SKRIPSI
P RUANG L LEBESGUE
ISMAIL 02/154094/PA/08715
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS GADJAH MADA 2007
SKRIPSI
P RUANG L LEBESGUE
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana S1 Program Studi Matematika pada Jurusan Matematika
ISMAIL 02/154094/PA/08715
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS GADJAH MADA 2007
Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan. (Amsal 1:7) Serahkanlah perbuatanmu kepada TUHAN, maka terlaksanalah segala rencanamu TUHAN membuat segala sesuatu untuk tujuannya masing-masing. (Amsal 16: 3-4a) Dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah Aku menyertai kamu sampai kepada akhir zaman. (matius 28: 20)
Persembahan Terindah Untuk : Bapak dan mama tercinta, Kak Nina, kak Jusy, kak Eda, adikku Ade, serta Yuni, Askar dan Hans. Yang selalu memberi kepercayaan, kesempatan, dukungan, doa serta cinta. Hadiah terindah dari Allah buatku adalah keluarga ini.
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah yang Maha kuasa, atas berkat serta penyertaanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi dengan judul “ Ruang Lp Lebesgue” disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana strata 1 di Program Studi Matematika Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Gadjah Mada. Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu penulisan skripsi ini: 1. Bapak Yusuf M.A Math sebagai dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu dan pikiran dengan penuh kesabaran hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 2. Bapak Drs. Mochammad Tari, M.si selaku dosen wali akademik atas segala pengarahan selama penulis belajar di Fakultas MIPA Universitas Gadjah Mada. 3. Dosen pengajar di Fakultas MIPA Universitas Gadjah Mada yang telah membimbing penulis dalam proses belajar. 4. Bapak dan Mama tercinta. 5. Kakak-kakakku: Kak Nina dan keluarga, Kak Jusy, Kak Eda dan keluarga dan dukungan yang sangat berarti dari adikku Ade Amran Lolo serta ponakan-ponakanku: Yuni, Askar dan Hans. 6. Mbak Nalvin dan Wenda.
iv
7. Om dan tante serta sepupu-sepupu di kampung. 8. Teteh, Mpoq, Nuri, Mas Udhin dan semua mahasiswa matematika angkatan 2002. 9. Anak kost Pangkur dan Blimbing Sari. 10. (Alm.) Nancy, Astry, Lidia, Wika, Iis dan Sesilia terima kasih telah berbagi banyak hal tentang kehidupan dan memberi semangat saat pengerjaan skripsi ini. 11. Semua teman-teman KKN, terutama Sub-Unit Jatiroto: Maber, Paber, tante Tuty, Brtot, sesilia. 12. Semua teman-teman relawan Gerakan Kemanusiaan Indonesia, salut buat kalian . Tuhan memberkati. Penulis menyadari penulisan Skripsi ini masih jauh dari sempurna. Karenanya penulis mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun sehingga skripsi ini dapat memberi manfaat.
Yogyakarta, Juni 2007
penulis
v
INTISARI
RUANG Lp LEBESGUE Oleh: ISMAIL 02/154094/PA/08715
Dalam skripsi ini dipelajari mengenai ruang Lp Lebesgue, dimulai dengan mendefinisikan kelas-kelas dalam ruang Lp Lebesgue, yang dibentuk berdasarkan fungsi terintegral Lebesgue dan essensial supremum suatu fungsi dalam Lp . Kemudian mendefinisikan norma dalam Lp , ruang tersebut merupakan ruang Banach menurut norma yang telah didefinisikan sebelumnya.
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ……………………………………………………………..i LEMBAR PENGESAHAN……………………………………………………….ii LEMBAR PERSEMBAHAN…………………………………………………….iii KATA PENGANTAR……………………………………………………………iv INTISARI…………………………………………………………………………vi DAFTAR ISI…………………………………………………………………..…vii DAFTAR SIMBOL………………………………………………………………..x BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………1 II.1 Latar Belakang …………………...……………………………………..1 II.2 Maksud dan Tujuan………………………………………………………2 II.3 Batasan Masalah………………………………………………………….2 II.4 Tinjauan Pustaka…………………………………………………………2 II.5 Metode Penulisan………………………………………………………...2 II.6 Sistematika Penulisan…………………………………………………….2 BAB II DASAR TEORI…………………………………………………………...4 II.1 Himpunan……………..…………………………………………………4 II.2 Beberapa Konsep Dalam \ …………………………………………….6 II.3 Supremum dan Infimum………………………………………………...9 II.4 Barisan Dalam \ dan Kekonvergenannya..…………………………...10 II.5 Kekontinuan Fungsi …………………………………………………...14 II.6 Ruang Linear…………………………………………………………...17
vii
II.7 Ruang Metrik dan Ruang Bernorma…………………………………...21 BAB III HIMPUNAN TERUKUR, FUNGSI TERUKUR DAN INTEGRAL LEBESGUE……………………………………………………………30 III.1 Himpunan Terukur……………………………………………………..30 III.2 Fungsi Terukur………………………………………………………...42 III.3 Integral Lebesgue……………………………………………………...49 BAB IV RUANG Lp LEBESGUE………………………………………………56 IV.1 Kelas-kelas Lp …………………………………………………………56 IV.2 Pertidaksamaan Holder dan Minkowski……………………………….61 IV.3 Ruang Banach Lp ……………………………………………………...70 IV.4 Kekonvergenan Rata-rata………………………………………………74 IV.5 Sifat-sifat Ruang Lp ……………………………………………………77 IV.6 Fungsional Linear Terbatas dalam Lp …………………………………80 BAB V KESIMPULAN………………………………………………………...90 DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………92
viii
DAFTAR SIMBOL ∈
: elemen/anggota
∉
: bukan anggota
∅
: himpunan kosong
⊆
: himpunan bagian
∪
: gabungan atau union
∩
: irisan atau intersection
∃
: terdapat
∀
: untuk semua : himpunan semua bilangan real : himpunan semuan bilangan asli : himpunan semua bilangan kompleks
■
: bukti selesai
f :A→ B
: fungsi atau pemetaan dengan domain A dan range B
f ∼g
: f ekuivalen g
Nδ ( a )
: persekitaran a dengan jari-jari δ
Ac
: komplemen dari A
A
: aljabar himpunan
l(I )
: panjang interval I
m* ( E )
: ukuran luar Lebesgue E
m(E)
: ukuran Lebesgue E
ix
χE
∫
: fungsi karakteristik
f
E
: integral Lebesgue fungsi f pada E
.
: norma
(X, . )
: ruang bernorma
⇒
: implikasi
⇐
: biinplikasi
Lp ( E )
: kelas fungsi yang terintegral (p-integrable) terhadap E
.
: norma pada Lp
p
ℜ∫ f ( x ) dx : integral Reimann fungsi f pada [ a, b] b
a
x
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Masalah Analisis merupakan salah satu bagian dari matematika, disamping aljabar kombinatorika, teori himpunan, geometri, topologi dan matematika terapan. Hal-hal yang dibahas dalam analisis adalah bagian-bagian yang terkait dengan objek-objek abstrak, seperti: himpunan-himpunan bilangan, titik-titik geometri atau himpunan fungsi-fungsi yang memetakan bilangan ke bilangan atau titik ke titik. Dalam analisis telah banyak dibahas mengenai ruang dan sifat-sifatnya, misalnya ruang fungsi-fungsi terukur dan norma yang didefinisikan dengan integral. Ruang Lp Lebesgue termasuk salah satu ruang yang dibangun dari fungsifungsi terukur dan norma yang didefinisikan dengan integral. Kegunaan ruang yang dibangun dari fungsi terukur dalam bidang statistik dan beberapa bidang lainnya mengakibatkan ruang Lp Lebesgue sangat penting untuk dipelajari dan dibahas.
I.2 Maksud dan Tujuan Selain untuk memenuhi syarat kelulusan program strata -1 (s1) Program Studi Matematika Universitas Gadjah Mada, penyusunan skripsi ini bertujuan
1
untuk mempelajari masalah ruang Lp Lebesgue, sifat kelengkapan serta sifat-sifat yang lainnya.
I.3 Batasan Masalah Pada penyusunan skripsi ini yang dipelajari adalah kelas-kelas ruang Lp Lebesgue, sifat-sifat ruang Lp Lebesgue dan fungsional linear terbatas dalam ruang Lp Lebesgue.
I.4 Tinjauan Pustaka Himpunan dan beberapa sifatnya serta beberapa konsep dalam himpunan semua bilangan real \ sudah banyak dibahas oleh Robert G. Bartle dan Donald R. Shebert (1982). Selain itu masalah Ruang Linear, sub ruang dibahas oleh Howart Anton (1992). Selanjutnya, pengertian tentang ukuran, himpunan terukur, fungsi terukur dan Integral Lebesgue serta masalah lainnya dibahas oleh P.K. Jain dan V.P. Gupta (1976) serta Whedee (1977).
I.5 Metode Penulisan Metode penulisan adalah studi literature. Penulis mempelajari referensireferensi yang berkaitan dengan ruang Lp
Lebesgue, serta bahan-bahan
pendukung lain yang mendukung penyusunan skripsi ini.
2
I.6 Sistematika Penulisan Penulisan skripsi ini akan dibagi dalam beberapa bab. Susunan pembagian bab-bab tersebut adalah: Bab I: Pendahuluan. Pada bab ini akan dibahas latar belakang, maksud dan tujuan, pembatasan masalah, tinjauan pustaka, metode penulisan dan sistematika penulisan. Bab II: Dasar teori. Pada bab ini akan dibahas dasar-dasar teori yang akan digunakan pada bab-bab selanjutnya seperti ruang linear, ruang metrik, kekonvergenan pada fungsi bernilai real, serta teori-teori lainnya yang membantu. Bab III: Himpunan terukur, Fungsi Terukur dan Intergral Lebesgue. Pada bab ini akan dibahas mengenai ukuran Lebesgue, fungsi terukur Lebesgue dan integral Lebesgue. Bab IV: Ruang Lp Lebesgue. Pada bab ini akan mengenai kelas-kelas yang ada dalam ruang Lp Lebesgue, pertidaksamaan Holder dan Minkowski, ruang Banach Lp , sifat-sifat ruang Lp Lebesgue dan fungsional linear terbatas dalam ruang Lp Lebesgue. Bab V: Kesimpulan. Bab ini berisi kesimpulan dari materi-materi yang telah dibahas pada bab sebelumnya.
3
BAB II DASAR TEORI Pada bab ini diberikan beberapa definisi dan teorema yang digunakan sebagai pendukung di dalam penyusunan skripsi ini.
II.1 Himpunan Dalam sub bab ini dibicarakan pengertian himpunan, operasi dan sifat yang berlaku pada himpunan, serta pengertian tentang relasi dan fungsi.
Definisi 2.1.1 Himpunan adalah sekumpulan elemen-elemen atau unsur yang memenuhi suatu aturan keanggotaan tertentu. Jika x anggota himpunan H, dinotasikan dengan x ∈ H .
Definisi 2.1.2 Himpunan K disebut himpunan bagian H, ditulis dengan notasi K ⊂ H , jika setiap anggota K menjadi anggota H.
Definisi 2.1.3 Irisan (intersection) dua himpunan H dan himpunan K didefinisikan sebagai himpunan yang anggota-anggotanya terdiri atas semua anggota yang sekaligus berada di dalam himpunan H dan di dalam himpunan K.
4
Irisan himpunan H dan himpunan K dinotasikan dengan H ∩ K .
Definisi 2.1.4 Gabungan (Union) dua himpunan H dan himpunan K didefinisikan sebagai himpunan yang anggota-anggotanya terdiri atas semua anggota yang berada di dalam himpunan H atau didalam himpunan K. Gabungan himpunan H dan himpunan K dinotasikan dengan H ∪ K .
Definisi 2.1.5 Diberikan sebarang himpunan A dan Himpunan B. (i) Relasi dari A ke B adalah perkawanan anggota-anggota himpunan A dan anggota himpunan B. (ii) Fungsi dari A ke B adalah relasi yang memenuhi syarat setiap anggota himpunan mempunyai tepat satu kawan di himpunan B. Fungsi f dari A ke B dinotasikan dengan f : A → B .
Definisi 2.1.6 Diberikan sebarang dua himpunan A dan himpunan B serta fungsi
f : A → B . Fungsi f dikatakan bijektif jika memenuhi syarat sebagai berikut: (i) Jika f ( x1 ) = f ( x 2 ) maka x1 = x2 , untuk setiap x1 , x2 ∈ A dan (ii) Untuk setiap y ∈ B terdapat x ∈ A sehingga y = f ( x )
Dari Definisi 2.1.6 akan diberikan definisi dua himpunan yang ekuivalen.
5
Definisi 2.1.7 Dua himpunan A dan B dikatakan ekuivalen jika terdapat fungsi bijektif
f : A→ B.
Definisi 2.1.8 Suatu himpunan A dikatakan berhingga (finite) jika A ekuivalen dengan
{1, 2,3,… n}
untuk suatu n ∈
, jika tidak demikian disebut tak berhingga
(infinite).
Definisi 2.1.9 Himpuanan A dikatakan terhitung (countable) jika A ekuivalen dengan , dan jika tidak demikian disebut tak terhitung (uncountable).
II.2 Beberapa Konsep Dalam Dalam sub bab berikut ini akan dipelihatkan beberapa konsep dalam seperti: persekitaran, titik limit, kekonvergenan dan konsep-konsep lain yang berkaitan.
Definisi 2.2.1 Diberikan a ∈
dan δ > 0 , persekitaran titik a dengan jari-jari
δ didefinisikan sebagai Nδ ( a ) = { x ∈
: x − a < δ}.
