perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Masa remaja ditandai dengan pertumbuhan fisik, pengembangan kepribadian, pencapaian kedewasaan, kemandirian, dan adaptasi peran dan fungsi dalam lingkungan tempat individu berada. Remaja menurut Monks (2002) merupakan suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi, terutama karena berada dibawah tekanan sosial. Oleh karena itu, sebagian besar remaja mengalami ketidakstabilan emosi dari waktu ke waktu sebagai konsekuensi dari usaha penyesuaian diri pada pola perilaku baru dan harapan sosial yang baru. Menurut Hurlock (1990) Emosi pada remaja sangat kuat, tidak terkendali dan tampak irrasional. Rangsangan atau sebab kecil akan mudah menimbulkan luapan emosi, misalnya marah dan menangis. Remaja yang emosinya tidak matang sulit mengontrol perilaku sehingga dapat memicu timbulnya perilaku agresi. Beberapa kasus terjadi seperti bentrokan yang terjadi antara pelajar SMK Murni Surakarta dengan para pelajar SMK 1 Muhammadiyah dan SMK Ksatrian yang disebabkan karena ketidakpuasan pada pertandingan sepakbola antar pelajar (Joglosemar, 5 September 2013). Kasus lainnya seorang remaja di Bogor yang menganiaya balita karena tidak dibelikan motor (Indra, 2011). Kasus lainnya yang melibatkan remaja terjadi di depok, seorang remaja melakukan perampokan di angkutan umum dan ada pula remaja 14 tahun yang membunuh ibu dan anak di Bojonggede (Santosa, 2012). Menurut Putri (2012) data KPAI menyebutkan sejak 1 Januari 2012 hingga commit to user
1
perpustakaan.uns.ac.id
2 digilib.uns.ac.id
26 September 2012 terdapat 17 remaja tewas dalam tawuran dan 39 remaja menderita luka berat, sedangkan menurut data yang diberikan pada bulan April tahun 2013 jumlah penghuni di Lapas Kelas IIB Klaten telah ada 9 anak di bawah 18 tahun menjadi binaan Lapas Klaten dengan latar belakang kasus yang berbeda beda (Suara Merdeka, 2013) Beberapa kasus di atas merupakan contoh-contoh ekstrim perilaku agresif yang ditunjukkan oleh remaja. Kasus lainnya yang seringkali melibatkan remaja seperti kekerasan, bullying, dan tawuran yang marak terjadi merupakan contoh lain dari perilaku agresif akhir-akhir ini. Peristiwa tersebut dapat dipicu oleh berbagai macam hal yang terkait dengan masa perkembangan remaja. Marcus (2007) menjelaskan remaja dalam tahap perkembangannya memiliki perilaku umum yang lebih beresiko, remaja yang memiliki ketidakmatangan dalam masa perkembangannya dapat menumbuhkan perilaku yang melanggar peraturan dan hukum. Hurlock (1990) turut menjelaskan bahwa remaja cenderung untuk sulit membedakan antara yang baik dan yang buruk, dan mengorbankan standar-standar yang harus dipatuhi. Remaja yang berperilaku agresif menunjukkan kekurangan dalam kemampuan interpersonal terhadap perencanaan dan manajemen agresi. Menurut Mundy (dalam Guswani dan Kawuryan, 2011) kemunculan perilaku agresif dapat disebabkan karena berhadapan dengan situasi yang tidak menyenangkan dalam lingkungannya. Setiap situasi yang dialami oleh individu akan menimbulkan reaksi baik secara kognitif maupun emosi. Menurut Rahayu (dalam Guswani dan Kawuryan, 2011) Situasi yang tidak menyenangkan akan berhubungan dengan kematangan emosi. Remaja yang belum stabil dan kurang matang emosinya dapat commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
3 digilib.uns.ac.id
