Dogma Religi Islam sebagai muhibbu salam dalam counter action paradigma terorisme global (Firman Adi Prasetyo, Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS Solo)
“Sejarah membuktikan bahwa kisah-kisah tentang gerakan Muslim fanatik yang menebus dunia dan kekuatan Islam dengan ancaman perang atau mati atas perebutan bangsabangsa adalah salah satu kisah lama yang tidak masuk akal…”
(De Lacy O‟leary, 1923)
A. Pendahuluan Isu Islam sebagai agama teroris semakin mencuat di negara-negara barat. Hal ini terjadi seiring dengan tragedi pengeboman yang dilatarbelakangi oleh kelompok islam militan di Asia khususnya Indonesia. Fenomena ini melunturkan hakikat islam sebagai agama yang cinta damai (hibbun salam). Dengan demikian umat islam harus membangkitkan lagi semangat perdamaian dengan melakukan aksi bantahan (counter action) terhadap kesalahan paradigma tersebut. Berbagai aksi bom bunuh diri terjadi di Indonesia khususnya tragedi Bom Bali. Peristiwa ini dilakukan oleh Jama‟ah Islamiyah Indonesia yang memiliki hubungan langsung dengan gerakan Al Qaedah di Timur Tengah. Sinekdok pars pro toto serentak terlabel pada agama islam. Perilaku terror yang dilakukan oleh sebagian kalangan muslim akan memberikan dampak keseluruhan terhadap pemahaman yang salah tentang religi islam. Hal ini senada dengan pernyataan Ketua PB NU Hasyim Muzadi mengungkapkan bahwa „Ekstrimitas Islam di Indonesia itu, bukan orisinil dari Indonesia, tetapi luberan dari Timur Tengah yang konflik dengan barat, kemudian dia mau menyerang dari sini. Jadi Indonesia adalah korban dari teror, bukan sentral terror.‟
1
Islam secara bahasa berasal dari kata arab „salam‟ yang berarti damai. Allah swt menjelaskan dalam QS. Al Anfal ayat 61 yang berbunyi : „Dan jika mereka condong kepada perdamaian (salam), maka condongkanlah kepadanya dan bertawakallah kepada Allah….‟. Ayat tersebut secara tegas menyatakan bahwa dogma yang diajarkan kepada islam adalah perdamaian. Aksi bantahan kaum muslim terhadap isu „islam sebagai agama teroris‟ dapat dilakukan melalui penampilan konsep islam dalam perwujudan perdamaian. Konsep ini harus bisa terwujudkan secara holistik dalam bidang Politik, Ekonomi, Sosial dan Budaya. Pelaksanaan konsep islam dalam mengatur sendi kehidupan manusia akan menghasilkan pembentukan masyarakat madani. Pembentukan masyarakat ini akan mencegah terjadinya kerusuhan dan ketidak-seimbangan yang akan menyulut perselisihan. Dengan demikian citra islam sebagai agama muhibbu salam
akan benar-benar
tercapai.
B. Paradigma terorisme global Michael Kinsley (dalam Praja, 2001) mendefinisikan Terorisme sebagai berikut : “Terrorism has multiple faces and may be hiding under the name of a religion, philosophy, politics, or any other name. Terrorism is a way of life. It may be a part of the history of human civilization and culture. Defining terrorism is most important in order not to be changeable between “terrorism” and “the warrior of freedom”
Pengertian tersebut manjelaskan bahwa terorisme terjadi dengan adanya kepentingan yang menyangkut agama, paham, politik dan sejenisnya. Tindakan terorisme dijadikan oleh pelaku sebagai pandangan hidup sehingga pelaku bisa melakukan pembenaran secara sepihak atas tindakan terror yang telah dilakukan. Terorisme berupaya untuk menumbangkan agama, paham, politik dan sejenisnya yang berlainan dengan pelaku terror. Tindakan terorisme acapkali mengaburkan khalayak perihal tujuan utama yang hendak dicapai dan seringkali hanya merupakan ancaman yang mampu memberikan ketakutan bagi khalayak. Hal ini berbeda dengan „perang pembebasan‟ yang
2
jelas menunjukkan antara pihak yang berperang dan memiliki tujuan untuk bebas dari belenggu penjajahan. Paradigma „terorisme‟ global kini dituduhkan pada agama islam. Berbagai perang opini dan pemikiran terjadi untuk membuktikan bahwasannya islam adalah „agama teroris‟. Hal ini bermula dari tragedi pengeboman gedung World Trade Center (WTC) pada 11 september 2001. Pernyataan ini sesuai dengan opini yang disampaikan oleh Dr. Malkawi bahwasannya : The events of September 11th, 2001 brought the issue of terrorism to the forefront of world affairs in an unprecedented manner. The attacks on the World Trade Center and the Pentagon forced a new and aggressive campaign to combat terrorism worldwide. The US declared a war on terrorism. On October 7th, a war against Afghanistan was launched by the US and Britain supported by many nations in the world. The US declared list of suspects of the September 11th terrorist attacks carry Muslim names. Further, the US declared that the attacks were related to Osama Bin Laden.s organization (Al-Qaeda) and the ruling power in Afghanistan, the Taliban. In the midst of the bloody war of terrorism and counter terrorism, the religion of Islam became a center of attention for many around the world.