6
Definisi 2.2.2 Diberikan himpunan A ⊂
.
disebut titik limit A jika setiap Nδ ( c ) memuat suatu a ∈
Titik c ∈
dengan
a ≠ c atau c titik limit A jika (hanya jika)
( ∀Nδ ( c ) ) ( Nδ ( c ) \ {c} ∩ A ≠ ∅ ) .
Contoh 2.2.3 Diberikan A = ( 0,1] . Titik c =
1 ⎛1⎞ ⎧ , dengan δ > 0 maka Nδ ⎜ ⎟ = ⎨ x ∈ 2 ⎝2⎠ ⎩
dan diantara
: x−
1 ⎫ 1 1 < δ ⎬ = −δ < x < +δ 2 2 ⎭ 2
1 1 dan + δ selalu ada minimal 1 bilangan rasional dan bilangan 2 2
irasional, jadi titik c =
1 titik limit A. 2
Selanjutnya, berdasarkan definisi titik limit tersebut, akan diberikan definisi-definisi yang terkait dengan titik limit.
Definisi 2.2.4 Titik-titik anggota A ⊂
yang bukan titik limit disebut titik terasing.
7
Definisi 2.2.5 Titik a ∈
disebut titik dalam (interior point) himpunan A ⊂
jika
terdapat δ > 0 sehingga Nδ ( a ) ⊂ A . Setelah diberikan definisi titik dalam, akan diberikan definisi himpunan terbuka, himpunan tertutup dan liput terbuka.
Definisi 2.2.6 Himpunan A ⊂
disebut himpunan terbuka jika semua anggotanya
merupakan titik dalam (interior point).
Definisi 2.2.7 Himpunan A ⊂
disebut himpunan tertutup jika Ac =
− A terbuka.
Definisi 2.2.8 Diberikan sebarang himpunan E ⊂ terbuka dalam
dan H
keluarga himpunan
. Keluarga himpunan H disebut liput terbuka (open cover)
∞
jika E ⊂ ∪ Gi dengan Gi ∈ H , ∀i . Selanjutnya, jika B ⊂ H serta B liput i =1
terbuka E maka B disebut liput bagian (sub cover) dari H untuk E.
8
II.3 Supremum dan Infimum Berikut ini diberikan definisi batas atas, batas bawah, supremum dan infimum suatu himpunan.
Definisi 2.3.1 Diberikan himpunan S ⊂
,S ≠ ∅.
a) Bilangan real u disebut batas atas himpunan S jika x ≤ u untuk setiap x ∈ S . Jika S mempunyai batas atas maka A dikatakan terbatas ke atas. b) Bilangan real v disebut batas bawah himpunan S jika x ≥ v untuk setiap x∈S .
Jika S mempunyai batas bawah maka A dikatakan terbatas ke bawah. c) S dikatakan terbatas jika S mempunyai batas atas dan batas bawah.
Definisi 2.3.2 Diberikan himpunan S ⊂
,S ≠ ∅.
1) Bilangan real M disebut batas atas terkecil (supremum) dari S, ditulis M = sup ( S ) , jika
(i) x ≤ M , ∀x ∈ S . (ii) M ≤ u , ∀u batas atas S. 2) Bilangan real m disebut batas bawah terbesar (infimum) dari S, ditulis m = inf ( S ) , jika
(i) x ≥ m , ∀x ∈ S .
9
(ii) M ≥ v , ∀v batas bawah S. Setelah diberikan definisi tersebut, maka sifat-sifatnya akan diberikan dalam teorema berikut.
Teorema 2.3.3 Diberikan himpunan S ⊂
, S ≠ ∅ berlaku.
(i) Jika S terbatas ke atas, maka S mempunyai supremum. (ii) Jika S terbatas ke bawah, maka S mempunyai infimum (iii)Jika M = sup ( S ) , maka untuk setiap ε > 0 x0 ∈ S sehingga M − ε < x0 (iv) Jika m = inf ( S ) , maka untuk setiap ε > 0 x1 ∈ S sehingga M + ε < x1 (v) Jika A ⊆ B , maka sup A ≤ sup B dan inf A ≥ inf B . (vi) Jika x ≤ a , ∀x ∈ S , maka sup ( S ) ≤ a (vii)
Jika x ≤ a , ∀x ∈ S , maka sup ( S ) ≤ a
II.4 Barisan Dalam
dan Kekonvergenannya
Dalam sub bab berikut akan dibicarakan barisan di dalam
serta
kekonvergenannya.
10
Definisi 2.4.1 Barisan bilangan real (singkatnya disebut barisan) adalah fungsi dari ke
, barisan ditulis { xn } dengan xn ∈
, untuk setiap n ∈
.
Definisi 2.4.2 Titik
x∈
disebut titik limit barisan
{ xn }
jika untuk setiap
ε > 0 terdapat bilangan asli n0 sehingga untuk setiap n ≥ n0 berlaku xn − x < ε . Dalam hal ini, dikatakan barisan { xn } konvergen ke x, ditulis lim xn = x . n →∞
Definisi 2.4.3 Barisan { xn } dikatakan terbatas jika terdapat bilangan M ≥ 0 sehingga xn ≤ M , untuk setiap n ∈
.
Teorema 2.4.4 Jika barisan { xn } dengan xn ∈
konvergen maka { xn } terbatas.
Bukti Dimisalkan { xn } konvergen ke x, diambil ε = 1 , maka terdapat n0 ∈
sehingga
untuk n ≥ n0 berlaku xn − x < 1 atau dengan kata lain −1 < x0 − x < 1 atau x − 1 < x0 < 1 + x . Karena x ≤ x maka untuk n ≥ n0 berlaku xn < 1 + x .
11
Pandang himpunan
{x , x 1
2
}
,… , xn0 −1 ,1 + x .
{
}
Dipilih M = max x1 , x2 ,… , xn0 −1 ,1 + x maka xn ≤ M untuk setiap n ∈
. ■
Definisi 2.4.5 Diberikan barisan fungsi fungsi
{ fn}
{ fn} ,
fn : A ⊆
→
, dengan n ∈
. Barisan
dikatakan konvergen demi titik pada A0 ⊆ A ke fungsi f jika ∀x ∈ A0
berlaku lim f n ( x ) = f ( x ) . Dengan kata lain, barisan n →∞
{ f ( x )} n
konvergen ke
f ( x) .
Contoh 2.4.6 Barisan fungsi { f n } dengan f n :
→
f1 ( x ) = x f2 ( x ) = x / 2 f3 ( x ) = x / 3
fn ( x ) = x / n
x 1 = x lim = x ⋅ 0 = 0 n →∞ n n →∞ n
lim f n ( x ) = lim n →∞
12
Jadi
{ f ( x )} = ⎧⎨ nx ⎫⎬ n
konvergen titik demi titik ke fungsi f :
⎩ ⎭
f ( x ) = 0 ∀x ∈
→
dengan
.
Definisi 2.4.7
{ fn} ,
Barisan fungsi
fn : A ⊆
→
dikatakan
(uniformly convergent) ke fungsi f : A0 ⊆ A →
ε > 0 terdapat k ∈
,
konvergen seragam
pada A0 . Jika untuk setiap
sehingga untuk setiap n ≥ k dan untuk setiap x ∈ A0
berlaku f n ( x ) − f ( x ) < ε .
Contoh 2.4.8 Diberikan barisan fungsi { f n } , dengan f n :
Untuk x = 10 ∈
setiap nk ∈
{ fn}
konvergen titik demi titik pada
dengan f ( x ) = 0 ∀x ∈
Barisan fungsi
x n
⎧10 ⎫ , maka barisan bilangan real { f n (10 )} = ⎨ ⎬ konvergen ke 0. ⎩n⎭
Jadi, barisan fungsi
→
dan f n ( x ) =
⎧1 ⎫ , maka barisan bilangan real { f n (1)} = ⎨ ⎬ konvergen ke 0. ⎩n⎭
Untuk x = 1 ∈
f:
→
{ fn}
.
tidak konvergen seragam pada
terdapat xi ∈
ke fungsi
sebab untuk ε 0 = 1 untuk
dengan nk = k dan xnk = k dengan sifat
13
( )
( )
f nk xnk − f xnk = f nk ( k ) − f ( k ) = 1− 0 = 1 ≥ ε0
II.5 Kekontinuan Fungsi Pada bagian fungsi ini dibicarakan pengertian fungsi kontinu dan sifat-sifat fungsi kontinu.
Definisi 2.5.1 Suatu fungsi yang didefinisikan pada A dikatakan terbatas jika terdapat M ≥ 0 sehingga untuk setiap x ∈ A berlaku f ( x ) ≤ M .
Definisi 2.5.2 Diberikan A ⊂ Fungsi f : A →
dan a ∈ A .
dikatakan Kontinu di a jika untuk setiap ε > 0 terdapat
δ > 0 sehingga untuk setiap x ∈ A dengan x − a < δ berlaku f ( x ) − f ( a ) < ε .
Setelah diberikan pengertian tentang fungsi kontinu, maka akan diberikan sifat-sifat fungsi kontinu dalam teorema berikut.
14
Teorema 2.5.3 Jika f kontinu di c, maka terdapat Nδ ( c ) dan M > 0
sehingga untuk
x ∈ Nδ ( c ) berlaku f ( x ) ≤ M
atau dengan kata lain, jika f kontinu di c, maka f terbatas pada suatu Nδ ( c )
Bukti Ambil ε = 1 , terdapat δ > 0 sehingga untuk x ∈ A dengan x − c < δ berlaku
f ( x) − f (c) < 1 . Karena f ( x ) − f ( c ) ≤ f ( x ) − f ( c ) ≤ f ( x ) − f ( c ) < 1 , maka
f ( x ) < 1 + f ( c ) , untuk x ∈ A ∩ Nδ ( c ) . ■
Teorema 2.5.4 Jika fungsi-fungsi f , g : A →
kontinu di c ∈ A , maka fungsi-fungsi
f + g , fg , kf kontinu di c.
Bukti (i) Ambil sebarang ε > 0 . Karena f kontinu di c, maka terdapat δ1 > 0 sehingga untuk x ∈ A dan
x − c < δ1 berlaku f ( x ) − f ( c ) < ε .
15
Karena g kontinu di c, maka terdapat δ 2 > 0 sehingga untuk x ∈ A dan x − c < δ 2 berlaku g ( x ) − g ( c ) < ε . Untuk x − c < δ dengan δ = min {δ1 , δ 2 } .
( f + g )( x ) − ( f + g )( c ) = f ( x ) + g ( x ) − f ( c ) − g ( c ) ≤ f ( x) − f (c) + g ( x) − g (c) < ε + ε = 2ε .
Karena ε sebarang, maka berlaku
( f + g )( x ) − ( f + g )( c ) < ε . Jadi f + g kontinu di c. (ii) Ambil sebarang ε > 0 . Karena f terbatas, maka terdapat Nδ1 ( c ) dan terdapat M > 0 sehingga untuk
f ( x ) ≤ M , ∀x ∈ Nδ ( c ) . Karena f kontinu di c, maka terdapat δ 2 > 0 sehingga untuk x ∈ A dan x − c < δ 2 berlaku f ( x ) − f ( c ) < ε / 2M . Karena g kontinu di c, maka terdapat δ 3 > 0 sehingga untuk x ∈ A dan x − c < δ 3 berlaku g ( x ) − g ( c ) < ε / 2 g ( c ) . Pilih δ = min {δ1 , δ 2 , δ 3 } .
fg ( x ) − fg ( c ) = f ( x ) g ( x ) − f ( c ) g ( c )
16
= f ( x) g ( x) − f ( x) g (c) + f ( x) g (c) − f (c) g (c) ≤ f ( x) g ( x) − f ( x) g (c) + f ( x) g (c) − f (c) g (c) = f ( x) g ( x) − g (c) + f ( x) − f (c) g (c) < M ε + ε g (c)
(
= ε M + g (c)
)
=ε
Jadi fg kontinu di c. (iii) Ambil ε > 0 sebarang. Karena f kontinu di c, maka terdapat δ > 0 sehingga untuk untuk x ∈ A dan x − c < δ berlaku f ( x ) − f ( c ) < ε k + 1
kf ( x ) − kf ( c ) = k ( f ( x ) − f ( c ) ) = k f ( x) − f (c) < k ε k +1
Jadi kf kontinu di c. ■
II.6 Ruang Linear Pada sub bab ini diberikan pengertian tentang ruang linear.
17
Definisi 2.6.1 Himpunan X disebut ruang linear atas lapangan
, jika X dilengkapi
dengan operasi jumlahan dan operasi perkalian skalar dan memenuhi aksiomaaksioma berikut. 1. Jika x, y ∈ X maka x + y ∈ X . 2. x + y = y + x ∀x, y ∈ X . 3. x + ( y + z ) = ( x + y ) + z ∀x, y, z ∈ X . 4. terdapat 0 ∈ X sehingga 0 + u = u + 0 = u untuk setiap u ∈ X . 5. untuk u ∈ X terdapat −u ∈ X yang disebut negative u, sehingga u + ( −u ) = ( − u ) + u = 0 .
6. jika k adalah sebarang sklar dan u ∈ X maka ku ∈ X . 7. k ( u + v ) = ku + kv , ∀u, v ∈ X . 8.
( k + l ) u = ku + lu ∀u ∈ X .
9. k ( lu ) = kl ( u ) , ∀u ∈ X . 10. 1u = u , ∀u ∈ X .
Teorema 2.6.2 Misalkan V adalah sebuah ruang vektor, u adalah sebuah vektor pada V dan k sebuah skalar, maka berlaku a) 0 ⋅ u = u b) k 0 = 0 c)
( −1) u = −u
18
d) Jika ku = 0 maka k = 0 atau u = 0
Selanjutnya pengertian tentang ruang bagian dinyatakan dalam definisi berikut.
