BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
Dari analisa dan hasil perumusan strategi penataan spot wisata serta jalur pedestrian penghubungnya, dapat disimpulkan dan disarankan beberapa hal sebagai berikut : 6.1. Kesimpulan 6.1.1. Aspek penataan spot (bangunan dan ruang luar) wisata 1. Untuk memperkuat karakter skala ruang antara bangunan dan keserasian tata massanya, diperlukan penataan pada aspek yang berkaitan dengan BCR (building coverage ratio) dan GSB (garis sempadan bangunan). Kedua aspek ini akan berperan dalam pembentukan jarak (unsur D dalam perbandingan D/H) termasuk buiding setbacknya. Untuk bentuk strategi penataan pada aspek BCR dan GSB dengan pengelompokannya, secara detil termuat dalam lampiran bagian 6. 2. Berkaitan dengan karakter skala ruang yang terbentuk dari perbandingan D/H (distance and height), aspek ketingian bangunan merupakan faktor kunci yang perlu diselaraskan. Jika unsur distance tidak dapat lagi dirubah maka penyesuaian dapat dilakukan pada unsur height atau pada ketinggian bangunan, demi mencapai karakter skala ruang yang diinginkan. Untuk bentuk strategi penataan pada ketinggian bangunan dengan pengelompokannya, secara detil termuat dalam lampiran bagian 6. 3. Pembentukan karakter pada spot wisata sebagai objek fisik yang berdaya tarik akan dipengaruhi oleh tampilan gaya arsitektur. Aspek ini sangat kuat dalam meciptakan karakter lingkungan den kesan pengamatannya. Gaya arsitektur suga berperan penting dalam penciptaan kespesifikan karakter suatu spot wisata, jika nilai arsitekturnya tinggi hal tersebut akan menjadi modal yang kuat bagi daya tarik wisata ( arsitektur bangunan menjadi objek wisata/tourist attraction). Untuk bentuk strategi penataan pada aspek gaya arsitektur dengan pengelompokannya, secara detil termuat dalam lampiran bagian 6.
385
4. Figur massa bangunan juga menjadi aspek penting dalam mendukung pembentukan karakter lingkungan pada suatu spot. Lewat keunikan tata massa dengan konfigurasi tertentu akan turut membentuk kespesifikan juga daya tarik bagi spot wisata tersebut. Dengan kondisi bangunan yang sudah ada pengolahan tata massa akan lebih pada pengkonfigurasian yang bersifat penambahan, pengurangan atau peleburan dan sebagainya dengan tujuan harmonisasi. Untuk bentuk strategi penataan pada aspek konfigurasi massa dengan pengelompokannya, secara detil termuat dalam lampiran bagian 6. 5. Jika konfigurasi massa lebih bersifat pada penataan 3 dimensional, komposisi façade lebih pada penataan yang sifatnya 2 dimensioal, meliputi bidang tertentu dalam hal ini façade bangunan. Karakter fasade bangunan akan memberi kespesifikan bagi lingkungan spot wisata. Hal ini akan lebih sangat berperan jika spot wisata terbentuk dari peng’enclosure’an bangunan, misalnya spot Taman Kesatuan Bangsa dan Jalan Roda. Untuk bentuk strategi penataan pada aspek komposisi façade dengan pengelompokannya, secara detil termuat dalam lampiran bagian 6. 6. Sebagai unsur toping atau penutup, bentuk atap akan memiliki peran unik dalam penciptaan karakter spot wisata, yakni pada pembentukan skyline dan elemen datum pada sekumpulan/deretan bangunan. Meski pada kondisi jarak dan sudut pandang tertentu bagian atap tidak akan terlihat, namun pada beberapa kasus, bentuk atap justru menjadi unsur vokal point atau aksentuasi yang kuat bagi suatu spot wisata single building. Misalnya spot Klenteng Ban Hing Kiong, Gereja Sentrum dan Masjid Manshyur Istiq’lal. Untuk bentuk strategi penataan pada aspek bentuk atap dengan pengelompokannya, secara detil termuat dalam lampiran bagian 6. 7. Salah satu unsur yang berperan penting dalam intepretasi karakter adalah warna dan material bangunan. Sebagai unsur yang paling mudah ditangkap oleh indra visual maupun meraba, aplikasi warna dan material pada bangunan disuatu spot akan memberikan karakter lingkungan yang spesifik bahkan menonjol. Untuk bentuk strategi penataan pada aspek warna dan material dengan pengelompokannya, secara detil termuat dalam lampiran bagian 6.
