ABSORPSI MINERAL DAN KADAR LEMAK DARAH PADA TIKUS YANG DIBERI SERAT AMPAS TEH HASIL MODIFIKASI MELALUI FERMENTASI DENGAN Aspergillus niger
SKRIPSI ESTY SETIA LESTARI
PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
RINGKASAN ESTY SETIA LESTARI. 2006. Absorpsi Mineral dan Kadar Lemak Darah pada Tikus yang Diberi Serat Ampas Teh Hasil Modifikasi Melalui Fermentasi dengan Aspergillus niger. Skripsi. Program Studi Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Dr. Ir. Toto Toharmat, M.Agr.Sc. Pembimbing Anggota : Ir. Iman Hernaman, M Si. Ampas teh merupakan limbah industri teh botol yang mempunyai potensi besar sebagai sumber serat. Penggunaan serat ampas teh dalam ransum dapat menurunkan kadar lemak darah dengan cara mengikat misel dan asam empedu untuk segera dikeluarkan melalui feses, sehingga peranan serat ini dapat mencegah terjadinya penyakit yang diakibatkan oleh kelainan metabolisme lemak. Selain itu, serat mempunyai daya ikat kation, sehingga dapat mengganggu keseimbangan mineral di dalam tubuh. Penelitian ini dirancang untuk mengkaji pengaruh modifikasi serat ampas teh melalui fermentasi dengan Aspergillus niger terhadap daya ikat lemak dan mineral. Penelitian dilakukan di kandang uji fisiologis, Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah, Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian berlangsung dari bulan Juli sampai dengan bulan Nopember 2005. Hewan percobaan yang digunakan adalah tikus putih (Rattus norvegicus) lepas sapih strain Sprague Dawley berumur 21 hari sebanyak 15 ekor dengan bobot awal 41,17 ± 4,05 g. Ransum perlakuan terdiri dari 5 macam, yaitu: ransum basal (T0), ransum 5% ampas teh tanpa difermentasi (T5), ransum 10% ampas teh tanpa difermentasi (T10), ransum 5% ampas teh difermentasi (Tf5), dan ransum 10% ampas teh difermentasi (Tf10). Peubah yang diamati terdiri dari konsumsi bahan kering ransum, pertambahan bobot badan, konversi ransum, absorpsi mineral Ca, P, dan Mg, serta kadar kolesterol dan trigliserida darah. Percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 3 ulangan. Data dianalisa dengan analisa Sidik Ragam (ANOVA), dan apabila terdapat perbedaan dilanjutkan dengan uji Kontras Orthogonal. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa pemberian serat ampas teh baik yang difermentasi maupun yang tidak difermentasi tidak mempengaruhi performans, absorpsi mineral P, dan kolesterol serta trigliserida darah. Akan tetapi, penambahan ampas teh menurunkan (P<0,01) absorpsi Ca dan Mg. Fermentasi serat ampas teh dengan Aspergillus niger mampu mengubah karakteristik kimia serat, khususnya daya ikat kation. Kata-kata kunci: ampas teh, fermentasi, mineral, kolesterol, trigliserida
ABSTRACT Mineral Absorption and Blood Fat Content of Rats Offered Rations Containing Tea Pulp Fiber Modified by Fermentation Using Aspergillus niger Lestari, E.S., T. Toharmat and I. Hernaman Tea pulp is a by-product of tea beverage industry, which could be utilized as a fiber source. Inclusion of the tea pulp in a diet may reduce blood lipid by binding micel and bile acid, and increasing their excretion. Present experiment was conducted to study the feed intake, growth rate, absorption of Ca, P, and Mg, blood cholesterol and triglyceride of rats offered diet containing unfermented or fermented tea pulp. Fifteen of 21 days old rats with initial weight of 41.17 ± 4.05 g were used in the experiment. The experimental rats were offered diets containing different levels of unfermented or fermented tea pulp as follows: basal diet (T0), 5% (T5) and 10% (T10) unfermented tea pulp, 5% (Tf5) and 10% (Tf10) fermented tea pulp. Tea pulp was fermented using Aspergillus niger. Treatments were allocated in a Completely Randomized Design (CRD). The variabels observed were feed intake, growth rate, the absorption of Ca, P and Mg, blood cholesterol and blood triglyceride. Inclusion of neither fermented nor unfermented tea pulp had no effect on feed intake, growth rate, blood cholesterol and triglyceride and also absorption of P. Inclusion of unfermented tea pulp reduced (P<0.01) absorption of Ca and Mg and inclusion of fermented tea pulp worsen the reduction of Ca and Mg absorption. Fermentation of tea pulp increased binding capacity of the particle on Ca and Mg, and therefore reduced their availability for intestinal absorption. Keywords: tea pulp, fermentation, mineral, cholesterol, triglyceride
ABSORPSI MINERAL DAN KADAR LEMAK DARAH PADA TIKUS YANG DIBERI SERAT AMPAS TEH HASIL MODIFIKASI MELALUI FERMENTASI DENGAN Aspergillus niger
ESTY SETIA LESTARI D24102062
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
ABSORPSI MINERAL DAN KADAR LEMAK DARAH PADA TIKUS YANG DIBERI SERAT AMPAS TEH HASIL MODIFIKASI MELALUI FERMENTASI DENGAN Aspergillus niger
Oleh : ESTY SETIA LESTARI D24102062
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan dihadapan Komisi Ujian Lisan pada Tanggal 2 Mei 2006
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
Dr. Ir. Toto Toharmat, M.Agr.Sc. NIP. 131 284 834
Ir. Iman Hernaman, M Si. NIP. 132 146 262
Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Ronny R. Noor, MRur.Sc NIP. 131 624 188
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 16 Nopember 1983 di Cianjur Jawa Barat. Penulis adalah anak kedua dari dua bersaudara, dari pasangan Bapak Rosyidin dan Ibu Ade Nurjanah (Alm). Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1996 di SDN Lembur Tengah IV Cianjur. Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 1999 di SMPN 4 Cianjur, dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2002 di SMUN 2 Cianjur. Penulis diterima sebagai mahasiswa pada program studi Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada tahun 2002. Selama mengikuti pendidikan, Penulis aktif di Forum Studi dan Tela’ah Ilmu Agama Islam (FORSITA) dan Himpunan Mahasiswa Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak (HIMASITER) Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Dalam rangka meningkatkan pemahaman keilmuannya, Penulis menjadi asisten praktikum Biokimia Nutrisi dan Mikrobiologi Nutrisi, serta pernah menjadi tutor mata kuliah Kimia Dasar di Program Studi Nutrisi dan Makanan Ternak pada tahun 2003. Selain itu, Penulis pernah magang di Balai Penelitian Ternak Ciawi Bogor pada tahun 2003.
KATA PENGANTAR Alhamdulillah hirobbil a’lamin puji syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas segala nikmat dan karuniaNya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang berjudul “Absorpsi Mineral dan Kadar Lemak Darah pada Tikus yang Diberi Serat Ampas Teh Hasil Modifikasi Melalui Fermentasi dengan Aspergillus niger” ditulis berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Penulis mulai Juli sampai dengan Nopember 2005 di kandang uji fisiologis, Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah, Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Program Studi Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Ampas teh merupakan limbah industri teh botol yang mempunyai potensi besar sebagai sumber serat. Penggunaan serat ampas teh dalam ransum dapat menurunkan kadar lemak darah dengan cara mengikat misel dan asam empedu untuk segera dikeluarkan melalui feses. Akan tetapi, serat mempunyai daya ikat kation sehingga dapat mengganggu keseimbangan mineral di dalam tubuh. Oleh karena itu penelitian ini dirancang untuk mengkaji pengaruh modifikasi serat ampas teh melalui fermentasi terhadap daya ikat lemak dan mineral. Proses penyusunan skripsi berlangsung melalui berbagai tahapan yang diuraikan dalam bagian isi. Penelitian dilakukan selama 4 bulan dan penyusunan skripsi berlangsung selama 5 bulan. Mudah-mudahan skripsi ini bermanfaat, dan Penulis menyampaikan banyak terimakasih atas kritik dan saran yang membangun oleh berbagai pihak demi kesempurnaan skripsi ini.
Bogor, April 2006
Penulis
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN .........................................................................................
ii
ABSTRACT ............................................................................................
iii
RIWAYAT HIDUP .................................................................................
vi
KATA PENGANTAR ............................................................................
vii
DAFTAR TABEL ...................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN ...........................................................................
xi
PENDAHULUAN ..................................................................................
1
Latar Belakang ............................................................................ Perumusan Masalah .................................................................... Tujuan ......................................................................................... Manfaat .......................................................................................
2 2 2 2
TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................
3
Potensi Ampas Teh Sebagai Sumber Serat Fungsional .............. Serat Makanan (Dietary Fiber) ................................................... Definisi Serat ................................................................... Sifat Serat ........................................................................ Fungsi Serat ..................................................................... Pengaruh Serat terhadap Zat Makanan ....................................... Pengolahan Pakan Berserat ......................................................... Hidrolisis Serat Secara Fisik dan Kimia ......................... Fermentasi Serat ..............................................................
3 4 4 4 5 5 7 8 9
METODE ................................................................................................
10
Waktu dan Tempat ...................................................................... Materi .......................................................................................... Hewan Percobaan ............................................................ Ransum ............................................................................ Rancangan ................................................................................... Perlakuan ........................................................................ Peubah ............................................................................. Prosedur ...................................................................................... Fermentasi Serat Ampas Teh .......................................... Pembuatan Ransum Pelet ................................................
10 10 10 10 11 11 12 13 13 15
HASIL DAN PEMBAHASAN ...............................................................
16
Konsumsi Ransum, Pertambahan Bobot Badan, dan Konversi Ransum ........................................................................................ Absorpsi Ca, P, dan Mg .............................................................. Kadar Lemak Darah ....................................................................
16 17 19
KESIMPULAN DAN SARAN ...............................................................
22
Kesimpulan ................................................................................. Saran ............................................................................................
22 22
UCAPAN TERIMAKASIH ....................................................................
23
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................
24
LAMPIRAN ............................................................................................
27
ix
DAFTAR TABEL Halaman
Nomor 1.
Kandungan Nutrisi Ampas Teh ...................................................
3
2.
Komposisi Pakan Ransum Percobaan ..........................................
10
3.
Kandungan Zat Makanan Ransum Percobaan .............................
11
4.
Zat Makanan Ampas Teh Tanpa dan dengan DiFermentasi ........
11
5.
Rataan Konsumsi Ransum, Pertambahan Bobot Badan dan Konversi Ransum Tikus Percobaan .............................................
16
6.
Rataan Absorpsi Mineral Ca, P, dan Mg Tikus Percobaan ..........
18
7.
Rataan Kadar Kolesterol dan Trigliserida Serum Darah Tikus Percobaan .....................................................................................
20
DAFTAR LAMPIRAN Halaman
Nomor 1.
Konsumsi Bahan Kering Ransum Tikus Percobaan (g/e/hari) .........
28
2.
Sidik Ragam Konsumsi Bahan Kering Ransum Tikus Percobaan .....
28
3.
Pertambahan Bobot Badan Tikus Percobaan (g/e/hari) ....................
28
4.
Sidik Ragam Pertambahan Bobot Badan Tikus Percobaan ..............
29
5.
Konversi Ransum Tikus Percobaan .................................................
29
6.
Sidik Ragam Pertambahan Bobot Badan Tikus Percobaan ..............
29
7.
Absorpsi Mineral Ca Tikus Percobaan .............................................
30
8.
Sidik Ragam Absorpsi Mineral Ca Tikus Percobaan ........................
30
9.
Uji Kontras Orthogonal Absorpsi Mineral Ca Tikus Percobaan .......
30
10.
Absorpsi Mineral P Tikus Percobaan ................................................
31
11.
Sidik Ragam Absorpsi Mineral P Tikus Percobaan ..........................
31
12.
Absorpsi Mineral Mg Tikus Percobaan ............................................
31
13.
Sidik Ragam Absorpsi Mineral Mg Tikus Percobaan .......................
32
14.
Uji Kontras Orthogonal Absorpsi Mineral Mg Tikus Percobaan ......
32
15.
Kadar Kolesterol Darah Tikus Percobaan (mg/dl) ...........................
32
16.
Sidik Ragam Kadar Kolesterol Darah Tikus Percobaan ...................
33
17.
Kadar Trigliserida Darah Tikus Percobaan (mg/dl) ..........................
33
18.
Sidik Ragam Kadar Trigliserida Darah Tikus Percobaan .................
33
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris menghasilkan limbah industri dari perkebunan dalam jumlah yang cukup besar. Salah satunya adalah ampas teh yang merupakan hasil sampingan terbesar dalam industri pengolahan teh botol. Dewasa ini di Indonesia industri minuman teh botol dan teh kotak berkembang pesat. Industri teh botol di Indonesia telah dirintis sejak tahun 1973. Ampas teh merupakan hasil ikutan industri teh botol yang mempunyai potensi besar sebagai pakan ternak dan sumber serat fungsional, dengan produksi yang cukup tinggi sekitar 400-500 ton per tahun (Istirahayu, 1993; BPS, 2004). Bahan tersebut belum dimanfaatkan secara optimal oleh perusahaan. Oleh karena itu ampas teh yang dihasilkan dari industri pengolahan perlu dikaji manfaatnya. Ampas teh mengandung serat kasar yang tinggi yaitu sebesar 20,39% dan lignin sebesar 29,01% bahan kering (Istirahayu, 1993). Kandungan lignin yang tinggi dalam ransum menghambat kecernaan dan penyerapan zat makanan (Doyle, 1986). Serat terutama fraksi lignin dapat mengikat beberapa mineral akibat adanya gugus karboksil, hidroksil dan methoxyl pada molekul lignin, sehingga mengganggu penyerapan dan keseimbangan mineral tubuh (James dan Gropper, 1990). Namun, serat mampu menurunkan kadar lemak darah dengan cara mengikat misel dan asam empedu untuk segera dikeluarkan melalui feses, sehingga serat berperan dalam mencegah arterosklerosis, jantung koroner, dan obesitas (James dan Gropper, 1990). Umumnya fraksi serat baik yang larut maupun yang tidak larut dalam air mampu menurunkan kadar lemak darah. Akan tetapi sifat serat tersebut akan optimal apabila dilakukan modifikasi baik secara fisik, kimia maupun biologi, karena masing–masing fraksi serat mempunyai daya ikat yang berbeda terhadap nutrien termasuk lemak dan mineral (James dan Gropper, 1990). Modifikasi serat secara biologi mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan secara fisik dan kimia, karena mikroorganisme yang digunakan mampu meningkatkan protein kasar pada substrat dan mampu menyumbangkan enzim yang dapat memecah ikatan antar fraksi serat, misalnya enzim lignoselulase (Winarno, 1995).
Perumusan Masalah Penggunaan serat ampas teh dapat menurunkan kadar lemak darah dengan cara mengikat misel dan asam empedu untuk segera dikeluarkan melalui feses. Peranan serat dapat mencegah terjadinya penyakit yang diakibatkan oleh kelainan metabolisme lemak, dan mempunyai daya ikat kation sehingga dapat mengganggu penyerapan dan keseimbangan mineral di dalam tubuh. Oleh karena itu, penelitian ini dirancang untuk mengkaji pengaruh modifikasi serat ampas teh melalui fermentasi terhadap daya ikat lemak dan absorpsi mineral. Tujuan Penelitian ini bertujuan mengkaji pengaruh modifikasi serat melalui fermentasi dengan Aspergillus niger terhadap absorpsi mineral dan kadar lemak darah. Manfaat Penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam menggunakan serat ampas teh hasil modifikasi melalui fermentasi dengan Aspergillus niger sebagai sumber serat dalam ransum tikus, guna menurunkan kadar lemak darah tanpa mengganggu keseimbangan mineral.
2
TINJAUAN PUSTAKA Potensi Ampas Teh Sebagai Sumber Serat Fungsional Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki perkebunan teh yang cukup luas dan menghasilkan daun teh yang cukup banyak setiap tahunnya. Data terakhir menunjukkan bahwa Indonesia memiliki perkebunan teh seluas 91.800 hektar dan produksi daun teh yang menunjukkan kenaikan setiap tahunnya dengan produksi tertinggi pada tahun 1998 sebesar 132.700 ton (BPS, 2004; Spillane, 1992). Produksi daun teh yang cukup tinggi memacu berbagai perusahaan minuman yang bergerak dalam pengolahan teh tersebut untuk menghasilkan minuman botol dan kotak. Pengolahan teh menghasilkan limbah berupa ampas teh yang cukup besar. Perusahaan PT. Sinar Sosro yang merupakan pabrik minuman teh terbesar di Indonesia menghasilkan ampas teh sebesar 470 ton/tahun (PTPN, 2004). Ginting (1993) melaporkan bahwa penggunaan ampas teh dalam ransum ayam broiler sampai dengan taraf 5% tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap performans. Penggunaan ampas teh sampai dengan taraf 30% tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap performan kelinci persilangan lepas sapih (Fiberty, 2002). Kandungan nutrisi ampas teh disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Kadungan Nutrisi Ampas Teh Kadungan Nutrisi
Jumlah
Bahan kering (%)
43,87
Abu (% BK)
4,76
Protein kasar (% BK)
27,42
Serat kasar (% BK)
20,39
Lemak kasar (% BK)
3,26
Beta-N (% BK)
44,20
Total Digestible Nutrient (% BK)
66,71
Gross Energy (kkal/kg)
4.994,00
Kalsium (% BK)
1,14
Phospor (% BK)
0,25
Magnesium (% BK)
0,22
Sumber : Istirahayu (1993); Eden (1958)
3
Ampas teh merupakan sisa dari teh yang telah mengalami proses pelarutan dengan air, sehingga serat yang tertinggal lebih dominan berupa serat tidak larut. Serat tidak larut dalam makanan berupa polisakarida (selulosa dan hemiselulosa) yang terikat oleh lignin membentuk kompleks stabil lignin-polisakarida (Galleher et al., 1993). Serat Makanan (Dietary Fiber) Definisi Serat Serat adalah komponen jaringan tanaman yang tahan terhadap hidrolisis enzim dalam lambung dan usus kecil dan tidak larut dalam larutan detergen netral yang dinyatakan secara kuantitatif sebagai “Neutral Detergent Fiber/NDF”. Berdasarkan sifat kelarutannya di dalam air, serat makanan dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu yang bersifat larut (soluble dietary fiber) dan serat tidak larut dalam air (insoluble dietary fiber). Serat yang tidak larut dalam air adalah lignin, selulosa dan sebagian hemiselulosa. Serat tidak larut merupakan bahan pengisi (bulking agent) yang dapat berperan dalam pencegahan kanker usus besar, diverkulosis, konstipasi dan haemoroid. Serat yang larut dalam air adalah pektin, gum, musilage, agar, karagenan, dan alginat. Serat yang bersifat larut tersebut mempunyai peranan fisiologis penting dalam menurunkan kadar kolesterol darah, serta mencegah penyakit yang ditimbulkan oleh kelainan metabolisme lemak. Akan tetapi lignin dan selulosa (insoluble dietary fiber) mempunyai sifat adsorpsi terhadap nutrien pada saluran pencernaan termasuk lemak, sehingga keduanya mampu menurunkan kadar lemak darah (James dan Gropper, 1990). Sifat Serat Sifat serat yang penting dilihat dari segi gizi adalah keambaan, daya ikat air, sifat pengikatan dan bentuk matriks serta mudah tidaknya difermentasi oleh bakteri. Serat dengan komposisi dan sifat fisika kimia berbeda akan menghasilkan efek biologis yang berbeda pula pada saluran pencernaan. Serat bergerak sepanjang usus dalam bentuk menyerupai spons terhidrasi yang memiliki sifat daya serap kation dan sifat adsorptif lain (Olson et al., 1987). Oleh sebab itu, serat mampu menurunkan kadar lemak darah, akan tetapi karena adanya daya serap kation maka serat pun dapat
4
mengganggu keseimbangan mineral tubuh, terutama komponen serat kasar berupa lignin, gums, pektin dan beberapa hemiselulosa. Lignin mempunyai gugus methoxyl yang dapat mengikat kuat mineral dan nutrien lain, serta sifatnya yang tidak larut dalam air mampu meningkatkan laju digesta untuk segera dikeluarkan melalui feses, sehingga sebagian nutrien termasuk vitamin dan mineral tidak dapat diserap. Sifatnya yang adsorptif, serat akan mengikat misel lemak, sehingga mengurangi absorpsi lemak, mengurangi lemak darah dan mengurangi kadar trigliserida yang dideposit dalam jaringan adiposa (James dan Gropper, 1990). Serat yang larut dalam air seperti gum, pektin, musilage, dan alga polisakarida mampu meningkatkan waktu transit nutrisi dalam saluran pencernaan, sehingga pengosongan saluran pencernaan lebih lambat. Selain itu, struktur fisiko kimianya koloidal dan viskositasnya tinggi dalam saluran pencernaan, menyebabkan serat membentuk ikatan kompleks dengan nutrient, sehingga sulit untuk dipenetrasi oleh enzim pencernaan. Akibatnya daya absorpsi misel lemak, mineral dan beberapa nutrien berkurang (James dan Gropper, 1990). Fungsi Serat Serat mencegah terjadinya penyerapan kembali asam empedu, kolesterol dan lemak. Konsumsi serat yang tinggi dapat mengeluarkan lebih banyak asam empedu, sehingga lebih banyak sterol dan lemak yang dikeluarkan bersama feses (Winarno, 1997). Serat dapat menurunkan kolesterol darah, hal ini terkait dengan sintesis asam empedu. Asam empedu terdiri dari asam kholat dan khenodeoksikholat yang disintesis di dalam hati dari kolesterol (Muchtadi et al., 1993). Selain itu, serat dapat mencegah dan mengurangi konstipasi karena menyerap air ketika melewati saluran pencernaan sehingga meningkatkan ukuran feses (Winarno, 1997). Pengaruh Serat terhadap Zat Makanan Serat yang tinggi dalam ransum akan meningkatkan ekskresi lemak melalui feses, termasuk juga kolesterol dan trigliserida. Hal ini terjadi karena serat akan merusak misel dalam usus. Selain itu, komponen serat pangan mampu mengikat asam empedu sehingga akan mencegah penyerapan kembali dari usus, dan meningkatkan ekskresinya melalui feses. Akibatnya, konversi kolesterol dari serum darah menjadi asam empedu di dalam hati meningkat dan mengakibatkan terhambatnya peredaran enterohepatik asam empedu (James dan Gropper, 1990).
5
Disamping pengaruh positif, serat makanan diketahui sebagai penyebab ketidaktersediaan beberapa nutrien. Serat mempengaruhi ketersediaan biologis vitamin larut lemak (vitamin A, D, E, dan K). Hal ini diduga karena adanya pengaruh serat terhadap asam empedu, sementara asam empedu penting dalam pencernaan dan penyerapan lemak, termasuk vitamin–vitamin larut lemak (Marinetti, 1990). Tidak semua serat pangan mempunyai keefektifan yang sama dalam menurunkan kadar kolesterol. Secara fisiologis, serat makanan larut dalam air lebih efektif dalam mereduksi plasma kolesterol yaitu low density lipoprotein (LDL), serta meningkatkan kadar high density lipoprotein (HDL). Selain itu, ternyata serat larut dalam air juga bermanfaat bagi penderita diabetes mellitus yaitu berhubungan dengan peranan serat tersebut dalam mereduksi absorpsi glukosa di dalam usus. Manfaat lain dari serat larut dalam air adalah membuat perut merasa cepat kenyang, sehingga bermanfaat untuk mempertahankan berat badan normal (James dan Gropper, 1990). Budaarsa (1997), menjelaskan bahwa kerja serat kasar dalam menghalangi penyerapan lemak semakin jelas pada jenis serat yang larut dalam air, karena serat tersebut mempunyai sifat yang kental (koloidal) seperti agar yang dihasilkan oleh rumput laut. Akan tetapi, lignin, selulosa dan sebagian hemiselulosa yang termasuk kedalam serat tidak larutpun mempunyai sifat adsorpsi terhadap nutrien termasuk lemak, sehingga mampu menurunkan kadar lemak darah (James dan Gropper, 1990). Akan tetapi, serat tidak larut air tersebut tidak terlalu signifikan sebagai agen hipoklesterolemik, tetapi peranannya sangat penting dalam pencegahan disfungsi alat pencernaan seperti konstipasi (sulit buang air besar), haemoroid (ambeien), kanker usus besar, infeksi saluran usus buntu, divertikulosis dan kelainan metabolisme lemak lainnya (Dalimarta, 2003). Telah dibuktikan melalui percobaan in vitro bahwa serat pangan mempengaruhi aktivitas enzim protease (Muchtadi et al, 1993). Komponen serat pangan yang berbeda memberikan pengaruh yang berbeda terhadap aktivitas enzim. Demikian pula tidak semua enzim protease yang diproduksi oleh pankreas dapat dipengaruhi oleh serat pangan. Penurunan aktivitas enzim tersebut diduga disebabkan karena adanya pengikatan oleh serat. Akan tetapi mekanismenya tidak sama seperti halnya inhibitor protease yang dapat menginaktifkan enzim protease.
6
Diduga serat hanya berinteraksi dengan enzim protease, sedangkan enzim tersebut tetap aktif, namun aktivitasnya turun (Wresdiyati dan Astawan, 2005). Sumber serat memberikan pengaruh terhadap penggunaan mineral pada ternak. Serat mempunyai kapasitas tukar kation, sehingga berpotensi untuk mengurangi ketersediaan mineral pakan. Serat dapat mengikat mineral dalam usus halus atau usus besar sehingga memacu peningkatan ekskresi mineral pada feses (Comar dan Bronner, 1964). Serat terdiri dari matriks yang mirip spons yang memiliki daya ikat air, kapasitas pertukaran kation dan kapasitas penyerapan (Olson et al., 1987; James dan Gropper, 1990). Comar dan Bronner (1964) berpendapat bahwa serat mampu membatasi ketersediaan mineral melalui pengikatan dan penyerapan mineral dengan partikelnya atau dengan pemendekan waktu pencernaan zat makanan pada saluran pencernaan, karena serat dapat mempengaruhi laju digesta sehingga penyerapan mineral terganggu. Pakan serat yang terdiri dari selulosa, hemiselulosa, pektin, gum, musilage dan lignin mempunyai kemampuan yang berbeda dalam membatasi ketersediaan mineral. Selulosa mempunyai kemampuan mengikat mineral lebih rendah dibandingkan dengan lignin dan pektin (James dan Gropper, 1990). Hove dan King (1979) menyatakan bahwa selulosa pada taraf 2–20% tidak berpengaruh terhadap pertambahan bobot badan tikus apabila protein cukup (20%), dan pertambahan bobot badan akan lebih tinggi jika serat dibatasi hanya 7,6%. Pengolahan Pakan Berserat Pengolahan kelompok pakan yang tinggi fraksi seratnya bertujuan untuk meningkatkan fermentabilitasnya. Pengolahan tersebut dapat memutuskan ikatan lignoselulosa. Peningkatan fermentabilitas pakan serat dapat dilakukan dengan praperlakuan, diantaranya secara fisik yaitu dengan cara pemotongan, penggilingan, perendaman, perebusan, pelleting, dan penyinaran dengan gamma; secara kimia menggunakan alkali, asam, garam, senyawa klorida, senyawa sulfat dan senyawa peroksida
lainnya;
dan
secara
biologi
dengan
cara
penambahan
enzim,
menumbuhkan jamur atau bakteri (Doyle, 1986).
7
Hidrolisis Serat Secara Fisik dan Kimia Pengolahan secara fisik dapat mengubah struktur fisik, tetapi tidak mengubah komposisi kimianya. Pengolahan bertujuan untuk mengurangi ukuran partikel sehingga mudah untuk dicerna oleh mikroba saluran pencernaan (Doyle, 1986). Pelleting termasuk kedalam pengolahan secara fisik karena dalam proses pembuatannya meliputi tiga tahap, yaitu : 1). Pengolahan pendahuluan yang meliputi pencacahan, pengeringan, dan penggilingan, 2). Pembuatan pelet meliputi pencetakan, pendinginan, dan pengeringan, dan 3). Perlakuan akhir meliputi sortasi, pengepakan, dan penggudangan (Thomas et al., 1998). Proses pembuatan pelet melibatkan pemanasan yang akan memecah ikatan lignin-polisakarida, dan mengurangi mikroorganisme patogen, misalnya Salmonella (Thomas et al., 1998; Mc. Donald et al., 1995). Perlakuan secara kimia bertujuan untuk meningkatkan kecernaan dan konsumsi bahan berserat kasar yang dilakukan dengan cara melarutkan beberapa komponen dinding sel. Perlakuan kimia dapat melarutkan lignin, menciptakan pH ekstrim hingga dibawah pH 4 atau alkali dengan pH diatas 8, dan meningkatkan kelarutan hemiselulosa. Kelompok asam yang biasa dipakai adalah asam sulfat dan klorida. Sedangkan kelompok alkali yang biasa digunakan seperti ammonium hidroksida, urea, kalsium hidroksida, kalium hidroksida, dan natrium hidroksida (Doyle, 1986). Perlakuan NaOH 5% dengan waktu pemeraman 72 jam pada ampas sagu menyebabkan terjadinya perombakan struktur dinding sel akibat adanya penetrasi yang kuat dari NaOH ke dinding sel. Akan tetapi, kelemahan modifikasi serat secara kimia ini peluang terjadinya keracunan tinggi, terutama apabila dosis penggunaan bahan kimianya melebihi batas toleransi, misalnya penggunaan urea lebih dari 6% dapat menimbulkan keracunan pada ternak ruminansia. Pengolahan pakan secara fisik dan kimia bersifat acak dalam memecah ikatan lignin-polisakarida. Hal inilah yang membedakan produk hasil pengolahan secara fisik dan kimia dengan fermentasi terhadap fraksi serat, karena fermentasi mampu menghasilkan enzim yang bersifat spesifik dalam memecah ikatan lignin-polisakarida (Wanapat et al., 1985).
8
Fermentasi Serat Perlakuan secara biologi bertujuan untuk mengubah struktur fisik melalui delignifikasi oleh mikroorganisme dan meningkatkan protein bahan makanan dengan protein mikroba (Doyle, 1986). Salah satu contoh modifikasi serat kasar secara biologi yaitu fermentasi. Fermentasi merupakan aktivitas mikroorganisme untuk memperoleh energi yang dibutuhkan dalam metabolisme dan pertumbuhannya, melalui pemecahan atau katabolisme terhadap senyawa–senyawa organik substrat secara anaerob dan aerob. Enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme (jasad renik) akan menstimulasi reaksi oksidasi, reduksi, hidrolisis, dan reaksi kimia lainnya, sehingga terjadi perubahan kimia pada suatu substrat organik dengan menghasilkan produk tertentu (Winarno, 1995). Makanan produk fermentasi biasanya memiliki nilai nutrisi yang lebih tinggi dibandingkan bahan makanan asalnya. Hal ini disebabkan karena mikroba telah memecah komponen yang kompleks menjadi zat–zat yang lebih sederhana sehingga lebih mudah dicerna. Selain itu, mikroba fermentasi dapat mensintesis vitamin dari produk fermentasi. Selama proses fermentasi, akan terjadi perubahan–perubahan terhadap komposisi kimia antara lain kandungan lemak, karbohidrat, asam amino, mineral dan vitamin, sebagai akibat dari aktivitas dan perkembangbiakan mikroorganisme (Winarno, 1997).
9
METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Nopember 2005 di kandang uji fisiologis, Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah, Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Program Studi Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Materi Hewan Percobaan Penelitian ini menggunakan 15 ekor tikus putih (Rattus norvegicus) lepas sapih strain Sprague Dawley berumur 21 hari dengan rataan bobot badan 41,17 g ± 4,05 gram per ekor. Tikus tersebut dipelihara selama 5 minggu dalam kandang bak plastik berukuran 30 x 20 x 10 cm3, beralaskan sekam dan beratapkan kawat, serta dilengkapi dengan tempat pakan dan tempat air minum. Ransum Ransum percobaan yang digunakan selama penelitian berbentuk pelet. Komposisi pakan ransum percobaan disajikan pada Tabel 2, dan kandungan zat makanan ransum percobaan disajikan pada Tabel 3. Kandungan nutrisi ampas teh dengan dan tanpa difermentasi disajikan pada Tabel 4. Tabel 2. Komposisi Pakan Ransum Percobaan Komposisi Pakan (%) Jagung Kuning Bungkil Kacang Kedele Tepung Ikan Minyak Kelapa Sawit Premix Ampas Teh Ampas Teh Fermentasi Jumlah
T0 64,00 20,00 10,50 5,00 0,50 100,00
Ransum Perlakuan T5 T10 Tf5 59,69 56,76 60,83 19,38 17,41 18,28 10,50 10,50 10,50 4,92 4,83 4,89 0,50 0,50 0,50 5,00 10,00 5,00 100,00 100,00 100,00
Tf10 59,05 15,20 10,50 4,75 0,50 10,00 100,00
Keterangan: T0= Ransum basal; T5 = Ransum 5% ampas teh tanpa difermentasi; T10 = Ransum 10% ampas teh tanpa difermentasi; Tf5 = Ransum 5% ampas teh difermentasi; Tf10 = Ransum 10% ampas teh difermentasi.
10
Tabel 3. Kandungan Zat Makanan Ransum Percobaan Kandungan Zat Makanan Bahan Kering (%) Abu (% BK) Protein Kasar (% BK) Serat Kasar (% BK) Lemak Kasar (% BK) BETN (% BK) Ca (% BK) P (% BK) Mg (% BK)
T0 88,94 5,46 21,77 2,91 9,18 60,68 0,62 0,56 0,30
Ransum Perlakuan T5 T10 Tf5 91,21 91,79 91,65 5,39 5,67 5,72 22,25 22,24 22,26 3,87 4,79 3,73 9,36 8,85 8,48 59,13 58,45 59,81 0,59 0,67 0,66 0,60 0,62 0,57 0,26 0,25 0,22
Tf10 92,76 5,46 22,26 4,51 9,72 58,05 0,67 0,56 0,23
Keterangan: T0= Ransum basal; T5 = Ransum 5% ampas teh tanpa difermentasi; T10 = Ransum 10% ampas teh tanpa difermentasi; Tf5 = Ransum 5% ampas teh difermentasi; Tf10 = Ransum 10% ampas teh difermentasi. Hasil tersebut berdasarkan hasil Analisa di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor (2005).
Tabel 4. Zat Makanan Ampas Teh Tanpa dan dengan Difermentasi Zat Makanan
Ampas Teh Tanpa
Ampas Teh
(%)
Difermentasi
Difermentasi
Bahan Kering
93,63
94,78
Abu
5,34
6,12
Protein Kasar
24,84
32,75
Lemak Kasar
5,51
5,85
Serat Kasar
40,04
35,15
BETN *
24,27
20,13
Lignin *
41,50
44,90
Keterangan : Tanda * adalah hasil analisis dengan metode Van Soest (1985). Hasil tersebut berdasarkan hasil Analisa di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor (2005).
11
Rancangan Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 3 ulangan dengan model matematikanya sebagai berikut: Yij : µ + τi + εij Keterangan : Yij = Nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j μ = Nilai rataan umum τi = Efek perlakuan ke-i εij = Eror perlakuan ke-i dan ulangan ke-j Data yang diperoleh dianalisa dengan Sidik Ragam (ANOVA), dan apabila terdapat perbedaan dilanjutkan dengan uji Kontras Orthogonal (Steel dan Torrie, 1993). Perlakuan Pemeliharaan tikus dilakukan selama 5 minggu dengan periode preliminary selama 1 minggu dan selama 4 minggu berikutnya dilakukan penerapan perlakuan serta collecting feses. Perlakuan yang diujikan dalam penelitian ini berjumlah 5 ransum yang terdiri dari: ransum basal (T0), ransum 5% ampas teh tanpa difermentasi (T5), ransum 10% ampas teh tanpa difermentasi (T10), ransum 5% ampas teh difermentasi (Tf5), dan ransum 10% ampas teh difermentasi (Tf10). Pakan diberikan ad libitum setiap dua hari sekali dengan berpatokan pada sisa pakan. Air minum diberikan ad libitum, dan setiap minggu dilakukan pergantian. Konsumsi pakan dihitung setiap satu minggu sekali. Ransum perlakuan ditimbang sebanyak 175 g dan dimasukkan ke dalam kantong untuk persediaan satu minggu. Ransum dalam kantong dan dalam wadah serta yang tercecer dihitung sebagai sisa ransum. Sampel ransum yang diberikan dan sisa ransum dikeringkan di dalam oven dengan suhu 1050C selama 24 jam, untuk digunakan dalam perhitungan konsumsi bahan kering ransum. Pada awal percobaan tikus ditimbang, dan selanjutnya penimbangan dilakukan seminggu sekali. Setiap tikus diukur bobot badannya dengan menggunakan timbangan, dan wadah plastik bertutup sebagai alat bantu dalam penimbangan tikus.
12
Peubah Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Performans a. Konsumsi Bahan Kering Ransum (gram/ekor/hari) Konsumsi bahan kering ransum harian dihitung dari selisih antara bahan kering ransum yang diberikan dengan bahan kering ransum sisa dibagi dengan 7 hari. b. Pertambahan Bobot Badan (gram/ekor/hari) Pertambahan bobot badan harian diperoleh dari selisih antara bobot badan akhir dengan bobot badan awal dibagi dengan lama waktu penelitian. c. Konversi Ransum Konversi ransum dihitung berdasarkan perbandingan konsumsi ransum harian dengan pertambahan bobot badan harian. 2. Absorpsi Mineral Ca, P dan Mg Absorpsi mineral diperoleh dengan cara mengurangi jumlah mineral yang dikonsumsi dengan jumlah mineral dalam feses dibagi dengan jumlah mineral yang dikonsumsi. Preparasi sampel untuk pengukuran mineral dalam ransum dan feses dilakukan dengan cara pengabuan basah (wet ashing) menurut Reitz et al. (1960). Pengabuan basah dilakukan sebagai berikut: sampel dengan berat ± 1 gram dimasukkan ke dalam gelas Erlenmeyer. Sampel ditambah dengan asam nitrat pekat (HNO3) sebanyak 5 ml dan ditutup dengan gelas arloji, didiamkan selama ± 1 jam (sampai bening tidak ada buih). Larutan sampel tersebut kemudian dipanaskan diatas hotplate pada suhu 115oC selama sekitar 4 jam sampai warna larutan berubah menjadi putih. Lalu tutup dibuka supaya dingin. Kemudian ditambahkan 0,4 ml H2SO4 pekat dan dipanaskan kembali hingga volume berkurang. Ketika terjadi perubahan warna, diteteskan larutan campuran HClO4 + HNO3 dengan perbandingan 2 : 1. Warna akan berubah dari coklat menjadi kuning, kemudian menjadi bening. Pemanasan dilanjutkan selama 15 menit, lalu ditambahkan 2 ml aquades dan 0,6 HCl pekat. Larutan dipanaskan kembali sampai larut dan didinginkan, lalu dilarutkan menjadi 100 ml dalam labu takar. Pengukuran kadar Ca, P, dan Mg dilakukan dengan menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom.
13
3. Kolesterol dan Trigliserida Darah Pengambilan sampel darah dilakukan pada akhir penelitian yaitu pada saat tikus berumur 5 minggu pemeliharaan. Darah diambil dengan menggunakan alat shyringe yang tidak mengandung antikoagulan. Darah ditampung dalam tabung dan dibiarkan selama satu jam di dalam inkubator bersuhu 370C. Kemudian dibiarkan satu malam dalam refrigrator suhu 40C. Darah disentrifuse dengan kecepatan 3500 rpm selama 10 menit. Supernatan berupa serum diambil dengan pipet steril, kemudian dimasukkan ke dalam tabung sampel, dan sampel tersebut siap untuk dianalisa. Analisa kolesterol dilakukan dengan metode cholesterol oxidase phenol amino phenazone CHOD-PAP dan analisa trigliserida dilakukan dengan metode enzymatic colorimetric test GPO-PAP. Sebanyak 20 μl serum dicampurkan dengan 2000 μl reagent sampai homogen dengan cara divorteks. Campuran diinkubasi selama 10 menit pada suhu 20-250C. Absorbansi larutan dibaca dengan menggunakan Spektrofotometer dalam waktu satu jam pada panjang gelombang 546 nm. Kadar kolesterol dan trigliserida (mg/dl) dihitung sebagai berikut : Konsentrasi standar x Absorbansi sampel Absorbansi standar Prosedur Fermentasi Serat Ampas Teh, meliputi tahapan sebagai berikut : a. Pembuatan Media Kapang. Toge sebanyak 250 gram direbus dengan 1 liter air selama 1 jam. Kemudian air rebusan disaring dan diambil sebanyak 100 ml, lalu ditambah agar powder sebanyak 2 gram dan gula pasir sebanyak 6 gram. Kemudian direbus dengan menggunakan erlenmeyer sampai warna larutan tersebut agak bening, sehingga didapatkan media agar ekstrak toge (Extract Toge Agar / ETA). Media ETA dimasukkan ke dalam 10 tabung reaksi masing-masing sebanyak 3 ml. Kemudian ditutup dengan kapas dan aluminium foil, lalu diautoclave, dan didinginkan sambil dimiringkan. b. Pembuatan Kultur Kapang. Setelah media miring ETA didinginkan, maka tahap selanjutnya adalah mengautoclave aquades. Kemudian aquades tersebut sebanyak 10 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi kultur stock, lalu
14
diaduk dengan pengaduk kaca sampai hancur supaya spora dan miseliumnya lepas yang ditunjukkan dengan warna larutan menjadi keruh. Kemudian media ETA diinokulasi dengan kultur stock Aspergillus niger yang telah dilarutkan dengan aquades tersebut. Inokulasi dilakukan dengan menggunakan ose. Ose dicelupkan, lalu ditempelkan ke dalam agar dengan cara zigzag yang selanjutnya diinkubasikan selama 3 hari. c. Cara Memfermentasi. Kultur yang telah diinkubasi diencerkan dengan aquades steril sebanyak 6 ml, lalu diaduk sampai dengan warna larutan keruh. Sementara itu, ampas teh dicampur dengan aquades dengan perbandingan 1 : 1, diaduk sampai homogen, lalu diautoclave. Setelah didinginkan, ampas teh tersebut diletakkan dalam baki plastik, diratakan dengan sendok steril, lalu diinokulasi dengan larutan kultur kapang sebanyak 3 ml untuk setiap 50 gram ampas teh, dan sebanyak 60 ml untuk setiap 1000 gr ampas teh. Kemudian ditutup dengan kertas plastik, dan setelah 24 jam, tutup plastik dibolongi dengan jarum steril agar cukup oksigen (aerob). Campuran difermentasi selama 6 hari, sehingga diperoleh produk serat ampas teh fermentasi yang siap dicampurkan ke dalam ransum basal. Pembuatan Ransum Pelet Ampas teh tanpa fermentasi maupun ampas teh hasil fermentasi dikeringkan terlebih dahulu di dalam oven 60oC. Setelah kering, kedua ampas teh tersebut dihaluskan dengan cara digiling sampai menjadi tepung. Kemudian dicampur dengan bahan makanan lain menggunakan mixer hingga homogen, lalu dimasukkan kedalam mesin pelet. Pelet yang baru keluar dari mesin pelet diangin–anginkan terlebih dahulu, lalu disimpan dalam kantong plastik yang telah diberi tanda sesuai dengan perlakuan, dan ransum pelet tersebut siap untuk diberikan kepada tikus sebagai hewan percobaan. Pembuatan pelet dilakukan di Laboratorium Industri Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
15
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum, Pertambahan Bobot Badan dan Konversi Ransum Pengaruh penambahan ampas teh baik yang difermentasi maupun yang tidak difermentasi pada taraf 5 dan 10 % terhadap konsumsi bahan kering ransum, pertambahan bobot badan, dan konversi ransum disajikan pada Tabel 5. Konsumsi Ransum Penggunaan serat ampas teh baik yang difermentasi maupun tidak difermentasi dengan taraf 5% dan 10% tidak mempengaruhi tingkat konsumsi bahan kering. Hal tersebut dapat terkait dengan kandungan zat makanan terutama protein dan BETN yang masih berada dalam kisaran kebutuhan tikus pada masa pertumbuhan. Rataan protein kasar dan BETN ransum percobaan (Tabel 3), masing– masing sebesar 22,2% dan 59,2%. Kebutuhan tikus akan protein adalah 20–25%, dan pati (BETN) sebesar 45–50% (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988; NRC, 1978). Tabel 5. Rataan Konsumsi Ransum, Pertambahan Bobot Badan dan Konversi Ransum Tikus Percobaan Ransum Perlakuan T0
T5
T10
Tf5
Tf10
Rataan ± SD
Konsumsi ransum (g/ekor/hari)
6,95 ± 1,75
8,55 ± 0,37
8,38 ± 0,35
8,90 ± 0,34
8,27 ± 0,84
8,21 ± 1,03
Pertambahan bobot badan (g/ekor/hari)
1,48 ± 0,86
1,98 ± 0,07
1,87 ± 0,25
2,26 ± 0,38
1,89 ± 0,56
1,90 ± 0,50
Konversi ransum
4,03 ± 2,42
4,32 ± 0,19
4,52 ± 0,41
4,00 ± 0,63
4,54 ± 0,88
4,30 ± 0,58
Peubah
Keterangan : T0= Ransum basal; T5 = Ransum 5% ampas teh tanpa difermentasi; T10 = Ransum 10% ampas teh tanpa difermentasi; Tf5 = Ransum 5% ampas teh difermentasi; Tf10 = Ransum 10% ampas teh difermentasi.
Rataan konsumsi bahan kering ransum penelitian sebesar 8,21 g/ekor/hari, lebih rendah dibandingkan dengan yang dinyatakan oleh Smith dan Mangkoewidjojo (1988), bahwa tikus putih pada masa pertumbuhan tingkat konsumsi hariannya sebanyak 12 – 20 g/BK per ekor per hari. Hal ini diduga karena kandungan gizi, terutama protein dan energi, yang tersedia dalam ransum telah mencukupi kebutuhan tikus untuk hidup normal dan pertumbuhan, sehingga tikus tidak perlu mengkonsumsi ransum dalam jumlah yang banyak. Mc.Donald et al. (1995) dan
16
Tillman et al., (1991) menegaskan, bahwa ternak akan berhenti makan jika kebutuhan gizi dan energinya sudah terpenuhi. Pertambahan Bobot Badan Pengaruh perlakuan terhadap rataan pertambahan bobot badan selama penelitian disajikan pada Tabel 5. Perlakuan ransum tidak berpengaruh terhadap pertambahan bobot badan. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan serat ampas teh baik yang difermentasi maupun yang tidak difermentasi tidak memperlihatkan pengaruh negatif terhadap performan tikus. Nilai rataan pertambahan bobot badan mengikuti pola konsumsi ransum. Fiberty (2002) menyatakan bahwa tinggi rendahnya pertambahan bobot badan pada tikus sesuai dengan tinggi rendahnya konsumsi ransum. Konversi Ransum Rataan konversi ransum perlakuan selama penelitian disajikan pada Tabel 5. Penggunaan serat ampas teh dalam ransum perlakuan tidak berpengaruh terhadap konversi ransum. Hal ini berarti bahwa penggunaan serat ampas teh baik yang difermentasi maupun yang tidak difermentasi dalam ransum mempunyai tingkat efisiensi makanan yang sama dengan ransum basal. Absorpsi Ca, P dan Mg Absorpsi Ca, P, dan Mg pada tikus percobaan yang mendapat ransum dengan kadar ampas teh yang berbeda disajikan pada Tabel 6. Penambahan ampas teh baik yang difermentasi maupun yang tidak difermentasi menurunkan (P<0,01) absorpsi Ca dan Mg. Serat ampas teh diduga mengikat kuat mineral Ca dan Mg. Hal ini disebabkan serat bersifat absorptif dan mempunyai daya ikat kation, sehingga peluang terjadinya penyerapan nutrien termasuk mineral oleh usus halus menjadi berkurang dan ikatan kompleks nutrien-serat kasar akan diekskresikan lewat feses. Akibatnya kadar mineral di dalam feses tinggi, yang berarti kadar mineral yang diabsorpsi rendah.
17
Tabel 6. Rataan Absorpsi Mineral Ca, P dan Mg Tikus Percobaan Mineral (%)
Ransum Perlakuan T10
Tf5
T5
Ca
68,22C ± 0,44
51,42A ± 4,63
56,37B 44,45A 49,44A ± 3,57 ± 7,18 ± 9,78
53,98 ± 9,79
P
49,89 ± 5,02
52,72 ± 6,48
50,13 ± 4,83
57,19 ± 3,05
52,91 ± 4,84
Mg
57,49D ± 3,83
44,85C ± 4,67
41,17B 32,76A 40,77B ± 5,48 ± 3,85 ± 6,29
43,41 ± 9,33
54,60 ± 2,57
Tf10
Rataan ± SD
T0
Keterangan : T0= Ransum basal; T5 = Ransum 5% ampas teh tanpa difermentasi; T10 = Ransum 10% ampas teh tanpa difermentasi; Tf5 = Ransum 5% ampas teh difermentasi; Tf10 = Ransum 10% ampas teh difermentasi. Superskrip dengan huruf kapital yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01).
Absorpsi Ca dan Mg pada ransum ampas teh yang difermentasi lebih rendah dibandingkan dengan ransum ampas teh tanpa difermentasi. Hal ini terjadi karena fermentasi mengubah komponen serat kasar. Perubahan tersebut dapat dilihat pada Tabel 4. Kandungan lignin pada ampas teh fermentasi lebih tinggi (44,9%) dibandingkan dengan ampas teh tanpa difermentasi (41,50%). Hal ini disebabkan oleh kemampuan Aspergillus niger dalam mensekresikan enzim lignoselulase, sehingga hemiselulosa dan selulosa dapat terpecah dari ikatan lignin. Akan tetapi, sebelum memanfaatkan lignin, terlebih dahulu kapang tersebut memanfaatkan hemiselulosa dan selulosa sebagai sumber makanannya. Akibatnya, rasio lignin terhadap komponen serat yang lain meningkat. Perlakuan T5 mempunyai nilai absorpsi Ca yang lebih rendah dibandingkan dengan T10, akan tetapi tidak berbeda nyata dengan Tf5 dan Tf10. Padahal menurut James dan Gropper (1990), serat yang tinggi dalam ransum akan meningkatkan ekskresi nutrien termasuk lemak dan mineral melalui feses. Hal ini diduga karena adanya perbedaan rasio antara konsumsi dengan ekskresi Ca lewat feses pada kedua perlakuan tersebut. T10 mempunyai rasio konsumsi : ekskresi Ca lewat feses yang lebih tinggi dibandingkan dengan T5, yaitu masing-masing sebesar 0,05 : 0,025 dan 0,056 : 0,025. Akibatnya nilai absorpsi Ca pada T10 lebih tinggi. Hasil percobaan Auliana (2003), menunjukkan bahwa perbedaan tingkat absorpsi mineral antar perlakuan disebabkan oleh perbedaan tingkat konsumsi mineral tersebut.
18
Berbeda halnya dengan absopsi Mg, ransum T5 mempunyai nilai absorpsi yang paling tinggi dibandingkan dengan ransum tanpa atau dengan ampas teh difermentasi. Hal ini disebabkan tingkat pemberian serat ampas teh 5% yang lebih rendah daripada ransum yang ditambah serat ampas teh 10%, sehingga serat kasar T5 lebih rendah dibandingkan dengan T10. Selain itu, kandungan lignin T5 lebih rendah dibandingkan dengan ransum Tf5 dan Tf10. Penambahan ampas teh baik yang difermentasi maupun yang tidak difermentasi tidak berpengaruh terhadap absorpsi P. Hal ini diduga karena muatan komponen serat adalah anion (negatif), dan phosphor berada dalam bentuk senyawa phosphat (PO4-) yang juga bermuatan anion. Kesamaan muatan tersebut diduga tidak banyak menyebabkan perubahan terhadap ketersediaan P akibat pemberian ampas teh tersebut. Kadar Lemak Darah Pengaruh penambahan serat ampas teh baik yang difermentasi maupun yang tidak difermentasi pada taraf 5 dan 10 % terhadap kadar kolesterol dan trigliserida serum darah disajikan pada Tabel 7. Kolesterol Darah Penambahan ampas teh baik yang difermentasi maupun yang tidak difermentasi dalam ransum tidak berpengaruh terhadap kadar kolesterol serum darah tikus. Hal ini disebabkan serat yang tertinggal pada ampas teh lebih dominan berupa serat tidak larut dalam air, seperti selulosa dan hemiselulosa yang terikat oleh lignin (Eden, 1958). Ketiga fraksi serat kasar tersebut merupakan bahan pengisi (bulking agent) yang lebih berperan dalam mencegah penyakit kanker usus besar, divertikulosis, konstipasi dan haemoroid. Sementara, komponen serat yang paling efektif dalam menurunkan kadar kolesterol dan trigliserida darah, glukosa serum serta mencegah penyakit jantung dan hipertensi adalah serat yang larut dalam air, seperti pektin, gum, musilage, guar, dan alga polisakarida (James dan Gropper, 1990). Serat tersebut banyak terdapat pada air seduhan teh, dan sangat sedikit dalam ampas teh.
19
Tabel 7.
Rataan Kadar Kolesterol dan Trigliserida Serum Darah Tikus Percobaan *
Peubah
Ransum Perlakuan
Rataan ± SD
T0
T5
Tf5
Tf10
Kolesterol (mg/dl)
97,18 ± 8,45
91,86 ± 15,18
86,25 ± 7,48
87,40 ± 1,15
90,08 ± 9,07
Trigliserida (mg/dl)
72,44 ± 27,72
73,76 ± 20,35
47,06 ± 13,97
46,40 ± 12,22
58,78 ± 20,50
Keterangan : * Hasil analisis Laboratorium Diagnostik Klinik, Yayasan Gizi Bogor. T10 tidak dicantumkan karena darahnya mengalami lisis sehingga tidak bisa dianalisis.
Trowell et al. (1985) membandingkan efek fraksi serat terhadap penurunan lemak darah antara selulosa, lignin dan guar gum. Hasilnya menunjukkan bahwa lignin tidak efektif dalam menurunkan lemak darah. Akan tetapi yang paling efektif dalam menurunkan lemak darah dan meningkatkan konsentrasi HDL (high density lipoprotein) adalah guar gum. Selain itu, penambahan 5% pektin mampu mengurangi taraf kolesterol serum dari 131 menjadi 106 mg/dl. Berdasarkan hasil observasinya, bahwa pektin, tepung oat atau gandum, guar gum dan legum efektif dalam menurunkan kadar lemak darah manusia. Sedangkan kulit padi dan bagase yang kaya akan lignin tidak efektif dalam menurunkan kadar lemak darah. Trigliserida Darah Kadar trigliserida serum darah tikus disajikan pada Tabel 7. Penggunaan ampas teh baik yang difermentasi maupun yang tidak difermentasi dalam ransum tidak berpengaruh terhadap kadar trigliserida darah. Kadar trigliserida serum pada tikus yang mendapat ransum mengandung ampas teh baik yang difermentasi maupun tanpa difermentasi dalam ransumnya mengikuti pola penurunan kolesterol. Hal ini terjadi karena penyerapan kolesterol dan trigliserida beserta lipoproteinnya berada dalam satu kesatuan yaitu dalam bentuk misel dan khilomikron (Marinetti, 1990). Perlakuan T10 (10% ampas teh) tidak bisa dibandingkan dengan perlakuan lainnya, karena sampel darah pada T10 ini mengalami lisis sehingga tidak bisa dianalisis. Hal ini diduga karena fraksi serat terutama lignin megikat kuat mineral besi (Fe). Mineral Fe berfungsi sebagai pengikat heme (4-Ferroprotoporphyrin) dengan globin hingga membentuk ikatan kompleks hemoglobin (Hb). Hemoglobin merupakan penyusun sel darah merah (eritrosit), dan eritrosit merupakan salah satu
20
penyusun padatan darah (Mertz, 1987; Harris, 1990). Jadi, apabila Fe terikat kuat oleh lignin, maka aktivitas Fe akan berkurang, sehingga padatan darah lebih mudah lisis, akibatnya serum darah tidak dapat dianalisis.
21
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Serat ampas teh baik yang difermentasi maupun yang tidak difermentasi tidak mempengaruhi konsumsi bahan kering ransum, pertambahan bobot badan, konversi ransum, absorpsi mineral P dan kadar kolesterol serta trigliserida darah. Akan tetapi, penambahan ampas teh tersebut menurunkan absorpsi Ca dan Mg. Fermentasi serat ampas teh dengan Aspergillus niger mampu mengubah karakteristik kimia serat, khususnya daya ikat kation. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai daya ikat serat ampas teh terhadap mineral–mineral toksik seperti timbal, boron, mercury, dan sejenisnya. Selain itu, perlu diamati pengaruh fermentasi serat ampas teh terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organik ransum.
22
UCAPAN TERIMAKASIH Alhahamdulillah hirobbil a’lamin, puji syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT. Rabb yang telah memberikan Rohman dan RohimNya sehingga Penulis dapat menyelesaikan studi, penelitian dan skripsinya. Tanpa hidayah dan pertolongan Rabb, niscaya Penulis tidak berdaya dan tidak berupaya. Rasa hormat dan ucapan terimakasih yang tak terhingga Penulis sampaikan kepada Ayah, Ibu dan kakak (Teteh Rina dan Aa Sugandi) yang telah membesarkan, mendidik, memberikan do’a, kasih sayang dan dukungan moril serta materinya dengan tulus, serta kepada seluruh keluarga atas segala do’a dan kasih sayangnya. Penulis ucapkan terimakasih banyak kepada Dr. Ir. Toto Toharmat, M.Agr.Sc sebagai dosen pembimbing utama dan Ir. Iman Hernaman, M Si. sebagai pembimbing anggota atas bantuan, bimbingan, arahan dan dorongannya selama penelitian hingga penulisan skripsi. Serta kepada Dr. Ir. Dewi Apri Astuti,M S dan Dr. Ir. Pollung H. Siagian, M S, selaku dosen penguji sidang, dan Ir. Lilis Khotidjah, M S, selaku dosen penguji seminar. Selain itu penulis ucapkan banyak terimakasih kepada seluruh dosen yang telah banyak mensuplaikan ilmunya, terutama kepada Ir. Anita S. Tjakradidjaja, MRur.Sc atas bimbingan dan arahannya. Penulis ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Penelitian Dasar Dikti tahun 2005 atas nama Ir. Iman Hernaman, M Si., yang telah membiayai penelitian ini. Terimakasih Penulis ucapkan kepada Bapak Subagio beserta keluarganya, Dr. Ir. Dwierra Evvyernie A., M S,M.Sc., Dr. Ir. Nahrowi, M.Sc dan Ir. Abdul Djamil Hasjmy, M S., kepada BMU (Beasiswa Masuk Universitas), beasiswa SPP plus, beasiswa PPA (Peningkatan Prestasi Akademik) dan Bank Indonesia atas bantuan materinya, sehingga penulis bisa menyelesaikan pendidikan di IPB. Tidak lupa pula saya ucapkan banyak terimakasih kepada rekan-rekan senasib sepenanggungan terutama Ajeng, Kadarwati, Ria, Ratih, Erisya, dan INMT’39 atas bantuan, ilmu dan motivasinya serta persahabatannya. Kepada civitas akademika Fakultas Peternakan IPB, terutama FORSITA atas ukhuwah islamiyahnya, dan kepada rekan–rekan lainnya yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat. Bogor, Mei 2006 Penulis
23
DAFTAR PUSTAKA Auliana. 2003. Utilisasi mineral pada domba yang mengkonsumsi ransum berkomponen Acacia villosa, Calliandra calothyrsus atau Leucaena diversifolia tinggi. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Biro
Pusat Statistik. 2004. Production of plants in Indonesia. http://www.bps.go.id/statbysector/agric/kebun/table2.shtml. [18 Pebruari 2006].
Budaarsa, K. 1997. Kajian penggunaan rumput laut dan sekam padi sebagai sumber serat dalam rasum untuk menurunkan kadar lemak karkas dan kolesterol daging Babi. Disertasi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Comar, C.L. and F. Bronner. 1964. Mineral Metabolism. An Advaced Treatise. Vol II. The Elements. Academic Press. New York. Dalimarta, S. 2003. 36 Resep Tumbuhan Obat untuk Menurunkan Kolesterol. Penebar Swadaya. Jakarta. Doyle, P.T. 1986. The Utilization of Fibrous Agricultural Residues as Animal Feeds. International Development Program of Australian Universities and Colleges Limited (IDP). Canberra, Australia. Eden, T. 1958. Tea. Longmans Group Limited. London. Fiberty, E. 2002. Pengaruh beberapa tingkat penggunaan ampas teh dalam ransum bentuk pelet terhadap performan kelinci persilangan lepas sapih. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Galleher, D. D.., C.A. Hassel and K-J Lee. 1993. Relationships beetwen viscosity of hydroxypropyl methylcellulose and plasma cholesterol in hamsters. J. Nutr. 123 : 1732-1738. Ginting, L.S.B. 1993. Pengaruh peggunaan ampas teh Sosro dalam ransum terhadap performan ayam broiler. Karya Ilmiah. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Harris, J.R. 1990. Blood Cell Biochemistry, Erythroid Cells. Plenum Press. New York. Hove, E.L. and S.King. 1979. Effects of pectin and cellulose on growth, feed efficiency, and protein utilization and their contribution to energy requirement and VFA in rate. J. Nutr. 109 : 1274-1278. Istirahayu, D. 1993. Pengaruh penggunaan ampas teh dalam ransum terhadap persentase giblet, karkas, limpa, dan lemak abdominal broiler. Karya Ilmiah. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
24
James, L.G. and S.S. Gropper. 1990. Advanced Nutrition and Human Metabolism. 3 th Ed. Wadsworth Thomson Learning. Australia. Marinetti, G.V. 1990. Disorders of Lipid Metabolism. Plenum Press. New York. Mc Donald, P., R.A. Edward, J.F.D. Greenhalgh and C.A. Morgan. 1995. Animal Nutrition. 5 th Ed. Longman Scientific and Technical. New York. Mertz, W. 1987. Trace Elements in Human and Animal Nutrition. 5th Ed. Academic Press Limited. London. Muchtadi, D., Palupi, N.S., dan Astawan, M. 1993. Metabolisme Zat Gizi (Sumber, Fungsi dan Kebutuhan bagi Manusia). Pustaka Sinar Harapan. Jakarta. National Research Council (NRC). 1978. Nutrient Requirements of Laboratory Animals. 3th Ed. National Academy of Sciences. Wanshington, D.C. Olson, R.E., P.Broquist, C.O. Chichester, W.J. Darby, A.C. Kobye, Jr., dan R.M. Stalvey. 1987. Energi dan Zat-zat Gizi. Terjemahan: Nasution, A. H., Darwin K., Amini N., Anwar N., Ibu K.A., da Siti G. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. PTPN VIII. 2004. Komoditi Teh. http://ptpn8.sundanet.com/komoditi-teh.php. [18 Pebruari 2006]. Reitz, L.L. W.H. Smith, and M.P. Plumlee. 1960. A Simple Wet Ashing for Biological Materials. Animal Science Department. Purdue University. West Lafyee. Smith, J.B. dan S. Mangkoewidjojo. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Spillane, J.J. 1992. Komoditi Teh: Peranannya dalam Perekonomian Indonesia. Penerbit Kanisius (Anggota IKAPI). Yogyakarta. Steel, R.G.D dan J.H. Torrie. 1993. Prisip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometrik. Terjemahan: M. Syah. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Thomas, M., T. Van Vliet and A.F.B. Van der Poel. 1998. Physical quality of pelleting animal feed. 3. Contribution of feedstuff component. Anim. Feed Sci. Tech. J. 70 : 59-78. Tillman, A.D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo dan S. Lebdosoekojo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cetakan kelima. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
25
Trowell, H., D. Burkitt, and K. Heato. 1985. Dietary Fibre: Fibre Depleted Foods and Disease. Academic Press. London. Van Soest, P.J., 1985. Definition of Fiber in Animal Feed. In: Haresign, W. And D.J.A. Cole (Ed). Recent Advances in Animal Nutrition, pp.55-70. Butterworths, London. Wanapat, M., F. Sundstol and T.H. Garmo. 1985. Comparation of Different Alkali Treatments Applied on Barley Straw. Department of Animal Science, Khon Kaen University. Khon Kaen, Thailand. Winarno, F.G. 1995. Enzim Pangan. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Wresdiyati, T dan M, Astawan. 2005. Deteksi secara imunohistokimia antioksidan superoksida dismutase (SOD) pada jaringan tikus hiperkolesterolemia yang diberi pakan rumput laut. Laporan Kegiatan. Direktorat Pembinaan Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Depdiknas. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
26
LAMPIRAN
27
Lampiran 1. Konsumsi Bahan Kering Ransum Tikus Percobaan (g/e/hari) Perlakuan
Ulangan
Total
Rataan
8,7
20,9
7,0
8,9
8,6
25,6
8,5
8,2
8,2
8,8
25,2
8,4
Tf5
8,8
8,6
9,3
26,7
8,9
Tf10
7,5
9,2
8,1
24,8
8,3
1
2
3
T0
5,2
7,0
T5
8,1
T10
Lampiran 2. Sidik Ragam Konsumsi Bahan Kering Ransum Tikus Percobaan Sumber
db
Keragaman
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah
Perlakuan
4
6,65
1,66
Eror
10
8,33
0,83
Total
14
14,97
F
F0,05
F0,01
2,00tn
3,48
5,99
Keterangan: tn = tidak berbeda nyata (P>0,05)
Lampiran 3. Pertambahan Bobot Badan Tikus Percobaan (g/e/hari) Perlakuan
Ulangan
Total
Rataan
1,8
4,4
1,5
2,0
2,0
6,0
2,0
1,7
1,8
2,2
5,7
1,9
Tf5
2,5
1,8
2,5
6,8
2,3
Tf10
1,4
2,5
1,8
5,7
1,9
1
2
3
T0
0,5
2,1
T5
2,0
T10
28
Lampiran 4. Sidik Ragam Pertambahan Bobot Badan Tikus Percobaan Sumber
db
Keragaman
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah
Perlakuan
4
0,96
0,24
Eror
10
2,50
0,25
Total
14
3,46
F
F0,05
F0,01
0,96tn
3,48
5,99
Keterangan: tn = tidak berbeda nyata (P>0,05)
Lampiran 5. Konversi Ransum Tikus Percobaan Ulangan
Perlakuan
Total
Rataan
4,7
8,1 2)
4,1 3)
4,4
4,5
13,0
4,3
4,9
4,6
4,1
13,6
4,5
Tf5
3,5
4,7
3,8
12,0
4,0
Tf10
5,5
3,7
4,5
13,7
4,6
1
2
3
T0
10,3 1)
3,4
T5
4,1
T10
Keterangan: 1) data pencilan; 2) nilai total dari ulangan 2 dan 3; 3) nilai rataan dari ulangan 2 dan 3.
