Aplikasi Analisa Reservoir Dinamik (MDT) Pada Reservoir Karbonat Di Sumur Eksplorasi “X” – Sulawesi Tengah Andry Halim Herry Sulaksono Isrianto Kurniawan
Pendahuluan Struktur ”Y” tersebut merupakan salahsatu struktur pada Lapangan gas ”Z” di Sulawesi Tengah yang menghasilkan gas. Berdasarkan cadangan gas yang ada, maka direncanakan untuk membangun LNG plant. Untuk itu dibutuhkan kepastian cadangan dan karakteristik reservoir serta kemampuan suplai dari struktur – strukutr yang ada di Lapangan ”Z” tersebut.
lumpur pemboran kedalam formasi/reservoir. Hal ini juga didukung dengan porositas dan permeabilitas lapisan yang cukup besar.
Sumur Eksplorasi ”X” Sumur tsb dibor pada akhir tahun 2008 dan mencapai kedalaman 2200 mbpl (2287.5 mblb). Adapun formasi yang ditembus berupa formasi batuan karbonat (naturally Fracture Limestone). Struktur tersebut terletak pada cekungan di sulawesi yang terdiri dari beberapa struktur temuan. Sumur Eksplorasi ”X” merupakan sumur kedua yang dibor di struktur ”Y” tsb dan dibor untuk membuktikan pelamparan struktur tsb di lapangan tsb sebagai sumur delineasi setelah satu sumur yang telah dibor sebelumnya di struktur tersebut.
Gb-1 log sumur Eksplorasi ”X”
Analisa Kualitatif Log
Downhole Fluid Analysis (DFA/MDT)
Dari log terlihat adanya beberapa zona-zona prospek dengan diselingi zona-zona unporous. Resistivity (Rt) yang terbaca sangat bervariasi dari 200 hingga 2000 ohm-m, sehingga dari segi analisa petrofisik sangat bervariasi dengan perkiraan kandungan HC adalah gas (berdasarkan sumur eksplorasi X-1 sebelumnya), seperti terlihat pada log dibawah. Dari hasil logging terlihat beberapa zona prospek dari formasi limestone tersebut yang merupakan satu formasi. Formasi tersebut diindikasikan mengandung gas. Ketebalan formasi adalah sebesar + 130 m (selang formasi tersebut dari 2065 m sampai dengan 2195 m. Dari gambat tersebut juga terlihat adanya zona transisi / batas hidrokarbon dan air di sekitar kedalaman 2160 – 2195 m. Selain itu, dari log tersebut terlihat adanya mud cake sekitar 0,1 inchi yang merata dari atas hingga ke bawah. Hal ini dapat menunjukkan adanaya invasi filtrat
Downhole Fluid Analysis (DFA) (konsep Betancourt et al. 2004, ElShahawi 2004, ElShahawi 2005) merupakan analisa data didalam sumur dimana pengukurannya menggunakan near-infrared spectroscopy (NIR). Sedangkan analisa fluida, menggunakan optical spectrometers yang dipakai untuk menganalisa spectrum cahaya yang dilalui fluida tersebut. Untuk itu digunakan spectrometer untuk menganalisa karakteristik cahaya yang terabsorpsi oleh fluida tersebut. satuan yang digunakan untuk besaran cahaya yang terabsorpsi tersebut (optical density/OD) adalah logaritma dari rasio/perbandingan incident light terhadap intensitas transmitted light. jadi 1 unit peningkatan OD akan merepresentasikan penurunan 10 x lipat dari transmittancenya. Untuk fluida yang gelap akan memiliki nilai OD yang lebih besar dari fluida yang lebih terang.
