i
ANALISIS KERAGAMAN BEBERAPA GENOTIPE DURIAN (Durio zibethinus Murr.) MENGGUNAKAN PENANDA MORFOLOGI DAN MOLEKULER (ISSR)
KARLINA SYAHRUDDIN
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASINYA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Analisis Keragaman Beberapa Genotipe Durian (Durio zibethinus Murr.) menggunakan Penanda Morfologi dan Molekuler (ISSR) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau kutipan dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Juli 2012
Karlina syahruddin NIM A.253090151
ABSTRACT KARLINA SYAHRUDDIN. Variability Analysis of Several Genotipes of Durian (Durio zibethinus Murr.) using Morphological and Molecular (ISSR) Markers. Under guidance by SOBIR and NURUL KHUMAIDA. Indonesia is one of the durian diversity center. Evaluation and characterization activities should be conducted to identify the genotipes in order to differentiate the individual plant in the spesies. Genetic variation of 21 collected genotipes of Indonesia Agency for Agricultural Research and Development (IAARD) Cipaku orchard, Bogor was evaluated using morphological and Inter Simple Sequence Repeat (ISSR) markers. Variability analysis based on 22 morphological characters gained 64 (100%) polymorphism. Molecular analysis using ten primers of ISSR amplified 48 locus. The 39 locus (81.25%) were polymorphic and the 9 locus (18.75%) were monomorphic, respectively. Both of the markers have different clustering, therefore they should be analysed using Joint Analysis. The result of the study showed genetic variability among 21 genotipes was grouped into 2 clusters on 0.51 similarity coefficient. The first group (A) consisted of the genotipe from Indonesia and the second group (B) consisted of Kanjau genotipe from Thailand with matrix correlation value was 0.83. Kanjau genotipe was suggested as a candidate in durian breeding programme, in order to increase Indonesian durian value in the future. Keywords : Durio zibethinus, Joint Analysis, genetic variation, Kanjau
RINGKASAN KARLINA SYAHRUDDIN. Analisis Keragaman Beberapa Genotipe Durian (Durio zibethinus Murr.) menggunakan Penanda Morfologi dan Molekuler (ISSR). Dibimbing oleh SOBIR dan NURUL KHUMAIDA. Indonesia merupakan pusat keragaman tanaman durian dengan sejumlah besar sumber daya genetik yang belum banyak dimanfaatkan. Salah satu pemanfaatan tanaman durian adalah dengan program pemuliaan dalam rangka perbaikan genetik tanaman durian yang sangat bergantung pada sumber keragaman genetik durian itu sendiri. Oleh karena itu koleksi plasma nutfah durian Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP), Kebun Percobaan Cipaku, perlu dievaluasi keragaman genetiknya untuk kegiatan manipulasi genetik ke arah perakitan kultivar unggul yang diinginkan. Kendala yang diperoleh dengan hanya mengandalkan keragaman morfologi adalah terbatasnya karakter yang diamati dan sangat bergantung pada lingkungan, oleh karena itu diperlukan alat bantu yang lain yaitu dengan metode molekuler. Metode analisis molekuler yang banyak digunakan saat ini adalah yang berbasis PCR. Salah satu penanda yang dapat digunakan dengan metode tersebut yaitu penanda ISSR. Diharapkan dengan kombinasi kedua penanda tersebut akan menghasilkan data yang lebih akurat dalam mencari besar nilai keragaman dan pola hubungan genetik diantara 21 genotipe durian. Karakter morfologi yang dapat diamati pada 21 genotipe yang diuji adalah sebanyak 22 karakter. Berdasarkan karakter tersebut diperoleh 64 sub karakter polimorfik (100%). Hasil analisis pengelompokan diperoleh koefisien kemiripan genetik sebesar 0.34 hingga 0.83 dengan besar nilai keragaman berkisar 7 hingga 66%. Hasil penelitian ini mengelompokkan 21 genotipe durian dalam 2 kelompok pada koefisien kemiripan 0.34 yaitu kelompok A meliputi Lokal cipaku, Layung, Tambleg, Kendil, Hepe, Sikoclak, Manalagi, Pangkalan, Pingku, Pasirjati, Perwira, Mentega, Bulan, Tanjung mabah, Kuning garing, Hejo, Aseupan, Semeng, Sunan dan kelompok B meliputi Kim dan Kanjau. Pengelompokan terpisah berdasarkan perbedaan karakter bentuk ujung daun, keadaan pinggir daun, keadaan permukaan daun dan warna daun. Hasil amplifikasi DNA 21 genotipe durian dengan menggunakan 10 primer menghasilkan 659 pita DNA, dengan 48 lokus yang terdiri dari pola pita polimorfik sebanyak 39 lokus dengan 470 pita atau sebesar 81.25 % dan pita monomorfik sebanyak 9 lokus dengan 189 pita atau sebesar 18.75 %. Koefisien kemiripan genetik 21 genotipe dari sepuluh primer ISSR berkisar antara 0.680.92, yang berarti keragaman genetik berkisar 8 sampai 32 %. Berdasarkan hasil analisis pengelompokan diperoleh 2 kelompok pada koefisien kemiripan 0.68, yaitu kelompok genotipe Indonesia dan genotipe Kanjau (Thailand). Penggabungan data penanda morfologi dan molekuler, dapat memberikan informasi baik secara fenotipik maupun genetik. Koefisien kemiripan genetik 21 genotipe durian berdasarkan gabungan data morfologi molekuler (ISSR) berkisar antara 0.51 - 0.84 yang menunjukkan keragaman genetik berkisar 16 - 49%. Hasil Analisis pengelompokan memisahkan 21 genotipe durian pada koefisien kemiripan 0.51 menjadi dua kelompok yaitu
v
kelompok A meliputi genotipe durian dari Indonesia meliputi Lokal cipaku, Layung, Tambleg, Kendil, Hepe, Sikoclak, Manalagi, Pangkalan, Pingku, Pasirjati, Perwira, Mentega, Bulan, Tanjung mabah, Kuning garing, Hejo, Aseupan, Semeng, Sunan, Kim dan kelompok B meliputi dan Kanjau dari Thailand. Durian genotipe Kanjau merupakan genotipe potensial untuk dijadikan tetua persilangan untuk menghasilkan durian dengan karakter yang sesuai dengan kebutuhan pasar.
Kata kunci : Durio zibethinus, analisis gabungan, variasi genetik, Kanjau.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
ANALISIS KERAGAMAN BEBERAPA GENOTIPE DURIAN (Durio zibethinus Murr.) MENGGUNAKAN PENANDA MORFOLOGI DAN MOLEKULER (ISSR)
KARLINA SYAHRUDDIN
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Mayor Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Judul Tesis : Analisis Keragaman Beberapa Genotipe Durian (Durio zibethinus Murr.) Menggunakan Penanda Morfologi dan Molekuler (ISSR). Nama
: Karlina Syahruddin
NIM
: A.253090151
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Sobir, MSi Ketua
Dr. Ir. Nurul Khumaida, MSi Anggota
Diketahui
Ketua Mayor Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir .Trikoesoemaningtyas, MSc
Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Agr
Tanggal Sidang :
Tanggal Lulus :
ix
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Desta Wirnas, SP. MS
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian adalah Analisis Keragaman Beberapa Genotipe Durian (Durio zibethinus Murr.) menggunakan Penanda Morfologi dan Molekuler (ISSR). Penelitian dilaksanakan sejak bulan Agustus 2011 sampai dengan Januari 2011. Ucapan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada : 1. Dr. Ir. Sobir, MSi dan Dr. Ir. Nurul Khumaida, MSi selaku komisi pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan sejak perencanaan, pelaksanaan sampai penyelesaian penyusunan tesis. 2. Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, MSc selaku ketua Mayor Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman SPs IPB dan Dr. Ir. Darda Efendi, MSi selaku Sekretaris Mayor Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman SPs IPB. 3. Pusat Kajian Hortikultura Tropika IPB, yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di Laboratorium Molekuler. 4. Balai Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Bogor, Kebun Percobaan Cipaku, yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian morfologi. 5. Dr. Desta Wirnas, SP MSi selaku penguji luar komisi pembimbing. 6. Prof. Dr. Ir. Sudarsono, MSc yang meluangkan waktu untuk berdiskusi. 7. Bapak dan Ibu, kakak (Rika Fitriani, Silvana, Soraya, Fatah, Jamaluddin), Adik (Sadly, Dian, Rian, Sofyan, Bella dan Devi) serta seluruh keluarga besar atas restu dan doanya. 8. Erni seminar SP MSi, Dr. Wierny, Dr. Sumadi yang telah mendukung penulis untuk melanjutkan studi. 9. Sulassih SP MSi, Rahmah Badaruddin, Dede safitri setiawan, Siti Halimah, Amin Nur, Yusra, Nur Arifin, Vina, Vitri, Erwin, Ernila, Ina Rahmawati, Sofie, Kristiana, Sulaiman, Cory, Sri Imriani Pulungan, Ira Bahari, Ipit, Devina, Dina, Putri, Reni, Deden, Selvy, Ade Andry atas kebersamaannya selama ini.
xi
10. Dosen-dosen mayor Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman atas ilmu dan dukungannya. 11. Teman-teman di Faperta IPB atas doa dan dukungannya. 12. Teman-teman Mayor AGH, PBT 2008, 2009 dan 2010 atas kebersamaannya. 13. Teman-teman Pondok Rizky atas doa dan kebersamaannya. 14. Adeel Abdulkarim Fadhl Altuhish atas dorongan dan motivasinya selama penulis menyelesaikan penulisan tesis. 15. Teman-teman yang tidak bisa penulis sebutkan namanya satu-satu. Terimakasih atas dukungan dan cintanya.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan ilmu pertanian masa depan.
Bogor, Juli 2012 Karlina Syahruddin
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Makassar, 7 November 1983 dari pasangan Alm. Bapak Syahruddin dan Ibu Nurmiaty Norma. Penulis adalah anak ke empat dari sepuluh bersaudara. Tahun 2002 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Makassar dan pada tahun yang sama penulis melanjutkan studi pada program sarjana Agronomi, Teknologi Benih Fakultas Pertanian UNPAD. Penulis berkesempatan melanjutkan pendidikan Program Magister Sains pada Mayor Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman, Sekolah Pascasarjana IPB pada tahun 2009.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ........................................................................................
xiv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................
xv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................
xvi
PENDAHULUAN Latar Belakang ....................................................................................
1
Tujuan .................................................................................................
3
Kerangka Pemikiran ............................................................................
4
TINJAUAN PUSTAKA Sejarah penyebaran, taksonomi dan botani tanaman durian ...............
7
Analisis keragaman genetik tanaman durian ......................................
9
Penanda Morfologi ..............................................................................
10
Penanda Molekuler Inter Simple Sequence Repeats (ISSR) ...............
11
METODOLOGI Waktu dan Tempat ..............................................................................
13
Bahan dan Alat ....................................................................................
13
Metode ................................................................................................
14
Analisis Data .......................................................................................
20
HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaman Karakter Morfologi ..........................................................
23
Analisis Penanda Morfologi ...............................................................
23
Analisis Penanda Molekuler ...............................................................
37
Analisis Gabungan Penanda Morfologi dan Molekuler (ISSR)..........
47
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan .............................................................................................
51
Saran ...................................................................................................
51
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
53
LAMPIRAN .................................................................................................
57
DAFTAR TABEL Halaman 1. Nama genotipe tanaman durian koleksi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP), kebun percobaan Cipaku dan daerah asalnya ........
13
2. Karakter pengamatan morfologi vegetatif sifat kualitatif pada 21 genotipe tanaman durian di BPTP kebun percobaan Cipaku...............
15
3. Karakter pengamatan morfologi vegetatif sifat kuantitatif pada 21 genotipe tanaman durian di BPTP kebun percobaan Cipaku...............
16
4. Nama dan susunan basa primer ISSR koleksi PKHT-IPB........................
19
5. Suhu dan waktu yang digunakan pada proses Polymerase Chain Reaction ..............................................................................................
19
6. Keragaan primer dan lokus pada penanda molekuler ..........................
20
7. Karakter morfologi vegetatif sifat kualitatif dan proporsi subkarakternya yang ditunjukkan pada 21 genotipe tanaman durian koleksi BPTP kebun percobaan Cipaku ......................................................................................... 24 8. Proporsi karakter daun yang muncul pada 21 genotipe tanaman durian yang diamati di BPTP kebun percobaan Cipaku ................................. 27 9. Karakter morfologi vegetatif sifat kuantitatif dan proporsi subkarakter yang ditunjukkan pada 21 genotipe tanaman durian koleksi BPTP kebun percobaan Cipaku ..................................................................... 31 10. Rekapitulasi karakter polimorfik penanda morfologi pada 21 genotipe tanaman durian .....................................................................................
34
11. Hasil amplifikasi sepuluh primer ISSR pada 21 genotipe tanaman durian....................................................................................................
38
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Bagan alur penelitian analisis keragaman durian koleksi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, kebun Percobaan Cipaku berdasarkan penanda morfologi dan molekuler (ISSR). .....................
5
2. Wilayah amplifikasi Inter Simple Sequence Repeats (ISSR) ...........
12
3. Skematik pengukuran karakter kuantitatif daun durian ......................
16
4. Keragaan pinggir daun pada tanaman durian ......................................
26
5. Keragaan bentuk daun durian genotipe Kanjau ...................................
29
6. Dendogram koefisien kemiripan 21 genotipe tanaman durian berdasarkan karakter morfologi vegetatif sifat kualitatif. ...................
32
7. Dendogram koefisien kemiripan 21 genotipe tanaman durian berdasarkan karakter morfologi vegetative sifat kuantitatif ...............
33
8. Dendogram koefisien kemiripan 21 genotipe tanaman durian berdasarkan karakter morfologi vegetatif ...........................................
35
9. Karakter daun pada genotipe durian Kim (A) dan Kanjau (B). ..........
36
10. Profil pita DNA yang dibentuk pada primer PKBT 4. ........................
41
11. Profil pita DNA yang dibentuk pada primer PKBT 10 .......................
40
12. Profil pita DNA yang dibentuk pada primer PKBT 9 .........................
40
13. Profil pita DNA yang dibentuk pada primer PKBT 12.......................
41
14. Perbedaan pola pita DNA genotipe kanjau dan genotipe Indonesia ...
43
15. Dendogram 21 genotipe tanaman durian berdasarkan profil pita DNA ....................................................................................................
46
16. Dendogram 21 genotipe tanaman durian berdasarkan data gabungan morfologi- molekuler (ISSR) ..............................................................
48
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Koefisien kemiripan pada 21 genotipe tanaman durian berdasarkan penanda morfologi vegetatif sifat kualitatif ........................................
57
2. Koefisien kemiripan pada 21 genotipe tanaman durian berdasarkan penanda morfologi vegetatif sifat kuantitatif ......................................
58
3. Koefisien kemiripan pada 21 genotipe tanaman durian berdasarkan penanda morfologi vegetatif ...............................................................
59
4. Koefisien kemiripan pada 21 genotipe tanaman durian berdasarkan penanda molekuler (ISSR) ..................................................................
60
5. Koefisien kemiripan pada 21 genotipe tanaman durian berdasarkan penanda gabungan ...............................................................................