lebih mudah muncul perilaku agresinya daripada yang mampu mengatur emosi dengan baik. Perilaku agresif ditentukan oleh interaksi yang kompleks dari faktor sosial, kognitif, emosional, dan biologis. Berdasarkan faktor emosional, Hurlock (2005) berpendapat bahwa remaja cenderung memiliki emosi yang bergejolak. Di usia remaja, kemampuan untuk mengelola emosi belum berkembang secara matang. Hal ini membuat remaja cenderung untuk mengikuti emosinya dalam berbagai tindakan. Monks dkk. (2002) turut menjelaskan perkembangan psikis yang menonjol pada masa remaja adalah perkembangan emosi. Faktor emosional turut menentukan kontrol diri individu dalam berperilaku agresif. Menurut Latipah (dalam Siddiqah dan Helmi, 2005) menemukan bahwa kontrol diri seseorang mempengaruhi perilaku agresif. Kontrol diri erat kaitannya dengan kematangan emosi seseorang dalam menghadapi masalah. Emosi mampu mempengaruhi tindakan yang diambil oleh individu, seperti yang dijelaskan Goleman (2002) bahwa emosi berperan besar terhadap suatu tindakan bahkan dalam pengambilan keputusan rasional. Oleh karena itu, diperlukan adanya pengelolaan emosi yang baik dari individu sebelum mengambil sebuah tindakan. Emosi yang terdapat dalam diri harus ada dalam jumlah yang proposional dengan peristiwa yang timbul, emosi diekspresikan pula dalam waktu yang benar dan cara yang sesuai dengan lingkungan dimana hal itu terjadi sehingga tidak menimbulkan kerugian (Ekman, 2009). Soewadi (dalam Siddiqah dan Helmi, 2005), remaja yang berbuat kesalahan atau melakukan tindakan yang melanggar nilai moral, maka akan diberikan commit to user
4 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
penilaian negatif oleh masyarakat bahwa dirinya sebagai penyebab atas kejadian yang tidak menyenangkan, dalam kondisi yang seperti itu remaja memiliki perasaan tidak berharga dan merasa selalu dinilai secara negatif sehingga dorongan yang muncul adalah keinginan untuk menghindar dari orang lain dan penilaian orang lain yang akan membuat dirinya semakin tersakiti. Hal ini merupakan pengalaman yang tidak menyenangkan pada masa remaja dan merupakan situai yang mampu memunculkan frustasi pada individu. Terutama bagi remaja yang belum matang secara emosi ketika merasa frustasi mereka cenderung akan memperlihatkan perilaku yang hanya menuruti kata hati, emosi meledak-ledak, tidak mampu mengambil keputusan dengan baik, dan sangat peka terhadap kritik. Dengan demikian, remaja dalam kondisi tersebut sangat mudah berperilaku agresif. Perilaku menyimpang yang dilakukan oleh remaja tidak hanya dikarenakan oleh ketidakmampuan mengontrol diri, tetapi juga karena adanya tekanan atau masalah. Oleh karenanya, kemampuan mengelola emosi perlu dilakukan agar seseorang dapat terhindar dari perilaku-perilaku antisosial, terutama bagi remaja yang sedang mengalami konflik yang beragam dan kompleks. Kemampuan mengelola emosi ini disebut juga dengan regulasi emosi. Menurut Thompson (dalam Putnam, 2005) keberhasilan remaja dalam mengatur, mengelola emosi sehingga dapat memunculkan rekasi adaptif merupakan fungsi kerja regulasi emosi yang memadai. Regulasi emosi yang berfungsi baik akan menghasilkan emosi yang adaptif dan perilaku terorganisir. commit to user
5 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kemampuan dalam meregulasi emosi akan berdampak pada perilaku individu. Menurut Meichati (1983) emosi mempunyai peran yang besar dalam individu untuk menentukan pola tingkah lakunya. Akibat dari keadaan emosi yang meluapluap seseorang dapat saja berbuat kepada hal-hal yang bersifat destruktif atau negatif. Namun tidak berarti semua emosi dapat mengarahkan pada perilaku destruktif, tapi ada pula beberapa emosi yang dapat mengarahkan pada perilaku yang konstruktif. Keadaan emosi yang stabil memungkinkan individu tersebut bertingkah laku positif dan tidak mudah terpengaruh dan terpancing untuk berperilaku di luar kendalinya dan kesadarannya. Gross (dalam Manz, 2007) menjelaskan respon emosional dapat menuntun individu ke arah yang salah, pada saat emosi tampaknya tidak sesuai dengan situasi tertentu, individu sering mencoba untuk mengatur respon emosional agar emosi tersebut dapat lebih bermanfaat untuk mencapai tujuan, sehingga diperlukan suatu strategi yang dapat diterapkan untuk menghadapi situasi emosional berupa regulasi emosi yang dapat mengurangi pengalaman emosi negatif maupun tingkah laku maladaptif. Thompson (Kostiuk & Gregory, 2002) menggambarkan regulasi emosi sebagai kemampuan merespon proses-proses ekstrinsik dan intrinsik untuk memonitor, mengevaluasi, dan memodifikasi reaksi emosi yang intensif dan menetap untuk mencapai suatu tujuan. Ini berarti apabila seseorang mampu mengelola emosiemosinya secara efektif, maka ia akan memiliki daya tahan yang baik dalam menghadapi masalah. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
