APLIKASI COMPRESSIVE SENSING UNTUK ESTIMASI ARAH KEDATANGAN SINYAL
PROPOSAL DISERTASI diajukan untuk memenuhi syarat kelulusan Mata Kuliah EI7096:Penyusunan Proposal Institut Teknologi Bandung
Oleh
Koredianto Usman NIM : 33213002 (Program Studi Teknik Elektro dan Informatika)
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2014
ABSTRAK
APLIKASI COMPRESSIVE SENSING UNTUK ESTIMASI ARAH KEDATANGAN SINYAL
Oleh Koredianto Usman NIM : 33213002
Proposal ini berisi tentang rencana penelitian penggunaan teknik compressive sensing untuk pengurangan sinyal pada skema estimasi arah kedatangan sinyal. Algoritma penentuan arah sinyal klasik secara umum terdiri dari dua skema besar yaitu skema yang berbasis maximum likelihood (Delay and Sum dan Capon) dan skema berbasis sub-space (MUSIC dan ESPRIT). Pada perkembangannya, algoritma yang berbasis sub-space memperoleh perhatian yang besar di kalangan peneliti karena kemampuan mendeteksi beberapa sumber sekaligus dengan resolusi pemisahan yang tinggi. Meski memiliki keunggulan ini, algoritma estimasi arah kedatangan berbasis sub-space memiliki permasalahan komputasi berat yang antara lain disebabkan karena proses perhitungan matriks kovariansi, analisis eigen dan exhaustive search pada arah kedatangan. Evolusi dan modifikasi pada algoritma berbasis sub-space umumnya berupa modifikasi pada penyederhanaan komputasi pada sisi penyederhaan dan transformasi nilai eigen dari kompleks ke real. Modifikasi ini kemudian dituangkan dalam algoritma baru seperti Root-MUSIC, Unitary MUSIC, Beamspace-MUSIC, Unitary ESPRIT, dan Beamspace ESPRIT. Perkembangan pada bidang compressive sensing membuka arah yang berbeda dalam penyederhanaan skema yaitu dengan cara pengurangan sampel. Terdapat tiga jenis teknik popular dalam teknik compressive sensing untuk estimasi arah kedatangan sinyal, yaitu teknik sparsitas waktu, sparsitas spasial, dan sparsitas sudut. Teknik sparsitas sudut menjadi fokus dalam penelitian ini karena teknik ini dapat mengestimasi arah kedatangan sinyal dengan satu sampel saja. Meski demikian, masih terdapat kekurangan dari skema ini, yaitu sensitif terhadap noise. Perbaikan yang diusulkan adalah memperluas algoritma ini agar dapat mengakomodasi multi-snap sampel. Hasil simulasi awal menunjukkan perbaikan akurasi estimasi pada lingkungan dengan SNR kurang dari 5 dB. Pengembangan lainnya adalah penanganan hasil estimasi yang jauh menyimpang (outliers) untuk meningkatkan akurasi lebih tinggi lagi. Kata kunci : direction of arrival estimation, compressive sensing, convex optimization
i
APLIKASI COMPRESSIVE SENSING UNTUK ESTIMASI ARAH KEDATANGAN SINYAL
Oleh
Koredianto Usman NIM : 33213002 (Program Studi Teknik Elektro dan Informatika) Institut Teknologi Bandung
Menyetujui Tim Pembimbing
Tanggal 13 Mei 2014
Ketua
Anggota
(Prof. Dr. Andriyan Bayu Suksmono) NIP : 196607051996031002
(Prof. Dr. Hendra Gunawan) NIP : 196412291988021001
ii
DAFTAR ISI
ABSTRAK
i
DAFTAR ISI
ii
I
PENDAHULUAN
1
I.1
Latar Belakang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
1
I.2
Rumusan Masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
3
I.3
Tujuan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
3
I.4
Kontribusi dan Dampak Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . .
4
II KAJIAN LITERATUR
6
II.1 Estimasi Arah Kedatangan Sinyal . . . . . . . . . . . . . . . . . .
6
II.1.1
Model Matematika . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
6
II.1.2
Algoritma Klasik Estimasi arah Kedatangan . . . . . . . . .
8
II.2 Compressive Sensing . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 15 II.2.1
Terminologi Pada Compressive Sensing . . . . . . . . . . . 16
II.2.2
Model Matematik . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 19
II.3 Compressive Sensing Pada Estimasi Arah Kedatangan . . . . . . . . 21 III METODOLOGI
23
III.1 Persiapan Data . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 23 III.2 Persiapan Lingkungan Simulasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 25 III.3 Simulasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 27 III.4 Analisis Perfomansi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 28 III.5 Skema yang ditinjau . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 29 IV TIMELINE RENCANA PENELITIAN
31
V SIMULASI PENDAHULUAN
33
V.1 Simulasi dalam lingkungan berderau . . . . . . . . . . . . . . . . . 33
i
V.2 Simulasi perbandingan dengan algoritma klasik . . . . . . . . . . . 34 V.3 Simulasi skema yang diusulkan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 34
ii
BAB I
I.1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Estimasi arah kedatangan sinyal merupakan salah satu tugas yang dikerjakan radar di samping dua tugas lainnya yaitu estimasi jarak dan kecepatan objek. Dengan demikian teknik estimasi arah kedatangan memiliki usia setua usia radar. Estimasi arah kedatangan memfokuskan diri pada tugas menentukan sudut kedatangan sinyal. Pada sistem yang lebih maju, estimasi arah kedatangan sinyal disyaratkan untuk mampu mendeteksi arah kedatangan beberapa sumber sekaligus. Pada perkembangannya, radar mula-mula dikembangkan pada kapal laut untuk keperluan mendeteksi objek penghalang di depan kapal termasuk keberadaan kapal lain yang ada di sekitar. Pada masa Perang Dunia I dan II, radar berkembang sangat pesat untuk kebutuhan pertahanan. Setelah Perang Dunia II, perkembangan radar diarahkan untuk memenuhi kebutuhan sipil seperti kelengkapan sistim monitor udara di bandara. Memasuki era digital, teknik pengolahan sinyal berubah dari analog menjadi digital. Pada masa ini berkembang teknik estimasi arah kedatangan yang maju yang membuka jalan bagi berbagai perkembangan teknologi radar canggih pada masa kini. Beberapa aplikasi terbaru di bidang ini adalah sistem ground penetrating radar (GPR) dan through the wall radar (TTWR). Ground penetrating radar adalah sistem radar yang digunakan untuk mendeteksi benda di bawah permukaan tanah, sedangkan through the wall radar adalah teknik radar yang digunakan untuk mendeteksi benda atau manusia yang berada di balik dinding. Teknik estimasi arah kedatangan termasuk salah satu aplikasi dari array processing yang memiliki sejarah yan cukup panjang. Sebagai contoh, Capon mengusulkan skema estimasi arah kedatangan sinyal pada publikasinya tahun 1969 [1]. Usulan dari Capon ini selanjutnya menjadi popular sebagai algoritma Capon atau Minimum Variance Distortionless Respons (MVDR). Di sisi lain Applebaum [2] mengusulkan skema delay and sum (DAS) pada tahun 1976. Algoritma ini, karena kesederhanaannya, yang banyak diadopsi untuk keperluan implementasi di lapangan. Perkembangan algoritma memasuk era baru dengan usulkannya penggunaan teknik eigen analysis antara lain pada algoritm MUSIC pada tahun 1986 [3]. Skema berbasis eigen analysis ini menarik perhatian banyak peneliti karena kemampuannya mendeteksi beberapa sinyal datang sekaligus dengan
1
resolusi yang tinggi. Meski memiliki resolusi yang tinggi, algoritma MUSIC memiliki kekurangan utama pada beratnya proses komputasi. Permasalahan komputasi terletak pada eigen analysis dari matriks kovariansi kompleks serta exhaustive search pada semua sudut kedatangan. Permasalahan ini membuat para peneliti lain berupaya untuk memodifikasi algoritma MUSIC ini untuk menghindari proses perhitungan eigen analysis. Alternatif lainnya adalah melakukan transformasi matriks kovariansi kompleks menjadi matriks kovariansi riil, sehingga eigen analysis dapat dilakukan pada lingkungan bilangan riil yang lebih cepat dibandingkan dengan lingkungan bilangan kompleks. Skema modifikasi dengan transformasi ini menghasilkan algoritma varian dari MUSIC yang disebut dengan Unitary-MUSIC [4]. Transformasi yang mengubah matrik kovariansi dari kompleks menjadi riil ini dipelopori oleh Anna Lee dalam tulisannya tentang centro-hermitian matrix [5]. Penggunaannya untuk keperluan penyederhaan matrik kovariansi kompleks telah dilakukan oleh Huarng, peneliti beamforming lainnya dari Taiwan [6]. Modifikasi lain yang dilakukan adalah melakukan proyeksi matriks kovariansi pada dimensi yang lebih kecil. Skema ini kemudian menghasilkan algoritma varian lainnya yaitu Root-MUSIC [7]. Roy et al. [8] melakukan pendekatan berbeda dalam upaya mengurangi kompleksitas komputasi, bukan pada upaya untuk menyederhanakan perhitungan eigen analysis, tapi pada sudut pandang bahwa susunan linier dapat dibagi dalam dua sub-array identik dengan yang satu adalah pergeseran linier dari yang lain. Dengan cara pandang ini, Roy et al. menghindari proses perhitungan exhaustive search yang terdapat pada algoritma MUSIC. Algoritma ini terkenal dengan nama ESPRIT (Estimation of Signal Parameter via Rotational Invariant Techniques). Peneliti lain mengkombinasikan algoritma ESPRIT ini dengan upaya pengurangan perhitungan eigen analysis seperti halnya algoritma MUSIC, sehingga muncul varian baru dari ESPRIT yaitu Unitary ESPRIT [9] dan Beam ESPRIT [10]. Perkembangan baru di bidang compressive sensing memungkinkan skema mengurangi sampel sinyal dari N menjadi k (k«N) dengan asumsi sinyal yang disampling bersifat sparse. Dipelopori oleh Donoho [11], Candes [12], dan Baraniuk [13], teknik compressive sensing membuka kemungkinan baru pada penyederhanaan perhitungan skema estimasi arah kedatangan sinyal yaitu pengurangan jumlah sampel sinyal. Upaya awal telah dilakukan oleh beberapa peneliti untuk menggabungkan teknik compressive sensing untuk skema estimasi arah kedatangan seperti pada [14], [15], [16], [17], [18].
