UNIVERSITAS INDONESIA
KEKUATAN PEMBUKTIAN SERTIFIKAT DIBANDINGKAN DENGAN GIRIK (STUDI KASUS TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 05 PK/PDT/2005)
TESIS
RINI OKTAVIA, S.H. 0806479036
FAKULTAS HUKUM PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN SALEMBA JANUARI 2011
Kekuatan pembuktian..., Rini Oktavia, FH UI, 2011.
UNIVERSITAS INDONESIA
KEKUATAN PEMBUKTIAN SERTIFIKAT DIBANDINGKAN DENGAN GIRIK (STUDI KASUS TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 05 PK/PDT/2005)
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan
RINI OKTAVIA 0806479036
FAKULTAS HUKUM PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN SALEMBA JANUARI 2011 i
Kekuatan pembuktian..., Rini Oktavia, FH UI, 2011.
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
: Rini Oktavia S.H.
NPM
: 0806479036
Tanda tangan
:
Tanggal
: 4 Januari 2011
ii
Kekuatan pembuktian..., Rini Oktavia, FH UI, 2011.
HALAMAN PENGESAHAN
Tesis ini diajukan oleh
:
Nama
: Rini Oktavia S.H.
NPM
: 0806479036
Program Studi
: Magister Kenotariatan
Judul Tesis
:Kekuatan Pembuktian Sertifikat Dibandingkan Dengan Girik (Studi Kasus Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 05 PK/PDT/2005)
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai Bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan pada Program Studi Kenotariatan, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing : Dr. Arsin Lukman S.H.
( ...................................)
Penguji : Dr. Drs. Widodo Suryandono, S.H., M.H.
Penguji : Suparjo Sujadi, S.H., M.H.
( ……….………..……..)
( ....................................)
Ditetapkan di : Depok Tanggal : 7 Januari 2011 iii
Kekuatan pembuktian..., Rini Oktavia, FH UI, 2011.
KATA PENGANTAR Alhamdullillahirabbil’aalamin, puji syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas berkah dan karunianya sehingga akhirnya Penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis dengan judul “Kekuatan Pembuktian Sertifikat Dibandingkan Dengan Girik (Studi Kasus Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 05 PK/PDT/2005)” yang bertujuan untuk meraih gelar Magister Kenotariatan pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Besar Harapan Penulis semoga nantinya tesis ini dapat diterima sebagai sumbangsih kepada almamater dan dapat dipergunakan sebagai referensi bagi civitas fakultas hukum Universitas Indonesia. Penulis sangat menyadari bahwa penulisan tesis ini masih jauh dari sempurna dan tidak akan terselesaikan tanpa adanya bantuan dan motivasi serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karenanya, Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Dr. Arsin Lukman S.H selaku dosen pembimbing, yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan tesis ini. 2. Bapak Dr. Drs. Widodo Suryandono, S.H., M.H., selaku Ketua Sub Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Indonesia. 3. Seluruh Staf Pengajar pada Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan seluruh Staf Administrasi Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Indonesia. 4. Orang tua tercinta Bapak Nasrun Tamin dan Ibu Novrita, suami dan anakanak tercinta Ickhsan Arifilan dan Talitha Zahra Arifilan serta seluruh keluarga besar penulis yaitu adik-adik penulis tersayang Jeri Saputra dan Nona Trinanda, yang selalu memberikan segala doa, kasih sayang, dorongan serta perhatian yang tiada putus kepada Penulis dalam penyelesaian tesis ini. 5. Pengadilan Negeri Bekasi serta Mahkamah Agung yang telah banyak membantu dalam usaha memperoleh data yang saya perlukan. 6. Para sahabat terdekat Penulis yang selalu memberikan semangat, support dan doa dalam segala kegiatan Penulis: Aprenia Andita, Nurul Dwi Hapsari, iv
Kekuatan pembuktian..., Rini Oktavia, FH UI, 2011.
Zainab Musyarrafah, Surayya, Rianty Dyah, Luqman Rahmadi, Ahmad Faiz, Tito Christian Basworo dan para sahabat lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu. 7. Seluruh rekan-rekan Mahasiswa Magister Kenotariatan Universitas Indonesia angkatan 2008 khususnya sahabat-sabahat penulis, yang selalu memberikan semangat dan dukungan untuk belajar bersama dimasa perkuliahan maupun dalam proses penyelesain tesis ini.
Akhir kata, tiada kata selain terima kasih yang sebesar-besarnya dan semoga tesis ini dapat bermanfaat.
Salemba, Januari 2011
Penulis
v
Kekuatan pembuktian..., Rini Oktavia, FH UI, 2011.
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai civitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Rini Oktavia S.H.
NPM
: 0806479036
Program Studi : Magister Kenotariatan Fakultas
: Hukum
Jenis karya
: Tesis
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive RoyaltyFree Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : Kekuatan Pembuktian Sertifikat Dibandingkan Dengan Girik (Studi Kasus Terhadap Putusan Mahkamah Agung NOmor 05 PK/PDT/2005), beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di: Jakarta Pada tanggal : 7 Januari 2010 Yang menyatakan
( Rini Oktavia, S.H. )
vi
Kekuatan pembuktian..., Rini Oktavia, FH UI, 2011.
ABSTRAK
Nama Program Studi Judul
: Rini Oktavia : Kenotariatan : Kekuatan Pembuktian Sertifikat Dibandingkan Dengan Girik (Studi Kasus Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 05 PK/PDT/2005)
Pendaftaran tanah bertujuan memberikan kepastian dan perlindungan hukum bagi para pemiliknya. Data yang terkumpul dan tersedia selalu dipelihara dan disesuaikan dengan perubahan, sehingga mudah sekali mendapatkan informasi yang diperlukan. Dalam kenyataannya tanah yang telah didaftarkan dan bersertifikat masih bisa digugat oleh pihak lain, seperti kasus sengketa tanah antara Tuan Deny Azani B. Latief S.H. yang mempunyai sertifikat Hak Milik Nomor 17 dengan Nyonya Saurlina Hutasoit yang memiliki Akta Jual Beli No.605/ ES/ AK-75/ VII/ 1983 atas sebidang tanah yang terletak di Desa Mangun Jaya, Kecamatan Tambun Bekasi, Jawa Barat. Metode pendekatan yang digunakan adalah metode pendekatan yuridis normatif yaitu dengan melihat kenyataan yang telah terjadi dan kemudian mengkaji dari aspek hukumnya yang dituangkan ke dalam suatu bentuk tulisan deskriptif, yang menggambarkan permasalahan dan membahas dari peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sertifikat hak atas tanah bila dihadapkan dengan bukti Girik dalam suatu tuntutan atau gugatan hukum, maka seharusnya bukti girik tanpa didukung dengan bukti lainnya seperti data yuridis dan data fisik dan/atau penguasaan fisik secara terus menerus selama 20 (dua puluh) tahun, tidak dipertimbangkan oleh Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini. Masyarakat diharapkan lebih berhati-hati dalam membeli sebuah tanah untuk menghindari terjadinya sengketa. Kata Kunci
: Kekuatan Pembuktian Sertifikat
vii
Universitas Indonesia
Kekuatan pembuktian..., Rini Oktavia, FH UI, 2011.
ABSTRACT
Name Program Study Title
: Rini Oktavia : Kenotariatan : Certificate Proving The Strength Compared With Girik (Case Study of The Supreme Court Desicion Number 05 PK/PDT/2005)
Land registratiom is intended to give the owner a legal certainty and protection. Those gathered and available data are continually maintained and updated to the changes, therefore, it is easy to retrieve any required information. In fact, the land that has been registered and certificated still can be sued by others, such as land disputes between Deny Azani B. Latief S.H. who have land certificate number 17 with Saurlina Hutasoit who have deed of sale No.605/ ES/ AK-75/ VII/ 1983 of a land located at Desa Mangun Jaya, Kecamatan Tambun Bekasi, West Java. The method used to approach this problem is normative jurisdiction that performed by observing the facts, examines legal aspects those observed fact, and then presented the results in a descriptive writing. That descriptive writing will figure out the problems and examination of the problems as regards of their legal aspects. This research indicated that if certificate of land rights compared with Girik in court, then Girik which unsupported with other evidence like juridical data, physical data and/ or physical control during 20 (twenty) years continuously, can not be considered by judges who examine and prosecute this case. Community is expected to be more careful in buying a land to avoid disputes. Keyword
: Certificate Proving The Strength
viii
Universitas Indonesia
Kekuatan pembuktian..., Rini Oktavia, FH UI, 2011.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS HALAMAN PENGESAHAN KATA PENGANTAR HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ABSTRAK DAFTAR ISI BAB I
BAB II
i ii iii iv vi vii ix
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan B. Pokok Permasalahan C. Metode Penelitian D. Sistematika Penulisan
1 6 6 8
PEMBAHASAN A. Pendaftaran Tanah 1. Pengertian dan Dasar Hukum Pendaftaran Tanah 2. Asas-asas Pendaftaran Tanah 3. Tujuan Pendaftaran Tanah 4. Pelaksanaan Pendaftaran Tanah 5. Objek Pendaftaran Tanah 6. Sistem Pendaftaran Tanah 7. Sistem Publikasi B. Sertifikat 1. Pengertian Sertifikat 2. Tujuan Penerbitan Sertifikat 3. Macam-macam Sertifikat 4. Penerbitan Sertifikat 5. Kekuatan Pembuktian Sertifikat C. Lelang Atas Tanah 1. Jenis-jenis Lelang Atas Tanah 2. Asas-asas Lelang 3. Mekanisme Penjualan Tanah Secara Lelang D. Kekuatan Hukum Sertifikat Tanah Dalam Pembelian Melalui Lelang Dibandingkan Dengan Girik Dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 05 PK/PDT/2005 E. Perlindungan Hukum Yang Didapat Oleh Para Pihak Yang Membeli Tanah Yang Beritikad Baik
ix
Kekuatan pembuktian..., Rini Oktavia, FH UI, 2011.
10 10 13 14 16 22 27 30 32 32 33 34 34 43 46 46 51 54 58
68
Universitas Indonesia
BAB III
PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran
72 73
DAFTAR REFERENSI
74
LAMPIRAN
x
Kekuatan pembuktian..., Rini Oktavia, FH UI, 2011.
Universitas Indonesia
1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Tanah merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan dalam
kehidupan manusia, sebab tanah merupakan salah satu sumber kehidupan manusia. Kenyataannya menunjukkan bahwa aktifitas yang dilakukan oleh dan untuk manusia selalu menyangkut dan berhubungan dengan tanah, misalnya aktifitas dalam bidang pertanian, peternakan, pertambangan dan segala pembangunan yang didirikan di atas tanah. Mengingat pentingnya tanah bagi kehidupan manusia, maka pemerintah mempunyai perhatian yang sangat besar terhadap masalah pertanahan tersebut. Sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (3), yang berbunyi : “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.” Dalam pasal tersebut terlihat jelas bahwa kekuasaan yang diberikan pada negara mewajibkan kepada negara atau pemerintah untuk mengatur pemeliharaan dan penggunaan bumi (tanah) dan air dan kekayaan alam yang ada di seluruh wilayah Indonesia untuk dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Tanah harus dapat ditempatkan pada fungsinya sebagai salah satu faktor pendukung yang strategis dalam pembangunan, maka dalam pengurusan, penggunaan dan penyelesaian masalah pertanahan harus dapat memberikan kebahagiaan dan kesejahteraan kepada rakyat Indonesia, yang di dalamnya terkandung jiwa keadilan dan kepastian hukum yang jelas. Hal ini didasari oleh semakin meningkatnya pembangunan di perkotaan maupun di pedesaan yang mempengaruhi kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Pertambahan penduduk dan perkembangan pemukiman penduduk baik di daerah perkotaan maupun di daerah pedesaan yang sangat pesat, menyebabkan timbulnya permasalahan di bidang pertanahan maupun di bidang sosial ekonomi 1 Universitas Indonesia
Kekuatan pembuktian..., Rini Oktavia, FH UI, 2011.
2
masyarakat. Oleh sebab itu diperlukan campur tangan pemerintah untuk mengatur permasalahan-permasalahan yang timbul di bidang pertanahan. Dalam masa pembangunan ini masalah pertanahan merupakan suatu masalah yang sangat penting perannya bagi keberhasilan pembangunan yang sedang dilaksanakan. Oleh karena itu masalah pertanahan sangat penting dan menjadi perhatian masyarakat, serta sering digunakan pihak-pihak tertentu untuk dijadikan alat untuk mencapai maksud-maksud tertentu bagi kepentingan pribadi ataupun kelompok. Masalah pertanahan dapat dikategorikan sebagai suatu masalah politik yang akan mempengaruhi keamanan dan ketertiban di dalam masyarakat. Untuk mengatasi permasalahan yang mungkin akan terjadi di bidang pertanahan, maka dalam bidang agraria dibentuklah Undang-undang Pokok Agraria pada tanggal 24 September 1960 yaitu Undang-undang Nomor 5 tahun 1960 Lembaran Negara 1960 Nomor 104 TLN Nomor 2043 yang untuk selanjutnya disingkat UUPA. Pemilikan tanah merupakan hak asasi dari setiap warga negara Indonesia yang diatur dalam UUD 1945, khususnya Pasal 28 H yang menyebutkan bahwa setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun. Negara menjamin hak warga negaranya untuk memiliki suatu hak milik pribadi termasuk tanah. Penjaminan ini lahir atas dasar hak menguasai negara yang dimuat dalam Pasal 2 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria. Dalam pasal tersebut ditentukan bahwa bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara. Hak-hak penguasaan atas tanah di dalam UUPA diatur dan sekaligus ditetapkan diantaranya adalah hak-hak perorangan/individual yang memiliki aspek perdata. Hak perorangan/individual ini, termasuk hak atas tanah negara, UUPA menentukan bahwa hak-hak atas tanah terdiri dari Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Sewa, Hak Membuka Tanah, Hak Memungut Hasil Hutan dan hak-hak lainnya yang tidak termasuk dalam hak-hak
Universitas Indonesia
Kekuatan pembuktian..., Rini Oktavia, FH UI, 2011.
3
tersebut di atas, termasuk Hak Pengelolaan. Hak perseorangan/individu adalah hak yang memberi wewenang kepada pemegang haknya (perseorangan, sekelompok orang secara bersama-sama, badan hukum) untuk memakai dalam arti menguasai, menggunakan dan atau mengambil manfaat dari bidang tanah tertentu. Hak-hak perseorangan atas tanah berupa hak atas tanah, wakaf tanah hak milik, hak tanggungan dan hak milik atas satuan rumah susun.1 UUPA diharapkan dapat memberi jaminan kepastian hukum bagi masyarakat dalam memanfaatkan fungsi bumi, air,serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk kepentingan dan kesejahteraan bersama. Sebagai konsekuensi pengakuan negara terhadap hak atas tanah yang dimiliki oleh orang atau badan hukum, maka negara berkewajiban memberikan jaminan kepastian hukum terhadap hak atas tanah tersebut, sehingga setiap orang atau badan hukum yang memiliki hak tersebut dapat mempertahankan haknya. Untuk menciptakan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah, maka pengaturannya diwujudkan dalam Pasal 19 ayat (1) yang berbunyi :2 “untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah dilaksanakan Pendaftaran Tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Undang-undang.” Sesuai dengan pasal tersebut diatas, dan untuk memberikan perlindungan dan jaminan kepastian hukum, pemerintah mengadakan pendaftaran tanah. Pendaftaran tanah dimaksudkan untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum akan hak atas tanah. Pendaftaran tanah untuk lebih lanjut diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 sebagai pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1961 yang dinyatakan tidak berlaku lagi. Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 merupakan upaya penyempurnaan terhadap peraturan yang ada sekaligus penyesuaian terhadap perkembangan kebutuhan masyarakat yang telah diamanatkan UUPA.
1
Urip Santoso, Hukum Agraria Dan Hak-hak Atas Tanah. Jakarta, (Jakarta: Prenada Media, 2005), hal.82. 2 AP.Parlindungan, Komentar Atas Undang-undang Pokok Agraria, (Bandung,: Mandar Maju, 1998), hal.123.
Universitas Indonesia
Kekuatan pembuktian..., Rini Oktavia, FH UI, 2011.
4
Sistem pendaftaran tanah ada dua sistem, yaitu sistem pendaftaran akta dan sistem pendaftaran hak. Di dalam pengertian sistem pendaftaran akta yang didaftar itu adalah aktanya, bentuk penyajiannya : salinan akta/ aslinya diserahkan kepada pemilik tanah, penyimpanan salinan akta lainnya/ aslinya disimpan di kantor Badan Pertanahan Nasional, yang bersifat terbuka untuk umum, digunakan sebagai alat bukti, salinan akta/aslinya sebagai alat bukti yang kuat. Sedangkan dalam sistem pendaftaran hak, yang didaftar adalah haknya. Akta sebagai sumber data yang dituangkan dalam buku dan sertifikat. Bentuk penyajian semua data dituangkan dalam register, buku tanah dan sertifikat, salinannya diserahkan kepada pemilik tanah. Penyajian buku tanah dan sertifikat asli disimpan di kantor BPN yang bersifat terbuka untuk umum. Sistem pendaftaran yang digunakan di Indonesia adalah sistem pendaftaran hak dan sertifikat hak atas tanah digunakan sebagai alat bukti yang kuat. Badan Pertanahan Nasional melakukan suatu tahapan tertentu dalam hal penerbitan sertifikat serta proses yang panjang, agar tidak terjadi kesalahan yang fatal di dalam masyarakat. Sertifikat berfungsi sebagai alat pembuktian yang kuat di dalam bukti pemilikan. Sertifikat menjamin kepastian hukum mengenai orang yang menjadi pemegang hak atas tanah, kepastian hukum mengenai lokasi dari tanah, batas serta luas suatu bidang tanah, dan kepastian hukum mengenai hak atas tanah miliknya. Dengan kepastian hukum tersebut dapat diberikan perlindungan hukum kepada orang yang tercantum namanya dalam sertifikat terhadap gangguan pihak lain serta menghindari sengketa dengan pihak lain.3 Perlindungan hukum yang diberikan kepada setiap pemegang hak atas tanah merupakan konsekuensi terhadap pendaftaran tanah yang melahirkan sertifikat. Untuk itu setiap orang atau badan hukum wajib menghormati hak atas tanah tersebut. Sebagai suatu hak yang dilindungi oleh konstitusi, maka penggunaan dan pemanfaatan tanah milik orang atau badan hukum lain, wajib dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang pada dasarnya tidak boleh dilakukan secara sewenang-wenang. 3
Adrian Sutedi, Kekuatan Hukum Berlakunya Sertifikat Sebagai Tanda Bukti Hak Atas Tanah, (Jakarta: Bina Cipta, 2006), Hal.23
Universitas Indonesia
Kekuatan pembuktian..., Rini Oktavia, FH UI, 2011.
