profesional yang dirancang secara sistematis dan prosedural. Yakni dilakukan guru Iding Tarsidi, 2013 Kerangka Kerja Bimbingan Untuk Mengembangkan Kemandirian Siswa Tunagrahita Sedang Berdasarkan Pendekatan Perilaku Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
6
berdasarkan suatu kerangka kerja bimbingan kemandirian yang merujuk kapada nilai-nilai atau prinsip-prinsip bimbingan yang sesuai dengan kondisi dan karakteristik kebutuhan belajar siswa tunagrahita sedang. Dalam kaitan ini
konsep
teori
sebagai
rujukan
pendekatan
bimbingan
untuk
mengembangkan kemandirian siswa tunagrahita sedang secara optimal, yang diasumsikan sesuai dengan karakteristik kebutuhan belajar siswa tunagrahita sedang adalah pendekatan perilaku.
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah Berdasarkan pemaparan pada latar belakang tersebut, maka dapat ditarik pemahaman bahwa pada pada dasarnya profesi seorang guru SLB tunagrahita senantiasa terkait dengan pengubahan perilaku (behavior modification) peserta didiknya. Sehubungan dengan hal ini, dalam kegiatan mendidik (mengajar, melatih, dan membimbing) siswa tunagrahita sedang, guru akan terlibat dalam proses menganalisis perilaku atau kinerja siswanya untuk menentukan tujuan pembelajaran secara spesifik, yaitu meliputi kondisi, faktor penyebab (stimulus), dan perilaku secara operasional sekaligus menentukan kriteria penilaiannya. Secara umum keterkaitan guru dengan pengubahan perilaku siswa tunagrahita tunagrahita sedang sebagai berikut: (1) membentuk atau mempertahankan perilaku positif pada diri siswa, (2) mengurangi, mencegah atau bahkan meniadakan perilaku negatif (tidak baik atau tidak diinginkan) lingkungannya. Perilaku positif yang dibentuk dan dipertahankan pada diri siswa tunagrahita tersebut, mengacu kepada perilaku atau aktivitas dalam kehidupan sehari-hari (activity of daily living), meliputi: bina diri, menolong diri, merawat diri, berkomunikasi dan beradaptasi dengan lingkungannya: Dengan demikian dapat ditarik pemahaman bahwa pilihan terhadap pendekatan perilaku dalam suatu kerangka kerja bimbingan untuk membantu mengembangkan potensi kemandirian siswa tunagrahita sedang secara optimal, yaitu untuk memfasilitasi siswa dalam pembentukan perilaku baru dan memelihara perilaku positif yang sudah dimiliki serta mengurangi atau mencegah perilaku negatif yang tidak dikehendaki, adalah pilihan yang tepat. Iding Tarsidi, 2013 Kerangka Kerja Bimbingan Untuk Mengembangkan Kemandirian Siswa Tunagrahita Sedang Berdasarkan Pendekatan Perilaku Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
7
Pilihan terhadap pendekatan perilaku dalam kerangka kerja bimbingan kemandirian, diidasarkan atas alasan-alasan sebagai berikut: (1) tujuan pendidikan siswa tunagrahita sedang adalah pencapaian kemandirian, yang menekankan kepada penguasaan kemampuan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri, (2) bimbingan berdasarkan pendekatan perilaku memandang individu memiliki kemampuan untuk memperoleh pengalaman atau tingkah laku baru melalui pengamatan terhadap lingkungannya sekaligus mengembangkan potensinya dalam konteks lingkungannya, (3) bimbingan kemandirian siswa tunagrahita sedang di SLB C pelaksanaannya secara terpadu dengan proses pembelajarannya. Hal ini selaras dengan pendapat Hoyt (Shertzer & Stone, 1984: 69), bahwa ”... bimbingan hanya akan berhasil jika tujuan-tujuannya terintegrasi dalam tujuan pendidikan”, (4) bimbingan kemandirian berdasarkan pendekatan perilaku dapat memberikan nilai-nilai fungsional-aplikatif dalam kehidupan sehari-hari siswa tunagrahita sedang, (5) bimbingan berdasarkan pendekatan perilaku berorientasi pada penyesuaian diri dan realitas lingkungan pada kondisi saat kini dan masa mendatang. Dengan kata lain, kerangka kerja bimbingan kemandirian siswa tunagrahita sedang melalui penerapan nilainilai atau prinsip-prinsip bimbingan berdasarkan pendekatan perilaku sesuai dengan kondisi dan karakteristik kebutuhan belajar siswa tunagrahita sedang. Berdasarkan pemaparan tersebut di atas, maka masalah penelitian dirumuskan sebagai berikut: ”Kerangka kerja bimbingan kemandirian berdasarkan pendekatan perilaku seperti apa yang dapat digunakan guru sebagai rujukan pendekatan untuk mengembangkan kemandirian siswa tunagrahita sedang secara optimal, yaitu untuk memfasilitasi perolehan keterampilan siswa dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri?”.