2
Di antara penelitian tersebut, skema yang diajukan oleh Goronitsky dan Rao [14] banyak menarik perhatian dari peneliti lain. Dengan asumsi bahwa sinyal yang datang memiliki sifat sparse dalam arah kedatangan, Goronitsky dan Rao berhasil mengunakan satu sampel sinyal saja untuk mengestimasi arah kedatangan sinyal. Meski memiliki sifat yang menjanjikan ini, skema Goronitsky dan Rao memiliki kekurangan pada sensitifitas pada noise. Perbaikan dari kekurangan ini merupakan fokus dari penelitian yang diajukan ini.
I.2
Rumusan Masalah
Arah baru dari penyederhanaan komputasi dari skema estimasi arah kedatangan sinyal dilakukan dengan pengurangan sampel menggunakan teknik compressive sensing [11], [12]. Penelitian di bidang ini antara lain adalah dengan algoritma FOCUSS [14], time-spatial CS [16], dan compressive MUSIC [18]. Meskipun teknik compressive sensing ini tampak menjanjikan, namun terdapat permasalahan inherent terhadap sampel yang sedikit yaitu ketahanan terhadap noise yang rendah [19]. Pada lingkungan dengan noise yang tinggi, seperti redaman sinyal akibat hujan atau sinyal melewati penghalang alam seperti hutan, akurasi estimasi arah kedatangan menurun secara signifikan. Penurunan ini berdampak pada kesalahan penentuan arah kedatangan sinyal. Perbaikan yang diusulkan pada penelitian ini adalah penggunaan skema multi-snap sampling untuk mengkompensasi pengaruh noise tersebut. Teknik multi-snap sampling ini lebih lanjut dapat ditingkatkan lagi akurasinya dengan teknik outliers removal. Teknik outliers removal mengacu pada pembuangan hasil estimasi yang jauh menyimpang dari nilai rata-rata hasil estimasi.
I.3
Tujuan
Tujuan utama dari penelitian ini adalah mencapai skema compressive sensing berbasis sparsitas sudut kedatangan dengan tingkat ketahanan terhadap noise yang tinggi. Skema compressive sensing ini bekerja untuk membantu algoritma estimasi arah kedatangan sinyal. Penggabungan keduanya diharapkan dapat menghasilkan teknik estimasi arah kedatangan dengan sampel sedikit. Sampel yang sedikit ini berguna pada lingkungan saluran telekomunikasi dengan kecepatan yang terbatas. Untuk mencapai tujuan utama ini, maka diperlukan beberapa tujuan antara, yaitu:
3
1. memahami dan mensimulasikan skema-skema klasik dari estimasi arah kedatangan sinyal, 2. memahami dan mensimulasikan teknik-teknik compressive sensing, 3. memahami dan mensimulasikan penggabungan teknik compressive sensing dengan skema estimasi arah kedatangan sinyal, 4. memahami dan mensimulasikan pengaruh noise dalam penggabungan teknik compressive sensing dan skema estimasi arah kedatangan sinyal tersebut, 5. memperbaiki, memodifikasi, mengusulkan teknik compressive sensing baru agar penerapannya pada skema estimasi arah kedatangan sinyal menghasilkan skema yang tahan terhadap noise, 6. membandingkan kinerja skema yang dihasilkan dengan skema estimasi arah kedatangan klasik.
I.4
Kontribusi dan Dampak Penelitian
Penelitian penerapan teknik compressive sensing pada skema estimasi arah kedatangan sinyal dimaksudkan untuk mengurangi jumlah sampel yang diperlukan untuk menentukan arah kedatangan sinyal. Dengan jumlah sampel yang sedikit, maka sistem radar yang bekerja pada jaringan terdistribusi akan semakin mudah diimplementasikan. Jumlah sampel yang sedikit juga memungkinkan untuk menempatkan unit-unit radar pemantau di daerah dengan terpencil dengan bandwidth komunikasi yang sangat terbatas. Kontribusi penelitian ini dapat dituliskan dalam poin-poin berikut: 1. memodifikasi skema yang ada agar dapat bekerja pada lingkungan dengan noise tinggi, 2. memperluas skema yang ada dari teknik satu sampel menjadi multi-sampel (multi snap), 3. memperluas kajian dan pengembangan dari skema compressive sensing yang ada, 4. menemukan teknik-teknik baru di bidang compressive sensing.
4
Adapun penelitian ini diharapkan memberikan dampak antara lain: 1. membuka peluang pengimplementasian skema estimasi arah kedatangan sinyal dengan jumlah sampel yang sangat sedikit, 2. membuka peluang sistem radar dengan topologi tersebar, dengan unit jauh yang hanya bertugas mengumpulkan sedikit data sehingga menghemat energi dan sumber daya, 3. membuka peluang sistem radar yang dapat bekerja dengan bandwidth sempit yang biasanya terdapat di daerah-daerah terpencil. 4. membuka ruang penelitian dan aplikasi lain dari compressive sensing dengan jumlah sampel sangat sedikit serta bekerja cukup baik pada lingkungan dengan noise tinggi.
5
BAB II
KAJIAN LITERATUR
Pada bagian kajian literatur ini, akan dibahas tiga macam kajian literatur yaitu kajian literatur tentang algoritma estimasi arah kedatangan sinyal, kajian literatur tentang compressive sensing, dan kajian tentang penerapan teknik compressive sensing untuk aplikasi estimasi arah kedatangan sinyal. Pada setiap bagian, akan dibahas literatur-literatur dari setiap skema serta literatur-literatur terkait lainnya. Sebelum pembahasan tentang kajian literatur tersebut dilakukan, landasan teori serta model matematisnya diperkenalkan terlebih dahulu.
II.1 II.1.1
Estimasi Arah Kedatangan Sinyal Model Matematika
Skema estimasi arah kedatangan sinyal diturunkan dari model matematik dilanjutkan dengan penyederhanaan-penyederhaannya. Untuk keperluan pemodelan ini, ditinjau susunan array antena yang berupa elemen antena isotropis yang disusun secara linier dengan jarak konstan (Gambar II.1). Susunan antena ini disebut dengan Uniform Linear Array (ULA). Dengan asumsi bahwa sinyal datang pada jarak yang yang relatif jauh maka berkas sinyal yang datang pada susunan antena tersebut dapat dianggap sejajar. a1 d a2 d a3
aM
Gambar II.1: Contoh Susunan ULA Dengan menganggap sinyal paling atas sebagai referensi, maka perbedaan jarak tempuh gelombang dari antena yang atas dengan antena yang tepat bawah adalah
6
sebesar:
∆ = d · sin θ
(II.1)
l1 l2 θ l3
d d
∆ 2∆
lM
(M − 1)∆
Gambar II.2: Sistem ULA dengan satu sumber datang pada sudut θ. Perbedaan jarak ini menyebabkan keterlambatan fasa sebesar: ψ=
2·π · d · sin θ λ
(II.2)
Dengan menotasikan sinyal sumber sebagai s(n) dan sinyal yang datang pada antena berturut-turut sebagai x1 (n), x2 (n) dan x3 (n) , maka persamaan vektor sinyal datang x(n) dapat ditulis dalam vektor menjadi: 1 −j · 2π · d · sin(θ) · s(n) λ x(n) = e −j · 2π · (N −1) · d · sin(θ) e λ
(II.3)
Persamaan di atas disingkat menjadi:
x(n) = a(θ) · s(n)
(II.4)
Dengan a(θ) disebut sebagai steering-vector. Jika jumlah antena digeneralisasi
7
menjadi M, maka steering-vector a(θ) dapat ditulis sebagai:
1 e −j λ· 2π · d · sin(θ) a(θ) = . .. −j · 2π e λ · (N −1) · d · sin(θ)
(II.5)
Pada kondisi terdapat beberapa sumber yang datang (k), maka persamaan sinyal sumber juga dapat digeneralisasi menjadi: T s(n) = s1 (n) s2 (n) · · · sk (n)
II.1.2
(II.6)
Algoritma Klasik Estimasi arah Kedatangan
Algoritma estimasi arah kedatangan sinyal yang dijadikan referensi pada penelitian ini adalah empat macam algoritma estimasi arah kedatangan klasik yang populer: Algoritma Delay-and-Sum (DAS), algoritma Minimum Variance Distortionless Response (MVDR), algoritma Multiple Signal Classification (MUSIC), dan algoritma Estimation of Signal Parameters via Rotational Invariance Technique (ESPRIT). Bagian selanjutnya akan mendiskusikan detail dari masing-masing algoritma tersebut.