O D (p a th le n g th = 2m m
Selain itu nilai OD fluida juga bervariasi sebagai fungsi dari panjang gelombang incident light. Pada tool MDT yang digunakan di sumur eksplorasi “X” tersebut terdiri dari dua komponen, yaitu : LFA (Live Fluid Analyzer) dan CFA (Compositional Fluid Analyzer). pada LFA, maka spectrum cahaya yang dipancarkan dianalisa setiap satuan panjang gelombang. Pada gambar-2 dibawah ini terlihat besaran OD untuk tiap jenis fluida. 2.0 (n o r m a l i ze d ) m e th a n e e th a n e p ro p a ne n - b u ta n e n - h e p ta n e CO 2
1.5
1.0
0.5
0.0 1600
1700
1800
1900
2000
2100
W a ve le n g th (n m )
Gb-2 Besaran OD utk tiap jenis fluida vs panjang gelombang Dari gambar tersebut terlihat bahwa besaran OD maksimum (peak) untuk tiap jenis fluida berbeda. Untuk metana memiliki OD maksimum = 1,6 pada panjang gelombang = 1680 nm; etana =1,9 pada panjang gelombang = 1700 nm; propana = 2 pada panjang gelombang = 1695 nm; n-butana = 1,55 pada panjang gelombang = 1700 nm; n-heptana = 1,65 pada panjang gelombang = 1715 nm; dan CO2 = 0,6 pada panjang gelombang = 2010 nm. Untuk fluida air lebih mudah dianalisa di LFA, karena tingkat absorpsinya berbeda dengan minyak dan peak OD kedua fluida tersebut terjadi pada panjang gelombang yang berbeda. Selain itu pada LFA tersebut juga terpasang gas detector. jadi dengan mengalirkan fluida melalui LFA, maka kita dapat menganalisa jenis fluida tersebut (minyak, air, gas, atau kombinasi fluida tersebut). selain itu LFA spectrometer juga dapat digunakan untuk mendeteksi adanya metana baik didalam minyak maupun didalam gas. Alat pengukiuran DFA terbaru yang dikembangkan saat ini adalah CFA. Alat CFA ini digunakan untuk menganalisa fraksi komposisi C1, C2-C5, dan C6+ termasuk fraksi air. Alat CFA ini bekerja dengan mendeteksi vibrasi
(vibrational overtune) dari molekul hidrokarbon pada panjang gelombang 1600 -1800 nm. Pada pengukuran komposisi fluida tersebut dengan CFA tersebut juga digunakan fluorescence detector. Prinsip fluorescence spectroscopy adalah berhubungan dengan arbsorpsi cahaya. Jadi pada saat molekul mengeluarkan foton, dalam satuan waktu singkat (nanosecond), maka energi yang dilepaskan akan berbentuk cahaya yang disebut sebagai fluorescence. Jadi jika hidrokarbon cair melepaskan gas terlarut didalamnya karena penurunan tekanan (dibawah Pb), maka gas tersebut akan mengakibatkan peningkatan fluoresncence level. Selain itu nilai OD juga akan meningkat karena akibat adanya kumpulan gas-gas tersebut. Jadi analisa tersebut dapat digunakan terutama untuk sumur pemboran yang menggunakan OBM, dimana filtrate OBM tersebut umumnya tidak mengandung gas sedangkan minyak umumnya (minyak sedang sampai ringan) mengandung gas terlarut didalamanya . Jadi pada filtrate OBM tidak akan ditemukan fluorescence dan sebaliknya ditemukan apad minyak umumnya. Berdasarkan hasil pengukuran dan anlisa spectroscopy (Optical Density) dari LFA dan CFA, maka kita dapat menghitung besaran GOR (Gas Oil Ratio) dari fluida yang dianalisa (yang melaluyi alat LFA dan CFA tersebut). Alat LFA dididsain untuk menganalisa fluida dengan GOR rendah ( 0 – 2.500 scf/bbl) sedangkan CFA dapat digunakan untuk menganalisa fluida dengan GOR sedang hingga tinggi (1.500 - 20.000 scf/bbl.). Jadi secara umum, maka CFA akan lebih akurat digunakan untuk mengukur GOR untuk fluida dengan GOR > 2.000 scf/bbl sedangkan LFA akan akurat digunakan untuk mengukur GOR pada fluidadengan GOR < 1.500 scf/.bbl. Oleh karena itu dengan kombinasi kedua alat tersebut, maka kita dapat menganalisa komposisi fluida baik utnuk minyak maupun kondensat, termasuk gas. Hasil MDT Untuk memastikan isi kandungan fluida yang ada di reservoir dan untuk penentuan kepastian batas hidrokarbon dan air di reservoir tersebut hasil analisa log tersebut, maka dirun MDT. Jadi tujuan running tool ”Dynamic Testing” (MDT) di sumur tersebut adalah untuk mendapatkan :
− − − −
kepastian kandungan fluida di reservoir, data dinamis reservoir penentuan titik-titik DST penentuan batas hidrokarbon-air dan prove up GWC dari struktur tersebut.
−
−
kepastian kandungan fluida yang ada di titik reservoir yang diuji, didapat dari pngukuran dengan LFA/CFA di 6 titik yaitu : 2063.5; 2110; 2149; 2186; dan 2195 didapatkan gas dan air di titik 2203 m. Kepastian batas WOC di kedalaman 2199 m, sehingga cadangan bertambah karena tebal lapisan net (gas) bertambah.