386
8. Dari unsur makro bangunan terdapat pula unsur mikro yang dapat menjadi unsur yang berperan dalam pembentukan karakter suatu spot wisata, yakni ornamantasi dan elemen vokal point bangunan. Meski kedua aspek ini berbeda, ornamen bersifat lebih detil dibanding vokal point, namun keduanya memiliki peran sebagai unsur assesoris atau pernak-pernik bangunan. Hal ini juga akan secara spesifik membentuk karakter pada bangunan disuatu spot. Untuk bentuk strategi penataan pada aspek ornamantasi dan elemen vokal point, dengan pengelompokannya, secara detil termuat dalam lampiran bagian 6. 9. Selain unsur bangunan, permasalahan karakter pada spot wisata terkait juga dangan unsur ruang luarnya, salah satunya adalah sirkulasi. Sirkulasi kendaraan maupun manusia yang tertata akan turut membantuk karakter yang posistif lingkungan sekitar spot. Karakteristik sirkulasi yang sudah ada juga dapat menjadi ciri spesifik dan menciptakan karakter pergerakan (movement character) pada suatu spot. Sebagai salah satu aspek yang sering bermasalah, diperlukan penataan dengan pendekatan strategi tertentu. Untuk bentuk strategi penataan pada aspek sirkulasi, dengan pengelompokannya, secara detil termuat dalam lampiran bagian 6. 10. Aspek ruang luar yang berkaitan erat dengan sirkulasi adalah parkir. Jika ada pergerakan maka akan ada pemberhentian. Akibat kurang tersedia dan tertatanya parkir, berpengaruh pada masalah sirkulasi yang terhambat. Meski secara tidak langsung, penataan parkir yang baik akan menunjang pembentukan karakter lingkungan yang posistif. Untuk bentuk strategi penataan pada aspek parkir, dengan pengelompokannya, secara detil termuat dalam lampiran bagian 6. 11. Selain sirkulasi kendaraan, jalur pedestrian merupakan fasilitas yang mewadahi pergerakan orang. Dengan ketersedian jalur pedestrian yang walkable di seputaran/internal spot, niscaya akan mendorong suasana lingkungan yang lebih hidup, akibat pergerakan orang. Meski akan sistim jalur pedestiarn akan dibahas secara lebih detil pada bagian lain, Diperlukan penataan jalur pedestrian secara internal atau diseputaran spot dengan pendekatan strategi tertentu. Untuk bentuk strategi penataan pada aspek
387
pedestrian way, dengan pengelompokannya, secara detil termuat dalam lampiran bagian 6. 12. Selain turut memberi karakter pada lingkungan spot wisata melalui jenis vegetasi dangan karakter bentuk taju, daun, cabang dan sebagainya, aspek penghijauan atau peneduhan lewat pohon perindang jalan merupakan unsur penting dalam mendukung aktifitas di ruang luar beriklim tropis. Penataan elemen pengijauan jalan juga menjadi aspek yang patut diperhatikan dalam menata ruang luar. Untuk bentuk strategi penataan pada aspek penghijauan jalan, dengan pengelompokannya, secara detil termuat dalam lampiran bagian 6. 13. Dari unsur penghijauan jalan yang bersifat makro, terdapat pula unsur yang berkaitan yag bersifat lebih mikro, yakni taman. Sebagai unsur pelengkap sekaligus dapat mejadi pengisi ruang luar yang sudah terbentuk, eksistensi taman akan menyumbangkan pembentukan karakter yang spesifik dan menarik pada suatu spot wisata. Untuk bentuk strategi penataan pada aspek taman, dengan pengelompokannya, secara detil termuat dalam lampiran bagian 6. 14. Jika pada bangunan terdapat unsur ornamentasi dan vokal point, pada ruang luar terdapat pula unsur perabot ruang luar sebagai assesoris atau pernakpernik ruang luar. Meski hanya sebagai elemen pelengkap namun perannya akan sangat penting bagi pembentukan kualitas raung luar yang berkarakter. Fungsi yang optimal dan desain yang unik dan spesifik akan mememberikan kesan tersendiri pada suatu spot. Untuk bentuk strategi penataan pada aspek perabot ruang luar, dengan pengelompokannya, secara detil termuat dalam lampiran bagian 6.