Algoritma DAS Algoritma estimasi arah kedatangan dengan metode delay-and-sum ini termasuk algoritma klasik dan menjadi acuan bagi perkembangan skema estimasi arah kedatangan. Metode ini dimodelkan pertama kali oleh Sidney P. Applebaum [2]. Veen [20] memformulasikan kembali skema DAS dalam kajiannya tentang versatile adaptive beamformer. Struktur dari algoritma DAS dapat dilihat pada Gambar II.3. Pada Gambar II.3, pada setiap cabang sinyal terima xi (n), terdapat M buah tap delay dengan bobot w1 , sampai wM . Setelah melalui masing-masing bobot ini, maka sinyal akan melewati delay D. Pada skema DAS, estimasi arah kedatangan dilakukan dengan scanning semua bobot yang mungkin dengan arah scanning pada rentang sudut tertentu, tipikalnya adalah dari −90 sampai 90 derajat. Proses scanning secara praktikal dilakukan dengan men-set nilai bobot w sama dengan steering vector seperti Persamaan II.4. Spektrum amplitudo sebagai fungsi sudut
8
x1 w1
xM
wM
D
Σ
y
D
Gambar II.3: Skema DAS, diadaptasi dari [21] scanning dapat dituliskan sebagai: P (w) =
M X
wi · xi (n)
(II.7)
i=1
Arah kedatangan sinyal diestimasi sebagai θb pada nilai w yang menyebabkan P (w) bernilai maksimum. →
θb maxP (w) P (w) =
M X
wi · xi (n)
(II.8)
i=1
Nilai x(n) adalah vektor sinyal terima seperti yang dinyatakan pada Persamaan II.4. Skema delay and sum ini memiliki keuntungan dalam hal kesederhanaan. Kesederhanan ini tergambar pada skema di penerima yang hanya terdiri dari proses delay dan sum. Alasan kesederhanaan juga yang menyebabkan skema delay and sum sering menjadi pilihan implementasi untuk berbagai aplikasi, baik radio [21] maupun audio [22]. Walau pun memiliki keuntungan pada sisi kesederhanaannya, algoritma ini memiliki kelemahan. Kelemahan ini antara lain adalah rendahnya kemampuan resolusi sinyal. Resolusi rendah berimplikasi bahwa algoritma tidak dapat mendeteksi adanya dua sinyal yang memiliki arah kedatangan yang berdekatan. Kelemahan lainnya adalah sensitifitas sinyal terhadap noise dan interferensi [23].
Algoritma MVDR Skema klasik lain yang sangat popular adalah algoritma MVDR. Algoritma ini dipelopori oleh Capon [1]. Capon menawarkan skema estimasi arah kedatangan yang berbeda dibandingkan dengan skema DAS. Skema ini menggunakan ensembel
9
dari matriks kovariansi yang disusun dari vektor sinyal terima. Vektor sinyal terima x(n) dikumpulkan seperti Persamaan II.4. Matriks kovariansi dari sinyal terima dihitung dengan persamaan:
Rxx =
x(n) · xH (n) N
(II.9)
Algoritma Capon dapat dituliskan sebagai berikut: 1. hitung matriks kovariansi Rxx dari vektor sinyal datang x(n) −1 2. Hitung invers dari matrix kovariansi Rxx (Rxx )
3. bangkitkan steering vektor a(θ) seperti Persamaan II.5 untuk suatu sudut θ. 4. Hitung spektrum sinyal P (θ) untuk setiap nilai θ dari 0 sampai 360 derajat dengan persamaan (exhaustive search). 5. Tentukan arah kedatangan sinyal dengan mengambil nilai θ sehingga P (θ) bernilai maksimal. Dari sisi performa, para peneliti menemukan dua kekurangan utama dari algoritma Capon yaitu komputasi yang berat dan rentan terhadap interferensi dari jammer yang berkorelasi dengan sinyal. Komputasi yang berat dikontribusi oleh tiga hal yaitu perhitungan matriks kovariansi (langkah 1), perhitungan invers matriks kovariansi (langkah 2), dan exhaustive search (langkah 4). Perhitungan matriks kovariansi memiliki kompleksitas O(n2 ). Kompleksitas perhitungan inversi matrik memiliki komputasi yang berat [24]. Ada pun pengaruh interferensi terhadap algoritma Capon diteliti oleh Zoltowski [25]. Pada paper tersebut, Zoltowski menunjukkan sensitifitas dari algoritma MVDR Beamforming pada kasus multiple interference. Performa sistem menurun dengan drastis pada kondisi interferensi tersebut.
Algoritma MUSIC Algoritma MUSIC diusulkan oleh Ralph O. Schmidt [3]. Walau pun diterbitkan di IEEE transactions tahun 1986, skema dasarnya ini telah dipublikasikan oleh Schmidt pada beberapa lebih awal (1977-1979) di beberapa publikasi. Algoritma MUSIC adalah salah satu algoritma breakthrough di bidang beamforming. Algoritma ini termasuk yang paling banyak diteliti dan dikembangkan oleh para
10
peneliti selama beberapa dekade. Keberhasilan algoritma ini dalam mendeteksi beberapa sumber sekaligus dengan resolusi yang sangat tinggi menjadi daya tarik utama dari algoritma ini. Algoritma MUSIC termasuk pelopor dalam penggunaan eigen-analysis sehingga sering disebut eigen-assisted based algorithm. Basis dari algoritma ini adalah proses dekomposisi matriks kovariansi ke dalam vektor eigen dan nilai eigen. Proses dekomposisi ini dapat dinyatakan dengan persamaan: Rxx = U · Σ · U H
(II.10)
Dimensi dari matrik Rxx , Σ, dan U adalah M x M , dengan M adalah jumlah antena dalam array. Matriks Σ adalah matriks diagonal dengan elemen diagonal berisi nilai eigen. λ1 0 0 λ 2 Σ=. . .. .. 0 0
···
0
··· ...
0 .. .
· · · λM
= diag λ1 λ2 · · · λM
(II.11)
Pada Persamaan II.11 di atas, terdapat R buah nilai eigen dominan (R ≤< M ) yang berkorespondensi dengan R sumber sinyal yang datang [3]. Sisa nilai eigen (M-R) menyatakan nilai eigen tak dominan. Jika nilai eigen pada matrik Σ diurutkan dari yang terbesar ke yang terkecil, maka matrik U dapat dipartisi secara kolom menjadi Us dan Un . Oleh karena nilai eigen dominan dan tak dominan berturut-turut berkorespondensi dengan sinyal dan noise, maka Us dan Un berturut-turut disebut signal subspace dan noise subspace. U = Us Un
(II.12)
Selanjutnya, oleh karena setiap kolom dalam matrik U adalah saling orthonormal, maka inner-product dari setiap kolom pada Us dan Un bernilai nol. Dengan mengingat bahwa steering vector pada arah kedatangan aktual adalah kombinasi linear kolom vektor pada Us , maka a(θ)H · Un · a(θ) = 0
(II.13)
Dengan memanfaatkan Persamaan II.13, maka Schmidt mengusulkan spektrum
11
MUSIC sebagai:
P (θ) =
a(θ)H
1 · Un · a(θ)
(II.14)
Dengan θ dihitung pada semua sudut yang dipindai. Arah kedatangan ditunjukkan pada nilai θ yang memaksimalkan P (θ). Algoritma MUSIC, dengan teori yang dijelaskan di atas, dirangkum dalam langkah-langkah berikut: 1. hitung matriks kovariansi Rxx dari vektor sinyal datang x(n) 2. hitung dekomposisi eigen dari Rxx seperti Persamaan II.10 3. bangkitkan steering vektor a(θ) seperti Persamaan II.5 untuk suatu sudut θ. 4. hitung spektrum sinyal P (θ) seperti Persamaan II.14 untuk setiap nilai θ dari 0 sampai 360 derajat (exhaustive search). 5. tentukan arah kedatangan sinyal dengan mengambil nilai θ sehingga P (θ) bernilai maksimal. Analisis performa algoritma MUSIC telah banyak dilakukan oleh para peneliti (Kaveh dan Barabell [26]; Stoica and Nehorai [27]). Kaveh dan Barabell melakukan pengujian performa algoritma MUSIC dengan parameter kemampuan resolusi MUSIC dengan dua sinyal datang pada lingkungan yang memiliki noise. Hasil simulasi menunjukkan bahwa MUSIC memiliki performa yang buruk pada lingkungan dengan noise tinggi. Stoica dan Nehorai melakukan pengujian performansi algoritma MUSIC dengan menghitung jaraknya dengan batas minimum yang dapat dicapai dari suatu nilai estimasi yaitu Cramer-Rao Bound (CRB). Penelitiannya menunjukkan bahwa algoritma MUSIC memiliki performa yang hampir berimpit dengan untuk SNR yang tinggi. Kekurangannya utama dari algoritma MUSIC adalah proses perhitungan yang berat. Kompleksitas perhitungan ini disebabkan oleh tiga proses pada algoritma MUSIC yaitu perhitungan matrik kovariansi, eigen-analysis, dan exhaustive search. Keterbatasan ini menyebabkan algoritma MUSIC sangat jarang diterapkan pada aplikasi realtime ([24], [24]). Algoritma turunan MUSIC pada umumnya ditujukan untuk mengurangi perhitungan eigen-analysis. Algoritma turunan ini antara lain adalah Root-MUSIC [4], Beamspace Root-MUSIC [28] dan Unitary Root-MUSIC [7].
12
Algoritma ESPRIT Skema ESPRIT diperkenalkan oleh Roy, Paulraj, dan Kailath [8]. Skema ini mengambil pendekatan berbeda jika dibandingkan dengan algoritma DAS, MVDR, dan MUSIC. Jika algoritma DAS, MVDR, dan MUSIC melakukan proses scanning sudut pada semua kemungkinan(exhaustive search), maka algoritma ESPRIT tidak melakukan hal tersebut, melainkan memanfaatkan struktur yang disebut dengan rotational invariant dari susunan ULA. Struktur rotational invariant adalah struktur pembagian array antenna menjadi 2 sub-array, sedemikian rupa sehingga salah satu sub-array adalah versi tergeser spasial dari sub-array lainnya. Gambar III.4 memperlihatkan contoh susunan ULA dan pengelompokannya ke dalam dua sub-array yang memenuhi sifat sifat ini. Gambar (a), (b), dan (c) menunjukkan pembagian array antena menjadi sub-array J1 dan J2 . Kedua sub-array adalah identik, dengan yang satu adalah pergeseran linier dari yang lain. J1 J1
J1
J2
J2 J2
(a)
(b)
(c)
Gambar II.4: Pembagian array 4 antena menjadi dua sub-array yang bersifat rational invariant. (a) dan (b) menunjukkan dua sub-array dengan dua antena sedangkan (c) menunjukkan tiga antena dalam sub-array. Sinyal yang diterima pada sub-array 1 adalah sama dengan sinyal yang diterima dari sub-array 2 dengan perbedaan pada selisih waktu kedatangan. Dengan memanfaatkan selisih waktu kedatangan ini, Roy et al. pada [8] berhasil merumuskan algoritma untuk memperoleh arah kedatangan sinyal. Pembagian array utuh menjadi dua sub-array ini dapat dinyatakan dengan selection vector J. Sebagai contoh selection vector J1 dan J2 pada Gambar III.4.(a) berturut-turut dapat dinyatakan dengan:
J1 =
1 0 0 0 0 1 0 0
13
(II.15)
J2 =
0 0 1 0 0 0 0 1
(II.16)
Seperti halnya algoritma MUSIC, algoritma ESPRIT memanfaatkan analisis eigen dari matrik kovariansi. Pembagian nilai eigen menjadi komponen dominan dan komponen tak dominan yang berkorespondensi dengan signal subspace Us dan noise subspace Un . Lebih lanjut, algoritma ESPRIT menghitung signal subspace pada masing-masing sub-array. Signal subspace sub-array 1 dan sub-array 2 berturut-turut dihitung dengan
Us1 = J1 · Us
(II.17)
Us2 = J2 · Us .