Hasil analisa MDT di sumur eksplorasi ”X” tersebut dapat dilihat pada gambar dibawah ini. Pada kedalaman 2063.5 m Dari hasil MDT pada kedalaman ini dihasilkan analisa : • LFA/CFA mendapatkan gas (gas/kondensat) • total fluida yang dipompa = 28,6 liter • mobility = 14,8 md/cp • tidak ada hasil perhitungan GOR, karena C6+ tidak terdeteksi • komposisi C1 = 86%, dan C2-C5 = 14%
Gb-3 Hasil CFA di sumur eksplorasi “X” Berdasarkan hasil analisa ”Dynamic Testing” (MDT) tersebut, maka didapatkan datadata berupa : − tekanan reservoir berkisar 3056.7 hingga 3079.8 psia − temperatur reservoir berkisar 97 hingga 107.7 oC − mobility reservoir bervariasi dari 8.49 hingga 23.29 md/cP, dan
Gb-4 Hasil LFA/CFA pada kedalaman 2063.5 m Pada kedalaman 2110 m Dari hasil MDT pada kedalaman ini dihasilkan analisa : • LFA/CFA mendapatkan gas (dry gas) • total fluida yang dipompa = 30 liter • mobility = 33 md/cp
• • •
tidak ada hasil perhitungan GOR, karena C6+ tidak terdeteksi terjadi slugging diatas pompa oleh adanya gas-filtrate water komposisi C1 > 90%, dan C2-C5 < 10%
Gb-6 Hasil LFA/CFA sumur “X” pada kedalaman 2149 m
Gb-5 Hasil LFA/CFA sumur “X” pada kedalaman 2110 m Pada kedalaman 2149 m Dari hasil MDT pada kedalaman ini dihasilkan analisa : • LFA/CFA mendapatkan gas (gas/kondensat) • total fluida yang dipompa = 28,1 liter • mobility = 23,4 md/cp • tidak ada hasil perhitungan GOR, karena C6+ tidak terdeteksi • komposisi C1 = 80%, dan C2-C5 = 20%
Pada kedalaman 2186 m Dari hasil MDT pada kedalaman ini dihasilkan analisa : • LFA/CFA mendapatkan gas (gas/kondensat) • total fluida yang dipompa = 18,4 liter • mobility = 15 md/cp • tidak ada hasil perhitungan GOR, karena C6+ tidak terdeteksi • terjadi slugging diatas pompa oleh adanya gas-filtrate water • komposisi C1 = 83%, dan C2-C5 = 17%
Pada kedalaman 2203 m Dari hasil MDT pada kedalaman ini dihasilkan analisa : • LFA/CFA menununjukkan air • total fluida yang dipompa = 38 liter • mobility = 5 md/cp • salinity mencapai = 0,064 ohm-m • terdapat free gas dari air berdasarkan spike resistivity
Gb-7 Hasil LFA/CFA sumur “X” pada kedalaman 2186 m Pada kedalaman 2194.99 m Dari analisa MDT dikedalaman ini didapatkan : • LFA/CFA mendapatkan gas (gas/kondensat) • total fluida yang dipompa = 59 liter • mobility = 8 md/cp • tidak ada hasil perhitungan GOR, karena C6+ tidak terdeteksi • CFA menunjukkan terjadi slugging diatas pompa oleh adanya gas-filtrate water • komposisi C1 = 90%, dan C2-C5 = 10% • terdetekasi high WC di LFA (indikasi mendekati GWC-gas Water Contact)
Gb-9 Hasil LFA/CFA sumur “X” pada kedalaman 2203 m DST di sumur ”X” Pada sumur ini dilakukan 2 kali DST. Untuk DST-1 dilakukan perforasi pada reservoir di kedalaman 2147-2149 m dan 2157 – 2160 m. kemudian dilakukan uji lapisan berupa : MIT dan dilanjutkan dengan PBU (seperti terlihat pada gambar dibawah ini)
Gb-8 Hasil LFA/CFA sumur “X” pada kedalaman 2194,99 m
Gb-10 Sequennce DST-1 sumur “X”
Berdasarkan analisaa hasil penguukuran DST-11 tersebuut didapatkan : • menggunakan m model wellboore storage – coontant storage • well w – vertical liimited entry • reeservoir – radiaal composite • booundary – infin nite acting • AOFP A = 64,2 MMSCFD M • teekanan reservoiir rata-rata = 3064 psia • flow capacity = 6160 md-ft • peermeabilitas = 93,8 md • tootal skin = 10,9 9 • C = 0,00174 bbll/psi • raadius investigasi = 477 m Sedanngkan untuk DST-2 D dilakuukan perforasii reservvoir pada kedaalaman 2061 – 2064 m dann 2100 -2112 m.
