BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan perekonomian Indonesia tidak terlepas dari peran
perbankan dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediate atau
lembaga yang berfungsi menyalurkan pihak yang mempunyai kelebihan dana (surplus) kepada pihak yang membutuhkan dana (defisit). Di Indonesia sendiri
terdapat dual banking system, yaitu sistem syariah dan sistem konvensional. Perkembangan perbankan syariah saat ini mengalami kemajuan pesat. Dengan diberlakukannya Undang-Undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang terbit tanggal 16 Juli 2008, maka pengembangan industri perbankan syariah nasional semakin memiliki landasan hukum yang memadai dan akan mendorong pertumbuhannya secara lebih cepat lagi. Dengan progres perkembangannya yang mencapai rata-rata pertumbuhan aset lebih dari 65% pertahun dalam lima tahun terakhir, maka diharapkan peran industri perbankan syariah dalam mendukung perekonomian nasional akan semakin signifikan. Menurut Adiwarman Karim, perkembangan ekonomi Indonesia yang sebagian besar ditopang oleh sektor riil yang didominasi oleh Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dan masih kecilnya peranan produk derivatif di dunia keuangan, ternyata telah memberikan lahan subur bagi perkembangan ekonomi syariah. Bila dibandingkan dengan Malaysia dan Timur Tengah, keuangan syariah di Indonesia jauh lebih membumi untuk kepentingan sektor riil, menjangkau nasabah dalam jumlah sangat besar, dan cakupan geografis yang sangat luas. Pada 2012 kecenderungan ini akan semakin menguat. Dengan adanya kerja sama Lembaga Keuangan Mikro seperti BPRS dan BMT akan membantu memajukan perekonomian sektor riil. Selain itu, sektor UMKM merupakan penyumbang Produk Domestik Bruto (PDB) terbesar. Data Kementrian Koperasi dan UKM tahun 2011 menunjukkan bahwa sumbangan PDB dari sektor UMKM mencapai angka 57%
1
pada tahun 2010. Pengaruh yang cukup besar bagi perkembangan perekonomian ini tidak hanya diakui oleh negara-negara berkembang saja, namun diakui pula
oleh negara-negara maju di dunia. Berikut merupakan proporsi sumbangan PDB oleh sektor UMKM. Tabel 1.1 Sumbangan UMKM Terhadap PDB tahun 2007-2010 (dalam persen)
Skala Usaha
2007
2008
2009
2010
Usaha Mikro
32.96
32.82
32.66
32.42
Usaha Kecil
10.85
10.87
10.74
10.78
Usaha Menengah
14.62
14.66
14.65
14.63
Usaha Besar
41.56
41.65
41.65
42.17
58.44
58.35
58.05
57.83
Jumlah
Sumber : Diolah dari Data UMKM Kementrian Koperasi dan UKM 2011 Tabel 1.1 di atas menunjukkan bahwa sumbangan UMKM terhadap PDB mengalami penurunan selama periode 2007-2010, meskipun penurunan yang terjadi tidak signifikan. Penurunan sumbangan PDB UMKM berbanding tebalik dengan kredit yang disalurkan untuk sektor UMKM yang mengalami peningkatan selama periode 2007-2011. Data Statistik Perbankan Indonesia (SPI) tahun 2011 menunjukkan bahwa penyaluran kredit kepada sektor UMKM mengalami peningkatan sebesar 14.42% dibandingkan dengan tahun 2010. 2011 2010 2009 2008 2007
Modal Kerja Investasi Konsumsi 0
500.000
1.000.000
1.500.000
2.000.000
Gambar 1.1 Posisi Kredit Investasi, Konsumsi dan Modal Kerja Bank Umum Sektor UMKM Di Indonesia Tahun 2007 – 2011 (Miliar Rupiah) Sumber : Data diolah dari BI, Statistik Perbankan Indonesia 2007-2011 2
Berdasarkan jenis penggunaan pertumbuhan kredit UMKM oleh Bank Umum untuk konsumsi selalu berada di atas jenis kredit lain seperti kredit
investasi dan modal kerja. Meskipun kredit investasi dan modal kerja juga mengalami kenaikan, hal ini sangat memprihatinkan mengingat sektor UMKM