(II.18)
Urutan estimasi arah kedatangan sinyal dengan algoritma ESPRIT dapat dirangkum dalam langkah-langkah berikut (langkah 1 dan adalah sama dengan langkah pada algoritma MUSIC): 1. hitung matriks kovariansi Rxx dari vektor sinyal datang x(n) 2. hitung dekomposisi eigen dari Rxx seperti untuk menghasilkan matrik Σ dan U 3. partisi matrik U menjadi Us dan Un sesuai dengan nilai eigen dominan dan tak dominan. 4. Tetapkan selection vector J1 dan J2 5. Hitung sinyal subspace dari sub-array J1 dan J2 (Persamaan II.17 dan II.18) 6. hitung matrik rotational invariant H H + · Us2 . · Us1 )−1 · Us1 · Us2 = (Us1 Ψ = Us1
(II.19)
7. lakukan dekomposisi pada matrik Ψ dan tentukan nilai eigen dominan 8. estimasi sudut kedatangan dengan kedatangan dihitung dengan persamaan: θi = tan
−1
14
im(λi ) re(λi )
(II.20)
Variabel λi menyatakan nilai eigen dominan ke-i dari matrik Ψ, sedangkan operator im(.) dan re(.) berturut-turut menyatakan bagian imaginer dan real dari bilangan kompleks Modifikasi dan perbaikan algoritma ESPRIT banyak dilakukan oleh para peneliti. Sebagian besar modifikasi tersebut ditujukan untuk mengurangi atau menghindari perhitungan eigen analysis yang biasanya melibatkan perhitungan bilangan kompleks dalam dimensi yang besar, lainnya berupaya untuk menyederhanakan perhitungan yang melibatkan bilangan komplek. Xu [10] mengusulkan skema Beamspace ESPRIT yang berfokus pada upaya penyederhanaan eigen analysis. Huarng [6] memanfaatkan hasil penelitian Lee [5] tentang matrik centro-hermitian, mengajukan transformasi unitary untuk mengubah nilai kompleks menjadi nilai riil. Hasil ini menginspirasi Martin Haardt untuk melakukan upaya penyederhanaan perhitungan bilangan kompleks dengan transformasi unitary. Hasil modifikasi ini diberi nama Unitary ESPRIT [9].
II.2
Compressive Sensing
Dalam dunia digital, diperlukan langkah digitalisasi untuk mengubah sinyal analog menjadi sinyal digital. Proses utama adalah langkah digitalisasi adalah sampling. Proses sampling adalah proses mencuplik sinyal analog secara periodik dengan suatu interval tertentu. Perioda antar sampel telah diteliti orang dan dituangkan dalam berbagai paper. Teori sampling klasik dipelopori oleh Harry Nyquist [29]. Teori ini kemudian dikembangkan pula oleh Claude Shannon yang terkenal dalam paper klasiknya [30]. Teorema sampling Nyquist-Shannon ini menyatakan bahwa frekuensi sampling minimum harus memenuhi: FSM = 2 · fmax
(II.21)
Pada Persamaan II.21, FSM adalah frekuensi sampling minimum, dan fmax adalah frekuensi maksimum yang dibawa oleh sinyal informasi. Sebagai contoh, sinyal analog yang berasal dari suara manusia, memiliki frekuensi maksimum 3.400 Hz. Dengan demikian frekuensi sampling minimum yang diperlukan untuk digitalisasi adalah 6.800 sampel / detik. Terdapat dua permasalahan yang dihadapi oleh teori sampling klasik, yaitu jumlah sampel yang banyak dan redudansi yang tinggi untuk sinyal tertentu. Jumlah sampel
15
yang banyak terjadi karena sinyal secara periodik harus di-sampling. Sebagai contoh, untuk suara manusia di atas, dalam satu detik terdapat 6.800 sampel. Dengan demikian dalam satu menit terdapat 60 x 6.800 sampel atau 408.000 sampel. Permasalahan redudansi terjadi jika sinyal yang disampling memiliki pola teratur.Sebagai contoh sinyal sinusoidal dengan frekuensi 1 MHz, memerlukan frekuensi sampling 2 juta sampel per detik. Di sisi lain, mensampling sinyal sinusoidal 1 menit tidak memberikan informasi tambahan dibandingkan dengan mensampling sinyal sinusoidal 1 detik. Permasalahan teori sampling klasik ini, khususnya permasalahan kedua, yang melahirkan teori sampling baru yang disebut compressive sampling atau compressive sensing. Compressive Sensing mengambil asumsi bahwa sinyal yang disampling bersifat sparse. Sparse atau sparsity pada sinyal menunjukkan bahwa sinyal hanya memiliki sedikit komponen signifikan. Sisa komponen adalah nol. Sebagai contoh dari sinyal sparse adalah sinyal yang memiliki sangat sedikit nilai tak nol dan sisanya bernilai nol. Contoh lain adalah sinyal sinusoidal dan sinyal periodik (sinyal gergaji, sinyal persegi periodik, dan sebagainya). Teori compressive sensing dimulai dengan asumsi sparsitas sinyal ini. Publikasi pionir di bidang ini antara lain adalah David L Donoho [11] dan Emmanuel Candes [12]. Sedangkan aspek teknis dan aplikasi banyak diteliti dan dikembangkan oleh Candes dan Richard Baraniuk [13]. Mengingat penelitian compressive sensing tersebar di berbagai bidang, beberapa peneliti merangkum perkembangan dan potensi compressive sensing dalam survey paper, antara lain oleh Strohmer [31] dan pada bidang sistem komunikasi oleh Hayashi et al. [32].
II.2.1
Terminologi Pada Compressive Sensing
Sebelum membahas model matematis dari compressive sensing, maka perlu dibahas terlebih dahulu beberapa terminologi yang terkait dengan teknik CS. Terminologi ini antara lain adalah sparsitas sinyal, norm, measurement matrix, dan sifat restricted isometric property. Terminologi-terminologi ini dijelaskan di berbagai literatur CS ([11], [12], dan [13]). Hayashi et al. meresume terminologi ini secara sistematis dalam paper survei tentang CS ([32]).
Sparsitas sinyal. Sparsitas sinyal menyatakan jumlah elemen tak nol dalam sinyal tersebut. Tingkat sparsitas ini dinyatakan dengan tingkat sparsitas k. Sebagai contoh, k = 5 menyatakan bahwa sinyal mengandung 5 nilai tak nol. Gambar II.5
16
menunjukkan contoh sinyal sparse dengan tingkat sparsitas 3. 2,3
2
n -1,2
Gambar II.5: Contoh sinyal sparse dalam domain waktu Sinyal yang sparse dalam domain waktu dapat dilihat langsung dari plot sinyal. Banyak jenis sinyal lain yang tidak sparse dalam domain waktu, namun sparse dalam suatu basis lain. Sebagai contoh sinyal sinusoidal, sinyal ini tidak sparse pada domain waktu, namun sparse pada domain frekuensi. Jika sinyal x bersifat sparse dalam basis Ψ, dapat didekomposisi menjadi:
x = Ψ · xˆ
(II.22)
Dengan xˆ adalah sinyal sparse dalam domain waktu.
Norm. Jika x(n) menyatakan sinyal pengamatan pada waktu n dari 1 sampai N , x(n) = [x1 , x2 , · · · , xN ], maka norm orde-p (p non-negatif) dari x(n) dinyatakan dengan: v uN −1 uX p |x| = t xp (n) (II.23) p
0
Simbol |.| menyatakan nilai absolut. Tiga norm yang sering dipakai pada CS adalah norm orde-0 (l0 ), norm orde-1 (l1 ), dan norm orde-2 (l2 ). Norm orde-0 menyatakan jumlah elemen tak nol pada sinyal. Norm orde-1 menyatakan jumlah absolut dari elemen tak nol pada sinyal, sedangkan norm orde-2 menyatakan jarak euclidean yang dibentuk oleh pada sinyal. Gambar II.6 menunjukkan arti geometris dari norm orde-1 dan orde-2 dari sinyal x dengan dua elemen x1 dan x2 .
Measurement matrix. Measurement matrix adalah terminologi penting pada CS. Measurement matrix sering disebut juga sebagai sensing matrix. Matrik ini berfungsi untuk mengurangi jumlah sampel sinyal semula. Jika matrik semula x terdiri dari n elemen, maka untuk mengurangi jumlah sampel menjadi matrik y
17
norm orde-2 x2 norm orde-1
1
x1
Gambar II.6: Ilustrasi norm orde-1 dan norm orde-2. menjadi m elemen (m < n), maka diperlukan dan measurement matrix A berdimensi m x n. Sinyal hasil y diperoleh dengan mengalikan sinyal x dengan measurement matrix A.
y = A·x
(II.24)
Pada Persamaan II.24, sinyal y berdimensi m x 1, matriks A berdimensi m x n, dan matrik x berdimensi n x 1. Sinyal x disebut sebagai sinyal asli dan sinyal x disebut sinyal pengukuran.