6 digilib.uns.ac.id
Menurut Eisenberg (dalam Strongman, 2003) rendahnya tingkat regulasi emosi akan berkaitan dengan perilaku yang tidak terkontrol, agresi, perilaku prososial yang rendah dan kerentanan terhadap efek emosi negatif dan penolakan sosial. Regulasi emosi diasumsikan sebagai faktor penting dalam menentukan keberhasilan seseorang dalam usahanya untuk berfungsi dengan normal dikehidupannya seperti dalam proses adaptasi, dapat berespon sesuai dan fleksibel (Thompson dalam Garnefski, dkk., 2001). Berdasarkan uraian di atas emosi memiliki peran yang besar dalam pembentukan perilaku terutama dalam tahap perkembangan remaja yang memungkinkan adanya hubungan dengan perilaku agresif pada remaja, kecenderungan dalam berperilaku agresif juga dapat dimiliki oleh setiap individu, sehingga diperlukan adanya regulasi emosi untuk mengatur dan memelihara emosi sehingga terbentuk perilaku sebagai respon emosional yang sesuai dengan norma yang ada. Upaya pencegahan perilaku agresif pada remaja dapat dimulai sejak dini, seperti di sekolah tempat remaja menghabiskan waktu dalam bersosialisasi. Menurut Callahan dan Rivara (dalam Orpinas dan Frankowski, 2001) menjelaskan bahwa sekolah memiliki peranan penting dalam upaya pencegahan perilaku agresif, hal ini disebabkan karena sebagian remaja menghabiskan waktunya di sekolah dan dapat mempengaruhi kegiatan belajar mengajar itu sendiri. Dari penjelasan yang dikemukakan terdapat masalah yang menarik untuk diteliti lebih lanjut, remaja dalam masa perkembangannya akan menemui beberapa perubahan termasuk perubahan tingkah laku. Dalam masa perubahan commit to user
7 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tersebut remaja memiliki kemungkinan untuk mengalami krisis emosi yang berujung pada pembentukan perilaku destruktif. Regulasi emosi diperlukan remaja untuk mengatasi kecenderungan remaja untuk bertindak agresif. Oleh karena berdasarkan uraian di atas penulis melakukan penelitian bertema “Pengaruh Pemberian Pelatihan Regulasi Emosi Terhadap Perilaku Agresif Remaja pada Siswa Kelas X SMK Pancasila Surakarta.”
B. Rumusan Masalah Berdasarkan dari latar belakang yang telah dipaparkan maka dirumuskan masalah penelitian ini adalah “Apakah pemberian pelatihan regulasi emosi berpengaruh terhadap perilaku agresif remaja pada siswa kelas X SMK Pancasila Surakarta?” C. Tujuan Penelitian Penelitian ini memilliki tujuan mengetahui pengaruh dari pemberian pelatihan regulasi emosi terhadap perilaku agresif remaja pada siswa kelas X SMK Pancasila Surakarta.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis Memberikan
sumbangan
bagi
pengembangan
ilmu
Psikologi.
Penelitian ini dapat digunakan lebih lanjut untuk pengembangan dalam bidang Psikologi Sosial maupun bagi penelitian dalam Psikologi Perkembangan Remaja.
commit to user
8 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Manfaat Praktis a. Bagi remaja
menerapkan keterampilan regulasi emosi dalam
berinteraksi dengan lingkungan dengan melatih ekspresi emosi. b. Bagi pendidik dapat membangun lingkungan yang mendukung bagi perkembangan remaja yang sesuai norma yang ada sehingga tidak memicu perilaku destruktif pada remaja. c. Bagi orangtua dapat membimbing anak mereka untuk dapat menumbuhkan keterampilan meregulasi emosi dalam diri remaja sehingga remaja dapat membentengi diri dari pengaruh negatif yang berasal dari lingkungan. d. Bagi peneliti selanjutnya dapat memberikan gambaran dan dorongan positif untuk melakukan penelitian lanjutan yang mendukung tema tersebut.
commit to user