5
Pembahasan mengenai pengakuan hak atas tanah yang dikonkritkan dengan penerbitan sertifikat tanah menjadi sangat penting, setidak-tidaknya karena :4 1. Sertifikat hak atas tanah memberikan kepastian hukum pemilikan tanah bagi pihak yang namanya tercantum dalam sertifikat. Penerbitan sertifikat dapat mencegah sengketa tanah. Pemilikan sertifikat akan memberikan perasaan tenang dan tentram, karena dilindungi dari tindakan sewenang-wenang yang dilakukan oleh siapapun; 2. Dengan pemilikan sertifikat hak atas tanah, pemilik tanah dapat melakukan perbuatan hukum apa saja sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan. Selain itu sertifikat hak atas tanah mempunyai nilai ekonomis seperti dapat disewakan, menjadi jaminan utang atau sebagainya; 3. Pemberian sertifikat hak atas tanah dimaksudkan untuk mencegah kepemilikan tanah dengan luas berlebihan yang ditentukan oleh peraturan perundangundangan. Meskipun telah mendapatkan pengakuan dalam UUPA, sertifikat hak atas tanah belum menjamin kepastian pemilikannya karena dalam peraturan perundang-undangan memberi peluang kepada pihak lain yang merasa memiliki tanah dapat menggugat pihak yang namanya tercantum dalam sertifikat secara keperdataan, baik ke peradilan umum atau menggugat Kepala Badan Pertanahan Nasional ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Adanya gugatan ke pengadilan umum atau Pengadilan Tata Usaha Negara, dikarenakan sertifikat mempunyai dua sisi, yaitu sisi keperdataan dan sisi yang merupakan bentuk keputusan yang bersifat penetapan (beschiking) yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pertanahan sebagai pejabat tata usaha negara.5 Banyak sekali perkara yang menunjukkan bahwa terhadap sertifikat dapat digugat, seperti kasus yang terjadi berikut, yaitu dimana Hak milik adat atas sebidang tanah yang terletak di Desa Mangun Jaya, Kecamatan Tambun Bekasi, Jawa Barat berdasarkan Akta Jual Beli No.605/ ES/ AK-75/ VII/ 1983 yang 4
Ibid. Hal.1. Rusmadi Murad, Administrasi Pertanahan Pelaksanaannya Dalam Praktik. Cetakan I, (Bandung : Mandar Maju, 1977), Hal.46. 5
Universitas Indonesia
Kekuatan pembuktian..., Rini Oktavia, FH UI, 2011.
6
dikuasai oleh Nyonya Saurlina Hutasoit, menurut keterangannya belum bersertifikat pada saat tanah tersebut dibelinya dan menjadi sengketa karena tanah tersebut diklaim sebagai milik Tuan Deny Azani B. Latief S.H. yang mempunyai sertifikat Hak Milik Nomor 17 atas tanah tersebut. Tuan Deny Azani B. Latief S.H. mendapatkan tanah tersebut berdasarkan pembelian melalui lelang yang diselenggarakan oleh Kantor Pejabat Lelang Kelas II Bekasi, dan Tuan Deny Azani B. Latief S.H. tersebut telah melaksanakan kewajiban-kewajibannya sesuai dengan peraturan yang berlaku dalam pembelian tanah tersebut. Nyonya Saurlina Hutasoit yang selama ini menguasai tanah hak milik adat itu merasa dirugikan karena merasa tidak pernah mengurus sertifikat atas tanah tersebut. Berdasarkan kasus ini, maka penulis tertarik untuk mengangkat masalah tersebut ke dalam tulisan ilmiah dengan judul : KEKUATAN PEMBUKTIAN SERTIFIKAT
DIBANDINGKAN
DENGAN
GIRIK
(STUDI
KASUS
TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 05 PK/PDT/2005)
1.2
Pokok Permasalahan Berdasarkan
latar
belakang
yang
telah
diuraikan
diatas,
maka
permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan ini adalah: 1.
Bagaimana kekuatan hukum sertifikat tanah dalam pembelian secara lelang dibandingkan dengan girik dalam sengketa tanah yang terjadi di kasus ini?
2.
Bagaimana perlindungan hukum yang didapat oleh para pihak yang membeli tanah yang beritikad baik dengan adanya sengketa ini?
1.3
Metode Penelitian Penelitian merupakan usaha untuk memperoleh fakta atau prinsip, dengan
cara mengumpulkan dan menganalisis data yang dilakukan dengan teliti, jelas, sistematik dan dapat dipertanggungjawabkan.6 Adapun metode penelitian yang dipergunakan dalam penulisan ini yaitu dengan cara: 6
Hermawan Wasito, Pengantar Metodologi Penelitian, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1997), hal.6
Universitas Indonesia
Kekuatan pembuktian..., Rini Oktavia, FH UI, 2011.
7
1. Penelitian ini bersifat yuridis normative yaitu dengan melihat kenyataankenyataan yang telah terjadi dan kemudian melakukan pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan, buku-buku, dokumen-dokumen serta wawancara langsung dengan pihak-pihak yang berhubungan dengan penelitian ini. 2. Penelitian yang dilakukan oleh peneliti bersifat deskriptif yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan dan gejala-gejala lainnya. Maksudnya adalah untuk mempertegas hipotesis-hipotesis, agar dapat membantu memperkuat teoriteori lama.7 Dalam penelitian hukum normatif, pengolahan data berarti kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis. Sistematisasi, berarti membuat klasifikasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis tersebut, untuk memudahkan pekerjaan analisa dan konstruksi.8 Penelitian normatif ini merupakan penelitian terhadap sistematika hukum, yaitu penelitian yang tujuan pokoknya adalah untuk mengadakan identifikasi terhadap pengertian-pengertian pokok atau dasar dalam hukum.9 3. Jenis Penelitian a. Penelitian Kepustakaan Merupakan suatu pengumpulan data yang dilakukan melalui studi dokumen atau bahan pustaka dan data yang diperoleh dinamakan data sekunder. Data sekunder ini dapat diperoleh melalui penelusuran dari bahan-bahan hukum primer, sekunder, tertier. b. Penelitian Lapangan Berdasarkan
kedua
tahapan
penelitian
diatas,
maka
teknik
pengumpulan data yang dilakukan penulis adalah :
7
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1986), hal.10. Ibid., hal.251. 9 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), hal.93. 8
Universitas Indonesia
Kekuatan pembuktian..., Rini Oktavia, FH UI, 2011.
8
1. Observasi; yaitu melakukan kunjungan langsung ke tempat-tempat yang diharapkan dapat memperoleh informasi berkaitan dengan masalah tersebut. 2. Wawancara langsung dengan pihak-pihak yang berhubungan dengan penelitian ini. 4. Analisa Data Analisa data merupakan proses pencarian dan perencanaan secara sistematis semua data dan bahan lainnya yang telah terkumpul. Kemudian atas data dan bahan tersebut penulis dapat menyajikan kepada pihak lain secara jelas. Untuk menguraikan atau memecahkan masalah yang diteliti berdasarkan data yang diperoleh, diperlukan adanya teknik analisa data. Dengan adanya teknik analisis ini akan diketahui hubungan secara menyeluruh dalam penelitian. Teknik analisis data yang digunakan dalam penulisan ini adalah pendekatan kualitatif yaitu dengan menggunakan cara mengumpulkan semua data yang diperlukan dari bahan-bahan yang didapat kemudian menghubungkan dengan permasalahan yang ada dan dianalisis dengan didasarkan pada teori ilmu hukum yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti. Langkah selanjutnya mencari jalan pemecahan dengan menganalisis dan akhirnya menarik suatu kesimpulan untuk menentukan hasilnya. Analisis data dalam penelitian ini juga diperkuat oleh hasil analisa kasus dari Putusan Mahkamah Agung Nomor 05 PK/PDT/2005.
1.4
Sistematika Penulisan Dalam penulisan tesis ini, penulis akan memberikan secara garis besar apa
yang akan penulis kemukakan pada tiap-tiap babnya dengan sistematika penulisan sebagai berikut :
Universitas Indonesia
Kekuatan pembuktian..., Rini Oktavia, FH UI, 2011.
9
BAB I : PENDAHULUAN Dalam bab ini dijelaskan tentang latar belakang yang menjadi alasan penulisan tesis ini, pokok permasalahan yang berisi uraian masalah apa yang dibahas dalam tesis ini, metode penelitian dan sistematika penulisan. BAB II : PEMBAHASAN Dalam bab ini menguraikan secara keseluruhan permasalahan yang dijadikan tema dari penulisan ini serta landasan teori, obyek penelitian dan analisis data yang berkaitan dengan pembuktian sertifikat tanah yang dibeli melalui lelang dibandingkan dengan girik dalam kasus sengketa tanah. BAB III : PENUTUP Dalam bab ini penulis akan memberikan kesimpulan yang diperoleh dari hasil pembahasan yang merupakan jawaban atas pokok permasalahan dalam penelitian penulisan tesis ini, termasuk berisi saran dari penulis.
Universitas Indonesia
Kekuatan pembuktian..., Rini Oktavia, FH UI, 2011.
10
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1
Pendaftaran Tanah 2.1.1 Pengertian dan Dasar Hukum Pendaftaran Tanah Dalam pembangunan jangka panjang, peranan tanah untuk memenuhi
keperluan manusia akan meningkat, baik sebagai tempat bermukim maupun untuk kegiatan usaha. Sehubungan dengan itu akan meningkat pula kebutuhan akan dukungan berupa jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan. Pemberian jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan memerlukan ketersediaan perangkat hukum yang tertulis, lengkap dan jelas yang dilaksanakan secara konsisten sesuai dengan isi ketentuan-ketentuannya. Selain itu dalam menghadapi kasus-kasus konkret diperlukan juga terselenggaranya pendaftaran tanah yang memungkinkan bagi para pemegang hak atas tanah untuk dengan mudah membuktikan haknya atas tanah yang dikuasainya, dan bagi para pihak yang berkepentingan, seperti calon pembeli dan calon kreditur, untuk memperoleh keterangan yang diperlukan mengenai tanah yang menjadi obyek perbuatan hukum yang akan dilakukan, serta bagi pemerintah untuk melaksanakan kebijakan pertanahan. Pada awalnya tujuan pendaftaran tanah adalah untuk kepentingan pajak (fiskale kadaster) tetapi pada perkembangannya ditujukan juga untuk kepastian hak-hak atas tanah (rechts kadaster). Kadaster berarti suatu daftar yang melukiskan semua persil tanah yang ada dalam suatu daerah berdasarkan pemetaan dan pengukuran yang cermat.10 Istilah kadaster ini berasal dari bahasa Latin “Catastatis” yang dalam bahasa Perancis disebut “Cadastre”. Pada tanggal 24 September 1960 telah diundangkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria. Undangundang ini lebih dikenal dengan nama Undang-undang Pokok Agraria (UUPA).
10
Mariam Darus Badrulzaman, Beberapa Masalah Hukum Dalam Perjanjian Kredit Bank Dengan Jaminan Hypotheek Serta Hambatan-hambatannya Dalam Praktek di Medan, (Bandung : Alumni, 1978) hal. 97.
10 Universitas Indonesia
Kekuatan pembuktian..., Rini Oktavia, FH UI, 2011.
11
UUPA merupakan pelaksanaan dari Pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945 (UUD 1945). Sebelum berlakunya UUPA , hukum agraria yang berlaku di Indonesia ada yang bersumber pada Hukum Adat, yang berkonsepsi komunalistik religius. Ada yang bersumber pada Hukum Perdata Barat yang individualistik-liberal dan ada pula yang berasal dari berbagai bekas Pemerintahan Swapraja, yang umumnya berkonsep feodal11. Hukum agraria pada saat itu tidak menjamin adanya kepastian hukum bagi rakyat Indonesia asli. Dengan berlakunya UUPA terjadi perubahan secara mendasar dalam bidang pertanahan di Indonesia, dengan demikian dualisme hukum dapat dihapuskan sehingga akan mewujudkan unifikasi serta kesederhanaan hukum agraria. Hal ini dilakukan demi kepentingan rakyat Indonesia untuk memenuhi keperluannya menurut permintaan zaman dan dapat memberikan jaminan kepastian hukum terhadap hak-hak atas tanah. Sehubungan dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, dalam Pasal 19 undang-undang tersebut memerintahkan diselenggarakannya pendaftaran tanah dalam rangka menjamin kepastian hukum di bidang pertanahan, yang lebih lanjut berbunyi sebagai berikut: 1.
Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
2.
Pendaftaran tersebut dalam ayat 1 pasal ini meliputi: a. Pengukuran, perpetaan, dan pembukuan tanah; b. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut; c. Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.
3.
Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan Negara dan masyarakat, keperluan lalu lintas sosial ekonomis serta kemungkinan penyelenggaraannya, menurut pertimbangan Menteri Agraria. 11
Boedi Harsono (a), Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Cet. 9, (Jakarta: Djambatan, 2003), hal. 2.
Universitas Indonesia
Kekuatan pembuktian..., Rini Oktavia, FH UI, 2011.
12
4.
Dalam peraturan Pemerintah diatur biaya-biaya yang bersangkutan dengan pendaftaran termaksud dalam ayat 1 diatas, dengan ketentuan bahwa rakyat yang tidak mampu dibebaskan dari pembayaran biaya-biaya tersebut. Pelaksanaan ayat (1) Pasal 19 UUPA tersebut oleh pemerintah telah
diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 yang disempurnakan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, yang pada saat ini menjadi dasar kegiatan pendaftaran tanah di Indonesia. Pada hakikatnya sudah ditetapkan dalam Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) yaitu bahwa pendaftaran tanah diselenggarakan dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan dan bahwa sistem publikasinya adalah sistem negatif, tetapi yang mengandung hukum positif karena akan menghasilkan surat-surat bukti yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Menurut pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, yang dimaksud dengan Pendaftaran Tanah adalah: “Rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.” Pendaftaran tanah di Indonesia sekarang ini adalah suatu “rechtskadaster” atau “legal cadastere”, yaitu pendaftaran yang diadakan dalam rangka menjamin kepastian hukum serta kepastian hak atas tanah (Pasal 19 ayat (1) UUPA). Pendaftaran tanah atau “land registration” ternyata tidak hanya mendaftarkan tanahnya secara fisik, melainkan juga mendaftarkan hak-hak atas tanah yang menentukan status hukumnya serta hak-hak lain yang membebaninya. Dalam pelaksanaannya, pendaftaran tanah dilakukan dengan berbagai kegiatan antara lain: pelaksanaan pembukuan, pendaftaran dan pemindahan/ peralihan hak atas tanah. Untuk keperluan tersebut, sistem pendaftaran adalah sistem yang digunakan dalam publikasi positif yaitu bukan sistem pendaftaran
Universitas Indonesia
Kekuatan pembuktian..., Rini Oktavia, FH UI, 2011.
13
akta, melainkan apa yang disebut sistem pendaftaran hak (registration of titles).12 Pengumpulan data yuridis dilakukan melalui pembuatan akta, tetapi bukan akta tersebut yang didaftar. Akta hanya merupakan sumber data yuridis yang diperlukan untuk pendaftaran. Data tersebut diolah dan dibukukan dalam suatu buku yang disebut Buku Tanah, sedangkan yang merupakan surat tanda bukti adalah sertifikat. Pengertian pendaftaran tanah menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 mengandung berbagai aspek teknis dan yuridis, bahkan apabila definisi tersebut ditinjau lebih mendalam lagi, ternyata definisi tersebut merupakan penyempurnaan dari ruang lingkup kegiatan pendaftaran tanah berdasarkan PP No. 10 Tahun 1961 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) UUPA, yang hanya meliputi pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah, pendaftaran dan peralihan hak atas tanah, serta pemberian surat tanda bukti hak atau sertifikat.
2.1.2
Asas-asas Pendaftaran Tanah
Asas-asas pendaftaran tanah meliputi 5 (lima) asas, yaitu :13 a.
Sederhana Asas ini dimaksudkan agar ketentuan-ketentuan pokok maupun prosedur pendaftaran tanah dengan mudah dapat dipahami oleh pihak-pihak yang berkepentingan, terutama para pemegang hak.
b.
Aman Pengertian asas aman ini dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa pendaftaran tanah perlu diselenggarakan secara teliti dan cermat, sehingga hasilnya dapat memberikan jaminan kepastian hukum sesuai tujuan pendaftaran tanah itu sendiri.
c.
Terjangkau Pengertian asas terjangkau disini dimaksudkan keterjangkauan bagi pihakpihak yang memerlukan, khususnya dengan memperhatikan kebutuhan dan 12
Ibid, hal. 5. Indonesia.Penjelasan Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. Pasal 2. 13
Universitas Indonesia
Kekuatan pembuktian..., Rini Oktavia, FH UI, 2011.
14
kemampuan golongan ekonomi lemah. Pelayanan yang diberikan dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah harus bisa terjangkau oleh para pihak yang membutuhkan. d.
Mutakhir Pengertian asas mutakhir dimaksudkan kelengkapan yang memadai dalam pelaksanaan dan kesinambungan dalam pemeliharaan datanya. Data yang tersedia harus menunjukkan keadaan yang mutakhir, sehingga perlu diikuti kewajiban mendaftar dan pencatatan perubahan-perubahan yang terjadi di kemudian hari. Asas ini menuntut dipeliharanya data pendaftaran tanah secara terus menerus dan berkesinambungan, sehingga data yang tersimpan di kantor pertanahan selalu sesuai dengan keadaan nyata di lapangan.
e.
Keterbukaan Yang dimaksud dengan asas ini adalah masyarakat dapat memperoleh keterangan mengenai data yang benar setiap saat sesuai dengan kenyataan di lapangan.
2.1.3
Tujuan Pendaftaran Tanah
Setiap orang menginginkan adanya kepastian hukum untuk dapat menikmati hak yang didapatnya. Oleh sebab itu, sejak dahulu orang-orang sudah berusaha melakukan berbagai upaya untuk menciptakan dan mendapatkan serta memperjuangkan kepastian hukum. Untuk mendapatkan kepastian hukum di bidang pertanahan maka dilakukanlah pendaftaran tanah. Hal ini merupakan tugas pemerintah untuk memastikan terselenggaranya pendaftaran tanah tersebut di dalam masyarakat dalam rangka menjamin kepastian hukum di bidang pertanahan. Tujuan pendaftaran tanah seperti yang terdapat di dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 adalah : a.
Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan.
Universitas Indonesia
Kekuatan pembuktian..., Rini Oktavia, FH UI, 2011.
15
b.
Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar.
c.
Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan. Dalam pasal 4 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997,
disebutkan bahwa untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum kepada pemegang hak yang bersangkutan, diberikanlah sertifikat hak atas tanah sebagai tanda buktinya. Hal ini merupakan tujuan utama dari pendaftaran tanah yang penyelenggaraannya diperintahkan oleh Pasal 19 UUPA. Memperoleh sertifikat tanah merupakan hak
pemegang hak atas tanah yang dijamin oleh undang-
undang. Untuk menyajikan data-data yang diperlukan sebagai informasi untuk para pihak yang berkepentingan sebelum melakukan suatu perbuatan hukum mengenai suatu bidang tanah atau satuan rumah susun, maka Kantor Pertanahan Kabupaten/ Kotamadya wajib menyediakan informasi data-data yang diperlukan. Penyajian data ini dikenal sebagai daftar umum, yang terdiri atas :14 1. peta pendaftaran; adalah peta yang menggambarkan bidang atau bidang-bidang tanah untuk keperluan pembukuan tanah. 2. daftar tanah; adalah dokumen dalam bentuk daftar yang memuat identitas bidang tanah dengan suatu sistem penomoran. 3. surat ukur; adalah dokumen yang memuat data fisik suatu bidang tanah dalam bentuk peta dan uraian. 4. buku tanah; adalah dokumen dalam bentuk daftar yang memuat data yuridis dan data fisik suatu objek pendaftaran tanah yang sudah ada haknya. 5. daftar nama; adalah dokumen dalam bentuk daftar yang memuat keterangan mengenai penguasaan tanah dengan sesuatu hak atas tanah,
14
Harsono (a), loc.cit., hal. 475.
Universitas Indonesia
Kekuatan pembuktian..., Rini Oktavia, FH UI, 2011.
16
atau hak pengelolaan dan mengenai pemilikan hak milik atas satuan rumah susun oleh orang perseorangan atau badan hukum tertentu. Data yang tercantum dalam daftar nama tidak terbuka untuk umum dan hanya diperuntukkan bagi instansi pemerintah tertentu untuk keperluan pelaksanaan tugasnya. Hal ini dilakukan karena daftar tersebut memuat keterangan mengenai orang perseorangan atau badan hukum dalam hubungannya dengan tanah yang dimilikinya dan ditakutkan adanya kemungkinan data-data tersebut disalahgunakan oleh para pihak yang tidak bertanggungjawab.15 Menurut Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, pendaftaran bertujuan untuk menghimpun dan menyediakan informasi yang lengkap mengenai bidang-bidang tanah yang lebih dipertegas dengan dimungkinkannya pembukuan bidang-bidang tanah yang data fisik dan/ atau data yuridisnya belum lengkap atau masih disengketakan, walaupun untuk tanah-tanah demikian belum dikeluarkan sertipikat sebagai tanda bukti haknya.