61
6. Deskripsi morfologi vegetatif durian Lokal cipaku ............................
62
7. Deskripsi morfologi vegetatif durian Kendil ......................................
63
8. Deskripsi morfologi vegetatif durian Layung .....................................
64
9. Deskripsi morfologi vegetatif durian Pangkalan ................................
65
10. Deskripsi morfologi vegetatif durian Bulan........................................
66
11. Deskripsi morfologi vegetatif durian Pingku ......................................
67
12. Deskripsi morfologi vegetatif durian Hepe .........................................
68
13. Deskripsi morfologi vegetatif durian Tanjung mabah ........................
69
14. Deskripsi morfologi vegetatif durian Kuning garing ..........................
70
15. Deskripsi morfologi vegetatif durian Semeng ....................................
71
16. Deskripsi morfologi vegetatif durian Mentega ...................................
72
17. Deskripsi morfologi vegetatif durian Pasirjati ....................................
73
18. Deskripsi morfologi vegetatif durian Aseupan ...................................
74
19. Deskripsi morfologi vegetatif durian Kim ..........................................
75
20. Deskripsi morfologi vegetatif durian Tambleg ...................................
76
xvii
21. Deskripsi morfologi vegetatif durian Sunan .............................................. 77 22. Deskripsi morfologi vegetatif durian Sikoclak .......................................... 78 23. Deskripsi morfologi vegetatif durian Hejo ................................................ 79 24. Deskripsi morfologi vegetatif durian Perwira ............................................ 80 25. Deskripsi morfologi vegetatif durian Kanjau............................................. 81 26. Deskripsi morfologi vegetatif durian Manalagi ......................................... 82
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan kekayaan hayati yang tinggi di dunia. Salah satu kekayaan hayati tersebut adalah tanaman durian. Indonesia merupakan pusat keragaman tanaman durian, dimana 19 spesies ditemukan di Kalimantan, 14 spesies diantaranya adalah endemik Kalimantan dan 7 spesies ditemukan di Sumatra (Subhadrabandhu S & Ketsa 2001). Enam spesies dari 26 spesies Durio tersebut, merupakan spesies yang dapat dikonsumsi, namun hanya Durio zibethinus Murr. yang banyak dikembangkan karena memiliki aroma dan rasa yang khas. D. zibethinus ini kemudian tersebar ke seluruh wilayah Indonesia dan berkembang menjadi genotipe-genotipe spesifik wilayah. Program pemuliaan tanaman dalam rangka menghasilkan varietas unggul untuk memenuhi kebutuhan pasar bergantung pada besarnya keragaman genetik yang tersedia. Program multivarietas yang dicanangkan oleh pemerintah merupakan suatu kegiatan eksplorasi dengan mencari plasma nutfah dari wilayah dimana terdapat keragaman genetik yang tinggi yaitu tempat asal berkembangnya spesies tanaman tertentu (center of origin) atau dari wilayah di mana tanaman tersebut dibudidayakan secara intensif (center of diversity). Upaya pengkayaan plasma nutfah kemudian dengan melakukan kegiatan koleksi, domestikasi dan introduksi (Baihaki et al. 1999). Kegiatan koleksi bertujuan
untuk mengumpulkan plasma nutfah dengan
memanfaatkan variasi yang ada di alam. Koleksi plasma nutfah juga bertujuan untuk mempelajari tingkat keragaman yang ada dengan kegiatan karakterisasi serta untuk tujuan konservasi atau penyelamatan keragaman genetik (Syukur et al. 2009). Menurut Seetharam & Prasad (1989), fungsi plasma nutfah tergantung pada dua faktor : (1) evaluasi dan karakterisasi dan (2) identifikasi sumber gen yang berguna. Oleh karena itu, koleksi plasma nutfah yang ada perlu dievaluasi keragaman genetiknya untuk kegiatan pemuliaan yaitu mengidentifkasi karakter-karakter unggul yang dimiliki tanaman. Identifikasi keragaman dari tanaman durian yang dikoleksi penting untuk dilaksanakan mengingat tanaman-tanaman tersebut membutuhkan identifikasi yang tepat agar dapat membedakan individu dalam spesies. Data hasil identifikasi dapat digunakan sebagai dasar dalam seleksi genotipe unggul. Ketersediaan
2
informasi mengenai keragaman jenis atau sumber plasma nutfah akan menjadikan program pemuliaan lebih terarah sehingga dapat menghasilkan genotipe unggul yang diinginkan. Pendekatan untuk mempelajari keragaman genetik pada tanaman dapat dilakukan melalui penggunaan penanda (marker) tertentu seperti penanda morfologi, kimiawi dan molekuler (DNA). Menurut Asiedu et al. (1989) penanda adalah karakter yang dapat diturunkan dan berasosiasi dengan genotipe tertentu. Penanda morfologi dikembangkan dari karakteristik tanaman yang dapat dibedakan satu sama lain dan terlihat secara langsung seperti bentuk pohon, batang, daun, bunga dan buah. Pengembangan metode karakterisasi tanaman durian ini telah diatur oleh International Plant Genetic Resources Institute (IPGRI) (Bioversity International 2007). Penggunaan penanda morfologi terkadang sulit dilakukan untuk beberapa tanaman yang memiliki kekerabatan dekat sehingga sangat sedikit penanda yang bisa didapatkan dari sifat morfologi. Penanda morfologi juga bersifat kompleks karena merupakan hasil interaksi antara genotipe dan lingkungan. Hal ini menyebabkan kesulitan dalam membedakan antara karakter yang dibawa secara genetik atau hasil adaptasi terhadap lingkungan. Di samping itu, pengamatan karakter bunga dan buah sering terkendala oleh musim dan lingkungan. Kendala tersebut dapat diatasi dengan penggunaan penanda molekuler yang berbasis DNA. Penanda molekuler telah digunakan untuk menunjukkan bahwa gen-gen dapat berkontribusi pada proses spesiasi organisme (Karp et al. 1997). Teknik penanda molekuler telah banyak tersedia saat ini. Pendekatan berbasis Polymerase Chain Reaction (PCR) banyak digunakan karena sederhana dan hanya membutuhkan sedikit sampel DNA. Inter Simple Sequence Repeat (ISSR) adalah salah satu penanda yang banyak digunakan saat ini. Penanda ISSR merupakan penanda multilokus acak yang dihasilkan oleh amplifikasi PCR dengan primer mikrosatelit (Zietkiewicz et al. 1994). Penanda ISSR dapat bersifat dominan dan untuk beberapa kasus dapat bersifat kodominan (Reddy et all. 2001). ISSR menguntungkan karena tidak memerlukan informasi genomik tanaman yang akan dianalisis dan lebih sensitif dalam mendeteksi diversitas genetik pada tingkat yang
3
rendah. Selain itu, ISSR relatif lebih mudah dan sama ekonomisnya dengan RAPD (Bradford 2008). Penanda ISSR juga berguna dalam mempelajari hubungan interspesifik dan intraspesifik pada tanaman berkerabat. Karekterisasi merupakan tahap awal dan sangat penting dalam menunjang keberhasilan program pemuliaan selanjutnya. Karakterisasi berdasarkan morfologi dan DNA bertujuan menemukan karakter-karakter spesifik dan unggul dari tanaman serta dapat berfungsi sebagai DNA fingerprinting. Penelitian ini penting dilaksanakan karena masih terbatasnya informasi mengenai keragaman genetik tanaman durian, terutama tanaman durian yang telah dikoleksi oleh BPTP di kebun percobaan Cipaku. Tujuan Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang keragaman genetik tanaman durian koleksi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) di kebun percobaan Cipaku Jawa Barat, Departemen Pertanian. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk : 1.
Mengidentifikasi
keragaman 21 genotipe tanaman durian berdasarkan
penanda morfologi stadia vegetatif. 2.
Mengidentifikasi keragaman 21 genotipe tanaman durian berdasarkan penanda ISSR.
3.
Mengidentifikasi keragaman 21 genotipe tanaman durian berdasarkan data gabungan penanda morfologi dan penanda ISSR
4
Kerangka Pemikiran Indonesia memiliki sejumlah besar sumber daya genetik tanaman durian, namun belum banyak dimanfaatkan. Salah satu pemanfaatan sumber daya genetik tanaman durian adalah dengan program pemuliaan dalam rangka perbaikan genetik tanaman durian yang sangat bergantung pada besarnya sumber keragaman genetik durian itu sendiri. Oleh karena itu koleksi plasma nutfah durian yang ada di Cipaku, perlu dievaluasi keragaman genetiknya untuk kegiatan manipulasi genetik ke arah perakitan kultivar unggul yang diinginkan. Kendala yang diperoleh dengan hanya mengandalkan keragaman morfologi adalah terbatasnya karakter yang diamati dan sangat bergantung pada lingkungan, oleh karena itu diperlukan alat bantu yang lain yaitu dengan molekuler. Metode analisis molekuler yang banyak digunakan saat ini adalah yang berbasis PCR. Salah satu penanda yang dapat digunakan dengan metode tersebut yaitu penanda ISSR, yang merupakan penanda multilokus acak. Kombinasi kedua penanda morfologi dan molekuler akan menghasilkan data yang lebih akurat dalam mencari besar nilai keragaman dan pola hubungan genetik di antara 21 genotipe durian. Berdasarkan latar belakang di atas, maka disusun serangkaian percobaan identifikasi morfologi dan analisis molekuler durian koleksi kebun Cipaku, Bogor. Hasil penelitian ditujukan untuk mendapatkan karakter spesifik atau pembeda morfologi dan molekuler pada durian lokal dan introduksi. Informasi mengenai tingkat keragaman plasma nutfah durian di Cipaku dapat digunakan dalam pelestarian plasma nutfah yang akan membantu program pemuliaan tanaman dan pengembangan durian di wilayah Cipaku pada khususnya dan Indonesia pada umumnya. Adapun alur pemikiran penelitian adalah sebagai berikut :
5
Durian lokal dan introduksi Koleksi Kebun Percobaan Cipaku Karakterisasi Morfologi vegetatif
DNA
22 karakter
10 Primer ISSR Skoring DATA Biner Program NTSYS
Diperoleh Besar nilai keragaman Pola hubungan genetik Besar nilai kemiripan antar genotipe Kesesuaian Goodness of fit Informasi Kebenaran genotipe Seleksi genotipe unggul untuk kegiatan pemuliaan yang terarah
Gambar 1.
Bagan alur penelitian analisis keragaman durian koleksi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, kebun Percobaan Cipaku berdasarkan penanda morfologi dan molekuler (ISSR).
6
TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Penyebaran, Taksonomi dan Botani Tanaman Durian a. Asal-usul dan taxonomi durian Nama durian (Durio Spp) diadopsi dari asal katanya “duri” (bahasa Melayu). Genus durian diperkirakan berasal dari Asia Tenggara. Tanaman durian tumbuh liar dan terpencar-pencar di hutan “Malesia” yang sekarang meliputi daerah Malaysia, Sumatra, dan Kalimantan. Saat ini penanaman durian telah menyebar ke daerah yang meliputi wilayah Sri Lanka dan India Selatan hingga New Guinea (Prosea 1992). Durian termasuk ke dalam ordo Malvaceae, famili Bombacaceae dan genus Durio. Genus ini terdiri atas sekitar 28 spesies. Di Indonesia 19 spesies ditemukan di Kalimantan dengan 14 spesies merupakan indigenous Kalimantan dan 7 spesies ditemukan di Sumatra, namun tidak satupun merupakan indigenous Sumatra. Kalimantan dikenal sebagai pusat asal-usul dari spesies Durio dengan ditemukannya tetua (ancestor) dari Durio spesies yaitu D. Wyath smithii. Sunaryono (1990) menyatakan bahwa pusat keragaman genetik durian berada di Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah. Spesies durian yang dapat dikonsumsi hanya D. zibethinus (Durian), D. dulcis (Lahong), D. graveolens (Tabelak), D. grandiflorus (durian Monyet/Munjit), D. kutejensis (Lai) dan D. testudinarium (durian Kura). Spesies D. zibethinus merupakan spesies yang memiliki nilai ekonomi penting dan banyak ditanam secara komersial. Spesies ini juga dikenal dengan nama D. accunatissima. Beberapa klon-klon durian spesies D. zibethinus telah banyak dikebunkan dan memiliki variasi bentuk morfologi pohon, daun, bunga dan buah (Subhadrabandhu S & Ketsa 2001). Tanaman D. zibethinus bersifat heterogenous, sehingga menunjukkan karakteristik sifat yang luas dalam bentuk pohon, bentuk buah, kualitas aril, warna buah menyebar dari warna hijau hingga kuning-krem, warna aril yang menyebar dari warna putih atau krem hingga kuning emas, biji yang kecil hingga besar, biji yang kisut hingga bulat, perbedaan waktu pembungaan dan pembentukan buah serta perbedaan dalam kemampuan membentuk buah.
8
b. Morfologi tanaman durian Durian tumbuh secara soliter sebagai tanaman tahunan. Durian sebagai tanaman hutan hujan tropis, dapat tumbuh baik pada dataran rendah hingga ketinggian 800 meter dpl dengan tinggi tanaman sekitar 30-40 meter dan diameter batang 2-2.5 meter, tetapi untuk durian hasil grafting tumbuh tidak lebih dari 12 meter (Brown 1997). Tanaman durian tumbuh optimal pada daerah dengan curah hujan 1500 mm/tahun. Tanaman durian memiliki arsitektur pohon Roux dengan bentuk batang orthotropic monopodial dan cabang lateral plagiotropik. Kulit batang durian berwarna coklat merah tua, dan mengelupas secara tidak teratur. Daun durian tumbuh berselang-seling dan pertumbuhannya secara tunggal, berbentuk jorong sampai lanset, berpangkal daun runcing atau tumpul, sementara ujung daun melancip. Struktur daun agak tebal dengan permukaan daun atas berwarna hijau mengkilap sedangkan bagian bawah berwarna coklat tembaga, kuning keemasan hingga keperakan. Daun durian ditutupi bulu (trichoma) pada bagian permukaan bawah daun (Widodo 1997). Pohon durian mulai berbunga pada umur 6-7 tahun untuk tanaman asal biji. Bakal bunga tumbuh pada titik-titik mata tertentu yang dari tahun ke tahun akan
keluar pada tempat titik yang sama. Bentuk bunga durian indah, beraroma
wangi yang muncul pada bagian batang dan cabang yang kokoh (cauliflorus). Keluarnya bunga lebih banyak dibagian dekat pangkal dahan atau tengah-tengah dahan dibandingkan dibagian ujungnya (Brown 1997). Lama pembentukan bunga dari mulai muncul bakal bunga hingga mekar adalah berkisar antara 40-60 hari bergantung pada intensitas hujan yang terjadi. Bunga durian tersusun dalam tangkai dan bergerombol. Setiap kuntum bunga bermahkota lima helai yang terlepas satu sama lain dan memiliki benang sari yang menyatu. Bunga durian adalah bunga sempurna, namun untuk membentuk buah, tanaman durian melakukan penyerbukan silang yang dibantu oleh angin dan serangga dan hanya pada beberapa kultivar saja yang bisa menyerbuk sendiri seperti Monthong dan Chanee. Bunga akan mekar mulai pada pukul 1600 sore dan menyerbuk pada malam hari. Dengan tipe penyerbukan seperti ini menyebabkan tingginya keragaman pada tanaman durian (Bumrungsri et al. 2009).
9
Bentuk buah durian bervariasi dari bulat hinga lonjong. Warna kulit buah bermacam-macam dari hijau hingga kecoklatan. Tangkai buah berbentuk bulat panjang dan terletak dipangkal buah dengan panjang berkisar 15 cm (Wiryanta 2002). Duri durian pun beragam dari mulai panjang meruncing berbentuk piramid hingga tidak berduri. Setiap buah umumnya terdiri dari lima juring yang bersekat kuat hingga tidak bersekat. Warna daging buah bervariasi dari warna putih, kuning muda hingga jingga (Verheij & Coronel 1991). Ketebalan, rasa dan tekstur daging buah sangat bergantung pada jenis dan varietas durian. Jumlah biji durian dalam satu juring bergantung juga pada jenis dan verietas durian. Bentuk dan ukuran biji bervariasi dengan permukaan halus hingga mengkerut dan warna kulit biji coklat. Analisis Keragaman Genetik Tanaman Durian Durian memiliki jumlah kromosom sebanyak 2n=2x=56. Durian merupakan tanaman dengan sistem penyerbukan silang (cross pollination). Oleh karena itu progeny durian sangat heterozygous sehingga menghasilkan banyak rekombinasi baru dan menghasilkan sifat yang beranekaragam (Brown 1997). Kebanyakan perbanyakan tanaman durian di Indonesia dengan biji dari buah tanaman yang tumbuh liar di hutan-hutan atau juga yang dilakukan oleh petani dengan cara generatif atau dengan biji yang disemaikan (Sastrapradja 1979), sehingga banyak tanaman durian Indonesia yang tidak teridentifikasi dan hanya beberapa diantaranya yang baru dikarakterisasi secara sederhana dan dilepas menjadi varietas dan masih terus dalam pengkajian lanjut. Studi variasi genetik pada tumbuhan telah dilakukan selama beberapa dekade berdasarkan karakter morfologi dan fisiologi. Karakter ini biasanya produk dari ekspresi gen dan dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Kondisi ini sering membuat sulit untuk melakukan analisa dan menghasilkan kesimpulan yang kurang jelas. Analisis berbasis DNA memberikan solusi untuk masalah ini, karena tidak mengandalkan pada produk yang diekspresikan dari genom dan independen dari pengaruh lingkungan atau tahap perkembangan. Oleh sebab itu informasi tambahan secara genetik sangat diperlukan guna mendapatkan hasil pengelompokan yang lebih akurat (Semagn et al. 2006)
10
Marka molekuler adalah upaya yang dilakukan dalam membedakan karakteristik tanaman pada tingkat DNA. Penggunaan penanda molekuler utamanya dilakukan untuk meminitor variasi pada susunan DNA didalam satu spesies dan pada sejumlah spesies. Teknologi pada tingkat genetik ini menjadi penting terkait dengan potensi utamanaya bagi pengembangan program pemuliaan,
yaitu efektivitas
pengorganisasian plasma nutfah, pengujian
kemurnian genotipe atau klon dan perlindungan hak kekayaaan intelektual. Para pemulia bisa melindungi genotipe temuannya tidak hanya teridentifikasi secara morfologi namun juga secara genetika (Karp et al. 1997). Analisis penanda molekuler menjadi penting karena karakter tanaman pada dasarnya hasil interaksi antara faktor genetik dengan lingkungannya, sehingga tanaman yang pada dasarnya masih satu jenis menjadi berbeda secara fisik
karena
perbedaan
perlakuan
atau
lingkungan.
Salah
satu
cara
mengidentifikasi persamaan atau perbedaan jenis dibalik keragaman karakteristik fisik adalah melihat variasi pada tingkat gen (Henry 1997). Penanda Morfologi Karakter morfologi tanaman adalah salah satu penanda yang sering digunakan dalam mengidentifikasi keragaman tanaman. Penampilan morfologi merupakan hasil dari interaksi antara genotipe dan lingkungan. Pemunculan suatu fenotipe merupakan hasil ekspresi banyak gen melalui rangkaian proses pengaturan yang kompleks, itu sebabnya keragaman dapat terjadi karena adanya perbedaan lingkungan adaptasi (Allard 1960). Deskripsi durian unggul menggambarkan karakter-karakter buah durian yang beragam. Tiap genotipe memiliki deskripsi morfologi buah yang berbeda-beda (Dirjen Hort. 2008). Penggunaan marka morfologi (berdasarkan pengamatan visual) dalam tataran aplikasi lapangan mempermudah dalam mengidentifikasi suatu genotipe tanaman, namun kadang sulit dilakukan untuk beberapa tanaman yang memiliki kekerabatan dekat karena perbedaan karakter pada spesies yang berkerabat dekat sangat sedikit, dan sangat dipengaruhi oleh lingkungan sehingga mungkin akan menghasilkan informasi yang bias. Menurut Poespodarsono (1988) karakter morfologi terdiri dari dua sifat yaitu kualitatif
11
dan kuantitatif. Sifat kualitatif dapat dibedakan secara tegas karena dikendalikan oleh gen sederhana. Sedangkan sifat kuantitatif tidak dapat dibedakan secara sederhana karena dikendalikan oleh banyak gen dan memiliki distribusi kontinu. Kedua sifat tersebut saling mendukung dalam proses adaptasi dan spesiasi suatu tanaman pada lingkungan tertentu. Penanda Molekuler Inter Simple Sequence Repeats (ISSR) Perkembangan teknik-teknik molekuler berdasarkan DNA merupakan salah satu alat untuk menganalisis genom tanaman. Teknik ini berkembang karena dapat mengurangi
keterbatasan sifat
dari
penanda
morfologi
yaitu rendahnya
polimorfisme, adanya pengaruh deleterious, pleiotropi dan epistasis (Weising et al. 2005). Sejak pertengahan 1980-an, identifikasi genom dan seleksi telah berkembang pesat dengan bantuan teknologi PCR. Sejumlah besar protokol penanda yang cepat dan membutuhkan hanya sedikit sampel DNA telah dikembangkan. Tiga penanda berbasis PCR yang luas penggunaannya adalah RAPD , SSR atau mikrosatelit, dan AFLP. Setiap teknik penanda molekuler memiliki kekurangan dan kelebihan. Penanda RAPD sangat cepat dan mudah dikembangkan karena sekuens primernya bersifat acak, tetapi kurang reprodusibel (Virk et al. 1995). AFLP memiliki reprodusibilitas yang sedang tetapi membutuhkan biaya operasional yang tinggi (Karp et al. 1997). Mikrosatelit bersifat spesifik dan sangat polimorfik, namun membutuhkan pengetahuan awal tentang sekuens genomik tanaman untuk mendisain primer spesifiknya, sedangkan informasi sekuens genomik tanaman terbatas hanya pada spesies yang bernilai ekonomi saja. Pemilihan teknik penanda molekular bergantung pada reprodusibilitas dan kesederhanaannya. Penanda terbaik untuk pemetaan genom, Marker Assisted Selection (MAS), studi filogenik, dan konservasi tanaman harus menggunakan biaya yang rendah dan tenaga kerja yang sedikit serta reliabilitasnya tinggi. Salah satu penanda molekuler yang banyak digunakan sejak tahun 1994 (Zietkiewicz et al. 1994) adalah ISSR, yang merupakan bagian mikrosatelite yang tidak mengkode protein (non coding region).
