MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA ---------------------
RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 52/PUU-IX/2011
PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
ACARA MENDENGARKAN KETERANGAN PEMERINTAH, DPR, SAKSI/AHLI DARI PEMOHON DAN PEMERINTAH (III)
JAKARTA RABU, 19 OKTOBER 2011
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 52/PUU-IX/2011 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah [Pasal 42 ayat (2) huruf g] UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON 1) Asosiasi Pemilik Lapangan Golf Indonesia 2) PT Pondok Indah Padang Golf, Tbk. 3) PT Padang Golf Bukit Sentul 4) PT Sanggraha Daksamitra 5) PT Sentul Golf Utama
6) PT New Kuta Golf and Ocean View 7) PT Merapi Golf 8) PT Karawang Sport Center Indonesia 9) PT Damai Indah Golf, Tbk.
ACARA Mendengarkan Keterangan Pemerintah, DPR, Saksi/Ahli dari Pemohon dan Pemerintah (III) Rabu, 19 Oktober 2011, Pukul 11.08 – 12.01 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) 2) 3) 4) 5)
Anwar Usman M. Akil Mochtar Ahmad Fadlil Sumadi Hamdan Zoelva Harjono
Yunita Ramadhani
(Ketua) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti 1
Pihak yang Hadir: A. Pemohon: 1) Murdaya Poo 2) Shinta A. Deripasha 3) Christine
(Ketua Asosiasi Pemilik Lapangan Golf Indonesia) (Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Lapangan Golf Indonesia)
B. Kuasa Hukum Pemohon: 1) Rendy A. Kailimang 2) Harry Ponto C. Pemerintah: 1. Mujo Suwarno (Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Kementerian keuangan) 2. Heni Susila Wardoyo (Kementerian Hukum dan HAM) 3. Marwanto Hardjowiryono (Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan) 4. Indra Surya (Kepala Biro Bantuan Hukum Kementerian Keuangan) 5. Zudan Arif (Biro Hukum Kementerian Dalam Negeri)
2
SIDANG DIBUKA PUKUL 11.08 WIB
1.
KETUA: ANWAR USMAN Sidang Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa Perkara Nomor 52/PUU-IX/2011, dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Karena satu dan lain hal, sidang kali ini seharusnya sidang Pleno, jadi sidang Panel yang diperluas. Kepada Pemohon, siapa saja yang hadir kali ini? Silakan.
2.
KUASA HUKUM PEMOHON: RENDY A. KAILIMANG Terima kasih, Yang Mulia. Perkenankan kami dari ... kuasa daripada Pemohon, nama saya, Rendy A. Kailimang. Di sebelah kanan saya, Bapak Harry Ponto. Kemudian di sisi kiri saya, Ibu Shinta A. Deripasha. Kemudian, Ibu Christine dari Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Lapangan Golf Indonesia dan juga para Pemohon yang lain, yang juga anggota APLG, dan juga pengusaha lapangan golf. Terima kasih.
3.
KETUA: ANWAR USMAN Selanjutnya dari pihak pemerintah. Siapa saja yang datang?
4.
PEMERINTAH: HENI HUKUM DAN HAM)
SUSILA
WARDOYO
(KEMENTERIAN
Baik. Terima kasih, Yang Mulia Ketua Majelis dan anggota Majelis yang kami hormati. Assalamualaikum wr. wb. Sesuai dengan kuasa Presiden, yang ditunjuk adalah tiga kementerian. Yaitu Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Dalam Negeri yang hadir pada hari ini, kami perkenalkan satu per satu. Yang sebelah kanan adalah Bapak Mujo Suwarno, Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Kementerian keuangan. Kemudian saya sendiri, Heni Susila Wardoyo dari Kementerian Hukum dan HAM. Di sebelah kiri, Bapak Marwanto Harjowiryono, beliau adalah Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan dan sekaligus nanti akan membacakan opening statement. Kemudian di sebelah kiri lagi, Bapak Indra Surya, Kepala Biro Bantuan Hukum Kementerian Keuangan. Dan di sebelah paling ujung kiri, Prof. Dr. Zudan Arif dari Biro Hukum Kementerian Dalam Negeri. Terima kasih. Assalamualaikum wr. wb.
3
5.
KETUA: ANWAR USMAN Waalaikumsalam. Dari DPR, tidak ada? Oh, ya. Baiklah. Sesuai dengan jadwal sidang bahwa sidang kali ini untuk mendengarkan keterangan dari Pemerintah. Silakan. Pokok-pokoknya saja.
6.