C. Fokus Penelitian dan Pertanyaan Penelitian 1. Fokus Penelitian
Iding Tarsidi, 2013 Kerangka Kerja Bimbingan Untuk Mengembangkan Kemandirian Siswa Tunagrahita Sedang Berdasarkan Pendekatan Perilaku Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
8
Teori bimbingan berdasarkan pendekatan perilaku memandang individu memiliki kemampuan untuk memperoleh pengalaman atau tingkah laku baru melalui pengamatan terhadap lingkungannya sekaligus mengembangkan
potensi
individu
dalam
konteks
lingkungannya.
Penelitian tentang kerangka kerja bimbingan untuk mengembangkan kemandirian siswa tunagrahita sedang berdasarkan pendekatan perilaku, dilakukan untuk memfasilitasi perolehan perilaku (keterampilan) siswa melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri. Oleh karena itu fokus penelitian adalah aspek-aspek yang terkait dengan konstruk kerangka kerja bimbingan untuk mengembangkan kemandirian siswa tunagrahita sedang berdasarkan pendekatan perilaku, meliputi: hakikat ketunagrahitaan dan kemandirian, kondisi aktual kemandirian siswa tunagrahita sedang, kondisi objektif pelaksanaan bimbingan kemandirian di sekolah, konsep pendekatan perilaku, konsep kerangka kerja bimbingan kemandirian berdasarkan pendekatan perilaku beserta desain atau prosedur implementasinya dalam suatu wadah kerangka kerja bimbingan kemandirian siswa tunagrahita sedang secara terstruktur, sistematis dan terprogramkan di lapangan.
2. Pertanyaan Penelitian Pertanyaan penelitian yang diajukan untuk memperoleh data empirik sebagai
dasar
mengkonstruk
kerangka
kerja
bimbingan
untuk
mengembangkan kemandirian siswa tunagrahita sedang berdasarkan pendekatan perilaku sebagai berikut: a. Bagaimana kondisi objektif kemandirian siswa tunagrahita sedang? b. Bagaimana kondisi objektif pelaksanaan bimbingan kemandirian siswa tunagrahita sedang tunagrahita sedang di SLB C? c. Bagaimana rumusan konstruk kerangka kerja bimbingan kemandirian siswa tunagrahita sedang berdasarkan pendekatan perilaku? d. Bagaimana prosedur implementasi bimbingan kemandirian siswa tunagrahita sedang berdasarkan pendekatan perilaku? Iding Tarsidi, 2013 Kerangka Kerja Bimbingan Untuk Mengembangkan Kemandirian Siswa Tunagrahita Sedang Berdasarkan Pendekatan Perilaku Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
9
e. Bagaimana kelayakan kerangka kerja bimbingan kemandirian siswa tunagrahita
sedang
berdasarkan
pendekatan
perilaku
dalam
implementasinya di lapangan untuk memfasilitasi perolehan perilaku (keterampilan) siswa dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri? D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Pilihan terhadap pendekatan perilaku dalam kerangka kerja bimbingan kemandirian didasarkan atas pertimbangan bahwa kondisi faktual dalam pelaksanaan bimbingan kemandirian siswa tunagrahita tunagrahita sedang adalah secara terpadu dalam pembelajaran di sekolah, khususnya dalam cara-cara pendekatan pembelajaran untuk perolehan keterampilan siswa yang lebih ditekankan kepada hal yang bersifat nyata, dapat damati dan dirasakan langsung oleh siswa atau bersifat fungsional aplikatif untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri. Misalnya melalui pemberian contohcontoh kongkrit, modeling dan pemberian penghargaan atau reinforcement oleh guru. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk merumuskan kerangka kerja bimbingan kemandirian siswa tunagrahita sedang berdasarkan pendekatan perilaku, yaitu untuk memfasilitasi perolehan perilaku (keterampilan) baru siswa dalam melakukan aktivitas kehidupan seharihari untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri sesuai dengan potensi dan karakteristik kebutuhan belajarnya. 2. Tujuan Khusus Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk menganalisis data berkenaan dengan aspek-aspek yang dibutuhkan untuk mengkonstruk kerangka
kerja
bimbingan
kemandirian
siswa
tunagrahita
sedang
berdasarkan pendekatan perilaku, yaitu: a. Memperoleh data tentang kondisi objektif kemandirian siswa tunagrahita
sedang