Restricted Isometric Property - RIP. Permasalahan lain yang penting pada CS adalah memilih measurement matrix A sedemikian sehingga sinyal asli x dapat dikembalikan dari pengukuran y. Emmanuel Candes [12] menurunkan syarat dari measurement matrix A yang disebut dengan RIP. Suatu measurement matrix A dikatakan bersifat RIP jika memenuhi kondisi:
(1 − δs ) · |x|2 ≤ |A · x|2 ≤ (1 + δs ) · |x|2
(II.25)
Dengan δs adalah suatu bilangan kecil. Sifat RIP ini secara geometris menyatakan bahwa norm orde-2 dari vektor x sebelum dan setelah transfromasi tidak berubah banyak. Setelah mengenalkan beberapa terminologi ini, berikutnya akan dibahas tentang model matematik dari CS.
18
II.2.2
Model Matematik
Tujuan dari CS adalah melakukan sampling dari sinyal sparse x(n) sehingga diperoleh sinyal hasil sampling y(n) yang memiliki jumlah sampel yang lebih sedikit dari x(n). Pengurangan sampel ini dilakukan sedemikian sehingga dimungkinkan untuk memperoleh kembali sinyal asli x(n) melalui proses rekonstruksi. Proses sampling ini dinyatakan dengan Persamaan II.24 untuk suatu matriks compressive measurement matrix A. Permasalahan rekonstruksi yang harus dipecahkan adalah, jika y(n) adalah hasil CS serta measurement matrix A diberikan, bagaimana memperoleh kembali sinyal x(n) ini.
Algorima Penyelesaian CS. Terdapat 2 skema utama dalam menyelesaikan masalah rekonstruksi, yaitu: basis pursuit (BP) dan greedy.
Basis Pursuit (BP). Algoritma BP banyak dikembangkan oleh kelompok Terence Tao, Justin Romberg, dan Emmanuel Candes ([33], [33], dan [34]). Permasalahan compressive sensing seperti pada Persamaan II.24 diselesaikan secara BP dengan mencari kombinasi x, yang memenuhi norm orde-1 minimal. Secara matematis, konstrain penyelesaian BP dapat dituliskan sebagai:
ˆ l1 = arg min |x| subject to A · x = y x x
(II.26)
Penyelesaian dari Persamaan II.26 dengan BP adalah mencari semua kemungkinan nilai yang meminimalisasi |x|l1 . Untuk kondisi dua dimensi (x(n) = [x1 x2 ]), maka permasalahan BP dapat diilustrasikan seperti pada Gambar II.7. Secara analitis permasalahan BP diselesaikan dengan Linear Programming. Justin Romberg [35] menyelesaikan permasalahan BP dengan software l1 −M agic. Variasi lain dari penyelesaian BP adalah dengan Convex Programming. Skema berbasis convex programming ini dikembangkan oleh Stephen Boyd [36] bekerja untuk lingkungan Matlab.
19
x2 P A·y
|x|l1 = c1
x1
|x|l1 = c2
Gambar II.7: Ilustrasi solusi CS dengan BP untuk 2 variabel Algoritma Greedy. Skema algoritma greedy secara teori dipelopori oleh Friedman dan Stuetzle [37] dalam kajiannya tentang regression projection pursuit sebagai penyelesaian dari persamaan linier. Mallat dan Zhang [38] selanjutnya menggunakan dasar dari projection pursuit tersebut untuk menyelesaikan persamaan linier dalam kajiannya tentang time-frequency matching pursuit. Istilah matching pursuit dipakai oleh Mallat dan Zhang untuk menggambarkan proses mencari basis dari sinyal. Basis ini disusun dalam suatu dictionary dengan jumlah elemen biasanya melebihi kebutuhan (over complete dictionaries). Istilah basis ini pada literatur lain disebut juga dengan atom (Chen et al.[39]). Permasalahan compressive sensing sebagai mana yang direpresentasikan pada Persamaan II.24, pada skema greedy, dipandang sebagai permasalahan kombinasi linier dari setiap kolom (basis) dari measurement matrix A, dengan kombinasi menggunakan koefisien pada x. Skema greedy melakukan langkah invers dari kombinasi linier ini. Proses inversi ini dimulai dengan mencari basis terdekat dari A yang paling dekat dengan vektor pengukuran y. Basis terdekat diambil sebagai basis memberikan hasil proyeksi y yang terbesar. Nilai proyeksi dikalikan kembali dengan y dan dikurangkan dengan basis yang dipilih menghasilkan residu. Basis terdekat berikutnya dicari dari proyeksi residu ini ke basis tersisa. Demikian proses ini diulangi sehingga nilai residu lebih kecil dari suatu nilai threshold. Gambar II.8 mengilustrasikan proses mencari basis ini. Pada Gambar II.8, diasumsikan measurement matrix A sebagai A = [A1 A2 A3 ] sehingga terdapat tiga basis yaitu A1 , A2 , A3 . Proyeksi y pada A1 , A2 , dan A3 menghasilkan yA1 , yA2 , dan yA3 . Pada gambar tersebut, terlihat bahwa basis yang terpilih adalah A2 , karena panjang yA2 dari O adalah yang paling besar. Jika setiap basis adalah orthogonal, maka skema Matching Pursuit yang diusulkan oleh Mallat dan Zhang menjadi skema Orthogonal Matching Pursuit (OMP). OMP adalah salah satu algoritma populer di CS yang diperkenalkan oleh Tropp [40].
20
b2 A3
y A2 yA2
yA3 O
b1
yA1 A1
Gambar II.8: Ilustrasi Matching Pursuit dengan tiga basis Tropp memformulasikan skema OMP sebagai berikut: 1. inisialisasi proses dengan basis A1 , A2 , ... An , dan residu awal r1 = y 2. pilih basis Ai yang memaksimalkan inner product: max(< Aj , ri >) untuk semua j 3. hitung residu ri untuk iterasi berikutnya: ri = ri−1 − < Ai , ri > · ri 4. ulangi langkah 2 dan 3 di atas sampai nilai residu lebih kecil dari suatu threshold Skema lain yang termasuk dalam kategori greedy adalah skema Focal Underdetermined Problem Solver (FOCUSS). Algoritma ini diusulkan oleh Goronitsky dan Rao [14] dalam kajiannya tentang solusi persamaan linear yang melibatkan teknik sparsitas. Skema FOCUSS menggunakan teknik proyeksi pseudo-inverse sebagai ganti dari proyeksi inner product yang digunakan pada algoritma OMP.
II.3
Compressive Sensing Pada Estimasi Arah Kedatangan
Pada bagian sebelumnya, telah dibahas upaya penyederhanaan yang terdapat pada skema estimasi arah kedatangan, yaitu kompleksitas perhitungan. Para peneliti melakukan modifikasi-modifikasi serta manipulasi matematik antara lain untuk menghidari perhitungan eigen-analysis mau pun transformasi unitary untuk memetakan nilai kompleks ke dalam nilai real. Pada bagian ini akan dibahas upaya lain untuk mengurangi kompleksitas perhitungan yaitu dengan cara pengurangan jumlah sampel sesuai prinsip dari compressive sensing.
21
Secara umum, penerapan compressive sensing pada algoritma estimasi arah kedatangan dapat dikelompokkan berdasarkan tiga teknik, yaitu teknik sparse spatial [15] dan [17], teknik sparse pada waktu [16], dan teknik sparse pada sudut kedatangan [14]. Pada skema dengan teknik sparse spatial, matrik sampling A dipilih sedemikian sehingga sinyal yang diolah oleh M buah antena penerima dikurangi menjadi K buah antena (K < M). Skema dengan teknik sparse pada waktu, matrik sampling A dipilih sedemikian sehingga sinyal yang diambil sepanjang T dikurangi menjadi R (R < T). Pendekatan dengan teknik sparse pada sudut kedatangan bekerja dengan hanya mengambil satu sampel pengukuran, kemudian membentuk matrik pengukuran A yang tersusun dari vektor kolom yang berasal dari steering vector pada semua arah kedatangan yang dipindai. Meskipun menggunakan asumsi yang berbeda, ketiga skema di atas memiliki prinsip kerja yang sama. Untuk ilustrasi dan menjelaskan keberhasilan dan permasalahan yang masih ada pada algoritma compressive sensing ini, maka dilakukan simulasi algoritma compressive sensing berbasis sparsitas sudut yang dikembangkan oleh Goronitsky dan Rao [14]. Skema ini memiliki kapabilitas untuk mengestimasi arah kedatangan sinyal dengan hanya menggunakan satu sampel saja. Kekurangannya adalah sifat sensitif terhadap noise. Skema ini yang akan dikembangkan lebih lanjut pada penelitian ini untuk menghasilkan skema compressive sensing yang lebih kuat terhadap noise. Bagian Simulasi Pendahuluan (Bab V) pada proposal ini menunjukkan hasil simulasi dari skema ini, termasuk kekurangan serta hasil-hasil lain terkait dengan modifikasi dan rencana perbaikannya.