12
Daerah mikrosatelit merupakan segmen DNA yang berulang yang dimiliki oleh semua organism baik eukariot maupun prokariot. DNA repetitif paling banyak ditemukan pada genom organisme eukariotik. Sekuens DNA berulang ini merupakan sumber variasi di DNA kloroplas, mitokondria dan inti. Daerah ini terdiri dari pengulangan daerah secara berpasangan dari beberapa nukleotida, umumnya 2-6 nukleotida dengan perulangan mencapai ukuran sampai dengan 106 bp yang terdistribusi disepanjang genom dan terdapat pada genom eukariot (Wolfe & Liston 1998). ISSR merupakan daerah di dalam DNA yang panjangnya sangat bervariasi dalam suatu spesies yang sama (Salimath et al. 1995). Karakteristik mikrosatelit sama di dalam genom seluruh organism, memiliki level variasi alelik yang tinggi, bersifat kodominan, dan potensial untuk analisis yang dapat diautomasi menjadikan daerah ini sebagai penanda molekuler yang unggul (Trojanwska & Balibok 2004). ISSR merupakan penanda semi acak yang diamplifikasi oleh PCR dengan adanya satu primer yang komplementer terhadap suatu target mikrosatelit (Gambar 2). Penanda ini dikembangkan dari daerah di antara lokus mikrosatelit atau yang disebut juga Single Sequence Repeat (SSR). Amplikasi daerah tersebut tidak membutuhkan informasi sekuens genom dan menghasilkan pola multilokus dan sangat polimorfik (Nagaoka & Ogihara 1997). Setiap pita mewakili sekuens DNA yang dibatasi oleh dua mikrosatelit yang berbeda. Seperti halnya RAPD, penanda ISSR cepat dan mudah dilakukan, namun memiliki reprodusibilitas seperti penanda SSR karena primernya yang lebih panjang.
Gambar 2. Wilayah amplifikasi Inter Simple Sequence Repeats (ISSR). (Zietkiewicz et al. 1994).
METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan mulai bulan September 2011 sampai Januari 2012 bertempat di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP), kebun koleksi Cipaku Bogor dan Laboratorium Molekuler Pusat Kajian Hortikultura Tropika (PKHT), Institut Pertanian Bogor (IPB). Bahan dan Alat Dalam penelitian ini digunakan 21 genotipe tanaman durian dari berbagai daerah yang menjadi koleksi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Barat di kebun Cipaku, Bogor (Tabel 1). Genotipe yang digunakan terdiri dari varietas nasional (yang sudah dilepas) dan genotipe unggul daerah yang belum dilepas. Tabel 1. Nama genotipe tanaman durian koleksi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP), kebun percobaan Cipaku dan daerah asalnya. No
Nama genotipe Daerah asal
No
Nama genotipe
Daerah asal
1
Lokal cipaku
Bogor, Jabar
12
Pasir jati
Pasir jati, Jabar
2
Kendil
Brongkol, Jateng
13
Aseupan
Rancamaya, Jabar
3
Layung
Pandeglang, Jabar
14
Kim
Pandeglang, Jabar
4
Pangkalan
Kalbar
15
Tambleg
Ciapus, Jabar
5
Bulan
Ciawi, Jabar
16
Sunan
Boyolali, Jateng
6
Pingku
Bogor, Jabar
17
Sikoclak
Bogor, Jabar
7
Hepe
Jonggol, Jabar
18
Hejo
Bogor, Jabar
8
Tanjung mabah
Mabah, Kalbar
19
Perwira
Majalengka, Jabar
9
Kuning garing
Pandeglang, Jabar
20
Kanjau
Thailand
10
Semeng
Semeng, Kalbar
21
Manalagi
Malang, Jatim
11
Mentega
Kalbar
14
Bahan yang digunakan dalam pengamatan molekuler antara lain: pasir kuarsa, merkaptoetanol, PVPP (polyvinylpolypyrrolidone), CTAB, aquades steril, CIAA (Chloroform isoamylalcohol) (CIAA 24:1), alkohol absolute 70%, isopropanol, agarose, air bebas ion, buffer TAE 1x, loading dye, PCR mix, Primer ISSR (10 primer), ethidium bromide, tube 1.5 ml, tube 0.2µl, tip putih, tip kuning, tip biru dan kb ladder. Alat-alat yang digunakan adalah mortal, micropipette, vortex, shaker, freezer, centrifuge, waterbath, mesin PCR (Applied Biosystem 2720 thermal cycler), bak elektroforesis, UV transluminator dan kamera digital. Metode a. Pengamatan Morfologi Percobaan ini terdiri atas dua tahapan, Tahap pertama pemilihan tanaman untuk analisis morfologi tanaman. Tanaman durian yang dipilih adalah tanaman durian yang ditanam pada tahun 1996 - 2001. Dari beberapa tanaman durian yang mewakili kultivar durian tertentu tersebut kemudian dipilih yang memiliki vigor tinggi. Tahap kedua, tanaman durian terpilih kemudian diamati berdasarkan karakter morfologi yang digambarkan dalam deskriptor. Pengamatan dilakukan pada bulan September sampai dengan Desember 2011. Contoh daun untuk analisis keragaman morfologi diambil secara acak dalam 1 pohon induk durian pada cabang 1, 2 dan 3. Cabang terpilih adalah cabang yang tidak ternaungi dan tidak terdapat serangan hama dan penyakit. Daun contoh kemudian dipilih dalam satu ranting terpilih dimulai dari daun ke-tiga dan diskor berdasarkan panduan descriptors for durian (Bioversity Internasional 2007). Karakter yang diamati sebanyak 22 karaker meliputi karakter kualitatif sebanyak 14 karakter (karakter pohon, batang, dan daun) (Tabel 2) dan karakter kuantitatif meliputi 8 karakter pengukuran (Tabel 3). Karakter pengamatan karakter daun dari setiap genotipe kemudian ditabulasi. Hasil tabulasi yang memiliki nilai dominan akan dijadikan sebagai karakter penciri untuk genotipe yang dievaluasi.
15
Tabel 2. Karakter pengamatan morfologi vegetatif sifat kualitatif pada 21 genotipe tanaman durian di BPTP kebun percobaan Cipaku. No
Penanda Morfologi Kualitatif
1.
Bentuk tajuk
2.
Habitus pertumbuhan batang
3.
Pola percabangan
4.
Tekstur kulit batang
5.
Warna daun
6.
Bentuk daun (BD)
7.
Bentuk ujung daun (BUD)
8.
Bentuk pangkal daun (BPD)
9.
Tekstur daun
10.
Peruratan daun atas
11.
Peruratan daun bawah
12.
Kerebahan daun
13.
Keadaan pinggir daun
14.
Keadaan permukaan daun
Kategori
Deskripsi
1. 2. 1. 2. 1. 2. 3. 4. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 4. 5. 1. 2. 3. 1. 2. 1. 2. 1. 2. 1. 2. 1. 2. 3. 4. 1. 2.
Piramidal Oblong Lurus Melilit Erect Semi-erect Wide Horizontal Halus Kasar Mengelupas Hijau muda Hijau Hijau tua Obovate-lanceolate Oval-oblong Elliptic Acuminate Acuminate-acute Cuspidate-acuminate Acuminate-curve Long acuminate Obtuse Acute Cuneate-acute Papery Leathery Jelas Tidak Jelas Menonjol Tidak menonjol Rebah 45o Down vertically Lengkung keluar Keatas (V) Datar Lengkung kedalam (U) Rata Bergelombang
Sumber : Descriptors for durian (Bioversity International 2007).
16
Tabel 3. Karakter pengamatan morfologi vegetatif sifat kuantitatif pada 21 genotipe tanaman durian di BPTP kebun percobaan Cipaku. No
Penanda Morfologi Kuantitatif
1.
Panjang daun (cm)
2.
Lebar daun (cm)
3.
Panjang tangkai daun (cm)
4.
Panjang ujung daun (cm)
5.
Diameter tangkai besar daun (cm)
6.
Diameter tangkai kecil daun (cm)
7.
Kerapatan daun ( panjang rangkaian daun (cm) / jumlah daun (buah)) Jumlah vena primer (buah)
8.
Kategori
Deskripsi
1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3.
14.06 ≤ PD < 14.85 14.85 ≤ PD < 15.82 15.82 ≤ PD 4.7 ≤ LD < 5.33 5.33 ≤ LD < 6.01 6.01 ≤ LD 1.75 ≤ PTD < 1.77 1.77 ≤ PTD < 1.83 1.83 ≤ PTD 1.25 ≤ PUD < 1.33 1.33 ≤ PUD < 1.52 1.52 ≤ PUD 0.284 ≤ DTB < 0.314 0.314 ≤ DTB < 0.35 0.35 ≤ DTB 0.191 ≤ DTK < 0.204 0.204 ≤ DTK < 0.212 0.212 ≤ DTK 1.78 ≤ KD < 1.97 1.97 ≤ KD < 2.25 2.25 ≤ KD TD > 14 12 ≤ TD < 14 11 ≥ TD < 12
Panjang ujung daun Lebar daun atas Lebar daun tengah Panjang daun
Panjang petiole
Lebar daun bawah Sudut pusat daun Lebarbawah petiole tebal dan kecil bawah
Gambar 3. Skematik pengukuran karakter kuantitatif daun durian (RIRDC 2009).
17
b. Pengamatan Molekuler Tahapan pengerjaan molekuler meliputi dua kegiatan utama yaitu isolasi DNA dan analisis ISSR. Persiapan template DNA dilakukan dengan mengekstraksi DNA dari daun tanaman durian dilakukan pada bulan September November 2011. Analisis ISSR dilakukan selama bulan November 2011 - Januari 2012 dengan mengamplifikasi template DNA melalui mesin PCR. Seluruh kegiatan tersebut, termasuk kegiatan elektroforesis, visualisasi dan dokumentasi dilaksanakan di laboratorium PKHT. Isolasi DNA Prosedur isolasi DNA durian mengikuti metode CTAB (Lian et al. 2006) yang meliputi 4 tahapan utama yakni pengambilan sampel daun dan ekstraksi, pemurnian, presipitasi pelet DNA, dan uji kualitas DNA. a. Pengambilan sampel daun dan ekstraksi Daun durian diketahui banyak mengandung fenolik, sehingga waktu pengambilan dan pemilihan daun untuk analisis DNA harus diperhatikan. Untuk menghindari DNA berwarna kekuningan, daun yang diambil dan waktu pengambilan daun menjadi sangat penting. Daun yang diambil sebaiknya bukan daun yang muda karena akan menghasilkan banyak lendir saat dilakukan isolasi DNA, oleh karena itu daun tua lebih baik. Namun kendala yang sering muncul pada daun tua banyak terjadi fenolik untuk itu waktu pengambilan daun dilakukan diwaktu pagi hari sebelum matahari bersinar terik dan saat pengangkutan, daun diusahakan tidak terpapar panas sehingga daun tidak mengalami pencoklatan. Sampel daun yang belum digunakan kemudian disimpan di dalam deep freezer agar tidak rusak. Sampel daun dari masing-masing bahan tanaman digerus menggunakan mortar dengan penambahan buffer ekstraksi (CTAB 10%; EDTA 0.5 M (pH 8.0); Tris-HCl 1 M (pH 8.0); NaCl 5 M; β-mercaptoetanol 1%), PVPP dan pasir kuarsa. Hasil gerusan dimasukkan dalam tabung steril ukuran 1.5 ml, Kemudian ditutup rapat, diinkubasi dalam waterbath pada suhu 65oC selama 30 menit. Setelah diangkat sample didinginkan beberapa menit sebelum dituangkan
18
larutan chloroform : isoamyl-alcohol. Larutan
chloroform : isoamyl-alcohol
digunakan untuk presipitasi protein yang telah didenaturasi. Tujuannya agar protein terpisah dari larutan buffer yang mengandung DNA. b. Pemurnian Buffer pemurnian 1x volume berupa campuran chloroform : isoamylalcohol (CIAA) dengan perbandingan 24:1 v/v ditambahkan ke dalam sampel setelah tube diangkat dari waterbath dan suhunya telah turun, lalu divortex perlahan-lahan (sekitar 6-8 rpm) selama 1 menit. Sampel kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 10 000 rpm selama 10 menit dengan tujuan memisahkan bagian DNA dan bahan-bahan lainnya. Pemisahan fraksi di dalam campuran dilakukan dengan mengambil supernatant dan memindahkannya ke dalam tube steril baru. Proses pemurnian kemudian kembali dilakukan dengan penambahan CIAA 1x volume, di vortex selama 1 menit dan disentrifugasi pada 10 000 rpm selama 10 menit. c. Presipitasi Supernatant dari hasil pemurnian dipindahkan ke tube steril baru ukuran 1.5 ml, ditambahkan isopropanol (dingin) 1x volume, kemudian dikocok perlahan dan diinkubasi dalam 4oC selama 30 menit sehingga terbentuk gumpalan yang berbentuk seperti lendir. Larutan DNA tersebut disentrifugasi kembali dan larutan dibuang hingga pelet DNA tertinggal diujung tube. Pelet kemudian dicuci dengan 100 µl ethanol 70% dan disentrifugasi kembali, kemudian dikering anginkan selama 6 jam sampai pelet kering. Selanjutnya pelet dilarutkan dalam 100 µl TE (1 M Tris-HCl (pH 8,0); 0,5 M EDTA (pH 8,0); air bebas ion). d. Uji kualitas DNA Kualitas DNA total diuji dengan menggunakan gel agarose 0.8% dan dielektroforesis dalam larutan buffer TAE 1x yang dialirkan arus listrik dari muatan negatif menuju muatan positif selama 47 menit pada tegangan 50 volt. Konsentrasi 5 µl DNA total kemudian dibandingkan dengan 1 µl lamda DNA (Promega) yang dielektroforesis bersama dengan konsentrasi 254 µg/ml, sehingga untuk setiap 1 µl DNA total setara dengan 91.4 ng/ µl. Pewarnaan dilakukan dengan cara
19
perendaman gel agarose dalam larutan EtBr 1% selama 15 menit, kemudian didokumentasikan menggunakan kamera digital canon power shoot A480 di bawah penyinaran UV transulliminator. Polymerase Chain Reaction (PCR) Amplifikasi dilakukan dengan alat PCR merk Applied Biosystem 2720 thermal cycler. Primer yang digunakan adalah primer Inter Simple Sequence Repeat (ISSR) koleksi Laboratorium Pusat Kajian Hortikultura Tropika IPB sebanyak 10 primer (Tabel 4) yang telah dioptimalisasi. Komposisi PCR yang digunakan dalam proses PCR meliputi DNA template, primer ISSR, PCR mix go tag green master Promega dan nuclease free water. Komposisi PCR meliputi : DNA 10 ng/µl, primer 10 pmol/µl, PCR mix 12.5 μl, kemudian ditambahkan air bebas ion hingga mencapai volume 25 μl. Tahapan PCR meliputi pre heat, denaturation, annealing, extension, dan pendinginan (Tabel 5). Tabel 4. Nama dan susunan basa primer ISSR koleksi PKHT-IPB. No. 1 2 3 4 5 6 7
Nama Primer PKBT-2 PKBT-3 PKBT-4 PKBT-5 PKBT-6 PKBT-7 PKBT-8
Sekuens (AC)8TT (AG)8T (AG)8AA (AG)8TA (AG)8TT (GA)9A (GA)9C
Suhu Annealing (oC) 53 53 53 53 53 54 54
8 9 10
PKBT-9 PKBT-10 PKBT-12
(GA)9T (GT)9A (GT)9T
54 54 54
Tabel 5. Suhu dan waktu yang digunakan pada proses Polymerase Chain Reaction. Tahapan Pemanasan awal Denaturasi Penempelan Perpanjangan Penurunan Pendinginan Jumlah siklus PCR
Suhu 94oC 94oC 36oC- 53/54oC 72oC 72oC 4oC
Waktu 4 menit 30 detik 30 detik 1 menit 5 menit Sampai tak terhingga 35
20
Pengamatan penanda molekuler Peubah atau parameter yang diamati pada penanda molekuler adalah jenis primer, sedangkan lokus yang diamati adalah pita. Terbentuknya lokus untuk setiap primer berbeda-beda dalam ukuran basepair (bp). Pengamatan parameter primer dan lokus pada penanda molekuler ditampilkan pada Tabel 6. Tabel 6. Keragaan primer dan lokus pada penanda molekuler. No 1 2 3 4 5 6
Nama Primer PKBT 2 PKBT 3 PKBT 4 PKBT 5 PKBT 6 PKBT 7
7 8 9 10
PKBT 8 PKBT 9 PKBT 10 PKBT 12
Lokus/pita (bp) 250, 375, 500, 625, 750, 875, 1000 250, 375, 500, 750, 1000, 1250 562, 625, 1000 250, 334, 418, 500 250, 375, 500, 750 250, 375, 500, 625, 1000 250, 313, 376, 439, 500, 750, 1000 250, 375, 500, 750 500, 625, 750, 875 500, 750, 875, 2000
Analisis Data Data hasil pengamatan morfologi dan ISSR diolah menggunakan program NTSYSpc (Numerical Taxonomy and Multivariate Analyses System) versi 2.02 (Rohlf 1998). Data hasil pengamatan karakter morfologi diskoring berdasarkan panduan deskriptor Durian, “Descriptors for durian” (Bioversity Internasional 2007), sedangkan untuk menentukan keragaman genetik, produk PCR-ISSR berupa profil pita DNA diterjemahkan dalam data biner dengan skor nol (0) jika tidak ada pita, dan satu (1) jika ada pita pada tingkat migrasi yang sama. a. Analisis similaritas (kekerabatan) .Koefisien kesamaan genetik antar genotipe durian berdasarkan penanda morfologi, ISSR dan data gabungan keduanya diolah menggunakan prosedur SIMQUAL (Similarity for Qualitative Data) pada program NTSYSpc versi 2.02 dan dihitung berdasarkan koefisien DICE dari Nei dan Lei (1979) dengan persamaan sebagai berikut :
21
S =
2 nab (na + nb )
Keterangan : S (DICE coefficient) adalah nilai kesamaan genetik antara individu. a dan b adalah dua individu yang dibandingkan. nab adalah jumlah pita yang sama posisinya pada individu a dan b. na dan nb adalah jumlah pita pada masing-masing individu a dan b. b. Analisis pengelompokan Analisis Gerombol (Clustering) seluruh data, baik data morfologi, ISSR maupun data gabungan masing-masing menggunakan Sequential, Agglomerative, Hierarchical, and Nested (SAHN)-UPGMA (Unweighted pair-group method, arithmetic average) pada program NTSYSpc versi 2.02. Hasil analisis disajikan dalam bentuk dendrogram. c. Analisis komparasi antara dua penanda Untuk mengetahui tingkat keselarasan koefisien kesamaan antara penanda morfologi dengan profil DNA, kedua data dibandingkan dan dianalisis tingkat keselarasannya dengan menggunakan MXCOMP NTSYS-pc versi 2.02. tingkat keselarasan pengelompokan ditentukan berdasarkan kriteria goodness of fit, berdasarkan nilai korelasi menurut Rohlf (1993) yakni tingkat kesamaan nilai matriks similarity coefficient dengan interpretasi kesesuaian matriks korelasi dua data adalah sangat sesuai (r ≥ 0.9), sesuai (0.8 ≤ r < 0.9), tidak sesuai (0.7 ≤ r < 0.8), sangat tidak sesuai (r < 0.7).