6.1.2. Aspek penataan jalur pedestrian penghubung 1. Sebagai elemen penghubung antar spot wisata jalur pedestrian memiliki peranan yang kuat dalam pembentukan linkage dan jalur penikmatan yang ditempuh dengan berjalan kaki. Salah satu unsur penting yang sekaligus menjadi kriteria utama dalam memujudkan walkabilitas suatu jalur pedestrian adalah kenyamanan (comfortable). Hal ini akan mengacu pada standart yang
388
harus dipenuhi, meliputi : Kualitas dan pemeliharaan yang baik, keteduhan, lebar jalur pedestrian yang sesuai, lansekap dan arsitektur yang menarik, , tempat-tempat istirahat sementara serta kelengkapan perabot penunjang. 2. Hal yang berikut adalah pada kriteria kesesuaian (convenient). Hal ini akan mengacu pada standart yang harus dipenuhi, meliputi : Jaminan keamanan dan perlindungan bagi pejalan kaki serta pertimbangan panjang rute atau jarak tempuh efektif dalam berjalan kaki (max. 600 meter), keseuaian material, space pergerakan, dan syarat konstruksi. 3. Kriteria yang juga menjadi tolok ukur dalam penataan jalur pedestrian adalah pada kejelasan (Conspicuous). Hal ini akan mengacu pada standart yang harus dipenuhi, meliputi : Tingkat kualitas yang baik dari signage, pencahayaan, visibilitas dan sistim marka yang sesuai dan informatif.
4. Kriteria terakhir yang juga memeliki peranan penting dalam pembentukan walkabilitas adalah keramahan (Convivial). Hal ini juga akan mengacu pada standart yang harus dipenuhi, meliputi : Rute pejalan kaki yang ramah dan menarik, sebagaimana yang diharapkan oleh pejalan kaki tersebut dan pengawasan/kontrol pada sepanjang rute pedestrian. 5. Penataan jalur pedestian merupakan upaya awal yang harus dipenuhi dalam memberdayakan jalur pedestrian secara lebih optimal. Dengan adanya perbaikan dan peningkatan wakabilitas jalur pedestrian eksisting, maka akan turut mendukung pertimbangan orang memilih untuk berjalan kaki. Hal tersebut juga turut menujang apresiasi; berjalan kaki untuk mengurangi ketergantungan pada kendaraan bermotor dalam melakukan pergerakan, khususnya pada jarak yang sebenarnya dapat ditempuh dengan berjalan kaki. Untuk bentuk strategi penataan jalur pedestrian penghubung antar spot serta pengelompokannya, secara detil termuat dalam lampiran bagian 6.