lebih membutuhkan penyaluran kredit yang kredit investasi dan modal kerja. Menurut Deputi Gubernur Bank Indonesia, Halim Alamsyah, dalam forum D-8 Islamic Microfinance Workshop di Jakarta, Jumat (11/11/2011), pembiayaan
mikro Islami telah berperan dalam pemerataan kekayaan dan peningkatan kesejahteraan dengan menjadi sumber pendanaan bagi masyarakat yang
membutuhkan, berdasarkan prinsip syariah. Jumlah masyarakat miskin di Indonesia masih terbilang besar. Kondisi ini hampir serupa dengan 7 negara lainnya, yakni Bangladesh, Pakistan, Iran, Malaysia, Mesir, Nigeria, dan Turki, yang tergabung dalam Developing 8 (D-8). Untuk Indonesia, sebesar 13 persen dari total populasi yakni sekitar 235 juta orang merupakan penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan. Bahkan, menurut data Bank Dunia tahun 2007, sebanyak 60 persen penduduk Indonesia tidak punya akses pembiayaan. Pengurangan jumlah penduduk miskin itu bisa dilakukan dengan mendekatkan mereka pada akses pembiayaan. Dengan menghubungkan mereka ke akses pembiayaan ini, maka target pengurangan kemiskinan sebesar 5 persen pada 2013 diharapkan bisa tercapai. “Salah satu bagian di mana Bank Indonesia akan berkontribusi dalam memberikan akses kepada penduduk yang berpendapatan rendah dan miskin, adalah kebijakan inklusi finansial untuk sektor pembiayaan, khususnya perbankan, termasuk di dalamnya pembiayaan Islami”. Bukan hanya sekedar mengurangi kemiskinan. Pembiayaan ini juga berperan membantu pemerataan kesejahteraan. Peran pembiayaan ini signifikan terhadap usaha kecil dan menengah (UKM). Apalagi, sebanyak 47 persen dari angkatan kerja bekerja di sektor ini. Besarnya usaha di sektor ini juga ditunjukkan dengan aset bersih UKM yang mencapai Rp 500 juta berkontribusi terhadap 56 persen dari PDB.
3
Bayangkan jika bisnis UMKM ini bisa dibiayai dengan pembiayaan mikro maka akan terjadi efek ganda bagi masyarakat.
Kini, semakin banyak lembaga pembiayaan mikro Islami di masyarakat.
Baik itu berupa bank dan non bank, seperti Baitul Maal Wa-Tamwil (BMT) dan
BPRS (Bank Perkreditan Rakyat Syariah). Pembiayaan melalui BPRS tidak hanya berasal dari bank itu sendiri tapi juga bisa bekerja sama dengan bank komersial lainnya.
Dalam peranannya membantu sektor perekonomian untuk menjalankan
kegiatannya, Perbankan Syariah mempunyai produk pembiayaan yang bisa
menjangkau semua sektor. Begitu juga dalam proses penyaluran pembiayaan kepada sektor perindustrian menengah kebawah atau yang lebih kita kenal dengan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Bank Syariah menggunakan linkage program, yaitu proses penyaluran pembiayaan melalui lembaga keuangan mikro seperti BPRS dan BMT untuk membantu intermediasi dengan sektor UMKM. Kehadiran BMT sangat membantu kegiatan perekonomian masyarakat kalangan menengah kebawah. Karena berada di daerah-daerah, produk BMT lebih bisa menjangkau unit usaha mikro dan lebih mudah dalam proses pengawasannya. Untuk itu, kerjasama yang baik antara lembaga keuangan besar khususnya perbankan dengan lembaga keuangan mikro ini dalam linkage program menjadi salah satu kunci keberhasilan dalam mewujudkan lembaga keuangan yang bermaslahat bagi seluruh lapisan masyarakat. Persoalan yang sering dihadapi oleh sektor UMKM adalah dalam hal pendanaan/modal dari sumber modal produktif (perbankan). Kesulitan UMKM mendapatkan pembiayaaan dari Bank bukan tidak beralasan. Selain karena letak Bank Syariah yang jauh dari sektor ini yang pada umumnya terletak di daerahdaerah, penyaluran pembiayaan juga terhambat oleh kualitas SDM yang dimiliki oleh UMKM, kemampuan manajemen, penguasaan teknologi, tidak bankable (kurangnya kelengkapan pencatatan laporan keuangan), diperlukannya jaminan kebendaan (collateral minded) yang sukar untuk dipenuhi dan faktor-faktor lainnya yang menyebabkan sulitnya penyaluran pembiayaan Bank Syariah ke sektor ini. Akibatnya sektor UMKM masih bergelut dengan lintah darat atau bank