Ps2 - Pwf2 (Psi2)
1.E+ +08
Log Plot (Pr2-Pw wf2)vs qg Gb-113 Sequence DST-2 D
1.E+ +05
AOF
1.E+00 1.E+01 1.E+MSCF/d) 02 1.E+03 qg (MM Gb-11 AOFP dari DS ST- 2
mik Reservoir Anallisa Data Dinam D penjabaraan data-data diaatas, maka dapat Dari dilakkukan analisa dan evaluasi seperti berikuut. Dari hasil MDT seeperti diuraikaan pada paparaan sebellumnya dapat dilihat pada gambar berikuut ini.
Gb-12 An nalisa PBU darii DST-2 Berdasarkan analisaa hasil penguukuran DST-22 tersebuut didapatkan : • menggunakan m model m standard model • well w – storage an nd skin • reeservoir – two porosity p PSS • booundary – infin nite acting • AOFP A = 107,31 MMSCFD • teekanan reservoiir rata-rata = 3046,2 psia • flow capacity = 9210 md-ft • peermeabilitas = 64,4 md • tootal skin = -5,39
G Gb-14 Summarry hasil LFA/C CFA sumur “X X” Dari gambar teersebut didapattkan hasil : D • Pressure gradient g dari gas g (berdasarkaan perhitungaan pada kedalaman 20663 sampai 2186 m) = 0,139 gr/cc
•
Mobilitas gas di reservoir tersebut termnasuk low sampai medium (8 sampai 33 md/cp) • Dari hasil CFA/LFA dapat menentukan jenis kandungan fluida yang ada di reservoir, namun kualitas hasilnya terpengaruh oleh kehadiran filtrate fluida pemboran yang masuk ke reservoir • komposisi fluida secara ٛ relatif tetap terhadap kedalaman • Berdasarkan hasil LFA/CFA diperkirakan GWC (Gas Water Contact) sekitar kedalaman 2195 m. summary hasil MDT selengkapnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel-1 summary MDT sumur ”X”
lain : Partial penetration Skin + perforation skin + well deviation skin. Pada operasi MDT, maka skin yang berpengaruh besar adalah partial penetration skin dan perforation skin (fungsi dari mud cake). Selain itu dari hasil MDT tersebut didapatkan kepastian kedalaman GWC di 2195 m. sedangkan dari hasiol log diperkirakan dikedalaman 2160 m hingga 2195 m. Dari MDT juga didapatkan kepastian kandungan fluida di reservoir tsb yaitu gas – kondensat dan hal ini dibuktikan dari hasil DST dengan hasil gaskondensat. Adapun hasil pengukuran komposisi gas dari MDT juga mendekati hasil yang didapatkan dari laboratorium di lapanganbmaupun pengukuran laboratorium lengkap di Jakarta. hasil pengukuran komposisi gas dari MDT di kedalaman 2063,5 m adalah C1 = 90,88% dan C2-C5 = 19,12%. hasil pengukuran di lapangan didapatkan C1 = 90,17% dan hasil pengukuran di laboratorium didapatkan C1 = 88,03%. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel-2 perbandingan hasil pengukuran komposisi gas dari MDT, express lab di lapangan dan laboratoium jakarta
Dari uraian diatas, maka hasil MDT tersebut mendekati hasil yang didapatkan dari DST. jika kita lihat hasil pengukuran perkiraan tekanan reservoir dari MDT mendekati hasil analisa PBU pada DST. pada MDT (dikedalaman 2149 m) didapatkan tekanan reservoir = 3073.2 psia sedangkan hasil analisa PBU DST sebesar = 3064 psia. Namun dari hasil pengukuran mobilty dari MDT berbeda hasilnya dengan hasil perhitungan dari DST. Mobility dari MDT pada kedalaman tersebut diatas adalah = 23,4 mD/cP. Sedangkan hasil perhitungan dari PBU DST didapatkan permeabilitas = 93,8 dan total skin factor = +10,9. dari analisa PVT didapatkan besarnya viskositas gas adalah = 0,2 cP, sehingga mobility menjadi = 4690 mD/cP. Perbedaan tersebut terjadi karena adanya faktor skin yang cukup besar pada formasi/reservoir pada kedalaman tersebut (+10,9),dimana mechanical skin = -2,5. Jadi pada MDT faktor skin akibat mud cake yang cukup tebal tersebut mengakibatkan menurunnya mobility fluida yang dapat mengalir pada saat pengukuran dengan MDT. Sedangkan pada saat DST, dengan bantuan perforasi, maka faktor skin tersebut dapat dikurangi, sehingga mobility aliran fluida dapat meningkat. Seperti diketahui total skin merupakan kombinasi dari beberapa skin antara