2.1.4
Pelaksanaan Pendaftaran Tanah
Kegiatan pendaftaran tanah meliputi kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali (initial registration) dan pemeliharaan dalam pendaftaran tanah (maintenance).16 Pendaftaran tanah untuk pertama kali adalah kegiatan pendaftaran yang dilakukan terhadap objek pendaftaran tanah yang belum didaftar berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.17 Berdasarkan Pasal 12 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, kegiatan pendaftaran tanah pertama kali meliputi : a) Pengumpulan dan pengolahan data fisik. b) Pembuktian hak dan pembukuannya. c) Penerbitan sertifikat. d) Penyajian data fisik dan data yuridis. 15
Ibid.hal. 476. Boedi Harsono (c), Menuju Penyempurnaan Hukum Tanah Nasional, (jakarta: Universitas Trisakti, 2002), hal.460 17 Ibid. 16
Universitas Indonesia
Kekuatan pembuktian..., Rini Oktavia, FH UI, 2011.
17
e) Penyimpanan daftar umum dan dokumen. Sedangkan kegiatan pemeliharaan data berdasarkan Pasal 12 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, meliputi: a) Pendaftaran peralihan dan pembebanan hak. b) Pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah lainnya.18
a.
Pengumpulan dan pengolahan data fisik Untuk keperluan pengumpulan dan pengolahan data fisik pertama-tama
dilakukan kegiatan pengukuran dan pemetaan. Kegiatan ini meliputi :19 1. Pembuatan peta dasar pendaftaran. 2. Penetapan batas bidang-bidang tanah. 3. Pengukuran dan pemetaan bidang-bidang tanah dan pembuatan peta pendaftaran. 4. Pembuatan daftar tanah. 5. Pembuatan surat ukur. b.
Pembuktian hak dan pembukuannya. Dalam kegiatan pengumpulan data yuridis diadakan perbedaan antara
pembuktian hak-hak baru dan hak-hak lama. Hak-hak baru adalah hak-hak yang baru diberikan atau diciptakan sejak mulai berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Sedang hak-hak lama yaitu hak-hak atas tanah yang berasal dari konversi hak-hak yang ada pada waktu mulai berlakunya UUPA dan hak-hak yang belum didaftar menurut Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961.20 Dalam penjelasan Pasal 24 ayat (1) dikemukakan bahwa, bukti kepemilikan itu pada dasarnya terdiri dari bukti kepemilikan atas nama pemegang hak pada waktu berlakunya UUPA dan apabila hak tersebut kemudian beralih, bukti peralihan hak berturut-turut sampai ketangan pemegang hak pada waktu dilakukan pembukuan hak. 18
Indonesia. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Pasal 12
19 20
Boedi harsono (a), loc.cit., hal.491. Ibid. Hal. 494.
Universitas Indonesia
Kekuatan pembuktian..., Rini Oktavia, FH UI, 2011.
18
Selanjutnya dijelaskan dalam penjelasan ayat (1), bahwa alat-alat bukti tertulis yang dimaksudkan dalam Pasal 24 ayat (1) diatas dapat berupa:21 1) Grosse
akta
hak
eigendom
yang
diterbitkan
berdasarkan
Overschrijvings Ordonantie (staatsblad 1834-27), yang telah dibubuhi catatan, bahwa hak eigendom yang bersangkutan dikonversi menjadi hak milik; atau 2) Grosse akta hak eigendom yang diterbitkan berdasarkan Ordonantie tersebut sejak berlakunya UUPA sampai tanggal pendaftaran tanah dilaksanakan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1961 di daerah yang bersangkutan; atau 3) Surat tanda bukti hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Swapraja yang bersangkutan; atau 4) Sertipikat Hak Milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1959; atau 5) Surat keputusan pemberian hak milik dari pejabat yang berwenang, baik sebelum ataupun sejak berlakunya UUPA, yang tidak disertai kewajiban untuk mendaftarkan hak yang diberikan, tetapi telah dipenuhi semua kewajiban yang disebut di dalamnya; atau 6) Akta pemindahan hak yang dibuat di bawah tangan, yang dibubuhi tanda kesaksian oleh Kepala Adat/ Kepala Desa/ Kelurahan, yang dibuat sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini; atau 7) Akta pemindahan hak atas tanah yang dibuat oleh PPAT, yang tanahnya belum dibukukan; atau 8) Akta ikrar wakaf/surat ikrar wakaf yang dibuat sebelum atau sejak mulai dilaksanakan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977; atau 9) Risalah lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang yang berwenang, yang tanahnya belum dibukukan; atau 10) Surat penunjukan atau pembelian kaveling tanah pengganti tanah yang diambil oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah; atau
21
Ibid. Hal. 496.
Universitas Indonesia
Kekuatan pembuktian..., Rini Oktavia, FH UI, 2011.
19
11) Petuk Pajak Bumi/ landrente, girik, pipil, kekitir, dan Verponding Indonesia sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961; atau 12) Surat keterangan riwayat tanah yang pernah dibuat oleh Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan; atau 13) Lain-lain bentuk alat pembuktian tertulis dengan nama apapun juga sebagaimana dimaksud Pasal II, pasal VI, dan Pasal VII ketentuanketentuan Konversi UUPA. Dalam hal bukti tertulis tersebut tidak lengkap atau tidak ada lagi, pembuktian kepemilikan itu dapat dilakukan dengan keterangan saksi atau pernyataan yang bersangkutan yang dapat dipercaya kebenarannya menurut pendapat Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik. Yang dimaksud dengan saksi adalah orang yang cakap memberikan kesaksian dan mengetahui kepemilikan tanah yang bersangkutan. Apabila, pemegang hak tidak dapat menyediakan bukti kepemilikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat(1) tersebut, maka Pasal 24 ayat (2) memberikan jalan keluar untuk pembukuan hak dilakukan tidak berdasarkan bukti pemilikan akan tetapi berdasarkan bukti penguasaan fisik yang telah dilakukan oleh pemohon dan pendahulunya. Pembukuan hak menurut ayat ini harus memenuhi syarat sebagai berikut:22 1. Bahwa penguasaan dan penggunaan tanah yang bersangkutan dilakukan secara nyata dan dengan itikad baik selama 20 (dua puluh) tahun atau lebih secara berturut-turut. 2. Bahwa kenyataan penguasaan dan penggunaan tanah tersebut selama itu tidak diganggu gugat dan karena itu dianggap diakui dan dibenarkan oleh masyarakat hukum adat atau desa/ kelurahan yang bersangkutan. 3. Bahwa hal-hal tersebut diperkuat oleh kesaksian orang-orang yang dapat dipercaya. 22
Ibid. Hal. 498.
Universitas Indonesia
Kekuatan pembuktian..., Rini Oktavia, FH UI, 2011.
20
4. Bahwa telah diberikan kesempatan kepada pihak lain untuk mengajukan
keberatan
melalui
pengumuman
sebagaimana
dimaksud Pasal 26 5. Bahwa telah diadakan penelitian juga mengenai kebenaran hal-hal yang disebutkan diatas. 6. Bahwa akhirnya kesimpulan mengenai status tanah dan pemegang haknya dituangkan dalam keputusan berupa pengakuan hak yang bersangkutan oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik dan oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik. c.
Penerbitan sertifikat. Mengenai penerbitan sertipikat akan dijelaskan tersendiri dalam sub bab sertipikat.
d.
Penyajian data fisik dan data yuridis. Dalam rangka penyajian data fisik dan data yuridis, terutama untuk
memberi kesempatan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dengan mudah memperoleh
keterangan
yang
diperlukan,
Kepala
Kantor
Pertanahan
menyelenggarakan tata usaha pendaftaran tanah sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 33 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, berupa daftar umum yang terdiri atas: 1. Peta pendaftaran. 2. Daftar tanah. 3. Surat ukur. 4. Buku tanah. 5. Daftar nama. Mengenai penyajian data fisik dan data yuridis terdapat ketentuannya lebih rinci dalam pasal 187 sampai dengan Pasal 192 Peraturan Menteri Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. e.
Penyimpanan daftar umum dan dokumen.
Universitas Indonesia
Kekuatan pembuktian..., Rini Oktavia, FH UI, 2011.
21
Mengenai penyimpanan data dan dokumen, ketentuan lengkapnya terdapat dalam Pasal 184 sampai dengan Pasal 186 Peraturan Menteri Nomor 3 tahun 1997. Berdasarkan Pasal 13 Peraturan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, pendaftaran tanah untuk pertama kali dilaksanakan melalui pendaftaran tanah secara sistematik dan pendaftaran tanah secara sporadik. Pendaftaran tanah secara sistematik didasarkan pada suatu rencana kerja dan dilaksanakan di wilayah-wilayah yang ditetapkan oleh Menteri. Dalam hal suatu desa/ kelurahan belum ditetapkan sebagai wilayah pendaftaran tanah secara sistematik, pendaftarannya dilaksanakan secara sporadik yaitu atas permintaan pihak yang berkepentingan. Pendaftaran tanah secara sistematik diutamakan, karena melalui cara ini akan dipercepat pengolahan data mengenai bidang-bidang tanah yang akan didaftar daripada melalui pendaftaran tanah secara sporadik. Tetapi, karena prakarsanya datang dari pemerintah, diperlukan waktu untuk memenuhi dana, tenaga, dan peralatan yang diperlukan. Maka pelaksanaannya harus didasarkan pada suatu rencana kerja yang meliputi jangka waktu agak panjang dan rencana pelaksanaan tahunan yang berkelanjutan melalui uji kelayakan agar berjalan lancar. Disamping pendaftaran secara sistematik, pendaftaran tanah secara soradik juga akan ditingkatkan pelaksanaannya. Karena, dalam kenyataannya akan bertambah banyak permintaan untuk mendaftar secara individual dan massal yang diperlukan dalam pelaksanaan pembangunan. Pelaksanaan pemeliharaan data pendaftaran tanah sebagaimana yang disebutkan oleh Pasal 12 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, bahwa berdasarkan Pasal 36 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, dilakukan apabila terjadi perubahan pada data fisik atau data yuridis obyek pendaftaran tanah yang telah terdaftar. Dimana, pemegang hak yang bersangkuran wajib mendaftarkan perubahan tersebut kepada kantor pertanahan.23 23
Boedi harsono (d). Himpunan Peraturan-peraturan Hukum Tanah, (Jakarta: Djambatan,2006), hal. 538.
Universitas Indonesia
Kekuatan pembuktian..., Rini Oktavia, FH UI, 2011.
22
Perubahan itu misalnya terjadi sebagai akibat beralihnya, dibebaninya, atau berubahnya nama pemegang hak yang telah didaftar, hapusnya atau diperpanjangnya jangka waktu hak yang sudah berakhir, pemecahan, pemisahan, dan penggabungan bidang tanah yang haknya sudah didaftar. Agar data yang tersedia di Kantor Pertanahan selalu sesuai dengan keadaan yang mutakhir. Menurut Pasal 97 Peraturan Menteri Nomor 3 tahun 1997, PPAT diwajibkan mencocokkan lebih dahulu isi sertipikat hak yang bersangkutan dengan daftar-daftar yang ada di Kantor Pertanahan sebelum diperbolehkan membuat akta yang diperlukan. Ini sesuai dengan asas mutakhir pendaftaran sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Asas mutakhir menuntut dipeliharanya data pendaftaran tanah secara terus menerus dan berkesinambungan, sehingga data yang tersimpan di Kantor Pertanahan selalu sesuai dengan keadaan nyata di lapangan, dan masyarakat dapat memperoleh keterangan mengenai data yang benar setiap saat.24
2.1.5
Objek Pendaftaran Tanah
Menurut Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, Obyek pendaftaran tanah adalah sebagai berikut:25 a) Hak Milik. Hak milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 6 (pasal 20 ayat (1) UUPA). Yang dapat mempunyai hak milik adalah 1. Hanya Warga Negara Indonesia 2. Pemerintah atau badan keagamaan dan Badan Sosial (Peraturan Menteri Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan). 24
Ibid. Hal.557. Urip Santoso. Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah. (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010). Hal 25. 25
Universitas Indonesia
Kekuatan pembuktian..., Rini Oktavia, FH UI, 2011.
23
b) Hak Guna Usaha. Hak guna usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara, dalam jangka waktu paling lama 35 tahun dan dapat diperpanjang paling lama 25 tahun guna perusahaan pertanian, perikanan, atau peternakan (Pasal 28 ayat (1) UUPA). Yang dapat mempunyai hak guna usaha, adalah: 1. Warga Negara Indonesia 2. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. c) Hak Guna Bangunan. Hak guna bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 tahun (Pasal 35 ayat(1) dan ayat (2) UUPA) Yang dapat mempunyai hak guna bangunan, adalah: 1. Warga Negara Indonesia 2. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. Dari asal tanahnya, hak guna bangunan dapat terjadi pada tanah negara, tanah hak pengelolaan, dan tanah hak milik. d) Hak Pakai. Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan / atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan
pemberiannya
oleh
pejabat
yang
berwenang
memberikannya atau dalam perjanjian sewa menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan Undang-undang ini (Pasal 41 ayat (1) UUPA). Yang dapat mempunyai hak pakai, adalah:
Universitas Indonesia
Kekuatan pembuktian..., Rini Oktavia, FH UI, 2011.
24
1. Warga Negara Indonesia. 2. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. 3. Departemen, Lembaga Pemerintah Non-Departemen, dan Pemerintah Daerah. 4. Badan-badan keagamaan dan sosial. 5. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia. 6. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia. 7. Perwakilan negara asing dan perwakilan badan Internasional. Hak pakai ada yang diberikan untuk jangka waktu yang tidak ditentukan dan ada yang diberikan untuk jangka waktu yang ditentukan. Hak pakai yang diberikan untuk jangka waktu yang tidak ditentukan selama tanahnya digunakan untuk keperluan tertentu diberikan kepada Departemen, Lembaga Pemerintah Non-Departemen, Pemerintah Daerah, Perwakilan negara asing, perwakilan badan internasional, badan keagamaan, dan badan sosial. e) Tanah Hak Pengelolaan. Hak pengelolaan menurut Pasal 1 angka 2 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 jo. Pasal 1 angka 4 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 jo. Pasal 1 angka 3 Peraturan Menteri Agraria/ Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1999 jo. Pasal 1 angka 3 Peraturan Menteri Agraria/ Kepala BPN Nomor 9 Tahun 1999, adalah hak menguasai dari negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya. Secara lebih lengkap, pengertian hak pengelolaan dimuat dalam Pasal 2 ayat(3) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan jo Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1997 tentang Pengenaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan karena Pemberian Hak Pengelolaan, adalah hak
Universitas Indonesia
Kekuatan pembuktian..., Rini Oktavia, FH UI, 2011.
25
menguasai dari negara atas tanah yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang haknya untuk merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah, menggunakan tanah untuk keperluan pelaksanaan tugasnya, menyerahkan bagian-bagian tanah tersebut kepada pihak ketiga dan atau bekerja sama dengan pihak ketiga. Yang dapat mempunyai hak pengelolaan, adalah: 1. Instansi pemerintah termasuk Pemerintah Daerah. 2. Badan Usaha Milik Negara. 3. Badan Usaha Milik Daerah. 4. PT Persero. 5. Badan Otorita 6. Badan-badan hukum pemerintah lainnya yang ditunjuk oleh pemerintah. f) Tanah Wakaf. Wakaf tanah hak milik diatur dalam Pasal 49 ayat (3) UUPA, yaitu perwakafan tanah milik dilindungi dan diatur dengan peraturan pemerintah. Menurut Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik, yang dimaksud dengan wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari harta kekayaannya yang berupa tanah milik dan melembagakannya
untuk
selama-lamanya
untuk
kepentingan
peribadatan atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Agama Islam. Hak atas tanah yang dapat diwakafkan untuk kepentingan peribadatan atau kepentingan umum lainnya menurut ajaran Agama Islam hanyalah Hak Milik. g) Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun. Satuan rumah susun adalah rumah susun yang tujuan peruntukannya utamanya digunakan secara terpisah sebagai tempat hunian, yang
Universitas Indonesia
Kekuatan pembuktian..., Rini Oktavia, FH UI, 2011.
26
mempunyai sarana penghubung ke jalan umum (Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985). Hak milik atas satuan rumah susun adalah hak milik atas satuan yang bersifat perseorangan dan terpisah, meliputi juga hak atas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama yang semuanya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan satuan yang bersangkutan (Pasal 8 ayat (2) dan ayat (3) Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985). h) Hak Tanggungan. Hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan kepada hak atas tanah sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain (Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996). Hak-hak yang dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan adalah hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan atas tanah negara, hak guna bangunan atas tanah hak pengelolaan, hak pakai atas tanah negara yang menurut ketentuannya wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan, dan hak milik atas satuan rumah susun yang berdiri diatas tanah hak milik, hak guna bangunan atau hak pakai atas tanah negara.
i) Tanah Negara. Tanah negara atau tanah yang dikuasai langsung oleh negara adalah tanah yang tidak dipunyai dengan sesuatu hak atas tanah (Pasal 1 angka 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997). Dalam
hal
tanah
negara
sebagai
obyek
pendaftaran
tanah,
pendaftarannya dilakukan dengan cara membukukan bidang tanah
Universitas Indonesia
Kekuatan pembuktian..., Rini Oktavia, FH UI, 2011.
27
yang merupakan tanah negara dalam daftar tanah. Daftar tanah adalah dokumen dalam bentuk daftar yang memuat identitas bidang tanah dengan suatu sistem penomoran. Untuk tanah negara tidak disediakan buku tanah dan oleh karenanya diatas tanah negara tidak diterbitkan sertipikat.
2.1.6
Sistem Pendaftaran Tanah
Sistem pendaftaran tanah yang dipakai di suatu negara tergantung pada asas hukum yang dianut negara tersebut dalam mengalihkan hak atas tanahnya. Sistem pendaftaran tanah yang kita kenal terdiri dari : 26 a. Sistem Pendaftaran Akta (Registrations of Deeds) b. Sistem Pendaftaran Hak (Registrations of Titles) Sistem pendaftaran tanah membahas serta mempermasalahkan mengenai segala sesuatu hal apa yang didaftarkan, bagaimana bentuk penyimpanan datanya, serta bentuk penyajian data yuridis dan yang terpenting lagi mengenai bentuk tanda bukti haknya. Sistem pendaftaran tanah baik, pendaftaran akta maupun pendaftaran hak, dalam setiap kejadian, perbuatan, maupun peristiwa yang menyebabkan terjadinya pemberian, penciptaan, peralihan / pemindahan serta pembebanan dengan hak lain harus dibuktikan dengan suatu akta. Karena di dalam akta tersebut memuat data/ informasi yang berwujud data yuridis dari tanah yang bersangkutan, termasuk perbutan hukum, hak, penerima hak serta hak apa yang dibebankan. a.
Sistem Pendaftaran Akta ("registration of deeds"), pihak Pejabat Pendaftaran Tanah hanya melakukan pendaftaran akta-akta tersebut. Sehingga dengan demikian Pejabat Pendaftaran Tanah (PPT) bersifat passif, dikarenakan PPT tidak melakukan uji kebenaran terhadap data yang tercantum / yang disebutkan dalam akta yang didaftar. Belanda adalah salah satu contoh negara yang menggunakan teori
pendaftaran akta. Yaitu bahwa, apabila terjadi pemindahan hak yg dilakukan oleh 26
Tejabuwana, Mei 2010. http://mkn-unsri.blogspot.com/2010/05/tujuan-obyek-dansistem-pendaftaran.html . Diunduh 10 Desember 2010
Universitas Indonesia
Kekuatan pembuktian..., Rini Oktavia, FH UI, 2011.