Teorema 2.6.3 Himpunan bagian W dari sebuah ruang vektor V disebut ruang bagian (subspace) V jika W merupakan ruang vektor dengan operasi penjumlahan dan perkalian skalar yang didefinisikan pada V.
Teorema 2.6.4 Jika W adalah himpunan dari satu atau lebih vektor dari sebuah ruang vektor V maka W adalah ruang bagian V jika dan hanya jika kondisi-kondisi berikut berlaku. a) Jika u dan v adalah vektor pada W maka u + v terletak di W. b) Jika k adalah sebarang skalar dan u adalah sebarang vektor pada W maka ku berada di W.
19
II.7 Ruang Metrik dan Ruang Bernorma Dalam sub bab ini akan dibicarakan pengertian ruang metrik, ruang bernorma, barisan Cauchy kemudian didefinisikan ruang Banach untuk digunakan pada pembicaraan berikunya.
Definisi 2.7.1 Diketahui himpunan kosong X. Fungsi d : X × X →
yang memenuhi
i
d ( x, y ) ≥ 0
ii
d ( x, y ) = 0 ⇔ x = y
∀x, y ∈ X .
iii d ( x, y ) = d ( y , x )
∀x, y ∈ X . ∀x, y ∈ X .
iv d ( x, y ) ≤ d ( x, z ) + d ( z , y )
∀x, y, z ∈ X .
disebut fungsi jarak atau metrik. Himpunan X yang diperlengkapi dengan metrik d ditulis ( X , d ) .
Definisi 2.7.2 Diberikan X ruang linear atas lapangan bilangan real atau bilangan kompkles. Norma dalam X merupakan fungsi bernilai real . dalam X dengan sifat-sifat sebagai berikut: N1. x ≥ 0 dan x = 0 ⇔ x = 0 ∀x ∈ X
20
∀x, y ∈ X
N2. x + y ≤ x + y N3. ax = a x
∀x ∈ X dan a skalar
Definisi 2.7.3 Ruang linear X yang dilengkapi dengan norma . dinamakan ruang linear bernorma atau disingkat ruang bernorma. Ruang bernorma yang didefinisikan di atas dinotasikan dengan ( X ,
)
yang sering ditulis dengan X saja.
Contoh 2.7.4 Diketahui X =
[ a, b] himpunan semua fungsi pada [ a, b ] .
{
}
Dengan norma f = sup f ( x ) : x ∈ [ a, b ] ∀f ∈ Maka ( X ,
[ a, b ] .
) merupakan ruang bernorma.
Bukti Karena X = 1. Jika
[ a, b] ruang linear maka cukup ditunjukkan bahwa f∈
{
[ a, b ]
{
. suatu norma.
}
maka f = sup f ( x ) : x ∈ [ a, b ] ≥ 0
dan
}
f = sup f ( x ) : x ∈ [ a, b ] = 0 ⇔ f ( x ) = 0 ∀x ∈ [ a, b ]
⇔ f =0
21
N1 dipenuhi
[ a, b ]
2. ∀f ∈
dan skalar a , akan berlaku
{
}
af = sup af ( x ) : x ∈ [ a, b ]
{
}
= sup a f ( x ) : x ∈ [ a, b ]
{
}
= a sup f ( x ) : x ∈ [ a, b ] = a f
N2 dipenuhi. 3. ∀f , g ∈
[ a, b ]
{
}
berlaku f + g = sup f ( x ) + g ( x ) : x ∈ [ a, b ]
{
}
≤ sup f ( x ) + g ( x ) : x ∈ [ a, b ]
{
}
{
}
≤ sup f ( x ) : x ∈ [ a, b ] + sup g ( x ) : x ∈ [ a, b ] = f + g
N3 dipenuhi. Jadi, . merupakan norma pada X, dan ( X ,
) merupakan ruang bernorma.
■
Teorema 2.7.5 Jika
(X, )
ruang bernorma maka X merupakan metrik terhadap d
dengan d ( x, y ) = x − y ∀x, y ∈ X .
22
Bukti Diambil sebarang x, y, z ∈ X sehingga berlaku 1) d ( x, y ) = x − y ≥ 0 d ( x, y ) = x − y = 0 ⇔ x − y = 0 ⇔ x = y
2) d ( x, y ) = x − y = ( −1)( y − x ) = −1 y − x = y−x = d ( y, x )
3) d ( x, y ) = x − y = ( x − z ) + ( z − y ) ≤ x−z + z− y = d ( x, z ) + d ( z , y )
Terbukti d merupakan metrik terhadap X. ■
Dengan demikian, terbukti bahwa
(X, )
merupakan ruang metrik terhadap d
yang didedfinisikan dengan d ( x, y ) = x − y ∀x, y ∈ X .
23
Definisi 2.7.6 Barisan { xn } didalam ruang bernorma X dikatakan konvergen ke x ∈ X , jika diberikan ε > 0 , terdapat bilangan asli N sehingga berlaku xn − x < ε
untuk setiap n ≥ N
Dalam hal ini ditulis xn → x atau lim xn = x . n →∞
Definisi 2.7.7 Barisan { xn } didalam ruang bernorma X disebut barisan Cauchy jika diberikan
ε > 0 , terdapat bilangan asli N sehingga berlaku xn − xm < ε
untuk setiap n, m ≥ N
Definisi 2.7.8 Suatu ruang bernorma dikatakan lengkap jika setiap barisan Cauchy yang terdapat didalamnya konvergen, jelasnya untuk setiap barisan Cauchy
{ xn }
dalam X, terdapat elemen x dalam X sehingga xn → x .
Definisi 2.7.9 Ruang bernorma yang lengkap disebut ruang Banach.
24
Contoh 2.7.10 Ruang
dan ruang
(himpunan semua bilangan real dan bilangan
kompleks) merupakan ruang Banach dengan norma x = x , x∈
( atau
. didefinisikan sebagai
).
Definisi 2.7.11 Barisan { xn } dalam ruang bernorma X dikatakan terjumlah (summable) ke suatu jumlahan s jika {sn } yaitu jumlahan parsial dari deret
∞
∑x k =1
k
konvergen
ke s ∈ X . Atau sn − s → 0 jika n → ∞ n
∑x k =1
k
− s → 0 jika n → ∞
Definisi 2.7.12 Barisan
{ xn }
dalam ruang bernorma X dikatakan terjumlah absolute
(absolutely summable) jika ∞
∑ k =1
xk < ∞ .
25
Teorema 2.7.13 Ruang bernorma X lengkap jika dan hanya jika setiap barisan yang terjumlah absolute (absolutely summable) dalam X juga terjumlah (summable).
Bukti ⇒ Diketahui ruang bernorma X lengkap. Diberikan { xn } barisan yang terjumlah absolute dalam X maka ∞
∑ n =1
xn = M < ∞
Karena itu, untuk setiap ε > 0 , terdapat N sehingga ∞
∑ n =1
xn < ε .
n
Katakan sn = ∑ xk merupakan jumlahan parsial dari k =1
∞
∑x n =1
n
. Untuk n ≥ m > N
diperoleh sn − sm =
≤
k = m +1
Jadi barisan
{sn } merupakan
∑
k = m +1
xk
∞
n
∑
n
xk ≤ ∑ xk < ε . k=N
barisan Cauchy dalam X, karena X lengkap maka
{sn } pasti akan konvergen ke suatu
s ∈ X . Karena itu
{ xn }
terjumlah dalam X.
26
⇐ Diketahui setiap barisan terjumlah absolute dalam X memiliki sifat terjumlah. Diberikan { xn } barisan Cauchy dalam X maka untuk setiap k, diberikan
ε=
1 > 0 , terdapat nk sehingga 2k xn − xm <
1 ∀n, m > nk . 2k
{ } merupakan sub barisan dari {x } , di
Dipilih nk dengan nk +1 > nk , maka xnk
n
bentuk
y1 = xn1 y2 = xn2 − xn1
yk = xnk − xnk −1
Diperoleh k
1.
∑y
t
t =1
2.
yt <
= xn , 1 , k >1, 2k
berakibat ∞
∑y k =1
∞
k
< y1 + ∑ 21− k = y1 + 1 < ∞ k =2
Jadi, barisan { xn } terjumlah absolute dan karena itu terjumlah ke suatu x ∈ X .
27
{ xn }
Karena
berisan Cuchy, diberikan ε > 0 terdapat N sehingga
xn − xm <
ε 2
∀n, m > N
Lebih lanjut, karena xnk konvergen ke x, terdapat K sehingga
xnk − x <
ε 2
∀k > K
Dipilih k sangat besar k > N dan nk > N . Karena itu
xn − x ≤ xn − xnk + xnk − x <
ε 2
+
ε 2
<ε
∀n > K . ■
Berikut ini akan diberikan definisi fungsional linear dan fungsional linear terbatas.
Definisi 2.7.14 Diberikan X ruang bernorma atas lapangan
f :X →
(atau
(atau
). Pemetaan
) disebut fungsional linear pada X jika
f (α x + β y ) = α f ( x ) + β f ( y ) , untuk setiap x, y ∈ X dan α , β ∈
(atau
).
Definisi 2.7.15 Suatu fungsional linear f pada ruang bernorma X dikatakan terbatas jika terdapat K > 0 sehingga
28
f ( x) ≤ K x .
∀x ∈ X
(1)
Nilai terkecil K sehingga pernyataan (1) berlaku disebut norma f, ditulis dengan f . Selanjutnya, diperoleh
⎧⎪ f ( x ) ⎫⎪ f = sup ⎨ : x ≠ 0 dan x ∈ X ⎬ ⎪⎩ x ⎪⎭ atau
{
}
f = sup f ( x ) : x ∈ Xdan x = 1 dan juga
f ( x) ≤ f x
∀x ∈ X .
29
BAB III HIMPUNAN TERUKUR, FUNGSI TERUKUR DAN INTEGRAL LEBESGUE
Pada bab ini diberikan definisi himpunan terukur, fungsi terukur dan integral Lebesgue, yang digunakan sebagai pendukung dalam pembahasan skripsi ini. III.1 Himpunan Terukur Pada bagian ini dibicarakan himpunan terukur dan beberapa sifat-sifatnya.
Definisi 3.1.1 Diketahui X ≠ ∅ Koleksi A = { A : A ⊆ X } disebut aljabar himpunan jika i.
∀A, B ∈ A ⇒ A ∪ B ∈ A
ii. ∀A ∈ A ⇒ Ac ∈ A Dengan menggunakan hukum De Morgan jika X ≠ ∅ dan A aljabar himpunan diperoleh
A, B ∈ A ⇒ A ∩ B ∈ A
Definisi 3.1.2 Diberikan X ≠ ∅ dan koleksi A = { A : A ⊆ X } disebut aljabar_σ jika ∞
i.
∀Ai ∈ A ⇒ ∪ Ai ∈ A i =1
30
ii. ∀A ∈ A ⇒ Ac ∈ A
Pengertian tentang ukuran luar suatu himpunan, diberikan dalam definisi berikut.
Definisi 3.1.3 Diberikan interval terbatas I ⊆
, dengan titik-titik ujungnya a dan b,
katakan a ≤ b . Panjang interval I, ditulis l(I) dengan
l(I ) = b − a
Definisi 3.1.4 Diberikan himpunan J = { I / I interval terbuka} dan himpunan E ⊂ Ukuran luar Lebesgue atau ukuran luar E didefinisikan sebagai ∞ ⎧∞ ⎫ m ( E ) = inf ⎨∑ l ( I i ) / I i ∈ J , E ⊂ ∪ I i ⎬ i =1 ⎩ i =1 ⎭ *
Berdasarkan pengertian di atas, dapat ditunjukkan beberapa sifat yang berkaitan dengan ukuran luar, yang dinyatakan dalam teorema berikut:
Teorema 3.1.5 (Gupta 1976, hal 56) Diberikan himpunan A, B ⊂ a) m* ( A ) ≥ 0 , untuk semua himpunan A.
31
b) m* ( ∅ ) = 0 c) Jika diberikan himpunan A dan B dengan A ⊂ B maka m* ( A ) ≤ m* ( B ) . d) m* ( A ) = 0 untuk setiap himpunan A singleton. e) Fungsi m* bersifat translasi invariant artinya m* ( A + x ) = m* ( A ) untuk setiap himpunan A dan x ∈
.
Teorema 3.1.6 (Gupta 1976, hal 57) Ukuran luar dari suatu interval adalah panjang dari interval tersebut. Dalam teorema berikut, diperlihatkan bahwa m* bersifat countable subadditivity.
Teorema 3.1.7 (Gupta 1976, hal 58) Diberikan koleksi terhitung himpunan-himpunan { En } maka berlaku ⎛∞ ⎞ ∞ m* ⎜ ∪ En ⎟ ≤ ∑ m* ( En ) ⎝ n =1 ⎠ n =1
Akibat 3.1.8 Jika E himpunan terhitung (countable), maka m* ( E ) .
Bukti Karena himpunan E terhitung, maka dapat dinyatakan dengan
32
E = {a1 , a2 ,… , an ,…}
Diberikan ε > 0, untuk setiap ai terliput dalam I i dengan l ( I ) = 2−1 ε
(i = 1, 2,…) diperoleh ∞
∞
i =1
i =1
m* ( E ) ≤ ∑ l ( I i ) = ∑ 2−1 ε = ε Jadi, m* ( E ) = 0 .
■
Berdasarkan pengertian ukuran luar di atas diperoleh pengertian ukuran Lebesgue dan pada bagian berikut akan dibicarakan beberapa sifat himpunan terukur.
