Prosiding Seminar Nasional Hasil-Hasil Penelitian Pascasarjana, SPS UNDIP Semarang, 22 November 2016
KODE : Sosial Humaniora
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN BERAS DI KABUPATEN KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH Zaenul Laily1*, Wahyu Dyah Prastiwi2 dan Hery Setiyawan3 123 Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro a
[email protected],
[email protected],
[email protected] Abstrak Penelitian bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan beras dan untuk mengetahui elastisitas permintaan beras di Kabupaten Kudus. Lokasi penelitian dilakukan secara purposive. Metode yang digunakan adalah metode survei dan pemilihan sampel lokasi ditentukan secara Quota Sampling dengan memilih 75 responden dari 3 Kecamatan di Kabupaten Kudus dengan produksi beras tertinggi, sedang dan terendah. Responden diambil dengan metode snowball. Data dianalisis dengan regresi linier berganda dalam fungsi dobel logaritma. Hasil analisis regresi berganda menunjukan bahwa variabelvariabel bebas yang diamati secara bersama-sama berpengaruh nyata (P<0,01) terhadap variabel dependen. Secara parsial harga mie instant, jumlah anggota keluarga dan pendapatan berpengaruh nyata terhadap permintaan beras. Sedangkan variabel harga beras dan selera konsumen tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan beras. Elastisitas harga beras bersifat inelastis (0,018) sehingga beras termasuk kategori barang normal/ kebutuhan pokok. Elastisitas pendapatan sebesar 0,062. Mie instant merupakan barang substitusi beras dengan elastisitas 1,363. Kata kunci : beras, faktor permintaan, elastisitas permintaan penduduk Indonesia. Beras mengandung
Latar belakang Kebutuhan beras di Indonesia terus
nilai gizi lebih baik dibandingkan makanan
mengalami peningkatan seiring jumlah
pokok lainnya. Setiap 100 gr beras giling
penduduk yang terus bertambah dan
mengandung energi 360 KKal dan 6 gr
peningkatan konsumsi beras perkapita per
protein (Riyanto et al., 2013)[6].
tahun. Salah satu hal penting yang harus
Di Kabupaten Kudus permintaan
diketahui adalah tingkat penyediaan dan
beras belum bisa tergantikan oleh bahan
permintaan beras sehingga tidak ada
makanan
kelangkaan maupun surplus beras di
Kabupaten
pasaran yang pada akhirnya merugikan
kebutuhan konsumsi beras sebesar 72.373
masyarakat sebagai konsumen dan petani
ton dengan asumsi 92,78 kg/kap/th[1]. Hal
sebagai produsen beras.
ini juga berbanding lurus dengan produksi
yang
lainnya. Kudus,
Menurut pada
data tahun
BPS 2013
Beras adalah bahan makanan pokok
beras yang menjadi produk tanaman pangan
dikonsumsi
yang paling banyak di produksi dibanding
oleh
hampir
90%
Prosiding Seminar Nasional Hasil-Hasil Penelitian Pascasarjana, SPS UNDIP Semarang, 22 November 2016
tanaman pangan lainnya seperti ketela
Metode
pohon dan jagung. Pada tahun 2014
Sampel
produksi padi di kabupaten Kudus sebesar
Penelitian
dan
Pengambilan
Metode yang akan digunakan adalah
127.319 ton dibanding dengan ketela pohon
metode
yang hanya 34.042 ton dan jagung 17.081
ditentukan secara Quota Sampling dengan
ton (Badan Pusat Statistika Kabupaten
memilih 75 responden dari 3 Kecamatan di
Kudus, 2015)[1].
Kabupaten Kudus dengan produksi beras
Tingginya produksi dan konsumsi
survei
tertinggi
Pengambilan
yaitu
sampel,
Kecamatan
Undaan,
beras di Kabupaten Kudus mendorong
produksi beras sedang yaitu kecamatan
peneliti untuk menganalisis faktor-faktor
Gebog dan produksi beras paling rendah
apa saja yang mempengaruhi permintaan
yaitu Kecamatan Kota. Penduduk
beras di Kabupaten Kudus. Hal ini juga
berdomisili di tiga kecamatan yang terkena
diperlukan bagi pengambil kebijakan dalam
sampel tersebut diambil masing-masing 25
memprediksi kebutuhan pangan penduduk
orang untuk dijadikan sampel. Responden
serta dampak terhadap perubahan harga dan
dipilih satu orang yang dapat mewakili
pendapatan terhadap tingkat permintaan
rumah tangga yang mengkonsumsi beras
pangan. Tujuan dari penelitian ini adalah
dari satu dapur yang sama dan dibatasi
untuk
yang
hanya pada orang dewasa. Penentuan
mempengaruhi permintaan beras dan untuk
responden selanjutnya dilakukan dengan
mengetahui elastisitas permintaan beras di
metode snowball
Kabupaten Kudus.
Jenis Data dan Metode Pengumpulan
mengetahui
faktor-faktor
yang
Data Metode Penelitian
Data
Metode Penentuan Lokasi Penelitian Penentuan
diperoleh
melalui
wawancara menggunakan kuesioner dan
penelitian
data sekunder diperoleh melalui studi
dilakukan secara purposive (sengaja) yaitu
pustaka dari buku dan sumber lain yang
di wilayah Kabupaten Kudus karena beras
mendukung.
merupakan
Metode Analisis Data
bahan
lokasi
primer
pangan
utama
masyarakat dan komoditas yang paling
Metode
yang
digunakan
dalam
banyak diproduksi dibanding komoditas
penelitian ini adalah analisis deskriptif dan
pangan lainnya, akan tetapi produksinya
analisis
selama tahun 2010-2014 mengalami naik
analisis data maka data diuji sesuai asumsi
turun sedangkan jumlah penduduknya terus
klasik yaitu normalitas, multikolinearitas,
meningkat.
autokorelasi, dan heteroskedastisitas.
regresi.
Sebelum
melakukan
Prosiding Seminar Nasional Hasil-Hasil Penelitian Pascasarjana, SPS UNDIP Semarang, 22 November 2016
Analisis regresi linier berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh beberapa
variabel
independen
yang
meliputi
pendapatan
konsumen,
harga
beras, harga mie instant, jumlah anggota
mengetahui besarnya pengaruh variabel independen dan dependen secara parsial Hasil dan Pembahasan Keadaan Umum Lokasi Penelitian
keluarga konsumen dan selera konsumen
Kabupaten Kudus terletak di antara
terhadap variabel dependen yaitu jumlah
110o 36’ dan 110o 50’ BT dan 6o 51’ dan 7o
permintaan beras.
16’ LS. Sebelah Utara berbatasan dengan
Program yang digunakan adalah
Kabupaten Jepara dan Pati, sebelah Timur
program statistik SPSS 21 for Windows.
berbatasan dengan Kabupaten Pati, sebelah
Data
linier
Selatan dengan Kabupaten Grobogan dan
berganda dalam fungsi dobel logaritma
Pati serta sebelah Barat berbatasan dengan
(double
Menurut
Kabupaten Demak dan Jepara. Secara
Ghozali (2009)[3] bahwa untuk mengetahui
administratif Kabupaten Kudus memiliki 9
elastisitas permintaan, persamaan regresi
Kecamatan, 123 Desa dan 9 Kelurahan.
linier dapat ditransformasikan ke dalam
Luas wilayah Kabupaten Kudus sebesar
bentuk logaritma natural menjadi :
42.516 Ha atau 1,31 % dari luas Provinsi
ln Y = α + β1 ln X1 + β2 ln X2 + β3 ln X3 +
Jawa Tengah. Luas wilayah tersebut terdiri
β4 ln X4 + β5 ln X5 ..................... (1)
dari 20.620 Ha (48,50%) merupakan lahan
dianalisis
dengan
logarithm
regresi
function).
Y = Jumlah permintaan beras (kg/bulan)
pertanian sawah dan 7.549 Ha (17,76%)
α = Konstanta
adalah lahan pertanian bukan sawah.
β = Koefisien regresi
Sedangkan sisanya adalah lahan bukan
X1 = Pendapatan konsumen (Rp/bulan)
pertanian sebesar 14.347 Ha (33,74%) (BPS
X2 = Harga beras (Rp/kg)
Kabupaten Kudus, 2015) [1]
X3 = Harga mie instant (Rp/kg)
Uji Asumsi Klasik Hasil uji normalitas menunjukkan
X4 = Jumlah anggota keluarga (jiwa)
bahwa
X5 = Selera konsumen (skor) Uji untuk
Koefisien Determinasi
mengetahui
pengaruh
besarnya
variabel-variabel
(R2)
persentase independen
terhadap variabel dependen. Uji F untuk mengetahui pengaruh variabel
independen
dengan
variabel
dependen secara serempak. Uji t untuk
variabel-variabel
yang
diamati
berdistribusi normal karena nilai asymp. sig (2-tailed) sebesar 0,159 atau lebih besar dari taraf signifikansi 0,05. Hasil uji menunjukkan bahwa data yang diuji tidak ada multikolinieritas karena karena nilai VIF tidak ada yang di atas 10 (nilai berkisar antara 1,016 - 6,943)
Prosiding Seminar Nasional Hasil-Hasil Penelitian Pascasarjana, SPS UNDIP Semarang, 22 November 2016
dan nilai tolerance tidak ada yang dibawah
variabel-variabel bebas yang diamati yaitu
0,10 (nilai berkisar antara 0,144 - 0,984)
pendapatan, harga beras, harga mie instant,
Hasil uji Park untuk mengetahui adanya
heterokedastisitas
menunjukan
jumlah
anggota
konsumen
keluarga
secara
dan
selera
bersama-sama
bahwa semua variabel independen tidak
berpengaruh nyata terhadap permintaan
terjadi heterokedastisitas (s>0,01).
beras di Kabupaten Kudus.
Hasil uji menunjukkan bahwa data
Uji t
yang diuji tidak terjadi autokorelasi, karena
Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui
nilai Durbin-Watson sebesar 1,937 atau
bahwa secara parsial harga mie instant dan
berada diantara 1,65
jumlah anggota keluarga berpengaruh nyata
Uji Koefisien Determinasi (R2)
(p<0,01)
Berdasarkan hasil uji R2 didapatkan
terhadap
Sedangkan
permintaan
variabel
beras,
pendapatan
bahwa nilai adjusted R2 sebesar 0,948. Hal
berpengaruh nyata pada taraf signifikansi
ini menunjukkan bahwa 94,8 % permintaan
95% terhadap permintaan beras (p<0,05).
beras di Kabupaten Kudus dapat dijelaskan
Variabel harga beras dan selera konsumen
oleh variabel independen yang diamati
tidak
Sedangkan sisanya sebesar 5,2 % dijelaskan
permintaan beras (p>0,01).
berpengaruh
nyata
terhadap
oleh variabel lain di luar model. Uji F
Elastisitas Harga
Berdasarkan hasil uji F didapatkan
Elastisitas
harga
beras
sebesar
bahwa nilai signifikasi sebesar 0.000
0,018; artinya jika harga beras meningkat
(<0,01). Hal ini menunjukkan bahwa
1% maka permintaan beras akan meningkat
Tabel 1. Hasil Analisis Uji t Variabel Koefisien Regresi Konstanta -12,193 Harga beras 0,018 Harga mie instant 1,363 Jumlah Keluarga 0,386 Pendapatan 0,062 Selera Konsumen -0,035 Sumber : Data Primer Terolah Keterangan: variabel dalam bentuk logaritma natural/Ln **: signifikansi pada taraf 99% * : signifikansi pada taraf 95% sebesar 0,018 %. Elastisitas harga beras sesuai
T -6,164 0,405 7,058 6,875 2,309 -0,952
Sig. 0,000 0,687 0,000** 0,000** 0,024* 0,345
dengan Suparmoko (2011)[10] yang
bernilai kurang dari 1; artinya bersifat
menyatakan
bahwa
inelastis sehingga beras termasuk kategori
dikatakan inelastis bila e < 1. Lebih lanjut
barang normal/ kebutuhan pokok. Hal ini
dijelaskan
jika
permintaan
akan
elasitistas harga yang
Prosiding Seminar Nasional Hasil-Hasil Penelitian Pascasarjana, SPS UNDIP Semarang, 22 November 2016
inelastis menunjukkan bahwa komoditas
rangka
termasuk barang normal.
seluruh anggota
Elastisitas Pendapatan
didukung dengan Badan Pusat Statistik
Besarnya
elastisitas
pendapatan
memenuhi
Kabupaten
kebutuhan
pangan
keluarganya.
Hal
(2015)[1]
Kudus
ini
yang
adalah 0,062; artinya jika pendapatan naik
menyatakan bahwa di Kabupaten Kudus
sebesar 1 % maka permintaan beras
masih mengandalkan padi sebagai tanaman
meningkat sebesar 0,062 %. Nilai elastisitas
pangan
pendapatan bersifat inelastis (Ei<1)
memiliki peran yang sangat penting dalam
bertanda
positif
menunjukkan
dan beras
merupakan barang normal. Hal ini sesuai
pokok utama
penduduk yang
pemenuhan kebutuhan pangan sehari-hari.. 2. Harga Mie Instant
dengan pendapat Suparmoko (2011)[9] yang
Harga
mie instant secara parsial
menyakatan bahwa apabila nilai elastisitas
berpengaruh nyata terhadap permintaan
pendapatan bernilai antara 0 sampai 1 maka
beras. Terjadinya kenaikan harga mie
termasuk barang normal/kebutuhan pokok
instant
Elastisitas Silang
permintaan
Elastisitas silang harga mie instant
akan
meningkatkan
terhadap
beras.
jumlah Hal
ini
dikarenakan harga mie instant merupakan
adalah 1,363; artinya jika harga mie instant
barang
naik 1 % maka permintaan beras akan naik
Kabupaten Kudus biasa mengonsumsi mie
sebesar 1,363%. Elastisitas silang bersifat
instant terutama pada malam hari untuk
elastis
(Ec>1)
substitusi
beras.
Masyarakat
dan
bertanda
positif
makan malam sebagai pengganti beras. Hal
bahwa
mie
instant
ini didukung data Kementerian Kesehatan
merupakan barang substitusi beras. Hal ini
RI (2013)[4] yang menyatakan bahwa
sesuai dengan pendapat Salvatore (2001)[7]
Kabupaten Kudus berada di posisi lima
yang menyatakan bahwa apabila nilai
teratas kabupaten/kota di Jawa Tengah yang
elastisitas silang positif maka barang X dan
mengkonsumsi mie instant 1 - 6 kali per
Y merupakan barang substitusi.
minggu yaitu sebesar 76,0%.
menunjukkan
Pembahasan
3. Pendapatan
1. Harga Beras
Pendapatan
secara
parsial
Harga beras secara parsial tidak
berpengaruh nyata terhadap permintaan
berpengaruh nyata terhadap permintaan
beras. Koefisien regresi bertanda positif,
beras. Hal ini dikarenakan beras masih
artinya apabila pendapatan konsumen naik
menjadi kebutuhan pokok di Kabupaten
maka
Kudus sehingga berapapun harga beras,
permintaan
konsumen akan tetap membeli beras dalam
konsumen terbiasa membeli beras dengan
akan
meningkatkan beras.
Sebagian
jumlah besar
Prosiding Seminar Nasional Hasil-Hasil Penelitian Pascasarjana, SPS UNDIP Semarang, 22 November 2016
jumlah sesuai dengan besarnya pendapatan
mengedepankan selera terhadap suatu jenis
yang dimiliki, misalkan pada konsumen
beras tertentu dalam membeli beras karena
yang
beras masih jadi kebutuhan pokok. Hal ini
bekerja
sebagai
buruh
dengan
pendapatan mingguan akan membeli beras
berbeda
dengan
pendapat
Boediono
dengan jumlah sesuai pendapatannya yang
(2000)[2] yang menyatakan bahwa apabila
diterima selama berkerja satu minggu.
selera konsumen berubah, permintaan akan
Konsumen yang memiliki pendapatan yang
suatu barang juga akan berubah walaupun
tinggi biasanya akan membeli jumlah beras
harga barang yang bersangkutan tidak
langsung dalam jumlah yang besar untuk
berubah
kebutuhan keluarganya selama satu bulan. Hal ini sesuai dengan pendapat Sudarman
Kesimpulan Pendapatan, harga beras, harga mie
(2000)[8] yang menyatakan bahwa pada umumya
semakin
seseorang
maka
permintaannya
besar
penghasilan
semakin
terhadap
besar
suatu
pula
barang,
konsumen
Jumlah anggota keluarga secara berpengaruh
nyata
terhadap
permintaan beras. Samakin banyak anggota keluarga maka semakin banyak permintaan
Nuraini (2007)[5] yang menyatakan bahwa semakin banyak jumlah anggota keluarga jumlah
barang yang
bersama-sama
permintaan beras, sedangkan harga beras dan selera konsumen tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan beras. Elastisitas
Selera konsumen secara parsial nyata
terhadap
permintaan beras; artinya selera konsumen yang berbeda-beda terhadap jenis beras
harga
beras
bersifat
inelastis sehingga beras termasuk kategori barang
normal/
kebutuhan
pokok.
Elastisitas pendapatan bersifat inelastis dan positif
merupakan
5. Selera Konsumen
berpangaruh
selera
dan pendapatan berpengaruh nyata terhadap
bernilai
diminta
tidak
secara
dan
berpengaruh nyata terhadap permintaan
beras. Hal ini sesuai dengan pendapat
banyak
keluarga
harga mie instant, jumlah anggota keluarga
4. Jumlah Anggota Keluarga
semakin
jumlah
beras di Kabupaten Kudus. Secara parsial
demikian sebaliknya.
parsial
instant,
menunjukkan
barang
normal.
beras
Elastisitas
silang harga mie instant bersifat elastis dan menunjukkan
bahwa
mie
instant
merupakan barang substitusi beras. Saran
tidak
Diperlukan adanya analisis prediksi
mempengaruhi permintaan beras secara
ketersedian beras untuk beberapa tahun ke
yang
sering
keseluruhan.
dikonsumsi
Konsumen
tidak
terlalu
Prosiding Seminar Nasional Hasil-Hasil Penelitian Pascasarjana, SPS UNDIP Semarang, 22 November 2016
depan di Kabupaten Kudus mengingat beras masih menjadi kebutuhan pokok penduduk. Diperlukan
diversifikasi
bahan
pangan lokal selain beras seperti jagung dan ketela pohon yang produksinya juga cukup tinggi sebagai alternatif pengganti beras untuk pemenuhan sumber energi dalam kehidupan sehari-hari mengingat adanya kecenderungan masyarakat yang mulai sering mengonsumsi mie instant sebagai pengganti nasi. Referensi [1] Badan Pusat Statistik. 2015. Buku Kudus dalam Angka 2015. [2] Boediono. 2000. Ekonomi Mikro. Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. [3] Ghozali, I. 2009. Ekonometrika. Teori Konsep dan Aplikasi dengan SPSS 17. Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang. [4] Kementerian Kesehatan RI. 2013. Pokok Pokok Hasil Riskesdas Provinsi Jawa Tengah 2013. Lembaga Penerbitan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. [5] Nuraini. 2007. Pengantar Ekonomi Mikro Malang. Universitas Muhammadyah Press, Malang. [6] Riyanto, W., M. Ridwansyah dan E. Umiyati. 2013. Permintaan beras di Provinsi Jambi. J. Perspektif Pembiayaan dan Pembangunan 1(1):11-20. [7] Salvatore, D. 2011. Teori Ekonomi Mikro. Erlangga, Jakarta (Diterjemahkan oleh R. Sitompul dan H. Munandar). [8] Sudarman, A. 2000. Teori Ekonomi Mikro. BPFE. Yogyakarta. [9] Suparmoko, M. 2011. Teori Ekonomi Mikro. Edisi Pertama. BPFE, Yogyakarta.