28
notaris, maka pembuatan serta pendaftaran haknya dilakukan oleh pejabat Overschrijving (pejabat Balik Nama) di kantornya pada hari yang sama. Pembeli selaku pemegang atau pemegang hipotik mendapatkan salinan atau "grosse" akta, yang berfungsi sebagai surat tanda bukti haknya. Sehingga setiap terjadi suatu perubahan wajib dilakukan pembuatan akta sebagai buktinya., data yuridis yang diperlukan harus dicari dalam akta-akta yang bersangkutan. Ketidaksesuaian / Cacat hukum dalam suatu akta bisa menyebabkan tidak sahnya suatu perbuatan hukum yang dibuktiknan dengan akta yang dibuat kemudian. b.
Sistem Pendaftaran Hak ("registration of title"), awal mulanya diciptakan oleh Robert Richard Torrens. Sistem ini banyak diikuti dan berlaku di Australia. Hal ini dikarenakan sistem ini dibuat lebih sederhana, sehingga memungkinkan orang dapat memperoleh keterangan dengan mudah, tanpa harus melakukan "title search" pada akta-akta yang ada. Sistem ini dikenal dengan "registration of title" atau "sistem Torrens". Dalam sistem ini pun pada setiap penciptaan, pemindahan / peralihan suatu
hak baru atau perbuatan – perbuatan hukum baru harus dibuktikan dengan akta. Tetapi dalam praktek pelaksanaannya, bukan akta yang didaftar namun hak yang diciptakan dan perubahan-perubahannya kemudian. Akta yang merupakan sumber datanya. Pendaftaran hak baru serta perubahan-perubahannya disediakan daftarisian, atau disebut "register". Jika pada pendaftaran akta, PPT bersikap passif, maka dalam pendaftaran hak PPT bersikap aktif. Hal ini dikarenakan sebelum dilakukan pendaftaran haknya dalam register yang bersangkutan PPT melakukan pengujian kebenaran terhadap data yang dimuat dalam akta yang bersangkutan. Salah satu negara yang menggunakan sistem Torrens dalam sistem pendaftaran tanahnya adalah Australia. Sistem pendaftaran sistem Torrens dinyatakan sebagai berikut:27
27
Adrian Sutedi. Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya. (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hal.118.
Universitas Indonesia
Kekuatan pembuktian..., Rini Oktavia, FH UI, 2011.
29
1. Security of title, kebenaran dan kepastian dari hak tersebut terlihat dari serangkaian peralihan haknya dan memberikan jaminan bagi yang memperolehnya terhadap gugatan lain. 2. Peniadaan dari keterlambatan dan pembiayaan yang berlebihan. Dengan adanya pendaftaran tersebut tidak perlu selalu harus diulangi dari awal setiap adanya peralihan hak. 3. Penyederhanaan atas alas hak dan yang berkaitan. Dengan demikian peralihan hak itu disederhanakan dan segala proses akan dapat dipermudah. 4. Ketelitian. Dengan adanya pendaftaran maka ketelitian sudah tidak diragukan lagi. Keuntungan pendaftaran tanah dengan sistem Torrens ini antara lain:28 1. Menetapkan biaya-biaya yang tidak dapat diduga sebelumnya; 2. Meniadakan pemeriksaan yang berulang-ulang; 3. Meniadakan kebanyakan rekaman; 4. Secara tegas menyatakan dasar haknya; 5. Melindungi terhadap kesulitan-kesulitan yang tidak tersebut dalam sertifikat; 6. Meniadakan (hampir tidak mungkin) terjadi pemalsuan; 7. Tetap memelihara sistem tersebut tanpa menambahkan kepada taksasi yang menjengkelkan, oleh karena yang memperoleh kemanfaatan dari sistem tersebut yang membayar biaya; 8. Meniadakan alas hak pajak; 9. Memberikan suatu alas hak yang abadi, karena dijamin negara tanpa batas. Selain apa yang diuraikan diatas, terdapat beberapa hal yang dapat diambil dari sistem Torrens ini, yaitu: 1. Mengganti kepastian dari ketidakpastian; 2. Waktu penyelesaian relatif lebih cepat; 3. Proses menjadi lebih singkat dan tidak bertele-tele. 28
Ibid. Hal.119
Universitas Indonesia
Kekuatan pembuktian..., Rini Oktavia, FH UI, 2011.
30
Negara kita Indonesia dari 2 (dua) sistem pendaftaran tanah ini, negara Indonesia menggunakan teori sistem pendaftaran hak ("registration of title") bukan sistem pendaftaran akta (registration of deeds). Hal ini dapat diketahui dengan adanya suatu daftar- isian / register yang disebut buku tanah. Dimana akta pemberian hak berfungsi sebagai sumber data yuridis untuk mendaftar hak yang diberikan dalam buku tanah. Termasuk juga akta mengenai perbuatan hukum baik berupa penciptaan, peralihan / pemindahan maupun pembebanan hak atas tanah. Sehingga, apabila terjadi perubahan, tidak dibuatkan buku tanah baru melainkan dilakukan pencatatan pada ruang mutasi yang disediakan dalam buku tanah yang bersangkutan. Dan sebelum dilakukan pendaftaran haknya, PPT melakukan pengujian kebenaran terhadap data yang dimuat dalam akta yang bersangkutan. Buku tanah di dalamnya memuat mengenai data yuridis dan data fisik yang telah dihimpun yang kemudian disajikan dengan diterbitkannya sertipikat sebagai surat tanda bukti hak yang didaftar.
2.1.7
Sistem Publikasi
Penyelenggaraan pendaftaran / legal cadastre memberikan suatu surat tanda bukti hak. Dengan demikian pemegang hak atas tanah dengan mudah dapat membuktikan penguasaan terhadap tanah tersebut. Adanya asas terbuka yang dianut dalam pendaftaran tanah, memungkinkan calon pembeli maupun kreditur untuk melihat maupun memperoleh keterangan yang diperlukan sebelum melakukan suatu perbuatan hukum. Keterangan ini dapat diperoleh dari Pejabat yang berwenang maupun dari subyek pemegang hak atas tanah tersebut. Secara garis besar, sistem publikasi dalam pendaftaran tanah dikenal 2 (dua) sistem, sistem publikasi positif dan sistem publikasi yang negative. Perbedaan mendasar dari kedua sistem tersebut adalah, bahwa sistem publikasi yang positif selalu menggunakan sistem pendaftaran hak. Bahwa pencatatan nama seseorang dalam suatu register / buku tanah, menjadikan seseorang tersebut sebagai pemegang hak atas tanah (title by registration / the registration is everything). Orang yang namanya terdaftar sebagai pemegang hak dalam suatu register, memperolah apa yang disebut dengan indefeasible title (hak yang tidak
Universitas Indonesia
Kekuatan pembuktian..., Rini Oktavia, FH UI, 2011.
31
dapat diganggu gugat). Kebenaran data yang terdapat dalam register tersebut bersifat mutlak. Adapun sistem publikasi yang negatif, menggunakan sistem pendaftaran akta, bahwa yang dijadikan pegangan bukan pendaftaran / pencatatan nama seseorang ke dalam suatu register, namun sahnya perbuatan hukum yang dilakukan yang menentukan berpindahnya hak dari penjual kepada si pembeli.29 Pendaftaran yang dilakukan oleh seseorang tidak secara otomatis menjadikan orang yang memperoleh tanah dari pihak yang tidak berhak, menjadi pemegang hak baru. Di dalam sistem ini berlaku asas nemo plus juris, yaitu bahwa seseorang tidak dapat menyerahkan atau memindahkan hak melebihi apa yang dia punyai sendiri. Sedangkan dalam sistem pendaftaran tanah yang ada di Indonesia, sebagaimana berdasar pada UUPA, PP No. 10 tahun 1961 maupun PP No. 24 tahun 1997, sistem publikasi kita adalah sistem publikasi negatif yang mengandung unsure positif. Yaitu, sistemnya bukan negatif murni, karena pendaftaran tanah menghasilkan surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Hal ini mengandung arti, bahwa pemerintah sebagai penyelenggara pendaftaran tanah harus berusaha, agar sejauh mungkin dapat menyajikan data yang benar dalam buku tanah maupun dalam peta pendaftaran. Sehingga selama tidak dapat dibuktikan yang sebaliknya, data yang disajikan dalam buku tanah dan peta pendaftaran tanah harus diterima sebagai data yang benar. Dengan kata lain, keterangan-keterangan yang tercantum dalam data tersebut mempunyai kekuatan hukum dan harus diterima sebagai keterangan yang benar selama dan sepanjang tidak ada alat pembuktian yang membuktikan sebaliknya.30 Selain itu sistem publikasi dalam sistem pendaftaran tanah di Indonesia disebut sebagai sistem negatif yang mempunyai unsur positif ini diketahui dengan adanya ketentuan dalam pasal 19 UUPA. Di dalam pasal itu menyatakan bahwa pendaftaran meliputi pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Dalam pasal 23, 32, dan 38 UUPA pun juga 29 30
Tejabuwana, Loc. Cit. Ibid.
Universitas Indonesia
Kekuatan pembuktian..., Rini Oktavia, FH UI, 2011.
32
dinyatakan bahwa pendaftaran merupakan alat pembuktian yang kuat. Pernyataan yang demikian tidak akan terdapat dalam peraturan pendaftaran tanah dengan sistem publikasi yang negatif murni. Dalam sistem pendaftaran tanah yang positif mencakup ketentuan bahwa apa yang sudah terdaftar itu dijamin kebenaran mengenai data yang didaftarkannya oleh negara. Sistem ini menjamin orang yang mendaftar sebagai pemegang hak atas tanah tidak dapat diganggu gugat lagi haknya. Negara sebagai pendaftar menjamin bahwa pendaftaran yang sudah dilakukan adalah benar. Negara menjamin kebenaran data yang disajikan. Sehingga jika si pemegang hak atas tanah kehilangan haknya, maka ia dapat menuntut kembali haknya. Jika pendaftaran terjadi kesalahan karena kesalahan pejabat pendaftaran, ia hanya dapat menuntut pemberian ganti kerugian berupa uang.
2.2
Sertifikat 2.2.1 Pengertian Sertifikat Salah satu tujuan pendaftaran tanah sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 3
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, adalah untuk memberikan jaminan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun, dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum, kepada pemegang hak yang bersangkutan diberikan sertifikat hak atas tanah.31 Berdasarkan Pasal 32 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, sertipikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan. Data yang dimuat dalam sertifikat adalah data fisik dan data yuridis. Data disik menurut Pasal 1 angka 6 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, adalah keterangan mengenai letak, batas, dan luas bidang tanah dan satuan rumah
31
Urip Santoso. Op.cit. hal. 259.
Universitas Indonesia
Kekuatan pembuktian..., Rini Oktavia, FH UI, 2011.
33
susun yang didaftar, keterangan mengenai adanya bangunan atau bagian bangunan di atasnya.data yuridis menurut Pasal 1 angka 7 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, adalah keterangan mengenai status hukum bidang tanah dan satuan rumah susun yang didaftar, pemegang haknya dan hak pihak lain serta bebanbeban lain yang membebaninya. Data fisik dan data yuridis dalam sertipikat diambil dari buku tanah. Buku tanah menurut Pasal 1 angka 19 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, adalah dokumen dalam bentuk daftar yang memuat data yuridis dan data fisik suatu objek pendaftaran tanah yang sudah ada haknya.32
2.2.2
Tujuan Penerbitan Sertifikat
Surat tanda bukti hak atas tanah dimuat di dalam peraturan perundangundangan yang berlaku di Indonesia, salah satunya adalah di dalam Undangundang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA).
Undang-undang
Pokok
Agraria
mengatur
bahwa
Pemerintah
mengadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia yang bertujuan untuk menjamin kepastian hukum atas hak-hak atas tanah.33 Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 19 Undang-undang Nomor 5 tahun 1960, pendaftaran tanah untuk menjamin kepastian hukum dan pendaftaran itu salah satunya meliputi pemberian surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Surat tanda bukti hak atas tanah yang didaftarkan itu dinamakan sertipikat. Penerbitan sertipikat dalam kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali adalah agar para pemegang hak dengan mudah dapat membuktikan bahwa dirinya sebagai pemegang haknya. Sertifikat diterbitkan untuk kepentingan pemegang hak yang bersangkutan sesuai dengan data fisik dan data yuridis yang telah didaftar dalam buku tanah.34 Oleh sebab itu, penerbitan sertipikat dapat memberikan perlindungan hukum terhadap pemegang hak atas tanah. Perlindungan hukum
32
Ibid. Hal 260. Ibid. Hal 248. 34 Ibid. Hal.261 33
Universitas Indonesia
Kekuatan pembuktian..., Rini Oktavia, FH UI, 2011.
34
yang disediakan oleh pemerintah melalui Pasal 31 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, menyatakan bahwa: “sertipikat
diterbitkan
untuk
kepentingan
pemegang
hak
yang
bersangkutan sesuai dengan data fisik dan data yuridis yang telah didaftar dalam buku tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 (1).”
2.2.3
Macam-macam sertifikat
Ada bermacam-macam sertifikat berdasarkan objek pendaftaran tanah yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, yaitu:35 a.
Sertifikat Hak Milik.
b.
Sertifikat Hak Guna Usaha.
c.
Sertifikat Hak Guna Bangunan Atas Tanah Negara.
d.
Sertifikat Hak Guna Bangunan Atas Tanah Hak Pengelolaan.
e.
Sertifikat Hak Pakai Atas Tanah Negara.
f.
Sertifikat Hak Pakai Atas Tanah Hak Pengelolaan.
g.
Sertifikat Tanah Hak Pengelolaan.
h.
Sertifikat Wakaf Tanah Hak Milik.
i.
Sertifikat Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun.
j.
Sertifikat Hak Milik Atas Satuan Non-rumah Susun.
k.
Sertifikat Hak Tanggungan. Hak-hak atas tanah yang tidak diterbitkan sertifikat sebagai tanda bukti
haknya, adalah: a.
Hak Guna Bangunan Atas Tanah Hak Milik.
b.
Hak Pakai Atas Tanah Hak Milik.
c.
Hak Sewa Untuk Bangunan.
2.2.4
Penerbitan sertifikat
Sertifikat diterbitkan atau dikeluarkan oleh Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten atau Kota tempat dimana letak tanah tersebut berada. 35
Ibid.
Universitas Indonesia
Kekuatan pembuktian..., Rini Oktavia, FH UI, 2011.
35
Sedangkan pejabat yang berwenang menandatangani sertifikat menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 jo. Peraturan Menteri Agraria/ Kepal BPN Nomor 3 tahun 1997, adalah:36 1. Dalam pendaftaran tanah secara sistematik, sertifikat ditandatangani oleh Ketua
Panitia
Ajudikasi
atas
nama
Kepala
Kantor
Pertanahan
Kabupaten/Kota. 2. Dalam pendaftaran tanah secara sporadik yang bersifat individual (perseorangan), sertifikat ditandatangani oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/ Kota. 3. Dalam pendaftaran tanah secara sporadik yang bersifat massal, sertifikat ditandatangani oleh Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah atas nama Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/ Kota. Penerbitan sertifikat diatur dalam Pasal 31 dan 32 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Sertifikat sebagai surat tanda bukti hak diterbitkan untuk kepentingan pemegang hak yang bersangkutan, sesuai dengan data fisik yang ada dalam surat ukur dan data yuridis yang telah didaftar dalam buku tanah. Memperoleh sertifikat adalah hak pemegang hak atas tanah, yang dijamin oleh undang-undang. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 sertifikat terdiri atas salinan buku tanah yang memuat data yuridis dan surat ukur yang memuat data fisik hak yang bersangkutan, yang dijilid menjadi satu dalam suatu sampul dokumen (pasal 13). Sertifikat hak atas tanah, hak pengelolaan dan wakaf menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 ini bisa berupa satu lembar dokumen yang memuat data yuridis dan data fisik yang diperlukan. Dalam pendaftaran secara sistematik terdapat ketentuan mengenai sertifikat dalam Pasal 69-71 Peraturan Menteri Nomor 3 Tahun 1997, sedang dalam pendaftaran secara sporadik dalam Pasal 91-93.37 Dalam Pasal 178 ayat (3) Peraturan Menteri Nomor 3 Tahun 1997, berbunyi sebagai berikut: 36 37
Ibid. hal 260. Boedi harsono (a), loc.cit, hal.504
Universitas Indonesia
Kekuatan pembuktian..., Rini Oktavia, FH UI, 2011.
36
“cara pembuatan sertifikat adalah seperti cara pembuatan buku tanah, dengan ketentuan bahwa catatan-catatan yang bersifat sementara dan sudah dihapus tidak perlu dicantumkan.” Berdasarkan Pasal 31 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, setifikat hanya boleh diserahkan kepada pihak yang namanya tercantum dalam buku tanah yang bersangkutan sebagai pemegang hak atau pihak lain yang dikuasakan olehnya. Dalam hal pemegang hak sudah meninggal dunia, sertifikat diterimakan kepada ahli warisnya atau salah seorang ahli waris dengan persetujuan para ahli waris yang lain. Untuk sertifikat tanah wakaf diserahkan kepada Nadzirnya. Tanah yang dapat disertipikatkan terdiri dari 2 (dua) macam, yaitu:38 1) Bekas Tanah Negara Bebas. Yaitu bekas tanah negara bebas yang atas permohonannnya, kepada pemohon (orang atau badan hukum) telah diberikan sesuatu hak berdasarkan
surat
keputusan
pejabat
yang
berwenang.
Untuk
mendapatkan sertipikatnya, surat keputusan tersebut harus didaftarkan ke Kantor Badan Pertanahan Kabupaten atau Kota letak tanah. Adapun cara pengurusannya adalah sebagai berikut: a. Penerima hak (pemohon) membawa Surat Keputusan tersebut ke Kantor Badan Pertanahan dan melakukan: a) Pembayaran biaya yang tercantum dalam surat keputusan tersebut ke bendaharawan khusus. b) Pembayaran biaya pendaftaran dan biaya blanko sertipikat. c) Pendaftaran surat keputusan tersebut lengkap dengan buktibukti pembayaran diatas, di loket yang tersedia. b. Berdasarkan Surat Keputusan dan bukti pembayaran ini, Kantor Badan Pertanahan membuat sertipikat tanah dimaksud dan setelah
selesai
menyerahkannya
kepada
pemohon
yang
bersangkutan. 38
D.Soemarno, Tata Cara Pendaftaran Hak Atas Tanah, (Jakarta: Mini Jaya Abadi,
1997).hal.3
Universitas Indonesia
Kekuatan pembuktian..., Rini Oktavia, FH UI, 2011.
37
2) Tanah Milik Adat Yang Pada Tanggal 24 September 1960 Pemiliknya Berstatus Warga Negara Indonesia. a. Tata Cara Konversi. Yaitu tata cara memperoleh sertipikat tanah milik adat yang asli tanda bukti sebelum 24 September 1960 masih ada girik atau sejenisnya atau asli jual beli, hibah, dan lain-lain yang dibuat di hadapan atau disaksikan oleh Kepala Desa atau Kepala Adat, ditambah asli surat bukti perolehan atau surat jual beli, hibah dan lain-lain secara beruntun sampai kepada pemilik terakhir (sekarang) masih lengkap. a) Pemilik mengajukan permohonan tertulis ke Kantor Badan Pertanahan tempat dimana objek tanah berada dengan menggunakan blanko khusus yang tersedia untuk itu disertai dengan lampiran yang terdiri dari: 1. Asli surat tanda bukti tanah sebelum 24 September 1960. 2. Asli surat perolehan secara beruntun (jual beli, hibah, dan lain-lain). 3. Surat keterangan Kepala Desa/ Lurah tentang status dan riwayat pemilikan tanah itu dan dikuatkan oleh camat. 4. Surat pernyataan tidak dalam sengketa dari pemilik. 5. Fotocopy Kartu Tanda Penduduk pemohon. b) Permohonan dimasukkan melalui loket yang sudah ditentukan dan dalam keadaan lengkap yang telah dimasukkan ke dalam satu map, kemudian map tersebut ditulis nama si pemohon sertipikat tanah, letak objek, Kecamatan atau wilayah, Kabupaten/ Kota dan Propinsi dimana tanah berada. Setelah pemohon menyerahkan map yang berisikan berkas permohonan sertipikat tanah ke loket yang telah ditentukan, maka dari loket tersebut pemohon menerima surat bukti tanda terima berkas permohonan sertipikat tanah yang dibubuhi tanda tangan
Universitas Indonesia
Kekuatan pembuktian..., Rini Oktavia, FH UI, 2011.
38
penerima berkas dan dengan cap Kantor Badan Pertanahan serta tanggal dan tahun penerima berkas. c) Membayar biaya pengukuran. d) Kantor Pertanahan melakukan pengukuran bidang tanah tersebut diatas petunjuk pemilik dan disaksikan oleh pemilik yang berbatasan. e) Permohonan tersebut kemudian diumumkan selama 2 (dua) bulan
berturut-turut
di
Kantor
Kelurahan
dan
Kantor
Pertanahan, maksudnya untuk memberi kesempatan kepada anggota masyarakat guna mengajukan keberatan-keberatan tentang akan diterbitkannya sertipikat tanah atas nama pemohon. f) Jika pengumuman sudah berakhir dan tidak ada keberatan atas isi pengumuman itu, maka pemohon dipanggil untuk membayar biaya pendaftaran blanko. g) Jika pembayaran sudah lunas, Kantor Pertanahan menyiapkan sertipikat tanah tersebut, untuk selanjutnya diserahkan kepada pemilik atau yang berhak. b. Tata Cara Pengakuan Hak/ Penegasan Konversi. a) Pemilik mengajukan permohonan tertulis dengan blanko yang tersedia untuk itu kepada Kepala Kantor Wilayah Kantor Badan Pertanahan (BPN) melalui Kantor Pertanahan dimana letak tanah, dengan lampiran sebagai berikut: 1. Surat-surat yang berkaitan dengan tanah yang dimohon terutama surat yang memberi petunjuk status tanah sebagai berikut: 2. Surat pernyataan tidak ada sengketa atas tanah tersebut dari pemohon. 3. Surat keterangan Lurah tentang status dan riwayat pemilikan tanah tersebut yang dikuatkan oleh Camat. b) Permohonan dalam keadaan lengkap dalam satu map dengan ditulis nama pemohon sertipikat tanah berada di desa atau
Universitas Indonesia
Kekuatan pembuktian..., Rini Oktavia, FH UI, 2011.
39
kelurahan mana, kecamatan atau wilayah mana, kabupaten atau kota dan propinsi mana. Setelah pemohon menyerahkan map yang berisikan berkas pemohon sertipikat tanah ke loket yang ditentukan, maka dari loket tersebut pemohon menerima Surat Bukti Tanda Terima berkas pemohon sertipikat tanah yang dibubuhi tanda tangan si penerima berkas dan dengan cap Kantor Pertanahan serta tanggal dan tahun penerima berkas serta membayar: 1. Panjar biaya pengukuran. 2. Biaya panitia pemeriksaan tanah. c) Panitia mengadakan pemeriksaan atas tanah yang dimohon dan petugas ukur melakukan pengukuran dengan disaksikan pemilik yang berbatasan. d) Permohonan kemudian diumumkan di kelurahan, kecamatan, dan Kantor Pertanahan selama 2 (dua) bulan berturut-turut, maksudnya untuk memberi kesempatan kepada anggota masyarakat guna mengajukan keberatan-keberatan tentang akan diterbitkannya sertipikat atas nama pemohon. e) Jika pengumuman sudah berakhir dan tidak ada yang berkeberatan atas isi pengumuman tersebut, maka Kantor Pertanahan mengirim atau mengusulkan permohonan tersebut kepada Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Propinsi disertai dengan fatwa atau pertimbangan. f) Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) setelah menerima surat permohonan, mengadakan penelitian berkas. Apabila tidak ada kekurangan atau keberatan, lalu diterbitkan surat keputusan pengakuan hak atau penegasan konversi status tanah dimaksud kutipan surat keputusan tersebut dikirim kepada pemohon.
Universitas Indonesia
Kekuatan pembuktian..., Rini Oktavia, FH UI, 2011.
40
g) Untuk mendapatkan sertifikatnya pemohon mendatangi kembali Kantor Pertanahan untuk mendaftar Surat Keputusan yang sudah diperoleh dan disana melaksanakan pembayarannya: 1. Biaya pendaftaran hak. 2. Biaya blanko h) Setelah lunas Kantor Pertanahan membuat sertipikat hak milik atas tanah tersebut untuk selanjutnya diserahkan kepada pemilik atau yang berhak. Apabila ada anggapan masyarakat yang merasa keberatan atas penerbitan sertipikat tanah tersebut, maka ditempuh cara-cara sebagai berikut: a. Pihak yang merasa keberatan mengajukan secara tertulis kepada Sub Direktorat Agraria c.q. Seksi Pendaftaran tanah tentang sebab-sebab keberatan itu. b. Kepala Sub Direktorat Agraria c.q. Seksi Pendaftaran Tanah mengadakan penelitian sementara mengenai dasar-dasar keberatan itu, apakah masalahnya menyangkut: 1. Pemilikannya. 2. Pembebanannya (gadai,sewa,dll) 3. Lain-lain masalah adat setempat. c. Dalam waktu 7 (tujuh) hari Seksi Pendaftaran Tanah menyampaikan adanya
keberatan-keberatan
tersebut
kepada
pemohon
dengan
mempersilakan mereka menyelesaikan keberatan-keberatan tersebut. d. Apabila mereka tidak dapat menyelesaikan masalahnya, maka dalam waktu 7 (tujuh) hari, pemohon secara tertulis mengajukan bantahanbantahan mengenai keberatan itu. e. Apabila Sub Direktorat Agraria c.q. Seksi Pendaftaran Tanah tidak sanggup atau tidak berhasil turut menyelesaikan masalah tersebut, maka dalam waktu 7 (tujuh) hari memberitahukan adanya keberatan sehingga dalam waktu 2 (dua) bulan setelah adanya penerimaan dari pemohon, dapat melanjutkan penyelesaian masalahnya kepada Pengadilan Negeri setempat atau instansi yang sederajat.
Universitas Indonesia
Kekuatan pembuktian..., Rini Oktavia, FH UI, 2011.
41
f. Apabila dalam waktu 2 (dua) bulan, orang merasa keberatan itu tidak mengajukan masalahnya kepada pengadilan, maka Sub Direktorat Agraria c.q. Seksi Pendaftaran Tanah dapat menerbitkan sertipikat tanah atas nama pemohon, setelah memberikan peringatan sebanyak 3 (tiga) kali. Mengenai penerbitan sertipikat pengganti, ketentuan-ketentuannya diatur di dalam Pasal 57 sampai dengan Pasal 60 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, dan mengenai ketentuannya lebih lanjut diatur di dalam Pasal 137 sampai dengan Pasal 139 Peraturan Menteri Nomor 3 tahun 1997. Dalam Pasal 57 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dinyatakan bahwa faktor-faktor yang menjadi penyebab diterbitkan sertipikat baru sebagai sertipikat pengganti, adalah:39 a)
Sertifikat rusak.
b) Sertifikat hilang. c)
Sertifikatnya menggunakan blanko sertifikat yang tidak digunakan lagi.
d) Sertifikatnya tidak diserahkan kepada pembeli lelang dalam suatu lelang eksekusi. Prosedur penerbitan sertipikat baru sebagai sertipikat pengganti diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, yaitu:40 a) Adanya permohonan yang diajukan oleh pihak yang namanya tercantum sebagai pemegang hak dalam buku tanah yang bersangkutan atau pihak lain yang merupakan penerima hak berdasarkan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), atau penerima hak berdasarkan kutipan risalah lelang. Dalam hal pemegang hak atau penerima hak sudah meninggal dunia, permohonan sertipikat pengganti dapat diajukan oleh ahli warisnya dengan menyerahkan surat tanda bukti sebagai ahli waris. b) Adanya pernyataan di bawah sumpah dari pemohon yang bersangkutan di hadapan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/ Kota setempat atau 39 40
Santoso, Op.cit.hal.286. Ibid.
Universitas Indonesia
Kekuatan pembuktian..., Rini Oktavia, FH UI, 2011.
42
pejabat yang ditunjuk mengenai hilangnya sertifikat hak yang bersangkutan. c) Adanya pengumuman 1 (satu) kali dalam salah satu surat kabar harian setempat atas biaya pemohon. Masa pengumuman tersebut selama 30 (tiga puluh) hari. d) Jika dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari dihitung sejak hari pengumuman tidak ada yang mengajukan keberatan mengenai akan diterbitkannya sertifikat pengganti tersebut atau ada yang mengajukan keberatan
akan
tetapi
menurut
pertimbangan
Kepala
Kantor
Pertanahan Kabupaten/ Kota setempat keberatan tersebut tidak beralasan, diterbitkan sertifikat baru. Dalam hal penggantian sertifikat karena rusak atau pembaruan blanko sertifikat, sertifikat yang lama ditahan dan dimusnahkan. e) Penggantian sertifikat hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun yang tidak diserahkan kepada pembeli lelang dalam lelang eksekusi didasarkan atas surat keterangan dari Kepala Kantor Lelang yang bersangkutan yang memuat alasan tidak dapat diserahkannya sertifikat tersebut kepada pemenang lelang. f) Jika dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari dihitung sejak hari pengumuman ada yang mengajukan keberatan dan dianggap beralasan keberatan tersebut, maka Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/ Kota setempat menolak menerbitkan sertifikat pengganti. g) Mengenai dilakukannya pengumuman, penerbitan sertifikat baru sebagai sertifikat pengganti, dan penolakan penerbitan sertifikat baru sebagai sertifikat pengganti dibuatkan berita acara oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/ Kota setempat. h) Penggantian sertifikat dicatatkan pada buku tanah yang bersangkutan. i) Sertifikat pengganti diserahkan kepada pihak yang memohon diterbitkannya sertifikat tersebut atau oleh orang lain yang diberi kuasa untuk menerbitkannya.
Universitas Indonesia
Kekuatan pembuktian..., Rini Oktavia, FH UI, 2011.
43
j) Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/ Kota setempat mengumumkan telah diterbitkannya sertifikat pengganti untuk hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun dan tidak berlakunya lagi sertifikat yang lama dalam salah satu surat kabar harian setempat atas biaya pemohon.
2.2.5
Kekuatan Pembuktian Sertifikat
Pembuktian adalah suatu proses bagaimana alat-alat bukti dapat dipergunakan, diajukan, ataupun dipertahankan dalam hukum acara. Alat-alat bukti adalah suatu hal, barang, dan non barang yang ditentukan oleh undangundang dapat digunakan untuk memperkuat/ menolak suatu dakwaan, tuntutan/ gugatan. Ada 2 (dua) macam sifat pembuktian sertifikat sebagai tanda bukti hak, yaitu:41 1. Sertifikat sebagai tanda bukti hak yang bersifat kuat. 2. Sertifikat sebagai tanda bukti hak yang bersifat mutlak. Di dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 (untuk selanjutnya disebut UUPA), ditetapkan bahwa kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kalinya menghasilkan surat tanda bukti hak yang bersifat kuat. Hal ini dapat diketahui dari ketentuan berikut: a.
Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA. Pendaftaran tanah meliputi pemberian surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.
b.
Pasal 23 UUPA. Pendaftaran hak milik, peralihan, pembebanannya dengan hak-hak lain dan hapusnya hak milik merupakan alat pembuktian yang kuat.
c.
Pasal 32 UUPA. Pendaftaran hak guna usaha, termasuk syarat-syarat pemberiannya, demikian juga setiap peralihan dan penghapusan hak guna usaha merupakan alat pembuktian yang kuat.
d.
Pasal 38 UUPA. 41
Ibid. Hal 272.
Universitas Indonesia
Kekuatan pembuktian..., Rini Oktavia, FH UI, 2011.
44
Pendaftaran hak guna bangunan, termasuk syarat-syarat pemberiannya, demikian juga setiap peralihan dan penghapusan hak guna bangunan merupakan alat pembuktian yang kuat. Demikian
pentingnya
peranan
sertifikat,
sehingga
kekuatan
pembuktiannya tidak hanya berlaku eksternal/ terhadap pihak luas, tetapi juga mempunyai daya kekuatan internal, yakni memberikan rasa aman bagi para pemegang/ pemiliknya serta ahli warisnya agar ahli warisnya di kemudian hari tidak mengalami kesulitan, dalam arti tidak perlu bersusah payah untuk mengurusnya, paling-paling harus menjaga keamanannya serta menghindari kerusakannya.42 Sertifikat sebagai tanda bukti hak yang bersifat kuat mengandung pengertian bahwa data fisik dan data yuridis yang termuat dalam sertifikat mempunyai kekuatan bukti dan harus diterima sebagai keterangan yang benar, selama tidak dibuktikan sebaliknya dengan alat bukti yang lain, yang berupa sertifikat atau selain sertifikat (petuk pajak bumi).43 Dalam hal ini pengadilanlah yang akan memutuskan alat bukti mana yang benar. Kalau ternyata bahwa data fisik dan data yuridis yang dimuat dalam sertifikat tidak benar, maka akan diadakan pembetulan sebagaimana mestinya. Dalam sistem publikasi negatif, pihak yang dirugikan dapat mengajukan gugatan ke pengadilan dengan membawa alat bukti lain yang berupa sertifikat atau selain sertifikat (petuk pajak bumi), dan dalam memutuskan bukti mana yang benar diperlukan peran serta pengadilan. Apabila di kemudian hari ternyata data fisik dan/ atau data yuridis yang dimuat dalam sertifikat tidak benar, atas dasar putusan hakim yang sudah berkekuatan hukum tetap, sertifikat tersebut diadakan pembetulan seperlunya, dengan demikian, sertifikat bukanlah merupakan satu-satunya alat bukti hak atas tanah.44
42
Beni Bosu, Perkembangan Terbaru Sertifikat Condominium), (Jakarta: Mediatama Saptakarya, 1997), hal.5. 43 Santoso, Op.cit. hal 275 44 Ibid.
(Tanah,
Tanggungan,
dan
Universitas Indonesia
Kekuatan pembuktian..., Rini Oktavia, FH UI, 2011.
45
Berdasarkan ketentuan Pasal 32 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 telah terwujud jaminan kepastian hukum terhadap hak atas tanah, namun tidak ada jaminan bagi pemegang hak atas tanah untuk tidak mendapatkan gugatan dari pihak lain yang merasa dirugikan atas diterbitkannya sertifikat tersebut. Demikian pula dengan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia (BPN RI) tidak menjamin kebenaran data fisik dan data yuridis yang dimuat dalam sertifikat. Untuk memberikan perlindungan hukum terhadap pemegang hak atas tanah yang telah diterbitkan sertifikat dari gugatan atau keberatan dari pihak lain, maka ditetapkanlah Pasal 32 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, yaitu: “Dalam hal atas suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertifikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya sertifikat itu tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertifikat dan Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertifikat tersebut.” Dalam penjelasan Pasal 32 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, dinyatakan bahwa: ketentuan ini bertujuan, pada satu pihak untuk tetap berpegang pada sistem publikasi negatif dan pada pihak lain untuk secara seimbang memberikan kepastian hukum kepada pihak yang dengan itikad baik menguasai sebidang tanah dan didaftarkan sebagai pemegang hak dalam buku tanah, dengan sertifikat sebagai tanda buktinya, yang menurut UUPA berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Kelemahan sistem publikasi negatif adalah bahwa pihak yang namanya tercantum sebagai pemenang hak dalam buku tanah dan sertifikat selalu menghadapi kemungkinan gugatan dari pihak lain yang merasa mempunyai tanah itu. Umumnya kelemahan tersebut diatasi dengan menggunakan lembaga acquisitieve verjaring atau adverse possession. Hukum tanah kita yang memakai
Universitas Indonesia
Kekuatan pembuktian..., Rini Oktavia, FH UI, 2011.
46
dasar Hukum Adat tidak mengenalnya. Tetapi dalam hukum adat terdapat lembaga yang dapat digunakan untuk mengatasi kelemahan sistem publikasi negatif dalam pendaftaran tanah, yaitu lembaga rechtsverwerking. Dalam hukum adat jika seseorang selama sekian waktu membiarkan tanahnya tidak dikerjakan, kemudian tanah itu dikerjakan orang lain yang memperolehnya dengan itikad baik, maka hilanglah haknya untuk menuntut kembali tanah tersebut. Ketentuan ini di dalam UUPA yang menyatakan hapusnya hak atas tanah karena ditelantarkan (Pasal 27, Pasal 34, dan Pasal 40) adalah sesuai dengan lembaga ini. Dengan pengertian demikian, maka apa yang ditentukan dalam ayat ini bukanlah ketentuan hukum baru, melainkan merupakan penerapan ketentuan hukum yang sudah ada dalam Hukum Tanah Nasional Indonesia dan sekaligus memberikan wujud konkret dalam penerapan ketentuan dalam UUPA mengenai penelantaran tanah.
2.3
Lelang Atas Tanah 2.3.1
jenis-jenis Lelang Atas Tanah
Tanah merupakan salah satu benda yang setiap saat dapat dengan mudah diperjualbelikan atau dipindahtangankan kepada pihak lain. Tanah dapat juga menjadi jaminan atas pelunasan utang yang harus dilaksanakan apabila seseorang berkewajiban melunasi tagihan-tagihannya. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengalihkan kepemilikan tanah adalah dengan cara lelang. Istilah lelang disebut dalam peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pertanahan, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, dan Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997. Namun, di dalam peraturan perundang-undangan tersebut tidak memberikan pengertian apa yang dimaksudkan dengan lelang. Dalam Pasal 1 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/ PMK.07/ 2006 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, yang dimaksud dengan lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara
Universitas Indonesia
Kekuatan pembuktian..., Rini Oktavia, FH UI, 2011.
47
tertulis dan/ atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi yang didahului dengan pengumuman lelang.45 Unsur-unsur yang terkandung dalam pengertian lelang adalah:46 a.
cara penjualan barang
b.
terbuka untuk umum.
c.
Penawaran dilakukan secara kompetisi.
d.
Pengumuman lelang dan atau adanya upaya mengumpulkan peminat.
e.
Cara penjualan barang yang memenuhi unsur-unsur tersebut diatas harus dilakukan oleh dan atau di hadapan pejabat lelang. Objek lelang tanah adalah hak atas tanah baik yang sudah terdaftar
maupun yang belum terdaftar, dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang berdiri di atas tanah Hak Milik, Hak guna Bangunan, atau Hak Pakai atas tanah negara. Lelang atas tanah merupakan bentuk pelelangan terhadap tanah sebagai obyeknya yang dikategorikan sebagai barang tidak bergerak. Terhadap barang tidak bergerak ini pelelangan dapat dilakukan melalui berbagai jenis lelang. Selain melalui lelang eksekusi, penjualan lelang juga dapat dilakukan melalui lelang non eksekusi. Dalam Pasal 3 keputusan Kepala Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara Nomor 42/ PN/ 2000 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Lelang, menyebutkan bahwa terdapat 12 (dua belas) macam jenis lelang, yaitu:47 a.
Lelang penghapusan barang milik Pemerintah Pusat/ Daerah. Adalah pengalihan kepemilikan Badan Usaha Milik Negara kepada pihak lain dengan menerima penggantian dalam bentuk uang.
b.
Lelang fidusia. Jaminan fidusia diberikan dalam bentuk penunjukan atau pengalihan atas kebendaan tertentu, yang jika debitor gagal melaksanakan kewajibannya/ 45
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/ PMK.07/ 2006 Tentang Petunjuk Pelaksanaan
Lelang 46
Purnama Tioria Sianturi. Perlindungan Hukum Terhadap Pembeli Barang Jaminan Tidak Bergerak Melalui Lelang. (Bandung: Mandar Maju, 1998), hal 53. 47 Agus Hari Widodo. Hukum Piutang dan Lelang Negara di Indonesia. (Jakarta: Pustaka Bangsa. 2002), Hal.195.