PEMERINTAH: MARWANTO HARDJOWIRYONO (DIREKTUR JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN) Terima kasih, Yang Muloa ... Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, para hadirin, Bapak, Ibu sekalian. Assalamualaikum wr. wb. Selamat pagi dan salam sejahtera. Pernyataan Pendahuluan Pemerintah atas Permohonan Pengujian Pasal 42 ayat (2) huruf g Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28I ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang kami hormati, sehubungan dengan Permohonan Pengujian (constitutional review) Pasal 42 ayat (2) huruf g Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, selanjutnya disebut Undang-Undang 28 Tahun 2009 terhadap ketentuan Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28I ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, selanjutnya disebut dengan Undang-Undang Dasar 1945 yang dimohonkan oleh Asosiasi Pemilik Lapangan Golf Indonesia dan kawan-kawan, untuk selanjutnya disebut para Pemohon, sesuai registrasi di Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Nomor 52/PUU-IXX/2011 tanggal 4 Agustus 2011, perkenankan Pemerintah menyampaikan pendahuluan Pemerintah Republik Indonesia baik lisan maupun tertulis, yang merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak terpisahkan dengan keterangan pemerintah yang lebih lengkap dan akan disampaikan kemudian. Yang Mulia Ketua Majellis Hakim Mahkamah Konstitusi, dalam permohonannya, para Pemohon memohonkan pengujian ketentuan Pasal 42 ayat (2) huruf g Undang-Undang 28 Tahun 2009 yang berbunyi, “Hiburan sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah: g. Permainan biliar, golf, dan bowling.” Menurut Para Pemohon, ketentuan pasal a quo bertentangan dengan ketentuan Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28I ayat (2) UndangUndang Dasar 1945 karena Para Pemohon menganggap bahwa dengan dimasukkannya permainan golf sebagai objek pajak hiburan di dalam ketentuan Pasal 42 ayat (2) huruf g Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tersebut telah merugikan hak dan/atau kewenangan konstitusional para Pemohon. Para Pemohon juga beralasan bahwa golf sebagai suatu cabang olah raga seharusnya tidak dapat dikenakan pajak hiburan serta pengenaan permainan golf sebagai objek pajak hiburan merupakan suatu perlakuan diskriminatif dan memberikan 4
perlakuan yang tidak sama di hadapan hukum terhadap para Pemohon. Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang kami hormati, sebelum Pemerintah memberikan keterangan mengenai pokok materi pengujian undang-undang yang dimohonkan para Pemohon, perlu kiranya Pemerintah menyampaikan bahwa menurut pemerintah, Para Pemohon tidak memiliki legal standing untuk mengajukan permohonan a quo. Hal tersebut karena alasan sebagai berikut. 1. Pemerintah berpendapat bahwa Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28I ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 yang dijadikan batu uji dalam permohonan a quo, tidak memberikan hak dan/atau kewenangan konstitusional kepada para Pemohon karena kedua pasal tersebut mengatur mengenai perlindungan terhadap HAM sebagai hak dan/atau kewenangan konstitusional perorangan warga negara, sedangkan para Pemohon jelas-jelas merupakan suatu badan, sehingga para Pemohon tidak memiliki hak dan/atau kewenangan konstitusional berdasarkan Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28I ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 tersebut. 2. Namun demikian, seandainya pun quod non para Pemohon dianggap memiliki hak dan/atau kewenangan konstitusional terhadap Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28I ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945, berlakunya ketentuan Pasal 42 ayat (2) huruf g Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 sebagai pasal yang dimohonkan pengujian, tidak merugikan para Pemohon. Hal ini karena meskipun wajib pajak hiburan permainan golf sebagaimana diatur dalam Pasal 42 ayat (2) huruf g Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 dimaksud adalah penyelenggara permainan golf, dalam hal ini para Pemohon, namun pada hakikatnya, subjek pajak yang benar-benar memikul atau membayar beban pajak hiburan permainan golf adalah orang-orang yang bermain golf sebagai pemikul pajak. Sedangkan Para Pemohon hanyalah sebagai pihak yang secara formal yuridis membayarkan pajak hiburan atas permainan golf tersebut. 3. Selanjutnya bahwa meskipun seandainya benar quod non telah terdapat kerugian konstitusional yang didalilkan oleh Para Pemohon dengan dikenakannya golf sebagai suatu cabang olah raga ke dalam objek pajak hiburan, maka hal yang demikian juga bukan atau tidak disebabkan oleh norma yang terkandung dalam ketentuan Pasal 42 ayat (2) huruf g Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 karena telah jelas disebutkan bahwa yang dikenakan pajak hiburan dalam ketentuan Pasal 42 ayat (2) huruf g UndangUndang Nomor 28 Tahun 2009 adalah permainan golf, bukan atau tidak olah raga golf. Sehingga seandainya pun benar quod non pengenaan olah raga golf sebagai objek pajak hiburan telah merugikan para Pemohon, hal yang demikian terkait dengan permasalahan penerapan norma dan sama sekali tidak atau bukan mengenai konstitusionalitas ketentuan Pasal 42 ayat (2) huruf g 5