22
HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaman Karakter Morfologi Hasil identifikasi dan analisis morfologi pada 21 genotipe tanaman durian koleksi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) di kebun percobaan Cipaku menunjukkan adanya keragaman sifat-sifat morfologi. Karakter-karakter tersebut dikelompokkan berdasarkan pengamatan langsung dan pengukuran. Proporsi karakter hasil identifikasi morfologi vegetatif kualitatif disajikan pada Tabel 7, Proporsi karakter daun yang muncul disajikan pada Tabel 8, sedangkan proporsi karakter hasil identifikasi pengukuran morfologi (karakter kuantitatif) disajikan pada Tabel 9 dan rekapitulasi karakter polimorfik penanda morfologi vegetatif ditampilkan pada Tabel 10. Deskripsi lengkap morfologi 21 genotipe tanaman durian yang diamati ditampilkan pada lampiran 6-26. Analisis Penanda Morfologi Keragaman morfologi pada tanaman durian dapat diamati pada tingkat spesies yang sama. Parameter atau variabel peubah yang diamati pada penanda morfologi sebanyak 22 karakter (Tabel 7 & Tabel 9). Variabel morfologi yang diamati diasumsikan setara dengan jenis primer pada penanda molekuler, sedangkan kategori dari subkarakter setara dengan lokus pita pada penanda molekuler (kedua penanda dalam data biner). Karakter morfologi vegetatif sifat kualitatif Sifat yang nampak pada tanaman dapat dibedakan atas sifat kualitatif dan sifat kuantitatif. Sifat kualitatif dapat dibedakan secara tegas atau deskret, karena dikendalikan oleh gen sederhana. Sifat kualitatif adalah sifat yang secara kualitatif berbeda sehingga mudah dikelompokkan dan biasanya dinyatakan dalam kategori. Tabel 7 memperlihatkan bahwa karakter morfologi vegetatif sifat kualitatif pada 21 genotipe yang diamati menunjukkan keragaman tinggi (proporsi munculnya subkarakter ≤ 70%) yang terlihat pada karakter pola percabangan, tekstur kulit batang, warna daun, bentuk daun (BD), bentuk ujung daun (BUD), bentuk pangkal daun (BPD), dan keragaan pinggir daun. Karakter morfologi yang
24
menunjukkan keragaman yang rendah terlihat pada kerebahan daun, tekstur daun, habitus pertumbuhan batang, bentuk tajuk dan keragaan permukaan daun, peruratan daun atas, peruratan daun bawah. Tabel 7. Karakter morfologi vegetatif sifat kualitatif dan proporsi subkarakternya yang ditunjukkan pada 21 genotipe tanaman durian koleksi BPTP kebun percobaan Cipaku. Sub Deskripsi Karakter 1. Bentuk tajuk 1. Piramidal 2. Oblong 2. Habitus pertumbuhan batang 1. Lurus 2. Melilit 3. Pola percabangan 1. Erect 2. Semi-erect 3. Wide 4. Horizontal 4. Tekstur kulit batang 1. Halus 2. Kasar 3. Mengelupas 5. Warna daun 1. Hijau muda 2. Hijau 3. Hijau tua 6. Bentuk daun (BD) 1. Obovate-lanceolate 2. Oval-oblong 3. Elliptic 7. Bentuk ujung daun (BUD) 1. Acuminate 2. Acuminate-acute 3. Cuspidate-acuminate 4. Acuminate-curve 5. Long acuminate 8. Bentuk pangkal daun (BPD) 1. Obtuse 2. Acute 3. Cuneate-acute 9. Tekstur daun 1. Papery 2. Leathery 10. Peruratan daun atas 1. Jelas 2. Tidak jelas 11. Peruratan daun bawah 1. Menonjol 2. Tidak menonjol 12. Kerebahan daun 1. Rebah 45o 2. Down vertically 13. Keragaan pinggir daun 1. Lengkung keluar 2. Ke atas 3. Agak mendatar 4. Lengkung kedalam 14. Keragaan permukaan daun 1. Rata 2. Bergelombang Sumber : Descriptors for durian (Bioversity International 2007). No
Karakter Kualitatif
Proporsi Sub karakter (%) 90.48 9.52 95.24 4.76 19.05 42.86 23.81 14.28 28.57 66.66 4.76 14.29 66.67 19.05 23.81 28.57 47.62 19.05 19.05 38.10 9.52 14.28 38.10 33.33 28.57 9.52 90.48 90.47 9.52 76.19 23.80 80.95 19.05 14.29 57.14 14.29 14.29 85.71 14.29
25
Lingkar batang 21 genotipe tanaman durian yang diamati mempunyai ukuran yang bervariasi antara 24.5-131 cm. Genotipe durian yang memiliki lingkar batang terbesar adalah durian Pasirjati (131 cm) dan lingkar batang yang terkecil dimiliki oleh hejo dan kuning garing masing-masing 24.5 cm dan 26.5 cm (Lampiran 4-25). Umur tanaman durian yang tertua adalah yang ditanam tahun 1996 yaitu genotipe durian bulan, aseupan, dan perwira, sedangkan umur tanaman durian yang termuda ditanam tahun 2001 yaitu genotipe Lokalcipaku. Bentuk kanopi durian yang diamati dapat dibedakan menjadi dua kategori yaitu, 1) kategori Oblong dengan ciri pada ujung kanopi, ujung batang utama bercabang atau tinggi cabang dibawah batang utama hampir mendekati tinggi batang utama sehingga terlihat rompang dan membulat di ujung kanopi. Pola percabangan yang dibentuk horizontal dan wide. Subkarakter tajuk oblong ini ditunjukkan pada durian Manalagi dan Lokal cipaku; 2) kategori pyramidal ditunjukkan dengan ciri batang utama tumbuh tinggi melebihi cabang dibawahnya dengan pola percabangan dari erect, wide dan horizontal. Subkarakter tajuk pyramidal ini ditunjukkan pada durian Sikoclak, Pasirjati, Sunan, Mentega, Kim, Perwira, Bulan, Kendil, Tambleg, Semeng, Hejo, Pangkalan, Pingku, Hepe, Layung, Aseupan, Tanjung mabah, Kuning garing, dan Kanjau. Genotipe yang memiliki tajuk yang rimbun dimiliki oleh Sunan, Pasirjati, Kim, Tambleg, Kanjau, Perwira, Kendil, Lokal cipaku, Hepe dan Bulan. Pada durian dengan tajuk rimbun memiliki jumlah cabang primer berjumlah 16-30 cabang. Genotipe dengan tajuk yang tidak rimbun ditunjukkan oleh genotipe Semeng, Sikoclak, Manalagi, Mentega, Pangkalan dan Hejo. Jumlah cabang primer pada genotipe durian yang tidak rimbun berkisar 9-14 cabang. Genotipe yang memiliki percabangan rendah (< 1 m) adalah Semeng, Tambleg, Kim, Sikoclak dan Pangkalan. Karakter kualitatif warna daun salah satu parameter pembeda yang jelas terlihat pada daun durian. Ke-21 genotipe durian memiliki pola penyebaran warna daun yang dikategorikan dalam 3 kelompok berdasarkan intensitas warna hijau yang terlihat dilapang. Pengkategorian warna daun yaitu, 1) hijau muda dengan kriteria warna daun terlihat lebih muda dipohon, dan daun menunjukkan ciri semburat warna putih pada daging daun. Subkarakter warna ini diwakili oleh durian Sunan, Semeng
26
dan Mentega; 2) hijau merupakan keragaman warna yang paling luas pada daun genotipe durian koleksi cipaku karena menyebar dari warna hijau agak gelap hingga mendekati hijau tua. Kriteria warna ini ditunjukkan oleh Hepe, Sikoclak, Manalagi, Pasirjati, Perwira, Hejo, Bulan, Kendil, Pangkalan, Kuninggaring, Tanjung mabah, Pingku, Aseupan, dan Lokalcipaku; 3) hijau tua, kriteria warna hijau tua ditunjukkan dengan warna yang lebih gelap dilapang (at a glance) subkarakter ini ditunjukkan oleh genotipe Kanjau, Tambleg, Kim dan Layung. Penanda morfologi keragaan pinggir daun durian dapat dibedakan dengan melihat daun dari sisi tangkai daun dengan daun menghadap ke atas. Kategori keragaan pinggir daun melengkung keluar ditandai dengan pinggir daun yang menggulung ke arah luar dengan posisi daging daun yang mencembung keatas. Subkarakter ini dimiliki oleh genotipe Kanjau, Hepe dan Kim. Subkarakter keragaan pinggir daun menghadap ke atas membentuk huruf V, merupakan subkarakter yang paling dominan dan diwakili oleh genotipe Layung, Bulan, Pingku, Tanjung mabah, Kuning garing, Mentega, Pasirjati, Aseupan, Sikoclak, Hejo, Perwira dan Manalagi. Subkarakter keragaan pinggir daun lurus ditandai dengan daun membentuk huruf V yang melebar. Subkarakter ini ditunjukkan pada Tambleg, Pangkalan dan Lokal cipaku. Subkarakter pinggir daun melengkung ke dalam ditandai dengan daun membentuk cekungan, sehingga daun seolah-olah menggulung. Subkarakter ini diwakili oleh Sunan, Semeng dan Kendil (Gambar 4).
A
B
C
D
Gambar 4. Keragaan pinggir daun pada tanaman durian. a) melengkung ke dalam (cekung); b) melengkung keluar, c) ke atas (bentuk V) dan d) agak datar.
Durian memiliki keragaman bentuk daun yang luas. Telah diketahui bahwa karakter bentuk daun, bentuk ujung daun, dan bentuk pangkal daun merupakan karakter yang kuat diwariskan atau dengan kata lain memiliki heritabilitas yang tinggi pada tanaman durian (Hiranpradit et al 1992). Hasil
27
penelitian Suketi (1994) dan Novayadi (2004) menunjukkan bahwa ketiga karakter daun tersebut menunjukkan keragaman dalam satu pohon induk durian. Pada ketiga karakter morfologi daun, pengskoran karakter daun dalam satu pohon induk dijadikan dasar untuk mengetahui bentuk daun yang dominan. Karakter daun yang dominan kemudian akan digunakan sebagai dasar dalam menentukan karakter yang mewakili untuk setiap genotipe tanaman durian yang diamati. Tabel 8. Proporsi karakter daun yang muncul pada 21 genotipe tanaman durian yang diamati di BPTP kebun percobaan Cipaku. Karakter morfologi daun Durian
BD
BUD
BPD
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
6
1
2
3
4
10
10
-
80
-
100
-
-
-
-
-
50
30
10
10
Kendil
-
20
-
70
10
40
-
60
-
-
-
-
60
20
20
Layung
-
60
-
40
-
30
-
70
-
-
-
-
20
30
50
60
30
-
10
-
40
-
60
-
-
-
-
-
60
40
Bulan
-
20
-
80
-
100
-
-
-
-
-
-
-
60
40
Pingku
60
30
-
10
-
60
10
30
-
-
-
-
-
60
40
-
90
-
10
-
-
100
-
-
-
-
10
70
20
-
T. Mabah
80
20
-
-
-
20
-
80
-
-
-
-
-
40
60
K. Garing
-
30
-
70
-
40
-
60
-
-
-
-
70
-
30
Semeng
10
30
-
50
10
-
90
-
-
-
10
-
-
90
10
Mentega
-
80
-
20
-
20
-
80
-
-
-
-
60
10
30
Pasirjati
-
40
-
60
-
20
-
80
-
-
-
-
70
-
30
Aseupan
10
60
-
30
-
-
-
-
-
100
-
-
10
20
70
Kim
20
10
10
60
-
10
-
10
80
-
-
20
50
-
30
Tambleg
90
-
-
10
-
30
50
-
-
-
20
-
-
90
10
Sunan
10
-
-
90
-
10
90
-
-
-
-
-
-
80
20
Sikoclak
-
40
-
60
-
10
-
-
-
90
-
30
70
-
-
Hejo
-
90
-
10
-
-
-
100
-
-
-
-
-
10
90
Perwira
-
60
-
40
-
90
-
10
-
-
-
-
70
-
30
Kanjau
40
-
40
10
10
30
-
-
50
20
-
-
20
10
70
-
10
-
90
-
-
-
-
-
100
-
40
60
-
-
L.Cipaku
Pangkalan
Hepe
Manalagi
Ket : Bentuk daun (BD) : 1 (obovate-lanceolate), 2 (oval-oblong), 3 (ovate-lanceolate), 4 (elliptic), dan 5 (oblong). Bentuk ujung daun (BUD) : 1 (acuminate), 2 (acuminateacute), 3 (cuspidate-acuminate), 4 (acuminate-curve), 5 (long-acuminate), 6 (acute). Bentuk Pangkal daun (BPD) : 1 (round-obtuse), 2 (obtuse), 3 (acute), 4 (cuneate-acute). (Bioversity International 2007).
28
Penanda morfologi bentuk ujung daun (BUD) dikelompokkan dalam 5 kategori. Berdasarkan Tabel 8 diketahui bahwa BUD acuminate dan cuspidateacuminate merupakan BUD yang dominan muncul pada semua genotipe yang dievaluasi. Berdasarkan kriteria pengelompokan BUD tersebut, genotipe durian yang memiliki BUD acuminate-curve ditunjukkan oleh genotipe Kim dan Kanjau. Genotipe durian yang memiliki BUD long-acuminate ditunjukkan oleh genotipe Aseupan, Sikoclak dan Manalagi, sedangkan bentuk ujung daun cuspidateacuminate ditunjukkan pada genotipe Pangkalan dan Hejo. Genotipe dengan BUD acuminate-acute ditunjukkan pada genotipe Hepe, Semeng, Tambleg dan Sunan. Subkararakter BUD acuminate ditunjukkan oleh Lokal cipaku, Kendil, Layung, Bulan, Pingku, Tanjung mabah, Kuning garing, Mentega, Pasirjati dan Perwira. Karakter bentuk pangkal daun (BPD) menyebar dalam 4 kategori subkarakter. Tampak bahwa kategori 2 (obtuse), 3 (acute), 4 (cuneate-acute) merupakan subkarakter yang dominan muncul pada karakter BPD. Berdasarkan intensitas munculnya BPD, maka subkarakter BPD obtuse ditunjukkan pada genotipe Kendil, Hepe, Mentega, Pasirjati, Kim, Sikoclak dan Manalagi. Subkarakter BPD acute ditunjukkan pada genotipe Bulan, Pingku, Semeng, Tambleg dan Sunan, sedangkan BPD kategori 4 (cuneate-acute) dimiliki oleh genotipe Layung, Tanjung mabah, Aseupan, Hejo dan Kanjau. Penanda morfologi bentuk daun (BD) dibagi dalam 5 kategori. Dari Tabel 8 terlihat bahwa genotipe yang memiliki keragaman daun yang tinggi terdapat pada genotipe Semeng, Kim dan Kanjau. Genotipe Semeng memiliki BD yang menyebar dalam 4 kategori bentuk daun yaitu kategori 1 (obovate-lanceolate), 2 (oval-oblong), 4 (elliptic) dan 5 (oblong). BD daun genotipe Kim menyebar dalam 4 kategori bentuk daun yaitu kategori 1 (obovate-lanceolate), 2 (ovaloblong), 3 (Ovate-lanceolate) dan 4 (elliptic). Pada genotipe Kanjau juga menyebar dalam 4 kategori yang berbeda yaitu 1 (obovate-lanceolate), 2 (ovaloblong), 3 (Ovate-lanceolate) dan 5 (oblong). Genotipe yang memiliki keragaman bentuk daun yang rendah adalah pada genotipe Layung, Bulan, Hepe, Tanjung mabah, Kuning garing, Mentega, Pasirjati, Tambleg, Sunan, Sikoclak dan Manalagi. Semua genotipe tersebut menyebar dalam 2 kategori bentuk daun.