Iding Tarsidi, 2013 Kerangka Kerja Bimbingan Untuk Mengembangkan Kemandirian Siswa Tunagrahita Sedang Berdasarkan Pendekatan Perilaku Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
10
b. Memperoleh data secarai objektif tentang pelaksanaan bimbingan kemandirian siswa tunagrahita sedang di SLB C. c. Mendapatkan
rumusan
kemandirian
konstruk
kerangka
kerja
bimbingan
siswa tunagrahita sedang berdasarkan pendekatan
perilaku. d. Menemukan desain atau prosedur implementasi pendekatan perilaku dalam suatu kerangka kerja bimbingan kemandirian siswa tunagrahita sedang yang pelaksanaannya secara terpadu dalam pembelajaran bina diri di sekolah. e. Mengetahui kelayakan kerangka kerja bimbingan kemandirian siswa tunagrahita
sedang
berdasarkan
pendekatan
perilaku
dalam
implementasinya di lapangan. E. Metode Penelitian Sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian, maka metode penelitian yang dianggap relevan adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Hal ini berdasarkan pertimbangan sebagai berikut: (1) masalah penelitian
memerlukan
suatu
pengungkapan
secara
deskriptif
dan
komprehensif; (2) pendekatan kualitatif lebih peka, fleksibel dan mampu menyesuaikan diri jika dipergunakan untuk menelaah berbagai pengaruh fenomena dan pola-pola nilai yang dihadapi responden dalam setting natural; (3) temuan penelitian kualitatif dapat memberikan kesan yang lebih aktual dan bermakna, sehingga dianggap lebih meyakinkan dan dapat diterima; (4) penelitian ini bermaksud untuk merumuskan kerangka kerja bimbingan kemandirian berdasarkan pendekatan perilaku beserta desain penerapannya yang sesuai dengan karakteristik kebutuhan belajar siswa tunagrahita tunagrahita sedang, (5) temuan penelitian berimplikasi terutama kepada kinerja guru untuk membantu mengembangkan potensi siswa tunagrahita tunagrahita sedang mencapai kemandirian secara optimal, dalam arti memfasilitasi perolehan keterampilan siswa untuk melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri. Iding Tarsidi, 2013 Kerangka Kerja Bimbingan Untuk Mengembangkan Kemandirian Siswa Tunagrahita Sedang Berdasarkan Pendekatan Perilaku Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
11
Menurut Nasution (1988:19) penelitian kualitatif memiliki ciri-ciri, antara lain: (1) penelitian dilakukan dalam setting natural, (2) peneliti sebagai human instrument, (3) sangat deskriptif, (4) mementingkan proses, (5) mencari makna, (6) mengutamakan data dari tangan pertama, first hand, (7) melakukan triangulasi, (8) menonjolkan konteks, (9) peneliti berkedudukan sama dengan yang diteliti, (10) mengutamakan pandangan emic, (11) sampling purposif, dan (12) berpartisipasi tanpa mengganggu, unobtrusive.
F. Manfaat/Signifikansi Penelitian Temuan penelitian, diharapkan memberikan manfaat/signifikansi baik secara teoretis maupun praktis bagi pihak-pihak terkait dengan pelaksanaan bimbingan untuk mengembangkan kemandirian siswa tunagrahita sedang, sebagai berikut: 1. Manfaat/signifikansi secara teoretis, yaitu: memberikan wawasan ke arah pengembangan mendasar secara konsep tentang bagaimana suatu kerangka kerja bimbingan untuk mengembangkan kemandirian siswa tunagrahita sedang berdasarkan pendekatan perilaku dikonstruk, dirumuskan, didesain, dan dilaksanakan secara terpadu dalam pembelajaran bina diri di SLB C. 2. Manfaat/signifikansi hasil penelitian secara praktis adalah sebagai bahan masukkan atau sumbangan pemikiran aplikatif sekaligus sebagai rujukan pendekatan guru atau pembimbing dalam melakukan layanan bimbingan untuk mengembangkan kemandirian siswa tunagrahita sedang secara optimal di sekolah, yaitu untuk memfasilitasi perolehan keterampilan siswa dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri, dalam suatu wadah kerangka kerja bimbingan kemandirian berdasarkan pendekatan perilaku yang didesain secara sistematis dan terprogramkan.
Iding Tarsidi, 2013 Kerangka Kerja Bimbingan Untuk Mengembangkan Kemandirian Siswa Tunagrahita Sedang Berdasarkan Pendekatan Perilaku Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu