BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Setiap kehidupan manusia senantiasa mengalami perubahan-perubahan. Hal ini terjadi karena manusia mempunyai kepentingan-kepentingan yang berbeda, dan perubahan ini merupakan fenomena sosial yang wajar dalam kehidupan manusia baik itu individu maupun kelompok. Perubahan sosial merupakan sunatullah yang pasti akan terjadi dalam kehidupan manusia dan perubahan tersebut tergantung apa yang dilakukan manusia itu sendiri. Sebagaimana firman Allah dalam al-Qur’an Surat Ar-Ra’ad ayat 11:
ٍسهِنْ وَإِذَا َأرَادَ الّلهُ بِقَىْم ِ ُإِّنَ الّلهَ الَ ُيغَ ِّيرُ هَا بِقَىْمٍ حَّتَى ُيغَ ِّيرُواْ هَا ِبأَنْف ٍسُىءاً َفالَ َهرَدَ َلهُ َوهَا َلهُن هِن دُو ِنهِ هِن وَال Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaanyang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia”.1 Ayat tersebut berbicara tentang perubahan sosial, bukan perubahan individu. Ini dipahami dari penggunaan kata qaumin (kaum/masyarakat). Selanjutnya dari sana dapat ditarik kesimpulan bahwa perubahan sosial tidak dapat dilakukan oleh seorang 1
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemah, (Semarang: CV. Toha Putra, 1989), hlm. 370.
1
manusia saja. Memang boleh saja perubahan bermula dari seorang yang ketika ia melontarkan dan menyebarluaskan ide-idenya, diterima dan menggelinding dalam masyarakat. Disini bermula dari pribadi dan berakhir pada masyarakat. Pola pikir dan sikap perorangan itu mempengaruhi masyarakat lain dan sedikit demi sedikit, kemudian mempengaruhi masyarakat luas. Perubahan sosial merupakan suatu perubahan struktur sosial dan pola budaya yang signifikan dan dalam jangka waktu tertentu. Perubahan struktur sosial menunjuk pada perubahan yang terjadi pada jaringan hubungan sosial yang persisten, dimana interaksi antara perorangan/individu telah menjadi rutinitas. Struktur sosial dapat juga dipahami sebagai peranan kelompok, organisasi, kelembagaan dan perkumpulan sosial yang bersifat persisten. Perubahan yang menyertai perubahan struktur sosial menunjuk pada perubahan cara hidup, berpikir yang dilakukan bersama-sama, termasuk di dalamnya sistem, simbol,
bahasa,
kepercayaan, nilai, budaya material dan teknologi. Mulai dari teknologi yang bersifat umum sampai yang rumit. Salah satu sifat yang mendasar dari masyarakat adalah dinamis, artinya masyarakat terus-menerus mengalami perkembangan, seiring dengan perkembangan warga masyarakatnya. Sesederhana apa pun masyarakat, selalu terdapat penemuanpenemuan baru (sekecil apapun penemuan tersebut) yang dapat mempermudah upaya masyarakat dalam mempertahankan hidup. Hal ini berarti bahwa masyarakat tumbuh menjadi semakin kompleks dan penuh dengan fungsi-fungsi yang dikembangkan
sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Perkembangan masyarakat ini dapat terjadi dengan lebih cepat melalui proses inovasi ataupun proses difusi. Masyarakat tidak perlu mengembangkan berbagai teknologi secara mandiri, namun dapat pula terjadi melalui masuknya berbagai pengaruh dari luar masyarakat tersebut. Dalam proses difusi antara dua masyarakat yang berdekatan, maka bila yang satu lebih sederhana kebudayaannya daripada yang lain, masyarakat yang kebudayaannya lebih sederhana akan lebih banyak menerima kebudayaan dari masyarakat yang lebih maju atau kompleks dan bukan sebaliknya. Teknologi modern, secara disadari atau tidak oleh warga masyarakat yang bersangkutan, telah menimbulkan adanya keinginan-keinginan dan impian-impian baru berkenaan dengan kehidupan yang dijalaninya. Menurut Spencer, masyarakat adalah sebuah organisme dan sesuatu yang hidup. Sebagai organisme, masyarakat mengalami pertumbuhan terus menerus, sehingga bagian-bagiannya tidak sama. Masyarakat menunjukkan peningkatan struktur. Peningkatann kompleksitas struktur berarti dalam struktur masyarakat terjadi diferensiasi, atau berarti pula bahwa dalam masyarakat terjadi peningkatan diferensiasi fungsi-fungsi. Setiap bagian yang memiliki fungsi yang berbeda, sesungguhnya tetap harus berfungsi bersama-sama untuk kehidupan keseluruhan. Antara bagian yang satu dengan lainnya saling tergantung atau saling membutuhkan satu sama lain.2
2
Robert H Lauer, 2003, Perspektif Tentang Perubahan Sosial, terj Alimandan, (Jakarta, Rineka Cipta: 2003), hlm. 80.
Pertumbuhan masyarakat terjadi melalui proses diferensiasi dan integrasi terus menerus, perbanyakan unit-unit, perluasan kelompok-kelompok, dan penyatuan kelompok-kelompok, dan selanjutnya peningkatan integrasi kelompok. Integrasi yang mengikuti diferensiasi tidak hanya berarti memperbanyak masa, tetapi juga memajukan masa itu menuju hubungan antar bagian yang lebih akrab. Jadi, masyarakat berkembang dari homogen menjadi heterogen, namun proses tersebut kembali mengupayakan adanya peningkatan homogenitas. Pada dasarnya yang menggerakkan pertumbuhan masyarakat adalah perjuangan mempertahankan hidup. Keseluruhan proses penggabungan dan penggabungan ulang, perubahan dari homogenitas (primitif) ke heterogenitas (peradaban) mustahil terjadi tanpa konflik. Industrialisasi yang disertai dengan teknologi semakin memperkuat perubahan-perubahan dalam masyarakat. Proses industrialisasi pada masyarakat yang agraris merupakan perubahan yang membawa pengaruh besar pada masyarakat. Pelbagai lembaga-lembaga kemasyarakatan akan terpengaruh, misalnya hubungan kerja, sistem milik tanah, hubungan-hubungan keluarga, stratifikasi masyarakat dan keluarga. Industrialisasi membawa dua akibat sosial yaitu akibat positif dan akibat negatif. Akibat positif misalnya penampungan tenaga kerja, peningkatan pendapatan penduduk dan mobilitas penduduk sedangkan akibat negatif misalnya perusakan lingkungan dan menyempitnya lahan pertanian karena terjadinya konversi lahan atau peralihan fungsi lahan seperti lahan pertanian menjadi non pertnaian.
Seperti yang terjadi pada masyarakat Kampung Nagrak Desa Cipeucang, Kecamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor, pada awalnya masyarakat bermata pencaharian sebagai petani, dan buruh serabutan tani dan kehidupan masyarakat sangat tergantung pada kondisi alam. Kemampuan memiliki tanah dan sarana mengolah tanah pertanian, seperti kerbau yang digunakan untuk membajak sawah, itu dilakukan dengan cara tradisional. Selai itu, kehidupan masyarakat juga sangat sederhana dan penuh dengan rasa kekeluargaan. Akan tetapi sejak tahun 2003 lahan pertanian di daerah ini beralih fungsi menjadi lahan industri penambangan pasir. Berkembangnya industri penambangan pasir di daerah ini menyebabkan terjadinya perubahan baik itu dalam mata pencaharian, pendidikan, perilaku sosial, kehidupan beragama dan lain-lain. Bagi masyarakat agraris, industrialisasi yang terjadi melalui pembangunan industri di daerahnya, tentunya memberikan harapan-harapan kepada mereka untuk dapat memanfaatkan keberadaan industri tersebut antara lain dengan bekerja pada industri, ataupun memanfaatkan peluang ekonomi lain dari adanya industry, terlebih lagi bila lahan pertanian yang selama ini menjadi sumber ekonomi masyarakat menjadi hilang karena digunakan untuk industri. Tidak adanya lahan garapan untuk bertani, maka harapan masyarakat tertuju pada industri yang didirikan, termasuk juga anggota masyarakat lain yang membutuhkan pekerjaan; terutama mereka yang sudah memasuki usia kerja dan putus sekolah. Perubahan sosial tentunya tidak sekedar menyangkut perubahan material saja, akan tetapi juga perubahan pada sistem kognitif, sistem tindakan dan simbol-
simbolnya. Adanya industri di suatu daerah mengakibatkan berubahnya pola perilaku masyarakat. Masyarakat cenderung berperilaku seperti masyarakat pada Negaranegara maju khusus dalam hal konsumeritas, lebih individualistik dan melupakan nilai-nilai solidaritas yang sebelumnya merupakan nilai luhur dalam kehidupan masyarakat. Berdasarkan fenomena tersebut di atas maka penulis merasa tertarik untuk mengadakan penelitian terkait dengan hal tersebut. selanjutnya penelitian ini penulis tuangkan dalam skripsi yang berjudul PERUBAHAN SOSIAL DALAM MASYARAKAT YANG MENGALAMI KONVERSI LAHAN (Studi Pada Masayarakat Kampung Nagrak , Desa Cipeucang, Kecamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor).
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, kehadiran industri penambangan pasir yang menyebabkan terkonversinya lahan-lahan pertanian ternyata membawa pengaruh pada kehidupan sosial masyarakat Kampung Nagrak, Desa Cipeucang, Kecamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor. Dari permasalahan tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan untuk memudahkan proses analisis selanjutnya, maka penulis mencoba untuk merumuskan masalah yang diangkat dalam pertanyaan penelitian di bawah ini :
1. Bagaimana kehidupan
sosial
masyarakat
Kampung Nagrak, Desa
Cipeucang, Kecamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor sebelum adanya konversi lahan? 2. Perubahan apa saja yang terjadi pada masyarakat Kampung Nagrak, Desa Cipeucang, Kecamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor setelah adanya konversi lahan?
C. Tujuan Penelitan Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kehidupan sosial masyarakat Kampung Nagrak, Desa Cipeucang, Kecamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor sebelum terjadinya konversi lahan. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui perubahan-perubahan sosial masyarakat Kampung Nagrak, Desa Cipeucang, Kecamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor, setelah terjadinya konversi lahan
D. Kegunaan penelitian 1. Kegunaan Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang perubahan sosial yang terus terjadi dalam kehidupan masyarakat seiring dengan perkembangan zaman serta diharapkan dapat memberikan kontribusi
positif bagi para mahasiswa, khususnya mahasiswa jurusan Sosiologi UIN Sunan Gunung Djati Bandung. 2. Kegunaan Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan pengetahuan dalam bidang sosial (masyarakat) khusunya mengenai perubahan sosial . Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan rujukan penelitian yang lainnya dalam upaya mengkaji dan mendalami kehidupan sosial yang setiap waktu mengalami perubahan.
E. Definisi Operasional Sebagai pengantar penelitian terdapat beberapa definisi yang perlu di ketahui diantaranya: 1. Perubahan Sosial Mengenai definisi perubahan sosial para ahli sosiologi dan antropologi telah banyak membicarakannya. Akan tetapi yang akan di jadikan rujukan utama dalam penelitian ini adalah definisi dalam perspektif Struktural fungsional yang mana Herbert Spencer dalam teori perubahan sosialnya yang mengilustrasikan masyarakat sebagai organisme hidup. Dengan kata lain, terdapat kesamaan penting antara masyarakat dan organism biologis. Masyarakat memiliki organ-organ baik struktur maupun kultur yang merupakan perlengkapan yang diperlukan bagi kelangsungan hidup masyarakat. Berbagai bagian seperti pemerintah, keluarga, ekonomi dan fator-
faktor lain juga adalah terpisah namun saling tergantung dan harus berfungsi bersama-sama untuk kehidupan keseluruhan.3 2. Industrialisasi Industrialisasi dapat diartikan sebagai proses perkembangan teknologi dengan bantuan ilmu pengetahuan yang diterapkan, yang ditandai dengan ekspansi produksi secara besar-besaran, penggunaan mesin-mesin secara luas untuk memproduksi alatalat produksi dan barang-barang konsumsi dengan bantuan angkutan yang dispesialisasikan dan peningkatan urbanisasi yang makin bertambah. 3. Konveri lahan Menurut Utomo, konversi lahan dapat diartikan sebagai berubahnya fungsi
sebagian atau seluruh kawasan dari fungsinya semula seperti direncanakan menjadi fungsi lain yang berdampak negatif terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri. Sebagai contoh yaitu berubahnya peruntukan fungsi lahan persawahan beririgasi menjadi lahan industri.4
F. Tinjauan Pustaka Dari penelusuran pustaka yang telah penyusun lakukan, pembahasan tentang perubahan sosial sudah banyak dilakukan. Namun pembahasan yang menyangkut perubahan sosial pada masyarakat yang mengalamai konversi lahan belum dibahas
3 4
Ibid,hlm. 78 http://kolokiumkpmipb.wordpress. (diakses pada tanggal 2 Agustus 2010)
dalam bentuk karya ilmiah yang berupa skripsi. Adapun Skripsi yang membahas tentang perubahan sosial diantaranya: Skripsi Karya R. Rahmi Lasmiati yang brjudul Mahasiswa Pendatang Tahun 2002-2004 Sebagai Salah Satu Faktor Perubahan Sosial Ekonomi Masyarakat. Dalam skripsi ini menyimpulkan peran mahasiswa yang begitu besar terhadap perubahan pola pikir masyarakat terutama pengetahuan agama dan perubahan perilaku masyarakat meningkat. Akan tetapi skripsi ini lebih menitik beratkan perubahan dalam sektor perekonomian yang mana setelah adanya mahasiswa tahun 2002-2004 pendapatan masyarakat kelurahan Cipadung meningkat 50%.5 Kemudian skripsi karya Sofyan Sauri yang berjudul Dampak Objek Wisata Sari Ater Terhadap Perubahan Sosial Masyarakat (Studi Deskriptif Masyarakat yang Berdomisili di Sekitar Kawasan Objek Wisata Sari Ater, Jalan Cagak, Subang). Skripsi ini menjelaskan bahwa keberadaan objek wisata Sari Ater membawa perubahan terhadap kesejahteraan masyarakat setempat diantaranya dengan meningkatnya pendapat masyarakat. Selain iu meningkatnya solidaritas antar sesama. Hal tersebut ditandai dengan meningkatnya solidaritas gotong royong.6 Skripsi karya Rini Dwi Indari yang berjudul Perubahan Perilaku Sosial Keagamaan Pada Masyarakat Industri (Studi Deskriptif di Desa Cangkuang Kecamatan Rancaekek Kabupaten Bandung). Skripsi ini lebih menekankan pada 5
R. Rahmi Lasmiati, “Mahasiswa Pendatang Tahun 2002-2004 Sebagai Salah Satu Faktor Perubahan Sosial Ekonomi Masyarakat Studi Kasus di Kelurahan Cipadung Kota Bandung”, (Skripsi Jurusan Sosiologi Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati Bandung, 2005) 6 Sofyan Sauri, “Dampak Objek Wisata Sari Ater Terhadap Perubahan Sosial masyarakat, Studi Deskriptif Masyarakat Yang Berdomisiili Di Sekitar Kawasan Objek Wisata Sari Ater, Jalan Cagak, Subang”, (Skripsi jurusan Sosiologi Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati Bandung, 2008)
perubahan perilaku keagamaan yang menyimpulkan bahwa kehadiran
industri
menimbulkan adanya perubahan pola fikir dari masyarakat tradisional ke arah pemikiran rasional dan hal tersebut berpengaruh pada perubahan perilaku keagamaan masyarakat setempat.7
G. Kerangka Teori Para ahli sosiologi mempercayai bahwa, masyarakat manapun pasti mengalami perubahan berlangsung puluhan atau bahkan ratusan tahun yang lalu. Perbedaannya dengan yang terjadi di masa yang lalu adalah dalam hal kecepatannya, intensitasnya, dan sumber-sumbernya. Perubahan sosial sekarang ini berlangsung lebih cepat dan lebih intensif, sementara itu sumber-sumber perubahan dan unsurunsur yang mengalami perubahan juga lebih banyak. Menurut
Soerjono
Soekanto,
perubahan-perubahan
masyarakat
dapat
mengenai nilai-nilai sosial, norma-norma sosial, pola perilaku organisasi, susunan lembaga kemasyarakatan, lapisan-lapisan dalam masyarakat, kekuasaan, dan wewenang, interaksi sosial dan lain sebagainya. Perubahan-perubahan tersebut hanya akan dapat di ketemukan oleh seseorang yang sempat meneliti susunan kehidupan
7
Riny Dwi Indari, “Perubahan Perilaku Sosila Keagamaan Pada Masyarakat Industri, Studi Deskriptif di Desa Cangkuang Kecamatan Rancaekek Kabupaten Bandung”. (Skripsi Jurusan Sosiologi Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati Bandung, 2004)
masyarakat pada suatu waktu, dan membandingkannya dengan susunan dan kehidupan masyarakat tersebut pada waktu yang lampau.8 Herbert
Spencer
dalam
teori
perubahan
sosialnya
mengilustrasikan
masyarakat sebagai organisme hidup. Dengan kata lain, terdapat kesamaan penting antara masyarakat dan organisme biologis, dan karena itu terdapat sejumlah alasan untuk mempermalukan masyarakat sebagai organisme.9 Pendekatan tersebut mendasarkan persamaan-persamaan antara organisme biologis dengan kehidupan sosial. Masyarakat dipandang sebagai suatu organ tubuh manusia, dimana dalam tubuh manusia, antara organ yang satu dengan yang lainnya saling berhubungan dan tidap organ menjalankan fungsinya masing-masing bagi kelangsungan tubuh manusia, jadi, kehidupan masyarakat atau sebuah organisme adalah perkara pertumbuhan terus-menerus dan peningkatan kerumpilan struktur. Fenomena peroses perubahan sosial, tentu tidak terjadi begitu saja tanpa ada penyebab-penyebab perubahan itu, baik yang sifatnya evolusi, revolusi, direncanakan atau tidak direncanakan, seperti dengan adanya industrialisasi. Menurut Pudjiwati Sajogyo”, kehadiran industri pada suatu masyarakat akan membawa pengaruh serta perubahan dalam masyarakat itu sendiri. Interaksi antara
8
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 301. 9 Robert H Lauer, Perspektif Tentang Perubahan Sosial, terj Alimandan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), hlm. 78.
pola budaya industri dan pola budaya lokal akan berpengaruh dalam kehidupan sosial ekonomi masyarakat.10 Industrialisasi membawa dua akibat sosial yaitu akibat positif dan akibat negatif. Akibat positif misalnya penampungan tenaga kerja, peningkatan pendapatan penduduk dan mobilitas penduduk sedangkan akibat negatif misalnya perusakan lingkungan dan menyempitnya lahan pertanian karena terjadinya konversi lahan. Seiring dengan hal tersebut, secara tidak langsung maka kehidupan masyarakatpun akan berubah dalam kehidupan sosial mayarakat di sekitar industri.
H. Langkah-langkah Penelitian Secara umum penelitian ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1.
Lokasi Penelitian Lokasi yang diambil dalam penelitian ini di daerah Kampung Nagrak, Desa
Cipeucang, Kecamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor . Alasan diambilnya lokasi ini adalah tersedianya sumber data yang diperlukan untuk mengungkap masalah penelitian dan lokasi tersebut refresentatif untuk mengungkapkan permasalahan penelitian serta terjangkau oleh penulis. 2.
Metode Penelitian Metode penelitian adalah cara yang digunakan peneliti untuk mengumpulkan 10
Pujiwati Sajogyo, Sosiologi Pembangunan, (Jakarta: Fakultas Pasca Sarjana IKIP Jakarta dan BKKBN, 1989), hlm. 111.
penelitiannya.11 Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriftif bertujuan mengambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan frekuensi atau penyebaran suatu gejala atau frekuensi adanya hubungan tertentu antara suatu gejala dan gejala lain dalam masyarakat.12 3. Jenis Data Jenis data yang dikumpulkan dari penelitian ini adalah data kualitatif dan kuantitatif Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan prosedur analisis yang didasarkan pada upaya membangun pandangan yang diteliti secara rinci, dibentuk dengan kata-kata dan gambaran holistik.13 Data kualitatif ditentukan dari penelitian secara langsung. Sedangkan data kuantitatif adalah data yang berbentuk angka atau data yang diangkakan (skoring).14 Dalam hal ini data yang dimaksudkan terkumpul pada hasil wawancara, observasi, penyebaran angket, studi kepustkaan dan menentukan populasi serta sampel. 4. Sumber Data Sumber data yaitu subjek dari mana data itu diperoleh. sumber data tersebut dibagi menjadi dua yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder.
11
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta 2002), hlm 136. Koentjaraningrat dkk, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1994), hlm. 29. 13 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2008), hlm. 6. 14 Sugiyono , Statistika Untuk Penelitian, (Bandung: Alfabeta, 2007), hlm. 15 12
1. Data Primer Data primer adalah data yang berupa kata dan tindakan dari orang-orang yang diamati dan diwawancarai yang dicatat melalui catatan tertulis dan melalui alat perekam. Data primer ini di dapat dari hasil penelitian di lokasi penelitian berupa hasil observasi dan wawancara dengan informan. Adapun yang menjadi informan adalah aparat pemerintah, tokoh masyarakat, tokoh pemuda dan anggota masyarakat masyarakat Kampung Nagrak, Desa Cipeucang, Kecamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor. 2. Data sekunder Data sekunder adalah tambahan berupa dokumen, buku-buku, dan sebagainya yang berhubungan erat dengan penelitian ini. 5. Populasi dan sampel Menurut Suharsimi Arikunto, populasi adalah keseluruhan objek penelitian.
Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat Kampung Nagrak Desa Cipeucang Kecamatan Cileungsi Kabupaten Bogor yang berjumlah 300 jiwa. Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.15 Apabila subjeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semuanya sehingga penelitian ini merupakan penelitian populasi. Selanjutnya jika jumlah subjeknya besar atau lebih dari 100 maka dapat diambil sampelnya antara 10-15% atau 20-25% atau lebih, dengan demikian penelitian ini merupakan sampel.16
15 16
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), hlm. 118. Ibid, hlm. 134
Karena jumlah populasi lebih dari 100, maka sampelnya diambil 10%. ini akan didapat jumlah sampel 300x10% = 30. Jadi sampel yang diambil adalah 30 jiwa. 6. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, digunakan beberapa teknik pengumpulan data, yaitu untuk penelitian ini digunakan studi kepustakaan dan untuk penelitiuan empirik digunakan teknik observasi dan wawancara. a. Observasi Observasi dimaksudkan untuk mengumpulkan data, yaitu mengumpulkan pernyataan yang berupa deskripsi, penggambaran dari kenyataan yang menjadi perhatiannya. Penggunaan metode ini dimaksudkan mengungkap berbagai kenyataan praktis yang terjadi di lokasi penelitian, seperti melihat gambaran umum lokasi penelitian. Adapun dalam penelitian ini penulis menggunakan cara observasi non sistematis yaitu dengan tidak menggunakan instrumen pengamatan. penulis hanya mengamati objek yang diteliti tanpa terlibat dalam kegiatan mereka. Adapun pengamatan ini dilakukan kepada masyarakat Kampung Nagrak, Desa Cipeucang, Kecamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor dan lebih khususnya lagi pada masyarakat yang menjadi sampel dalam penelitian.
b. Wawancara Wawancara adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara.17 Teknik wawancara ini dilakukan peneliti untuk memperoleh data tentang Perubahan Sosial Pada Masyarakat Di Daerah Konversi Lahan. Adapun dalam pelaksanaannya, peneliti menggunakan teknik interview bebas terpimpin, yakni penulis hanya membawa pedoman yang merupakan garis besar tentang hal-hal yang ditanyakan. Adapun objek yang diwawancara dalam penelitian ini adalah: 1. Aparat pemerintahan yang di wakili oleh Sekretaris Desa yaitu Bapak A. Rizki Mulyanto; 2. Tokoh masyarakat dan tokoh agama Kampung Nagrak yaitu Bapak Abdul Rahman; 3. Pemuda di loksi penelitian yang di wakili oleh saudara Suhendi, Heri dan Ahmad Solihin; 4. Masyarakat di lokasi penelitian yang diwakili oleh Bapak Samanhudi dan Ibu Etih. c. Angket Angket adalah kumpulan pertanyaan yang dilakukan secara tertulis kepada responden dengan jawaban yang tertulis.18 Alasan menggunakan angket, karena dalam teknik ini tidak banyak memakan waktu, memberi keleluasaan 17
18
Suharsimi Arikunto. Prosedur Penelitian. (Jakarta: Rineka Cipta 2002), hlm 145 Ibid. hlm. 277
responden untuk memilih jawaban-jabawan atas pertanyaan-pertanyaan serta dapat mengumpulkan data pada waktu yang singkat dan bersamaan. Data tersebut kemudian dikumpulkan melelui penjabaran indikator pada masingmasing variabel. Angket ini di berikan kepada masyarakat Kampung Nagrak, Desa Cipeucang, Kecamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor dan lebih khususnya lagi pada masyarakat yang menjadi sampel dalam penelitian yaitu 10% dari populasi (10% x 300 orang = 30 orang). d. Studi kepustakaan Studi kepustakaan adalah penelitian yang bersumber pada bahan bacaan, dilakukan dengan cara penelaahan naskah, yang berhubungan dengan permasalahan yang di teliti.19 Hal ini digunakan untuk mengumpulkan data dan informasi yang bersifat teoritik dari berbagai kepustakaan yang berhubungan dengan masalah yang di teliti. 7. Analisis Data Analisis data adalah rangkaian kegiatan penelaahan, pengelompokan, sistematisasi, penefsiran dan verifikasi data agar sebuah fenomena memiliki nilai sosial, akademis dan ilmiah. Analisis data adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan
19
Cik Hasan Bisri, Penuntun Penyesunan Rencana Penelitian dan Penulisan Skripsi, (Jakarta: PT . Raja Grafindo Persada, 2003), hlm. 66.
apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.20 Analisis data yang dilakukan menggunakan pendekatan kualitatif. Dalam hal ini data yang dimaksudkan terkumpul pada hasil observasi dan wawancara. Adapun tahapan analisa datanya sebagai berikut: a. Mencari dan mengumpulkam data yang berkenaan dengan masalah penelitian b. Menghubungkan data dengan teori yang berhubungan dengan perubahan sosial. c. Mengkaji data-data tersebut, baik data primer maupun sekunder. d. Menarik kesimpulan. Adapun data-data yang bersifat kuantitatif dimana disajikan tabel-tabel berisi angka-angka dan persentasi yang digunakan untuk menganalisis hasil penelitian. Teknik analisis data kuantitatif menginterpretasikan data tabel tersebut kedalam urutan kalimat yang logis berdasarkan antara data dengan data lainnya. Kemudian, penulis menggunakan statistic sederhana atau sistematis persentase, dengan perhitungan melalui langkah-langkah yaitu: a. Membuat tabel dengan kolom nomor urut, alternatif jawaban, jumlah dan persentase. b. Mencari yang di observasi (F) dengan jalan menjumlahkan dari setiap alternatif jawaban. 20
248.
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2008), hlm.
c. Mencari frekuensi seluruhnya (N). d. Mencari persentasi dengan rumus: F*100 % / N Keterangan: N = Jumlah Responden F = Frekuensi setiap alternatif jawaban Adapun tafsiran persentase yang dihasilkan adalah: 100 %
= Seluruhnya
51 - 59 % = Lebih dari setengahnya
90 - 99 %
= Hampir seluruhnya
50 %
60 - 89 % = Sebagian besar
I.
= Setengahnya
40 - 49 % = Hampir setengahnya
Sistematika Penulisan Sistematika penulisan ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran secara
ringkas mengenai isi yang akan di bahas dalam skripsi sehingga memudahkan pembaca dalam memahami keseluruhan skripsi ini. Bab I merupakan bab pendahuluan yang menguraikan Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitia, Kegunaan Penelitian, Definisi Operasional, Langkah-Langkah Penelitian dan Sistematika Penulisan. Pada Bab II penulis menempatkan pemaparan mengenai Landasan Toeritis yang menguraikan tentang mengenai teori perubahan sosial, diantaranya : pengertian, gerak perubahan sosial, faktor-faktor pendorong perubahan sosial dan bentuk-bentuk perubahan sosial. Selanjutnya sedikit pembahasan mengenai industrialisasi dan konversi lahan. Penempatan teori-teori pada Bab II tersebut bertujuan untuk
mempermudah pembahasan hasil penelitian yang akan dibahas pada bab selanjutnya. Bab III merupakan pembahasan hasil penelitian yang mana pada bab ini di bahas mengenai kondisi objektif lokasi penelitian dan kondisi sosial sebelum terjadinya konversi lahan. Selanjutnya pada Bab IV di bahas mengenai terjadinya konversi lahan dan kemudian membahas perubahan-perubahan sosial yang terjadi setelah adanya konversi lahan. Bab IV merupakan bab penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran. Yaitu kesimpulan dari pembahasan yang telah diuraikan dalam bab-bab sebelumnya. kesimpulan ini dimaksudkan sebagai jawaban atas permasalahan yang telah di rumuskan pada rumusan masalah. Selanjutnya saran merupakan ungkapan penulis berupa masukan-masukan yang bersifat membangun tentang apa yang harus dilakukan kedepan, setelah melakukan penlitian dan menyelesaikan penulisan skripsi ini.
.
BAB II LANDASAN TEORITIS
A. PERUBAHAN SOSIAL 1.
Pengertian Perubahan Sosial Dalam menghadapi perubahan sosial maupun budaya, tentu masalah utama
yang perlu diketahui dan dipahami adalah pengertian perubahan tersebut. Dalam hal ini, para ahli sosiologi dan antropologi telah banyak membicarakannya dengan pengertian dan penjelasan yang berbeda-beda. Wilber Moore mendefinisikan perubahan sosial sebagai perubahan penting dari struktur sosial, dan yang dimaksud dengan struktur sosial adalah pola-pola perilaku dan interaksi sosial.21 Definisi yang lain juga mencakup bidang yang sangat luas; perubahan sosial didefinisikan sebagai variasi atau modifikasi dalam setiap aspek proses sosial, pola sosial, dan bentuk-bentuk sosial, serta setiap modifikasi pola antar hubungan yang mapan dan standar perilaku. William F. Ogburn berpendapat, ruang lingkup perubahan sosial meliputi unsur-unsur kebudayaan, baik yang material ataupun yang bukan material. Unsurunsur material itu berpengaruh besar atas bukan-material. Kingsley Davis berpendapat bahwa perubahan sosial ialah perubahan dalam struktur dan fungsi masyarakat. Misalnya, dengan timbulnya organisasi buruh dalama masyarakat kapitalis, terjadi perubahan-perubahan hubungan antara 21
Robert H. Louer, Perspektif Tentang Perubahan Sosial. terj Alimandan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), hlm. 4.
buruh dengan majikan, selanjutnya perubahan-perubahan organisasi ekonomi dan politik.22 Bila diperhatikan, pengertian perubahan sosial yang dikemukakan oleh Kingsley Davis, dia lebih menyoroti perubahan dalam aspek struktur masyarakat. Dengan kata lain, konsep ini menganggap individu-individu dalam masyarakat kurang memiliki peran dalam perubahan tersebut. Mereka hanya bagian-bagian perubahan, tetapi tidak memiliki peran atau proses dalam menghasilkan perubahan-perubahan yang terjadi. Sehingga terkesan bahwa individu-individu adalah korban dari perubahan sosial. Mac Iver mengartikan perubahan sosial sebagai perubahan hubunganhubungan sosial atau perubahan keseimbangan hubungan sosial. Gillin dan Gillin memandang perubahan sosial sebagai penyimpangan cara hidup yang telah diterima, disebabkan baik oleh perubahan kondisi geografi, kebudayaan material, komposisi penduduk, ideologi ataupun karena terjadinya difusi atau penemuan baru dalam masyarakat. Selanjutnya Samuel Koeing mengartikan perubahan sosial sebagai modifikasi yang terjadi dalam pola-pola kehidupan manusia, disebabkan oleh perkara-perkara intren atau ekstern. Karl Manheim mengemukakan bahwa Perubahan masyarakat adalah perubahan norma-normanya, di mana perubahan norma dan proses pembentukan norma merupakan inti dari kehidupan mempertahankan kesatuan kehidupan kelompok. 22
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), hlm, 305.
Selain itu, Karl Manheim juga mengemukakan bahwa perubahanperubahan teknik produksi, mesin-mesin yang memproduksi makanan, pakaian, perumahan dan sebagainya merupakan teknik-teknik melalui mana perubahan mempengaruhi masyarakat.23 Berbeda dengan konsep Karl Manheim, mengenai perubahahan sosial Soemardjan mendefinisikan: “Perubahan- perubahan sosial adalah segala perubahan pada lembagalembaga kemasyarakatan dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk didalamnya nilai-nilai, sikap-sikap dan polapola per-kelakukan diantara kelompok-kelompok dalam masyarakat”. Definisi ini menekankan perubahan lembaga sosial, yang selanjutnya mempengaruhi segi-segi lain struktur masyarakat. Lembaga sosial ialah unsur yang mengatur pergaulan hidup untuk mencapai tata tertib melalui norma”.24 Menurut Parson masyarakat akan berkembang melalui tiga tingkatan utama yaitu ; (1) primitive, (2) intermediate, dan (3) modern. Dari tiga tahapan ini, oleh Parson di kembangkan lagi ke dalam subklasifikasi evolusi sosial sehingga menjadi 5 tingkatan yaitu; (a) primitive, (b) advanced primitive and archaic, (c) historic intermediate, (d) seedbed societies, dan (e) modern societies.25 Sementara itu menurut Rostow masyarakat akan bergerak dari tahap tradisional ke tahap kemakmuran material yang di tandai oleh tingkat konsumsi yang masal, melalui suatu proses ke arah persiapan tinggal landas, masa tinggal landas dan proses pematangan atau konsolidasi sebelum ketingkat akhir yang paling maju. Faktor-faktor penggerak kemajuan itu adalah perkembangan 23
Soerjono Soekanto, Karl Mannheim Sosiologi Sistematis, (Jakarta: CV Rajawali, 1985), hlm,
119. 24
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 305. 25 J Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan, (Jakarta: Prenada Media, 2004), hml. 350.
kemampuan suatu bangsa dalam mengimpun faktor-faktor produksi dan syaratsyarat sosial, ekonomi dan budayanya yang mencapai pertumbuhan ekonomi.26 Menurut Soerjono Soekanto, perubahan-perubahan masyarakat dapat mengenai nilai-nilai sosial, norma-norma sosial, pola perilaku organisasi, susunan lembaga kemasyarakatan, lapisan-lapisan dalam masyarakat, kekuasaan, dan wewenang, interaksi sosial dan lain sebagainya. Perubahan-perubahan tersebut hanya akan dapat di ketemukan oleh seseorang yang sempat meneliti susunan kehidupan masyarakat pada suatu waktu, dan membandingkannya dengan susunan dan kehidupan masyarakat tersebut pada waktu yang lampau.27 Selain pengartian di atas, terdapat beberapa pandangan teori dari beberapa tokoh sosiologi yang berkenaan dengan perubahan sosial, diantaranya: 1.
Pendekatan Struktural Fungsional Herbert Spencer dalam teori perubahan sosialnya mengilustrasikan
masyarakat sebagai organism hidup. Dengan kata lain, terdapat kesamaan penting antara masyarakat dan organism biologis, dan karena itu terdapat sejumlah alasan untuk mempermalukan masyarakat sebagai organisme.28 Pendekatan tersebut mendasarkan persamaan-persamaan antara organisme biologis dengan kehidupan sosial. Masyarakat dipandang sebagai suatu organ tubuh manusia, dimana dalam tubuh manusia, antara organ yang satu dengan yang lainnya saling berhubungan dan tidap organ menjalankan fungsinya masing-
26
Zainal Abidin dan Agus Ahmad Syafe’I, Sosiophologi, Sosiologi Islam bebasis Hikmah, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2003), hlm. 181. 27 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 301. 28 Robert H Lauer, Perspektif Tentang Perubahan Sosial, terj Alimandan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), hlm. 78.
masing bagi kelangsungan tubuh manusia, jadi, kehidupan masyarakat atau sebuah organisme adalah perkara pertumbuhan terus-menerus dan peningkatan kerumpilan struktur. Peningkatan kerumpilan struktur atau diferensisasi berarti peningkatan diferensiassi fungsi-fungsi. Bagian-bagian yang tak serupa, mempunyai fungsi berbeda-beda, yang tidak semata-mata berbeda tetapi harus berfungsi bersamasama untuk kehidupan keseluruhan. Artinya, bagian-bagian adalah saling tergantung atau saling membutuhkan satu sama lain. Sebagai contoh tubuh manusia terdiri dari mata, lengan, tangan, telinga, pembuluh darah, berbagai organ dalam, dan sebagainya. Masing-masing terpisah, tetapi masing-masing tergantung pada
yang lain dan harus bekerjasama dengan yang lain untuk membentuk
kehidupan keseluruhan. Begitupun dalam masyarakat memiliki organ-organ baik struktur maupun kultur yang merupakan perlengkapan yang diperlukan bagi kelangsungan hidup masyarakat. Berbagai bagian seperti pemerintah, keluarga, ekonomi dan fator-faktor lain juga adalah terpisah namun saling tergantung dan harus berfungsi bersama-sama untuk kehidupan keseluruhan. Teori yang dikemukakan oleh George Ritzer tampak memiliki kesamaan dengan teori yang dikemukakan oleh Herbert Spencer. Menurutnya, masyarakat merupakan suatu sistem sosial yang terdiri atas bagian-bagian atau elemen yang terjadi pada suatu bagian, akan membawa perubahan pula pada bagian yang lain. Asumsi dasarnya adalah bahwa setiap struktur dalam sistem sosial, fungsional terhadap yang lain. 29
29
George Ritzer, Teori Sosiologi Modern, (Jakarta: Kencana, 2003), hlm.21.
2.
Pendekatan teori modernisasi Modernisasi adalah istilah yang lebih inklusif, karena modernisasi dapat
terjadi terlepas dari industrialisasi. Seperti dikemukakan Apter, modernisasi barat didahului oleh komersialisasi dan industrialisasi, sedangkan di Negara non-barat, modernesisasi di dahului oleh komersialisasi dan birokrasi. Jadi, modernisasi dapat dilihat terlepas dari industrialiasasi, di barat modernisasi disebabkan oleh industrialisasi
sedangkan
di
kawasan
lain
modernisasi
menyebabkan
industrialisasi. Yang jelas, baik modernisasi maupun industrialisasi menyangkut unsur penting pertumbuhan ekonomi, tetapi pertumbuhan ekonomi tak dapat terjadi terlepas dari industrialisasi, dan industrialisasi ini senantiasa menjadi bagian integral dari modernisasi.30 Menurut Lerner, Industrialisasi menimbulkan perubahan besar di bidang nilai, sikap,dan kepribadian. Sebagian besar perkara ini terhimpun dalam konsep “ manusia modern”. Manusia modern diartikan sebagai orang yang gemar mencari sesuatu sendiri, mempunyai kebutuhan untuk berprestasi, dan gemar mencari sesuatu yang berbeda dari orang lain. Pendapat ini bertolak belakang dengan yang dikemukakan oleh Miklinc. Menurutnya, modernisasi dapat terjadi tanpa perubahan mendasar dalam tradisi. singkatya, industrialisasi dapat terjadi tanpa kehilangan nilai-nilai tradisiomal.
30
Robert H Lauer, Perspektif Tentang Perubahan Sosial, terj Alimandan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), hlm 410-411.
Menurut Prof. DR. Selo Soemardjan, masyarakat akan mengalami tahaptahap modernisasi yang terjadi dihadapannya, yaitu dari tahap yang paling rendah ketingkat yang paling tinggi.31 a) Modernisasi tingkat alat Kondisi yang secara umum dialami oleh masyarakat tradisional dengan masuknya peralatan industri maupun konsumsi modern berwujud alat-alat yang menggunakan teknologi tinggi (mobil, penggilingan, listrik, Televisi, dan lain-lain). Masyarakat pada tahap ini hanya baru bisa memakai peralatan itu sesuai petunjuk manual yag ada, seringkali peralatan yang masuk hanya sebatas pada pemakaian barang-barang konsumsi yang berteknologi tinggi tanpa memperhatikan dampak yang terjadi atas keberadaan dari peralatan itu. Sebagai contoh kehadiran pesawat TV di pedesaan akan mengubah pola perilaku kehidupan masyarakat, mereka yang semula terbiasa tidur sehabis shalat isya kemudian berubah menjadi menjelang malam,
tetapi kemudian
menimbulkan masalah bagaiman kebiasaan belajar anak-anak, kebiasaan mengaji yang dilakukan seusai shalat magrib. b) Modernisasi tingkat lembaga Modernisasi tingkat lembaga ini ditandai dengan masuknya jaringan sistem kerja modern dikalangan masyarakat lokal. Pada tataran kelembagaan modernisasi dapat terjadi dengan masuknya kelembagaan birokrasi yang melayani kepentingan Negara. 31
Agus Salim, Perubahan Sosial: Sketsa Teori dan Refleksi Metodologi Kasus Indonesia. (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2002), hlm .74.
c) Modernisasi tingkat Individu Masyarakat penganut modernisasi fisik itu sudah bisa memperbaiki sendiri peralatan yang dimiliki, menyempurnakan atau menambah peralatan lain. Pada masa kini, peralatan komputer sudah dapat dinyatakan sebagai peralatan keras yang telah mencapai tingkat modernisasi individu. Sebab telah banyak orang yang dapat memperbaiki, merakit, dan memproduksi sendiri dan peralatan yang telah tersedia di pasaran dalam kondisi terjual bebas. d) Modernisasi tingkat inovasi Masyarakat pada tingkat ini memiliki cirri-ciri dapat menciptakan sendiri barang teknologi yang dibutuhkan meskipun masih melalui jaringan kerja dengan masyarakat lain yang lebih luas.
2.
Gerak Perubahan Sosial a. Difusi Perubahan sosial yang terjadi di dalam masyarakat, dapat terjadi karena
proses penyebaran manusia (difusi) dari individu yang satu ke individu yang lain. Hal ini dikarenakan, proses perubahan sosial tidak saja berasal melalui proses evolusi, namun juga dapat terjadi melalui proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan antar masyarakat. Melalui proses difusi tersebut, suatu penemuan baru (inovasi) yang telah diterima oleh suatu masyarakat nantinya dapat di sebarluaskan ke masyarakat yang lain. Penemuan baru tersebut pada akhirnya dapat diterima dan diterapkan
pada kondisi masyarakat yang berbeda-beda. Gerak difusi tidak selalu mengikuti garis lurus atau berpola linier, dari tempat asalnya ke tempat yang baru yang menjadi penerima. Perpindahan tersebut melalui bisa proses berantai atau tidak langsung. b. Akulturasi Akulturasi merupakan suatu proses yang menyebabkan perubahan sosial karena adanya pengaruh dari kebudayaan lain, atau saling mempengaruhi antara dua kebudayaan . Koentjoroningrat mendefinisikan akulturasi sebagai proses di mana para individu warga suatu masyarakat dihadapkan dengan pengaruh kebudayaan lain dan asing.32 Dalam proses itu, sebagian mengambil alih secara selektif sedikit atau banyak unsur kebudayaan asing tersebut, dan sebagian berusaha menolak pengaruh itu. Akulturasi juga dapat didefinisikan sebagai proses pertemuan unsurunsur dari dua kebudayaan yang berbeda dan menghasilkan unsur kebudayaan yang baru, namun tidak sampai mengakibatkan hilangnya identitas dari masingmasing unsur kebudayaan tersebut. Antara difusi dan akulturasi mempunyai persamaan, yaitu kedua proses tersebut memerlukan adanya kontak antara masyarakat pengirim kebudayaan baru dengan masyarakat penerima kebudayaan baru tersebut. Perbedaan keduanya adalah, jika pada difusi, kontak tidak perlu terjadi secara langsung dan kontinu, namun pada akulturasi, kontak harus merupakan hubungan yang dekat, langsung
32
Koentjaraningrat, Pengantar Antorpologi, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), hlm. 247-248.
dan kontinu. Kontak tersebut dapat terjadi melalui perdagangan, kolonisasi, misi penyebaran agama, migrasi dan lain-lain. Proses akulturasi dalam perkembangannya bisa berubah menjadi proses asimilasi. Asimilasi merupakan suatu proses penyesuaian sekelompok manusia dengan latar belakang kebudayaan tertentu ke dalam sekelompok yang lain dengan kebudayaan yang berbeda sedemikian rupa sehingga sifat khas dan identitas kebudayaan kelompok pertama lambat laun berkurang (bahkan menghilang). c. Revolusi Revolusi merupakan wujud perubahan sosial yang paling spektakuler; sebagai tanda perpecahan mendasar dalam proses historis, pembentukan ulang masyarakat dari dalam dan pembentukan ulang manusia . Menurut Stzompka, revolusi mempunyai lima perbedaan dengan bentuk perubahan sosial yang lain. Perbedaan tersebut adalah : 1)
2) 3) 4) 5)
33
357.
Revolusi menimbulkan perubahan dalam cakupan terluas; menyentuh semua tingkat dan dimensi masyarakat : ekonomi, politik, budaya organisasi sosial, kehidupan sehari-hari, dan kepribadian manusia. Dalam semua bidang tersebut, perubahannya radikal, fundamental, menyentuh inti bangunan dan fungsi sosial. Perubahan yang terjadi sangat cepat, tiba-tiba seperti ledakan dinamit di tengah aliran lambat proses historis. Revolusi merupakan “pertunjukan” paling menonjol; waktunya luar biasa cepat dan oleh karena itu, sangat mudah diingat Revolusi membangkitkan emosional khusus dan reaksi intelektual pelakunya dan mengalami ledakan mobilisasi massa, antusiasme, kegemparan, kegirangan, kegembiraan, optimisme dan harapan; perasaan hebat dan perkasa; keriangan aktivisme dan menanggapi kembali makna kehidupan; melambungkan aspirasi dan pandangan utopia ke masa depan.33
Piotr Sztompka, Sosiologi Perubahan Sosial, (Jakarta: Prenada Media Group, 2008), hlm,
Konsep modern mengenai revolusi berasal dari dua tradisi intelektual, yaitu pandangan sejarah dan pandangan sosiologis. Berdasarkan konsepsi sejarah, revolusi mempunyai ciri sebagai suatu penyimpangan yang radikal dari suatu kesinambungan, penghancuran hal yang fundamental (mendasar) serta kejadian yang menggemparkan dalam periode sejarah. Konsep revolusi secara sosiologis menunjuk pada gerakan massa yang menggunakan paksaan dan kekerasan melawan penguasa dan melakukan perubahan dalam masyarakat.34 Sementara itu Marx berpendapat bahwa setiap perubahan sosial mesti bersifat revolusioner hal tersebut disebabkan karena kelas-kelas atas, berdasarkan kepentingan untuk mempertahankan posisi mereka, menentang setiap perubahan setiap terjadi. Maka perubahan dapat terjadi apabila kelas-kelas bawah sudah cukup kuat untuk dapat memaksakannya ke kelas-kelas atas.35 Faktor-faktor yang menurut Marx memastikan bahwa lambat laun akan ada perubahan revolusioner adalah tenaga-tenaga produktif, jadi alat-alat kerja, keterampilan para pekerja, dan teknologi. Tenaga-tenaga produksi itu merupakan faktor dinamis dalam masyarakat karena tenaga-tenaga produktif berdasarkan logika internal proses produksi mesti berkembang terus.36
34
Ibid, hlm. 360. Frans Magnis-Suseno, Peta Pemikiran Karl Marx dari sosialisme Utopis ke Perselisihan Reisionisme, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2001), hlm. 148. 36 Ibid, hlm.150. 35
3.
Faktor- Faktor Pendorong Perubahan Sosial
a.
Teknologi Perkembangan IPTEK membawa dampak yang luar biasa terhadap
perkembangan masyarakat. Ada kalanya IPTEK menjadi satu tolok ukur bagi kemajuan suatu masyarakat. Pengaruh teknologi dapat membawa perubahan dalam pola pikir manusia. Ada empat perubahan kecenderungan berpikir yang diakibatkan oleh perkembangan teknologi, yaitu:37 1) Tumbuhnya reifikasi, yaitu anggapan bahwa yang semakin luas dalam kenyataan harus diwujudkan dalam bentuk-bentuk lahiriah dan diukur secara kuantitatif. 2) Manipulasi, yaitu kemampuan manipulasi yang tinggi bagi kerangka berpikir manusia yang disebabkan kemampuan teknologi dalam merubah dan mengolah benda-benda alamiah menjadi sesuatu yang bersifat artificial demi memenuhi kepentingan manusia. 3) Fragmentasi, yaitu adanya spesialisasi dalam pembagian kerja yang akhirnya menuntut profesionalisme dalam dunia kerja. 4) Individualisasi, yang dicirikan dengan semakin renggangnya ikatan seseorang dengan masyarakatnya dan semakin besarnya peranan individu dalam tingkah laku kehidupan sehari-hari. b. Gagasan atau Ideologi Ideologi pada dasarnya merupakan sistem ide atau gagasan yang dimiliki sekelompok orang yang dijadikan landasan bagi tindakannya. mendefinisikan 37
M. Munandar Soelaiman, Dinamika Masyarakat Transisi, Mencari Alternatif Teori Sosiologi dan Arah Perubahan,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), hlm. 76-79.
ideologi sebagai sistem ide yang menghasilkan perilaku dalam mempertahankan tatanan yang ada. Ideologi sebagai sebuah sumber perubahan sangat nampak pada analisis Weber mengenai etika Protestan dan semangat kapitalisme. Menurut Weber, perkembangan industri kapitalis tidak dapat dimengerti hanya melalui peran faktor material saja seperti teknologi. Kapitalisme industri (industrial
capitalism),
yang
dilakukan
karena
ada
pembagian
daerah
pengembangan berdasarkan keunggulan komparatif baik segi teknologi, buruh serta bahan mentah. Dalam perkembangan selanjutnya bentuk kapitalisme industri telah menjelma dalam satu bentuk perdagangan yang lebih besar, melahirkan tata kerja fungsional serta aturan hukum yang melindungi hak buruh dan majikan.38 c.
Ekonomi dan Politik Perkembangan ekonomi yang sangat cepat, sangat memengaruhi
kehidupan sosial masyarakat. Peningkatan kondisi ekonomi keluarga akan memberikan peluang kepada masyarakat untuk segera memenuhi kebutuhannya. Apabila aktifitas ini tidak dikontrol atau dibatasi, sangat dimungkinkan masyarakat akan menuju pada pola hidup konsumtif. Masyarakat mulai mengkonsumsi berbagai kebutuhan yang sebenarnya bagi mereka tidak penting, atau hanya sekedar memenuhi gengsi atau prestise. Perkembangan kondisi ekonomi yang terpusat pada satu titik atau wilayah, berdampak pada munculnya ketimpangan sosial atau gap antara masyarakat yang satu dengan yang lain. Dalam hal ini adalah ketimpangan antara masyarakat kota dengan masyarakat desa. Masyarakat desa mengalami kesulitan dalam mengakses 38
Agus Salim, Perubahan Sosial: Sketsa Teori dan Refleksi Metodologi Kasus Indonesia. (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2002), hlm .74.
informasi atau fasilitas umum lainnya. Akibatnya adalah terjadinya urbanisasi. Urbanisasi yang banyak dilakukan masyarakat dari pedesaan, cukup membawa masalah baru di perkotaan. Kondisi politik pada suatu negara merupakan faktor penting dalam memicu perubahan sosial. Kebijakan-kebijakan politik yang melekat pada kekuasaan merupakan sumber perubahan sosial. Perbedaan sistem politik yang dianut oleh suatu negara, mempunyai berbagai konsekuensi bagi penyelenggaraan pemerintahan. d. Inovasi Kebudayaan Seperti telah dijelaskan di atas, bahwa teknologi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya perubahan sosial. Suatu penemuan baru atau inovasi dapat diterima dan digunakan manusia dalam kehidupan sehariharinya bilamana inovasi tersebut mempunyai kegunaan atau fungsi tertentu bagi masyarakat. Sebuah inovasi juga akan sulit diterima bilamana inovasi tersebut bertentangan dengan nilai yang dianut masyarakat. Proses inovasi sudah tentu sangat erat sangkut pautnya dengan penemuan baru dalam teknologi. Suatu penemuan biasanya juga merupakan suatu proses sosial yang panjang yang melalui dua tahap khusus, yaitu discovery dan invention. Suatu discovery adalah suatu penemuan dari suatu unsur kebudayaan yang baru, baik yang berupa alat baru, suatu ide baru, yang diciptakan oleh seorang individu, atau suatu rangkaian dari beberapa individu dalam
masyarakat yang
bersangkutan. Discovery baru menjadi invention apabila masyarakat sudah mengakui, menerima, dan menerapkan dpenemuan baru itu.39 e.
Kompetisi dan Konflik Suatu perubahan dapat muncul karena suatu konflik atau kompetisi di
antara individu atau kelompok dalam masyarakat. Kerja sama lebih alamiah daripada kompetisi, karena kompetisi sering kali dapat mempermudah produktifitas dan mengurangi arti kepuasan akan keterlibatannya dalam kelompok. Semakin masyarakat mampu mengembangkan mekanisme kompetisi yang benar bagi para warganya dengan memberikan reward, maka akan muncul suatu kreativitas dan inovasi di antara anggota masyarakat. Dari hal tersebut nantinya akan memunculkan penemuan penemuan baru di berbagai bidang. f. Event dan Penduduk Event atau peristiwa merupakan suatu kejadian dalam masyarakat yang mampu menyebabkan terjadinya perubahan. Peristiwa tersebut dapat merupakan peristiwa yang kecil maupun besar. Aspek demografis atau kependudukan meliputi kelahiran, kematian maupun perpindahan penduduk. Selain itu, perubahan komposisi penduduk juga menjadi faktor yang menyebabkan perubahan sosial. g. Lingkungan Fisik Pembangunan sarana fisik sangat mempengaruhi perubahan aktifitas masyarakat. Salah satunya adalah terbukanya kesempatan bagi masyarakat yang
39
Koentjaraningrat, Pengantar Antorpologi, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), hlm. 247-248.
tinggal di daerah terisolir untuk membuka diri dan menikmati berbagai fasilitas yang berada di luar daerahnya. Dari hal tersebut, nantinya akan memicu difusi kebudayaan.
4.
Bentuk-bentuk Perubahan Sosial Bentuk perubahan sosial dan perubahan kebudayaan dapat dibedakan
menjadi : a. Perubahan yang lambat dan perubahan yang cepat Perubahan yang lambat merupakan perubahan yang memerlukan waktu yang cukup lama. Perubahan ini ditandai dengan serentetan perubahan-perubahan yang kecil yang saling mengikuti. Perubahan ini juga dinamakan evolusi. Pada evolusi, perubahan terjadi dengan sendirinya tanpa direncanakan, dikarenakan adanya upaya dari manusia (masyarakat) untuk beradaptasi dengan kondisi di sekitarnya.40 Perubahan sosial yang cepat berlangsung dengan cepat dan menyangkut komponen dasar dasar kehidupan masyarakat. Perubahan ini sering dikenal dengan revolusi. Revolusi dapa terjadi dengan sendirinya (tanpa direncanakan) atau melalui proses perencanaan terlebih dahulu. Perubahan-perubahan yang memerlukan waktu lama dan rentetan-rentetan perubahan kecil saling mengikuti dengan lambat dinamakan evolusi. Pada evolusi, perubahan terjadi dengan sendirinya tanpa rencana atau kehendak tertentu. Perubahan tersebut terjadi karena usaha-usaha masyarakat untuk menyesuaikan 40
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 311.
diri dengan keperluan-keperluan, keadaan-keadaandan kondisi-kondisi baru yang timbul sejalan dengan pertumbuhan masyarakat. Teori-teori tentang evolusi dapat digolongkan kedalam beberapa bentuk yaitu: 1) Unilever Theories of Evolution. Teori ini pada pokoknya berpendapat bahwa manusia dan masyarakat (termasuk kebudayaannya) mengalami perkembangan sesuai dengan tahapan-tahapan tertentu. Bermula dari bentuk yang sederhana kemudian bentuk yang komplek sampai pada tahap yang sempurna. Teroi ini di pelopori oleh Auguste Comte, Herbert Spencer dan lain-lain. 2) Universal Theory of Evolution. Teori ini menjelaskan bahwa kebudayaan manusia telah mengikuti suatu garis evolusi tertentu dari kelompok-kelompok homogen ke kelompok heterogen. Prinsip teori ini dikemukakan oleh Herbert Spencer. 3) Multilined Theories of Evolution. Teori ini telah menekankan pada penelitian-penelitian tehadap tahap-tahap perkembanagn tertentu dalam masyarakat. b. Perubahan yang kecil dan perubahan yang besar. Perubahan-perubahan kecil adalah perubahan-perubahan yang terjadi pada unsur-unsur struktur sosial yang tidak membawa pengaruh langsung atau berarti bagi masyarakat contohnya perubahan model pakaian tidak akan membawa pengaruh apa-apa bagi masyarakat dalam keseluruhannya, karena tidak mengakibatkan perubahan-perubahan pada lembaga kemasyarakatan.
Sebaliknya suatu proses industrialisasi yang berlangsung pada masyarakat agraris misalnya, merupakan perubahan yang membawa pengaruh yang besar pada masyarakat. Dimana lembaga kemasyarakatan maupun perilaku dan interaksi ikut terpengaruh. Perubahan yang kecil pada dasarnya merupakan perubahan yang terjadi pada unsur-unsur struktur sosial yang tidak membawa pengaruh langsung yang berarti bagi masyarakat. Sebaliknya, perubahan yang besar merupakan perubahan yang cukup membawa pengaruh yang besar bagi masyarakat. c. Perubahan yang dikehendaki (direncanakan) dan perubahan yang tidak dikehendaki (tidak direncanakan). Perubahan yang direncanakan merupakan perubahan yang direncanakan terlebih dahulu oleh pihak-pihak yang hendak mengadakan perubahan, yang dinamakan agent of change.
Agent of change merupakan seseorang atau
kelompok masyarakat yang mendapat kepercayaan sebagai pemimpin pada satu atau lebih lembaga-lembaga kemasyarakatan. Suatu perubahan yang direncanakan selalu berada di bawah kendali agent of change tersebut. Perubahan sosial yang tidak dikehendaki merupakan perubahan yang terjadi tanpa direncanakan, berlangsung di luar jangkauan atau pengawasan masyarakat serta dapat menyebabkan timbulnya akibat-akibat sosial yang tidak dikehendaki. Menurut Roy Bhaskar, perubahan sosial biasanya terjadi secara wajar (naturaly), gradual, bertahap serta tidak pernah terjadi secara radikal atau
revolusioner. Prosees perubahan sosial meliputi: proses reproduction (reproduksi) dan proses transformasi.41 Proses reproduksi adalah proses mengulang-ngulang, menghasilkan kembali segala hal yang diterima sebagai warisan budaya dari nenekmoyang kita sebelumnya. Dalam hal ini meliputi bentuk warisan budaya yang kita miliki. Warisan budaya dalam kehidupan keseharian meliputi material (kebendaan, teknologi) dan immaterial (non benda, adat, norma, dan lain-lain). Roy Bhaskar menyatakan bahwa: “Reproduksi berkaitan dengan masa lampau, perilaku masyarakat, yang berhubungan dengan masa sekarang dan masa yang akan datang. Transformasi merupakan suatu proses masa depan yang menjadi ancangan perilaku manusia, yang sebetulnya dasar perilaku strukturalnya telah tertanam pada masa sekarang dan masa lalu.dengan demikian transformasi masa depan bukanlah perilaku yang lepas dari dasar kegiatan manusia pada masa sekarang serta masa lalunya. Kondisi ini berlaku bagi masyarakat dunia, yang menerima perubahan sebagai proses kematangan sehingga sebenarnya perubahan sosial akan berjalan dengan menapak sebagai penahapan model kematangan perilaku manusia dari suatu masa kemasa yang lain. Setiap jenis kematangan akan mengikuti aspek yang telah dilakukan jauh sebelum sebuah perilaku masyarakat berubah pada masa kini”. 42 Pada masa sekarang ini yang banyak dilakukan orang adalah mengulangngulang apa yang telah dimiliki, sehingga hanya sedikit sekali kesempatan untuk mengubahnya atau mengadakan pembaharuan secara simultan. Reproduksi dapat diamati dari kemajuan bidang teknologi, peralatan, dan lain-lain. Proses transformasi adalah suatu proses penciptaan hal yang baru (something new) yang dihasilkan oleh ilmu pengetahuan dan teknologi (tools and technologies), yang berubah adalah aspek budaa yang sifatnya material sedangkan 41
Agus Salim, Perubahan Sosial: Sketsa Teori dan Refleksi Metodologi Kasus Indonesia. (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2002), hlm. 20. 42 Ibid, hlm. 20.
yang sifatnya norma dan nilai sulit sekali diadakan perubahan (bahkan ada kecenderungan untuk dipertahankan). Sebagai contoh orang Jawa, memakai pakaian degan stelan dasi dan jas, tetapi nilai kehidupanya masih tetap Wonogiri atau Purwodadi Grobongan. Hal ini menunjukkan bahwa budaya yang tampak (material) lebih mudah diubah, tetapi sikap hidup adalah menyangkut nilai-nilai yang sukar untuk dibentuk kembali.
B. INDUSTRIALISASI DAN KONVERSI LAHAN 1. Industrialisasi Industrialisasi adalah proses meningkatnya kemampuan suatu masyarakat dan bangsa secara keseluruhan untuk memproduksi aneka rupa barang kebutuhan masyarakat.43 Pembangunan industri bagi suatu negara saat ini sudah tidak bisa di tawar lagi. Bagi negara yang ingin maju dan meningkatkan perkapita masyarakat, suka atau tidak suka pembangunan industrialisasi harus dilaksanakan. Sektor industri juga diandalkan sebagai penyerap utama lapangan kerja produktif yang secara bertahap menggantikan peranan sektor pertanian. Oleh karena itu sektor industri harus dikembangkan menjadi efisien dan berdaya saing tinggi, disamping tetao padat karya agar mampu menyediakan lapangan kerja bagi tenaga kerja muda yang tumbuh dengan cepat. Untuk mencapai perkembangan industri semacam itu pengaturan dan pendalaman struktur industri perlu dimantapkan. Sementara itu keterkaitan antara sektor industri dan pertanian perlu 43
Alan B Mountjoy, Industrialisasi dan Negara-Negara Dunia Ketiga,( Jakarta: PT. Bina Aksara, 1983), hlm. 6.
ditingkatkan dengan mengembangkan agro industri dan agro bisnis agar industri pedesaan terbantu dalam upaya pengentasan kemiskinan. Industrialisasi dan prosesnya dalam masyarakat bukanlah suatu hal yang sederhana, tidak hanya menyangkut kemampuan pemerintah atau kekuatan ekonomi lain yang ada dalam suatu masyarakat untuk mendirikan suatu industri secara fisik dalam masyarakat. Namun lebih dari itu, industrialisasi membutuhkan kesiapan sosial budaya dari masyarakat setempat untuk menerima, mendukung serta melestarikan keberadaan fisik atau industri ditengah-tengah masyarakat. Bahkan justru kesiapan sosial budaya ini merupakan faktor terpenting penunjang lajunya proses industrialisasi dalam masyarakat. Menurut Pudjiwati Sadjogyo kehadiran industri pada suatu masyarakat akan membawa pengaruh serta perubahan dalam masyarakat itu sendiri. Interaksi antara pola budaya industri dan pola budaya lokal akan berpengaruh dalam kehidupan sosial ekonomi masyarakat.44 2. Konversi Lahan Konversi menurut Bachsan Mustafa berarti peralihan, perubahan (omzeting) dari suatu hak tertentu kepada suatu hak lain. 45 Menurut Utomo, konversi lahan dapat diartikan sebagai berubahnya fungsi sebagian atau seluruh kawasan dari fungsinya semula seperti direncanakan menjadi fungsi lain yang berdampak negatif terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri. Sebagai contoh yaitu berubahnya peruntukan fungsi lahan
44
Pujiwati Sayogya, Sosiologi Pembangunan, (Jakarta: Fakultas Pasca Sarjana IKIP Jakarta dan BKKBN, 1989), hlm. 111. 45 Bachsan Mustafa, Hukum Agraria dalam Perspektif. (Bandung: Remadja Karya, 1985), hlm. 55.
persawahan beririgasi menjadi lahan industri, dan fungsi lindung menjadi lahan pemukiman.46 Menurut Kustiawan, konversi lahan berarti alih fungsi atau mutasi lahan secara umum menyangkut transformasi dalam pengalokasian sumberdaya lahan dari satu penggunaan ke penggunaan lainnya. Secara umum kasus yang tercantum pada bagian sebelumnya menjelaskan hal yang serupa seperti pengubahan fungsi sawah menjadi kawasan pemukiman. Konversi lahan berimplikasi pada perubahan struktur agraria. Struktur agraria yaitu reforma penyakapan tanah (hubungan antara pemilik dan penyakap tanah, serta perubahan tentang luas pemilikan, pola pembudidayaan dan persyaratan menguasai. 47 Menurut Suma’atmadja mengemukakan bahwa: ”Pergeseran fungsi tata guna lahan tanpa memperhatikan kondisi geografis yang meliputi segala faktor fisik dengan daya dukungnya dengan jangka panjang akan membawa negatif terhadap lahan dan lingkungan bersangkutan yang akhirnya pada kegiatan manusia itu sendiri”.48 Perubahan perilaku masyarakat dari masyarakat transisi (dari masyarakat agraris) ke masyarakat industri modern akan mengubah pola-pola hubungan kerja secara keseluruhan. Perubahan ini bersifat mendasar, yang berhubungan dengan landasan filosofi dan pandangan hidup masyarakat secara kolektif yaitu: 1. Hubungan perburuhan dalam industri akan mengubah pola perilaku manusia dalam hubungan kerja yang dibentuknya.
46
http://kolokiumkpmipb.wordpress. (diakses pada tanggal 2 Agustus 2010) MT Felik Sitorus. Menuju Keadilan Agraria 70 tahun Gunawan Wirardi.(Bandung: Akatiga, 2002), hlm. 25. 48 http/ file.upi.edu/ai.php, (diakses pada tanggal 2 Agustus 2010). 47
2. Hubungan manusia akan mengalami perubahan, sesuai dengan pergeseran penghargaan manusia terhadap konsep waktu, nilai kerja, masa depan, dan lain-lain. 49 Pola-pola perubahan dari tempat tinggal dan pandangan hidup masyarakat berpengaruh kepada perhatian masyarakat terhadap kehidupan masa lalu dan harapan mereka kepada masa depan.
49
Agus Salim, Perubahan Sosial: Sketsa Teori dan Refleksi Metodologi Kasus Indonesia, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2002), hlm.151.
BAB III KONDISI OBJEKTIF LOKASI PENELITIAN DAN KONDISI SOSIAL SEBELUM TERJADINYA KONVESI LAHAN
A. Kondisi Objektif Lokasi Penelitian 1. Letak Geografis Dilihat dari letak geografisnya desa Cipeucang yang berada diwilayah kecamatan Cileungsi Kabupaten Bogor berdekatan dengan Ibukota Jakarta dan Kabupaten Bekasi dengan luas wilayah 440, 975 Ha yang terdiri dari 6 dusun, 10 RW dan 23 RT, dilihat dari letak wilayahnya, Desa Cipeucang berbatasan dengan: Batas sebelah utara
: Desa Muktijaya Kabupaten Bekasi
Batas sebelah selatan : Desa Situsari Batas sebelah Barat
: Desa Gandoang
Batas Sebelah Timur : Desa Cipeucang Desa Cipeucang merupakan desa yang terletak di dataran rendah sedang konndisi tanah yang bergelombang terdiri atas 33.09 % tanah basah dan 66.91 tanah darat dengan suhu rata-rata 30-33% dengan curah hujan terbanyak 30 hari banyaknya curah hujan 2000-3007 mm per tahunnya. Kampung Nagrak merupakan salah Kampung yang berada di Desa Cipeucang dengan batas wilayah sebagai berikut: Sebelah Utara
: Desa Muktijaya Kabupaten Bekasi
Sebelah Selatan
: Situsari
Sebelah Barat
: Desa Muktijaya Kabupaten Bekasi
Sebelah Timur
: Jatisari
Desa Cipeucang mempunyai wilayah seluas 440,975 untuk penggunaan lahan di Desa Cipeucang dapat dilihat pada Tabel 3.1 di bawah ini. Table 3.1 Penggunaan Lahan di Desa Cipeucang Penggunaan Lahan
Luas (Ha)
Luas Wilayah
440, 975
Tanah Sawah
190,245
Irigasi setengah teknis
140, 956
Irigasi sederhana
56, 596
Tanah Pekuburan
0, 597
Sumber : data monografi Desa Ciperucang hasil pemutakhiran tahun 2008 Menurut tabel 3.1 di atas menunjukkan bahwa luas tanah desa cipeucang itu di dominasi oleh tanah persawahan yang mencapai 190,245 Ha dari luas wilayah keseluruhan 440,975 Ha. Sementara untuk wilayah Kampung Nagrak seluas 15 Ha dengan penggunaan lahan dengan penggunaan lahan didominasi oleh lahan pertanian sekitar 8,5 Ha dan pada saat ini luas wilayah lahan pertanian tersebut berkurang menjadi 5 Ha karena di jadikan penambangan pasir.50 2. Penduduk Secara umum kondisi sosial Desa Cipeucang kija dilihat dari komposisi penduduk, dengan jumlah penduduk 10506 jiwa (2961 KK) maka 71 % nya adalah penduduk dewasa, sedangkan sisanya 29 % adalah anak-anak dan manula. Kepadatan penduduk di Desa Cipeucang ini 2195 jiwa/km2. Untuk lebih jelasnya
50
Hasil wawancara dengan bapak Abdul Rahman selaku tokoh masyarakat Kampung Nagrak, (pada hari Selasa, 11 januari 2011).
kondisi sosial secara umum Desa Cipeucang dapat dilihat pada tabel 3.2 di bawah ini. Tabel 3.2 Distribusi dan jumlah pennduduk di Desa Cipeucang Karakteristik Penduduk
Satuan
Jumlah
Jumlah KK
Orang
2, 961
Jumlah Penduduk Perempuan
Orang
5, 180
Jumlah Penduduk Laki-laki
Orang
5, 326
Jumlah Penduduk
Orang
10, 506
Sumber : Database Kependudukan Desa Cipeucang Hasil Pemutakhiran Sementara itu, untuk wilayah Kampung Nagrak terdiri dari dua RT yaitu RT 15 dan RT 16 dengan jumah penduduk 300 jiwa 126 KK. untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 3.3 di bawah ini: Tabel 3.3 Jumlah Penduduk Kampung Nagrak Karakteristik Penduduk
Satuan
Jumlah
Jumlah KK
Orang
126
Jumlah Penduduk Perempuan
Orang
162
Jumlah Penduduk Laki-laki
Orang
138
Jumlah Penduduk
Orang
300
Sumber : Database Kependudukan Hasil Pemutakhiran Tahun 2008 3. Mata Pencaharian Sebagian besar penduduk desa Cipeucang bermata pencaharian sebagi petani. Karang lebih 770 orang sebagai buruh tani dan kurang lebih 1087 orang sebagai petani pemilik. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 3.4 di bawah ini.
Tabel 3.4 Mata Pencaharian Penduduk di Desa Cipeucang No
Jenis Mata Pencaharian
Satuan
Frekuensi
1
Petani
Orang
1087
2
Buruh Tani
Orang
770
3
Buruh Industri / Swasta
Orang
694
4
Pegawai Negeri
Orang
120
5
Pengrajin
Orang
6
6
Pedagang
Orang
875
7
TNI/Polri
Orang
59
8
Pertukangan
Orang
149
9
Pensiunan/Purnawirawan
Orang
5
10
Lain-lain
Orang
1931
Jumlah
5696
Sumber : Database Kependudukan Hasil Pemutakhiran Tahun 2008 Sama halnya dengan Desa Cipeucang daerah Kampung Nagrak yang merupakan bagian dari Desa Cipeucang mayoritas penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Akan tetapi, setelah adanya penambangan pasir yang menyebabkan hilangnya lahan pertanian penduduk setempat banyak yang beralih mata pencaharian yaitu menjadi buruh industri diantaranya 110 jiwa sebagai petani dan 130 jiwa sebagai. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari tabel 3.5 di bawah ini:
Tabel 3.5 Jumlah Penduduk bedasarkan Mata Pencaharian
No
Jenis Mata Pencaharian
Satuan
Frekuensi
1
Petani
Orang
130
3
Buruh Industri
Orang
100
4
Pedagang
Orang
30
5
Lain-lain
Orang
40
Jumlah
Orang
300
Sumber : Database Kependudukan Hasil Pemutakhiran Tahun 2008
B. Kondisi Sosial Masyarakat Kampung Nagrak
Sebelum Terjadinya
Konversi Lahan 1. Kehidupan Ekonomi Ekonomi
merupakan
salah
satu
faktor
yang
menentukan
bagi
kelangsungan hidup manusia, sehingga manusia dalam menjalankan aktivitas sehari-harinya tidak akan lepas dari motif ekonomi. Karena seperti kita ketahui manusia adalah makhluk sosio ekonomi, yang secara garis besarnya ada enam faktor yang mendorong seseorang untuk melakukan tindakan ekonomi diantaranya yaitu untuk memenuhi kebutuhan, untuk memperoleh kesejahteraan, untuk memperoleh keuntungan, untuk memperoleh kekuasaan, untuk memperoleh penghargaan dari sesama dan untuk melakukan tindakan sosial. Dari pernyataan di atas dapat ditegaskan bahwa faktor ekonomi merupakan suatu kebutuhan yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia
baik perorangan maupun kelompok. Itulah sebabnya kenapa manusia berusaha untuk memenuhi kebutuhan material dalam hidup bagaimanapun itu caranya. Menurut tokoh masyarakat setempat di perkirakan pada tahun 2003 tepatnya Sebelum adanya konversi lahan sebagian besar masyarakat mata pencaharianya adalah Kampung Nagrak adalah petani dan buruh tani dengan tarap pendapatan yang rendah, dan mungkin yang paling tinggi adalah menjadi buruhburuh pabrik karena di daerah tersebut berdekatan dengan pabrik-pabrik yang berada di daerah Kabupaten Bekasi.51 Menurut saudara Heri, bagi masayrakat yang tidak mempunyai lahan sawah, sebelum ada penambangan pasir didaerahnya mereka hanya mengandalkan pendapatannya dari buruh serabutan saja, yang mana mereka hanya mengeluarkan tenaga mereka untuk bekerja di sawah orang lain dan pendapatannya pun hanya cukup untuk makan sehari-hari saja. Sementara untuk pemuda di daerah Kampung Nagrak pada saat itu, banyak sekali pengangguran meskipun punya pekerjaan akan tetapi pekerjaan mereka tidak tetap. Umpamanya seorang pemuda masuk kerja di suatu pabrik, mereka hanya di kontrak selama 2 tahun atau bahkan ada yang hanya 6 bulan. Setelah itu,
belum tentu kontrak mereka akan diperpanjang lagi. Meskipun
mereka sudah mengeluarkan uang untuk bisa masuk kerja di pabrik tersebut. Hal ini disebabkan karena tingginya pencari kerja dengan kualitas pendidikan di atas mereka, sehingga mereka termarginalkan. Mungkin bisa diperkirakan dari 100%
51
Hasil wawancara dengan bapak Abdul Rahman selaku tokoh masyarakat Kampung Nagrak, (pada hari Selasa, 11 Januari 2011).
pemuda yang melamar pekerjaan, hanya 10% dari pemuda yang bisa mendapatkan pekerjaan dan mungkin dari 10% ini hanya 5% yang menjadi pekerja tetap. 52 Tabel 3.6 Jawaban Responden Tentang Kehidupan Ekonomi Sebelum Terjadinya Konversi Lahan (N=30) No. 1. 2. 3. 4. 5.
Pernyataan Penelitian
Frekuensi
Sangat sejahtera 0 Sejahtera 7 Kurang Sejahtera 12 Tidak Sejahtera 0 Biasa saja 11 Jumlah 30 Sumber: hasil angket penelitian
% 0 24 40 0 36 100
Tabel di atas responden menjawab pemahaman masyarakat mengenai pendidikan sebelum terjadinya konversi lahan dengan sampel 30 orang dari populasi 300 orang dengan jawaban sangat Sejahtera
tidak ada (0%), yang
menjawab Sejahtera 7 orang (24%), Kurang sejahtera 12 orang (40%), tidak sejahetara tidak ada (0%) dan biasa saja 11 orang (36%) . Angka yang paling tinggi menunjukkan pada jawaban kurang sejahtera, yaitu 40%. Apabila dilihat kedalam skala prosentase, hasil tersebut berada pada rentang 40-49% (hampir setengahnya). Hasil angket tersebut menunjukkan bahwa 40% masyarakat kehidupan ekonominya kurang sejahtera. 2. Pendidikan Sebelum adanya konversi lahan pendidikan masyarakat Kampung Nagrak sangat rendah. Hingga tahun 2003 dari jumlah penduduk yang pada saat itu hanya
52
Hasil Wawancara dengan saudara Heri salah seorang pemuda di Kampung Nagrak, (pada hari Rabu, 12 Januari 2010).
sekitar 200 jiwa diperkirakan bahwa kurang lebih 60% anak SD tidak melanjutkan sekolahnya dan yang sampai tingkat SLTP diperkirakan sekitar 30% dan yang sampai tingkat SMA sederajat diperkirakan 10% hal tersebut sangatlah tidak layak. Di dalam angka-angka ini diperirakan sekitar 60% nya adalah perempuan. Dengan kata lain angka putus sekolah pada perempuan jauh
lebih tinggi
dibandingkan dengan laki-laki. Karena sebagian masyarakat menganggap laki-laki nantinya akan menjadi tulang punggung keluarga sementara perepuan setinggisetinginya sekolah ujung-ujungnya pasti akan mengerjakan tugas-tugas domestik seperti pekerjaa-pekerjaan rumah tangga. Untuk lebih jelasnya tingkat pendidikan masyarakat Kampung Nagrak dapat dilihat dari tabel 3.6 di bawah ini. Tabel 3.7 Jumlah Penduduk Kampung Nagrak Berdasarkan Tingkat Pendidikan No
Tingkat Pendidikan
Satuan
Fekuensi
1
Belum sekolah
Orang
20
2
Lulus SD/Sederajat
Orang
130
3
Lulus SMP/MTs
Orang
35
4
Lulus SMA/SMK
Orang
15
Orang
200
Jumlah
Menurut tokoh masyarakat setempat Rendahnya pendidikan di Kampung Nagrak ini disebabkan karena hal-hal berikut: -
Rendahnya tingkat kesadaran orang tua mengenai arti pentingnya pendidikan. Hal ini terutama apabila menyangkut anak perempuan adanya anggapan bahwa tugas perempuan adalah mengerjakan tugas-tugas
domestik dan tidak membutuhkan pendidikan tinggi menyebabkan tingginya angka putus sekolah terutama pada perempuan. -
kurangnya perhatian pendidikan juga di sebabkan karena mahalnya pendidikan sementara tingkat pendapatan masyarakat sangatlah rendah . Rendahnya tingkat pendapatan karena sebagian besar mata pencaharian atau pekerjaan masyarakat Kampung Nagrak Desa Cipeucang adalah kerja serabutan tani, jasa dan dagang yang untuk kehidupan sehari-hari saja paspasan maka hal tersebut berdampak pada kurangnua perhatian masyarakat akan pentingnya pendidikan.53 Selain dari hasil observasi dan wawancara, dalam hal ini penulis juga
menggunakan angket untuk mengetahui pandangan masyarakat Kampung Nagrak mengenai pendidikan sebelum adanya konversi lahan. Berikut jawaban reponden tentang pemahaman masyarakat Kampung Nagrak mengenai pentingnya pendidikan. Tabel 3.8 Jawaban Responden Tentang pengetahuan warga mengenai pentingnya pendidikan (N=30) No. 1. 2. 3. 4. 5.
53
Pernyataan Penelitian
Frekuensi
Sangat mengetahui 0 Mengetahui 12 Kurang Mengetahui 18 Tidak Mengetahui 0 Sangat Tidak Mengetahui 0 Jumlah 30 Sumber: hasil angket penelitian
% 0 40 60 0 0 100
Hasil Wawancara dengan bapak Abdul Rahman selaku tokoh masyarakat Kampung Nagrak, (pada hari Selasa, 11 Januari 2011).
Tabel di atas responden menjawab pemahaman masyarakat mengenai pendidikan sebelum terjadinya konversi lahan dengan sampel 30 orang dari populasi 300 orang dengan jawaban sangat Mengetahui tidak ada (0%), yang menjawab mengetahui 12 orang (40%), Kurang Mengetahui 18 orang (60%), kurang paham 15 orang (51%) dan tidak paham tidak ada (0%) . Apabila dilihat ke dalam skala prosentase, hasil angket tersebut berada pada rentang 60-89% (sebagian besar). Tabel di atas menunjukan bahwa sebagian besar masyarakat Kampung Nagrak kurang mengetahui pentingnya pendidikan dan dapat diartikan bahwa pendidikan bukanlah hal yang terlalu penting dalam kehidupan mereka saat itu. Tabel 3.9 Jawaban Responden Tentang Pentingnya Pendidikan (N=30) No. 1. 2. 3. 4. 5.
Pernyataan Penelitian
Frekuensi
Sangat Penting 0 Penting 12 Biasa saja 16 Kurang Penting 2 Tidak Penting 0 Jumlah 30 Sumber: hasil angket penelitian
% 0 40 54 6 0 100
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa responden menjawab mengenai pentingnya pendidikan dengan jawaban, sangat Penting tidak ada (0%), Penting 13 orang (44 %), biasa saja 15 orang (50%), kurang Penting 2 orang (6%) dan tidak penting tidak ada (0%). Angka yang paling tinggi dari jawaban responden tersebut adalah ragu yang mencapai 54%. Apabila
dilihat kedalam skala
prosentase,
hasil angket tersebut berada pada rentang 51-60% (lebih dari
setengahnya). Hasil angket di atas menunjukkan bahwa lebih dari setengahnya masyarakat Kampung Nagrak merasa bahwa pendidikan merupakan hal yang biasa. 3.
Solidaritas Sosial Solidaritas sosial merupakan suatu keadaan hubungan antara individu
dan/atau kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama dan diperkuat oleh pengalaman emosional bersama. Solidaritas menekankan pada keadaan hubungan antar individu dan kelompok dan mendasari keterikatan bersama dalam kehidupan dengan didukung nilai-nilai moral dan kepercayaan yang hidup dalam masyarakat. Wujud nyata dari hubungan bersama akan melahirkan pengalaman emosional, sehingga memperkuat hubungan antar mereka. Di daerah pedesaan solidaritas sosial merupakan suatu hal yang sangat penting yang di terapkan dalam kehidupan sehari-hari, seperti halnya masyarakat Kampung
Nagrak,
sebelum
adanya
industri
penambangan
pasir
yang
menyebabkan adanya konversi lahan solidaritas sosial masyarakat setermpat sangat kuat hal tersebut di aplikasikan dalam berbagai bentuk seperti gotongroyong, tolong-menolong dan lain sebagainya. Selan itu, sebelum adanya konversi lahan solidaritas yang kuat juga di tunjukan oleh para pemuda diantaranya ketika ada acara-acara para pemuda ikut
andil dalam melancarkan acara tersebut, dan perkumpulan pemuda pun sering di adakan hal tersebut terlihat dengan adanya kegiatan-kegiatan karang taruna.54 Selain dari hasil wawancara tersebut, penulis juga menggunakan angket untuk melihat bagaimana sikap gotong royong di Kampung Nagrak ini. Tabel 3.10 Jawaban Responden Tentang Penilaian Mengenai Gotong Royong (N=30) No. 1. 2. 3. 4. 5.
Pernyataan Penelitian
Frekuensi
Sangat terjalin 24 Terjalin 6 Kurang terjalin 0 Tidak terjalin 0 Sangat tidak terjalin 0 Jumlah 30 Sumber: hasil angket penelitian
% 80 20 0 0 0 100
Tabel di atas responden menjawab mengenai penilaian masyarakat mengenai gotong royong sebelum adanya konversi lahan dengan jawaban sangat terjalin 24 orang (80%), yang menjawab terjalin 6 orang (20%), kurang terjalin tidak ada (0%), tidak terjalin tidak ada (0%) dan sangat tidak terjalin tidak ada (0%). Apabila dilihat kedalam skala prosentase, hasil angket tersebut berada pada rentang 60-99% (sebagian besar). Dari hasil angket tersebut menunjukkan sebagian besar masyarakat Kampung Nagrak menilai bahwa sikap gotong royong sebelum adanya konversi sangatlah terjalin dengan kata lain bahwa gotong rotong merupakan hal yang sangat penting sehingga sangat terjalin dalam kehidupan masyarakat. Gotong
54
Hasil wawancara dengan saudara Suhendi salah seorang pemuda di Kampung Nagrak, (pada hari Rabu, 12 Januari 2011).
royong merupakan cirri khas masyarakat di pedesaan dan disebut gotong royong pekerjaan dikerjakan secara bersama-sama dengan penuh keikhlasan sehingga pekerjaan yang bertatpun akan terasa ringan. Tabel 3.11 Jawaban Responden Tentang Keikut sertaan masyarakat dalam kegiatan gotong royong (N=30) No. 1. 2. 3. 4. 5.
Pernyataan Penelitian
Frekuensi
Selalu 21 Sering 9 Kadang-kadang 0 Tidak pernah 0 Sangat tidak pernah 0 Jumlah 30 Sumber: hasil angket penelitian
% 70 30 0 0 0 100
Tabel mengenai ke ikutsertaan masyarakat dalam gotong royong di atas responden menjawab dengan jawaban selalu 21 orang (70%), jawaban sering 9 orang (30%), kadang-kadang tidak ada (0%), tidak pernah tidak ada (0%), sangat tidak pernah tidak ada (0%). Hasil yang paling tinggi di tunjukkan pada jawaban selalu mencapai 70%. Apabila di prosentasekan angka ini berada pada rentang 6089% (sebagian besar). Hasil angket tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat Kampung Nagrak selalu mengikuti kegiatan gotong royong. Hal ini menunjukkan tingkat kesadaran masyarakat dalam hal gotong royong ini sangat tinggi. Sikap gotong royong dan tolong menolong ini terlihat jelas pada saat warga akan membangun rumah. Orang akan datang kepada tetangganya dengan maksud untuk mendapatkan bantuan tenaga. Selain itu, para tetangga biasanya datang dengan membawa bahan-bahan bangunan yang sekiranya dibutuhkan
seperti kayu, bambu, genting dan sebagainya. Sebagai imbalanya, keluarga yang bersangkutan itu menyediakan makanan dan minuman alakadarnya. Balasan yang harus dan wajib diberikan kepada para peserta itu ialah bila kemudian hari ada diantara mereka yang sedang punya hajat, maka ia pun akan datang membantunya. Dalam kegiatan ini tidak ada suatu badan yang mengorganisasi mereka berjalan atas kesadaran bahwa mereka harus berbuat kebaikan kepada sesamanya. Seperti kegiatan gotong royong dalam membangun rumah, maka kegiatan kemasyarakatan seperti memperbaiki jalan dan juga membangun jembatan dilakukan melalui gotong royong. Aktivitas ini biasanya dilakukan oleh laki-laki dan perempuan tanpa terkecuali. Biasanya kaum laki-laki mengerjakan pekerjaan fisik sedangkan kaum perempuan hanya menyediakan makanan dan minuman serta pekerjaan yang dianggap ringan. Pada masa itu, kegiatan tolong menolong ini benar-benar mencerminkan kehidupan masyarakat Kampung yang penuh solidaritas diantara warga Kampung dan benar-benar dapat dirasakan betapa pentingnya hubungan yang baik diantara sesama warga Kampung.55 Selain itu, kegiatan-kegiatan masyarakat yang bernuansa kebersamaan juga terlihat ketika ada sesuatu hal yang harus diselesaikan melalui musyawarah bersama. Masyarakat selalu hadir untuk menyumbangkan pikirannya untuk memecahkan masalah bersama-sama. Sikap ini juga terlihat dari respon masyarakat mengenai hadirnya masyarakat ketika ada permasalahan yang harus di selesaikan melalui musyawarah-musyawarah. 55
Hasil wawancara dengan bapak Abdul Rahman selaku tokoh masyarakat Kampung Nagrak, (pada hari Selasa, 11 Januari 2011).
No. 1. 2. 3. 4. 5.
Tabel 3.12 Jawaban Responden Mengenai pentingnya Musyawarah ketika ada permasalahan (N=30) Pernyataan Penelitian Frekuensi Sangat Penting 21 Penting 9 Kurang penting 0 Tidak penting 0 Ragu-ragu 0 Jumlah 30 Sumber: hasil angket penelitian
% 70 30 0 0 0 100
Tabel di atas responden menjawab pemahaman masyarakat mengenai pentingnya musyawarah dalam memecahkan masalah sebelum adanya konversi lahan dengan jawaban sangat penting 21 orang (70%), jawaban penting 9 orang (30%), kurang penting tidak ada (0%), tidak penting tidak ada (0%) dan raguragu tidak ada (0%). Apabila dilihat kedalam skala prosentase, hasil angket tersebut berada pada rentang 60-89% (sebagian besar). Hasil tabel tersebut menunjukkan sebagian besar masyarakat Kampung Nagrak menganggap bahwa ketika ada permasalahan musyawarah sangat penting diadakan. Hal tersebut juga di tunjukkan dengan jawaban responden mengenai ikut sertanya masyarakat dalam musyawarah. Tabel 3.13 Jawaban Responden Mengenai ikut sertanya masyarakat dalam Musyawarah ketika ada permasalahan (N=30) No. Pernyataan Penelitian Frekuensi % 1. 2. 3. 4. 5.
Selalu mengikuti Sering Kadang-kadang Tidak pernah mengikuti Sangat tidak pernah Jumlah
9 15 6 0 0 30
30 50 20 0 0 100
Tabel di atas responden menjawab mengenai ikut sertanya masyarakat dalam musyawarah dengan jawaban selalu mengkuti 9 orang (30%), yang menjawab sering 15 orang (50%), kadang 6 orang (20%), tidak pernah mengikuti tidak ada 0% dan sangat tidak pernah tidak ada (0%). Angka yang paling tinggi ditunjukka pada jawaban sering yaitu mencapai 50%. Apabila dilihat kedalam skala prosentase, hasil angket tersebut berada pada rentang 50 % (setengahnya). Hasil angket tersebut menunjukkan setengah dari masyarakat Kampung Nagrak mengikuti musyawarah ketika ada permasalahan yang harus diselesaikan bersama-sama. Tingginya kesadaran masayarakat dalam mengikuti musyawarah ini di landasi dengan sifat kekeluargaan dan anggapan bahwa suatu masalah yang terjadi di Kampung mereka ini merupakan masalah bersama dan tanggung jawab bersama. Selain itu, kegiatan gotong royong dan tolong menolong secara spontan yang benar-benar menunjukkan hidup yang berdasarkan solidaritas diantara para warga masyarakat adalah dalam peristiwa kecelakaan, bencana dan kematian. Apabila ketiga hal tersebut terjadi, maka masyarakat secara spontan akan membantunya tanpa membedakan siapa yang terkena musibah tersebut baik itu saudara sendiri maupun orang lain. Seluruh masayarakat akan datang berbondongbondong kerumah orang yang terkena musibah itu tanpa terkecuali untuk memberikan bantuan. Jika ada tanda atau pengumuman dari masjid bahwa ada warga yang meninggal, maka secara spontan warga yang lain akan menghentikan pekerjaan untuk melayat ke rumah duka. Hal itu juga akan dilakukan oleh orang yang
sedang bekerja di sawah. Mereka akan cepat-cepat meninggalkan sawahnya untuk melayat. Sembari melayat, biasanya kaum perempuan membawa beras untuk sekedar membantu beban keluarga yang ditinggalkan. Sedangkan kaum laki-laki biasanya membantu dalam proses upacara penguburan. Bantuan yang diberikan ini tidak berakhir sampai disitu saja. Bantuan lain terus diberikan oleh masyarakat dalam bentuk kiriman doa kepada jenazah agar arwahnya diterima disisi Tuhan Yang Maha Esa. Kiriman doa ini dilakukan dengan cara mengadakan tahlilan kematian di rumah keluarga yang ditinggalkan. Tahlilan ini dilakukan terus menerus secara berkala sampai pada 100 hari kematian tersebut. Acara tahlilan ini dihadiri oleh masyarakat desa tanpa terkecuali. Demikian halnya jika ada warga yang yang sedang sakit. Warga lain akan menjenguknya untuk memberikan bantuan baik dorongan moril maupun bantuan dalam bentuk materiil untuk meringankan beban keluarga. Apabila orang tersebut dirawat dirumah sakit, maka warga secara bersama akan menyewa mobil pergi ke rumah sakit untuk menjenguk orang tersebut. Selain dari hasil wawancara tersebut, sikap gotong royong juga terlihat dari hasil angket di bawah ini: Tabel 3.14 Jawaban Responden Mengenai perilaku Ketika ada Salah Seorang Warga Yang Mengalami Musibah (N=30) No. Pernyataan Penelitian Frekuensi % 1. 2. 3. 4. 5.
Membantu menenangkan Membiarkan saja Merasa prihatin Biasa saja Jumlah
12 14 0 4 0 30
30 47 0 13 0 100
Tabel di atas responden menjawab mengenai ikut sertanya masyarakat dalam musyawarah dengan jawaban membantu 12 orang 30%, yang menjawab menenangkan 14 orang (47%), membiarkan saja tidak ada (0%), merasa prihatin tidak ada (13%) dan biasa saja tidak ada (0%). Apabila dilihat kedalam skala prosentase, hasil angket tersebut berada pada rentang 40-49 % (hampir setengahnya). Dari tabel di atas menunjukan bahwa hampir setengahnya masyarakat Kampung Nagrak membantu warga yang sedang mengalami musibah dengan batuan berupa moril yaitu dengan cara menenangkannya. Hal tersebut menunjukan rasa solidaritas yang sangat tinggi sebelum terjadinya konversi lahan di Kampung Nagrak ini. 4.
Perilaku Keagamaan Masyarakat Kampung Nagrak sebelum adanya industri penambangan pasir
yang menyebabkan adanya konversi lahan merupakan masyarakat yang sangat taat dalam menjalankan ibadah dan kegiatan-kegiatan keagamaan. hal tersebut terlihat ketika adanya pengajian-pengajian dan acara-acara kegamaan lain, masyarakat sekitar selalu hadir. Menurut tokoh masyarakat setempat, sebelum adanya konversi lahan masyarakat yang pekerjaannya sebagai buruh serabutan tani selalu meluangkan waktunya untuk menjalankan ibadah dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut dapat dilihat ketika tiba waktu shalat. Ketika terdengar suara adzan, mereka beserta pemilik sawah segera beranjak membersihkan diri mereka untuk menjalankan shalat berjama’ah bersama-sama.
Dalam pengetahuan keagamaan,
masyarakat Kampung Nagrak bisa
merupakan masyarakat yang pengetahuannya masih sangat rendah. Mereka hanya mengetahui bagaiman itu shalat lima waktu, puasa dan zakat dan lain sebagainya dengan seadanya. Akan tetapi, kesadaran untuk menjalankan itu sangatlah tinggi.56 Selain dari hasil wawancara tersebut, penulis juga menggunakan angket untuk melihat bagaimana kehidupan beragama masyarakat Kampung Nagrak sebelum adanya konversi lahan. Di bawah ini adalah jawaban masyarakat mengenai pemahaman masyarakat terhadap agama. Tabel 3.15 Jawaban Responden Mengenai Pemahaman Agama (N=30) No. 1. 2. 3. 4. 5.
Pernyataan Penelitian Sangat Paham Paham Kurang paham Tidak paham Sangat tidak paham Jumlah
Frekuensi
%
0 9 21 0 0 30 Sumber: hasil angket penelitian
0 30 70 0 0 100
Tabel di atas responden menjawab mengenai pemahamannya terhadap agama dengan jawaban sangat paham tidak ada (0%) , paham 9 orang (30%), kurang paham 21 orang (70%), tidak paham tidak ada 0% dan sangat tidak paham tidak ada (0%). Angka yang paling tinggi di tunjukkan pada jawab kurang paham yaitu 70% . Apabila dilihat kedalam skala prosentase, hasil angket tersebut berada pada rentang 60-89 % (sebagian besar). 56
Hasil wawancara denga bapak Abdul Rahman selaku tokoh agama di Kampung Nagrak, (pada hari Selasa, 11 Januari 2011).
Hasil tabel tersebut menunjukkan sebagian besar masyarakat kurang memahami terhadap agama. Selanjutnya, untuk pelaksanaan kegiatan keagamaan masyarakat dapat dilihat dari hasil angket di bawah ini. Tabel 3.16 Jawaban Responden Mengenai Pelaksanaan Shalat Berjama’ah (N=30) No. 1. 2. 3. 4. 5.
Pernyataan Penelitian
Frekuensi
%
Selalu 12 sering 12 Kadang-kadang 6 Tidak pernah 0 Sangat tidak pernah 0 Jumlah 30 Sumber: hasil angket penelitian
40 40 30 0 0 100
Tabel di atas responden menjawab mengenai shalat berjama’ah jawaban selalu mengikuti 40%, sering 40%, kadang-kadang 6%, tidak pernah 0% dan sangat tidak pernah 0%. Dari hasil angket tersebut angka yang paling tinggi yaitu 40 % yang di tunjukan oleh 2 jawaban yaitu selalu dan sering. Perbedaan dari selalu dan sering disini yaitu selalu = setiap tiba waktu shalat 5 waktu selalu melaksanakannya dengan berjama’ah. Sementara sering = ada beberapa waktu shalat yang dilaksanakannya dengan sendiri. Apabila dilihat kedalam skala prosentase, hasil angket tersebut berada pada rentang 40-49% (hampir setengahnya). Dari tabel di atas terlihat dengan jelas bahwa hampir setengahnya masyarakat selalu dan sering melaksanakan shalat berjama’ah dan hanya sebagian kecil masyarakat yang kadang-kadang melaksanakan shalat berjama’ah. Hal
tersebut meskipun pemahaman masyarakat Kampung Nagrak terhadap agama kurang akan tetapi kesadaran dalam menjalankan ibadah sangat tinggi. Sebagaimana telah disebutkan di atas, kehidupan beragama masyarakat juga dapat dilihat dari acara-acara kegamaan. Seperti pengajian rutin, hari-hari besar kegamaan dan lain-lain. Masyarakat sangat hadirnya masyarakat
dalam acara tersebut
antusias baik itu dengan
maupun persiapan sebelum
pelaksanaannya. Tabel 3.17 Jawaban Responden Mengenai Antusias Masyarakat Kampung Nagrak dalam Acara-Acara Keagamaan (N=30) No. 1. 2. 3. 4. 5.
Pernyataan Penelitian
Frekuensi
Selalu mengikuti 23 sering 6 Kadang-kadang 1 Tidak pernah 0 Sangat tidak pernah 0 Jumlah 30 Sumber: hasil angket penelitian
% 77 20 3 0 0 100
Tabel di atas responden menjawab mengenai antusias warga dalam acaraacar keagamaan dengan jawaban selalu mengikuti 23 orang (77%), sering 6 orang (20%), kadang-kadang 1 orang (3%), tidak pernah tidak ada (0%) dan sangat tidak pernah tidak ada (0%). Angka paling menunjukan pada jawaban selalu mengikuti. Apabila dilihat ke dalam skala prosentase, hasil angket tersebut berada pada rentang 60-89 % (sebagian besar). Dari hasil angket tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar masyarakat Kampung Nagrak sangat antusia dalam mengikuti acara-acara keagamaan dengan cara selalu mengikuti acara-acara keagamaan tersebut.
Menurut bapak Abdur Rahman, meskipun pemahaman agamanya kurang, akan tetapai apabila ada acara-acara keagamaan, masyarakat setempat sangat antusias. Hal tersebut disebabkan karena keingintahuan masyarakat mengenai agama. Meskipun
ada sebagian masyarakat yang mengikutinya hanya untuk
hiburan semata. 57
57
Hasil wawancara dengan bapak Abdul Rahman selaku tokoh agama di Kampung Nagrak, (pada hari Selasa, 11 Januari 2011).
BAB IV
PERUBAHAN-PERUBAHAN SOSIAL SETELAH TERJADINYA KONVERSI LAHAN
A. Terjadinya Konversi Lahan di Kampung Nagrak Industri penambangan pasir di daerah Kampung Nagrak berada sejak tahun 2003 tepatnya pada bulan Februari 2003 yang di dirikan oleh PT. Tria Serangkai. Industri penambangan pasir tersebut menyebabkan adanya konversi lahan. Lahan-lahan pertanian dan perkebunan di daerah ini sedikit demi sedikit terkikis habis di jadikan penambangan pasir. Pada awalnya, masyarakat sekitar menolak dan tidak akan menjual lahanlahan mereka untuk di jadikan penambangan pasir karena lahan pertanian adalah sumber kehidupan mereka pada saat itu, baik itu pemilik ataupun buruh-buruh serabutan. Akan tetapi karena kebutuhan ekonomi satu persatu masyarakat menjual lahan-lahan pertanian tersebut kepada PT. Tria Serangkai sebagai pemilik dari industri penambangan pasir, dengan harapan mendapat pekerjaan baru dan penghasilan yang lebih terutama bagi masyarakat yang berpropesi sebagai buruh tani. Terjadinya konversi lahan di Kampung Nagrak menyebabkan terjadinya pergeseran dari masyarakat agraris ke masyarakat industri dan pergeseran tersebut di iringi dengan adanya perubahan dalam berbagai sektor diantaranya; kehidupan konomi, pendidikan, solidaritas sosial , dan kehidupan beragama.
B. Perubahan-Perubahan Setelah Terjadinya Konversi Lahan 1. Kehidupan Ekonomi Kebutuhan ekonomi merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat, ekonomi merupakan salah satu faktor yang menentukan bagi kelangsungan hidup manusia, sehingga manusia dalam menjalankan aktivitasnya sehari-harinya tidak akan lepas dari motif ekonomi. Karena seperti kita ketahui manusia adalah makhluk sosio ekonomi, yang secara garis besarnya ada enam faktor yang mendorong seseorang untuk melakukan tindakan ekonomi diantaranya yaitu untuk memenuhi kebutuhan, untuk memperoleh kesejahteraan, untuk memperoleh keuntungan, untuk memperoleh kekuasaan, untuk memperoleh penghargaan dari sesama dan untuk melakukan tindakan sosial. Setiap kehidupan manusia pasti akan mengalami perubahan. Salah satu yang akan mengalami perubahan adalah kehidupan ekonomi, dan bahkan sektor ekonomi menurut para ahli sosiologi adalah sektor yang paling cepat mengalami perubahan, baik itu perubahan kearah positif (lebih baik) atau kearah negatif (lebih buruk). Menurut Karl Marx Sejarah perubahan dan perkembangan manusia selalu berlandaskan pada kondisi sejarah kehidupan material manusia. Dalam hal ini mode produksi, sebagai basis ekonomi dan infra-struktur masyarakat sangat mempengaruhi proses hubungan-hubungan sosial yang terjadi. Kehadiran industri pada suatu daerah adalah salah satu faktor penyebab terjadinya perubahan terutama dalam kehidupan ekonomi masyarakat, seperti yang terjadi pada masyarakat Kampung Nagrak. Hilangnya lahan pertanian yang di konversi menjadi penambangan pasir ternyata sedikit besarnya membawa
perubahan positif bagi kehidupan masyarakat dan salah satunya adalah bidang ekonomi masyarakat. Pada awalnya, sebagian masyarakat khawatir karena dengan adanya penambangan pasir ini masyarakat akan kehilangan mata pencaharian pokoknya yaitu menjadi buruh tani karena lahan-lahan pertanian baik sawah ataupun kebun hilang. Akan tetapi sebaliknya ternyata dengan adanya penambangan pasir itu menjadi tersedianya lapangan pekerjaan baru yaitu menjadi penambang pasir dan hal tersebut menguntungkan warga sekitar.58 Seperti yang terjadi pada Bapak Iin misalnya. Menurut ibu Etih (isteri bapak Iin), setelah lahan pertaniannya di jual, kini suaminya berpropesi sebagai buruh penambang pasir, jadi meskipun lahan pertanian hilang, namun pekerjaan tetap ada dan dapat mencukupi kehidupan sehari-hari bahkan terkadang labih.59 Tabel 4.1 Jawaban Responden Mengenai Kehidupan Ekonomi Setelah Adanya Konversi Lahan (N=30) No. 1. 2. 3. 4. 5.
Pernyataan Penelitian
Frekuensi
Sangat menguntungkan 3 Menguntungkan 16 Biasa saja 11 Tidak menguntungkan 0 Sangat tidak menguntungkan 0 Jumlah 30 Sumber: hasil angket penelitian
% 10 43 37 0 0 100
Tabel di atas responden menjawab mengenai terjadinya konversi lahan di daerah Kampung Nagrak dengan jawaban sangat menguntungkan 10%, 58
Hasil wawancara dengan bapak Abdul Rahman tokoh masyarakat Kampung Nagrak, (pada hari Selasa, 11 Januari 2011). 59 Hasil wawancara dengan Ibu Etih salah seorang warga Kampung Nagrak, (pada hari Rabu, 12 Januari 2011).
menguntungkan 43%, biasa saja 37%, tidak menguntungkan 0% dan sangat tidak menguntungkan 0%. Angka paling tinggi yaitu terdapat pada jawaban menguntungkan yaitu 43%. Apabila dilihat kedalam skala prosentase, hasil tersebut berada pada rentang 40-49 % (hampir setengahnya). Hasil angket ini menunjukan bahwa masyarakat Kampung Nagrak Desa Cipeucang hampir setengahnya diuntungkan setelah adanya konversi lahan di daerah mereka. Setiap keuntungan pasti berbenntuk sesuatu, dan kekuntungan yang di maksud sebagaimana yang telah disebutkan di atas yaitu keuntungan berupa tersedianya lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar. Berubahnya lapangan pekerjaan membawa perubahan pula pada pendapatan yang di hasilkan. Sebagaimana yang telah disebutkan pada pembahasan sebelumnya, sebelum terjadinya konversi lahan di Kampung
Nagrak kehidupan ekonomi
masyarakatnya tergolong rendah, dengan mata pencaharian masyarakatnya 40% sebagai buruh tani dengan pendapatan rendah. Akan tetapi setelah adanya industri penambangan pasir yang menyebabkan sebagian lahan pertanian masyarakat hilang pendapatan mereka meningkat. Hal ini dapat dilihat dari hasil angket di bawah ini.
No. 1. 2. 3. 4. 5.
Tabel 4.2 Jawaban Responden Mengenai Kehidupan Ekonomi Setelah Adanya Konversi Lahan (N=30) Pernyataan Penelitian Frekuensi Sangat meningkat 3 Meningkat 16 Biasa saja 11 Menurun 0 Sangat menurun 0 Jumlah 30 Sumber: hasil angket penelitian
% 10 43 37 0 0 100
Tabel di atas responden menjawab mengenai kehidupan ekonomi setelah adanya konversi lahan dengan jawaban sangat meningkat 10%, meningkat 43%, biasa saja 37%, menurun 0% dan sangat menurun 0%. Angka paling tinggi yaitu terdapat pada jawaban meningkat yaitu 43%. Apabila dilihat kedalam skala prosentase hasil tersebut berada pada rentang 40-49 % (hampir setengahnya). Hasil angket ini menunjukan bahwa hampir setengahnya masyarakat Kampung Nagrak kehidupan ekonominya meningkat. Hal tersebut menunjukan bahwa terjadinya konversi lahan membawa perubahan kearah yang lebih baik pada kehidupan ekonomi masyarakat sekitar. Dengan kata
lain , kehidupan
masyarakat Kampung Nagrak menjadi lebih sejahtera setelah terjadinya konversi lahan. Selain itu, setelah adanya konversi lahan perubahan kesejahteraan tidak hanya terlihat dari peningkatan kehidupan ekonomi saja, melainkan dengan adanya pemasukan dari pihak pengelola industri dalam segi peralatan. Seperti: adanya mesin diesel dan pemasukan kas pada karang taruna setiap bulan. Meskipun tidak seberapa, akan tetapi hal tersebut sangat membantu dan berguna bagi masyarakat. Selain itu, sisa-sisa galian pasir yang ke dalamannya hingga mencapai 20 meter dan kini di genangi air, di manfaatkan oleh sebagian masyarakat sekitar sebagai tempat pengambilan ikan / pemancingan dan sisa-sisa penggalian yang tidak dalam bisa di tanami kembali dengan tanaman-tanaman sayuran. Dan hal ini bisa dijadikan sebagai solusi ketika penambangan pasir ini pindah ke daerah lain dan pekerjaan yang selama ini dijadikan mata pencaharian masyarakat pasti akan
hilang mungkin masyarakat sekitar bisa memanfaatkan sisa-sisa penambangan pasir tersebut seperti budi daya ikan air tawar, tanaman-tanaman sayuran, dan lain-lain. Karena apabila di tanami padi kembali tidak akan cocok karena kondisi tanahnya yang sudah di gali.60 2. Pendidikan Pendidikan merupakan suatu bagian yang sangat penting dalam kehidupan sosial,
dimensi-dimensi
sosial
yang
senantiasa
mengalami
dinamika
perkembangan seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, merupakan faktor dominan yang telah membentuk eksistensi pendidikan manusia. Penggunaan alat dan sarana kebutuhan hidup yang modern telah memungkinkan pola pikir dan sikap manusia untuk memproduk nilai-nilai baru sesuai dengan intensitas pengaruh teknologi terhadap tatanan kehidupan sosial budaya. Dalam hal ini, pendidikan menjadi instrumen kekuatan sosial masyarakat untuk mengembangkan suatu sistem pembinaan anggota masyarakat yang relevan dengan tuntutan perubahan zaman. Abad globalisasi telah menyajikan nilai-nilai baru, pengertian-pengertian baru serta perubahan-perubahan di seluruh ruang lingkup kehidupan manusia yang waktu kedatangannya tidak bisa diduga-duga. Sehingga dunia pendidikan merasa perlu untuk membekali diri dengan perangkat pembelajaran yang dapat memproduk manusia sesuai dengan atmosfir tuntutan global. Penguasaan teknologi informasi, penyediaan SDM yang profesional, terampil dan berdaya guna bagi masyarakat, kemahiran menerapkan Iptek, perwujudan tatanan sosial masyarakat yang terbuka, demokratis, humanis serta 60
Hasil wawancara bapak Samanhudi Sulaeman salah seorang warga Kampung Nagrak, (Pada hari Jumat, 24 Desember 2010).
progresif dalam menghadapi kemajuan jaman merupakan beberapa bekal mutlak yang harus dimiliki oleh semua bangsa di dunia ini yang ingin tetap bertahan menghadapi tata masyarakat baru berwujud globalisasi. Perubahan sosial adalah suatu proses yang luas, lengkap yang mencakup suatu tatanan kehidupan manusia. Perubahan sosial tidak hanya dilihat sebagai serpihan atau kepingan dari peristiwa sekelompok manusia tetapi fenomena itu menjadi saksi adanya suatu proses perubahan empiris dari kehidupan umat manusia. Oleh karena itu daya serap perubahan sosial akan selalu merembes ke segala segi kehidupan yang dihuni oleh manusia, khususnya dalam sektor pendidikan. Perubahan sosial akan mempengaruhi segala aktivitas maupun orientasi pendidikan yang berlangsung. Intervensi kekuatan proses tersebut juga mencakup semua proses pendidikan yang terjadi di berbagai sektor lain masyarakat. Baik dari tingkat basis keluarga sampai interaksi antar pranata sosial. Sebagai bagian dari pranata sosial, tentunya pendidikan akan ikut terjaring dalam hukum-hukum perubahan sosial yang terjadi di dalam masyarakat. Sebaliknya, pendidikan sebagai wadah pengembangan kualitas manusia dan segala pengetahuan tentunya menjadi agen penting yang ikut menentukan perubahan sosial masyarakat ke depan. Karena perubahan sosial mengacu pada kualitas masyarakat sementara kualitas masyarakat tergantung pada kualitas pribadi-pribadi anggotanya maka tentunya lembaga pendidikan memainkan peranan yang cukup signifikan menentukan sebuah perubahan sosial yang mengarah kemajuan.
Seperti halnya perubahan dalam bidang pendidikan yang terjadi pada masyarakat Kampung Nagrak. Seiring dengan perubahan dalam kesejahteraan masyarakat pola pikir masyarakatpun berubah pendidikan yang pada awalnya dianggap kurang penting karena disebabkan dengan berbagai alasan terutama alasan ekonomi kini telah berubah menjadi sesuatu hal yang sangat penting hal tersebut seiring dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat setelah terjadinya konversi lahan. Seperti yang telah di bahas sebelumnya pendidikan di daerah Kampung Nagrak ini tergolong sangat rendah dengan mayoritas pendudukannya yang hanya lulusan Sekolah Dasar. Ternyata setelah terjadinya konversi lahan pendidikan di daerah ini meningkat dan peningkatan tersebut terlihat dengan banyaknya anak yang melanjutkan sekolahnya sampai kejenjang SMA/SMK. Menurut tokoh masyarakat setempat, pada saat ini masyarakat Kampung Nagrak menganggap bahwa pendidikan merupakan hal yang paling utama dalam kehidupan masyarakat, hal tersebut karena kemajuan zaman yang begitu pesat dan persaingan yang begitu ketat sehingga mereka sadar bahwa pendidikan adalah sebagai penuntun jalan dalam menjalani kehidupan ini.61 Selain itu adanya penyesalan dari warga terutama para pemuda yang tidak melanjutkan sekolahnya karena menganggap bahwa pendidikan belum tentu menjamin, jadi lebih baik mencari uang untuk membantu keluarganya. Seperti penuturan saudara Ahmad Solihin di bawah ini.
61
Hasil wawancara dengan bapak Abdul Rahman selaku tokoh masyarakat Kampung Nagrak, (pada hari Selasa, 11 Januari 2011).
“Saat ini saya merasakan bahwa pendidikan saat ini sangat penting, saya sangat menyesal sekali tidak melanjutkan sekolah saat ini sulit sekali mencari kerja apalagi bagi saya yang hanya lulusan SD mau kerja saja harus mengeluarkan uang dan itupun belum tentu diterima karena hanya lulusan SD, mau kerja di penambangan pasir kondisi fisik saya kurang mendukung.”62 Selain dari hasil wawancara tersebut di atas dalam hal ini penulis juga menyebarkan angket untuk mengetahui bagaimana respon masyarakat mengenai pendidikan setelah terjadinya konversi lahan di daerah mereka. Tabel 4.3 Jawaban Responden Tentang Pengetahuan Mengenai Pentingnya Pendidikan (N=30) No. 1. 2. 3. 4. 5.
Pernyataan Penelitian
Frekuensi
Sangat mengetahui 15 Mengetahui 15 Kurang Mengetahui 0 Tidak Mengetahui 0 Sangat Tidak Mengetahui 0 Jumlah 30 Sumber: hasil angket penelitian
% 50 50 0 0 0 100
Tabel di atas responden menjawab pemahaman masyarakat mengenai pendidikan setelah terjadinya konversi lahan dengan jawaban sangat Mengetahui 15 orang (50%), yang menjawab mengetahu 50 orang (50%), , kurang mengetahui tidak ada (0%) dan tidak mengetahu tidak ada (0%) . Apabila dilihat kedalam skala prosentase, maka hasil tersebut berada pada rentang 50% (setengahnya). Hasil angket tersebut menunjukkan bahwa setengahnya masyarakat Kampung Nagrak sangat mengetahui dan mengetahui pentingnya pendidikan setelah terjadinya konversi lahan. Apabila dilihat dari hasil sebelumnya, 62
Hasil Wawancara dengan saudara Ahmad Solihin salah seorang pemuda Kampung Nagrak, (pada hari Selasa, tanggal 11 januari 2011).
pengetahuan masyarakat Kampung Nagrak terhadap pendidikan mengalami perubahan dengan hasil angket sebelumnya lebih dari setengahnya masyarakat Kampung Nagrak kurang paham terhadap pendidikan dengan hasil 77% masyarakat mengetahui dan 23% kurang mengetahui. Hal ini menunjukan adanya perubahan pada pengatahuan masyarakat mengenai pentingnya pendidikan, dan dengan hal ini anggapan-anggapan masyarakat sebelumnya seperti anggapan bahwa perempuan hanya cukup sekolah sampai lulusan SD saja karena ujungujungnya pasti menjadi ibu rumah tangga pasti akan berubah ke arah yang lebih positif dan rasional. Tabel 4.4 Jawaban Responden Mengenai Pentingnya Pendidikan Setelah Terjadinya Konversi Lahan (N=30) No. 1. 2. 3. 4. 5.
Pernyataan Penelitian
Frekuensi
Sangat Penting 3 Penting 27 Biasa saja 0 Kurang Penting 0 Tidak Penting 0 Jumlah 30 Sumber: hasil angket penelitian
% 10 90 0 0 0 100
Tabel di atas responden menjawab mengenai pentingnya pendidikan seteah adanya konversi lahan dengan jawaban sangat penting 3 orang (10%) , penting 27 orang (90%), biasa saja tidak ada (0%) kurang penting tidak ada (0%) dan tidak penting tidak ada (0%). Angka yang paling tinggi di tunjukan pada jawaban penting hingga mencapai 90%. Apabila dilihat dari prosentasenya angka tersebut berada pada rentang 90-99% (hampir seluruhnya).
Hasil angket tersebut menunjukkan bahwa hampir seluruhnya masyarakat Kampung Nagrak menganggap bahwa pendidikan merupakan hal yang penting. Apabila dilihat dari hasil sebelum terjadinya konversi lahan, angka yang paling tinggi dari jawaban responden adalah biasa saja yang mencapai 54%. Apabila dilihat kedalam skala prosentase, hasil tersebut berada pada rentang 51-59% (lebih dari setengahnya). Hal ini menunjukan bahwa dalam hal ini masyarakat Kampung Nagak mengalami perubahan yang sangat signifikan. 3. Solidaritas Sosial Seperti yang telah di bahas pada bab sebelumnya, kehidupan masyarakat Kampung Nagrak sangat menjunjung tinggi nilai solidaritas, seperti gotong royong, tolong-menolong, dan dalam bentuk lainnya. Akan tetapi setelah adanya konversi lahan keadaan tersebut sedikit demi sedikit hilang. Sebelum adanya konversi lahan, masyarakat di Kampung Nagrak ini adalah masyarakat agraris. Setelah masuknya industri penambangan pasir yang menyebabkan terjadinya konversi lahan ini mengubah masyarakat menjadi masyarakat buruh industri. Dengan berubahnya struktur masyarakat yang semula agraris menjadi masyarakat industrial, berubah pula kehidupan sosial masyarakat setempat. Perubahan sosial tentunya tidak sekedar menyangkut perubahan material saja, akan tetapi juga perubahan pada sistem kognitif, sistem tindakan dan symbol-simbolnya. Adanya industri di daerah ini mengakibatkan berubahnya pola perilaku masyarakat. Masyarakat cenderung berperilaku seperti masyarakat pada negara-negara maju khusus dalam hal konsumeritas. Sepeti telah di bahas
sebelumnya masyarakat agraris sangat menjunjung tinggi kerukunan diantara sesama warga. Prinsip kerukunan merupakan determinasi untuk memelihara pernyataan sosial yang harmonis dengan memperkecil konflik sosial dan pribadi secara terbuka dalam bentuk apapun. Selain itu, sebelum terjadinya konversi lahan mayarakat selalu menerapkan gotong royong dalam dalam segala aktivitas kehidupan mereka sehari-hari. konsep gotong royong merupakan suatu konsep yang erat kaitannya dengan kehidupan rakyat sebagai petani dalam masyarakat agraris. Yang mana di dalam gotong royong ini terdapat unsur keikhlasan menyumbang tenaga, ketulusan dalam menolong, tanpa pamrih dan sebagainya. Perhitungan yang sifatnya material diletakkan di bagian akhir. Akan tetapi Pada masa sekarang ini, apa yang tercermin dalam jiwa gotong royong itu di dalam masyarakat Kampung Nagrak saat ini eksistensinya mulai diragukan. Dulu orang memandang hidup bermayarakat adalah hidup sebagai anggota kelompoknya dengan didasari perasaan terikat dan saling memiliki. Bekerja bersama tanpa upah dianggap mencerminkan nilai kerukunan yang berharga. Tetapi sekarang, pandangan dan penilaian orang terhadap gotong royong maupun kerja bakti telah berubah. Sangat sukar mengerahkan tenaga orang untuk bekerja tanpa upah dalam suatu pekerjaan yang sifatnya individu. Sebab kerja tanpa upah dipandang bukan lagi merupakan kerja kemasyarakatan. Disamping itu, dengan masuknya industri penambangan pasir ke Kampung Nagrak yang jam kerjanya 24 jam ini, membuat waktu luang yang dimiliki oleh warga menjadi sedikit. Karena bagi yang bekerja pada siang hari,
dari pagi sampai sore hari mereka harus berada di penambangan pasir untuk bekerja. Sementara bagi yang bekerja pada malam hari, siang harinya digunakan untuk waktu istirahat. Hal inilah yang menjadi alasan warga tidak ikut dalam kegiatan gotong royong yang diadakan oleh masyarakat atau Kampung. Pada kerja bakti misalnya, seperti telah di bahas sebelumnya masyarakat Kampung Nagrak sebelumnya apabila ada kerja bakti masyarakat berbondong-bondong hadir akan tetapi saat ini sangat susah sekali untuk mengumpulkan warga, dan untuk saat ini kerja bakti bisa di gantikan sama sebungkus rokok, karena alasan ada pekerjaan di lokasi sehingga tida bisa mengikuti kerja bakti tersebut.63 Selain dari hasil observasi dan wawancara tersebut, penulis juga menggunakan angket mengenai pembasan ini, hal ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana respon masyarakat. Tabel 4.5 Jawaban Responden Mengenai Gotong Royong Setelah Terjadinya Konversi Lahan (N=30) No. 1. 2. 3. 4. 5.
Pernyataan Penelitian
Frekuensi
Sangat terjalin 12 Terjalin 16 Kurang terjalin 2 Tidak terjalin 0 Sangat tidak terjalin 0 Jumlah 30 Sumber: hasil angket penelitian
% 40 53 7 0 0 100
Tabel di atas responden menjawab mengenai penilaian masyarakat terhadap gotong royong setelah adanya konversi lahan dengan jawaban sangat
63
Hasil wawancara dengan bapak Abdul Rahman selaku tokoh masyarakat Kampung Nagrak (pada hari Selasa, 11 Januari 2011).
terjalin 12 orang (40%), terjalin 16 orang (53%), kurang terjalin 2 orang (0%), tidak terjalin tidak ada (0%), sangat tidak terjalin tidak ada (0%). Angka yang paling besar di tunjukkan pada jawaban terjalin dengan angka 53%. Apabila di prosentasekan, maka hasil tersebut berada pada rentang 51-59% (lebih dari setengahnya). Hasil angket tersebut menunjukkan bahwa lebih dari setengahnya masyarakat menganggap bahwa gotong royong setelah terjadinya konversi lahan terjalin. Akan tetapi Apabila dilihat pada hasil sebelum terjadinya konversi lahan ternyata mengalami perubahan, sebelumnya Hasil angket dengan jawaban terjalin hanya 6 orang (20%) dan yang menunjukkan angka paling besar itu pada jawaban sangat terjalin sebanyak 24 orang (80%) dan ini apabila dilihat kedalam skala prosentase hasil tersebut berada pada rentang 60-99% (sebagian besar). Meskipun jawaban dari hasil ini menunjukkan jawaban yang hampir sama akan tetapi hasil dari angket di atas dapat dilihat adanya jawaban kurang terjalin sebanyak 2 orang (20%). Tabel 4.6 Jawaban Responden Tentang Ke ikutsertaan masyarakat Dalam Kegiatan Gotong Royong (N=30) No. 1. 2. 3. 4. 5.
Pernyataan Penelitian
Frekuensi
Selalu 10 Sering 12 Kadang-kadang 8 Tidak pernah 0 Sangat tidak pernah 0 Jumlah 30 Sumber: hasil angket penelitian
% 33 40 27 0 0 100
Tabel mengenai keikutsertaan masyarakat dalam gotong royong di atas responden menjawab dengan jawaban selalu 10 orang (33%) 21 orang (70%), jawaban sering 12 orang (40%) 9 orang (30%), kadang-kadang 8 orang (27%), tidak pernah tidak ada (0%), sangat tidak pernah tidak ada (0%). Hasil yang paling tinggi di tunjukkan pada jawaban sering mencapai 40%. Apabila dilihat ke dalam skala prosentase, hasil tersebut berada pada rentang 40-49% (hampir setengahnya). Hasil angket tersebut menunjukkan bahwa hampir setengahnya masyarakat Kampung Nagrak sering mengikuti kegiatan gotong royong. Apabila dilihat dari hasil angket sebelumnya angka yang paling tinggi di tunjukkan pada jawaban sering yaitu mencapai 70% apabila yang apabila di prosentasekan angka tersebut berada pada rentang 60-89% (sebagian besar). Hal ini menunjukkan adanya pergeseran akan kesadaran masyarakat dalam gotong royong ini. Selain itu, dari hasil angket tersebut terdapat jawaban kadang-kadang sebanyak 8 orang (27%) sementara pada sebelumnya tidak ada. Tabel 4.7 Jawaban Responden Mengenai pentingnya Musyawarah ketika ada permasalahan (N=30) No. 1. 2. 3. 4. 5.