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009. Berdasarkan uraian di atas, pemerintah berpendapat, Para Pemohon tidak mengalami kerugian konstitusional. Oleh karena itu, pemerintah memohon agar Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi menyatakah bahwa Para Pemohon tidak memiliki legal standing dalam mengajukan permohonan a quo, sehingga sudah sepatutnya, Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi menyatakan permohonan Para Pemohon tidak dapat diterima. Uraian lebih lanjut tentang kedudukan hukum dan legal standing para Pemohon akan dijelaskan lebih rinci dalam keterangan Pemerintah yang akan kami sampaikan kepada Mahkamah Konstitusi. Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang kami hormati, meskipun Pemerintah berpendapat bara … bahwa permohonan Para Pemohon seharusnya tidak dapat diterima karena Para Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum, namun Pemerintah akan tetap memberikan keterangan mengenai pokok materi pengujian undang-undang yang dimohonkan. Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945, pemerintahan daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran-serta masyarakat. Melalui otonomi yang luas, daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan, serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam sistem negara kesatuan republik Indonesia. Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan pengaturan hubungan kewenangan, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras, serta memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah. Salah satu amanat Undang-Undang Dasar 1945 untuk mengatur hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah tersebut, telah dilaksanakan dengan diterbitkannya UndangUndang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, guna mengatur hubungan keuangan antara pusat dan daerah, khususnya di bidang penerimaan. Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang kami hormati, pajak daerah merupakan salah satu bentuk dari kebijakan desentralisasi fiskal. Dengan desentralisasi, maka diharapkan dapat menghadirkan suatu sistem pemerintahan yang lebih mencerminkan nilai-nilai demokrasi, mengingat bahwa level pemerintahan yang paling dekat dengan rakyat adalah pemerintahan kabupaten kota, sehingga eksistensi pemerintahan di daerah sangat diperlukan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
6
Selain itu, argumentasi yang menjadi landasan pelaksanaan desentralisasi fiskal adalah bahwa daerah lebih memahami dan mengerti akan kebutuhan yang diperlukan dalam menyediakan tingkat pelayanan publik yang sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya, serta daerahlah yang paling menguasai segala potensi yang ada di wilayahnya, sehingga diharapkan daerah agar dapat mengoptimalkan kegiatan pemungutan pajak di daerahnya masing-masing. Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mama… Mahkamah Konstitusi yang kami hormati, adapun kebijakan perpajakan dalam konteks desentralisasi fiskal yang menjadi penanda penting bagi demokrasi adalah dengan adanya taxing power sharing atau pembagian wewenang perpajakan yang di dalamnya terdiri dari aspek expenditure assignment dan revenue assignment dengan tujuan utama adalah upaya tercapainya peningkatan kesejahteraan masyarakat secara luas. Pembagian wewenang perpajakan secara substantif mengandung makna dan tujuan sebagai bentuk fiscal power sharing yang membangun kemandirian daerah dalam hal fiskal karena sisi adalah kewenangan paling penting dalam revenue assignment perpajakan. Taxing power sharing atau pembagian wewenangan perpajakan tersebut, dimaksudkan untuk memberikan kewenangan yang lebih maksimal bagi daerah dengan tujuan untuk mengurangi ketergantungan kepada pusat. Oleh karenanya, desentralisasi fiskal dibarengi dengan adanya pergeseran taxing power atau kekuasaan perpajakan dari pemerintah nasional ke daerah karena kebijakan desentralisasi fiskal tidak hanya terkait dengan masalah kewenangan penggunaan anggaran atau belanja daerah semata-mata, melainkan juga mencakup revenue assignment atau kewenangan penerimaan, terutama taxing power atau kewenangan perpajakan. Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang kami hormati, dapat Pemerintah sampaikan bahwa pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undangundang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung yang digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pajak daerah merupakan pendapatan asli daerah dan seharusnya menjadi sumber pendanaan utama bagi pemberlangsungan pembangunan daerah dalam rangka otonomi daerah serta meminimalkan ketergantungan daerah kepada pusat. Oleh karena itu, pajak yang menjadi kewenangan pemerintah daerah pada umumnya adalah pajak-pajak yang data dan informasinya mudah diperoleh, pajak yang objeknya relatif tetap atau mobilitasnya rendah serta pajak yang tidak terdapat permasalahan terkait dengan perbatasan atau no cross boundary. Jenis pajak daerah yang telah ditetapkan di dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 adalah Pajak Provinsi dan Pajak Kabupaten Kota. Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi bahwa penerbitan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 yang merupakan pengganti dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 yang diubah 7