6.2. Saran Dari poin-poin kesimpulan diatas selanjutnya beberapa saran atau usulan, yakni sebagai berikut: 1. Dari pengelompokan strategi penataan, dapat disusun dapat disusun rekomendasi terhadap opsi/pilihan model hubungan (seperti yang dibahas di
389
BAB sebelumnya). Adapun rekomendasi atau saran ini disusun sebagai sebuah asumsi (subjektifitas peneliti) yang belum diuji reabilitasnya dan validitas susunannya. Untuk itu hal tersebut dapat disarankan sebagai usulan pada penelitian lanjutan. Berikut susunan rekomendasi yang diurutkan dari yang paling di sarankan hingga yang sebaliknya. a. Model kombinasi, yakni yang menggabungkan pola bebas dan sekuensial Pertimbangan model ini sebagai rekomendasi diurutan pertama didasarkan pada : - Bentuk struktur ruang kota dengan eksitensi spot yang terletak sporadis, yang memungkinan akses dapat dicapai dari segala arah (tidak linier). Namun dalam ketidak-teraturan letak maupun kespesifikan atraksi wisata (tourist atrraction), urut-urutan sekuaensial masih mememungkinkan untuk memberi pengalaman kunjung yang beralur. Hal tersebut masih dimungkinkan pada dua hingga tiga spot secara berurutan, tapi tidak secara keseluruhan. - Untuk pola ini memungkinkan pengaturan sequence yang lebih fleksibel, dimana wisatawan dapat bebas memilih rute. Namun untuk memudahkan secara umum ditentukan satu spot yang menjadi titik awal utama, dalam hal ini misalnya spot TKB. Hal tersebut didkung oleh keberadaan fasilitas pusat informasi pariwisata ( Tourism Information Centre). Kemudian dari titik ini disediakan opsi sequence rute, diantaranya 1-4-7, 1-3-5-6, 1-3-2 dan sebagainya. - Intinya model kombinasi ini, setiap spot dapat diakses dengan bebas dengan sequence yang ditentukan sendiri oleh wisatawannya. Sedangkan untuk implementasi strategi : - Memungkinkan diterapkan secara independen namun juga secara kolektif yakni masing-masing spot atau sekumpulan kecil disesuaikan dengan kebijakan pengelolanya maupun pemiliknya masing-masing. Tiap spot tidak mungkin berlomba-lomba membenahi dirinya sendiri untuk dapat menarik kunjungan wisata tapi harus bersinergi dengan spot tetangga nya. Hal ini akan menciptakan keserasian dan bentuk hubungan yang aktif.
390
- Pengimplementasian strategi penataan fisik dapat dikalukan secara perbagian-bagian dan bertahap atapun secara keselurhan, baik bangunan maupun ruang luar secara spatial maupun pedestiaran penghubungnya. (sebagai hal yang tidak dapat dipisahkan). Urutan prioritas akan saling tergantung dan terkait satu dengan yang lainnya pada penentu kebijakan setempat, dengan pertimbangannya kekolektifan kecil (kumpulan beberapa spot) - Turut memperhatikan memperhatikan hubungan antar spot (aspek penghubungnya atau pedestrian way) meskipun bersifat kolektifan kecil (bukan secara keseluruhan spot)
b .Model bebas/spatially, (misalnya hanya 1-3-2 atau 1-4-7, dsb) Pertimbangan model ini sebagai rekomendasi urutan kedua didasarkan pada : -
Kondisi struktur ruang kota dengan pola jalan yang irregural. Dengan akses yang memungkinkan dari segala arah jalan (terutama kalau dicapai dengan berjalan kaki) setiap spot wisata dapat didatangi dari berbagai arah, dengan kata lain setiapa spot terbuka diakases dari arah manapun.
-
Sajian wisata atau tourist attraction bersifat independen atau bukan berbentuk suatu sajian yang dapat dinikmati secara berurutan. Setiap spot memiliki kespesifikan tersendiri namun masih dalam jenis yang sama. Misalnya Jalan Wakeke dan jalan roda, keduanya adalah spot kuliner namn memiliki kekhususan masing-masing; Gereja Sentrum, Klenteng, Kampung Arab, ketiganya dapat digolongkan sebagai spot wisata heritage juga religi). Jadi akan sangat tergantung dari selera/minat maupun tujuan pribadi wisatawannya
Untuk implementasi strategi : -
Memungkinkan diterapkan secara independen atau masing-masing spot, disesuaikan dengan kebijakan pengelolanya maupun pemiliknya masingmasing. Tiap spot dapat saling berlomba-lomba membenahi dirinya sendiri untuk dapat menarik kunjungan wisata.