Pernyataan Penelitian Sangat Penting Penting Kurang penting Tidak penting Ragu-ragu Jumlah
Frekuensi
21 9 0 0 0 30 Sumber : hasil angket penelitian
% 70 30 0 0 0 100
Tabel di atas responden menjawab pemahaman masyarakat mengenai pentingnya musyawarah dalam memecahkan masalah sebelum adanya konversi lahan dengan jawaban sangat penting 21 orang (70%), jawaban penting 9 orang (30%), kurang penting tidak ada (0%), tidak penting tidak ada (0%) dan raguragu tidak ada (0%). Apabila dilihat kedalam skala prosentase, hasil tersebut berada pada rentang 60-89% (sebagian besar). Hasil tabel tersebut menunjukkan sebagian besar masyarakat Kampung Nagrak menganggap bahwa ketika ada permasalahan musyawarah sangat penting diadakan. Hasil angket ini sama dengan hasil angket sebelumnya jadi tidak ada perubahan sama sekali dalam hal ini. Tabel 4.8 Jawaban Responden Mengenai Ikut Sertanya Masyarakat Dalam Musyawarah Ketika Ada Permasalahan (N=30) No. 1. 2. 3. 4. 5.
Pernyataan Penelitian
Frekuensi
Selalu mengikuti 4 Sering 12 Kadang-kadang 14 Tidak pernah mengikuti 0 Sangat tidak pernah 0 Jumlah 30 Sumber: hasil angket penelitian
% 14 40 46 0 0 100
Tabel di atas responden menjawab mengenai ikut sertanya masyarakat dalam musyawarah dengan jawaban selalu mengkuti 4 orang (14%), yang menjawab sering 12 orang (40%), kadang-kadang 14 orang (46%), tidak pernah mengikuti tidak ada (0%) dan sangat tidak pernah tidak ada (0%). Angka yang paling tinggi di tunjukkan pada jawaban kadang-kadang hingga mencapai 40% .
Apabila dilihat kedalam skala prosentase, hasil tersebut berada pada rentang 40-49 % (hampir setengahnya). Hasil angket di atas menunjukkan bahwa hampir setengahnya masyarakat kadang-kadang mengikuti musyawarah. Sama dengan kesadaran dalam gotong royong, kesadaran masyarakat dalam hal ini juga mengalami perubahan karena apabila dilihat dari hasil sebelumnya angka yang paling tinggi ditunjukka pada jawaban sering yaitu mencapai 50% Hasil angket ini apabila dilihat kedalam skala prosentase hasil tersebut berada pada rentang 50 % (setengahnya). Tabel 4.9 Jawaban Responden Mengenai Perilaku Ketika ada Salah Seorang Warga Yang Mengalami Musibah (N=30) No. 1. 2. 3. 4. 5.
Pernyataan Penelitian
Frekuensi
Membantu 12 menenangkan 14 Membiarkan saja 0 Merasa prihatin 4 Biasa saja 0 Jumlah 30 Sumber: hasil angket penelitian
% 30 47 0 13 0 100
Tabel di atas responden menjawab mengenai ikut sertanya masyarakat dalam musyawarah dengan jawaban membantu 12 orang 30%, yang menjawab menenangkan 14 orang (47%), membiarkan saja tidak ada (0%), merasa prihatin tidak ada (13%) dan biasa saja tidak ada (0%). Apabila dilihat kedalam skala prosentase, hasil angket ini berada pada rentang 40-49 % (hampir setengahnya). Dari tabel di atas menunjukan bahwa hampir setengahnya masyarakat Kampung Nagrak membantu warga yang sedang mengalami musibah dengan batuan berupa moril yaitu dengan cara menenangkannya. Hal tersebut
menunjukan rasa solidaritas yang sangat tinggi sebelum terjadinya konversi lahan di Kampung Nagrak ini. Dalam hal ini sama sekali tidak ada pergeseran masyarakat kepedulian masyarakat antar sesama warga Kampung Nagrak masih sangat tinggi. sebagaimana yang di katakana oleh tokoh masyarakat setempat, apabila ada salah satu masyarakat ada yang sakit masyarakat masih seperti dulu (masih peduli) hal tersebut terlihat ketika Ibu Ati (40 th) sakit selama berbulanbulan dan sampai di operasi masyarakat datang silih berganti untuk memberikan bantuan baik berupa moril atupun materil. Selain itu ketika di rumah sakit masyarakat datang menjenguk hanya saja perbedaannya kalau dulu menyewa kendaraan secara bersama-sama sementara saat ini datang masing-masing dengan membawa kendaraan sendiri.64 4. Perilaku Keagamaan Agama adalah kehidupan individu yang berfungsi sebagai suatu sistem nilai yang memuat norma-norma tertentu. Secara umum norma-norma tersebut menjadi petunjuk dalam sikap dan tingkah laku agar sejalan dengan keyakinan agama yang dianutnya. Nilai agama berpengaruh untuk mengatur pola tingkah laku, pola berfikir dan pola bersikap. Agama juga berpengaruh terhadap motivasi dalam mendorong individu untuk melakukan suatu aktivitas. Seperti telah di bahas pada bab sebelumnya bahwa kehidupan agama masyarakat sangat kental, meskipun pengetahuan masyarakat sangat rendah akan agama, akan tetapi kesadaran masyarakat dalam menjalankan ibadah seperti shalat
64
Hasil wawancara dengan bapak Abdul Rahman selaku tokoh agama di Kampung Nagrak, (pada hari Selasa, 11 Januari 2011).
berjamaah sangat tinggi, dan perilaku keagamaan pun terlihat dalam kehidupan sehari-hari. Akan tetapi setelah adanya konversi lahan yang menyebabkan adanya perubahan mata pencaharian yang tadinya masyarakat agraris yang selalu ada luang waaktu untuk menjalankan ibadah, berubah menjadi masyarakat buruh industri yang dipenuhi dengan kesibukan duniawi. Hingga ahkirnya kesadaran dalam hal agamapun tergeser ditambah lagi ponadasi keimanan yang lemah karena pengetahuan agama masyarakat yang minim sehingga ketika ada suatu hal yang baru yang menyebabkan keruntuhan pondasi tersebut datang dan masyarakat tidak siap menerima itu. Selain shalat yang dilakukan sehari-hari, dalam menjalankan ibadah puasa yang sifatnya setahun sekalipun kesadaran masyarakat menurun. Hal ini karena faktor pekerjaan yang berat dan menyita waktu, ditambah lagi budaya dari para pendatang seperti para pekerja yang menjalankan alat-alat berat dengan kebiasaannya membawa pengaruh kepada warga sekitar yang berpropesi sebagai buruh lokal saja dan dengan pondasi keagamaan yang lemah masyarakat secara mudah terpengaruh.65 Selain dari hasil observasi dan wawancara tersebut di atas, penulis juga menyebarkan angket dalam pembahasan ini.
65
Hasil wawancara dengan bapak Abdul Rahman selaku tokoh agama di Kampung Nagrak, (pada hari Selasa, 11 Januari 2011).
Tabel 4.10 Jawaban Responden Mengenai Pelaksanaan Shalat Berjama’ah Setelah Terjadinya Konversi Lahan (N=30) No. 1. 2. 3. 4. 5.
Pernyataan Penelitian
Frekuensi
Selalu 6 sering 12 Kadang-kadang 10 Tidak pernah 2 Sangat tidak pernah 0 Jumlah 30 Sumber: hasil angket penelitian
% 20 40 34 6 0 100
Tabel di atas responden menjawab mengenai shalat berjama’ah dengan jawaban yang sangat beragam. jawaban selalu mengikuti 6 orang (20%), sering 12 orang (40), kadang-kadang 10 orang (34%) 6%, tidak pernah 2 orang (6%) dan sangat tidak pernah tidak ada (0%). Dari hasil angket tersebut angka yang paling tinggi yaitu 40 % yaitu jawaban sering. Apabila dilihat kedalam skala prosentase, hasil tersebut berada pada rentang 40-49% (hampir setengahnya). Dari hasil angket tersebut menunjukkan bahwa setelah terjadinya konversi lahan hampir setengahnya masyarakat Kampung Nagrak sering mengikuti shalat berjama’ah. Apabila dilihat dari hasil sebelum dalam
hal ini masyarakat
mengalami perubahan perubahan apabila sebelumnya hasil angket menunjukkan bahwa hampir setengahnya masyarakat selalu dan sering mengikuti shalat berjama’ah sementara setelah terjadinya konversi lahan yang selalu mengikuti shalat berjama’ah hanya 20% dan bahkan ada yang tidak pernah mengikuti sebanyak 6%.
Tabel 4.11 Jawaban Responden Mengenai Pemahaman Agama (N=30) No. 1. 2. 3. 4. 5.
Pernyataan Penelitian
Frekuensi
Sangat Paham 0 Paham 15 Kurang paham 15 Tidak paham 0 Sangat tidak paham 0 Jumlah 30 Sumber: hasil angket penelitian
% 0 30 30 0 0 100
Tabel di atas responden menjawab mengenai pemahamannya terhadap agama setelah terjadinya konversi lahan dengan jawaban sangat paham tidak ada (0%), paham 15 orang (50%) 30%, kurang paham 15 orang (30%) 70%, tidak paham tidak ada (0%) dan sangat tidak paham tidak ada (0%). Dari hasil angket tersebut di atas terdapat kesamaan antara jawaban paham 15 % dan yang kurang paham sebanyak 15%. Apabila dilihat kedalam skala prosentase, hasil tersebut berada pada rentang 50 % (setengahnya). Dari hasil angket tersebut menunjukkan bahwa setengahnya masyarakat paham dan setengahnya masyarakat kurang paham mengenai agama setelah terjadinya konversi lahan di daerah mereka. Apabila dilihat dari hasil sedbelumnya memang mengalami perubahan yang mana sebelum terjadinya konversi lahan sebagian besar masyarakat kurang paham terhadap pengetahuan keagamaan dengan angka mencapai 70%, akan tetapi perubahan tersebut sangat kecil hal ini yang menyebabkan kesadaran dalam menjalnkan syariat agama pun menjadi tergeser. Sebagaimana telah dibahas sebelumnya, kehidupan beragam pada masyarakat Kampung Nagrak tidak hanya terlihat kegiatan-kegiatan ibadah
seperti shalat berjama’ah, puasa dan lain sebagainya, melainkan terlihat dari acara-acara keagamaan. Dalam hal ini menurut tokoh masyarakat perubahannya hanya
sedikit,
mungkin
karena
acara-acara
keagamaan
sifatnya
tidak
menjenuhkan dan munngkin karena sudah membudaya dalam diri masyarakat Kampung Nagrak, karena masyarakat sangat antusias dalam hal ini. Di tambah lagi saat ini selalau adanya pemasukan dari pihak pengelola penambangan pasir ketika ada acara-acara keagamaan yang di laksanakan di Kampung Nagrak ini. Hanya saja kalau sebelum terjadinya konversi lahan masyarakat sebelum acara pelaksanaan menyumbangkan sedikit hartanya dan di kelola secara bersama-sama. Sementara pada saat ini berbeda, masyarakat sudah menggunakan jasa dalam pengelolaan acara jadi hanya beberapa masyarakat saja yang ikut dalam kegiatan sebelum pelaksanaan acara tersebut. Hal ini karena seperti yang telah di sebutkan di atas sikap gotong royong dan kebersamaan masyarakat sudah mulai surut dan masyarakat sekitar saat ini mulai individualis karena kesibukan pekerjaan yang mengikat.66 Tabel 4.12 Jawaban Responden Mengenai Antusias Masyarakat Kampung Nagrak dalam Acara-Acara Keagamaan (N=30) No. Pernyataan Penelitian Frekuensi % 1. 2. 3. 4. 5.
66
Selalu mengikuti 21 sering 6 Kadang-kadang 3 Tidak pernah 0 Sangat tidak pernah 0 Jumlah 30 Sumber: hasil angket penelitian
70 20 10 0 0 100
Hasil wawancara dengan bapak Abdul Rahman selaku tokoh agama di Kampung Nagrak (pada hari Selasa, 11 Januari 2011).
Tabel di atas responden menjawab mengenai antusian masyarakat dalam acara-acara keagamaan setelah terjadinya konversi lahan dengan jawaban selalu mengikuti 21 orang (70)%, sering 6 orang (20%), kadang-kadang 3 orang (10%), tidak pernah tidak ada (0%) dan sangat tidak pernah tidak ada (0%). Angka paling menunjukan pada jawaban selalu mengikut yaitu 70%. Apabila dilihat kedalam skala prosentase, hasil tersebut berada pada rentang 60-89 % (sebagian besar). Hasil dari angket tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat Kampung Nagrak selalu mengikuti acara-acara keagamaan. Tidak jauh berbeda dengan sebelumnya, ternyata dalam hal ini kesadaran masyarakat sangat tinggi hasil sebelumnya menunjukkan angka yang paling tanggi ditujukan pada jawaban yang sama yaitu selalu mengikuti dengan prosentase mencapai 77%. Yang membedakan dengan setelah terjadinya konversi lahan adalah adanya yang tidak pernah mengikuti acara keagamaan dengan prosentase 20%. Menurut tokoh agama masyarakat setempat, selain dari kegiatan yang bersifat rohaniah, perubahan juga terjadi pada sarana-dan prasarana ibadah, mungkin karena kehidupan ekonomi meningkat, sehingga ada kesadaran untuk membangun mesjid yang sebelumnya kecil, sementara pada saat ini menjadi lebih luas.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan 1. Sebelum terjadinya konversi lahan kondisi sosial masyarakat Kampung Nagrak, kehidupan ekonomi masyarakat yang bermata pencaharian mayoritas sebagai buruh tani serabutan pendapatannya tergolong sangat rendah. Dan 40% masyarakat merasa kurang sejahtera. Sama halnya dengan kondisi ekonomi, pendidikan masyarakat Kampung Nagrak pun sangat rendah. Mayoritas penduduknya hanya lulus SD. Selain itu, 60% masyarakat kurang memahami pentinya pendidikan sehingga menyebabkan adanya anggapan bahwa pendidikan merupakan hal yang biasa saja. Hal tersebutlah yang menyebabkan tingkat pendidikan masyarakat Kampung Nagrak ini sangat rendah. Dalam segi solidaritas sosial, masyarakat Kampung Nagrak merupakan masyarakat yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai gotong royong dan rasa kekeluargaan. Hal ini terlihat dari hasil angket penilitian yang menunjukkan bahwa 80% masyarakat menilai bahwa sebelum terjadinya konversi lahan, kegiatan gotong royong di daerah mereka sangat terjalin dan 70% masyarakatnya selalu mengikuti kegiatan gotong royong tersebut. Selain itu, sikap solidaritas sosial juga terlihat ketika ada permasalahan yang diselesaikan melalui musyawarah, dan 50% masyarakat sering mengikutinya. Sementara untuk sikap kekeluargaan masyarakat, terlihat ketika ada salah
seorang dari mereka yang terkena musibah dan masyarakat secara spontan berusaha untuk membantunya baik itu berupa moril ataupun materil. Kemudian dalam perilaku keagamaan, masyarakat Kampung Nagrak merupakan masyarakat yang sangat taat, meskipun 70% masyarakat Kampung
Nagrak
kurang
memahami
agama,
akan
tetapi
dalam
pelaksanaannya masyarakat sangat taat. Seperti halnya dalam pelaksanaan shalat berjama’ah, 40% masyarakat selalu dan sering melaksanakannya. Selain itu, kehidupan beragama masyarakat juga terlihat ketika ada acaraacara keagamaan dan 77% masyarakat selalu mengikuti acara-acara keagamaan tersebut. 2. Setelah terjadinya konversi lahan di daerah Kampung Nagrak masyarakat mengalami
perubahan.
Dalam
kehidupan
ekonomi,
43%
(hampir
setengahnya) masyarakat merasa di untungkan dengan terjadinya konversi lahan di daerah mereka dan 43% masyarakat pendapatannya meningkat. Hal ini disebabkan karena tersedianya lapangan pekerjaan dengan pendapatan yang lebih besar di banding sebelumnya yang hanya sebagai buruh tani serabutan. Seiring dengan kehidupan ekonomi yang meningkat,
tingkat
pendidikan di daerah Kampung Nagrakpun mengalami peningkatan. Setelah terjadinya konversi lahan pemahaman mengenai pendidikan meningkat, yang mana pada saat ini 50% masyarakat sangat mengetahui pentingnya pendidikan. Selain itu, 90% masyarakat menganggap bahwa pendidikan itu penting.
Berbeda dengan kehidupan ekonomi dan pendidikan, dalam segi solidaritas sosial dan kehidupan beragama masyarakat mengalami penurunan. Setelah terjadinya konversi lahan nilai-nilai gotong royong dalam kehidupan masyarakat Kampung Nagrak mulai luntur dan sikap masyarakat pada saat ini lebih individualistik.
Meskipun 53% masyarakat menilai bahwa gotong
royong di daerah mereka saat ini terjalin, akan tetapi keikutsertaan masyarakat dalam gotong royong mengalami penurunan apabila sebelumnya 70% masyarakat selalu mengikuti, sementara setelah terjadinya konversi lahan hanya 33% masyarakat yang selalu mengikuti. Begitu juga dalam musyawarah, pada saat ini 46% masyarakat jarang ikut serta dalam kegiatan musyawarah. Hal tersebut disebabkan karena pekerjaan yang menyita waktu, sehingga tidak ada waktu luang untuk mengikuti kegiatan-kegiatan tersebut. Sementara dalam perilaku keagamaan,
meskipun dalam sarana ibadah
mengalami peningkatan dan dalam pemahaman agama sedikit meningkat, akan tetapi tingkat kesadaran masyarakat dalam menjalankan ibadah mengalamai penururun. Dalam kegiatan shalat berjama’ah misalnya, sebelum terjadi konversi lahan, 40% dari masyarakat selalu mengikuti shalat berjam’ah. Akan tetapi setelah terjadinya konversi lahan, hanya 20% masyarakat yang selalu mengikuti shlat berjama’ah. B. Saran Perubahan sosial memang merupakan hal yang tidak bisa di hindarkan, setiap kehidupan manusia baik itu individu atau kelompok pasti akan mengalami perubahan, baik itu perubahan ke arah kemajuan atau kemunduran. Apabila
perubahan tersebut merupakan perubahan kearah kemajuan, maka janganlah meninggalkan kebiasan (nilai-nilai sosial) yang bersifat positif yang sebelumnya biasa di terapkan dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Dan yang harus dilakukan oleh setiap manusia baik individu atau kelompok adalah menyaring sesuatu hal yang baru yang datang dalam kehidupan ini, supaya perubahan sosial yang membawa ke arah negatif bisa diantisipasi.