dengan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, merupakan langkah yang strategis dan monumental dalam memantapkan kebijakan desentralisasi fiskal, khususnya dalam rangka membangun hubungan antara keuangan antara pusat dan daerah yang lebih ideal. Sebagai salah satu bagian dari continuous improvement process, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 setidaknya telah memiliki tiga hal utama yaitu penyempurnaan sistem pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah; pemberian kewenangan yang lebih besar pada daerah di bidang perpajakan; dan peningkatan efektifitas pengawasan. Penyempurnaan sistem pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah dilakukan dengan mengubah sistem daftar terbuka atau opened list menjadi daftar tertutup atau closed list, sehingga jenis pajak yang dapat dipungut oleh daerah adalah hanya jenis pajak yang telah ditetapkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 dimaksud. Daerah tidak diberikan kewenangan dan tidak diperbolehkan untuk menetapkan jenis pajak baru, di luar yang telah ditetapkan di dalam undang-undang. Sedangkan penguatan taxing power dilakukan dengan cara antara lain menambah jenis pajak daerah dan retribusi daerah; memperluas basis pajak daerah dan retribusi daerah yang sudah ada; mengalihkan beberapa jenis pajak pusat menjadi pajak daerah; serta memberikan diskresi kepada daerah untuk menetapkan tarif. Di samping itu, di dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, juga telah ditetapkan tarif maksimum pajak daerah dan tarif maksimum beberapa jenis pajak daerah tersebut telah dinaikkan untuk memberikan ruang gerak yang lebih longgar bagi daerah dalam melakukan pemungutan pajak daerah sesuai dengan kebijakan dan kondisi daerahnya. Adapun dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, juga telah terdapat instrumen pengawasan yang cukup efektif yang dilakukan secara preventif dan korektif yaitu bahwa setiap rancangan peraturan daerah tentang pajak daerah dan … akan dievaluasi terlebih … terlebih dahulu oleh pemerintah dan terhadap daerah yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dalam menetapkan kebijakan di bidang pajak daerah akan dikenakan sanksi. Kemudian, di dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 juga diatur bahwa daerah dapat tidak memungut jenis pajak sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tersebut, apabila potensi pajaknya memang kurang memadai dan/atau guna menyesuaikan dengan kebijakan daerah yang telah ditetapkan dengan peraturan daerah. Sedangkan untuk memastikan penggunaan pajak daerah agar bermanfaat bagi pembayar pajak dan seluruh lapisan masyarakat, maka di dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 juga diatur bahwa penerimaan beberapa jenis pajak daerah di (suara tidak terdengar jelas) untuk mendanai pengeluaran yang berkaitan dengan pajak yang dipungut, 8
antara lain dialokasikan untuk mendanai pembangunan dan pemeliharaan jalan, peningkatan sarana transportasi umum, serta pelayanaan kesehatan dan penerangan jalan. Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang kami hormati, sebagaimana juga halnya pajak negara atau pajak pusat bahwa sesuai dengan asas pembagian beban pajak yang telah diterima dan dilaksanakan secara universal, maka pembagian beban pajak yang adil adalah berdasarkan daya pikul, atau kemampuan untuk membayar pajak, atau ability to pay dari subjek pajak. Semakin besar kemampuan membayar seseorang, tentu semakin besar pula pajak yang dikenakan terhadap wajib pajak yang bersangkutan. Hal tersebut telah sesuai dengan prinsip perekonomian Indonesia yang berdasarkan atas asas kekeluargaan dan prinsip kebersamaan, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 33 UndangUndang Dasar 1945. Pada prinsipnya, beban pengeluaran pemerintah haruslah dipikul oleh semua golongan dalam masyarakat, sesuai dengan kekayaan dan kesanggupan masing-masing golongan. Konsep seperti ini merupakan konsep keadilan sosial yang secara luas telah dianut oleh hampir semua pemerintahan. Selain itu, salah satu syarat yang juga dapat menunjukkan bahwa pajak yang diterapkan itu telah adil adalah asas equality dan equity (persamaan dan keadilan). Menurut asas ini, pembagian tekanan pajak di antara subjek pajak dilakukan secara seimbang dengan memberikan perlakuan yang sama terhadap orang-orang yang berada dalam kondisi yang sama. Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang kami hormati, telah menjadi sesuatu yang diketahui secara umum (algemeen bekend) bahwa orang-orang yang bermain golf adalah orang-orang dengan kemampuan ekonomi kelas menengah ke atas. Eksklusivitas permainan golf dapat dinilai dari biaya yang sangat tinggi, seperti biaya sewa lapangan atau keanggotaan, dan peralatan lainnya. Sehingga permainan golf hanya dapat dilakukan oleh sekelompok orang tertentu dengan penghasilan tinggi. Permainan golf merupakan permainan yang sangat eksklusif yang dimainkan oleh orang-orang yang berkantong tebal karena pada dasarnya permainan golf memang membutuhkan biaya yang besar, baik untuk perlengkapan maupun penyediaan fasilitas yang digunakan, termasuk lapangan yang luas. Dengan jumlah lahan yang tetap dan terbatas, kebutuhan sarana lapangan golf yang luas menyebabkan ketersediaan sarana lahan bagi kelompok masyarakat lainnya terbatas. Padahal pada saat yang sama, penggunaan lahan untuk kegiatan selain permainan golf, mungkin dapat lebih bersifat produktif dan bernilai ekonomi tinggi, serta bermanfaat untuk kelompok masyarakat luas. Opportunity cost penggunaan lahan untuk permainan golf yang cukup tinggi karena penggunaan lahan untuk selain golf tidak hanya ditinjau dari aspek ekonomi, tetapi juga aspek sosialnya. Dalam hal ini, penggunaan lahan untuk permainan golf hanya dapat dinikmati oleh 9
sekelompok kecil masyarakat, dalam hal ini kelompok menengah ke atas atau golongan kaya, sehingga opportunity pemanfaatan lahan untuk masyarakat luas dan/atau untuk kegiatan produktif lainnya menjadi sangat tinggi. Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang kami hormati, dapat Pemerintah sampaikan sebagai perbandingan bahwa di dalam Undang-Undang 28 Tahun 2009, sarang burung yang dikenakan pajak hanya sarang burung walet yaitu dengan pajak sarang burung walet. Kemudian untuk Biaya Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang dikenakan pajaknya hanya transaksi di atas RP60.000.000,00. Hal ini dilakukan karena sarang burung walet memiliki nilai ekonomis yang tinggi dan memenuhi kriteria untuk dijadikan sebagai objek pajak. Sedangkan BPHTB yang dikenakan terhadap transaksi yang lebih dari Rp60.000.000,00, dilakukan dengan pertimbangan bahwa selain untuk memberikan kemudahan kepada masyarakat kecil, untuk memiliki tempat tinggal, juga untuk memperbaiki sistem administrasi pertanahan di daerah. Dengan demikian, sudah sangat wajar pula apabila untuk pajak hiburan dikenakan hanya terhadap permainan golf, biliar, dan boling. Hal tersebut berdasarkan pertimbangan bahwa permainan golf, biliar, dan boling memiliki nilai ekonomi yang tinggi, kemampuan membayar pajak bagi penanggung pajak yang memadai, serta telah memenuhi kriteria untuk ditetapkan menjadi objek pajak daerah. Oleh karena itu, sesuai dengan prinsip keadilan pemungutan pajak yaitu berdasarkan daya pikul atau kemampuan untuk membayar (ability to pay) maka sudah sangat wajar apabila permainan golf dikenakan pajak. Menurut Pemerintah, hal yang sedemikian juga merupakan cerminan dari prinsip keadilan substantif bahwa hal atau keadaan yang sama, diperlakukan sama. Sedangkan hal atau keadaaan yang berbeda, diperlakukan berbeda. Justru akan sangat tidak adil apabila mengansumsikan bahwa dalam hal permainan golf dikenakan pajak, maka jenis permainan lainnya pun serta-merta juga harus dikenakan pajak, sedangkan daya pikul kemampuan untuk membayar (ability to pay) dari orang-orang yang bermain golf jelas-jelas sangat berbeda dengan orang-orang yang melakukan permainan lainnya. Orang-orang yang bermain golf memiliki daya pikul atau kemampuan untuk membayar yang lebih tinggi, sehingga tidak dapat disamakan begitu saja dengan orang-orang yang melakukan permainan lainnya yang daya pikul atau kemampuan unuk membayarnya lebih rendah atau lebih kecil. Hal yang demikian, menurut Pemerintah, juga telah sejalan dengan fungsi pajak yaitu untuk menjalankan fungsi budgeter sebagai sumber pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan sebagai regulator. Dalam hal ini, pajak dapat menjadi instrumen paling tepat dalam mengatasi konflik kepentingan antara kelompok kaya dan kelompok miskin. Selain itu, juga dikarenakan bahwa pajak merupakan alat untuk memastikan terjadinya peran-peran dasar Pemerintah, berupa peran alokasi, distribusi, dan stabilisasi. 10
Pajak telah diletakkan oleh Pemerintah sebagai sumber penerimaan sekaligus sumber pembiayaan pelayanan kepada masyarakat, sehingga fungsi lain, pajak adalah sebagai instrumen pemerintah untuk menjalankan distribusi atau pemerataan. Seperti halnya hasil pajak yang digunakan untuk memberikan subsidi kepada masyarakat yang lemah secara ekonomi. Hal yang demikian, menurut Pemerintah juga telah sesuai dengan prinsip kebersamaan dan asas kekeluargaan perekonomian Indonesia. Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang kami hormati, pajak hiburan atas permainan golf sebagai pajak daerah, telah sesuai dengan prinsip pajak daerah yang bersifat lokal, yaitu bahwa yang menjadi objek pajak tersebut terdapat pada suatu daerah tertentu dan bersifat immobile. Pemungutan pajak hiburan atas permainan golf bersifat lokal karena lokasi kegiatan dimana pajak dipungut bersifat tetap dan berada pada suatu wilayah tertentu. Karakteristik ini sesuai dengan prinsip dan kriteria pajak daerah, sehingga pengelompokan pajak permainan golf sebagai pajak daerah kabupaten/kota dipandang sudah tepat. Selain itu, faktor utama yang menjadi alasan bahwa permainan golf dikategorikan sebagai objek pajak hiburan adalah karena atas permainan golf tersebut dipungut bayaran. Kemudian, sebagaimana tadi juga telah disampaikan bahwa dalam meningkatkan desentralisasi fiskal dan demokratisasi perpajakan, maka salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan memperluas basis pajak daerah. Oleh karenanya, penetapan permainan golf sebagai objek pajak daerah atau pajak hiburan tersebut, telah merupakan salah satu kebijakan dari perluasan basis pajak daerah dimaksud yang dilakukan dengan mempertimbangkan bahwa kemampuan membayar (ability to pay) dari penanggung pajak sangat memadai. Selain itu, penetapan permainan golf sebagai objek pajak daerah atau pajak hiburan juga dimaksudkan untuk meningkatkan local taxing power di dalam upaya peningkatan pendapatan asli daerah. Berdasarkan hal-hal tersebut, Pemerintah berpendapat bahwa pajak atas permainan golf sebagai pajak hiburan atau pajak daerah sudah sangat tepat. Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang kami hormati, menanggapi permohonan Para Pemohon, perlu kiranya Pemerintah sampaikan bahwa yang menjadi objek pajak hiburan di dalam ketentuan Pasal 42 ayat (2) huruf g Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 adalah permainan golf, bukan olahraga golf, sebagaimana yang didalilkan oleh Para Pemohon di dalam permohonannya. Dalam hal Para Pemohon mempermasalahkan olahraga golf telah dikenakan pajak hiburan. Seandainya pun itu benar, quod non dan Para Pemohon menganggap bahwa pengenaan olahraga golf sebagai objek pajak hiburan itu inkonstitusional, maka hal tersebut sama sekali tidak disebabkan oleh norma yang terkandung di dalam ketentuan Pasal 42 ayat (2) huruf g ketentuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, melainkan hanya terkait dengan masalah penerapan 11
norma. Namun demikian, meskipun golf dapat dikatakan sebagai suatu cabang olahraga, namun tidak dapat dipungkiri bahwa kebanyakan orang bermain golf adalah untuk mendapatkan kesenangan atau hiburan sebagai suatu permainan, atau dengan kata lain, tidak selamanya golf tersebut mutlak merupakan olahraga. Akan tetapi, juga merupakan suatu permainan atau hiburan. Apabila dilihat dari definisi olahraga, berdasarkan Pasal 1 ayat (4) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional bahwa yang dimaksud dengan olahraga adalah segala kegiatan yang sistematis untuk mendorong, membina, serta mengembangkan potensi jasmani, rohani, dan sosial, maka telah jelas bahwa golf tidak selalu dapat dikatakan sebagai olahraga, namun juga merupakan suatu permainan atau hiburan, sehingga pengenaan permainan golf sebagai objek pajak hiburan di dalam ketentuan Pasal 42 ayat (2) huruf g, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, menurut hemat Pemerintah sudah sangat tepat. Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang kami hormati, perlu kiranya Pemerintah sampaikan bahwa di negaranegara lain pun, golf juga dikenakan pajak daerah. Seperti di India, golf dikenakan entertainment tax on golf. Di Kanada dikenakan golf tax, di California dengan sebutan sales tax-include golf and fair therein/nary services. Karena pada dasarnya sesuai dengan kriteria pajak daerah, semua jenis olahraga adalah layak untuk ditetapkan sebagai objek pajak. Namun pengenaannya … pengenaan pajaknya berdasarkan atas kemampuan untuk membayar (ability to pay) dari subjek pajaknya. Bahwa di dalam Undang-Undang Dasar 1945 sama sekali tidak disebutkan olahraga tidak dapat dikenakan pajak, justru undangundang dasar 1945 memberikan pilihan kebijakan yang terbuka (open legal policy) bagi pembentuk undang-undang untuk menetapkan suatu pajak. Oleh karena … oleh karenanya, benar kiranya alasan Para Pemohon yang menyatakan olahraga serta-merta tidak dapat dikenakan pajak. Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, Pemerintah berpendapat bahwa pengenaan permainan golf sebagai objek pajak hiburan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 42 ayat (2) huruf g, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 sama sekali tidak bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 karena pengaturannya mengenai permainan golf sebagai objek pajak hiburan telah dilakukan dengan berdasarkan pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama di hadapan hukum bagi para Pemohon maupun masyarakat sebagai subjek pajak pada umumnya. Bahwa di dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 telah diatur dan diberikan kepastian hukum mengenai permainan golf sebagai pajak hiburan atau pajak daerah yaitu bahwa subjek pajak hiburan atas permainan golf adalah orang pribadi atau badan yang menikmati hiburan permainan golf tersebut. Sedangkan wajib pajaknya 12
adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan hiburan permainan golf dimaksud. Kemudian telah diatur juga bahwa dasar pengenaan pajak hiburan permainan golf adalah jumlah uang yang diterima atau seharusnya diterima oleh penyelenggara hiburan permainan golf. Sedangkan untuk tarif pajak hiburan atas permainan golf telah ditetapkan paling tinggi sebesar 30 … 5% sehingga besaran pokok pajak hiburan permainan golf yang tertuang di hitung dengan cara mengalihkan tarif yang ditetapkan dengan dasar pengenaan pajak tersebut. Selanjutnya telah ditentukan pula bahwa tarif pajak hiburan harus ditetapkan dengan peraturan daerah masing-masing karena terhadap pajak hiburan yang terutang dipungut di wilayah daerah tempat hiburan tersebut diselenggarakan. Berdasarkan hal tersebut, telah jelas bahwa pengenaan pajak hiburan atas permainan golf telah berdasarkan pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum bagi setiap orang, sehingga sama sekali tidak bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945. Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang kami hormati, Pemerintah berpendapat tidak terdapat pelanggaran hak konstitusional para Pemohon karena pengenaan permainan golf sebagai pajak hiburan atau pajak daerah sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 42 ayat (2) huruf g, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tersebut sama sekali bukan perlakuan yang diskriminatif, oleh karena tidak terdapat perbedaan yang bersifat diskriminatif atas penetapan permainan golf sebagai objek pajak daerah atau pajak hiburan. Maka menurut Pemerintah ketentuan Pasal 42 ayat (2) huruf q Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, jelas tidak bertentangan dengan Pasal 28I ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945. Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang kami hormati, berdasarkan penjelasan tersebut di atas, Pemerintah menyimpulkan bahwa para Pemohon telah keliru dalam memahami Pasal 42 ayat (2) huruf q Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 yang diajukan permohonan pengujian materiil. Sejalan dengan hal tersebut, maka petitum para Pemohon yang meminta penghapusan frasa golf’ dalam ketentuan Pasal 42 ayat (2) huruf q Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 adalah tidak beralasan karena muatan norma a quo sama sekali tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang kami hormati, dapat Pemerintah sampaikan bahwa sampai dengan saat ini, kontribusi pendapatan asli daerah dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah atau APBD mayoritas daerah di Indonesia masih sangat kecil berkisar 7% sampai 8%. Dalam sistem pemerintahan otonomi daerah dan kerangka kebijakan desentralisasi fiskal, daerah-daerah diharapkan untuk mampu mengupayakan kemandirian keuangan daerahnya agar daerah dapat membiayai kebutuhan daerahnya sendiri dan pemerintahan daerah akan dapat terlaksana secara lebih optimal.
13
Selain itu, apabila permohonan para Pemohon dikabulkan, maka akan membawa konsekuensi berkurangnya sumber penerimaan pemerintah daerah. Terhambatnya proses desentralisasi fiskal, tidak terlaksananya prinsip keadilan dalam pembagian beban pajak, terhambatnya proses pemerataan kesejahteraan masyarakat di daerah, serta meningkatnya ketergantungan daerah terhadap transfer dari pusat yang sama artinya dengan mengurangi tingkat kemandirian daerah. Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang kami hormati, dengan seluruh uraian yang Pemerintah sampaikan dalam Pernyataan Pendahuluan Pemerintah ini, Pemerintah menyatakan tidak ada alasan untuk meragukan konstitusionalitas dari Pasal 42 ayat (2) huruf q Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 karena terbukti tidak bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28I ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945. Karena itu, Pemerintah mohon agar Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, memutuskan untuk menyatakan permohonan para Pemohon dalam Permohonan Pengujian Pasal 42 ayat (2) huruf q Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 terhadap Undang-Undang Dasar 1945, ditolak atau setidak-tidaknya dinyatakan dapat diterima ... tidak dapat diterima. Atas perhatian Yang Mulia ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, kami ucapkan terima kasih. Assalamualaikum wr. wb. Terima kasih. 7.
KETUA: ANWAR USMAN ahli?
8.
Ya, terima kasih. Kepada Pemohon, ada mengajukan saksi atau
KUASA HUKUM PEMOHON: HARRY PONTO Terima kasih, Yang Mulia. Dari Pemohon akan mengajukan saksi atau ahli pada persidangan berikutmya.
9.
KETUA: ANWAR USMAN Ya nanti disampaikan ke Paniteraan, ya, nama-nama saksi atau ahli yang akan diajukan.
10.
KUASA HUKUM PEMOHON: HARRY PONTO Baik.
14
11.
KETUA: ANWAR USMAN Begitu juga pada Pemerintah untuk persidangan berikutnya. Ada hal-hal yang ingin disampaikan atau pertanyaan kepada Pemerintah? Ada?
12.
KUASA HUKUM PEMOHON: HARRY PONTO Sementara cukup, Yang Mulia.
13.
KETUA: ANWAR USMAN Kemudian ini ada dari Yang Mulia Pak Hakim Harjono, silakan.