Universitas Indonesia
Kekuatan pembuktian..., Rini Oktavia, FH UI, 2011.
48
cidera janji dalam jangka waktu yang ditentukan, memberikan hak kepada kreditor untuk menjual lelang kebendaan yang dijaminkan tersebut. c.
Lelang penghapusan barang milik BUMN/ BUMD. Penghapusan barang milik BUMN/ BUMD dibagi atas dua, yaitu barang bergerak dan barang tidak bergerak. Adapun pertimbangan penghapusan barang bergerak milik BUMN/BUMD tersebut yaitu: 1. Pertimbangan teknis karena secara fisik barang tidak dapat digunakan lagi karena rusak, kadaluarsa, aus, susut, dan lain-lain. 2. Karena hilang. 3. Karena pertimbangan ekonomis, seperti jumlahnya berlebih, lebih menguntungkan bila dihapus karena biaya perawatannya yang mahal, atau mati bagi tanaman atau hewan ternak. Sedangkan pertimbangan penghapusan barang tidak bergerak milik BUMN/ BUMD tersebut yaitu: 1. Rusak berat, terkena bencana alam/ force majeur, tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal. 2. Terkena planologi kota. 3. Kebutuhan organisasi karena perkembangan tugas. 4. Penyatuan organisasi dalam rangka efisiensi dan memudahkan koordinasi. 5. Pertimbangan dalam rangka pelaksanaan rencana strategis hankam. Salah satu penghapusan barang milik BUMN/ BUMD adalah dengan penjualan, penjualan barang milik negara harus dilakukan dengan pelelangan umum melalui kantor lelang negara. Penjualan barang milik negara dilakukan setelah memenuhi syarat: 1. Barang yang dijual bukan merupakan barang rahasia negara. 2. Barang yang dijual secara teknis operasional sudah tidak dapat digunakan oleh instansi pemerintah secara efektif dan efisien. 3. Barang yang bersangkutan sudah harus dihapus dari daftar inventaris. Hasil penjualan barang milik negara merupakan penerimaan negara dan harus disetor seluruhnya ke rekening kas negara.
Universitas Indonesia
Kekuatan pembuktian..., Rini Oktavia, FH UI, 2011.
49
d.
Lelang bea dan cukai. Lelang ini dapat diadakan terhadap:48 1. Barang yang dinyatakan tidak dikuasai, contohnya: barang yang tidak dikeluarkan dari tempat penimbunan sementara yang berada di dalam area pelabuhan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak penimbunannya. 2. Barang yang dikuasai oleh negara contohnya: Barang yang dilarang atau dibatasi untuk diimpor atau diekspor yang tidak diberitahukan atau diberitahukan secara tidak benar dalam pemberitahuan pabean. 3. Barang yang jadi milik negara contohnya: Barang atau sarana pengangkut yang ditegah oleh penjabat Bea dan Cukai yang berasal dari tindak pidana yang pelakunya tidak dikenal
e.
Lelang eksekusi pengadilan Lelang eksekusi dapat melalui Pengadilan Negeri (PN) dan dapat juga melalui Pengadilan Agama (PA). Lelang eksekusi Pengadilan adalah lelang yang diminta oleh panitera PN/ PA untuk melaksanakan keputusan hakim pengadilan yang telah berkekuatan pasti, khususnya dalam rangka perdata, termasuk lelang hak tanggungan, yang oleh hak pemegang hak tanggungan telah diminta fiat eksekusi kepada ketua pengadilan.
f.
Lelang eksekusi pajak Sebagai tindak lanjut penagihan piutang pajak kepada negara baik pajak pusat maupun pajak daerah. Dasar hukum dari pelaksanaan lelang ini adalah Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997.
g.
Lelang barang rampasan, temuan, sitaan Lelang yang dilaksanakan terhadap barang temuan dan lelang dalam kerangka acara pidana sebagaimana diatur dalam KUHAP yang antara lain meliputi lelang eksekusi barang yang telah diputus dirampas untuk negara, termasuk dalam kaitan itu adalah lelang eksekusi Pasal 45 KUHAP yaitu lelang barang bukti yang mudah rusak, busuk, dan perlu biaya penyimpanan tinggi. 48
Purnama Tioria, Op.cit, hlm 58
Universitas Indonesia
Kekuatan pembuktian..., Rini Oktavia, FH UI, 2011.
50
h.
Lelang Kayu Perum Perhutani Lelang terhadap kayu-kayu yang berkualitas yang dilakukan oleh institusi yang dipercaya untuk mengelola hutan di Jawa memegang peran yang sangat penting dalam menjamin keberadaan kawasan hutan di Pulau Jawa dan Madura sebagai penunjang daya dukung lingkungan sosial dan ekonomi masyarakat di Jawa.
i.
Lelang Kepailitan/ Lelang Balai Harta Peninggalan Apabila perusahaan yang sudah memasuki tahap pemberesan, maka pada prinsipnya seluruh boedel pailit harus dapat dijual secara transparan. Dalam Pasal 185 ayat (1) Undang-undang No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaaan Pembayaran Utang ditentukan bahwa semua harta pailit harus dijual dimuka umum.
j.
Lelang Barang Bukti yang tidak diambil oleh yang berhak Berdasarkan PP No. 43 tahun 1948 Pasal 1 ayat (1) bahwa Barang-barang yang dirampas atas kekuatan keputusan Pengadilan harus dijual oleh kepala atau pemimpim kejaksaan melakukan penuntutan pada Pengadilan yang melakukan peradilan tingkat pertama.
k.
Lelang sukarela Dibagi atas 2 (dua) yaitu: a. Swasta, adalah jenis pelayanan lelang atas permohonan masyarakat secara sukarela. b. BUMN (persero), yaitu persero terbuka dalam melaksanakan usahanya, sehingga penjualan dan pengalihan barang yang dimiliki/ dikuasai negara, dinyatakan tidak berlaku. Jadi persero tidak wajib menjual barang asetnya tanpa melalui lelang, jika melalui lelang maka termasuk lelang sukarela.
l.
Lelang Eksekusi hak Tanggungan Berdasarkan Pasal 6 UU Hak Tanggungan, memberikan hak kepada pemegang hak tanggungan pertama untuk menjual sendiri secara lelang terhadap objek hak tanggungan apabila cidera janji.
Universitas Indonesia
Kekuatan pembuktian..., Rini Oktavia, FH UI, 2011.
51
2.3.2
Asas-asas Lelang
Untuk mewujudkan optimalisasi hasil lelang, diperlukan pelaksanaan lelang yang efisien, adil, terbuka, dan akuntabel. Dalam rangka memenuhi hal tersebut, setiap pelaksanaan lelang harus selalu memperhatikan asas keterbukaan, asas keadilan, asas kepastian hukum, asas efisiensi dan asas akuntabilitas, yang penjelasannya sebagai berikut:49 1.
Asas Keterbukaan/ transparan Asas keterbukaan adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia Negara. Tujuan dari asas transparansi: a. Dengan adanya kompetisi, diharapkan harga barang menjadi lebih bagus. b. Lelang dapat dipertanggungjawabkan, dapat terjadi karena ada kontrol dari masyarakat sehingga jika ada keberatan dapat mengajukan protes. Wujud dari Asas transparasi: a.
Selalu dilakukan pengumuman, lelang harus diumumkan agar tidak melanggar asas keterbukaan ini. Jika transparansi tidak dilakukan, lelang dapat digugat dan dapat dibatalkan karena cacat hukum.
b.
Akses terhadap informasi (harga, barang, waktu), dimana peserta lelang dapat meminta penjelasan dari pejabat lelang. Dalam hal ini penjelasan tidak mutlak, tergantung barang, jika barang yang akan dilelang tidak termasuk barang mahal, maka penjelasan dari pejabat lelang tidak bersifat harus.
c.
Keterbukaan dari pejabat lelang, berkaitan dengan objek yang akan dilelang. Pengumuman lelang berperan sebagai sumber bagi masyarakat untuk mendapatkan informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang pelaksanaan lelang.
49
Lydia Fransiscani Turnip. Agustus 2009. Kekayaan Negara, Piutang Negara dan Lelang. http://lydiafturnip.blogspot.com/2009/08/asas-asas-dalam-pelaksanaan-lelang.html. Diunduh 12 Desember 2010.
Universitas Indonesia
Kekuatan pembuktian..., Rini Oktavia, FH UI, 2011.
52
2.
Asas Keadilan Asas ini menghendaki para pihak memenuhi dan melaksanakan isi lelang yang tercantum dalam Risalah Lelang, yang mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi secara adil dari para pihak dan memikul kewajiban untuk melaksanakan isi Risalah Lelang. Bukan hanya ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Risalah Lelang yang wajib ditaati oleh para pihak, melainkan juga itikad baik sebagai ketentuan-ketentuan yang tidak tertulis, yaitu kepatutan, kejujuran, tanpa tipu muslihat, dan tidak menyembunyikan sesuatu yang buruk yang dikemudian hari dapat menimbulkan kesulitan-kesulitan bagi pihak-pihak lain. Selain itu, asas keadilan juga mengandung pengertian bahwa dalam proses pelaksanaan lelang harus dapat memenuhi rasa keadilan secara proporsional bagi setiap pihak yang berkepentingan. Asas ini untuk mencegah terjadinya keberpihakan pejabat lelang kepada peserta lelang tertentu atau berpihak hanya kepada kepentingan penjual. Khusus pada pelaksanaan lelang eksekusi penjual tidak boleh menentukan nilai limit secara sewenangwenang yang berakibat merugikan pihak lain.
3.
Asas Kepastian Hukum Asas kepastian hukum dalam pelaksanaan lelang mencakupi kepastian yang berkaitan dengan pelaksanaan lelang tersebut jadi dilaksanakan atau tidak, kepastian yang berkaitan dengan tempat pelaksanaan lelang, dan kepastian yang berkaitan dengan uang jaminan yang sudah dibayarkan calon pembeli apabila lelang tidak jadi atau dibatalkan pelaksanaannya. Dalam setiap pelaksanaan lelang dibuat Risalah Lelang oleh Pejabat Lelang yang merupakan akta otentik peralihan hak atas barang sekaligus sebagai alas hak penyerahan barang. Tanpa Risalah Lelang, pelaksanaan lelang yang dilakukan oleh Pejabat Lelang tidak sah (invalid). Pelaksanaan lelang yang demikian tidak memberi kepastian hukum tentang hal-hal yang terjadi, karena apa yang terjadi tidak tercatat secara jelas sehingga dapat menimbulkan ketidakpastian. Oleh karena itu, Risalah
Universitas Indonesia
Kekuatan pembuktian..., Rini Oktavia, FH UI, 2011.
53
Lelang sebagai figur hukum yang mengandung kepastian hukum harus diaktualisasikan dengan tegas dalam undang-undang yang mengatur tentang lelang. 4.
Asas Efisiensi Asas efisiensi dalam lelang akan memberikan jaminan pelayanan penjualan dengan cepat dan mudah karena dilakukan pada waktu dan tempat yang telah ditentukan, pengesahan sebagai Pembeli dilakukan pada saat itu juga, dan penyelesaian pembayaran dilakukan secara tunai serta biaya yang relatif murah. Asas efisiensi ini juga akan menjamin pelaksanaan lelang menjadi media terbaik dalam proses jual beli sebab potensi harga terbaik akan lebih mudah dicapai dikarenakan secara teknis dan psikologis suasana kompetitif tercipta dengan sendirinya. Dengan demikian akan terbentuk iklim pelaksanaan lelang yang adil, kondusif, dan berdaya saing.
5.
Asas Akuntabilitas Asas akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil
akhir
dari
kegiatan
penyelenggara
negara
harus
dapat
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. Dengan demikian, asas ini menghendaki agar lelang yang dilaksanakan dapat dipertanggungjawabkan oleh Pejabat Lelang, Penjual dan Pembeli kepada semua pihak yang berkepentingan dan masyarakat. Pertanggungjawaban Pejabat Lelang: administrasi lelang dan pengelolaan uang lelang. Pertanggungjawaban Penjual: dalam rangka penghapusan, pelaksanaan eksekusi, atau kepentingan lainnya. Pertanggungjawaban Pembeli: kewajiban dalam pelunasan pembayaran harga pokok lelang, pembayaran Bea Lelang, dan pembayaran pajak-pajak yang dikenakan atas pelaksanaan lelang.
Universitas Indonesia
Kekuatan pembuktian..., Rini Oktavia, FH UI, 2011.
54
2.3.3
Mekanisme Penjualan Tanah Secara Lelang
Pada dasarnya, objek pemindahan hak melalui lelang adalah hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun. Secara rinci, objek pemindahan hak melalui lelang dapat dijelaskan sebagai berikut:50 1.
Hak Milik. Dasar hukum yang menetapkan bahwa hak milik dapat dilelang secara implisit dimuat dalam Pasal 20 ayat (2) UUPA, yaitu “Hak Milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain”.
2.
Hak Guna Usaha. Dasar hukum yang menetapkan bahwa hak guna usaha dapat dilelang secara implisit dimuat dalam Pasal 28 ayat (2) UUPA, yaitu “Hak Guna Usaha dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain”. Secara eksplisit, hak guna usaha dapat dilelang dimuat dalam Pasal 16 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996, yaitu
“Jual beli yang
dilakukan melalui pelelangan dibuktikan dengan Berita Acara Lelang.” 3. Hak Guna Bangunan. Dasar hukum yang menetapkan bahwa hak guna bangunan dapat dilelang secara implisit dimuat dalam Pasal 35 ayat (3) UUPA, yaitu “Hak Guna Bangunan dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.” Secara eksplisit, hak guna bangunan dapat dilelang dimuat dalam Pasal 34 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996, yaitu “Jual beli yang dilakukan melalui pelelangan dibuktikan dengan Berita Acara Lelang”. Pasal 34 ayat (7) Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 mensyaratkan bahwa “Peralihan hak guna bangunan atas tanah hak pengelolaan harus dengan persetujuan dari pemegang hak pengelolaan”. Pasal 34 ayat (8) Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 mensyaratkan bahwa “Peralihan hak guna bangunan atas tanah hak milik harus dengan persetujuan tertulis dari pemegang hak milik yang bersangkutan”.
50
Santoso.Op.cit. hal.384.
Universitas Indonesia
Kekuatan pembuktian..., Rini Oktavia, FH UI, 2011.
55
4. Hak Pakai. Dasar hukum yang menetapkan bahwa hak pakai dapat dilelang secara implisit dimuat dalam Pasal 43 UUPA, yaitu “Sepanjang mengenai tanah yang dikuasai langsung oleh negara, maka Hak Pakai hanya dapat dialihkan kepada pihak lain dengan izin pejabat yang berwenang. Hak Pakai atas tanah hak milik hanya dapat dialihkan kepada pihak lain, jika hal itu dimungkinkan dalam perjanjian yang bersangkutan”. Secara eksplisit, hak pakai dapat dilelang dimuat di dalam Pasal 54 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996, yang dalam ayat (6)nya dinyatakan bahwa “Jual beli yang dilakukan melalui pelelangan dibuktikan dengan Berita Acara Lelang”. Pasal 54 ayat (8) Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 mensyaratkan bahwa “Peralihan Hak Pakai atas tanah negara harus dilakukan dengan izin dari pejabat yang berwenang”. Pasal 54 ayat (9) Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 mensyaratkan bahwa “Pengalihan hak pakai atas tanah hak pengelolaan harus dilakukan dengan persetujuan tertulis dari pemegang hak pengelolaan”. Pasal 54 ayat (10) Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 mensyaratkan bahwa “Pengalihan hak pakai atas tanah hak milik harus dilakukan dengan persetujuan tertulis dari pemegang hak milik yang bersangkutan”. 5. Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun. Dasar hukum yang menetapkan bahwa hak milik atas satuan rumah susun dapat dilelang secara implisit dimuat dalam Pasal 10 Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985, yaitu “Hak milik atas satuan rumah susun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8ayat (3) dapat beralih dengan cara pewarisan atau dengan cara pemindahan hak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Pemindahan hak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan didaftarkan di Kantor Agraria Kabupaten
atau
Kotamadya
yang
bersangkutan
menurut
Peraturan
Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960”.Hak milik atas satuan rumah susun yang dapat dilelang oleh
Universitas Indonesia
Kekuatan pembuktian..., Rini Oktavia, FH UI, 2011.
56
pemegang haknya kepada pihak lain dibangun di atas tanah Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai atas tanah negara, dan tanah Hak Pengelolaan. Syarat sahnya lelang hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun untuk kepentingan pendaftaran pemindahan haknya ada dua, yaitu:51 a. Syarat Materiil. Pemegang hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun berhak dan berwenang lelang hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susunnya, dan pembeli lelang harus memenuhi syarat sebagai pemegang (subyek) hak dari hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun yang menjadi obyek lelang. b. Syarat Formal. Dalam rangka pendaftaran pemindahan hak, maka lelang hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun harus dibuktikan dengan Berita Acara atau Risalah Lelang yang dibuat oleh pejabat dari Kantor Lelang. Setelah berita acara lelang atau risalah lelang dibuat oleh pejabat dari Kantor lelang, maka telah terjadi pemindahan hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun dari pemegang haknya semula sebagai penjual lelang kepada pihak pembeli lelang. Pemindahan hak ini hanya diketahui oleh kedua belah pihak, agar pihak ketiga mengetahuinya, maka lelang tersebut harus didaftarkan ke Kantor Pertanahan Kabupaten/ Kota setempat karena pendaftaran tanah mempunyai sifat terbuka. Dengan terjadinya pendaftaran pemindahan hak ke Kantor Pertanahan Kabupaten/ Kota, maka terpenuhinlah asas publisitas dalam pendaftaran tanah. Adapun prosedur dari pendaftaran pemindahan hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun melalui lelang ke Kantor Pertanahan Kabupaten/ Kota, adalah sebagai berikut: 1. Permintaan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah.
51
Urip santoso hal 387.
Universitas Indonesia
Kekuatan pembuktian..., Rini Oktavia, FH UI, 2011.
57
Fungsi Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) adalah sebagai sumber informasi yang mutakhir mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun yang akan dilelang. 2. Pelaksanaan Lelang Hak Atas Tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun. Dalam pelaksanaan lelang ini diserahkan kepada Kepala Kantor Lelang berupa sertifikat hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun yang asli, atau tanda bukti hak atas tanah yang belum bersertifikat yang mau dilelang, kecuali dalam hal lelang eksekusi bisa sertifikat asli tidak diserahkan. 3. Permohonan Pendaftaran Pemindahan Hak Melalui Lelang. Pendaftaran pemindahan hak melalui lelang ke Kantor Pertanahan Kabupaten/ Kota dimaksudkan untuk memenuhi asas publisitas, artinya dengan Pendaftaran pemindahan hak melalui lelang ke Kantor Pertanahan Kabupaten/ Kota, maka setiap orang dapat mengetahui telah terjadi pemindahan hak melalui lelang dari pemegang hak semula kepada pembeli lelang sebagai pemegang hak yang baru. 4. Pencatatan Pemindahan Hak Melalui Lelang. Pencatatan peralihan hak karena pemindahan hak melalui lelang dalam daftar-daftar pendaftaran tanah kepada pembeli lelang di Kantor Pertanahan Kabupaten/ Kota setempat. 5. Penyerahan Sertifikat Hak Atas Tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun. Sertifikat hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun yang telah diubah nama pemegang haknya dari pemegang hak yang lama menjadi pemegang hak yang baru oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/ Kota setempat, kemudian diserahkan kepada pemohon pendaftaran pemindahan hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun melalui lelang atau kuasanya.
Universitas Indonesia
Kekuatan pembuktian..., Rini Oktavia, FH UI, 2011.