4
plecit (rentenir) yang akan berdampak pada tidak optimalnya proses produksi UMKM dan akan lebih menyulitkan sektor UMKM untuk berkembang karena
kesulitan dalam membayar pinjaman yang ditambah dengan bunga yang berkali lipat besarnya. Hal ini bisa memperburuk kondisi perekonomian nasional untuk
kedepannya. Sulitnya mendapatkan pembiayaan ini berdampak pada jumlah pendapatan yang diperoleh sektor UMKM. Pembiayaan yang disalurkan dapat membantu proses produksi sektor UMKM sehingga dapat memberikan dampak
pada pendapatan yang diperoleh. Dengan adanya linkage program Perbankan Syariah dengan lembaga keuangan mikro BMT diharapkan bisa membantu
menyelesaikan permasalahan ini. Menurut Ali Hozi dalam Gito, alasan pertama Perbankan Syariah perlu memperhatikan penyaluran pembiayaan kepada sektor UMKM adalah karena karakteristik utama didirikannya bank syariah adalah mewujudkan keadilan sosio ekonomi dan pemerataan pendapatan. Hanya dengan memberikan lebih banyak kredit kepada sektor UMKM tujuan tersebut bisa tercapai. Alasan kedua adalah karena sektor UKM sudah teruji lebih tahan menghadapi krisis dibandingkan dengan sektor korporasi karena sektor UMKM mempunyai integritas rata-rata yang bagus dalam memenuhi kewajibannya kepada sektor perbankan, tidak kalah dengan sektor korporasi. Dengan memberikan kredit kepada UMKM tidak menghambat market share bank syariah, justru malah mendukung bertambahnya market share bank syariah. Ketahanan sektor riil dalam menghadapi krisis dibandingkan dengan sektor korporasi membuktikan bahwa sektor riil mempunyai potensi dan keunggulan yang berpotensi untuk lebih bisa dikembangkan melalui kebijakankebijakan yang sesuai dan dukungan dari lembaga yang tepat. Dengan demikian diharapkan sektor riil
bisa lebih maju dan mendukung pertumbuhan
perekonomian nasional. Berikut data mengenai Bank Umum penandatangan Linkage program dan plafon kredit yang diberikan dalam rangka Linkage program :
5
Tabel 1.2 Bank Umum penandatangan Linkage Program
No
Mitra Program
Plafon Kredit
1 PT Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk
BPR dan Koperasi
Rp 512.000.000.000
PT BPD Jawa Barat dan
BPR dan Koperasi
Rp 22.550.000.000
BPRS dan BMT
Rp 66.586.747.138
2
Nama Bank Umum
Banten 3 PT Bank Muamalat Indonesia 4
PT BPD Sumatera Utara
Rp
3.285.000.000
Koperasi
Rp
600.000.000
BPR
Rp
9.970.000.000
BPRS, Koperasi, dan
BMT 5
PT Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk
6
PT Bank Central Asia
7
PT Bank Syariah Mandiri
8
BPR dan BPRS
Rp 27.000.000.000
PT BPD Jawa Timur
BPR dan Koperasi
Rp 15.500.000.000
9
PT BPD Sumatera Barat
BPR dan Koperasi
Rp 15.950.000.000
10
PT Bank Internasional
BPR dan Koperasi
Rp 235.762.146.000
BPR
Rp 15.000.000.000
Indonesia, Tbk 11
PT Bank Mega, Tbk
12
PT BPD Riau
13
PT Bank Bukopin
14
PT Bank DKI
15
PT BPD Sulawesi Selatan
16
PT Bank Ganesha
17 18
BPR dan BPRS Koperasi
5.500.000.000
Rp 54.110.203.694
BPR dan Koperasi
Rp
2.500.000.000
Koperasi
Rp
3.128.000.000
BPR
Rp 10.000.000.000
PT Bank CIMB Niaga, Tbk
BPR dan Koperasi
Rp 509.777.234.275
PT Bank Himpunan Saudara
Koperasi
6
Rp
Rp
1.500.000.000
1906, Tbk 19
PT Bank Danamon, Tbk
BPR
Rp 84.600.000.000
Tabel 1.3 Plafon kredit Linkage Program
Kredit dalam Rangka Linkage program
Total (Rupiah)
Plafon Kredit Linkage program (BPR/S) Total
Rp 1.538.000.000.000
periode Jul 08 - Mar 09 (16 Bank Umum)
Total
Plafon
Kredit
Linkage
program
Rp 1.928.000.000.000
(Koperasi/BMT) periode Jul08 – Mar 09 (12 Bank Umum) Total Plafon Kredit dalam rangka Linkage program
Rp 6.793.000.000.000
(BPR/S) per Feb 2009 (40 Bank Umum) sumber : Lampiran Siaran Pers No.11/11/PSHM/Humas Bank Indonesia Berdasarkan uraian dari fenomena di atas maka saya tertarik untuk melakukan penelitian yang dituliskan dalam Tugas Akhir “ANALISIS
PENGARUH
MUSYARAKAH
PEMBIAYAAN
TERHADAP
PENDAPATAN
dengan judul
MURABAHAH UMKM
DAN
DENGAN
MENGGUNAKAN LINKAGE PROGRAM DI BAITUL MAL WA TAMWIL BINAMAS TAHUN 2009-2011”. 1.2
RUMUSAN DAN BATASAN MASALAH Dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga keuangan, BMT sebagai
lembaga keuangan mikro berperan penting untuk bisa membantu menyalurkan pembiayaan kepada sektor usaha kecil mikro menengah agar dapat melakukan kegiatan produksinya dan bisa mendukung perekonomian nasional. BMT sebagai salah satu lembaga mitra Bank Syariah untuk menjalankan linkage program harus bisa menunjukkan eksistensinya sebagai lembaga keuangan mikro yang berperan
7
dalam mengembangkan sektor UMKM dan mendapatkan keuntungan dan manfaat bagi pihak manajemen BMT itu sendiri. Apakah penyaluran pembiayaan melalui
BMT dengan Linkage program bisa membantu mengatasi permasalahan sulitnya UMKM mendapatkan permodalan dari perbankan sehingga bisa meningkatkan
pendapatan? Dari pertanyaan besar tersebut, bisa kita simpulkan beberapa masalah yang menarik untuk dibahas, yaitu: 1. Bagaimana perkembangan pembiayaan murabahah dengan linkage program di
BMT BINAMAS tahun 2009-2011? 2. Bagaimana perkembangan pembiayaan musyarakah dengan linkage program
di BMT BINAMAS tahun 2009-2011? 3. Bagaimana pengaruh pembiayaan murabahah di BMT BINAMAS dengan menggunakan linkage program terhadap pendapatan nasabah UMKM BMT BINAMAS? 4. Bagaimana pengaruh pembiayaan musyarakah di BMT BINAMAS dengan menggunakan linkage program terhadap pendapatan nasabah UMKM BMT BINAMAS? 5. Apakah terdapat perbedaan perlakuan BMT Bianamas dalam penyaluran pembiayaan dengan akad musyarakah atau murabahah kepada nasabah UMKM atas dasar kategori pendapatan (besar dan kecil)? 1.3 TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN I.3.1 Tujuan Penelitian Mengacu pada pemaparan pada sub bab latar belakang, maka dapat diketahui tujuan penelitian sebagai berikut : 1. Mengetahui perkembangan pembiayaan murabahah dengan linkage program di BMT BINAMAS tahun 2009-2011. 2. Mengetahui perkembangan pembiayaan musyarakah dengan linkage program di BMT BINAMAS tahun 2009-2011. 3. Mengetahui pengaruh pembiayaan murabahah di BMT BINAMAS dengan menggunakan linkage program terhadap pendapatan nasabah UMKM BMT BINAMAS.
8
4. Mengetahui pengaruh pembiayaan musyarakah di BMT BINAMAS dengan menggunakan linkage program terhadap pendapatan nasabah UMKM BMT
BINAMAS. 5. Mengetahui perilaku perlakuan BMT Bianamas dalam penyaluran pembiayaan
dengan akad musyarakah atau murabahah kepada nasabah UMKM atas dasar kategori pendapatan (besar dan kecil).
I.3.2
Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Sebagai wawasan untuk para akademisi agar bisa meningkatkan sistem linkage program melalui lembaga keuangan mikro Baitul Maal wa Tamwil dalam penyaluran pembiayaan untuk sektor UMKM dengan skala lokal maupun nasional. Diharapkan akan muncul alternatif-alternatif
yang bisa diterapkan
dalam praktek nyata. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan bisa dijadikan acuan untuk pengembangan manajemen dan bisa memperkuat eksistensi BMT sebagai lembaga keuangan mitra Bank Syariah dalam melakukan linkage program.
9