29
Berdasarkan intensitas kemunculan karakter bentuk daun maka keragaman bentuk daun yang diamati dapat dibedakan menjadi 3 kategori, yaitu 1) Ovaloblong ditunjukkan oleh genotipe durian Layung, Hepe, Mentega, Aseupan, Hejo, dan Perwira, 2) Elliptic merupakan bentuk daun yang paling dominan muncul dan ditunjukkan oleh durian Lokal cipaku, Kendil, Bulan, Kuning garing, Semeng, Pasir Jati, Kim, Sunan, Sikoclak dan Manalagi serta 3) Obovate-lanceolate dimiliki oleh durian Pangkalan, Pingku, Tanjung mabah, Tambleg dan Kanjau. Hasil penelitian Hiranpradit et.al (1992) menyatakan bahwa grup durian Kanyao (Kanjau) memiliki bentuk daun obovate-lanceolate, namun dari hasil tersebut tidak didapatkan bentuk daun yang lain. Karakter BUD dan BPD pada daun durian Kanjau juga terjadi variasi (Gambar 5). Hasil penelitian Suketi (1994) dan Novayadi (2004) juga menemukan adanya keragaan yang terjadi pada genotipe durian yang diteliti seperti yang ditunjukkan oleh seluruh genotipe durian Indonesia dalam penelitian ini. Adanya keragaan pada bentuk daun menunjukkan bahwa lingkungan dapat mempengaruhi kondisi keragaman dari
bentuk daun pada
tanaman durian. Bentuk daun pada tanaman salah satunya dipengaruhi oleh lingkungan. Bentuk daun dikontrol oleh sistem yang kompleks karena bentuk daun merupakan faktor penting dalam optimasi pertumbuhan tanaman (Tsukaya 2005).
Gambar 5. Keragaan bentuk daun durian genotipe Kanjau.
Berdasarkan data yang ditunjukkan pada Tabel 8 dapat disimpulkan bahwa bentuk daun (BD) yang dominan muncul pada durian adalah kategori 1 (obovatelanceolate), 2 (oval-oblong), 4 (elliptic), dan 5 (oblong). Pada karakter bentuk ujung daun (BUD), subkarakter yang dominan adalah kategori 1 (acuminate), 2 (acuminate-acute) dan 3 (cuspidate). Pada karakter bentuk pangkal daun (BPD), subkarakter yang dominan muncul adalah kategori 2 (obtuse), 3 (acute) dan 4 (cuneate-acute).
30
Variasi alami yang terjadi dalam klonal tanaman durian cukup besar (Brown 1997; Suketi 1994). Menurut Jaenisch & Bird (2003), sel-sel dari organisme multiseluler secara genetik homogen tetapi secara struktural dan fungsional heterogen yang disebabkan oleh ekspresi gen yang berbeda, sehingga menimbulkan berbagai variasi. Variasi dalam ekspresi gen muncul selama perkembangan dan terpelihara melalui pembelahan mitosis. Perubahan stabil dari peristiwa ini disebut sebagai „epigenetik‟. Epigenetik merupakan variasi yang terbentuk dan dapat diwariskan dalam waktu yang singkat tetapi tidak melibatkan mutasi pada DNA yang disebabkan oleh adanya metilasi DNA dan modifikasi pada histone (Henderson & Steven 2007). Variasi terjadi pada tanaman salah satunya disebabkan oleh adanya pengaruh rootstock pada scion yang menginduksi perubahan fenotipik (Zhang et al. 2008). Variasi ini banyak terjadi pada tanaman yang bersifat heterozigot seperti durian yang perbanyakannya dilakukan secara vegetatif. Karakter morfologi vegetatif sifat kuantitatif Banyak sifat penting pada tanaman yang berkaitan dengan hasil seperti produksi, kadar protein dan kualitas dikendalikan oleh sifat kuantitatif. Sifat kuantitatif adalah sifat yang dikendalikan oleh banyak gen yang masing-masing mempunyai pengaruh kecil pada sifat itu dan memiliki efek yang sama (Poespodarsono 1988). Oleh karena itu sifat kuantitatif lebih banyak dipengaruhi oleh lingkungan. Sifat kuantitatif tidak dapat dibedakan secara tegas karena dikendalikan banyak gen sehingga kalau dibuat distribusinya akan menunjukkan distribusi kontinu. Oleh karena itu pengelompokan dilakukan berdasarkan interval tertentu. Pengukuran sifat kuantitatif dalam penelitian ini dibagi dalam 3 kategori (subkarakter) dengan pembagian berdasarkan 3 interval kuartil. Sifat kuantitatif yang diukur meliputi 8 karakter (Tabel 9). Karakter morfologi vegatatif sifat kuantitatif seluruh pengamatan memiliki interval subkarakter yang disesuaikan dengan distribusi data pada ke-21 genotipe durian, sehingga menunjukkan pola distribusi yang tetap.
31
Tabel 9. Karakter morfologi vegetatif sifat kuantitatif dan proporsi subkarakter yang ditunjukkan pada 21 genotipe tanaman durian koleksi BPTP kebun percobaan Cipaku. No Karakter Kuantitatif 1.
Panjang daun (cm)
2.
Lebar daun (cm)
3.
Panjang petiole daun (cm)
4.
Panjang ujung daun (cm)
5.
Diameter petiole besar (cm)
6.
Diameter petiole kecil (cm)
7.
Kerapatan daun (panjang rangkaian daun (cm) / jumlah daun (buah)) Jumlah vena primer (buah)
8.
Sub Karakter
Deskripsi
Proporsi Sub karakter (%)
1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3.
14.06 ≤ PD < 14.85 14.85 ≤ PD < 15.82 15.82 ≤ PD 4.7 ≤ LD < 5.33 5.33 ≤ LD < 6.01 6.01 ≤ LD 1.75 ≤ PTD < 1.77 1.77 ≤ PTD < 1.83 1.83 ≤ PTD 1.25 ≤ PUD < 1.33 1.33 ≤ PUD < 1.52 1.52 ≤ PUD 0.284 ≤ DTB < 0.314 0.314 ≤ DTB < 0.35 0.35 ≤ DTB DTK ≤ 0.191 0.191 < DTK < 0.212 0.212 ≤ DTK 1.97 ≥ KD 1.98 ≤ KD < 2.25 2.25 ≤ KD TD > 14 12 ≤ TD < 14 11 ≥ TD < 12
28.57 23.81 47.62 28.57 23.81 47.62 28.57 23.81 47.62 28.57 23.81 47.62 28.57 23.81 47.62 28.57 23.81 47.62 28.57 23.81 47.62 28.57 28.57 42.86
Sumber : RIRDC 2009.
Analisis keragaman berdasarkan karakter morfologi sifat kualitatif dan kuantitatif Berdasarkan keragaman bentuk morfologi sifat kualitatif diperoleh dendogram yang ditunjukkan pada Gambar 6. Nilai koefisien kemiripan yang diperoleh adalah sebesar 0.40 – 0.93 dengan nilai keragaman berkisar 7 – 60%. Keragaman terendah ditunjukkan oleh pasangan genotipe Kuning garing Pasirjati dan Semeng – Sunan dengan nilai keragaman 7%, sedangkan genotipe yang memiliki keragaman tertinggi ditunjukkan oleh genotipe Semeng dan Sunan terhadap genotipe yang lain dengan nilai keragaman 60% (Lampiran 1).
32
Berdasarkan karakter morfologi vegetatif sifat kualitatif diperoleh empat pengelompokan berdasarkan koefisien kemiripan 0.55 yaitu kelompok A yang meliputi genotipe Lokal cipaku, Bulan, Manalagi, Kendil, Hepe, Kuning garing, Pasirjati, Sikoclak, Hejo, Perwira, Tanjung mabah, Aseupan, Layung, Mentega. Kelompok B yang meliputi genotipe Pangkalan, Pingku, dan Tambleg. Kelompok C meliputi genotipe Kim dan Kanjau, serta Kelompok D meliputi genotipe Semeng dan Sunan. Pengelompokan tersebut berdasarkan sifat keragaan pinggir daun. Kelompok A memiliki pinggir daun ke atas ( bentuk V), kelompok B dengan ciri pinggir daun yang melebar (agak datar), kelompok C dengan ciri pinggir daun melengkung keluar dan kelompok D dengan ciri pinggir daun melengkung ke dalam (cekung). Pengelompokan berdasarkan karakter morfologi vegetatif sifat kualitatif yang diamati terhadap 21 genotipe durian memiliki nilai matriks korelasi (r) sebesar 0.79. LokalCipaku Bulan Manalagi Kendil Hepe Kuninggaring Pasirjati Sikoclak Hejo Perwira Tanjungmabah Aseupan Layung Mentega Pangkalan Pingku Tambleg Kim Kanjau Semeng Sunan
A
B C D 0.40
0.49
0.58
0.66 0.75 Koefisien Kemiripan
0.84
0.93
Gambar 6. Dendogram koefisien kemiripan 21 genotipe tanaman durian berdasarkan karakter morfologi vegetatif sifat kualitatif. A-D adalah kelompok.
Karakter kuantitatif dalam analisisis filogenetik dapat menyebabkan kesalahan interpretasi terhadap pengelompokan suatu populasi tanaman yang berbeda spesies. Kesalahan tersebut disebabkan oleh adanya faktor ekologi dan
33
evolusi yang mempengaruhi perkembangan suatu spesies. Karakter kuantitatif lebih banyak dipengaruhi oleh faktor ekologi, sehingga terkadang karakter tersebut saling tumpang tindih antara satu spesies dengan spesies yang lain (Westoby et al. 1995). Oleh karena itu penggunaan karakter kuantitatif dalam analisis filogenetik pada tanaman lebih tepat untuk dilakukan dalam satu habitat yang sama sehingga bisa meminimalisir adanya faktor ekologi. Berdasarkan keragaman bentuk morfologi vegetatif sifat kuantitatif diperoleh dendogram yang ditunjukkan pada Gambar 7. Nilai koefisien kemiripan yang diperoleh adalah sebesar 0.48 – 0.92 dengan nilai keragaman berkisar 8 – 52%. Keragaman terendah ditunjukkan oleh pasangan genotipe Pangkalan – Pingku, Tanjung mabah - Kuning garing dan Sikoclak – Manalagi dengan nilai keragaman 8% (Lampiran 2). LokalCipaku Layung Pangkalan Pingku Perwira Mentega Tanjungmabah Kuninggaring Semeng Aseupan Pasirjati Sunan Kendil Kim Hejo Kanjau Bulan Tambleg Hepe Sikoclak Manalagi
A
B
C
0.48
0.59
0.70 Koefisien Kemiripan
0.81
0.92
Gambar 7. Dendogram koefisien kemiripan 21 genotipe tanaman durian berdasarkan karakter morfologi vegetatif sifat kuantitatif. A, B & C adalah kelompok.
Berdasarkan karakter morfologi vegetatif sifat kuantitatif diperoleh dua pengelompokan pada koefisien kemiripan 0.51 yaitu kelompok A yang meliputi genotipe Lokal cipaku, Layung, Pangkalan, Pingku, Perwira, Mentega, Tanjung mabah, Kuning garing, Semeng, Aseupan, Pasirjati dan Sunan. Kelompok B
34
meliputi genotipe Kendil, Kim, Hejo, Kanjau, Bulan dan Tambleg. Kelompok C meliputi genotipe Hepe, Sikoclak dan Manalagi. Kelompok C terpisah berdasarkan perbedaan pengelompokan pada karakter kuantitatif yaitu ukuran panjang petiole, lebar daun, diameter petiole atas dan diameter petiole bawah. Pengelompokan berdasarkan sifat kuantitatif yang diamati terhadap 21 genotipe durian tersebut memiliki nilai matriks korelasi (r) sebesar 0.75. Kedua pengelompokan berdasarkan sifat kualitatif dan kuantitatif menunjukkan keragaman yang hampir sama, sehingga penggabungan sifat kuantitatif dengan sifat kualitatif dapat dilakukan. Pertimbangan penggabungan kedua sifat juga didukung fakta bahwa seluruh genotipe yang digunakan tumbuh pada wilayah yang sama (daerah Cipaku) sehingga pengaruh ekologi dapat diabaikan dan tidak akan membiaskan hasil analisis keragaman genetiknya. Tabel 10. Rekapitulasi karakter polimorfik penanda morfologi pada 21 genotipe tanaman durian. No Parameter Penanda Morfologi 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Karakter kualitatif Bentuk tajuk Habitus pertumbuhan batang Pola percabangan Tekstur kulit batang Warna daun Bentuk daun Bentuk ujung daun Bentuk pangkal daun Tekstur daun Tulang daun atas Tulang daun bawah Kerebahan daun Keadaan pinggir daun Keadaan permukaan daun Karakter Kuantitatif Panjang daun Lebar daun Panjang petiole daun Panjang ujung daun Diameter petiole besar Diameter petiole kecil Kerapatan daun Jumlah vena primer Jumlah
Jumlah sub karakter
Jumlah karakter polimorfik
2 2 4 3 3 3 5 3 2 2 2 3 4 2
2 2 4 3 3 3 5 3 2 2 2 3 4 2
3 3 3 3 3 3 3 3 64
3 3 3 3 3 3 3 3 64 (100%)
35
Berdasarkan keragaman bentuk morfologi pohon, batang dan daun dilapang (Gabungan karakter kualitatif dan kuantitatif) diperoleh 64 (100%) polimorfisme subkarakter (Tabel 10), hasil analisis dengan menggunakan program NTSYS terhadap karakter morfologi vegetatif yang diamati, diperoleh koefisien kemiripan genetik sebesar 0.34 hingga 0.83. Hal ini menunjukkan bahwa ke-21 genotipe durian yang dievaluasi memiliki keragaman genetik sebesar 7 - 66% (Gambar 8), dimana nilai keragaman terendah ditunjukkan oleh pasangan genotipe Tanjung mabah – Kuning garing dan Sikoclak – Manalagi. Nilai keragaman tertinggi ditunjukkan oleh genotipe Kanjau terhadap seluruh genotipe Indonesia kecuali terhadap genotipe Kim (Lampiran 3). Hasil keragaman yang dibentuk pada penelitian ini lebih luas dibandingkan dengan hasil penelitian Novayadi (2004) yang melaporkan bahwa keragaman morfologi 18 genotipe durian landrace di daerah Serang memiliki keragaman genetik sebesar 22 hingga 58 %. Luasnya keragaman yang terbentuk pada penelitian ini disebabkan oleh penelitian ini menggunakan genotipe yang berasal dari berbagai wilayah yang berbeda-beda sehingga menunjukkan keragaman fenotipe yang lebih luas serta dengan jumlah karakter pengamatan yang lebih banyak. LokalCipaku Layung Tambleg Kendil Hepe Sikoclak Manalagi Pangkalan Pingku Pasirjati Perwira Mentega Bulan Tanjungmabah Kuninggaring Aseupan Hejo Semeng Sunan Kim Kanjau
A1
A
A2 B 0.34
0.46
0.58 Koefisien Kemiripan
0.70
0.83
Gambar 8. Dendogram koefisien kemiripan 21 genotipe tanaman durian berdasarkan karakter morfologi vegetatif. A & B adalah Kelompok, A1 & A2 adalah Sub kelompok.
36
Pada penelitian Novayadi mendapatkan hasil pengelompokan genotipe durian Indonesia dengan genotipe Thailand (Kani dan Monthong) mengelompok dengan nilai koefisien keragaman yang tinggi (0.58), perbedaan ini menunjukkan bahwa genotipe yang dikembangkan di Thailand memiliki ciri spesifik yang berbeda dengan genotipe yang dikembangkan di Indonesia. Hasil penelitian ini mengelompokan 21 genotipe durian dalam 2 kelompok pada koefisien kemiripan 0.34 yaitu kelompok A meliputi genotipe Lokal cipaku, Layung, Tambleg, Kendil, Hepe, Sikoclak, Manalagi, Pangkalan, Pingku, Pasirjati, Perwira, Mentega, Bulan, Tanjung mabah, Kuning garing, Hejo, Aseupan, Semeng, Sunan dan kelompok B meliputi genotipe Kim dan Kanjau. Kelompok B terpisah berdasarkan perbedaan karakter bentuk ujung daun acuminate-curve, keadaan pinggir daun yang melengkung keluar, keadaan permukaan daun yang tidak rata dan warna daun yang hijau tua (Tabel 11). Kesamaan yang ditunjukkan oleh kedua genotipe ditunjukkan pada Gambar 9.
A
B
Gambar 9. Karakter daun pada genotipe durian Kim (A) dan Kanjau (B). Keragaan pinggir daun yang menggulung keluar, warna daun hijau tua, BUD acuminate curve dan permukaan daun yang bergelombang.
Berdasarkan koefisien kemiripan 0.42, kelompok A terbagi dalam dua sub kelompok, yaitu A1 dan A2. Hasil pengelompokan tersebut menunjukkan bahwa genotipe Semeng dan Sunan berada dalam sub kelompok tersendiri yaitu A2. Pengelompokan ini dibedakan berdasarkan sub karakter warna daun yang hijau muda, keragaan pinggir daun yang melengkung ke dalam, tekstur daun yang papery, dan bentuk ujung daun yang acuminate-acute. Semeng dan Sunan mempunyai nilai koefisien kemiripan yang besar yaitu 0.74, besarnya nilai koefisien
37
kemiripan menunjukkan bahwa meskipun berasal dari daerah yang berbeda (Semeng dari Kalimantan dan Sunan dari Jawa), kedua genotipe tersebut memiliki banyak kesamaan morfologi. Hal ini menunjukkan keluasan karakter yang dimiliki oleh genotipe asal Kalimantan yang merupakan pusat keragaman dari tanaman durian. Kalimantan dikenal sebagai salah satu wilayah pusat keragaman tanaman durian, oleh karena itu genotipe asal Kalimantan memiliki ciri spesifik morfologi yang hampir dimiliki oleh seluruh genotipe durian di daerah yang lain. Sub kelompok A1 merupakan sub kelompok yang paling besar. Sub kelompok A1 lebih banyak dipengaruhi oleh sifat kuantitatif yang sama. Sub kelompok ini diwakili oleh genotipe Lokal cipaku, Layung, Tambleg, Kendil, Hepe, Sikoclak, Manalagi, Pangkalan, Pingku, Pasirjati, Perwira, Mentega, Bulan, Tanjung mabah, Kuning garing, Hejo dan Aseupan. Pada subgroup A1 terdapat 2 pasang genotipe yang memiliki nilai koefisien kemiripan yang besar sekitar 0.89 yaitu pasangan genotipe Sikoclak - Manalagi yang berasal dari daerah Bogor serta Tanjung mabah - Kuning garing yang berasal dari daerah yang berbeda Kalimantan dan Jawa Barat. Analisis faktor bisa menjadi tepat jika variabel-variabel yang dikumpulkan berkorelasi. Nilai korelasi analisis pengelompokan berdasarkan karakter morfologi memiliki matrik korelasi (r) sebesar 0.78. Hal ini menunjukkan bahwa pengelompokan yang terbentuk masih lemah dalam mengelompokkan genotipegenotipe yang diuji berdasarkan data morfologi. Oleh karena itu dibutuhkan penanda lain yang bisa mendukung pengelompokan tersebut yang relatif lebih spesifik dan dengan pengaruh lingkungan yang kecil. Analisis Penanda Molekuler Polimorfisme primer ISSR Keefektifan suatu penanda dinilai dari banyaknya pola pita polimorfik yang dihasilkan. Primer ISSR yang digunakan untuk menganalisis keragaman 21 genotipe durian menghasilkan pola pita polimorfik. Hasil amplifikasi DNA 21 genotipe durian menggunakan 10 primer menghasilkan 659 pita DNA, dengan 48 lokus yang terdiri dari pola pita polimorfik sebanyak 39 lokus dengan 470 pita atau sebesar 81.25 % dan pita monomorfik sebanyak 9 lokus dengan 189 pita atau
38
sebesar 18.75 % (Tabel 11). Setiap primer ISSR yang digunakan dalam penelitian ini menghasilkan pola pita polimorfik sebesar 50 sampai 100% (Tabel 11) dengan variasi pembentukan pola pita berkisar antara 250 hingga 2000 bp. Hasil penelitian Vanijajiva (2011) pada identifikasi keragaman genotipe D. zibethinus Thailand menggunakan penanda RAPD hanya mampu menghasilkan 23 sampai 50% pola pita polimorfik untuk setiap primer. Hasil ini menunjukkan bahwa penanda ISSR memiliki reprodusibilitas yang lebih tinggi dalam menghasilkan pita-pita polimorfik pada tanaman durian dibandingkan penanda RAPD. Nagaoka & Ogihara (1997) menyatakan bahwa penanda ISSR memiliki kelebihan dibanding penanda RAPD karena primernya yang lebih panjang sehingga suhu spesifiknya naik dan menghasilkan pita-pita yang lebih reprodusibel. Menurut Mansyah (2010) bahwa penanda ISSR lebih informatif dan telah banyak digunakan untuk menganalisis keragaman dalam spesies yang sama dan menghasilkan pita-pita polimorfik. Tabel 11. Hasil amplifikasi sepuluh primer ISSR pada 21 genotipe tanaman durian. Primer
Jumlah pita
PKBT 2 PKBT 3 PKBT 4 PKBT 5 PKBT 6 PKBT 7 PKBT 8 PKBT 9 PKBT 10 PKBT 12 Total
7 6 3 4 4 5 7 4 4 4 48
Total jumlah pita polimorfik 6 6 2 2 2 4 6 4 3 4 39 (81.25%)
Total jumlah pita Persentase monomorfik polimorfisme 1 85.71 0 100.00 1 66.67 2 50.00 2 50.00 1 80.00 1 85.71 0 100.00 1 75.00 0 100.00 9 (18.75%) -
Primer PKBT 2 dengan susunan basa (AC)8TT, PKBT 3 dengan susunan basa (AG)8T dan PKBT 8 dengan susunan basa (GA)9C menghasilkan jumlah pita terbanyak yaitu 7 dan 6 pita dengan 6 pita polimorfik, sedangkan primer yang menghasilkan pola pita polimorfik sedikit adalah primer PKBT 4 dengan susunan basa (AG)8AA, PKBT 5 dengan susunan basa (AG)8TA dan PKBT 6
39
dengan susunan basa (AG)8TT menghasilkan 3 – 5 pita dengan 2 pita polimorfik. Weeden et al. (1992) menyatakan bahwa intensitas amplifikasi pita DNA pada setiap primer sangat dipengaruhi oleh distribusi dari situs annealing primer pada template DNA. Intensitas pembentukan pita terjadi karena adanya kompetisi dibagian mana primer menempel pada cetakan untai tunggal DNA yang menyebabkan banyak fragmen yang teramplifikasi pada satu situs dan pada situs yang lain sedikit. Proses amplifikasi dapat terjadi pada beberapa tempat, namun hanya sedikit yang dapat terdeteksi sebagai pita setelah amplifikasi (Grattapaglia et al. 1992). Berdasarkan pola pita yang dibentuk oleh Primer PKBT 4 (Gambar 10) terlihat pola pembentukan pita yang berbeda pada genotipe durian Bulan (5) dan Mentega (11), dimana kedua genotipe tersebut tidak membentuk pita pada 1000 bp (Gambar 6). Hal ini mengindikasikan bahwa kedua genotipe tersebut kemungkinan memiliki riwayat persilangan tetua yang sama. Pada pola pita 562 bp perbedaan pola pita ditunjukkan pada genotipe Lokal cipaku, Aseupan, Kim dan Perwira, di mana keempat genotipe tidak membentuk pita. Keempat genotipe tersebut berasal dari daerah yang sama yaitu Jawa Barat. Kb
1 2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15 Kb 16 17 18 19 20 21
1000 bp 500 bp 250 bp
Gambar 10. Profil pita DNA yang dibentuk pada primer PKBT 4. Tanda panah putih adalah pita yang tidak terbentuk. 1-12 : berturut-turut adalah (1) Lokal cipaku, (2) Kendil, (3) Layung, (4) Pangkalan, (5) Bulan, (6) Pingku, (7) Hepe, (8) Tanjung mabah, (9) Kuning garing, (10) Semeng, (11) Mentega, (12) Pasirjati, (13) Aseupan, (14) Kim, (15) Tambleg, (16) Sunan, (17) Sikoclak, (18) Hejo, (19) Perwira, (20) Kanjau dan (21) Manalagi.
Primer PKBT 10 membentuk pola pita polimorfik pada 875 bp dan 500 bp, sedangkan pola pita 625 bp dan 750 bp menunjukkan pola pita monomorfik (Gambar 11). Pola pita 875 bp ditunjukkan pada genotipe Bulan (5) dan Kuning garing (9), sedangkan pada pola pita 500 bp hanya dimiliki genotipe Semeng (10)
40
dari Kalimantan Barat. Pola pita yang ditunjukkan oleh genotipe Semeng yang berasal dari Kalimantan bersifat spesifik, sehingga bisa dijadikan penanda spesifik untuk membedakan geneotipe Semeng dengan genotipe memiliki karakter morfologi yang mirip seperti genotipe Sunan. Kb 1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15 Kb 16 17 18 19 20 21
750 bp 500 bp
Gambar 11. Profil pita DNA yang dibentuk pada primer PKBT 10. Tanda panah adalah pita yang terbentuk. 1-12 : Idem keterangan gambar sebelumnya.
Pada primer PKBT 9 terlihat bahwa terbentuk 4 pola pita polimorfik. Pola pita yang terbentuk yaitu 250 bp, 375 bp, 500 bp, dan 750 bp (Gambar 12). Pada 375 bp semua genotipe membentuk pita kecuali pada genotipe Pangkalan (4). Pangkalan adalah genotipe dengan pembentukan pola pita yang sangat berbeda dibandingkan genotipe yang lain, ini menunjukkan pola pita spesifik yang dimiliki oleh genotipe Pangkalan. Pada genotipe Kanjau (20) menunjukkan pola pita yang sama dengan genotipe durian Indonesia yang lain. Kb 1
2 3
4 5
6 7
8
9 10 11 12 13 14 15
Kb 16 17 18 19 20 21
750 bp 500 bp 250 bp
Gambar 12. Profil pita DNA yang dibentuk pada primer PKBT 9. Tanda panah putih adalah pita yang terbentuk. 1-12 : Idem keterangan gambar sebelumnya.
Pada primer PKBT 12 (Gambar 13), terlihat bahwa pola pita yang dibentuk oleh DNA genotipe Bulan (5) sangat berbeda dibandingkan genotipe yang lain, yaitu membentuk pita pada 500 dan 1000 bp. Terlihat bahwa pembentukan pita mengelompok pada 2000 bp dan 750 bp. Genotipe yg membentuk pita pada 2000 bp adalah Lokal cipaku (1), Layung (3), Pingku (6), Hepe (7),
41
Tanjung
mabah (8), Kuning garing (9), Semeng (10), Mentega (11), Pasirjati
(12), Hejo (18), Perwira (19), Kanjau (20) dan Manalagi (21). Pada 750 bp, genotipe yang membentuk pita adalah Kendil (2), Pangkalan (4), Bulan (5), Aseupan (13), Kim (14), Tambleg (15), Sunan (16) dan Sikoclak (17). Kb 1
2
3
4 5
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15
Kb 16 17 18 19 20 21
2000 bp 1000 bp 750 bp 500 bp
Gambar 13. Profil pita DNA yang dibentuk pada primer PKBT 12. Tanda panah putih adalah perbedaan pita yang terbentuk. 1-12 : Idem keterangan gambar sebelumnya.
Primer PKBT 3 menunjukkan pola pita yang sangat polimorfis pada ke-6 pita yang dibentuk. Pola pita pada primer PKBT 3 dibentuk pada 250 bp, 375 bp, 500 bp, 625 bp, 750 bp, 1000 bp dan 1500 bp. Pada pita 250 bp hanya genotipe Tambleg dan Manalagi yang tidak membentuk pita. Genotipe yang menunjukkan pola pembentukan pita yang sama adalah pada genotipe Perwira (Jabar) dan Kanjau (Thailand), sedangkan pembentukan pola pita yang sangat berbeda ditunjukkan oleh genotipe Manalagi (Jatim) yang hanya membentuk pita pada 625 bp. Primer PKBT 6 dengan sekuens basa (AG)8TT menunjukkan pola pita polimorfisme pada 375 bp dan 750 bp. Pada 750 bp, pita terbentuk hanya pada genotipe Pingku (Jabar), Semeng (Kalbar), Pasirjati (Jabar) dan Hejo (Jabar). Sedangkan pada 375 bp ditunjukkan pada 12 genotipe yaitu Lokal cipaku, Kendil, Layung, Pangkalan, Bulan, Pingku, Hepe, Tanjung mabah, Semeng, Mentega, Tambleg dan Kanjau. Penyebaran pola pita yang dibentuk pada genotipe asal Kalimantan dapat menunjukkan bahwa Kalimantan memang merupakan salah satu pusat keragaman dari tanaman durian (Subhadrabandhu & Ketsa 2001). Pembentukan pita pada primer PKBT 3, 4, 6, 9, 10 dan 12 menunjukkan bahwa pola pita pada genotipe asal Kalimantan tersebar seperti pola pita yang dimiliki oleh genotipe durian asal Jawa dan Thailand. Pola pembentukan pita tersebut menunjukkan
42
bahwa genotipe durian yang berasal dari wilayah yang lain masih memiliki silsilah tetua yang dekat dengan genotipe-genotipe yang berasal dari Kalimantan. Pola pembentukan pita tersebut menunjukkan bahwa keragaman yang terbentuk pada tenaman durian banyak terjadi diwilayah persebaran alaminya. Sempitnya keragaman tanaman durian yang berasal dari berbagai wilayah berbeda tersebut disebabkan oleh kebiasaan petani yang menanam durian dari biji yang dibeli atau dibawa dari Kalimantan sebagai buah tangan atau dari pasarpasar yang menjual durian yang didatangkan dari Kalimantan. Kebiasaan tersebut menyebabkan tanaman durian dapat tersebar luas dan berkembang di berbagai wilayah di Indonesia dan berlangsung dalam periode waktu yang cukup lama. Fakta ini pulalah yang menunjukkan mengapa tanaman durian di beberapa pulau di Indonesia memiliki kualitas buah yang lebih baik karena merupakan duriandurian terpilih yang disukai oleh pasar. Spesifikasi pembentukan pola pita DNA genotipe Indonesia dan genotipe Kanjau Pembentukan pola pita DNA yang spesifik dapat dijadikan sebagai penciri (DNA fingerprinting) dalam membedakan suatu genotipe tanaman dengan genotipe tanaman yang lain. Karsinah et al. (2002) menyatakan bahwa pita-pita spesifik yang dihasilkan dari hasil amplifikasi DNA tanaman berguna untuk identifikasi varietas. Pita spesifik merupakan sebuah penanda spesifik atau sebagai pembeda varietas terhadap varietas lain yang sangat penting, karena identifikasi membutuhkan
varietas
umumnya
pengamatan
berdasarkan
intensif
pada
karakter
tanaman
morfologi
yang
sudah
yang masuk
perkembangan generatif, sehingga akan mempercepat dalam proses seleksi. Kegiatan seleksi ditahap awal perkembangan tersebut selain mempersingkat waktu dan juga akan menghemat penggunaan dana dan tenaga kerja. Hasil PCR terhadap 21 genotipe durian koleksi BPTP di kebun percobaan Cipaku, dengan 10 primer ISSR, menunjukkan pembentukan pola pita spesifik. Pola pita spesifik ditunjukkan oleh durian genotipe durian Kanjau seperti yang ditunjukkan pada Gambar 14. Perbedaan pola pita dibentuk pada primer PKBT 5, 7, 8 dan 2 dengan besar ukuran pita berkisar 250 – 1250 bp.
43
a)
Kb 1
2 3
4
5
6
7
Kb 1
2 3
4
5
6 7
Kb 1
2 3 4
5 6
2 3
5
8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
500 bp 418 bp
b)
8
9 10 11 12 13 14 15
Kb 16 17 18 19 20 21
7
8
9 10 11 12 13 14 15 Kb 16 17 18 19 20 21
6 7
8
9 10 11 12 13 14 15 Kb 16 17 18 19 20 21
1000 bp 500 bp
c)
1250 bp
250 bp
d)
Kb 1
4
1000 bp 500 bp 250 bp
Gambar 14. Perbedaan pola pita DNA genotipe kanjau dan genotipe Indonesia. (a) Primer PKBT 5, (b) Primer PKBT 7, (c) Primer PKBT 8, (d) Primer PKBT 2. Tanda panah putih menunjukkan spesifikasi pita yang dibentuk pada genotipe Kanjau (20). 1-12 : Idem keterangan gambar sebelumnya.