Kesimpulan Dari uraian diatas, maka dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu : 1. Dengan aplikasi DFA pada sumur eksplorasi ”X”, maka didapatkan hasil : jenis kandungan fluida − kepastian kandungan fluida di reservoir (gas + kondensat),, − data dinamis reservoir, seperti : mobility (23,4 mD/cP), tekanan reservoir (3073,2 psia), dan gradien gas di reservoir ( 0,139 gr/cc) − prove up GWC dari struktur tersebut (GWC di 2195 m), − komposisi fluida 2. Data hasil DFA yang idapatkan mendekati hasil dari DST (seperti tekanan reservoir, kandungan fluida)
3.
Dari DST juga didapatkan data : • AOFP = 107,31 MMSCFD • tekanan reservoir rata-rata = 3064 psia • flow capacity = 9210 md-ft • permeabilitas = 93,8 md • total skin = 10,9 • radius investigasi = 477 m
Lampiran
Saran Dalam rangka efisiensi dan efektifitas dapat disarankan untuk menggunakan metoda Mini DST yang merupakan salah satu metoda dario DFA yang dapat menggantikan fungsi DST dengan biaya yang lebih efisien (seperti terlihat pada gambar di lampiran). Ucapan Terima kasih Pada kesempatan ini mengucapkan banyak terima kasih terutama kepada manajemen Pertamina EP khususnya manajemen PPGM PEP, dan para pihak yang tidak bisa kami sebutkan satu per satu yang telah mengijinkan untuk dapat dipublikasikannya data – data di makalah ini.
Gb-15 Hasil Flaring DST-1 bean 48/64”
Daftar Pustaka : 1. Andry Halim, Nicolas Orban, Elin Haryanto, Cosan Ayan,” Reservoir Fluid Characterization using Downhole Fluid Analysis In Northern Kalimantan, Indonesia”, Paper SPE No 108925, SPE APOGCE, Jakarta, 2007. 2. Andry Halim, Nicolas Orban, Elin Haryanto, Cosan Ayan,”Reservoir Fluid Characterization using Downhole Fluid Analysis In Northern Kalimantan, Indonesia”, Paper IPTC No.11239, Dubai, 2007 3. Andry Halim, Nicolas Orban, Elin Haryanto, Cosan Ayan,” Reservoir Fluid Characterization using Downhole Fluid Analysis (DFA) in Northern Kalimantan, Indonesia”, paper IPA07 E133, Jakarta, 2007. 4. Betancourt, S., Fujisawa, G., Mullins, O.C., Eriksen, K.O., Dong, C., Pop, J., Carnegie, A. 2004. Exploration Applications of Downhole Measurement of Crude Oil Composition and Fluorescence: Paper SPE 87011 . Kuala Lumpur, Malaysia, 29-30 March 2004. 5. Bell,W.T.,Sukup,R.A., and Tariq,S.M.,”Perforating”, SPE Monograph Vol 16, SPE AIME, Richardson, TX, 1995.
Gb-16 Hasil Sampling DST-1 (kondensat dan air)
Gb-17 Data Sampling DST-1
Tabel-3 Hasil nalisa Komposisi gas di lapangan (DST-1)
Gb-18 Hasil Flaring DST-2
Tabel-4 Hasil nalisa Komposisi gas di laboratorium(DST-1)
Gb-19 Hasil Sampling DST-2 (kondensat dan air)
Gb-20 hasil uji alir hidrokarbon DST-2
Gb-21 spektrum absrpsi hirokarbon dan air untuk panjang gelombang 400 nm sampai 2200 nm
Gb-22 Konfigurasi modul peralatan DFA yang terdiri dari LFA dan CFA
Gb-23 Dual packer and probe combination yang digunakan untuk mini DST