58
2.4
Kekuatan Hukum Sertifikat Tanah Dalam Pembelian Melalui Lelang Dibandingkan Dengan Girik Dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 05 PK/PDT/ 2005 Dalam kasus ini yang menjadi obyek sengketa adalah kepemilikan atas
tanah, sertifikat Hak Milik Nomor 17 yang dibeli secara lelang oleh Denny Azani B.Latief S.H. (untuk selanjutnya disebut Penggugat) serta perbuatan melawan hukum dari Nyonya Saurlina Hutasoit (untuk selanjutnya disebut Tergugat) terhadap tanah yang telah menjadi milik penggugat, yang menurut pengakuan dari Nyonya Saurlina Hutasoit, tanah tersebut adalah tanah miliknya yang telah dikuasainya sejak lama. Penggugat adalah pemenang lelang yang diadakan oleh BUPLN/ KP3N Jakarta tanggal 27 Maret 1997 atas tanah yang bersertifikat Hak Milik Nomor 17, yang oleh penggugat diajukan permohonan balik nama kepada Kantor Pertanahan Kabupaten Bekasi (untuk selanjutnya disebut: Turut Tergugat II). Turut Tergugat II memproses balik nama sertifikat hak milik nomor 17 tersebut ke atas nama Penggugat, dan melakukan pengukuran ulang serta memasang patok-patok batas negara berdasarkan Peta situasi No.268/ BPN/ 1997 tertanggal 19 Juni 1997. Pengukuran ulang tanah tersebut dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan selanjutnya penggugat memasang papan pemberitahuan mengenai kepemilikan tanah tersebut atas nama penggugat. Pemasangan papan nama kepemilikan tanah yang dilakukan penggugat menimbulkan reaksi dari Nyonya Saurlina Hutasoit (Tergugat/ Pembanding/ Pemohon Kasasi/ Pemohon Peninjauan Kembali) yang kemudian melaporkan Penggugat ke Polres Bekasi atas tuduhan pemalsuan Sertifikat tanah Hak Milik Nomor 17 milik penggugat. Atas laporan ini, Polres Bekasi telah melakukan penyidikan dan penyelidikan ini kemudian dihentikan oleh Polres Bekasi dengan mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) atas laporan pidana tergugat. Atas tindakan hukum yang dilaporkan Tergugat, maka Penggugat dengan itikad baik tetap berusaha menyelesaikan dengan jalan musyawarah, namun tergugat tetap tidak bersedia untuk meninggalkan tanah milik penggugat tersebut
Universitas Indonesia
Kekuatan pembuktian..., Rini Oktavia, FH UI, 2011.
59
dan tetap berusaha menguasai tanah yang bukan hak tergugat, perbuatan mana merupakan perbuatan melawan hukum. Akibat tindakan-tindakan yang dilakukan tergugat tersebut dan tidak adanya itikad baik dari tergugat, maka penggugat mengajukan masalah ini agar di selesaikan melalui jalur hukum yang berlaku. Adapun hasil dari putusan pengadilan terhadap putusan ini adalah sebagai berikut: 1.
Amar putusan Pengadilan Negeri Bekasi, yaitu dengan putusan No.30/ PDT.G/ 1998/ PN.BKS Mengadili : Dalam konpensi: Dalam eksepsi: a. menolak gugatan penggugat dalam pokok perkara; 1. Mengabulkan gugatan untuk sebagian 2. Menyatakan sah penjualan tanah melalui lelang yang dilakukan oleh Turut Tergugat I kepada Penggugat. 3. Menyatakan tanah yang terletak di Desa Mangun Jaya, Kecamatan Tambun, Kabupaten Bekasi, seluas 11.475 M2, adalah tanah milik penggugat. 4. Menyatakan Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum. 5. Menghukum Tergugat membayar kerugian terhadap Penggugat sebesar Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah) secara tunai. 6. Menghukum tergugat atau pihak ketiga manapun untuk mengosongkan dan meninggalkan tanah tersebut dan tidak melakukan perbuatan apapun atas tanah tersebut tanpa beban apapun, bila perlu dengan bantuan aparat keamanan. 7. Menyatakan putusan dalam perkara ini dapat dilaksanakan terlebih dahulu, meskipun ada verzet,banding, dan kasasi (uitvoerbaar bij voorraad). 8. Menghukum tergugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 108.000,- (seratus delapan ribu rupiah). 9. Menolak gugatan selebihnya.
Universitas Indonesia
Kekuatan pembuktian..., Rini Oktavia, FH UI, 2011.
60
Dalam rekonpensi: Dalam eksepsi: b. Menolak eksepsi penggugat. Dalam pokok perkara: c. Menolak gugatan penggugat seluruhnya 2.
Amar putusan pengadilan tinggi Jawa Barat di Bandung, yaitu dengan putusan No.710/ PDT/ 1998/ PTBdg Mengadili: d. Menerima permohonan banding dari pembanding semula tergugat tersebut. e. Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Bekasi, tertanggal 1 september 1998, Nomor: 30/ PDT.G/ 1998/ PN.BKS., yang dimohonkan banding. f. Menghukum Pembanding semula Tergugat untuk membayar biaya perkara dalam kedua tingkat peradilan, yang dalam tingkat banding ditetapkan sebesar Rp.50.000,- (lima puluh ribu rupiah).
3.
Amar putusan Mahkamah Agung Pada tingkat kasasi, yaitu dengan putusan Nomor: 2011 K/ PDT / 2000 Mengadili: Menolak permohonan kasasi dari pemohon kasasi Nyonya Saurlina Hutasoit tersebut; Menghukum Pemohon Kasasi untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi ini sebesar Rp.100.000,- (seratus ribu rupiah).
4.
Amar putusan Mahkamah Agung Pada tingkat peninjauan kembali, yaitu dengan putusan Nomor : 05 PK/ Pdt/ 2005 Mengadili: Menolak permohonan peninjauan kembali dari Nyonya Saurlina Hutasoit tersebut; Menghukum pemohon peninjauan kembali untuk membayar biaya perkara dalam pemeriksaan peninjauan kembali ini sebesar Rp.2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah).
Universitas Indonesia
Kekuatan pembuktian..., Rini Oktavia, FH UI, 2011.
61
Penjualan melalui lelang ini berawal dari Sertifikat hak milik no.17 atas nama Nasa alias Djono bin Sata yang dijadikan jaminan dalam perjanjian kredit, yang selanjutnya di lelang guna menyelesaikan penagihan piutang macet atas hutang pada negara dalam hal ini PT (persero) Bank Bumi Daya Cabang Jatinegara. Sebelum lelang dilaksanakan, terlebih dahulu diajukan permohonan lelang secara tertulis dan disertai dengan dokumen persyaratan lelang yang diperlukan. Dalam kasus ini, sengketa terhadap tanah yang dijual secara lelang berupa lelang eksekusi panitia urusan piutang negara. Oleh sebab itu dalam pengajuan permohonan lelangnya, surat permohonan diajukan dalam bentuk nota dinas oleh kepala seksi piutang negara Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara (untuk selanjutnya disebut KP2LN) kepada kepala KP2LN. Berdasarkan jawaban dari Kantor Pejabat Lelang Kelas II, Bekasi. (Turut Tergugat I/ Turut Terbanding/ Turut Termohon Kasasi), persyaratan lelang yang dimaksud yaitu: 1. Adanya surat permintaan lelang dari Kepala kantor pelayanan pengurusan piutang negara Jakarta berdasarkan suratnya No.S-0565/ WPN.03/ KP.01/ 1997 tanggal 19 februari 1997; 2. Adanya surat keterangan pendaftaran tanah dari kantor pertanahan kabupaten Bekasi No.630-1/ B26/ BPN/ 1995; 3. Adanya surat perintah penjualan barang sitaan No.KEP-63/ PUPN.VI/ 1992 tanggal 21 januari 1992; 4. Adanya surat paksa No.SP-517/ PUPN.VI/ 1990 tanggal 31 desember 1990 yang berkepala “Atas nama keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”, surat paksa ini mempunyai kekuatan eksekutorial sebagaimana putusan Hakim Perdata yang telah berkekuatan tetap/ pasti; 5. Adanya keputusan penetapan jumlah piutang negara No.KEP-79/ PUPN.VI/ PJP/ 1990 tanggal 6 desember 1990; 6. Adanya keputusan tentang penyitaan No.KEP-182/ PUPN.VI/ SKP/ 1991 tanggal 27 mei 1997, dengan berita acara penyitaan No.BA-182/ PUPN.VI/ SKP/ 1991 tanggal 21 desember 1997;
Universitas Indonesia
Kekuatan pembuktian..., Rini Oktavia, FH UI, 2011.
62
7. Telah diumumkan melalui selebaran berdasarkan pengumuman No.Peng017/ WPN.03/ KP.01/ L/ 1997 tanggal 27 februari 1997 dan melalui harian Berita Buana terbit tanggal 12 Maret 1997; 8. Telah diberitahukan kepada termohon lelang berdasarkan surat Kepala Kantor Pelayanan Pengurusan Piutang Negara No.S-0044/ WPN.03/ KP.01/ 1997 tanggal 3 januari 1997. Selambatnya satu hari kerja sebelum pelaksanaan lelang, penjual/ pemilik barang wajib memperlihatkan atau menyerahkan dokumen asli kepemilikan kepada pejabat lelang, dan pejabat lelang wajib memperlihatkannya kepada peserta lelang sebelum/ pada saat lelang dimulai. Pengecualian berlaku dalam lelang eksekusi yang menurut peraturan perundang-undangan tetap dapat dilaksanakan meskipun dokumen asli kepemilikannya tidak dikuasai oleh penjual, dalam hal ini penjual wajib memperlihatkannya kepada peserta lelang sebelum/ pada saat lelang dimulai. Setelah lelang dilaksanakan dan sudah sesuai syarat-syarat lelang menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, lelang tersebut diketahui oleh Denny Azani B.Latief S.H., (Penggugat/ Terbanding/ Termohon Kasasi/ Termohon Peninjauan Kembali) sebagai peserta lelang. Dalam pelaksanaan lelang tersebut, Denny Azani B.Latief S.H. memenangkan lelang dan melaksanakan kewajiban-kewajibannya sebagai pemenang lelang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk di dalamnya melakukan pembayaran lunas terhadap barang yang dilelang. Selanjutnya Denny Azani B.Latief S.H. mengajukan balik nama sertifikat tanah yang dimenangkannya dalam lelang tersebut yaitu, Sertifikat Hak Milik Nomor 17 ke atas namanya sendiri. Pengajuan balik nama sertifikat tersebut diproses oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Bekasi (Turut Tergugat II/ Turut Terbanding/ Turut Termohon Kasasi) dan atas permohonan tersebut dilakukan pengukuran ulang, yang selanjutnya memasang patok-patok batas negara berdasarkan peta situasi No.268/ BPN/ 1997, tertanggal 19 Juni 1997. Kemudian penggugat memasang papan pemberitahuan mengenai kepemilikan tanah tersebut atas nama penggugat.
Universitas Indonesia
Kekuatan pembuktian..., Rini Oktavia, FH UI, 2011.
63
Pemasangan papan nama kepemilikan tanah yang dilakukan penggugat menimbulkan protes dari Nyonya Saurlina Hutasoit (Tergugat/ Pembanding/ Pemohon Kasasi/ Pemohon Peninjauan Kembali) yang kemudian melaporkan penggugat ke Polres Bekasi atas tuduhan pemalsuan Sertifikat tanah Hak Milik Nomor 17 milik penggugat. Atas laporan ini, Polres Bekasi telah melakukan penyidikan dan penyelidikan ini kemudian dihentikan oleh Polres Bekasi dengan mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) atas laporan pidana tergugat. Merasa tanah yang dikuasainya diambil alih oleh pihak lain, membuat tergugat mengambil tindakan sendiri yaitu dengan mencabut patok batas-batas negara yang ditanam dan dipasang oleh Turut Tergugat II begitu juga dengan papan nama milik penggugat. Hal ini dilakukan tergugat karena menurut keterangan tergugat, tanah tersebut dibelinya dari Nasa bin Sata berdasarkan Akta Jual Beli No.605/ ES/ AK/ 75/ VII/ 1983 tanggal 1 Agustus 1983 dihadapan Camat Kepala Kecamatan Tambun yang tercatat dalam buku tanah Hak Milik Adat No.C.1464/3044 persil 345 dengan luas 11.200 M2. dan sejak pembelian tersebut hingga muncul sengketa ini, tergugat secara terus menerus menguasai tanah tersebut tanpa ada gangguan dan hambatan dari pihak lain. Tergugat pun telah melaksanakan kewajiban-kewajibannya sebagai pemilik tanah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dan selama tanah tersebut dikuasainya, tergugat tidak pernah mengajukan permohonan untuk menerbitkan sertifikat atas tanah tersebut. Dengan adanya sengketa atas tanah tersebut, tergugat menganggap pelelangan terhadap Sertifikat Hak Milik No.17 yang diadakan oleh Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (selanjutnya disebut BUPLN) cacat hukum dan batal demi hukum. Karena tergugat lah yang memiliki tanah dan menguasai tanah tersebut sesuai dengan bukti-bukti yang diberikannya yaitu Akta Jual Beli No.605/ ES/ AK/ 75/ VII/ 1983 atas tanah milik adat. Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan diatas, pelelangan yang dilakukan sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, begitu pula dengan prosedur dan persyaratan lelang yang diperlukan pun telah
Universitas Indonesia
Kekuatan pembuktian..., Rini Oktavia, FH UI, 2011.
64
dipenuhi oleh pihak penjual lelang. Dalam hal ini jelas terbukti bahwa secara fakta pelelangan atas objek sengketa dengan pemenang lelang yaitu Penggugat adalah sah dan sudah memenuhi hukum yang berlaku. Mengenai sertifikat yang dimiliki oleh penggugat dan girik yang dimiliki oleh tergugat, dapat kita analisa terlebih dahulu seperti berikut: Sebelum lahirnya UUPA, pemahaman masyarakat umum terhadap Girik menyatakan bahwa Girik merupakan tanda bukti Hak atas Tanah, tetapi setelah UUPA lahir dan Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 sebagaimana telah dirubah dengan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, hanya sertifikat hak atas tanah yang diakui sebagai bukti kepemilikan hak atas tanah. Namun pada kenyataannya, umumnya masyarakat masih berkeyakinan bahwa girik adalah sebagai tanda bukti hak atas tanah. Tidak mempermasalahkan apakah girik itu produk sebelum tahun 1960 atau-pun sesudahnya dan bagaimana status hukumnya. Pokoknya kalau tanah tertentu sudah memiliki girik atau kikitir, pemiliknya sudah merasa aman. Girik sebenarnya adalah surat pajak hasil bumi/verponding, Tanah girik adalah istilah populer dari tanah adat atau tanah-tanah lain yang belum di konversi menjadi salah satu tanah hak tertentu (Hak milik, hak guna bangunan, hak pakai, hak guna usaha) dan belum didaftarkan atau di sertifikat-kan pada Kantor Pertanahan setempat. Sebutannya bisa bermacam-macam, antara lain: girik, petok D, rincik, ketitir, dll. Dokumen atau bukti surat dengan nama Girik untuk tanah sebenarnya bukanlah tanda bukti kepemilikan, tetapi tanda bukti pembayaran pajak. Hal ini bisa membuktikan bahwa orang yang memegang (pemegang) dokumen tersebut adalah orang yang menguasai atau memanfaatkan tanah tersebut, dan patut diberikan hak atas tanah. Hal ini juga dipertegas dengan Putusan Mahkamah Agung RI. No. 34/K/Sip/1960, tanggal 19 Februari 1960 yang menyatakan bahwa surat petuk/girik (bukti penerimaan PBB) bukan tanda bukti hak atas tanah. Tetapi permasalahannya di kalangan masyarakat secara umum, termasuk juga, instansi pemerintah seperti instansi perpajakan, instansi penegak hukum seperti Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan serta PPAT, masih menggap girik
Universitas Indonesia
Kekuatan pembuktian..., Rini Oktavia, FH UI, 2011.
65
sebagai bukti kepemilikan hak atas tanah. Sehingga masih banyak pula produkproduk pengadilan berupa putusan yang menguatkan keberadaan girik sebagai alat bukti kepemilikan. Dengan dasar bukti tersebut masyarakat sudah merasa aman, karena merasa telah memiliki bukti kepemilikan atas hak tanahnya. Banyaknya masalah yang ditimbulkan dari penilaian terhadap tanah adat seperti girik, letter c, dan sejenis hak-hak lain yang berasal dari hak-hak adat membuat pengadilan cukup
direpotkan dengan perkara-perkara tanah yang
seharusnya telah dikonversi. Tanah-tanah adat seharusnya sudah dikonversi dan tunduk pada ketentuan UUPA, karena pemerintah tidak mungkin lagi mengeluarkan bukti-bukti hak atas tanah yang tunduk pada sistem hukum yang lama. Sehingga dengan demikian girik, letter c, dan tanah-tanah hak adat lainnya tidak dapat lagi dijadikan bukti kepemilikan. Peralihan hak atas tanah girik tersebut biasanya dilakukan dari tangan ke tangan, dimana semula bisa berbentuk tanah yang sangat luas, dan kemudian di bagi-bagi atau dipecah-pecah menjadi beberapa bidang tanah yang lebih kecil. Peralihan hak atas tanah girik tersebut biasanya dilakukan di hadapan Lurah atau kepala desa. Namun demikian, banyak juga yang hanya dilakukan berdasarkan kepercayaan dari para pihak saja, sehingga tidak ada surat-surat apapun yang dapat digunakan untuk menelusuri kepemilikannya. Pensertifikatan tanah girik tersebut dalam istilah Hukum tanah disebut sebagai Pendaftaran Tanah Pertama kali. Walaupun sistem pendaftaran tanah menganut sistem stelsel negatif, dalam arti sertifikat hak atas tanah bukan merupakan bukti hak atas tanah yang mutlak, karena pihak manapun yang merasa berhak atas tanah tersebut dapat mengajukan keberatan, tetapi lembaga peradilan dalam pengambilan keputusan seharusnya tidak mempertimbangkan keberadaan girik semata, tetapi juga bukti lainnya yang menunjukkan adanya kepemilikan atau hubungan hukum secara perdata antara tanah yang disengketakan dengan orang atau badan hukum, sehingga keberadaan girik harus dilakukan uji materil. Pembuktian hak lama berdasarkan Pasal 24 dan Pasal 25 Peraturan Pemerintah. No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah disebutkan bahwa
Universitas Indonesia
Kekuatan pembuktian..., Rini Oktavia, FH UI, 2011.
66
pembuktian hak lama yang berasal dari konversi hak lama dibuktikan dengan alat bukti tertulis dan keterangan saksi dan/atau pernyataan pemohon yang kebenarannya dianggap cukup untuk mendaftar oleh Panitia Ajudikasi untuk pendaftaran sistematik atau Kepala Kantor Pertanahan untuk pendaftaran sporadis. Penilaian tersebut didapat atas dasar pengumpulan dan penelitian data yuridis mengenai bidang tanah bersangkutan oleh Panitia Ajudikasi dalam Pendaftaran Tanah secara sistematik atau oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik. Atas dasar alat bukti dan berita acara pengesahan, hak atas tanah yang data fisik dan data yuridisnya sudah lengkap dan tidak ada sengketa, dilakukan pembukuan dalam buku tanah dan diterbitkan sertifikat hak atas tanah. Data Yuridis adalah keterangan mengenai status hukum bidang tanah dan satuan rumah susun yang didaftar, pemegang haknya dan hak pihak lain serta bebanbeban lain yang membebaninya (Pasal 1 angka (7) Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997). Sedangkan data Data Fisik adalah keterangan mengenai letak, batas dan luas bidang tanah dan satuan rumah susun yang didaftar, termasuk keterangan mengenai adanya bangunan atau bagian bangunan di atasnya (Pasal 1 angka (6) PP No. 24 Tahun 1997). Berdasarkan penjelasan di atas, seharusnya pembuktian kepemilikan hak atas tanah dengan dasar bukti girik saja tidak cukup, tetapi juga harus dibuktikan dengan data fisik dan data yuridis lainnya serta penguasaan fisik tanah oleh yang bersangkutan secara berturut-turut atau terus-menerus selama 20 (dua) puluh tahun atau lebih. Dengan catatan bahwa penguasaan tersebut dilakukan atas dasar itikad baik dan secara terbuka oleh yang bersangkutan sebagai yang berhak atas tanah, serta diperkuat oleh kesaksian orang yang dapat dipercaya serta penguasaan tersebut tidak dipermasalahkan oleh masyarakat hukum adat atau desa/kelurahan yang bersangkutan ataupun pihak lainnya. Dalam kasus ini, berdasarkan bukti-bukti yang diberikan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Bekasi, tanah milik adat tersebut pertama kalinya dijual oleh Abdul Hair bin Dukuh kepada Nasa alias Djono bin Sata berdasarkan Akta Jual Beli tertanggal 31 Maret 1966 nomor 26/ 1966. Lalu tanah tersebut oleh Nasa alias Djono bin Sata diajukan konversi/ balik nama kepada kantor pertanahan
Universitas Indonesia
Kekuatan pembuktian..., Rini Oktavia, FH UI, 2011.