Primer PKBT 5 terdapat dua pola pita yang tidak terbentuk pada DNA genotipe Kanjau yaitu pada 500 bp dan 418 bp. Pada primer PKBT 7 diperoleh perbedaan pembentukan pola pita DNA dimana genotipe Kanjau tidak membentuk pita pada 1000 bp. Pola pembentukan pita yang berbeda juga ditunjukkan pada primer PKBT 8, genotipe Kanjau tidak membentuk pita pada
44
1250 bp. Berbeda dengan ketiga primer tersebut dimana genotipe Kanjau tidak membentuk pita, pada primer PKBT 2 terbentuk pita pada 250 bp hanya pada genotipe Kanjau, sedangkan semua genotipe Indonesia tidak membentuk pita. Berdasarkan pembentukan pita spesifik tersebut primer PKBT 5, 7, 8 dan 2 dapat dijadikan sebagai primer spesifik untuk mengidentifikasi perbedaan pembentukan pola pita antara genotipe yang berasal dari Indonesia dan yang berasal dari Thailand dan dapat menjadi penciri spesifik untuk kedua kelompok genotipe tersebut. Analisis keragaman 21 genotipe durian berdasarkan penanda molekuler (ISSR) Koefisien kemiripan genetik 21 genotipe durian berdasarkan profil 659 jumlah pita seluruh genotipe dengan 48 lokus dari sepuluh primer ISSR berkisar antara 0.68-0.92. Hal ini menunjukkan bahwa keragaman genetik berdasarkan penanda ISSR adalah berkisar 8 sampai 32 % (Gambar 15), di mana nilai keragaman terendah ditunjukkan oleh pasangan genotipe Kendil – Sunan, serta nilai terendah ditunjukkan oleh genotipe Kanjau terhadap seluruh genotipe asal Indonesia (Lampiran 4). Besarnya keragaman berdasarkan DNA memiliki nilai yang lebih sempit bila dibandingkan dengan keragaman ditingkat morfologi (17-66 %), hal ini menunjukkan bahwa analisis berbasis DNA mampu menunjukkan tingkat kemiripan antara 21 genotipe durian dengan lebih baik jika dibandingkan dengan analisis morfologi. Henry R. J. (1997) menyatakan bahwa kepentingan yang utama dari penggunaan analisis molekuler adalah karena analisis molekuler menampilkan perbedaan antara varietas dengan lebih baik. Hal tersebut karena penanda molekuler tidak dipengaruhi lingkungan sehingga lebih menguntungkan. Keragaman yang sempit pada tingkat DNA juga ditunjukkan pada hasil penelitian Santoso (2004) pada 71 klon durian Malaysia menggunakan penanda Restriction fragment length polymorphism (RFLP) pada daerah IGS-rDNA dan ndhC-trnV yang menunjukkan tidak ada polimorfisme. Pada hasil penelitian Vanijajiva
(2011) dengan menggunakan 9 primer RAPD menunjukkan tingginya tingkat kemiripan pada beberapa klonal dan beberapa klonal lain rendah (pada 14 klonal
45
durian Thailand). Kedua fakta tersebut menunjukkan bahwa tanaman durian yang diketahui bersifat heterogenous-heterozygous, menunjukkan keragaman genetik yang sempit ditingkat DNA. Banyak faktor yang mempengaruhi variasi genetik atau keragaman pada tanaman. Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah biologi polinasi dari tanaman. Faktor biologi polinasi merupakan faktor yang sangat berperan dalam pembentukan keragaman pada tanaman durian. Bunga durian adalah cauliflorous dan bersifat hermaphrodite, sehingga self-pollination masih dapat terjadi. Pada tanaman durian dengan sifat self-compatible, polen dapat berasal dari bunga yang sama atau dari bunga pada pohon yang sama menyerbuki stigma bunga dari pohon yang sama. Variasi yang terbentuk pada polinasi yang bersifat self-compatible akan sedikit selama tidak ada penyerbukan polen dari tanaman durian genotipe yang lain. Kondisi tangkai stigma (stylus) yang lebih tinggi dari tangkai anthera (filamentum) (faktor morfologi) serta waktu reseptif stigma dan dehisen anthera yang berbeda (faktor fisiologi) merupakan faktor yang menghambat terjadinya selfpollination. Bunga durian mulai mekar pada sore hari sekitar 1600 - 1645, namun sebelum mekar biasanya putik sudah muncul dari kuncup bunga lebih dulu dan reseptif dari jam 1300 hingga pagi hari, sedangkan anther baru mengalami dehiscense pada jam 1930 - 2000 (Bumrungsri 2004; Subhadrabandhu 2001). Kedua faktor tersebut yang menyebabkan terjadinya self-incompatibilitas pada tanaman durian. Hasil penelitian Lim & Luders (1998) menunjukkan bahwa persilangan manual menghasilkan pembentukan buah 31% dengan kualitas yang lebih baik berbeda dengan pembentukan buah oleh penyerbukan sendiri yaitu < 10% dengan kualitas buah yang tidak bagus bentuknya. Fakta tersebut menunjukkan bahwa system selfincompatibilitas pada tanaman durian adalah bersifat gametophytically. Oleh karena itu pada tanaman durian terdapat tiga sifat polinasi, yaitu self-compatible, semi selfincompatibel dan self-incompatible. Faktor polinasi tersebut menjadikan beberapa genotipe durian memiliki keragaman yang sempit dan beberapa diantaranya memiliki keragaman yang luas.
46
LokalCipaku Layung Pangkalan Hepe Pingku PasirJati Mentega Hejo Semeng Kendil Sunan KuningGaring Sikoclak Aseupan Kim Bulan TanjungMabah Tambleg Perwira Manalagi Kanjau
A1 A A2 B 0.68
0.74
0.80 Koefisien Kemiripan
0.86
0.92
Gambar 15. Dendogram 21 genotipe tanaman durian berdasarkan profil pita DNA. A dan B adalah Kelompok, A1 dan A2 adalah Sub kelompok.
Hasil analisis berdasarkan pola pita ISSR pada koefisien kemiripan 0.68 memisahkan 21 genotipe durian menjadi dua kelompok yaitu kelompok A meliputi genotipe durian dari Indonesia dan Kelompok B meliputi durian genotipe Kanjau asal Thailand. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian Zappala et al. (2002) yang menggunakan penanda Random Amplified DNA Fingerprinting (RAF) dimana dendogram menunjukkan bahwa genotipe Kanjau dan durian genotipe Indonesia (Hepe dan Sunan) berada dalam pengelompokan yang berbeda dengan perbedaan jarak genetik sebesar 0.45-0.55. Hasil penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa genotipe Kanjau memiliki jarak genetik yang lebih dekat dengan genotipe Sunan dibandingkan dengan genotipe Hepe. Pada kelompok A durian genotipe Indonesia terbagi dalam dua subkelompok pada koefisien kemiripan 0.775 yaitu : (A1) Lokal cipaku, Layung, Pangkalan, Hepe Pingku, Pasir Jati, Mentega, Hejo, Semeng, Kendil, Sunan, Kuning Garing, Sikoclak, Aseupan, Kim, Bulan, Tanjung mabah dan Tambleg serta (A2) Perwira dan Manalagi. Pada kelompok A diperoleh genotipe yang memiliki nilai koefisien kemiripan 0.92 yaitu genotipe Kendil dan Sunan. Hal ini
47
menunjukkan bahwa pasangan genotipe tersebut mungkin sebelumnya berasal dari hasil persilangan tetua-tetua yang sama. Kemudian genotipe-genotipe tersebut dibawa dan dibudidayakan ditempat yang berbeda. Genotipe menyebar dan beradaptasi diwilayah yang berbeda sehingga menunjukkan karakteristik morfologi yang berbeda. Dendrogram hasil analisis berdasarkan profil pita DNA yang dihasilkan memiliki matrik korelasi (r) sebesar 0.86. Nilai tersebut menunjukkan bahwa pengelompokan tersebut sesuai. Kedua dendogram baik berdasarkan morfologi dan DNA memiliki perbedaan pengelompokan terhadap 21 genotipe durian yang dievaluasi, sehingga pengelompokan sebaiknya dilakukuan penggabungan data sehingga data bisa mencakup seluruh informasi yang dibutuhkan. Analisis Gabungan Penanda Morfologi dan Molekuler (ISSR) Analisis pengelompokan menunjukkan bahwa keragaman pada ke-21 genotipe durian koleksi Cipaku berdasarkan penanda morfologi lebih luas daripada yang dihasilkan oleh penanda molekuler. Hal ini disebabkan lebih banyaknya
ka-
rakter yang digunakan pada penanda morfologi yang menunjukkan perbedaan pada genotipe-genotipe tersebut, dibandingkan jumlah pita yang terbentuk pada penanda molekuler. Hasil tersebut menunjukkan bahwa analisis ISSR lebih baik dalam menganalisis keragaman genetik 21 genotipe durian yang diuji karena tanaman yang beragam secara morfologi (heterogen), belum tentu menunjukkan keragaman yang tinggi pula ditingkat DNA-nya (heterogenous). Selain itu hasil
tersebut
menunjukkan bahwa pola keragaman pengelompokan untuk genotipe durian Indonesia pada karakter morfologi tidak sama dengan pola pengelompokan genotipe durian Indonesia yang dibentuk dengan analisis molekuler. Gabungan data antara pengelompokan pada karakter morfologi dan pengelompokan dengan analisis molekuler di evaluasi menggunakan goodness of fit berdasarkan nilai korelasi Rohlf (1998), dihitung dengan fungsi korelasi MXComp dengan program NTSYS versi 2.02. Analisis penggabungan dua data morfologi dan molekuler menghasilkan nilai matriks korelasi yaitu r = 0.83. Hasil ini dapat diterima karena penggabungan data menyebabkan semakin sedikit data
48
yang beragam sehingga memperkecil nilai variasinya, akibatnya nilai r gabungan akan berada diantara kedua data morfologi dan molekuler. Koefisien kemiripan genetik 21 genotipe durian berdasarkan gabungan data morfologi - molekuler (ISSR) berkisar antara 0.51 - 0.84. Hal ini menunjukkan bahwa keragaman genetik berdasarkan gabungan kedua penanda adalah berkisar 16 - 49 % (Gambar 16), dimana nilai keragaman terendah ditunjukkan oleh pasangan genotipe Pangkalan dengan Pingku dan tertinggi ditunjukkan oleh genotipe Kanjau terhadap seluruh genotipe Indonesia (Lampiran 5). Berdasarkan hasil analisis data gabungan morfologi dan molekuler diperoleh dendogram dengan pengelompokan berdasarkan nilai koefisien kemiripan 0.51 diperoleh dua kelompok yaitu (A) Genotipe Indonesia (B) Genotipe Kanjau (Thailand). LokalCipaku Tambleg Kim Kendil Bulan Tanjungmabah Kuninggaring Aseupan Hejo Layung Pangkalan Pingku Mentega Pasirjati Perwira Hepe Sikoclak Manalagi Semeng Sunan Kanjau
A1
A
A2
B 0.51
0.59
0.67 Koefisien Kemiripan
0.76
0.84
Gambar 16. Dendogram 21 genotipe tanaman durian berdasarkan data gabungan morfologi- molekuler (ISSR).
Durian genotipe Kanjau merupakan salah satu jenis durian dari grup Kan yao yang dikembangkan oleh Negara Thailand. Grup durian ini memiliki karakteristik daging berwarna kekuningan sampai krem dengan ketebalan daging buah sedang, rasa manis, aroma yang tidak terlalu kuat, kulit buah berwarna hijau, duri yang jarang dan besar berbentuk convex serta tangkai buah yang panjang (Hiranpradit et al. 1992). Karakter unggul Kanjau seperti tangkai buah yang
49
panjang, daging yang berwarna kekuningan dan aroma yang tidak terlalu kuat menjadi karakter yang penting untuk pengembangan durian. Karakter tangkai buah yang panjang pada durian genotipe Kanjau dapat memudahkan dalam pengangkutan buah durian dilapang, daging buah yang kekuningan dan aroma yang tidak terlalu kuat lebih disukai oleh konsumen dari Negara Eropa. Oleh karena itu durian Kanjau sangat potensial untuk dijadikan tetua persilangan untuk menghasilkan durian dengan karakter yang sesuai dengan kebutuhan pasar. Perbedaan hasil pengelompokan antara analisis morfologi dan molekuler ISSR diduga karena karakter morfologi merupakan hasil interaksi antara faktor genetik dengan lingkungan (Allard 1960), sedangkan analisis berdasarkan molekuler ISSR merupakan sekuens spesifik yang terdapat dalam DNA tanaman yang relatif tidak dipengaruhi oleh lingkungan. Henry (1997) menyatakan bahwa penanda molekuler dapat dijadikan sebagai karakter atau sifat tambahan untuk evaluasi perbedaan genetik. Oleh karena itu untuk penelitian durian selanjutnya, teknik pengelompokan disarankan lebih diutamakan pada penanda molekuler (ISSR) dan molekuler (ISSR) - morfologi. Hal ini karena penanda berbasis molekuler relatif tidak dipengaruhi oleh lingkungan. Penanda berbasis molekuler terdapat pada lokasi genom spesifik dan ditransmisikan dari satu generasi ke generasi selanjutnya sesuai dengan hukum pewarisan. Meskipun penanda molekuler tidak dapat disamakan seperti gen normal karena penanda molekuler biasanya tidak memiliki efek biologis dan dapat dikatakan sebagai petunjuk yang konstan dalam genom, namun dapat digunakan sebagai metode secara tidak langsung untuk mengidentifikasi gen spesifik pada kromosom tertentu karena keduanya saling berdekatan dan cenderung diwariskan bersama-sama dalam setiap generasi tanaman (Semagn et al. 2006). Berdasarkan hal tersebut, jika diasumsikan bahwa setiap karakter morfologi setara dengan jenis primer dan setiap subkarakter setara dengan pita DNA yang terbentuk, maka diharapkan informasi yang dikumpulkan dari data penggabungan kedua penanda morfologi dan molekuler (ISSR) akan semakin besar dan hasil yang diperoleh semakin akurat sehingga dapat mencerminkan keragaman genetik durian yang sebenarnya dan dapat mendukung dalam pengembangan pemuliaan tanaman durian dimasa yang akan datang.
50
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Analisis keragaman pada 21 genotipe durian yang diuji menunjukkan keragaman pada tingkat morfologi dan molekuler, dimana keragaman pada tingkat morfologi lebih luas dibandingkan dengan keragaman pada tingkat molekuler (ISSR) dan penggabungan kedua penanda menunjukkan pengelompokan yang sesuai. Hasil analisis keragaman penanda morfologi menunjukkan keragaman sebesar 7– 66%. Pada koefisien kemiripan 0.34 memisahkan durian genotipe Kim dan Kanjau dalam kelompok B. Nilai matriks korelasi pengelompokan adalah sebesar 0.78. Hasil analisis keragaman penanda molekuler menunjukkan keragaman sebesar 8-32%. Pada koefisien kemiripan 0.68 memisahkan durian genotipe Kanjau dalam kelompok B. Nilai matriks korelasi pengelompokan tersebut adalah sebesar 0.86. Penggabungan penanda morfologi dan molekuler (ISSR) menunjukkan keragaman sebesar 16-49%. Pada koefisien kemiripan 0.51 memisahkan genotipe durian yang berasal dari Indonesia dengan durian genotipe Kanjau dari Thailand. Nilai matriks korelasi pengelompokan tersebut sebesar 0.83 yang menunjukkan pengelompokan yang terbentuk adalah sesuai. Durian genotipe Kanjau memiliki nilai keragaman tertinggi yang menunjukkan bahwa genotipe Kanjau adalah genotipe yang potensial untuk dijadikan tetua persilangan dalam rangka menghasilkan durian dengan keragaman yang tinggi serta karakter yang sesuai dengan kebutuhan pasar.
Saran Keragaman antara genotipe sangat berguna untuk aplikasi praktis dalam program pemuliaan dan proteksi kultivar. Oleh karena itu primer PKBT 2, 5, 7 dan 8 dapat digunakan sebagai DNA fingerprinting (penciri spesifik) untuk membedakan antara genotipe durian asal Indonesia dengan genotipe asal Thailand.
52
DAFTAR PUSTAKA Allard RW. 1960. Principles of plant breeding. John Wiley, New York. Asiedu RN, Ter Kuile, Mujeeb-Kazi A. 1989. Diagnostic marker in wheat wide crosses. P:243-349. In A. Mujeeb-Kazi and L.A.Sitch. (eds). Review advances in plant biotechnology. International Symposium on Genetic Maipulation in Crops. CYMMIT, Mexico Baihaki A, Herawati T, Karuniawan A. 1999. Pelestarian Sumber Daya Hayati. Fakultas Pertanian Unpad. Bandung. Indonesia. 89p. Bioversity International. 2007. Descriptors for durian (Durio zibethinus Murr.). Biodiversity International. Rome, Italy. 64p. Bradford K. 2008. Comparing the ability of two PCR based techniques, RAPD and ISSR to detect low level of genetic diversity. Chicago botanic Garden. http : // www. chicagobotanic.org / downloads / conservation. Diakses 09 Oktober 2010. Brown MJ. 1997. Durio Bibliography review. IPGRI. APO (Regional Officer for Asia, The Pasific, and Oceania). 188p. Bumrungsri S, Sripaoraya E, Chongsiri T, Sridith K, Racey PA. 2009. The pollination ecology of durian (Durio zibethinus, Bombacaceae) in southern Thailand. Jour. of Trop. Eco. 25:85–92. [Dirjen Hort] Direktorat Jenderal Hortikultura. 2008. Varietas durian nusantara. Booklet promosi. Direktorat Budidaya Tanaman buah. Departemen Pertanian. Grattapaglia D, Chaparro J, Wilcox P, McCord S, Werner D, Amerson H, McKeand S, Bridgwater F, Whetten R, O‟Malley D & Sederoff R. 1992. Mapping in woody plants with RAPD markers: application to breeding in forestry and holticulture. Application of RAPD Technology to Plant Breeding. Joint Plant Breeding Symposia Series CSSA/ASHS/AGA. Minneapolis. 1 November 1992. Henderson R I & Steven E. Jacobs en. 2007. Epigenetic inheritance in plants. Nat. Pub. Group. 418-423p. Henry R J. 1997. Practical applications of plant molecular biology. Cambridge university Press. London. Hiranpradit H, Jantrajoo S, polprasid P, Lee-ungkulasatian N. 1992. Group characterization of Thai durian, Durio zibethinus Murr. In Subadhrabandhu. Frontier in Tropical Fruits Research. Acta Horticulturae I (321) : 263-269. Netherlands.