Definisi 3.1.9 Himpunan E ⊂
dikatakan terukur Lebesgue selanjutnya dikatakan
terukur jika untuk setiap himpunan A ⊂
berlaku
m* ( A ) = m* ( A ∩ E ) + m* ( A ∩ E c ) Karena A = ( A ∩ E ) ∪ ( A ∩ E c ) dan m* bersifat countable subadditivity, maka jelas berlaku
m* ( A ) ≤ m* ( A ∩ E ) + m* ( A ∩ E c ) Oleh karena itu, untuk membuktikan bahwa suatu himpunan E terukur hanya perlu dibuktikan bahwa berlaku
33
m* ( A ) ≥ m* ( A ∩ E ) + m* ( A ∩ E c ) Pada teorema-teorema berikut diberikan beberapa sifat himpunan terukur.
Teorema 3.1.10 a) Jika E terukur maka E c juga terukur. b) ∅ dan
merupakan himpunan terukur.
Bukti a) Diketahui E terukur berarti untuk A ⊂
berlaku
m* ( A ) = m* ( A ∩ E ) + m* ( A ∩ E c )
(
)
= m* A ∩ ( E c ) + m* ( A ∩ E c ) c
(
= m* ( A ∩ E c ) + m* A ∩ ( E c )
c
)
Jadi E c terukur. b) Terlebih dahulu akan dibuktikan ∅ terukur Ambil sebarang A ⊂ Karena ( A ∩ ∅ ) ⊂ ∅ maka m* ( A ∩ ∅ ) ≤ m* ( ∅ ) = 0 Karena ( A ∩ ∅ c ) ⊂ A maka m* ( A ∩ ∅c ) ≤ m* ( A) Diperoleh m* ( ∅ ) ≥ m* ( A ∩ ∅ ) + m* ( A ∩ ∅ c ) ∅ terukur
Menggunakan sifat a) diperoleh
terukur. ■
34
Teorema 3.1.11 Jika m* ( E ) = 0 , maka E terukur. Selanjutnya setiap subset E terukur.
Bukti Diberikan A sebarang himpunan, Karena A ∩ E ⊂ E diperoleh m* ( A ∩ E ) ≤ m* ( E ) = 0 dan ( A ∩ E c ) ⊂ A diperoleh m* ( A ∩ E c ) ≤ m* ( A ) dan berlaku
m* ( A ) ≥ m* ( A ∩ E ) + m* ( A ∩ E c ) m* ( A ) ≥ m* ( E ) + m* ( A ) m * ( A ) ≥ 0 + m* ( A ) m* ( A ) ≥ + m * ( A )
Terbukti E terukur. Kemudian akan dibuktikan setiap subset E juga terukur. Diambil sebarang B ⊂ E Maka m* ( B) ≤ m* ( E ) Akibatnya m* (B) ≤ 0, jadi m* (B) = 0 Menurut bukti sebelumnya, B terukur. ■
Teoreme 3.1.12 (gupta 1976. hal 66) Jika E dan E2 himpunan terukur maka E1 ∪ E2 terukur.
35
Bukti Diambil sebarang himpunan A ⊂
(
Akan ditunjukkan m* ( A ) ≥ m* ( A ∩ [ E1 ∪ E2 ]) + m* A ∩ [ E1 ∪ E2 ]
c
Diketahui E2 himpunan terukur, maka untuk setiap A ⊂
)
berlaku
m* ( A) = m* ( A ∩ E2 ) + m* ( A ∩ E2 c ) Akibatnya untuk A ∩ E1c diperoleh
(
)
m* ( A ∩ E1c ) = m* ⎡⎣ A ∩ E1c ⎤⎦ ∩ E2 + m* ([ A ∩ E1 ] ∩ E2 c )
(1)
Karena A ∩ ( E1 ∪ E2 ) = ( A ∩ E1 ) ∪ ( A ∩ E2 )
(
)
= ⎡⎣ A ∩ E1c ⎤⎦ ∩ E2 ∪ ([ A ∩ E1 ] ∩ E2 )
(
= ( A ∩ E1 ) ∪ ⎡⎣ A ∩ E1c ⎤⎦ ∩ E2
)
maka diperoleh
(
m* ( A ∩ [ E1 ∪ E2 ]) ≤ m* ( A ∩ E1 ) + m* ⎡⎣ A ∩ E1c ⎤⎦ ∩ E2
)
(2)
Dari (1) dan (2) diperoleh
(
m* ( A ∩ [ E1 ∪ E2 ]) + m* A ∩ [ E1 ∪ E2 ]
c
)
(
)
(
)
(
)
(
≤ m* ( A ∩ E1 ) + m* ⎡⎣ A ∩ E1c ⎤⎦ ∩ E2 + m* A ∩ [ E1 ∪ E2 ]
c
)
= m* ( A ∩ E1 ) + m* ⎡⎣ A ∩ E1c ⎤⎦ ∩ E2 + m* ( A ∩ E1c ∩ E2 c )
(
= m* ( A ∩ E1 ) + m* ⎡⎣ A ∩ E1c ⎤⎦ ∩ E2 + m* ⎡⎣ A ∩ E1c ⎤⎦ ∩ E2 c
)
= m* ( A ∩ E1 ) + m* ( A ∩ E1c )
36
= m* ( A )
Terbukti E1 ∪ E2 terukur. ■
Teorema 3.1.13 Jika
E1 , E2 ,… , En ⊂
himpunan-himpunan terukur Lebesgue yang
saling asing, maka untuk setiap A ⊂
berlaku
⎛ ⎡ n ⎤⎞ n m* ⎜ A ∩ ⎢∪ Ei ⎥ ⎟ = ∑ m* ( A ∩ Ei ) ⎣ i =1 ⎦ ⎠ i =1 ⎝
Bukti (dengan induksi matematika) Untuk n = 1 teorema jelas berlaku karena m* ( A ∩ E1 ) = m* ( A ∩ E1 )
Diandaikan benar untuk n – 1 maka berlaku ⎛ ⎡ n −1 ⎤ ⎞ n −1 m* ⎜ A ∩ ⎢∪ Ei ⎥ ⎟ = ∑ m* ( A ∩ E1 ) ⎣ i =1 ⎦ ⎠ i =1 ⎝
selanjutnya akan dibuktikan benar untuk n. Karena E1 , E2 ,… , En saling asing maka ⎛ ⎞ n −1 * ⎡ n −1 ⎤ ∩ ∩ A E E ⎜ n ⎟ = ∑ m ( A ∩ Ei ) ⎢∪ i ⎥ ⎣ i =1 ⎦ ⎝ ⎠ i =1
dan n −1 ⎛ ⎡n ⎤ c⎞ ∩ ∩ = ∩ A E E A Ei ⎜ ∪ n ⎟ ⎢∪ i ⎥ i =1 ⎣ i =1 ⎦ ⎝ ⎠
Oleh karena itu
37
⎛ ⎛ ⎞ ⎛ ⎞ ⎛ n ⎞⎞ ⎡ n −1 ⎤ ⎡n ⎤ m* ⎜ A ∩ ⎜ ∪ Ei ⎟ ⎟ = m* ⎜ A ∩ ⎢∪ Ei ⎥ ∩ En ⎟ + m* ⎜ A ∩ ⎢∪ Ei ⎥ ∩ En c ⎟ ⎝ i =1 ⎠ ⎠ ⎣ i =1 ⎦ ⎣ i =1 ⎦ ⎝ ⎝ ⎠ ⎝ ⎠ n −1 ⎛ ⎞ = m* ( A ∩ En ) + m* ⎜ A ∩ ∪ Ei ⎟ i =1 ⎝ ⎠
n −1
= m* ( A ∩ En ) + ∑ m* ( A ∩ Ei ) . i =1
n
= ∑ m* ( A ∩ Ei ) . ■ i =1
Teorema 3.1.14 Jika koleksi semua himpunan terukur dalam
dinamakan M , maka M
merupakan Aljabar_σ.
Definisi 3.1.15 Diketahui fungsi m : M →
. +
= [ 0.∞ ]
Untuk setiap E ∈ M , m ( E ) = m* ( E ) m disebut ukuran Lebesgue.
Teorema 3.1.16 Jika {E} merupakan barisan himpunan terukur, maka ⎛∞ ⎞ ∞ m ⎜ ∪ Ei ⎟ ≤ ∑ m ( Ei ) ⎝ i =1 ⎠ i =1 Lebih lanjut lagi jika {E} saling asing, maka
38
⎛∞ ⎞ ∞ m ⎜ ∪ Ei ⎟ = ∑ m ( Ei ) . ⎝ i =1 ⎠ i =1
Bukti Dengan mengambil A =
menurut Teorema 3.1.7 diperoleh
⎛∞ ⎞ ∞ m ⎜ ∪ Ei ⎟ ≤ ∑ m ( Ei ) ⎝ i =1 ⎠ i =1 Jika
{Ei }
barisan
mengambil A =
berhingga
himpunan
terukur
saling
asing
dengan
di dalam Teorema 3.1.13 diperoleh ⎛ n ⎞ n m ⎜ ∪ Ei ⎟ = ∑ m ( Ei ) ⎝ i =1 ⎠ i =1
Jika barisan { Ei } infinite dari himpunan terukur saling asing maka ∞
n
∪E ⊇ ∪E i
i =1
i
i =1
Akibatnya ⎛∞ ⎞ ⎛ n ⎞ n m ⎜ ∪ Ei ⎟ ≥ m ⎜ ∪ Ei ⎟ = ∑ m ( Ei ) ⎝ i =1 ⎠ ⎝ i =1 ⎠ i =1 Jadi ⎛∞ ⎞ n m ⎜ ∪ Ei ⎟ ≥ ∑ m ( Ei ) ⎝ i =1 ⎠ i =1
(i)
Karena ruas kiri (i) tidak tergantung pada n, maka ⎛∞ ⎞ ∞ m ⎜ ∪ Ei ⎟ ≥ ∑ m ( Ei ) . ⎝ i =1 ⎠ i =1
(ii)
Menurut Teorema 3.1.7 diperoleh
39
⎛∞ ⎞ ∞ m ⎜ ∪ Ei ⎟ ≤ ∑ m ( Ei ) / ⎝ i =1 ⎠ i =1
(iii)
Dari (ii) dan (iii) diperoleh ⎛∞ ⎞ ∞ m ⎜ ∪ Ei ⎟ = ∑ m ( Ei ) . ■ ⎝ i =1 ⎠ i =1
Teorema 3.1.17 (Gupta 1976, hal 75) Jika { Ei } barisan himpunan terukur turun monoton yaitu Ei +1 ⊆ Ei ; i = 1, 2, … dan terdapat i dengan m ( Ei ) < ∞ , maka ⎛ n ⎞ m ⎜ ∩ Ei ⎟ = lim ( En ) ⎝ i =1 ⎠ n→∞
Akibat 3.1.18 (Gupta 1976, hal 76) Jika
{Ei }
barisan himpunan terukur turun monoton dan m ( Ei ) < ∞ ,
maka ⎛∞ ⎞ m ⎜ ∩ Ei ⎟ = lim ( En ) . ⎝ i =1 ⎠ n→∞
Teorema 3.1.19 Diberikan E himpunan terukur, maka untuk suatu translasi E + y juga terukur dan m (E + y) = m (E).
40
Bukti Diberikan sebarang himpunan A. karena E terukur maka berlaku
m* ( A) = m* ( A ∩ E ) + m* ( A ∩ E c ) . Diketahui bahwa m* bersifat translasi invariant maka diperoleh
(
m* ( A + y ) = m* ([ A ∩ E] + y ) + m* ⎣⎡ A ∩ E c ⎦⎤ + y
)
Karena
[ A ∩ E] + y = ( A + y) ∩ ( E + y) dan
⎡⎣ A ∩ E c ⎤⎦ + y = ( A + y ) ∩ ( E c + y ) maka
(
m* ( A + y ) = m* ([ A + y ] ∩ [ E + y ]) + m* [ A + y ] ∩ ⎡⎣ E c + y ⎤⎦
)
Karena A sebarang maka A dapat diganti dengan A – y maka diperoleh
m* ( A ) = m* ( A ∩ E + y ) + m* ( A ∩ E c + y ) karena E c + y = ( E + y )
c
jadi E + y terukur. Karena m* bersifat translasi invarian maka benar bahwa m (E+ y) = m (E). ■
Definisi 3.1.20 Himpunan terukur E dikatakan berukuran nol jika m (E) = 0. Suatu sifat dikatakan berlaku hampir di mana-mana (almost everywhere) jika sifat tersebut berlaku pada E kecuali pada himpunan bagian E yang berukuran nol.
41
III.2 Fungsi Terukur Pada bagian ini dibicarakan pengertian fungsi terukur, yang mempunyai peranan yang sangat penting untuk mendefinisikan integral Lebesgue. Definisi 3.2.1 Fungsi bernilai real yang diperluas f yang didefinisikan pada E dikatakan terukur Lebesgue atau terukur pada E, jika himpunan E ( f > a ) = { x ∈ E : f ( x ) > a} terukur, untuk setiap a ∈
.
Berikut ini akan diberikan beberapa operasi dan sifat yang berlaku pada fungsi terukur.
Teorema 3.2.2 (Gupta 1976, hal 89) Diberikan fungsi bernilai real yang diperluas f yang didefinisikan pada E, maka pernyataan-pernyataan di bawah ini equivalent: a. Untuk setiap a ∈
, E (f > a) terukur.
b. Untuk setiap a ∈
, E (f ≥ a) terukur.
c. Untuk setiap a ∈
, E (f < a) terukur.
d. Untuk setiap a ∈
, E (f ≤ a) terukur.
Teorema 3.2.3 (Gupta 1976, hal 95) Diberikan f dan g fungsi-fungsi terukur pada E, dan konstanta c. maka setiap fungsi di bawah ini terukur a. f ± c b. cf
42
c. f + g d. f – g e.
f
f.
f2
g. fg h. f / g dengan g (x) ≠ 0, ∀x ∈ E .
Teorema 3.2.4 (Gupta 1976, hal 103) Fungsi kontinu yang didefinisikan pada himpunan terukur merupakan fungsi terukur.
Teorema 3.2.5 (Gupta 1976, hal 103) Jika g fungsi terukur pada himpunan terukur E dan didefinisikan fungsi f kontinu pada range g maka f g merupakan fungsi terukur pada E.
Definisi 3.2.6 Diberikan f fungsi bernilai real. f + bagian positif f dan f − bagian negatif f. Keduanya didefinisikan sebagai fungsi non-negatif dengan f + = max (f, 0), dan
f − = max (-f, 0).
Diperoleh
43
f = f++ f− dan f = f++ f−
Definisi 3.2.7 Diberikan barisan fungsi { fi } dengan fi didefinisikan pada E. sup f n menyatakan supremum n
{ f ( x ) , f ( x ) ,…} dengan x ∈ E . Demikian halnya 1
2
dengan inf f n . n
Selanjutnya, lim sup f n menyatakan lim sup { f1 ( x ) , f 2 ( x ) ,…} dengan x ∈ E . n
n
Atau dapat dinyatakan dengan lim sup n f n = inf ⎛⎜ sup f k ⎞⎟ n ⎝ n≥ K ⎠
inf f n = − sup f n n
n
(
)
lim inf f n = − lim sup ( − f n ) = sup inf f k . n
n
n
k ≥n
Comtoh 3.2.8 Untuk setiap n ∈
, didefinisikan fungsi f : ( 0,1) →
⎧ ⎪⎪n fn ( x ) = ⎨ ⎪0 ⎪⎩ untuk 0 < x ≤
jika 0 < x ≤ jika
1 n
1 < x <1 n
1 n
sup f n = sup { f1 ( x ) , f 2 ( x ) ,…} = sup {1, 2,3,…} n
44
maka lim sup n f n = inf ⎛⎜ sup f k ⎞⎟ = ∞ n ⎝ n≥ K ⎠ inf f n = inf { f1 ( x ) , f 2 ( x ) ,…} = inf {1, 2,3,…} n
(
)
maka lim inf f n = sup inf f k = 1 n
untuk
n
k ≥n
1 < x < 1, n
sup f n = sup { f1 ( x ) , f 2 ( x ) ,…} = sup {0, 0, 0,…} n
maka lim sup n f n = inf ⎛⎜ sup f k ⎞⎟ = 0 n ⎝ n≥ K ⎠ inf f n = inf { f1 ( x ) , f 2 ( x ) ,…} = inf {0, 0, 0,…} n
(
)
maka lim inf f n = sup inf f k = 0 n
n
k ≥n
Teorema 3.2.9 (Gupta 1976, hal 104) Jika f fungsi terukur pada E, maka f , f
p
( p > 0) ,
cf e( ) , f + dan f −
merupakan fungsi terukur pada E.
Teorema 3.3.3 (Gupta 1976, hal 106) Æga keliru ta?bukan Teorema 3.2.10? Diketahui f dan g fungsi-fungsi yang didefinisikan pada himpunan terukur e sehingga f = g hampir di mana-mana (almost everywhere) pada E. Jika g terukur maka f terukur.
Teorema 3.2.11 (Gupta 1976, hal 107)
45
Jika fungsi f didefinisikan pada himpunan terukur E dan kontinu hampir di mana-mana (almost everywhere) pada E, maka f terukur pada E.
Definisi 3.2.12 Barisan fungsi
{ fn}
yang didefinisikan pada E dikatakan konvergen
hamper di mana-mana ke fungsi f jika lim f n ( x ) = f ( x ) , n →∞
Untuk setiap x ∈ E − E1 dengan E1 ⊂ E dan m ( E1 = 0 ) .
Teorema 3.2.13 (Gupta 1976, hal 107) Jika barisan fungsi terukur { f n } konvergen hampir di mana-mana (almost everywhere) ke fungsi f, maka f terukur.
Berikut ini akan diberikan definisi fungsi tangga. Fungsi tangga akan sangat berguna dalam pengintegralan.
Definisi 3.2.14 Fungsi ρ :[ a, b ] →
disebut fungsi tangga jika terdapat partisi
{a = x0 < x1 < x2 <
< xn = b} ⊆ [ a, b ]
sehingga untuk setiap subinterval ( xi −1 , xi ) , fungsi ρ bernilai konstan
46
ρ ( x ) = ci ,
∀x ∈ ( xi −1 , xi ) , i = 1, 2,… , n
Contoh 3.2.15 Fungsi f : [ a, b ] →
dengan
⎧α f ( x) = ⎨ ⎩β
jika a ≤ x < c jika c ≤ x ≤ b
Jika α dan β konstan, maka fungsi f merupakan fungsi tangga.
Fungsi karakteristik yang akan didefinisikan berikut ini, merupakan bagian yang sangat penting dalam mendefinisikan integral Lebesgue.
Definisi 3.2.16 Diberikan himpunan E ≠ ∅ dan E ⊆ X . Fungsi karakteristik χ E untuk E adalah fungsi bernilai real pada X dengan ⎧1 ⎩0
χE ( x) = ⎨
jika x ∈ E jika x ∉ E.
Beberapa sifat sederhana fungsi karakteristik akan diberikan pada teorema berikut.
Teorema 3.2.17 (Gupta 1976, hal 100) Diberikan A, B ⊂ E berlaku
47
(a) χ ∅ = 0 dan χ E = 1 . (b) Jika A ⊂ B maka χ A ≤ χ B .. (c) χ A∪ B = χ A + χ B − χ A∩ B . (d) χ A∩ B = χ A .χ B
{Ei } merupakan
(e) Jika
koleksi himpunan bagian E yang saling asing
maka
χ
∞
∞
∪ Ei
= ∑ χ Ei i =1
i =1
Selanjutnya akan diberikan definisi fungsi sederhana. Teori ini sangat berguna dalam membahas masalah fungsi terukur dan juga integral Lebesgue.
Definisi 3.2.18 Fungsi f : E →
disebut fungsi sederhana, jika terdapat E1 , E2 ,… , En ∞
dan En ⊆ E dan c1 , c2 ,… , cn dengan sifat E = ∪ Ei dan i =1
f ( x ) = ci , x ∈ Ei ; i = 1, 2,… , n
atau n
f ( x ) = ∑ ci χ Ei ( x )
(i)
i =1
Bentuk (i) tidaklah tunggal. Jika Ei ∩ E j = ∅ untuk setiap i ≠ j , maka fungsi n
sederhana f = ∑ ci χ Ei dikatakan berbentuk kanonik. i =1
48
Teorema 3.2.19 (Gupta 1976, hal 114) Diketahui f fungsi terukur pada E maka terdapat barisan fungsi sederhana yang konvergen ke f ∈ E . Untuk f ≥ 0, barisan 0 ≤ f n ≤ f n +1 , ∀n ∈
{ fn}
{ fn}
dapat dipilih sehingga
.
III.3 Integral Lebesgue Dalam sub bab ini akan dibahas Integral Lebesgue dan beberapa sifatnya, serta teorema yang lain yang mendukung dan akan digunakan pada bagian berikutnya. Dimulai dengan definisi integral Reimann.
Definisi 3.3.1 Diketahui f : [ a, b ] →
suatu fungsi bernilai real pada interval [a,b].
Himpunan bagian P = { x0 , x1 ,… , xn } di dalam interval [a,b] dengan sifat : x0 = a < x1 < x2 <
< xn = b
disebut partisi pada [a,b]. Untuk setiap partisi P pada [a,b], dibentuk jumlahan n
S ( P ) = ∑ ( xi − xi −1 ) M i i =1
dan
49
n
s ( P ) = ∑ ( xi − xi −1 ) mi i =1
Dengan M i = sup { f ( x ) : x ∈ [ xi −1.xi ]} dan mi = inf { f ( x ) : x ∈ [ xi −1.xi ]} , untuk setiap i ∈ {1, 2,3,… , n} . Integral Reimann atas fungsi f pada [a,b] didefinisikan dengan b
ℜ ∫ f ( x ) dx = inf S ( P ) a
dan integral bawah fungsi f pada [a,b] didefinisikan dengan b
ℜ ∫ f ( x ) dx = sup s ( P ) a
Fungsi f dikatakan terintegral Reimann pada [a,b], jika b
b
a
a
ℜ∫ f ( x ) dx = ℜ∫ f ( x ) dx . b
Selanjutnya dinotasikan dengan ℜ ∫ f ( x ) dx . a
Definisi 3.3.2 Diberikan kanonik ϑ : E →
fungsi n
dan
ϑ:E →
sederhana
∪E
i
dengan
reprensetasi
= E , E himpunan terukur.
i =1
n
Jika jumlahan
∑a m(E ) i =1
∫ ϑ ( x ) dx E
i
ada maka ϑ dikatakan terintegral, yang ditulis
i
dengan nilai integral
∫
E
n
ϑ ( x ) dx =∑ ai m ( Ei ) i =1
50
Teorema 3.3.3 (Wheeden 1977, hal 65) Diberikan f fungsi non-negatif yang didefinisikan pada himpunan terukur E.
∫
E
f ada jika dan hanya jika f terukur.
Teorema 3.3.4 (Gupta 1976, hal 136) Diketahui f : [ a, b ] →
suatu fungsi bernilai real pada interval [a,b].
Jika f terintegral Reimann pada [a,b] maka f terintegral Lebesgue pada [a,b] dengan b
ℜ∫ f ( x ) dx ∫
[ a ,b ]
a
f ( x ) dx
Kebalikan dari Teorema 3.3.3 belum tentu berlaku.
Contoh 3.3.5 Diberikan fungsi f : [ 0,1] → ⎧1 f ( x) = ⎨ ⎩0
,dengan untuk x rasional untuk x irasional
Jelas bahwa fungsi f terbatas dan terukur pada [0, 1]. Menurut Teorema 3.3.4 f terintegral Lebesgue pada [0, 1]. Fungsi f tidak terintegral Reimann pada 1
1
0
0
[0, 1] karena ℜ ∫ f ( x ) dx = 1 dan ℜ ∫ f ( x ) dx = 0
Dalam teorema berikut diberikan beberapa operasi dan sifat yang berlaku pada integral Lebesgue.
51
Teorema 3.3.6 (Gupta 1976, hal 138) Diberikan f dan g fungsi terukur terbatas yang terdefinisi pada himpunan E dengan m (E) < ∞, maka (i)
∫
(ii)
∫ ( f + g) = ∫
(iii)
Jika f = g hampir di mana-mana (almost everywhere) maka
E
E
E
E
.
f +∫ g E
f =∫ g E
Jika
∫ (v)
E
E
∫ (iv)
af = a ∫ f untuk semua a ∈
f ≤ g hampir di mana-mana (almost everywhere) maka
f ≤∫ g E
Jika α ≤ f ( x ) ≤ β maka
α m ( E ) ≤ ∫ f ( x )dx ≤ β m ( E ) E
(vi)
Jika E1 dan E2 himpunan bagian dari E yang saling asing maka
∫
E1 ∪ E2
f =∫ f +∫ f E1
E2
Teorema 3.3.7 (Gupta 1976, hal 142) Diberikan E himpunan dengan ukuran berhingga dan
{ fn}
barisan fungsi
terukur yang didefinisikan pada E. Diketahui terdapat M sehingga f n ( x ) ≤ M untuk semua x dan n. Jika f ( x ) = lim f n ( x ) untuk setiap x ∈ E , maka n →∞
∫
E
f = lim ∫ f n . n →∞ E
52
Teorema 3.3.8 (Wheeden 1977, hal 69) Jika f k , k = 1, 2, … fungsi-fungsi non-negatif dan terukur maka ∞
∞
∫ ∑ f = ∑∫ E
k =1
k
k =1
E
fk
Teorema 3.3.9 (Lemma Fatou’s) (Gupta 1976, hal 146) Diberikan barisan fungsi terukur non-negatif
{ fn}
dan f n konvergen ke f
hampir di mana-mana pada E maka
∫
E
f ≤ lim inf ∫ f n n →∞
E
Teorema 3.3.10 (Gupta 1976, hal 147) Diberikan barisan fungsi terukur non-negatif yang naik monoton
{ fn}
dan f = lim f n , maka n →∞
∫
f = lim ∫ f n . n →∞
Teorema 3.3.11 (Wheeden 1977, hal 72) Diberikan f fungsi terukur pada E. f terintegral pada E jika dan hanya jika f terintegral pada E.
53
Teorema 3.3.12 (Gupta 1976, hal 160) (Lebesgue Dominated Convergence Theorem) Diberikan g fungsi terintegral pada E dan
{ f n } barisan fungsi terukur
pada E dengan f n ≤ g dan lim f n = f hampir di mana-mana (almost n →∞
everywhere), maka
∫
E
f = lim ∫ f n . n →∞ E
Teorema 3.3.13 (Gupta 1976, hal 192) Fungsi f : A →
dikatakan kontinu mutlak (absolutely continuous) jika
untuk setiap ε > 0 terdapat δ > 0 sehingga untuk setiap koleksi berhingga interval
{( )
}
terbuka yang saling asing xi , xi′ ⊂ [ a, b ] : i = 1, 2,… , n dengan
n
∑ x′ − x i =1
i
i
<δ
∑ ( fx ′ ) − f ( x ) < ε . n
berlaku
i =1
i
i
Definisi 3.3.14 Fungsi f terintegral pada [a,b] dan f juga terintegral pada setiap interval [a, x] ⊂ [a, b] . Didefinisikan fungsi F dengan x
F ( x ) = ∫ f ( t ) dt + c , a
c konstan
F dikatakan indefinite integral (integral tak tentu) f.
54
Teorema 3.3.15 (Gupta 1976, hal 197) Jika F fungsi kontinu absolute pada [a,b], maka berlaku x
F ( x ) = ∫ f ( t ) dt + c a
dengan f = F’ dan c konstan. Atau dapat dikatakan bahwa Jika f fungsi kontinu absolute pada [a,b], maka F’ terintegral pada [a,b] x
dan
∫ F ′ ( t ) dt = F ( x ) − F ( a ) . a
55
BAB IV RUANG Lp LEBESGUE
IV.1 Kelas-kelas Lp Berikut ini akan dibicarakan kelas-kelas yang terbagi berdasarkan p.
Definisi 4.1.1 Kelas dari semua fungsi terintegral-p pada E ditulis Lp ( E ) , 0 < p < ∞ dengan
{
Lp ( E ) = f : f
p
}
<∞ .
Contoh 4.12 1. Diberikan E = [ 0,16] dan f : E →
fungsi yang didefinsikan dengan
f ( x ) = x −1/ 4 , kemudian f ∈ L1 ( E ) tapi f ∉ L4 ( E ) .
⎡ 1⎤ 2. Diberikan E = ⎢0, ⎥ dan f : E → ⎣ 2⎦
−1
⎡ ⎛ 1 ⎞⎤ dengan f ( x ) = ⎢ x log 2 ⎜ ⎟ ⎥ , ⎝ 2 ⎠⎦ ⎣
maka f ∈ L1 ( E ) . 3. Diberikan E = ( 0, ∞ ) dan f : E →
dengan f ( x ) = (1 + x )
−1/ 2
, maka
f ∈ Lp ( E ) untuk semua p, 2 < p < ∞ .
Dapat ditunjukkan bahwa Lp ( E ) merupakan ruang linear pada
,
56
1.
f , g ∈ Lp ( E ) ⇒ f + g ∈ Lp ( E )
{
p
f + g ≤ 2 p max f ≤ 2p
2. f ∈ Lp ( E ) dan α ∈
{f
p
,g
p
p
,g
p
}
}
⇒ α f ∈ Lp ( E )
Lebih lanjut, jika f (E), mengingat pertidaksamaan berikut ⎧⎪0 ≤ f + ≤ f ⎨ − ⎪⎩0 ≤ f ≤ f
f + , f − dan f juga ∈ Lp ( E ) .
Maka
Untuk mendapatkan definisi L∞ ( E ) , jika f bernilai real dan merupakan fungsi terukur pada E dengan m(E) > 0, bilangan real M dikatakan batas esensial untuk fungsi f jika f ( x) ≤ M , hampir di mana-mana (almost everywhere) pada E. Fungsi f dikatakan terbatas esensial jika mempunyai batas esensial, dengan kata lain, fungsi f terbatas esensial pada E jika f terbatas kecuali pada himpunan dengan ukuran sama dengan nol. Supremum esensial f pada E dedifinisikan sebagai berikut esssup f ( x) = inf{M : f ( x ) ≤ M , ∀ x ∈ E} .
57
Jika f tidak mempunyai batas esensial maka supremum esensialnya sama dengan ∞. Kelas untuk semua fungsi terukur yang terbatas esensial pada E dinotasikan sebagai L∞ ( E ) , dengan L∞ ( E ) =
{ f : ess sup
f < ∞} .
Dapat ditunjukkan bahwa L∞ ( E ) merupakan ruang linear pada
.
Contoh 4.1.3
1. Semua fungsi terbatas pada E anggota L∞ ( E ) . 2. Fungsi f :[a, b] →
dengan
⎧1 f ( x) = ⎨ ⎩∞
jika x irasional jika x rasional
f anggota L∞ ( E ) .
Definisi 4.1.4
Didefinisikan fungsi ⋅ p : Lp ( E ) → f f
p
∞
=
(∫
E
f
)
p 1/ p
0 < p ≤ ∞ sebagai berikut untuk 0 < p < ∞
= ess sup f .
Lemma 4.1.5
Diberikan f ∈ L∞ ( E ) , maka :
58
(a) f ( x ) ≤ f (b) f
∞
∞
, hampir di mana-mana (almost everywhere) pada E.
{
({
= sup M : m x ∈ X : f ( x ) ≥ M
}) ≠ 0} .
Bukti
(a) Misalkan η = f
{x ∈ E :
∞
maka
n 1⎫ ⎧ f ( x) ≥ η = ∪ ⎨x ∈ E : f ( x) > η + ⎬ n⎭ i =1 ⎩
}
Karena gabungan dari koleksi terhitung himpunan ukuran nol mempunyai ukuran nol, diperoleh
({
m x ∈ E : f ( x) ≥ f
∞
}) = 0
Ini berakibat untuk himpunan yang tidak berukuran nol berlaku f ( x) ≤ f
∞
hampir di mana-mana.
(b) Jelas dari definisi f
Hubungan antara
f
p
∞
.■
(0 < p < ∞) dan
f
∞
akan diperlihatkan pada Teorema
4.1.6 berikut.
Teorema 4.1.6
Jika E himpunan terukur dengan m( E ) < ∞ , maka L∞ ( E ) ⊂ Lp ( E ) untuk setiap p pada 1 ≤ p < ∞ . Lebih lanjut, jika f ∈ L∞ ( E ) maka, f
∞
= lim f p →∞
p
59
Bukti
Misalkan f ∈ L∞ ( E ) dan η = f
maka
∞
f ( x) ≤ f
∞
f ( x ) ≤ η p hampir di mana-mana pada E p
∫ f ( x)
p
≤η p ⋅m(E)
∫ f ( x)
p
≤η p ⋅m(E) < ∞
E
E
Sehingga
(i)
f ∈ Lp ( E ) jadi L∞ ( E ) ⊂ Lp ( E ) .
Pertidaksamaan (i) mengakibatkan
(∫
f ( x)
E
)
p 1/ p
≤ (η p ⋅ m ( E ) )
1/ p
≤ η ⎡⎣ m ( E ) ⎤⎦
1/ p
f
p
Untuk p → ∞ maka [m(E)]→ 1, sehingga diperoleh lim sup f
p
p →∞
≤η
Di lain pihak, misalkan f ( x) ≥ α , dengan α ∈
, pada himpunan sebarang F
dengan m ( F ) > 0 , maka
f ( x) ≥ α f ( x ) ≥ α p hampir di mana-mana pada E p
∫ f ( x)
p
E
(∫
E
f ( x)
≥ α p ⋅m(F )
)
p 1/ p
≥ (α p ⋅ m ( F ) )
1/ p
60
f
p
≥ α ⎡⎣ m ( F ) ⎤⎦
1/ p
Dengan cara yang sama seperti yang dilakukan pada himpunan E lim inf f p →∞
p
≥α
Menurut Lemma 4.1.5
{
({
sup α : m x ∈ E : f ( x ) ≥ α
}) ≠ 0} ≤ lim inf p →∞
f
p
Diperoleh
η ≤ lim inf f p →∞
p
≤ lim sup f
p
p →∞
≤η
Jadi
f
∞
= lim f p →∞
p
. ■
IV.2 Pertidaksamaan Holder dan Minkowski
Dalam mempelajari ruang Lp , juga diperlukan definisi ruang Lq , dengan q diperoleh dari
1 1 + = 1 , dengan p dan q bilangan real non-negatif. p q
Sebelumnya telah didefinisikan bahwa ⋅
p
adalah norma pada Lp , akan
dibuktikan pertidaksamaan yang akan digunakan pada pembicaraan selanjutnya.
Lemma 4.2.1
Diberikan 0 < λ < 1 maka
α λ β 1−λ ≤ λα + (1 − λ ) β .
61
Berlaku untuk setiap pasangan bilangan real non-negatif α & β jika dan hanya jika α = β.
Bukti
Jika α =0 atau β=0, maka pertidaksamaan jelas berlaku, karena itu diasumsikan
α > 0 dan β > 0. Didefinisikan fungsi non-negatif p dengan p (t ) = (1 − λ ) + λ t − t λ
Maka p ′ (t ) = λ (1 − t λ −1 ) dan hanya t=1 yang merupakan titik ekstrim untuk p ini membuktikan p mencapai maksimum pada t =1 p ( t ) ≥ p (1) = 0
Dengan mengambil t = α
β , diperoleh persamaan 1 − λ + λt ≥ t λ
Persamaan berlaku hanya jika t = 1, diperoleh α = β. ■
Teorema 4.2.2 (Pertidaksamaan Riesz-Holder)
Diberikan p dan q bilangan real non-negatif dengan
1 1 + = 1 . Jika p q
f ∈ Lp dan f ∈ Lq maka f ⋅ g ∈ L1 dan
∫
fg ≤ f
p
g
q
Pertidaksamaan berlaku jika dan hanya jika untuk bilangan konstan tidak nol A dan B, diperoleh A f
p
q
=B g .
62
Bukti
Jika p = 1 , maka q = ∞ . Misalkan g
= M , maka g ≤ M hampir di mana-mana dan juga
∞
fg ≤ M f
Dapat dibentuk
∫
fg < ∫ M f .
Karena f ∈ L1 , berarti
∫
f
p
∀x ∈ E .
< ∞ , akibatnya
∫
fg < ∞ .
Jadi f ⋅ g ∈ L1 kemudian dengan integral, diperoleh
∫
fg ≤ M ∫ f ≤ f
1
g
∞
.
Sekarang diasumsikan 1 < p < ∞ berakibat 1 < q < ∞ . Pertidaksamaan berlaku jika f = 0 hampir di mana-mana (atau g = 0 hampir di mana-mana). Karena itu
diasumsikan f ≠ 0 hampir di mana-mana dan g ≠ 0 hampir di mana-mana, diperoleh
f
p
> 0 dan g
q
> 0 . Dengan menggunakan Lemma 4.2.1 dengan
mengambil
63
⎧ ⎪ ⎪λ = 1p ⎪ ⎪ ⎛ ⎪ ⎜ = α ⎨ ⎜ ⎪ ⎝ ⎪ ⎛ ⎪ ⎪β = ⎜ ⎜ ⎪⎩ ⎝
f (t ) ⎞ ⎟ f p ⎟ ⎠ g (t ) ⎞ ⎟ g q ⎟ ⎠
p
q
diperoleh f (t ) g (t ) f
g
p
q
1 f (t ) ≤ p f p
(
p
)
p
1 g (t ) + q g q
q
( )
q
.
(2)
Pertidaksamaan (2) dapat diubah menjadi p q ⎤ ⎡ 1 f (t ) 1 g (t ) ⎥ ⎡ ⎢ f ( x) g ( x) ≤ f + p q ⎥⎣ ⎢p q f p gq ⎥ ⎣⎢ ⎦
(
( )
p q ⎤ ⎡ ⎢ 1 f (t ) + 1 g (t ) ⎥ ⎡ f p ∫⎢ p q g q ⎥⎣ f p ⎢⎣ ⎥⎦ q
Karena
maka diperoleh
)
(
)
( )
p
p
g q⎤. ⎦
g q⎤ < ∞. ⎦
∫ f ( x) g ( x) < ∞ . f ⋅ g ∈ L1 . Kemudian dengan mengintegralkan kedua ruas
Jadi didapatkan diperoleh
∫ f
fg p
g
≤ q
1 1 + = 1. p q
Karena itu
64
∫
fg ≤ f
p
g q.
(3)
Pertidaksamaan (2) akan berlaku jika α = β
dan akibatnya jika α = β
pertidaksamaan (3) berlaku hampir di mana-mana. Dengan lain kata jika mengambil A = g g
q q
q q
p
dan B = f f (t ) = f p
p
p p
diperoleh g (t ) . ■ q
Teorema 4.2.3 (Pertidaksamaan Riesz-Minkowski)
Jika 1 ≤ p ≤ ∞ , maka untuk setiap pasangan f , g ∈ Lp , berlaku f +g
p
≤ f
p
g p.
Bukti
Untuk p = 1 Diketahui bahwa f +g ≤ f +g
Dengan mengintegralkan kedua ruas diperoleh
∫ atau
f + g ≤ ∫ f +∫ g
untuk semua anggota E.
f + g 1 ≤ f 1 + g 1.
Untuk p = ∞ ⎧⎪ f ≤ f ⎨ ⎪⎩ g ≤ g
∞ ∞
a⋅e a⋅e
65
f +g ≤ f +g ≤ f
Dan
∞
+ g
∞
a⋅e
f + g ≤ f + g ∞.
Selanjutnya, dibuktikan untuk 1 < p < ∞ . Karena Lp ruang linear maka f + g ∈ Lp , akibatnya
∫( f + g 1 < q < ∞ dengan
p
)≤∫ f +g
p −1
f +∫ f +g
p −1
g
1 1 + = 1 , maka karena ( p − 1) q = p maka diperoleh p q
∫( f + g )
p −1 q
dan lebih lanjut f + g f +g
p −1
p
=∫ f +g
p
∈ Lq , menurut Teorema 4.2.2, maka
f dan f + g
p −1
g kedua-duanya anggota dari L1
dan sesuai dengan pertidaksamaan Riesz-Holder diperoleh
∫
f +g
∫
f +g
p −1
f ≤ f
p
( f +g )
q
p
( f +g )
q
p −1
dan p −1
g ≤ g
p −1
karena ( p − 1) q = p , maka diperoleh
) (∫
(
f +g
∫
f +g ≤
p −1
=
f +g
( p −1) q
q
) ( =
f +g
p
)
p q
Akibatnya p
(
f
+ g p
p
)(
f +g
p
)
p q
66
atau
f +g jika 0 < f + g
f +g
p
≤
(
f
p
+ g
p
)(
f +g
p
)
p q
.
< ∞ , hasil akan berdasarkan f + g
f +g
Dalam kasus Jika
p
p
= ∞,
p
p q p
.
= 0 , sangat jelas. maka
f =∞
atau
g
p
=∞
dilihat
dari
relasi
f +g ≤ f + g . ■
Untuk 0 < p < 1 , Teorema 4.2.2 dan Teorema 4.2.3 belum tentu berlaku, maka diperlukan teorema yang lain yaitu:
Teorema 4.2.4 (Pertidaksamaan Riesz-Holder untuk 0 < p < 1 )
Diberikan 0 < p < 1 dan q diperoleh dari
1 1 + = 1 . Jika f ∈ Lp dan p q
f ∈ Lq , maka
∫
f +g ≥
(∫ f ) (∫ g ) p 1 p
q 1q
.
Asalkan
∫g
q
≠ 0.
67
Bukti
Ingat bahwa q < 0 karena p < 1 dan
1 P
1 1 + = 1 . Dibentuk p q
dan
−
Kemudian P > 1, Q > 1 dan
1 1 + =1. P Q
p=
p 1 = . q Q
Lebih lanjut lagi, dibentuk fg = F P
karena itu
f
p
q
g = GQ
dan
= FG , diperoleh bahwa F ∈ LP dan G ∈ LQ , Teorema 4.2.2 dapat
digunakan pada F dan G sehingga diperoleh
Dengan
∫g
q
∫ FG ≤
F
∫
f
≤
( ∫ fg ) ( ∫ g )
∫
fg ≥
(∫ f ) (∫ g )
P
P
G p
1 p
Q q −p q
q 1q
≠ 0 dalam Teorema 4.2.4 karena q < 0 . ■
Teorema 4.2.5 (Pertidaksamaan Riesz-Minkowski untuk 0 < p < 1 )
Diberikan 0 < p < 1 dan f , g ∈ Lp dengan f ≥ 0 dan g ≥ 0 maka f +g
p
≥ f
p
+ g p.
68
Bukti
Perhatikan bahwa
(f
+ g) = f ( f + g) p
+ g ( f + g)
p −1
p −1
dan
( f + g)
≤ f ( f + g)
p
+ g( f + g)
p −1
p −1
serta
∫( f + g)
≤ ∫ f ( f + g)
p
+ ∫ g ( f + g)
p −1
p −1
.
Karena Lp ruang linear maka f + g ∈ Lp ,
∫( f + g
p
)≤∫ f +g
p −1
f +g
Menurut teorema 4.2.2 f
f + ∫( f + g)
p −1
p −1
( f + g)
dan g
g .
p −1
adalah anggota dari L1
akibatnya sesuai dengan Reisz-Holder untuk 0 < p < 1 diperoleh
∫
f +g
p −1
∫
f +g
p −1
f ≥ f
p
f +g
p −1
f +g
p −1
q
dan g ≥ g
p
q
.
Karena ( p − 1) q = p , maka diperoleh
( f + g ) = (∫ f + g p −1
( p −1) q
q
)=( f +g )
p q
p
akibatnya f +g
p
≥
(
f
p
+ g
p
)(
f +g
p
)
p q
.
69
Jika 0 < f + g
p
< ∞ , hasil akan berdasarkan f + g
Dalam kasus f + g Jika f + g
p
p
p
.
= 0 , sangat jelas
= ∞ , maka f = ∞ atau g f +g
p q
p
≥ f
p
+ g
p
=∞
p
∞ ≥∞+∞ ∞≥∞. ■
IV.3 Ruang Banach Lp
Dalam sub bab berikut ini akan diperlihatkan bahwa Lp merupakan ruang Banach, dengan kata lain Lp merupakan ruang bernorma yang lengkap. Pertama, untuk 1 ≤ p ≤ ∞ , fungsi . p : Lp →
, memenuhi kondisi-kondisi
berikut ini: ≥ 0.
1.
f
2.
f
3.
af
4.
f +g
p
= 0 jika dan hanya jika f = 0 hampir di mana-mana.
p
p
=a f
p
≤ f
p
p
, a∈ + g
p
Syarat (1) dan (3) jelas dipenuhi berdasarkan definisi . p . Untuk syarat (2) dipenuhi dengan tidak membedakan antara fungsi-fungsi dalam Lp yang sama hampir di mana-mana. Jadi, elemen nol dalam Lp adalah fungsi-fungsi yang sama dengan nol hampir di mana-mana. Untuk syarat (4) dipenuhi menurut
70
pertidaksamaan Reisz-Minkowski yang dijelaskan dalam Teorema 4.2.3. Berarti .
p
adalah norma dalam Lp dan Lp adalah ruang bernorma.
Teorema 4.3.1 (Teorema Reisz-Fischer)
Ruang bernorma Lp lengkap ; untuk 1 ≤ p ≤ ∞ .
Bukti
p = ∞ . Diketahui bahwa suatu fungsi lebih besar dari esensial
Untuk
supremumnya berlaku hanya pada himpunan dengan ukuran nol. Katakan
{
Am ,n = x : f n ( x ) − f m ( x ) > f n − f m ∞
∞
n≠m
k =1
∞
}
{
dan Bn = x : f n ( x ) > f n
E = ∪ An ,m ∪ ∪ Bk , maka diperoleh m ( E ) = 0 . Ambil sebarang
∞
}.
Namakan
{ fn}
barisan
Cauchy dalam L∞ . Akibatnya jika diberikan ε > 0 , terdapat N sehingga berlaku f n − f m < ε untuk n, m > N .
Kemudian
untuk
x ∈ Ec
berlaku
fn ( x ) − fm ( x ) ≤ fn − fm < ε .
Karena
lim f n − f m = f − f m < ε , akibatnya f ≤ f m + ε hampir di mana-mana. Karena n →∞
f ∈ L∞ dan x ∈ E c diperoleh f ( x ) − f m ( x ) ≤ ess sup f ( x ) − f m ( x ) = f ( x ) − fm ( x )
∞
= lim f ( x ) − f m ( x ) n →∞
∞
<ε
71
Dengan kata lain f ( x ) − f m ( x )
<ε .
∞
Sekarang diasumsikan 1 ≤ p < ∞ . Untuk menunjukkan bahwa setiap barisan Cauchy dalam Lp konvergen, cukup dengan menunjukkan bahwa setiap barisan terjumlah absolute dalam Lp terjumlah ke suatu elemen dalam Lp . Jika diberikan barisan { f n } dalam Lp , maka ∞
∑
fn
n =1
p
= M <∞.
Kemudian didefinisikan barisan fungsi { g n } dengan n
gn ( x ) = ∑ fk ( x ) . k =1
Didapatkan bahwa untuk setiap x ∈
, barisan
{ g ( x )} n
naik monoton,
dan akan konvergen ke suatu g ( x ) , dengan kata lain g n ( x ) → g ( x ) untuk setiap x ∈ [ a, b ] .
Karena fungsi g n terukur maka fungsi g juga terukur. Menurut Teorema 4.2.3 diperoleh gn
n
∑ f ( x)
=
p
k =1
n
≤ ∑ fk
p
k =1
(∫ g ) p
n
∫g
p n
1/ p
k
p
< M , sehingga ≤∫
[ a ,b ]
M
≤ M p m ( [ a, b ])
72
∫g
p n
≤ M p (b − a )
Karena g n ≥ 0 , menurut lemma Fatou’s, diperoleh
∫g
p
≤M p ( b − a )
Ini menandakan bahwa g p terintegral dan g ( x ) berhingga hampir di mana-mana pada [ a, b ] . Akibatnya barisan
{ f ( x )} terjumlah absolute dan pasti terjumlah ke n
suatu bilangan real s ( x ) . Misalkan s ( x) = 0
untuk x dengan g ( x ) = ∞ . Didefinisikan fungsi s sebagai limit dari setiap jumlahan parsial n
sn ( x ) = ∑ f k ( x ) k =1
dan sn ( x ) → s ( x ) hampir di mana-mana, karena itu s fungsi terukur. Lebih lanjut n
sn ( x ) ≤ ∑ f k ( x ) k =1
= gn ( x ) ≤ g ( x)
Akibatnya sn ( x ) ≤ g ( x ) . Karena itu , s ∈ Lp sebab g ∈ Lp , dan sn ( x ) − s ( x ) ≤ 2 p ( g ( x ) ) p
p
Tapi 2 p g p fungsi terintegral dan sn ( x ) − s ( x ) → 0 hampir di mana-mana. p
Menurut Lebesgue Dominated convergence Theorem, diperoleh
73
∫s
n
sn − s Karena barisan
{ fn}
p
−s →0
p
→0
terjumlah ke s dalam Lp akibatnya barisan
{ fn}
konvergen
ke s dalam Lp dengan 1 ≤ p < ∞ . ∴ Lp lengkap. ■
Akibat 4.3.2
Jika 0 < p < 1 , maka Lp adalah ruang metric lengkap dengan metrik p didefinisikan dengan p( f , g) = f − g p , p
∀f , g ∈ Lp .
IV.4 Kekonvergenan Rata-rata (Convergence in the Mean)
Pada bab II telah dibahas pengertian kekonvergenan pada barisan fungsi bernilai real: konvergen, konvergen titik demi titik, konvergen seragam, konvergen hampir di mana-mana. Akan didefinisikan kekonvergenan dalam ruang Lp , 1 ≤ p ≤ ∞ , yang sesuai dengan konsep norma.
74
Definisi 4.4.1
Barisan fungsi { f n } dalam Lp , 1 ≤ p ≤ ∞ dikatakan konvergen ke f ∈ Lp , jika untuk setiap ε > 0 , terdapat bilangan bulat positif N sehingga f n − f
p
→0.
Kekonvergenan ini sering disebut sebagai konveregn rata-rata order p (convergence in the mean) jika 1 ≤ p < ∞ dan konvergen hampir seragam jika p = ∞.
Teorema 4.4.2
Diberikan barisan
{ fn}
dalam Lp yang konvergen rata-rata order p
(convergence in the mean) ke f dalam Lp , maka: a) Jika barisan
{ fn}
dalam Lp yang konvergen rata-rata ke g, maka
f = g hampir di mana-mana (almost everywhere) dalam Lp .
{ fn}
b) Barisan
merupakan barisan Cauchy rata-rata p (p-mean Cauchy
sequence). c) lim f n p →∞
p
= f
p
, khususnya dengan barisan
{ fn}
terbatas terhadap
norma ⋅ p . Kebalikan dari ( c ) belum tentu berlaku.
Contoh 4.4.3
Untuk setiap n ∈
, didefinisikan f n : ( 0,1) →
75
⎧ ⎪⎪n fn ( x ) = ⎨ ⎪0 ⎪⎩
jika 0 < x ≤
1 n
1 < x <1 n
jika
Diperoleh bahwa lim f n ( x ) = 0 untuk setiap x ∈ ( 0,1) , sedangkan n →∞
fn
p
→∞
bilamana n → ∞ dan p > 1 .
Teorema 4.4.4
Diberikan barisan { f n } dalam Lp , 1 ≤ p ≤ ∞ , sehingga f n → f hampir di f ∈ Lp . Jika lim f n
mana-mana (almost everywhere) dan lim f n − f n →∞
p
n →∞
p
= f
p
maka
=0.
Bukti
Dengan tidak mengurangi keumuman, setiap f n ≥ 0 hampir di mana-mana maka f ≥ 0 , diperoleh hasil secara umum karena mengingat f = f + − f − . Untuk setiap pasangan non negatif a dan b, berlaku
(
p
p
a − b ≤ 2p a + b
p
),
1≤ p < ∞ .
Dimisalkan a = f n dan b = f diperoleh
(
p
2 p fn + f
p
)− f
n
−f
p
≥0
hampir di mana-mana.
Menggunakan lemma Fatou dan hipotesis-hipotesis dari lemma tersebut, diperoleh
76
2p ∫ f
p
(
= ∫ lim 2 p −1 f n + f n →∞
p
(
p
)− f
≤ lim inf ∫ ⎡ 2 p −1 f n + f n →∞ ⎣ p
= 2 p −1 lim ∫ f n + 2 p −1 ∫ f p
p
p
n →∞
= 2p ∫ f
Karena
∫
f
p
p
− lim sup ∫ f n − f n →∞
n
−f
)− f
n
p
p −f ⎤ ⎦
(
+ lim inf − ∫ f n − f n →∞
p
p
)
.
< ∞ , akibatnya
lim sup ∫ f n − f n →∞
p
≤0
Karena f n → f hampir di mana-mana (almost everywhere) maka berlaku lim sup ∫ f n − f n →∞
p
= lim inf ∫ f n − f n →∞
p
=0
Karena itu
lim ∫ f n − f n →∞
p
=0
Akibatnya lim f n − f = 0 . ■ n →∞
IV.5 Sifat-sifat Ruang Lp
Dalam sub bab ini akan dibicarakan sifat-sifat yang menyertai ruang Lp .
77
Teorema 4.5.1
Jika diberikan 0 < q < p ≤ ∞ , maka terdapat konstanta K > 0 sehingga Lp ⊂ Lq dan berlaku f
≤K f
q
p
∀f ∈ Lp .