14.
HAKIM ANGGOTA: HARJONO Masih kepada Pemerintah, ya. Ini tadi menyampaikan beberapa latar belakang, sehingga golf itu menjadi objek pajak, lalu dimasukkan dalam objek pajak yang bisa dipungut oleh pemerintah daerah. Pertanyaannya adalah apakah pertimbangan-pertimbangan yang tadi disampaikan oleh Pemerintah tadi, itu menjadi pertimbangan pada saat undang-undang ini dibuat atau pertimbangan itu dibuat setelah ada permohonan ini? Kalu itu menjadi keterangan dari pemerintah yang melatarbelakangi golf itu dipungut pajak, tentunya itu mengutip dari … apa … pengajuan rancangan undang-undang itu tentunya. Apakah itu muncul di situ, ataukah muncul setelah ada permohonan? Itu yang ingin saya tanya. Kedua adalah, agaknya pikiran yang melatarbelakangi adalah persoalan yang disebut sebagai ability to pay, ya, ability to pay, berarti kalau ability to pay itu mestinya orang kaya kalau olahraga itu harus bayar, harus bayar pajak, kalau ability to pay, bukan pada persoalan apa jenisnya. Kalau ability to pay-nya itu … seringkali juga orang kayakaya yang tua-tua itu malah senangnya main pingpong. Kalau ability to pay-nya yang mengikuti orangnya tadi, pingpong pun harus juga dipungut. Ini bagaimana ini kalau dasar ability to pay-nya? Menembak ini bagaimana, menembak. Menembak itu kena pajak di mana itu? Karena saya lihat bahwa hobi menembak itu juga mahal. Kalau sama-sama ability to pay-nya itu juga saya belum melihat di sini di mana ada … pajak hiburan itu termasuk menembak. Apa itu akan menjadi pajak pusat? Apa itu karena tidak … karena itu tidak termasuk hiburan. Karena juga kalau disamakan menembak itu juga seringkali aktivitasnya sendiri saja, enggak selalu dipertandingkan, begitu ya. Punya senjata, ada pelurunya, pergi ke lapangan, ada orang lain atau tidak ada orang lain dia ya nembak saja, ya, ini persoalan olahraga menembak. Kemudian, saya ingin tanyakan mengenai pajak yang di situ ada pertandingan olahraga. Pertandingan olahraga ini siapa yang membayar pajaknya? Yang melihat? Sudah ada sendiri. Yang 15
mengadakan? Yang main? Siapa itu yang membayarnya? Jadi ini karena ini berkaitan dengan olahraga ini biasanya … dan ada yang berolahraga, ada yang berolahraga tanpa main, tanpa dilihat orang, itu membedakan persoalan teksnya. Ini saya kira hal-hal yang saya ingin konfirmasi, tadi ada perbedaan antara bermain dan … apa tadi … berolahraga, ya, bermain dan berolahraga. Kalau seolah-olah bermain itu, ya, enggak perlu ada lawanlah, sekarang menembak itu enggak ada lawan, kalau lawannya tembak-tembakan, ya kacau itu nanti. Saya kira itu, terima kasih. 15.
KETUA: ANWAR USMAN Ya, sekaligus, mungkin ada yang lain? Pak Hamdan? Silakan.
16.
HAKIM ANGGOTA: HAMDAN ZOELVA Saya ingin tambahkan sedikit dari pertanyaan Pak Harjono. Lalu, bagaimana dengan sepak bola? Ya. Betul itu missal, tapi kalau pertandingan ada yang VVIP itu kan bisa Rp1.000.000,00, jadi apalagi yang mainnya dari luar. Lalu gimana itu? Apakah pajak … bagaimana … anunya … itu. Kenapa tidak juga masuk pajak daerah? Terima kasih.
17.
KETUA: ANWAR USMAN Baik. Silakan, Pemerintah menanggapi atau menjawab, bisa secara lisan atau mungkin sekaligus secara tertulis. Yang bisa dijawab sekarang, silakan.
18.
PEMERINTAH: HENI HUKUM DAN HAM)
SUSILA
WARDOYO
(KEMENTERIAN
Terima kasih, Yang Mulia. Setelah berunding, akan disampaikan jawaban secara tertulis, terima kasih. 19.
KETUA: ANWAR USMAN Baik. kalau begitu sidang akan dilanjutkan atau dibuka kembali pada hari kamis tanggal 10 November jam 11.00 WIB. Nah, sebelum tanggal 10 November supaya Pemohon dan Pemerintah menyiapkan nama-nama saksi atau ahli yang akan diajukan pada sidang tersebut.
16
Kalau sudah tidak ada lagi, maka sidang saya nyatakan ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 12.01 WIB
Jakarta, 19 Oktober 2011 Kepala Sub Bagian Pelayanan Risalah, t.t.d. Paiyo NIP. 19601210 1985021001
Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
17