-
Memungkinkan pengimplementasian strategi penataan fisik secara perbagian-bagian dan bertahap, baik bangunan maupun ruang luar secara
391
spatial. Urutan prioritas dapat ditentukan secara mandiri oleh penentu kebijakan setempat, dengan pertimbangannya masing-masing. -
Kurang memperhatikan hubungan antar spot, dalam hal ini penataan pada aspek penghubungnya (pedestrian way)
6
2 b
5 c
1
a 3
a 4
b 7
1. TKB (edukasi sejarah, sosiokultur, informasi dan orientasi, belanja, istirahat/santai 2. Pelabuhan Manado (edukasi sejarah, sosiokultur, heritage, wisata air, titik transit ke taman laut Bunaken 3. Jalan Roda (wisata sosio-kultur, kuliner-ringan, belanja, istirahat/santai 4. Sentrum (wisata religi, edukasi sejarah dan heritage) 5. Klenteng (wisata religi, sosio-kultur, heritage, kuliner) 6. Kampung Arab (wisata religi, sosio-kultur, heritage, kuliner) 7. Jalan Wakeke (wisata kuliner, belanja dan istirahat/santai
Gambar 70. Model pola hubungan secara bebas (sumber : Analisa, 2010)
c. Model sekuensial /berurutan (misalnya : 7-4-1-5-6-3-2 ) Pertimbangan model ini sebagai rekomendasi urutan terakhir didasarkan pada : -
Kondisi struktur ruang kota dengan pola jalan yang irregural. Dengan akses yang lebih memungkinkan akses dari segala arah jalan. Dimana kedudukan spot wisata bersifat tidak terencana, sehingga sulit untuk diurutkan dalam sebuah alur linier.
-
Sajian wisata atau tourist attraction bersifat independen dan
tidak
memiliki bentuk yang dapat diurut-urutkan secara keseluruhan. Meski pada pola ini akam memungkinkan pendistribusian kunjungan secara lebih
392
merata, namun hal tersebut akan bersifat memaksa wisatawan yang memiliki minat dant tujuan yang berbeda-beda. Untuk implementasi strategi : -
Harus diterapkan secara keseluruhan secara bersamaan, dimana satu spot dan spot yang lain dituntut saling bersinergis satu dengan yang lainnya. Antara spot terdapat salig ketergantungan untuk menjaga kesinambungan sekuesial, baik kesan visual dari aspek fisiknya, maupun dari tourist atrractionnya.
-
Lingkup pengimplementasian harus pada semua strategi fisik secara serentak (tidak bisa bertahap), baik pada bangunan maupun ruang luarnya. Urutan prioritas harus dapat ditentukan secara bersama-sama oleh semua penentu kebijakan (pemilik/ pengelola dengan melibatkan pemerintah)
-
Penataan pedestrian penghubung menjadi vital dan berperan penuh dalam hubungan antar spot. Keberhasilan hubungan akan sangat ditentukan oleh optimal-tidaknya jalur penghubungnnya.
6
2 f
5 d c e
1
3 b
4
a 7
1. TKB (edukasi sejarah, sosiokultur, informasi dan orientasi, belanja, istirahat/santai 2. Pelabuhan Manado (edukasi sejarah, sosiokultur, heritage, wisata air, titik transit ke taman laut Bunaken 3. Jalan Roda (wisata sosio-kultur, kuliner-ringan, belanja, istirahat/santai 4. Sentrum (wisata religi, edukasi sejarah dan heritage) 5. Klenteng (wisata religi, sosio-kultur, heritage, kuliner) 6. Kampung Arab (wisata religi, sosio-kultur, heritage, kuliner) 7. Jalan Wakeke (wisata kuliner, belanja dan istirahat/santai
Gambar 71. Model pola hubungan secara berurutan/sequence (sumber : Analisa, 2010)
393
2. Mengusulkan adanya studi lanjutan untuk membuat panduan desain secara lebih detail, berdasarkan hasil rumusan strategi penataan spot wisata dan jalur pedestrian penghubungnya. 3. Adanya penelitian lanjut terkait reabilitas usulan rekomendasi bentuk hubungan dan implementasi bentuk strategi baik secara teoritis maupun aplikasinya di lapangan. 4. Hasil yang diperoleh dari studi ini dapat menjadi masukan bagi rencana strategis tata ruang dipusat kota Manado, terutama pada aspek fisik bangunan dan ruang luar di tiap spot serta jalur pedestrian.
394