54
Jaenisch R & Bird A. 2003. Epigenetic regulation of gene expression : how the genome integrates intrinsic and environmental signals. Nat. Pub. Group. Cambridge. 10p. Karp A, Kresovich S, Bhat KV, Ayad WG, Hodgkin T. 1997. Molecular tools in plant genetic resources conservation: a guide to the technologies. IPGRI. 47p. Karsinah, Sudarsono, Setyobudi L, Aswidinnoor H. 2002. Genetic diversity of citrus germplasm based on RAPD analysis. J. Bioteknol Pertanian 7 (1): 8-16. Indonesia. Lian CL, Wadud MA, Geng QF, Shimatani K, Hogetsu T. 2006. An improved technique for isolating codominant compound microsatellite markers. Journal of Plant Research 119 : 415-417. Lim Tong Kwee. 1990. Durian diseases and disorder. Tropical Press SDN. BHN. Malaysia. 95p. Lim T K & Luders L. (1998). Durian flowering, pollination and incompatibility studies. Annals of Applied Biology, 132: 151–165. doi: 10.1111/j.17447348.1998.tb05192.x Lin J J, Kuo J, Ma J, Saunders JA, Beard HS, MacDonald MH, Kenworthy W, Lide GN, and Matthews BF. 1996. Identification of molecular markers in soybean comparing RFLP, RAPD and AFLP DNAmapping techniques. Plant Molecular Biology Reporter 14(2): 156-169. Mansyah E, Sobir, Edi S, Roedhy P. 2010. Assessment of intersimple sequence repeat (ISSR) technique in mangosteen (Garcinia mangostana L.) grown in different Sumatra region. Journal of horticulture and forestry Volume 2(6) pp. 127-134. Nagaoka T & Ogihara Y. 1997. Applicability of Inter-simple sequence repeat polymorphism in wheat for use as DNA markers in comparison to RFLP and RAPD markers. Theoretical applied Genetics 94: 597-602. Nanthachai S. 1994. Durian fruit development, postharvest physiology, handling and marketing in ASEAN. Horticulture research institute, departemant of agriculture Chatuchak, Bangkok. Thailand 156p. Nei M, Li WH. 1979. Mathematical model for studying genetic variation in terms of restriction endonucleasis. Proceedings of the National Academy of Sciences of the USA, 76, 5269–5273. Novayadi, A. 2004. Analisis keanekaragaman durian lokal Serang berdasarkan penanda morfologi, isozim dan gabungan morfologi-isozim. [tesis]. Bogor : Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
55
Pharmawati M. 2009. Marka Molekuler Berbasis DNA untuk Penentuan Hubungan Kekerabatan Tumbuhan. Editor : Wirawan I.G.P., P. Supartana, S. M Juliasih. Penerbit Universitas Udayana. Denpasar. Poespodarsono S. 1988. Dasar-dasar ilmu pemuliaan tanaman. Lembaga sumberdaya informasi-IPB. Bogor. Prosea. 1992. Plant resources of South-East Asia 2 edible fruits and nuts. Indonesia Publisher. Bogor. Indonesia. 444p. Reddy P M, Sarla N, Siddiq E A. 2002. Inter Simple Sequence Repeat (ISSR) polymorphism and its application in plant breeding. Euphytica 128:917.Kluwer Academic Publisher. Netherlands. Rohlf FJ. 1998. NTSYSpc. Numerical Taxonomy and Multivariate Analysis System. User Guide. Departement of Ecology and Evolution. State University of New York. New York. 32p. [RIRDC] Rural Industries Research Development Corporation. 2002. Boosting Durian Productivity. RIRDC Project DNT - 13A. Australia. 131p. Salimath S, De Oliveira AC, Godwin ID, and Bennetzen JL. 1995. Assessment of genomic origins and genetic diversity in the genus Eleusine with DNA markers. Genome 38:757-763. Santoso P. J. 2004. Morphological and molecular assessment of durian germplasm in malaysia. [tesis] master of science Universiti putra Malaysia. Sastrapradja S. 1979. Buah-buahan. Proyek sumber daya ekonomi. LBN. Bogor. Semagn K, Bjornstad A, Ndjiondjop MN. 2006. An overview of molecular marker methods for plants. African journal of biotechnology Volume 5 (25) pp. 2540-2568. Sheetharam A & Prasada RKT. 1989. Collaboration on genetic resources : summary proceedings of a joint ICRISAT/NBPGR (ICAR). ICRISAT Center. India. Subhadrabandhu S & Ketsa S. 2001. Durian king of tropical fruit. CABI publishing. New York. 171p. Suketi K. 1994. Studi karakterisasi bibit klonal durian berdasarkan morfologi daun dan pola pita isozim. [tesis]. Bogor : Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Syukur M, Sriani S, Rahmi Y. 2009. Teknik Pemuliaan Tanaman. Fakultas Pertanian IPB. 300p. Trojanowska MR & Balibok H. 2004. Characteristic and comparison of three classes of microsatellite-based markers and their application in plants. Cell Moll Biol Lett 9:221-238.
56
Tsukaya H. 2005. Leaf shape : genetic controls and environmental factors. Int. J. Dev. Biol. 49: 547-555. Valmayor RV, Coronel RE, Ramirez DA. 1965. Studies on the floral biology, fruit set and fruit development in durian. Philippine Agriculturist 48: 355-366. Vanijajiva O. 2011. Genetic variability among durian (Durio zibethinus Murr.) cultivars in the Nonthaburi province, Thailand detected by RAPD analysis. Journal of agricultural technology Vol. 7(4): 1107-1116. Thailand. Verheij EWM & Coronel RE. 1991. Prosea. Edible fruits and nuts plant resources of South-East Asia. 2:157-161. Pudoc Wageningen. 447p. Virk PS, Newbury HJ, Jackson MT, Ford-Lloyd BV. 1995. Identification of duplicate accessions within a rice germplasm collection using RAPD analysis. Theor. Appl. Gene. 90:1049-1055. Weeden NF, Timmerman GM, Hemmat M, Kneen BE, Lodhi MA. 1992. Inheritance and reliability of RAPD markers. Application of RAPD Technology to Plant Breeding. Joint Plant Breeding Symposia Series CSSA / ASHS / AGA. Minneapolis. 1 November 1992. Weising K, Hilde Nybom, Kirsten Wolff, Gunter Kahl. 2005. DNA finger printing in plants : principle, methods, and applications. CRC press. New York. Westoby M., Michelle R. Leishman, Janice M. Lord. 1995. On Misinterpreting the „Phylogenetic Correction‟. Journal of ecology, Vol. 83, Issue 3, 531534p. Widodo. 1997. Studi pertumbuhan dan perkembangan buah durian (Durio zibethinus Murr.) varietas Monthong. [Tesis]. Bogor : Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Wiryanta, Wahyu BT. 2002. Bertanam durian. Agro Media Pustaka. Jakarta Wolfe AD, Liston A. 1998. Contributions of PCR-based methods to plant systematic and evolutionary biology. In: Plant Molecular Systematics II. D.E. Soltis P, Soltis S, Doyle JJ. (eds). Kluwer. Pp. 43-86. Zappala G, Zappala A, Diczbalis Y. 2002. Durian germplasm evaluation for tropical australia phase 1. A report for the Rural Industries Research and Development Corporation. RIRDC Publication. 113p. Zhang ZJ, Wang YM, Long LK, Lin Y, Pang JS, Liu B. 2008. Tomato rootstock effects on gene expression patterns in eggplant scions. Russian Journal Of Plant Physiology Volume 55, Number 1. p 93-100. Zietkiewicz E, Rafalski A, Labuda D. 1994. Genome fingerprinting by simple sequence repeat (SSR) anchored polymerase chain reaction amplification. Genomics (20):176-183.
Lampiran 1. Koefisien kemiripan pada 21 genotipe tanaman durian berdasarkan penanda morfologi vegetatif sifat kualitatif
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
1 1.00 0.58 0.58 0.56 0.71 0.56 0.58 0.58 0.58 0.40 0.58 0.58 0.58 0.44 0.56 0.40 0.58 0.58 0.58 0.44 0.64
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
1.00 0.63 0.56 0.58 0.56 0.68 0.66 0.68 0.40 0.63 0.68 0.66 0.44 0.56 0.40 0.68 0.68 0.68 0.44 0.58
1.00 0.56 0.58 0.56 0.63 0.63 0.63 0.40 0.71 0.63 0.63 0.44 0.56 0.40 0.63 0.63 0.63 0.44 0.58
1.00 0.56 0.71 0.56 0.56 0.56 0.40 0.56 0.56 0.56 0.44 0.64 0.40 0.56 0.56 0.56 0.44 0.56
1.00 0.56 0.58 0.58 0.58 0.40 0.58 0.58 0.58 0.44 0.56 0.40 0.58 0.58 0.58 0.44 0.64
1.00 0.56 0.56 0.56 0.40 0.56 0.56 0.56 0.44 0.64 0.40 0.56 0.56 0.56 0.44 0.56
1.00 0.66 0.71 0.40 0.63 0.71 0.66 0.44 0.56 0.40 0.71 0.71 0.71 0.44 0.58
1.00 0.66 0.40 0.63 0.66 0.71 0.44 0.56 0.40 0.66 0.66 0.66 0.44 0.58
1.00 0.40 0.63 0.93 0.66 0.44 0.56 0.40 0.89 0.82 0.82 0.44 0.58
1.00 0.40 0.40 0.40 0.40 0.40 0.93 0.40 0.40 0.40 0.40 0.40
1.00 0.63 0.63 0.44 0.56 0.40 0.63 0.63 0.63 0.44 0.58
1.00 0.66 0.44 0.56 0.40 0.89 0.82 0.82 0.44 0.58
1.00 0.44 0.56 0.40 0.66 0.66 0.66 0.44 0.58
1.00 0.44 0.40 0.44 0.44 0.44 0.71 0.44
1.00 0.40 0.56 0.56 0.56 0.44 0.56
1.00 0.40 0.40 0.40 0.40 0.40
1.00 0.82 0.82 0.44 0.58
18
19
20
21
1.00 0.86 1.00 0.44 0.44 1.00 0.58 0.58 0.44 1.00
Lampiran 2. Koefisien kemiripan pada 21 genotipe tanaman durian berdasarkan penanda morfologi vegetatif sifat kuantitatif
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
1 1.00 0.48 0.75 0.64 0.48 0.64 0.48 0.64 0.64 0.64 0.64 0.61 0.61 0.48 0.48 0.61 0.48 0.48 0.64 0.48 0.48
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
1.00 0.48 0.48 0.55 0.48 0.50 0.48 0.48 0.48 0.48 0.48 0.48 0.83 0.55 0.48 0.50 0.67 0.48 0.67 0.50
1.00 0.64 0.48 0.64 0.48 0.64 0.64 0.64 0.64 0.61 0.61 0.48 0.48 0.61 0.48 0.48 0.64 0.48 0.48
1.00 0.48 0.92 0.48 0.65 0.65 0.65 0.78 0.61 0.61 0.48 0.48 0.61 0.48 0.48 0.88 0.48 0.48
1.00 0.48 0.50 0.48 0.48 0.48 0.48 0.48 0.48 0.55 0.75 0.48 0.50 0.55 0.48 0.55 0.50
1.00 0.48 0.65 0.65 0.65 0.78 0.61 0.61 0.48 0.48 0.61 0.48 0.48 0.88 0.48 0.48
1.00 0.48 0.48 0.48 0.48 0.48 0.48 0.50 0.50 0.48 0.79 0.50 0.48 0.50 0.79
1.00 0.92 0.75 0.65 0.61 0.61 0.48 0.48 0.61 0.48 0.48 0.65 0.48 0.48
1.00 0.75 0.65 0.61 0.61 0.48 0.48 0.61 0.48 0.48 0.65 0.48 0.48
1.00 0.65 0.61 0.61 0.48 0.48 0.61 0.48 0.48 0.65 0.48 0.48
1.00 0.61 0.61 0.48 0.48 0.61 0.48 0.48 0.78 0.48 0.48
1.00 0.63 0.48 0.48 0.75 0.48 0.48 0.61 0.48 0.48
1.00 0.48 0.48 0.63 0.48 0.48 0.61 0.48 0.48
1.00 0.55 0.48 0.50 0.67 0.48 0.67 0.50
1.00 0.48 0.50 0.48 0.48 0.55 0.50
1.00 0.48 0.55 0.61 0.48 0.48
1.00 0.50 0.48 0.50 0.92
18
19
20
21
1.00 0.48 1.00 0.67 0.48 0.50 0.48
1.00 0.50
1.00
58
Lampiran 3. Koefisien kemiripan pada 21 genotipe tanaman durian berdasarkan penanda morfologi vegetatif
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
1 1.00 0.46 0.50 0.46 0.46 0.46 0.46 0.46 0.46 0.42 0.46 0.46 0.46 0.34 0.50 0.42 0.46 0.46 0.46 0.34 0.46
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
1.00 0.46 0.49 0.49 0.49 0.51 0.49 0.49 0.42 0.49 0.49 0.49 0.34 0.46 0.42 0.51 0.49 0.49 0.34 0.51
1.00 0.46 0.46 0.46 0.46 0.46 0.46 0.42 0.46 0.46 0.46 0.34 0.61 0.42 0.46 0.46 0.46 0.34 0.46
1.00 0.57 0.78 0.49 0.57 0.57 0.42 0.63 0.65 0.57 0.34 0.46 0.42 0.49 0.57 0.65 0.34 0.49
1.00 0.57 0.49 0.62 0.62 0.42 0.57 0.57 0.62 0.34 0.46 0.42 0.49 0.62 0.57 0.34 0.49
1.00 0.49 0.57 0.57 0.42 0.63 0.65 0.57 0.34 0.46 0.42 0.49 0.57 0.65 0.34 0.49
1.00 0.49 0.49 0.42 0.49 0.49 0.49 0.34 0.46 0.42 0.65 0.49 0.49 0.34 0.65
1.00 0.83 0.42 0.57 0.57 0.67 0.34 0.46 0.42 0.49 0.67 0.57 0.34 0.49
1.00 0.42 0.57 0.57 0.67 0.34 0.46 0.42 0.49 0.67 0.57 0.34 0.49
1.00 0.42 0.42 0.42 0.34 0.42 0.74 0.42 0.42 0.42 0.34 0.42
1.00 0.63 0.57 0.34 0.46 0.42 0.49 0.57 0.63 0.34 0.49
1.00 0.57 0.34 0.46 0.42 0.49 0.57 0.74 0.34 0.49
1.00 0.34 0.46 0.42 0.49 0.70 0.57 0.34 0.49
1.00 0.34 0.34 0.34 0.34 0.34 0.65 0.34
1.00 0.42 0.46 0.46 0.46 0.34 0.46
1.00 0.42 0.42 0.42 0.34 0.42
1.00 0.49 0.49 0.34 0.83
1.00 0.57 1.00 0.34 0.34 1.00 0.49 0.49 0.34 1.00
59
Lampiran 4. Koefisien kemiripan pada 21 genotipe tanaman durian berdasarkan penanda molekuler (ISSR)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
1 1.00 0.83 0.85 0.85 0.83 0.84 0.85 0.83 0.83 0.84 0.84 0.84 0.83 0.83 0.79 0.83 0.83 0.84 0.77 0.68 0.77
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
1.00 0.83 0.83 0.84 0.83 0.83 0.84 0.86 0.83 0.83 0.83 0.86 0.86 0.79 0.92 0.86 0.83 0.77 0.68 0.77
1.00 0.88 0.83 0.84 0.88 0.83 0.83 0.84 0.84 0.84 0.83 0.83 0.79 0.83 0.83 0.84 0.77 0.68 0.77
1.00 0.83 0.84 0.90 0.83 0.83 0.84 0.84 0.84 0.83 0.83 0.79 0.83 0.83 0.84 0.77 0.68 0.77
1.00 0.83 0.83 0.90 0.84 0.83 0.83 0.83 0.84 0.84 0.79 0.84 0.84 0.83 0.77 0.68 0.77
1.00 0.84 0.83 0.83 0.85 0.89 0.91 0.83 0.83 0.79 0.83 0.83 0.87 0.77 0.68 0.77
1.00 0.83 0.83 0.84 0.84 0.84 0.83 0.83 0.79 0.83 0.83 0.84 0.77 0.68 0.77
1.00 0.84 0.83 0.83 0.83 0.84 0.84 0.79 0.84 0.84 0.83 0.77 0.68 0.77
1.00 0.83 0.83 0.83 0.89 0.89 0.79 0.86 0.92 0.83 0.77 0.68 0.77
1.00 0.85 0.85 0.83 0.83 0.79 0.83 0.83 0.85 0.77 0.68 0.77
1.00 0.89 0.83 0.83 0.79 0.83 0.83 0.87 0.77 0.68 0.77
1.00 0.83 0.83 0.79 0.83 0.83 0.87 0.77 0.68 0.77
1.00 0.92 0.79 0.86 0.89 0.83 0.77 0.68 0.77
1.00 0.79 0.86 0.89 0.83 0.77 0.68 0.77
1.00 0.79 0.79 0.79 0.77 0.68 0.77
1.00 0.86 0.83 0.77 0.68 0.77
1.00 0.83 0.77 0.68 0.77
1.00 0.77 1.00 0.68 0.68 1.00 0.77 0.78 0.68 1.00
60
Lampiran 5. Koefisien kemiripan pada 21 genotipe tanaman durian berdasarkan penanda gabungan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
1 1.00 0.64 0.64 0.64 0.64 0.64 0.64 0.64 0.64 0.64 0.64 0.64 0.64 0.65 0.67 0.64 0.64 0.64 0.64 0.51 0.64
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
1.00 0.72 0.72 0.74 0.72 0.68 0.74 0.74 0.65 0.72 0.72 0.74 0.64 0.64 0.65 0.68 0.74 0.72 0.51 0.68
1.00 0.75 0.72 0.75 0.68 0.72 0.72 0.65 0.75 0.75 0.72 0.64 0.64 0.65 0.68 0.72 0.74 0.51 0.68
1.00 0.72 0.84 0.68 0.72 0.72 0.65 0.76 0.76 0.72 0.64 0.64 0.65 0.68 0.72 0.74 0.51 0.68
1.00 0.72 0.68 0.79 0.79 0.65 0.72 0.72 0.76 0.64 0.64 0.65 0.68 0.76 0.72 0.51 0.68
1.00 0.68 0.72 0.72 0.65 0.76 0.76 0.72 0.64 0.64 0.65 0.68 0.72 0.74 0.51 0.68
1.00 0.68 0.68 0.65 0.68 0.68 0.68 0.64 0.64 0.65 0.82 0.68 0.68 0.51 0.72
1.00 0.83 0.65 0.72 0.72 0.76 0.64 0.64 0.65 0.68 0.76 0.72 0.51 0.68
1.00 0.65 0.72 0.72 0.76 0.64 0.64 0.65 0.68 0.76 0.72 0.51 0.68
1.00 0.65 0.65 0.65 0.64 0.64 0.76 0.65 0.65 0.65 0.51 0.65
1.00 0.80 0.72 0.64 0.64 0.65 0.68 0.72 0.74 0.51 0.68
1.00 0.72 0.64 0.64 0.65 0.68 0.72 0.74 0.51 0.68
1.00 0.64 0.64 0.65 0.68 0.77 0.72 0.51 0.68
1.00 0.65 0.64 0.64 0.64 0.64 0.51 0.64
1.00 0.64 0.64 0.64 0.64 0.51 0.64
1.00 0.65 0.65 0.65 0.51 0.65
1.00 0.68 0.68 0.51 0.72
1.00 0.72 1.00 0.51 0.51 1.00 0.68 0.68 0.51 1.00
61