22
BAB III
METODOLOGI
Ada pun urutan pengerjaan pada rencana penelitian ini adalah: persiapan data, persiapan lingkungan simulasi, simulasi, dan analisis performansi (Gambar III.1)
Persiapan Data
Persiapan Lingkungan Simulasi
Simulasi
Analisis Performansi
Gambar III.1: Langkah pengerjaan penelitian
III.1
Persiapan Data
Persiapan data adalah tahapan pembangkitan data untuk simulasi. Tahapan ini terdiri dari dua tahap yaitu penyiapan data input, dan penyiapan data noise. Pada penelitian estimasi arah kedatangan sebelumnya yaitu MUSIC [3] dan ESPRIT [8], sinyal radar yang dibangkitkan berupa sinyal sinusoidal. Sinyal sinusoidal untuk radar tersebut terdiri dari sinyal sinusoidal murni (pure sinusoid / monochrome, dan sinyal sinusoidal majemuk (composite sinusoids). Sinyal sinusoidal murni adalah sinyal yang hanya terdiri dari satu komponen sinyal sinusoidal. Sinyal sinusoidal majemuk adalah sinyal yang terdiri dari superposisi dari beberapa sinyal yang sinusoidal. Sinyal sinusoidal murni dinyatakan dengan persamaan x(n) = sin(2 · π · f · n + φ)
23
(III.1)
Sedangkan persamaan untuk sinyal sinusoidal majemuk adalah
x(n) =
N X
sin(2 · π · fi · n + φi )
(III.2)
i=1
Pada Persamaan III.2, sinyal tersusun atas komposisi N buah sinyal sinusoidal. Fasa sinyal (φi ) dibangkitkan secara random dengan distribusi uniform pada interval [0 − 2π]. Gambar II.2 dan II.3 memperlihatkan sinyal sinusoidal murni dan sinyal sinusoidal majemuk. Di samping penentuan fasa sinyal, penentuan frekuensi juga penting. Frekuensi sinyal ditentukan sesuai dengan kondisi aktual di lapangan. Frekuensi tipikal untuk sinyal radar adalah 300 MHz. 1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
−0.2
−0.4
−0.6
−0.8
−1
0
100
200
300
400
500
600
Gambar III.2: Sinyal sinusoidal murni (pure sinusoid)
6
4
2
0
−2
−4
−6
0
100
200
300
400
500
600
Gambar III.3: Sinyal sinusoidal majemuk dengan 12 elemen frekuensi
Untuk noise, noise dibangkitkan untuk mengemulasi situasi pemancar, kanal, dan penerima. Oleh karena komunikasi antara pemancar dan penerima bersifat line of sight, maka noise yang muncul di penerima adalah noise gaussian yang bersifat aditif (additive white gaussian noise - AWGN). Noise AWGN ini secara simulasi dibangkitkan berdasarkan distribusi gaussian dengan mean 0 dan variance σ 2 .
24
Penambahan sinyal dengan noise AWGN ini diatur setelah nilai amplitudo sinyal dan nilai amplitudo noise ditetapkan. Perbandingan nilai amplitudo sinyal dan noise ini dinyatakan dengan istilah Signal to Noise Ratio (SNR). SNR biasanya dinyatakan dalam logaritma basis 10 yang disebut decibel (dB).
SN R = 10 · log(
Ps ) Pn
(III.3)
Dengan Ps adalah daya rata-rata sinyal dan Pn adalah daya rata-rata noise. Daya sinyal dan noise berturut-turut dinyatakan dengan:
Ps =
PN
x2s (n) N
(III.4)
Pn =
PN
x2n (n) N
(III.5)
i=1
i=1
Gambar III.4, memperlihatkan sinyal yang telah terkena noise AWGN. Pada gambar tersebut, SNR adalah sebesar 20 dB. 6
4
2
0
−2
−4
−6
0
100
200
300
400
500
600
Gambar III.4: Sinyal sinusoidal majemuk yang terkena noise dengan SNR 10 dB
Pada pelaksanaan penelitian, pengaruh dari noise diselidiki dengan mengubah-ubah nilai SNR pada setiap simulasi.
III.2
Persiapan Lingkungan Simulasi
Untuk simulasi estimasi arah kedatangan sinyal ini, beberapa skema akan disimulasikan antara lain skema estimasi arah kedatangan klasik dan compressive
25
sensing. Untuk simulasi estimasi arah kedatangan klasik, persiapan simulasi akan meliputi: • persiapan setting array antena • penentuan jumlah sumber sinyal • penentuan faktor lingkungan
Persiapan Antena . Persiapan setting array antena secara sederhana adalah menentukan jenis susunan antena dan jarak antar elemennya. Untuk seluruh simulasi, susunan antena dipilih jenis Uniform Linear Array (ULA) dengan jarak antar elemen konstanta. Mengikuti penelitian yang terdahulu, jarak antar elemen dipilih λ/2. Gambar berikut memperlihatkan asumsi array antena yang disimulasikan. Jumlah elemen antena yang terdapat dalam array adalah M. a1 d a2 d a3
aM
Gambar III.5: Susunan ULA dengan jumlah elemen M dan jarak antar elemen d.
Penentuan jumlah sumber . Penentuan jumlah sumber merupakan parameter yang penting pada simulasi. Pada kondisi satu sumber saja, permasalahan estimasi arah kedatangan sinyal hanya fungsi dari SNR noise saja. Pada kondisi beberapa sinyal yang datang, permasalahannya adalah penentuan sudut kedatangan pada masing-masing sumber merupakan fungsi dari noise, jarak sudut antara dua sinyal berdekatan, serta korelasi antar sinyal. Gambar III.6 memperlihatkan jumlah sumber satu dan beberapa. Pada Gambar III.6(b), jarak sudut antara sumber satu dan sumber dua adalah θ1 − θ2 . Kemampuan dari algoritma untuk memisahkan jarak sudut terkecil disebut dengan resolusi dari algoritma tersebut.
26
a1
θ
a1
a2
θ
a2
a3
θ
a3
aM
θ
aM
(a)
θ1
θ2
(b)
Gambar III.6: Sinyal yang datang ke array antena. (a). Satu sumber (b). Dua sumber dengan sudut datang θ1 dan θ2 Penentuan faktor lingkungan . Faktor lingkungan ini antara lain meliputi redaman sinyal akibat propagasi dan pergeseran frekuensi akibat efek doppler akibat pergerakan sumber. Redaman sinyal akibat propagasi terjadi karena jarak yang ditempuh, serta sifat fisis media yang dilintasi. Untuk keperluan simulasi ini, media propagasi yang dilewati adalah udara bebas. Parameter fisis udara bebas adalah permitivitas (ǫ0 ) dan permeabilitas (µ0 ). Dengan asumsi ini, maka cepat rambat gelombang di udara adalah 3 · 108 meter per detik. Redaman propagasi gelombang mengikuti model path-loss yaitu: α = 32, 5 + 20 · f + 20 · d
(III.6)
Dengan α adalah redaman dalam dB, f adalah frekuensi dalam MHz, dan d adalah jarak dalam kilometer. Pergeseran frekuensi dilakukan dengan mensimulasikan pergerakan objek dengan kecepatan v. Pergeseran frekuensi yang ditimbulkan oleh kecepatan ini dihitung dengan persamaan: ∆f =
III.3
v · f0 · cos(θ) c
(III.7)
Simulasi
Setelah proses persiapan data dan persiapan lingkungan simulasi ditetapkan, berikutnya adalah membangun sistem simulasi sesuai dengan yang direncanakan.
27
Terdapat tiga skema yang akan diteliti pada penelitian ini, yaitu skema compressive sensing berbasis sparsitas pada domain frekuensi, sparsitas pada domain spasial, dan sparsitas pada domain arah kedatangan. Ketiga skema ini telah dibahas pada bagian kajian literatur sebelumnya.
III.4
Analisis Perfomansi
Untuk menilai keberhasilan skema, maka diperlukan parameter-parameter untuk mengukur performansi dari skema-skema yang diteliti. Parameter performansi yang akan diukur adalah: • akurasi sebagai fungsi dari SNR • resolusi sebagai fungsi dari SNR • akurasi sebagai fungsi dari doppler shift • akurasi sebagai fungsi dari tingkat sparsitas frekuensi
Akurasi sebagai fungsi dari SNR. Akurasi yang dimaksud di sini adalah nilai absolut dari selisih antara sudut aktual kedatangan sinyal dengan sudut hasil estimasi skema. Untuk memperoleh hasil yang memadai, maka nilai akurasi ini perlu disimulasikan cukup banyak, dan hasil yang diambil adalah nilai rata-rata dari semua percobaan tersebut.
AK =
PNs
[θ − θbi ] Ns
i=1
(III.8)
Nilai AK menyatakan akurasi, θ adalah sudut aktual, θbi adalah sudut estimasi ke-i, dan Ns adalah jumlah eksperimen yang dilakukan. Percobaan diulangi untuk nilai SNR yang berbeda-beda.
Resolusi sebagai fungsi dari SNR. Percobaan pengukuran resolusi dilakukan dengan menggunakan dua sumber pada dua sudut berbeda. Selisih dari kedua sudut ini dinyatakan sebagai jarak sudut. Jarak dari kedua sudut ini kemudian diperkecil sampai pada batas ketika algoritma tidak dapat lagi memisahkan kedua sumber tersebut. Nilai minimal jarak sudut ini disebut sebagai resolusi dari algoritma. Percobaan kemudian diulangi lagi beberapa kali untuk kemudian diambil nilai
28
rata-rata resolusi dari semua percobaan. Seperti halnya pada percobaan akurasi, percobaan resolusi ini dilakukan juga pada nilai SNR yang berbeda-beda.
Akurasi sebagai fungsi dari doppler shift. Pada percobaan jenis ini, sumber adalah sinyal sinusoidal murni dengan frekuensi f0 yang bergerak dengan suatu kecepatan v. Akibat pergerakan ini, maka frekuensi sinyal bergeser dari nilai semula dengan besar bergeseran seperti yang dihitung dengan persamaan III.7. Untuk hasil yang lebih baik, nilai yang akan dilaporkan di sini adalah nilai rata-rata dari sinyal setelah dilakukan beberapa kali percobaan. Seperti halnya percobaan akurasi, pada percobaan ini, lingkungan sinyal juga dilakukan pada SNR yang berbeda-beda.
Akurasi sebagai fungsi dari tingkat sparsitas frekuensi. Pada beberapa kasus, sinyal yang dikirim bukan berupa sinyal sinusoidal murni, namun sinyal sinusoidal komposit. Ketepatan estimasi arah kedatangan sinyal merupakan fungsi dari ketepatan estimasi jumlah komponen dari frekuensi sinyal penyusunnya. Mengingat bahwa jumlah frekuensi sinyal penyusun tetap lebih sedikit dibandingkan dengan sampel sinyal, maka asumsi sparsitas sinyal di frekuensi masih tetap berlaku. Pada percobaan jenis ini, jumlah frekuensi sinyal akan divariasikan, selanjutnya setiap metoda akan diukur tingkat akurasi estimasi sudutnya. Seperti percobaan yang lain, akan diambil nilai rata-rata dari beberapa percobaan. Demikian juga lingkungan yang akan diubah-ubah tingkat SNR-nya dengan beberapa nilai yang berbeda-beda.
III.5
Skema yang ditinjau
Pada proposal ini, dari tiga skema yang dibahas di atas, skema compressive sensing berbasis sparsitas pada arah kedatangan yang akan ditinjau dan diperbaiki. Skema ini memiliki keuntungan dibandingkan dengan skema sparsitas pada ruang/spasial maupun skema sparsitas pada waktu. Keuntungan ini yaitu jumlah sampel yang ekstrim sedikit. Irina Goronitsky dan Bhaskar Rao ([14]) bahkan hanya menggunakan satu sampel saja. Skema ini dapat diilustrasikan seperti pada Gambar III.7. Skema ini, dengan kesederhanaannya, memiliki kelemahan utama yaitu rentan terhadap noise. Pada bagian Simulasi Awal akan ditunjukkan kelemahan skema ini secara simulasi. Untuk perbaikannya, pada proposal ini ditawarkan multi-snap dari skema sparsitas
29
a0,1 a1,1 a0,2 a1,2 ... ... a0,M a1,M
· · · aθx,1 · · · a360,1 · · · aθx,2 · · · a360,2 ... ... ... ... · · · aθx,M · · · a360,M
0
x1
0 ...
x2
1
xM
...
... steering vector untuk sudut θx
0
steering vector untuk sudut 0
Gambar III.7: Skema Compressive Sensing untuk Estimasi Arah Kedatangan dengan satu sampel sinyal sudut. Berbeda dengan skema asalnya yang hanya menggunakan satu sudut, skema multi-snap menggunakan beberapa snaps sinyal terima, untuk kemudian diestimasi arah kedatangan. Hasilnya kemudian dikompilasi untuk menghasilkan estimasi arah kedatangan yang lebih akurat. Hasil simulasi dari skema multi-snap dari sparsitas sudut tersebut diperlihatkan pada bagian Simulasi Awal. Gambar III.8 memperlihatkan skema multi-snap sparsitas sudut tersebut.
a0,1 a1,1 a0,2 a1,2 ... ... a0,M a1,M
· · · aθx,1 · · · a360,1 · · · aθx,2 · · · a360,2 ... ... ... ... · · · aθx,M · · · a360,M
0 0 ··· 0 0 0 ··· 0 ... .. · · · . . . ... 1 · · · . 1 0 ··· 1 ... ... · · · ...
x11 · · · xN 1 x12 · · · xN 2 ...
. · · · ..
x1M · · · xN M
steering vector untuk sudut θx
0 0 ··· 0
steering vector untuk sudut 0
Vektor pengamatan/keluaran antena N snapshot
Maktrik indikator arah kedatangan (dicari) Nilai 1 tidak mesti terjadi pada baris yang sama
Gambar III.8: Skema multi-snap sparsitas sudut
30
BAB IV
TIMELINE RENCANA PENELITIAN
Penelitian ini direncanakan selesai dalam kurun waktu tiga tahun (2014-2016). Perencanaan pengerjaan dibagi per tahun. Rincian rencana penelitian untuk tahun 2014, 2015, dan 2016 dijabarkan dalam Tabel IV.1, Tabel IV.2, dan Tabel IV.3. Rencana penelitian ini dibagi menjadi tahapan-tahapan yaitu: • Persiapan penelitian Meliputi kegiatan studi state of the art, penentuan fokus, penelitian awal dengan mensimulasikan metoda estimasi arah kedatangan yang ada serta teknik-teknik compressive sensing, merumuskan rencana kontribusi, penyusunan proposal dan ujian kualifikasi • Pelaksanaan Penelitian Merumuskan metode yang baru, yaitu penggabungan algoritma estimasi arah kedatangan dengan compressive sensing, membandingkan dengan algoritma yang ada dan memodifikasi lebih lanjut untuk memperoleh keunggulan skema. • Pengujian dengan simulasi • Publikasi dan Seminar Kemajuan I, II, dan III • Perumusan kontribusi ilmiah, penulisan disertasi dan Seminar Kemajuan IV • Ujian disertasi. Adapun target detail per dijabarkan dengan rincian berikut. Untuk tahun 2014, target utama adalah pada menemukan permasalahan dan proposed method. Proposed method di sini masih bersifat tentatif, namun ditanda keberhasilan dari proposed method ini diverifikasi dengan simulasi awal. Dua milestone yang diharapkan dicapai pada tahun 2014 adalah Seminar Proposal dan Pengajuan Seminar I. Ada pun paper awal diharapkan dapat dikirimkan pada jurnal nasional. Untuk tahun 2015, target yang dipentingkan adalah proposed method baru, atau pematangan dari proposed method semula. Tantangan yang akan dijawab pada tahun kedua ini adalah keberhasilan untuk mengirim pada jurnal internasional dan diterima. Ada pun target yang direncanakan sehubungan dengan syarat akademik pendidikan adalah melakukan Seminar Kemajuan II serta pengajuan untuk mengikuti Seminar Kemajuan III. Rencana pada tahun ketiga (tahun 2016) adalah penulisan makalah disertasi dan pelengkapan syarat lainnya yaitu Seminar Kemajuan III dan IV. Penulisan paper
31
dan pengirimannya mungkin masih dilakukan, jika syarat paper belum terpenuhi atau paper tahun sebelumnya tidak lolos publikasi. Sidang tertutup menjadi target penting pada tahun ketiga ini. Tabel IV.1: Rencana Kegiatan Penelitian Tahun 2014 No
Kegiatan Penelitian 1
1 2 3 4 5 6
2
3
4
Bulan ke5 6 7 8 9
10
11
12
11
12
11
12
Persiapan Penelitian Ujian Kualifikasi Analisis Metode DoA dan CS yang ada Perumusan algoritma yang ditawarkan Penulisan paper dan pengajuan publikasi Pengajuan Seminar Kemajuan I
Tabel IV.2: Rencana Kegiatan Penelitian Tahun 2015 No
Rencana Kegiatan 1
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
2
3
4
5
Bulan ke6 7 8 9
10
Seminar Kemajuan I Formulasi Metode Baru Simulasi Metode Baru Penulisan Paper dan Publikasi Pengajuan Seminar Kemajuan II Seminar Kemajuan II Perbandingan Metode Baru dengan Metode Lama Simulasi komprehensif Penulisan Paper dan Publikasi Pengajuan Seminar Kemajuan III
Tabel IV.3: Rencana Kegiatan Penelitian Tahun 2016 No
Rencana Kegiatan
1 2 3 4 5 6
Seminar Kemajuan III Penulisan Paper untuk Junal Internasional Pengajuan Seminar Kemajuan IV Seminar Kemajuan IV Penulisan Disertasi Ujian Disertasi
1
32
2
3
4
Bulan ke5 6 7 8 9
10
BAB V
V.1
SIMULASI PENDAHULUAN
Simulasi dalam lingkungan berderau
Pada bagian ini akan ditunjukkan permasalahan pada skema estimasi arah kedatangan dengan teknik sparsitas sudut yang diusulkan oleh Irina dan Rao [14] (Gambar III.7). Permasalahan yang dimaksudkan di sini adalah sensitif skema terhadap noise. Sifat sensitif terhadap noise ini mudah diperkirakan karena menurut teori estimasi, nilai terbaik untuk mengestimasi suatu besaran adalah dari nilai rata-rata pengukuran tersebut ([19]). Dengan hanya satu sampel, maka nilai rata-rata tergantung dengan sampel itu sendiri. Untuk verikasi kelemahan ini, program simulasi dikembangkan menggunakan Matlab dengan parameter sebagai berikut: • jumlah antena : 12 • jumlah sumber : 1 • sudut kedatangan sinyal : -30 derajat • jarak antar antena (λ) : 0,5 • SNR (db) : variabel dari -20 sampai 20 dengan interval 5 dB. • jumlah percobaan : 10 kali untuk setiap SNR. Hasil simulasi berupa estimasi arah kedatangan diperlihatkan pada Gambar V.1. Pada gambar tersebut, terlihat bahwa skema sparsitas sudut memiliki kesalahan estimasi yang besar untuk SNR yang kurang dari 5 dB. Untuk membandingkan tingkat estimasi kesalahan pada tiap SNR, maka pada setiap SNR, hasil estimasi sudut kedatangan dihitung nilai standar deviasinya. Standar deviasi ini dikurvakan seperti yang tampak pada Gambar V.2. Pada Gambar V.2, terlihat bahwa skema sparsitas sudut satu sampel memiliki akurasi yang kurang baik pada SNR kurang dari 5 dB. Kesalahan akurasi walau pun kecil, masih terlihat untuk SNR 5 dan 10 dB. Untuk melihat seberapa buruk kondisi ini, bagian berikutnya akan dibandingkan performa skema sparsitas sudut dengan algoritma estimasi arah kedatangan klasik MVDR dan MUSIC.
33
40
20
Sudut
0
−20
−40
−60
−80 −5
0
5
10
15
SNR (dB)
Gambar V.1: Hasil estimasi sudut sebagai fungsi SNR dari skema sparsitas sudut dengan sepuluh percobaan untuk setiap SNR
V.2
Simulasi perbandingan dengan algoritma klasik
Untuk memperoleh perbandingan bagaimana sensitifitas dari skema sparsitas sudut ini dibandingkan dengan algoritma klasik dari estimasi arah kedatangan, simulasi kedua dijalankan dalam lingkungan yang sama seperti sebelumnya. Algoritma klasik yang diujicobakan adalah algoritma MVDR dan MUSIC. Sumber sinyal ada satu buah yang datang pada sudut -30 derajat. Akurasi estimasi dinyatakan dengan standard deviasi kesalahan antara sudut estimasi dengan sudut sebenarnya. Hasil perbandingan terlihat pada Gambar V.3. Pada gambar tersebut, terlihat bahwa performa dari algoritma klasik MVDR sangat superior dibandingkan dengan sparsitas sudut. Bahkan untuk SNR -10 dB, skema klasik MVDR masih memiliki kesalahan yang kurang dari 5 derajat.