67
yang sekarang kantor pertanahan kabupaten bekasi yang kemudian diterbitkanlah Sertifikat Hak Milik No.17 atas nama Nasa alias Djono bin Sata. Sengketa antara penggugat dengan tergugat terhadap tanah yang didapat penggugat dari hasil lelang, dan sesuai dengan bukti-bukti yang telah disampaikan, tanah tersebut telah bersertifikat sejak tahun 1966 (23 Mei 1966) atas nama Djono bin Sata. Sedangkan tergugat membeli tanah berperkara tersebut dari Nasa bin Sata pada tanggal 23 Juli 1983 (dibawah tangan) yang kemudian dibuat Akte Jual Beli Camat Tambun pada tanggal 1 Agustus 1983. Dengan adanya fakta ini maka terbukti bahwa jual beli antara tergugat dengan Nasa bin Sata itu tidak sah. Oleh karena itu, Sertifikat tanah yang yang dijual secara lelang dan dimenangkan oleh Denny Azani B.Latief S.H. sebagai penggugat dalam kasus ini merupakan alat bukti yang kuat dibandingkan girik yang dimiliki oleh Nyonya Saurlina Hutasoit. Karena dalam kasus ini pengadilan memutuskan tidak terdapat alat pembuktian lain yang membuktikan sebaliknya yang dapat membatalkan sertifikatnya. Girik yang dimiliki oleh tergugat bukan merupakan alat bukti hak bahwa ia memiliki tanah tersebut, bukti-bukti yang ada di pengadilan pun tidak cukup untuk membuktikan bahwa tergugatlah yang berhak atas tanah tersebut. Sehingga sertifikat yang dimiliki penggugat-lah yang cukup kuat untuk membuktikan bahwa tanah tersebut adalah hak si penggugat. Dalam kasus ini juga dibuktikan bahwa sertifikat yang dimiliki penggugat dari hasil pembelian lelang tersebut merupakan alat pembuktian hak yang kuat dan memberikan kepastian hukum kepada pemegang haknya. Pelelangan terhadap sertifikat tanah itu pun sah menurut hukum yang berlaku dan tidak mempengaruhi pembelian lelang yang telah terjadi. Sengketa terhadap sertifikat tanah yang terjadi setelah pelelangan tidak membuat pelelangan tersebut menjadi batal.
Universitas Indonesia
Kekuatan pembuktian..., Rini Oktavia, FH UI, 2011.
68
2.5
Perlindungan Hukum Yang Didapat Oleh Para Pihak Yang Membeli Tanah Yang Beritikad Baik Para pihak dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 05 PK/PDT/ 2005
adalah: 1.
Denny Azani B. Latief S.H., bertempat tinggal di Komplek Wijaya Graha Puri Blok A Nomor 10 Jalan Wijaya II, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Selanjutnya disebut sebagai Penggugat/ Terbanding/ Termohon Kasasi/ Termohon Peninjauan Kembali. Melawan
1.
Nyonya Saurlina Hutasoit, bertempat tinggal di Jalan Kejaksaan IV ID 72, Pondok Bambu, Jakarta Timur. Selanjutnya disebut sebagai Tergugat/ Pembanding/ Pemohon Kasasi/ Pemohon Peninjauan Kembali. dan
2.
Pemerintah Republik Indonesia qq. Departemen Keuangan Republik Indonesia, Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara, Kantor Wilayah III Kantor Pelayanan Pengurusan Piutang Negara Jakarta qq. Kantor Pejabat Lelang Kelas II, Bekasi. Selanjutnya disebut sebagai Turut Tergugat I/ Turut Terbanding/ Turut Termohon Kasasi.
3.
Pemerintah Republik Indonesia qq. Badan Pertanahan Nasional Indonesia qq. Kantor Pertanahan Kabupaten Bekasi. Selanjutnya disebut sebagai Turut Tergugat II/ Turut Terbanding/ Turut Termohon Kasasi. Mengenai perlindungan terhadap pembeli tanah yang beritikad baik, akan
dijelaskan sebagai berikut: Terhadap pemenang lelang selaku pembeli yang beritikad baik, maka sudah seharusnya mendapatkan perlindungan hukum. Perlindungan hukum terhadap pembeli melalui lelang berarti adanya kepastian hukum hak pembeli lelang atas barang yang dibelinya tersebut melalui lelang. Apabila terjadi gugatan terhadap penjualan atau pengalihan kepemilikan dari pihak manapun, seharusnya
Universitas Indonesia
Kekuatan pembuktian..., Rini Oktavia, FH UI, 2011.
69
penjual bertanggung jawab sepenuhnya atas kerugian yang timbul dari gugatan yang terjadi dan tidak mengakibatkan batalnya jual beli melalui lelang tersebut. Berdasarkan kenyataan yang ada, peraturan lelang selama ini kurang mendukung perkembangan lelang sebagai lembaga jual beli dan kurang memberi perlindungan kepada pembeli-pembeli lelang atas barang yang dibelinya. Untuk menganalisa perlindungan terhadap pembeli sehubungan dengan itikad baik, digunakan teori pendukung mengenai perlindungan terhadap pembeli berdasarkan asas itikad baik. Risalah lelang yang dibuat oleh pejabat lelang merupakan akta otentik yang mempunyai kekuatan pembuktian. Untuk itu pejabat lelang dalam membuat risalah lelang harus bertanggung jawab terhadap isi dari risalah lelang yang dibuatnya, yaitu menjamin kebenaran dari tanggal dilaksanakannya lelang, tanda tangan para pihak dalam risalah lelang, identitas dari orang-orang yang hadir dalam pelaksanaan lelang yaitu penjual, peserta lelang dan pembeli lelang, demikian juga dengan tempat diadakannya penjualan secara lelang tersebut. Klausul risalah lelang yang secara garis besar menyatakan bahwa kantor lelang tidak menanggung kebenaran atas keterangan lisan yang diberikan pada waktu penjualan lelang tentang keadaan-keadaan sesungguhnya dan keadaan hukum atas barang yang dilelang, serta melimpahkan bahwa seluruhnya merupakan beban dan resiko pembeli, mencerminkan bahwa pemerintah melepaskan tanggung jawab dari keadaan fisik maupun keadaan hukum barang yang dijual. Untuk itu biasanya dalam lelang atas tanah, dokumen-dokumen yang berkaitan dengan penjualan terlebih dahulu diteliti oleh pejabat lelang, agar pejabat lelang dapat memberikan informasi tentang tanah yang akan dilelang kepada calon pembeli lelang. Dengan adanya kasus sengketa tanah ini yang muncul karena adanya pembelian tanah secara lelang atas sertifikat tanah hak milik nomor 17 yang diterbitkan pada tahun 1966 atas nama Denny Azani B.Latief S.H., menunjukkan bahwa pembelian melalui lelang masih memungkinkan terjadinya sengketa di kemudian hari. Perlindungan yang didapat oleh pembeli lelang hanya berupa bukti-bukti dari risalah lelang yang dibuat oleh pejabat lelang, dan yang
Universitas Indonesia
Kekuatan pembuktian..., Rini Oktavia, FH UI, 2011.
70
dilindungi hanyalah bukti bahwa proses pelelangan yang terjadi sudah sesuai dengan prosedur yang berlaku atau tidak. Mengenai barang / tanah yang dibeli oleh pembeli lelang menjadi tanggung jawab penjual barang/ tanah yang dilelang dan risiko yang harus ditanggung sendiri oleh pembeli, bukan menjadi tanggung jawab pejabat lelang. Oleh karena kurangnya perlindungan hukum yang diberikan kepada pembeli lelang terhadap tanah yang dibelinya dari hasil lelang, maka apabila di kemudian hari terjadi sengketa terhadap tanah yang dibelinya tersebut, putusan hakimlah yang dapat menjadi perlindungan bagi si pembeli tanah melalui lelang tersebut. Seperti yang terjadi dalam kasus sengketa tanah ini, putusan hakim menyatakan lelang yang terjadi sebagai perbuatan hukum yang sah, antara lain dengan menyatakan bahwa penjualan lelang eksekusi terhadap objek sengketa adalah sah menurut hukum yang berlaku dan sah; menyatakan salinan risalah lelang yang menjadi bukti adalah sah serta menetapkan bahwa kepemilikan tanah pembeli lelang adalah sah. Putusan yang menyatakan lelang yang terjadi sah, dan tidak mengakibatkan adanya perubahan hak-hak pembeli lelang atas objek yang dibelinya melalui lelang merupakan suatu perlindungan hukum bagi hak pembeli lelang yang memperoleh kepastian hukum dengan adanya putusan hakim. Sedangkan perlindungan hukum yang dapat diperoleh oleh Nyonya Saurlina Hutasoit sebagai pembeli tanah hak milik adat, berdasarkan Akta Jual Beli No.605/ES/AK-75/VII/1983 tanggal 1 agustus 1983 dalam kasus ini adalah tidak ada, dikarenakan ada sertifikat yang dimiliki oleh Denny Azani B.Latief S.H. Hal ini dilihat berdasarkan ketentuan dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, yang menetapkan bahwa kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kalinya menghasilkan surat tanda bukti hak yang bersifat kuat, serta pendaftaran tanah dimaksudkan untuk memberikan jaminan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak yang bersangkutan diberikan sertifikat hak atas tanah. Jadi, walaupun Nyonya Saurlina Hutasoit mempunyai bukti girik yang dikeluarkan pada tahun 1983, Denny Azani B.Latief S.H. mempunyai bukti hak yang lebih kuat yaitu sertifikat hak milik nomor 17 yang diterbitkan pada tahun 1966. Hal ini menandakan sertifikat hak
Universitas Indonesia
Kekuatan pembuktian..., Rini Oktavia, FH UI, 2011.
71
milik nomor 17 milik
Denny Azani B.Latief S.H. mempunyai kekuatan
pembuktian yang lebih kuat karena telah dilakukan pendaftaran tanah pertama kali pada tahun 1966. Dengan begitu, akta jual beli yang dimiliki oleh Nyonya Saurlina Hutasoit tersebut dapat dinyatakan tidak sah, dan dalam kasus ini Nyonya Saurlina tidak mendapatkan perlindungan hukum atas tanah yang menurutnya telah dikuasai sejak lama. Untuk mendapatkan keadilan bagi Nyonya Saurlina Hutasoit yang tidak mengetahui telah diterbitkannya sertifikat atas tanah yang dikuasainya pada saat pembelian, dan secara otomatis dengan adanya sengketa ini ia telah kehilangan haknya atas tanah yang dikuasainya sejak lama itu. Maka sebagai pembeli yang beritikad baik, ia dapat meminta pertanggungjawaban atas kerugian yang dideritanya kepada penjual dan dapat mengajukan tuntutan kepada penjual tersebut.
Universitas Indonesia
Kekuatan pembuktian..., Rini Oktavia, FH UI, 2011.
72
BAB 3 PENUTUP
3.1
Kesimpulan Berdasarkan atas apa yang telah diuraikan dalam bab-bab sebelumnya,
maka kesimpulan yang dapat diambil oleh penulis mengenai permasalahan yang dibahas adalah sebagai berikut: 1. Girik adalah surat pajak hasil bumi/verponding, girik bukan merupakan bukti hak atas tanah, namun hanya berupa surat keterangan objek atas tanah. Sedangkan sertifikat hak atas tanah berfungsi sebagai alat pembuktian yang memberikan jaminan kepastian hukum mengenai orang yang menjadi pemegang hak atas tanah, kepastian hukum mengenai lokasi dari tanah, batas serta luas suatu bidang tanah, dan kepastian hukum mengenai hak atas tanah miliknya. Dengan kepastian hukum tersebut dapat diberikan perlindungan hukum kepada orang yang tercantum namanya dalam sertifikat. Apabila sertifikat hak atas tanah dihadapkan dengan bukti Girik dalam suatu tuntutan atau gugatan hukum, maka seharusnya bukti girik tanpa didukung dengan bukti lainnya seperti data yuridis dan data fisik dan/atau penguasaan fisik secara terus menerus selama 20 (dua puluh) tahun, tidak dipertimbangkan oleh Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini. 2. Perlindungan hukum yang didapat oleh pembeli yang beritikad baik dalam pembelian melalui lelang dirasakan kurang dan belum memberikan perlindungan yang cukup kepada pembeli atas barang yang didapatnya melalui lelang. Perlindungan yang didapat oleh pembeli lelang hanya berupa bukti-bukti dari risalah lelang yang dibuat oleh pejabat lelang, dan yang dilindungi hanyalah bukti bahwa proses pelelangan yang terjadi sudah sesuai dengan prosedur yang berlaku atau tidak. Mengenai barang / tanah yang dibeli oleh pembeli lelang menjadi tanggung jawab penjual barang/ tanah yang dilelang dan risiko yang harus ditanggung sendiri oleh pembeli, bukan menjadi tanggung jawab pejabat lelang. Sedangkan dalam 72 Universitas Indonesia
Kekuatan pembuktian..., Rini Oktavia, FH UI, 2011.
73
kasus ini terhadap pembeli yang beritikad baik lain yang mendapatkan barang tidak melalui lelang yaitu melalui jual beli tanah biasa, selama objek yang dibelinya tidak digugat oleh pihak lain
ia dapat terus
menikmati haknya. Namun apabila di kemudian hari ada pihak lain yang dapat membuktikan sebaliknya sesuai dengan bukti-bukti yang ada, maka secara otomatis ia akan kehilangan haknya dan hak tersebut beralih kepada pihak lain yang dapat membuktikan bahwa hak yang dimiliki pihak lain tersebut lebih kuat pembuktiannya dalam hukum yang berlaku.
3.2
Saran 1. Dalam melakukan pembelian tanah baik melalui lelang ataupun jual beli biasa diharapkan kepada para pihak yang terkait untuk dapat lebih berhatihati dan teliti melihat dokumen-dokumen yang ada untuk menghindari sengketa yang mungkin saja terjadi dan bila perlu melakukan survey terhadap tanah yang akan dibelinya untuk lebih meminimalkan kemungkinan terjadinya sengketa. Selain itu diperlukan sosialisasi kepada masyarakat tentang kedudukan girik setelah berlakunya UUPA dan pentingnya pendaftaran tanah untuk memberikan kepastian hukum serta memberikan perlindungan hukum terhadap tanah yang mereka miliki dan kuasai. 2. Sebaiknya dibuat peraturan yang tegas dan jelas untuk perlindungan hukum terhadap pembeli yang beritikad baik khususnya pembelian melalui lelang, dan umumnya perlindungan terhadap pembeli yang beritikad baik melalui jual beli biasa atas dugaan penipuan yang mungkin dilakukan oleh penjual dan hal-hal lain yang dapat merugikan pembeli.
Universitas Indonesia
Kekuatan pembuktian..., Rini Oktavia, FH UI, 2011.
74
DAFTAR REFERENSI
A. Buku Badrulzaman, Mariam Darus, Beberapa Masalah Hukum Dalam Perjanjian Kredit Bank Dengan Jaminan Hypotheek Serta Hambatan-hambatannya Dalam Praktek di Medan, Bandung : Alumni, 1978. Bosu, Beni, Perkembangan Terbaru Sertifikat (Tanah, Tanggungan, dan Condominium), Jakarta: Mediatama Saptakarya, 1997. Chomzah, Ali Achmad. Hukum Pertanahan Seri III Penyelesaian Sengketa Hak Atas Tanah dan Seri IV Pengadaan Tanah Untuk Instansi Pemerintah. Jakarta: Prestasi Pustaka, 2003. Harsono, Boedi, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undangundang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Cet. 9, Jakarta: Djambatan, 2003. ---------, Menuju Penyempurnaan Hukum Tanah Nasional, cet. I, Jakarta: Universitas Trisakti, 2002. ---------, Himpunan Peraturan-peraturan Djambatan,2006.
Hukum
Tanah,
Jakarta:
Murad, Rusmadi, Administrasi Pertanahan Pelaksanaannya Dalam Praktik. Cetakan I, Bandung : Mandar Maju, 1977. Parlindungan, A.P, Komentar Atas Undang-undang Pokok Agraria, Bandung,: Mandar Maju, 1998. Ruchiyat, Eddy. Sistem Pendaftaran Tanah Sebelum dan Sesudah Berlakunya UUPA. Bandung: Armico, 1994. Santoso, Urip, Hukum Agraria Dan Hak-hak Atas Tanah. Jakarta, Jakarta: Prenada Media, 2005. ---------, Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010.
Universitas Indonesia
74 Kekuatan pembuktian..., Rini Oktavia, FH UI, 2011.
75
Sianturi, Purnama Tioria, Perlindungan Hukum Terhadap Pembeli Barang Jaminan Tidak Bergerak Melalui Lelang. Bandung: Mandar Maju, 1998. Sihombing, Irene Eka, Segi-Segi Hukum Tanah Nasional Dalam Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan, Jakarta : Universitas Trisakti, 2005.
Sri Mamudji, Et al, Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, Cet. 1, Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005. Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, 1986. Soemarno D., Tata Cara Pendaftaran Hak Atas Tanah, Jakarta: Mini Jaya Abadi, 1997. Sunggono, Bambang, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005. Sutedi, Adrian, Kekuatan Hukum Berlakunya Sertifikat Sebagai Tanda Bukti Hak Atas Tanah, Jakarta: Bina Cipta, 2006. -------, Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya, Jakarta: Sinar Grafika, 2009. Wasito, Hermawan, Pengantar Metodologi Penelitian, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1997. Widodo, Agus Hari, Hukum Piutang dan Lelang Negara di Indonesia, Jakarta: Pustaka Bangsa, 2002.
B. Peraturan Perundang-Undangan
Indonesia. Undang-Undang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, UU No. 5 Tahun 1960, LN No. 104 Tahun 1960. Indonesia, Peraturan Pemerintah Tentang Pendaftaran Tanah, PP No. 24 Tahun 1997.
Universitas Indonesia
Kekuatan pembuktian..., Rini Oktavia, FH UI, 2011.
76
Indonesia, Peraturan Menteri
Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan
Nasional Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. PMNA/ KBPN Nomor 3 Tahun 1997. Indonesia, Peraturan Menteri Keuangan Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, PMK Nomor 40/ PMK.07 Tahun 2006
C. Internet Tejabuwana, http://mkn-unsri.blogspot.com/2010/05/tujuan-obyek-dan-sistempendaftaran.html . Diunduh 10 Desember 2010 Lydia Fransiscani Turnip. Kekayaan Negara, Piutang Negara dan Lelang. http://lydiafturnip.blogspot.com/2009/08/asas-asas-dalam-pelaksanaanlelang.html. Diunduh 12 Desember 2010.
Universitas Indonesia
Kekuatan pembuktian..., Rini Oktavia, FH UI, 2011.