Lampiran 6. Sidik Ragam Konversi Ransum Tikus Percobaan Sumber
db
Keragaman
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah
Perlakuan
4
0,73
0,18
Eror
10
3,68
0,37
Total
14
4,41
F
F0,05
F0,01
0,96tn
3,48
5,99
Keterangan: tn = tidak berbeda nyata (P>0,05)
29
Lampiran 7. Absorpsi Mineral Ca Tikus Percobaan Ulangan
Perlakuan
Total
Rataan
67,9
204,7
68,2
56,6
47,6
154,3
51,4
60,5
54,4
54,2
169,1
56,4
Tf5
52,7
40,1
40,5
133,3
44,4
Tf10
59,2
39,7
49,4
148,3
49,4
1
2
3
T0
68,1
68,7
T5
50,1
T10
Lampiran 8. Sidik Ragam Absorpsi Mineral Ca Tikus Percobaan Sumber
db
Keragaman
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah
Perlakuan
4
978,47
244,62
Eror
10
363,53
36,35
Total
14
1342,29
F
F0,05
F0,01
6,73**
3,48
5,99
Keterangan: ** = berbeda sangat nyata (P<0,01)
Lampiran 9. Uji Kontras Orthogonal Absorpsi Mineral Ca Tikus Percobaan Sumber Keragaman Perlakuan T5,Tf5,Tf10 VS T0,T10 Tf5 VS T5,Tf10
db 4 1 1
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah
978,47
244,62
690,95 71,44
690,95 71,44
Tf10 VS T5
1
5,84
5,84
T10 VS T0
1
210,63
210,63
Eror
10
363,53
36,35
Total
14
1342,29
95,88
F 6,73**
F0,05
F0,01
3,48
5,99
**
4,96
10,04
tn
4,96
10,04
tn
4,96
10,04
5,79*
4,96
10,04
19,01 1,97 0,16
Keterangan: tn = tidak berbeda nyata (P>0,05); * = berbeda nyata (P<0,05); ** = berbeda sangat nyata (P<0,01).
30
Lampiran 10. Absorpsi Mineral P Tikus Percobaan Ulangan
Perlakuan
Total
Rataan
50,0
149,7
49,9
57,3
55,6
158,2
52,7
55,6
46,5
48,3
150,4
50,1
Tf5
57,0
51,9
54,9
163,8
54,6
Tf10
53,7
58,9
59,0
171,6
57,2
1
2
3
T0
44,8
54,9
T5
45,3
T10
Lampiran 11. Sidik Ragam Absorpsi Mineral P Tikus Percobaan Sumber
db
Keragaman
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah
Perlakuan
4
114,35
28,59
Eror
10
212,98
21,30
Total
14
327,33
F
F0,05
F0,01
1,34tn
3,48
5,99
Keterangan: tn = tidak berbeda nyata (P>0,05)
Lampiran 12. Absorpsi Mineral Mg Tikus Percobaan Perlakuan
Ulangan
Total
Rataan
54,8
172,5
57,5
49,8
40,5
134,6
44,9
46,8
40,9
35,8
123,5
41,2
Tf5
36,7
29,1
32,5
98,3
32,8
Tf10
48,0
36,7
37,6
122,3
40,8
1
2
3
T0
61,9
55,8
T5
44,3
T10
31
Lampiran 13. Sidik Ragam Absorpsi Mineral Mg Tikus Percobaan Sumber
db
Keragaman
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah
Perlakuan
4
977,04
244,26
Eror
10
241,91
24,191
Total
14
1218,95
F
F0,05
F0,01
10,10**
3,48
5,99
Keterangan: ** = berbeda sangat nyata (P<0,01)
Lampiran 14. Uji Kontras Orthogonal Absorpsi Mineral Mg Tikus Percobaan Sumber Keragaman
db
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah
F
F0,05
F0,01
Perlakuan
4
977,04
244,26
10,10**
3,48
5,99
T5,Tf5,Tf10 VS T0,T10
1
602,64
602,64
24,91**
4,96
10,04
4,96
10,04
4,96
10,04
4,96
10,04
Tf5 VS T5,Tf10
1
Tf10 VS T5
1
134,64 0,24
134,64
*
5,57
tn
0,24
0,00992
T10 VS T0
1
239,53
239,53
Eror
10
241,91
24,191
Total
14
1218,95
87,07
*
9,90
Keterangan: tn = tidak berbeda nyata (P>0,05); * = berbeda nyata (P<0,05); ** = berbeda sangat nyata (P<0,01).
Lampiran 15. Kadar Kolesterol Darah Tikus Percobaan (mg/dl) Perlakuan
Ulangan
Total
Rataan
-
194,4
97,2
78,8
108,5
275,6
91,9
-
-
-
-
-
Tf5
88,0
92,7
78,0
258,7
86,2
Tf10
87,8
86,1
88,3
262,2
87,4
1
2
3
T0
103,2
91,2
T5
88,3
T10
Keterangan: Tanda “ – “ darah tidak bisa dianalisa karena lisis
32
Lampiran 16. Sidik Ragam Kadar Kolesterol Darah Tikus Percobaan Sumber
db
Keragaman
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah
Perlakuan
3 *)
175,90
58,64
Eror
7
646,75
92,39
Total
10
822,45
F
F0,05
F0,01
0,64tn
3,48
5,99
Keterangan: tn = tidak berbeda nyata (P>0,05); *) Perlakuan T10 tidak dianalisa karena darah mengalami lisis.
Lampiran 17. Kadar Trigliserida Darah Tikus Percobaan (mg/dl) Ulangan
Perlakuan
Total
Rataan
-
144,8
72,4
86,1
50,3
221,3
73,8
-
-
-
-
-
Tf5
31
54,3
56,0
141,3
47,1
Tf10
60,5
39,2
39,5
139,2
46,4
1
2
3
T0
92,0
52,8
T5
84,9
T10
Keterangan : Tanda “ – “ darah tidak bisa dianalisa karena lisis
Lampiran 18. Sidik Ragam Kadar Trigliserida Darah Tikus Percobaan Sumber
db
Keragaman
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah
Perlakuan
3 *)
1918,55
639,52
Eror
7
2285,39
326,49
Total
10
4203,94
F
F0,05
F0,01
1,96tn
3,48
5,99
Keterangan: tn = tidak berbeda nyata (P>0,05); *) Perlakuan T10 tidak dianalisa karena darah mengalami lisis.
Keterangan: T0 = Ransum basal T5 = Ransum 5% ampas teh tanpa difermentasi T10 = Ransum 10% ampas teh tanpa difermentasi Tf5 = Ransum 5% ampas teh difermentasi Tf10 = Ransum 10% ampas teh difermentasi
33