V.3
Simulasi skema yang diusulkan
Selanjutnya disimulasikan skema multi-snap sparsitas sudut sebagai usulan perbaikan dari skema sparsitas sudut dengan 1 sampel saja. Skema multi-snap adalah skema yang berdasarkan pada ekstensi skema 1 sampel dengan menggunakan beberapa sampel (Gambar III.8). Pada simulasi yang diujicobakan,
34
PERFORMA COMPRESSIVE SENSING − DOA (SPARSITAS PADA SUDUT − ALGORITMA IRINA) 25
STD Error
20
15
10
5
0 −5
0
5 SNR
10
15
Gambar V.2: Standard Deviasi Error sebagai fungsi dari SNR digunakan 20 sampel. Hasil simulasi menunjukkan adanya perbaikan performa dibandingkan dengan skema asal. Untuk SNR lebih dari 0 dB, skema ini menunjukkan tingkat akurasi yang sama baik dengan algoritma MUSIC dan MVDR. Sebagai pengembangan lebih lanjut, skema yang diusulkan ini kemudian diperbaiki lagi dengan membuang hasil estimasi outliers. Pembuangan outliers dilakukan dengan melihat simpangan hasil estimasi dengan hasil rata-rata. Dengan menetapkan suatu threshold maka hasil estimasi yang memiliki selisih dengan rata-rata yang lebih besar dari threshold diketegorikan sebagai outliers dan dikeluarkan dari hasil estimasi. Semua hasil simulasi ini dirangkum pada Gambar V.4. Skema pembuangan outliers ini memberikan perbaikan pada SNR kurang dari 0 dB, namun masih kalah dengan skema tanpa pembuangan outliers untuk SNR di atas 0 dB.
35
40 CS−Sparsitas Sudut MVDR MUSIC
35
Standard Deviasi Error
30
25
20
15
10
5
0 −20
−15
−10
−5
0
5
10
15
20
SNR (dB)
Gambar V.3: Perbandingan performansi skema sparsitas sudut dengan algoritma MVDR dan MUSIC
40 CS−Sparsitas Sudut MVDR MUSIC Proposed Method Proposed Method − Outliers Removal
35
Standard Deviasi Error
30
25
20
15
10
5
0 −20
−15
−10
−5
0
5
10
15
20
SNR (dB)
Gambar V.4: Perbandingan skema sparsitas sudut, skema klasik, dan skema yang diusulkan
36
DAFTAR PUSTAKA [1] J. Capon, “High-resolution frequency-wavenumber spectrum analysis,” Proceedings of IEEE, Vol. 57, No. 8, August 1969, 1969. [2] S. P. Applebaum, “Adaptive array,” IEEE Transactions on Antennas and Propagation, Vol. Ap-24, No. 5, September 1976, 1976. [3] R. O. Schmidt, “Multiple emitter location and signal parameter estimation. in ieee transactions on antennas and propagation, vol. ap-34, no. 3, march 1986,” IEEE Transactions on Antennas and Propagation, Vol. Ap-24, No. 5, September 1976, 1986. [4] A. J. Barabell, “Improving the resolution performance of eigenstructure-based direction-finding algorithms,” Proceeding of IEEE Conference on Acoustics, Speech, and Signal Processing, 1983, 1983. [5] A. Lee, “Centrohermitian and skew-centrohermitian matrices,” Journal of Linear Algebra and Its Applications. 29:205-210, 1980. [6] K.-C. Huarng and C.-C. Yeh, “A unitary transformation method for angle-of-arrival estimation,” IEEE Transactions on Signal Processing, Vol. 39, No.4, April 1991, 1991. [7] M. Pesavento, A. B. Gershman, and M. Haardt, “Unitary root-music with a real-valued eigendecomposition: A theoretical and experimental performance study,” IEEE Transactions on Signal Processing, Vol.48, No. 5, May 2000, 2000. [8] R. Roy, A. Paulraj, and T. Kailath, “Estimation of signal parameters via rotational invariance techniques esprit.” Proceeding of IEEE Military Communications (MILCOM) Conference - Communications, Vol.3, Oct. 1986, 1986. [9] M. Haardt and J. Nossek, “Unitary esprit: How to obtain increased estimation accuracy with a reduced computational burden,” IEEE Transactions on Signal Processing, Vol. 43, No. 5, May 1995, 1995. [10] G. Xu, S. D. Silverstein, R. H. Roy, and T. Kailath, “Beamspace esprit,” IEEE Transactions on Signal Processing. Vol. 42, No. 2, February 1994., 1994.
37
[11] D. L. Donoho, “Compressed sensing,” IEEE Transactions on Information Theory, Vol. 52, No. 4, April 2006, 2006. [12] E. Candes, “Compressive sampling,” Proceedings of the International Congress of Mathematicians, Madrid, Spain, 2006, 2006. [13] R. Baraniuk, “Compressive sensing,” IEEE Signal Processing Magazine. Volume 24. July 2007, 2007. [14] I. F. Gorodnitsky and B. D. Rao, “Sparse signal reconstruction from limited data using focuss: A re-weighted minimum norm algorithm,” IEEE Transactions on Signal Processing, Vol.45. No.3, March 1997, 1997. [15] Y. Wang, A. Pandharipande, and G. Leus, “Compressive sampling based mvdr spectrum sensing,” Proceeding of IAPR 2010., 2010. [16] A. C. Gurbuz and J. H. McClellan, “A compressive beamforming method,” Proceeding of the IEEE International Conference on Acoustics, Speech and Signal Processing, 2008., 2008. [17] Direction Estimation Using Compressive Sampling Array Processing, 2009. [18] J. M. Kim, O. K. Lee, and J. C. Ye, “Compressive music: Revisiting the link between compressive sensing and array signal processing,” IEEE Transaction on Information Theory, Vol. 58, No. 1, January 2012, 2012. [19] S. M. Kay, Statistical Signal Processing - Volume 1 : Estimation Theory. Englewood Cliff, 1998. [20] B. V. Veen and K. M. Buckley, “Beamforming: A versatile approach to spatial filtering,” IEEE ASSP Magazine, April 1988, 1988. [21] P. Chen, X. Tian, Y. Chen, and X. Yang, “Delay and sum of beamforming on fpga,” In ICSP Proceeding 2008, 2008. [22] Y. Zeng and R. C. Hendriks, “Distributed delay and sum beamformer for speech enhancement via randomized gossip,” IEEE/ACM Transactions on Audio, Speech, and Language Processing, Vol. 22, No. 1, January 2014, 2014. [23] H. Cox, R. M. Zeskind, and M. M. Owen, “Robust adaptive beamforming,” IEEE Transactions on Acoustics, Speech, and Signal Processing, Vol. Assp-35, No. 10, October 1987, 1987.
38
[24] G. H. Golub and C. V. Loan, Matrix Computation. Johns Hopkins University Press; 3rd edition (October 15, 1996), 1996. [25] M. Zoltowski, “On the performance analysis of the mvdr beamformer in the presence of correlated interference,” IEEE Transactions on Acoustics, Speech, and Signal Processing, Vol. 36, No. 6, June 1988., 1988. [26] M. Kaveh and A. J. Barabell, “The statistical performance of the music and the minimum-norm algorithms in resolving plane waves in noise,” IEEE Transactions on Acoustics, Speech, and Signal Processing, Vol. ASSP-34, No. 2, April 1986., 1986. [27] P. Stoica and A. Nehorai, “Music, maximum likelihood, and cramer-rao bound,” IEEE Transactions on Acoustics Speech and Signal Processing. Vol 37. No 5.May 1989, 1989. [28] Direction Finding with Uniform Circular Array Via Phase Mode Excitation and Beamspace Root-MUSIC, 1992. [29] H. Nyquist, “Certain topics in telegraph transmission theory,” Transaction of AIEE, Vol. 47, pp. 617644, Apr. 1928, 1928. [30] C. E. Shannon, “Communication in the presence of noise,” Proceeding of Institute of Radio Engineers, Vol. 37, No. 1, Jan. 1949, 1949. [31] T. Strohmer, “Measure what should be measured: Progress and challenges in compressive sensing,” IEEE Signal Processing Letters, Vol. 19, No. 12, December 2012, 2012. [32] K. Hayasi, M. Nagahara, and T. Tanaka, “A users guide to compressive sensing for communications systems,” In IEICE Transaction on Communication. Vol.E86-B. No.3. March 2013, 2013. [33] E. Candes, J. Romberg, and T. Tao, “Robust uncertainty principles: Exact recovery from highly incomplete fourier information,” IEEE Transactions on Information Theory, February 2006, 2006. [34] T. T. Emmanuel Candes, Justin Romberg, “Stable signal recovery from incomplete and inaccurate measurements,” Journal of Communications on Pure and Applied Mathematics, Vol.59, No.8, August 2006, 2006. [35] J. Romberg. (2005) l1-magic. http://users.ece.gatech.edu/~justin/l1magic/
39
[Online].
Available:
[36] S. Boyd. (2014) Cvx: Matlab software for disciplined convex programming. [Online]. Available: http://cvxr.com/cvx/ [37] J. H. Friedman and W. Stuetzle, “Projection pursuit regression,” Journal of the American Statistical Association, Vol. 76, No. 376 (Dec., 1981), pp. 817-823, 1981. [38] S. Mallat and Z. Zhang, “Matching pursuits with time-frequency dictionaries,” IEEE Transactions on Signal Processing, Volume:41, Issue: 12. 1993, 1993. [39] S. S. Chen, D. L. Donoho, and M. A. Saunders, “Atomic decomposition by basis pursuit,” SIAM Review, Society for Industrial and Applied Mathematics, Vol. 43,No. 1, pp. 129159, 2001, 2001. [40] J. A. Tropp, “Greed is good : Algorithmic results for sparse approximation,” IEEE Transactions on Information Theory. Vol.50, No.10, 2004.
40