,
Bukti
Untuk p = ∞ dengan 0 < q < ∞ . Dengan tidak mengurangi keumuman, diberikan E himpunan terukur dengan m ( E ) < ∞ . Misalkan f ∈ Lp ( E )
diperoleh f ≤ f p
f
hampir di mana-mana
∞
≤ f
p
hampir di mana-mana
∞
Menurut Teorema 3.3.6 diperoleh
∫
E
(∫
E
f
p
f f
p
p
≤ f
)
p 1/ p
≤ f
∞
≤
⋅m(E)
(f
⋅m(E) ∞ p
⎡ m ( E ) ⎤⎦ ∞ ⎣ p
)
1/ p
1/ p
Terbukti dengan mengambil K = ⎡⎣ m ( E ) ⎤⎦
1/ p
.
Asumsikan 0 < q < p < ∞ . Untuk f ∈ Lp , maka f q ∈ Lp / q . Bentuk λ = p , jelas q ⎛1⎞ ⎛1⎞ λ > 1 dan pilih μ sehingga ⎜ ⎟ + ⎜ ⎟ = 1 , maka ⎝μ⎠ ⎝λ⎠
78
b
∫
a
q
f
b
= ∫ f ⋅1 q
a
) ⋅ ( ∫ 1)
≤
(∫
=
(∫ f )
b
a
b
f
qλ
1
λ
1
b
q
a
q
p
p
a
(b − a )
1/ q
.
Akibatnya f ∈ Lq , ini berarti Lp ⊂ Lq . Selanjutnya, jika dibentuk K q = b − a maka f
q
≤K f
p
∀f ∈ Lp . ■
,
Contoh 4.5.2
Diberikan E = (1, ∞ ) , kemudian didefinisikan fungsi f : E → f ( x ) = x −1/ q ,
dengan
1≤ q < ∞ .
Jika p > q , jelas bahwa f ∈ Lp ( E )
Teorema 4.5.3
Jika 0 < q < p < ∞ dan f ∈ Lp ∩ Lq , maka f ∈ Lr untuk semua q < r < p .
Bukti
Untuk r, dengan q < r < p dapat ditemukan 0 < t < 1 , sehingga r = tq + (1 − t ) p .
Perhatikan bahwa
79
f ∈ Lp ∩ Lq ⇒ f ∈ Lp dan f ∈ Lq f
p (1−t )
∈ Li / (1−t ) f
1/ q
∈ L1/ t .
Selanjutnya, diketahui 1/ t > 1 dan pasangan eksponen 1/ t dan 1/ (1 − t ) saling konjugasi. Oleh karena itu menurut pertdaksamaan Reisz-Holder, diperoleh f
r
= f
tq
f
(1−t ) p
∈ Lt .
■
IV.6 Fungsional Linear Terbatas Dalam Ruang Lp
Diberikan p dan q konjugasi eksponen. Jika g ∈ Lq , dengan 1 ≤ q ≤ ∞ , menurut pertidaksamaan Reisz-Holder maka f ⋅ g ∈ L1 untuk setiap f ∈ Lp . Karena itu elemen tertentu g ∈ Lq , dapat didefinisikan Fg : Lp →
dengan
Fg ( f ) = ∫ fg .
Jelas bahwa Fg adalah fungsional linear dalam ruang Banach Lp .
Teorema 4.6.1
Diberikan p dan q (1 ≤ p, q ≤ ∞ ) konjugasi eksponen dan g ∈ Lq maka fungsional linear yang didefinisikan berikut Fg ( f ) = ∫ fg merupakan fungsional linear terbatas dalam Lp , akibatnya Fg = g q .
80
Bukti
(i) Anggap p = ∞ dan q = 1 , perhatikan pertidaksamaan Reisz-Holder bahwa
Fg ( f ) ≤ g
1
f
∀f ∈ Lp .
∞
Karena itu Fg fungsional linear terbatas dalam Lp , akibatnya
Fg ≤ g 1 .
(1)
Untuk membuktikan kebalikannya diberikan f = sgn g ,dengan jika g ( x ) ≥ 0
⎧⎪1 sgn g ( x ) = ⎨ ⎪⎩−1
Jelas f ∈ Lp dan f
∞
jikag ( x ) < 0
= 1 , karena itu
Fg ( f ) = ∫ fg = ∫ g = g Fg ≥ g
1
Fg = g
q
1
(2)
Dari (1) dan (2) diperoleh
(ii) Sekarang perhatikan 1 < p < ∞ , menurut pertidaksamaan Reisz-Holder Fg ( f ) ≤ g
q
f
∀f ∈ Lp .
p
Karena itu Fg fungsi linear dalam Lp dan memenuhi Fg ≤ g
q
Selanjutnya, untuk membuktikan kebalikannya, diberikan f = g
q −1
sgn g
81
Jelas, f fungsi terukur dalam Lp dan f
(
bahwa f ∈ Lp , juga karena f ⋅ g = g
p
q −1
= g
p ( q −1)
q
= g . Ini memperlihatkan
)
sgn g ⋅ g = g
q
diperoleh Fg ( f ) = ∫ fg = ∫ g
q
=
(∫ g ) (∫ g )
=
(∫ ) (∫ )
q 1/ p
= f
f
p
q 1/ q
p 1/ p
g
g
q 1/ q
q
yang berakibat
Fg ≥ g q .
■
Lemma 4.6.2
Jika g fungsi terintegral dalam [a,b] dan K konstan sehingga
∫ fg ≤ K
f
p
untuk setiap fungsi terukur terbatas f, maka g ∈ Lq dan g
q
≤K.
82
Bukti
Untuk p = 1 dan q = ∞ , diberikan ε > 0 dan
{
E = x ∈ [ a, b ] : g ( x ) ≥ K + ε
}
Bentuk f = ( sgn g ) χ E , maka f fungsi terukur terbatas sehingga f
1
= m(E) .
Karena itu Km ( E ) = K f
≥
1
=
∫ fg
∫ g ( sgn g ) χ
E
= ∫ g ≥(k + ε ) m( E) E
Km ( E ) ≥ ( k + ε ) m ( E )
Karena diambil sebarang ε > 0 , diperoleh m ( E ) = 0 , Akibatnya g
∞
≥K.
Asumsikan 1 < p < ∞ . Didefinisikan barisan fungsi terukur terbatas { g n } , dengan ⎪⎧ g ( x ) g n( x ) = ⎨ ⎪⎩0
jika g ( x ) ≤ 0 jika g ( x ) > 0
Jika f n = g n q / p sgn g n , maka setiap f n fungsi terukur terbatas sehingga
83
fn
(
= gn
p
)
q
q/ p
q
gn = fn ⋅ gn = fn ⋅ g
dan
Karena itu
( g ) =∫ f g≤K q
n q
n
dengan membagi kedua ruas dengan
(g )
q/ p
n q
(g )
q−q / p
n q
Karena q-q/p=1, didapatkan
fn
p
(
= K gn
q
)
q/ p
, diperoleh
≤K
( g )≤K , n q
Kemudian kedua ruas diintegralkan dan dipangkatkan dengan q, diperoleh
∫g q
q n
≤ Kq
q
Mengingat g n → g hampir di mana-mana dan lemma Fatou, diperoleh
∫g Akibatnya g ∈ Lq dan g
q
≤ lim inf ∫ g n ≤ K q q
n →∞
q
≤K.
■
Teorema 4.6.3
Jika F fungsional linear terbatas dalam Lp dengan 1 ≤ p < ∞ , maka terdapat fungsi g dalam Lq , sehingga berlaku F ( f ) = ∫ fg dan F = g q .
84
Bukti
Pembuktian akan dibagi dalam empat langkah.
Langkah 1
Anggap f = χ t , t ∈ [ a, b ] dengan χ t merupakan fungsi karateristik dari interval [a,t]. Dibentuk ρ ( t ) = F ( χ t t ) . Jelas bahwa ρ merupakan fungsi bernilai real pada [a,b]. Pertama diperlihatkan bahwa ρ fungsi kontinu absolute pada [a,b].
{
}
Diberikan koleksi berhingga ⎡ xt , xt′ ⎤ dengan ⎡ xt , xt′ ⎤ ⊆ [ a, b ] yang saling asing, ⎣ ⎦ ⎣ ⎦ sehingga
∑ x′ − x t
t
< δ , δ > 0 . Jika dibentuk
t
(
) {( )
}
f = ∑ χ x ′ − χ xt sgn ρ xt′ − ρ ( xt ) t
f
p
=
t
∑(χ t
xt ′
− χ xt
)
p
Kemudian dengan mengintegralkan kedua ruas diperoleh
∫[
a ,b ]
f
p
=∫
[ a ,b ]
∑(χ t
xt′
− χ xt
)
p
Akibatnya
85
∫[
a ,b ]
f
p
n
( )
∑ m xt′ − m ( xt )
=∫
[ a ,b ]
t =1
p
Menurut definisi nilai m ( E ) , yaitu jika E interval, maka nilai m(E) sama dengan panjangnya, akibatnya diperoleh
∫[ ∫[
a ,b ]
a ,b ]
(
maka
f
f
p
=
n
∑ t =1
f
p
=
n
∑ t =1
p
)
p
xt′ − a − xt − a
xt′ − xt
p
p
<δ
Dan
∑ ρ (x′)− ρ (x ) = F ( f ) t
t
t
≤ F ⋅ f
p
< F ⋅ δ 1/ p
Akibatnya
dengan
mengambil
nilai
⎛ εp ⎜ F p ⎝
δ =⎜
⎞ ⎟ ⎟ ⎠
maka
berlaku
∑ ρ (x′)− ρ (x ) < ε t
t
t
Jadi ρ kontinu absolute pada [a,b].
86
Menurut Teorema 3.3.15, terdapat g fungsi terintegral pada [a,b], sehingga
∀t ∈ [ a, b ]
t
ρ (t ) = ∫ g 0
Karena itu F ( xt ) = ∫ gxt
Langkah 2 Fungsi f yang telah dibentuk sebelumnya merupakan fungsi tangga. Karena setiap fungsi tangga pada [a,b] dapat dinyatakan sebagai kombinasi linear
∑c x
i ti
dan F fungsional linear, diperoleh F ( f ) = ∫ gf .
Langkah 3 Anggap f merupakan fungsi terukur terbatas pada [a,b] menurut Teorema 3.2.13, terdapat barisan {ϕ n } dari fungsi tangga sehingga ϕn → f , karena barisan
{ f −ϕ } p
n
terbatas dan f − ϕ n → 0 . Menurut Teorema 3.3.7 untuk n → ∞
berakibat f − ϕn
p
→ 0 , karena itu F ( f ) − F (ϕ n ) = F ( f − ϕ n ) ≤ F
Diperoleh
( f − ϕn ) p
F ( f ) = lim F (ϕ n ) n →∞
87
= lim ∫ gϕ n n →∞
Menurut Teorema 3.3.12 (Lebesgue Dominated Convergence Theorem), diperoleh
∫ fg = lim ∫ gϕ n →∞
Karena itu,
∫ fg =F ( f ) ,
karena F ( f ) ≤ F ⋅ f g ∈ Lp dan g
q
p
n
untuk setiap f fungsi terukur terbatas. Lebih lanjut, ,
dengan memperhatikan Lemma 4.6.2 diperoleh
≤ F .
Langkah 4 Diambil f ∈ Lp fungsi sebarang. Diberikan ε > 0 , maka terdapat fungsi tangga ϕ sehingga f − ϕ < ε , karena ϕ terbatas akibatnya F (ϕ ) = ∫ ϕ g .
Karena itu F ( f ) − ∫ fg = F ( f ) − F (ϕ ) + ∫ ϕ g − ∫ fg ≤ F ( f −ϕ ) +
∫ (ϕ − f ) g
≤ F ⋅ f −ϕ
+ g q ⋅ f −ϕ
(
< F + g
q
p
p
)ε
Karena sebarang ε > 0 , dengan mengambil ε → 0
88
F ( f ) = ∫ fg
Menurut Teorema 4.6.1 diperoleh Fg = g q .
■
89
BAB V KESIMPULAN
Setelah pembahasan pada bab-bab sebelumnya, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Kelas-kelas Lp dalam terdiri dari
{
Lp ( E ) = f : f
p
}
< ∞ untuk 0 < p < ∞
dan L∞ ( E ) =
{ f : ess sup
f < ∞}
Lp merupakan ruang bernorma lengkap dengan norma ⋅ p : Lp ( E ) → \ dengan
f
p
=
(∫
E
f
)
p 1/ p
0 < p < ∞ dan f ∈ Lp
,
dan f
∞
= ess sup f
untuk f ∈ L∞
2. Untuk sebarang fungsi f : E → \ berlaku
f ( x) ≤ f
∞
, hampir di mana-mana
(almost everywhere) pada E. 3. Hubungan antara f
p
(0 < p < ∞) dan f
4. Untuk 0 < q < p ≤ ∞ , berlaku f
q
≤K f
terlihat dengan f
∞
p
,
∞
= lim f p →∞
p
.
∀f ∈ Lp .
5. Jika 0 < q < p < ∞ dan f ∈ Lp ∩ Lq , maka f ∈ Lr untuk semua q < r < p .
90
6. Jika didefinisikan Fg ( f ) = ∫ fg , maka F fungsional linear terbatas dalam Lp dan berlaku Fg = g q . 7. Jika F fungsional linear terbatas dalam Lp dengan 1 ≤ p < ∞ , maka terdapat fungsi g ∈ Lq , sehingga berlaku
F ( f ) = ∫ fg dan F = g q .
91
DAFTAR PUSTAKA
Anton, H.1994, Elementary Linear Algebra, seventh ed. Canada: John Willey and Sons, Inc. Bartle, R.G. dan Donald R.S. 1982. Introduction to Real Analysis. Canada. John Willey and Sons, Inc. Jain, P.K. dan V.P. Gupta. 1976. Lebesgue Measure and Integration. New Delhi: Wiley Eastern Limited. Wheeden, R.L. dan Antoni, Z. 1977. Measure and Integral. New York: Marcel Dekker, Inc.
92