Agama Islam yang di anut oleh sebagian besar makhluk di dunia ini bukanlah agama teroris sebagaimana yang dilontarkan oleh mayoritas pemimpin negara-negara barat. Agama ini bertujuan untuk memberikan rahmat bagi semesta alam sebagaimana QS. Al-Anbiya ayat 107 menyatakan bahwa : „Dan tiadalah Kami (Allah swt) mengutus kamu (Nabi Muhammad saw sebagai pembawa agama islam), melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam‟. Kata „rahmat‟ dalam kamus Arab-Indonesia Al Munawwir berarti belas kasih, sehingga sangat tidak mungkin jika islam memperoleh tuduhan sebagai agama teroris. Sikap apriori pihak non muslim terhadap agama islam mengakibatkan pemahaman
yang salah
perihal
agama
islam.
Salah
satu
website
answering-islam.org memberikan kritikan bahwasanya kata islam bukan berarti „damai‟ melainkan berarti „penyerahan‟. Pemahaman ini berdasarkan pemahaman yang subjektif tentang surat At Taubah ayat 29 yang menyatakan bahwa „perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah…(yaitu
3
orang-orang) yang diberikan Al Kitab kepada meraka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh, sedang mereka dalam keadaan tunduk. Ayat tersebut diturunkan oleh Allah swt pada peristiwa perang hunain. Perang ini muncul akibat serangan yang dilakukan oleh kabilah-kabilah yang dipimpin oleh Malik bin Auf terhadap umat islam yang menuruni lembah Hunain namun akhirnya Allah memberikan kemenangan kepada pihak kaum muslimin (Haekal, 2009). Al Fauzan (2006) menjelaskan bahwasannya „seorang muslim juga boleh melindungi orang-orang ahli kitab dan majusi, dalam arti mengakui agama mereka dengan syarat mereka membayar jizyah dan mengikuti hukum-hukum islam‟. Jizyah adalah harta yang diambil setiap tahun dari orang-orang selain muslim yang tinggal di wilayah islam dalam keadaan tunduk. Hal ini sesuai dengan perintah Allah swt dalam QS. 9: 6 bahwa „Dan Jika seseorang dari orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ke tempat yang aman baginya‟. Hal ini justru menjelaskan bahwasannya Islam masih memberikan perlindungan bagi kaum non muslim yang mengalami kekalahan dalam perang dengan syarat membayar jizyah dan tunduk terhadap aturan islam. Pemahaman Jihad fi sabilillah yang benar akan menepis paradigma terorisme terhadap agama islam. Tindakan pemahaman jihad oleh sebagian kaum muslimin akan berdampak pada pandangan pihak non muslim terhadap agama islam. Nabi Muhammad saw sendiri tidak akan melakukan tindakan perlawanan sebelum adanya tindakan penindasan yang dilakukan oleh pihak musuh terhadap islam. Hal ini senada dengan QS. Al Baqarah ayat 190 bahwa Allah swt berfirman : „Perangilah di jalan Allah mereka yang memerangi kamu, tetapi janganlah melanggar batas, karena Allah tidak menyukai orangorang yang melanggar batas.‟ Haekal (2009) berpendapat bahwasannya “Muhammad dan agamanya menganjurkan perang dan memaksa orang masuk Islam dengan pedang adalah suatu kebohongan yang ditolak oleh Qur‟an : „tidak ada pemaksaan dalam soal agama, jelas bedanya yang benar daripada
4
yang sesat‟ (QS. Al Baqarah ayat 256).” Dengan demikian Islam memberikan nilai-nilai perdamaian dalam bidang pertahanan dan keamanan khususnya dalam hal berperang.
C. Counter action : Islam sebagai muhibbu salam Islam sebagai agama yang mencintai perdamaian („muhibbu salam‟) harus terwujudkan pada internalisasi islam terhadap sendi kehidupan manusia. Allah swt menekankan pada umatNya bahwasannya penyampaian dakwah yang paling utama adalah secara bijak (bil hikmah). Kitabullah menjelaskan dalam QS. An Nahl ayat 125 bahwa : Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhan-mu, Dia-lah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat di jalanNya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.
Kata hikmah dipertegas sebagai kata „bijak‟ yaitu perkataan yang tegas dan benar, yang dapat membedakan antara yang hak dan yang batil. Ayat tersebut dengan jelas menunjukkan bahwa Allah swt menyeru pada umatNya agar menyampaikan wahyuNya dengan cara yang baik. Cara ini dapat dilakukan dengan menampilkan keunggulan islam dalam berbagai aspek kehidupan sehingga khalayak non muslim mengetahui bahwasannya islam mampu memberikan solusi atas segala kebatilan yang terjadi di muka bumi. Perubahan paradigma global „terorisme‟ yang ditujukan kepada agama islam harus dibantah melalui berbagai aspek. Aspek tersebut meliputi Politik, Ekonomi, Sosial dan Budaya. Aksi bantahan (counter action) ini dilakukan dengan memperlihatkan nilai-nilai islam sesungguhnya di mata dunia. Aksi ini harus dilakukan secara terpadu dan tidak segan dalam mencantumkan nama „islam‟ terhadap sistem yang memang bagus dijalankan. Sistem perekonomian syariah islam merupakan salah satu penyampaian dikwah bil hikmah. Pelaksanaan sistem ini akan memberikan bukti bahwasannya islam mampu mewujudkan tatanan masyarakat yang lebih baik dalam menangani
5
krisis ekonomi global. Dan masyarakat dunia akan mengetahui tentang yang benar-benar menciptakan kesejahteraan di muka bumi. Terorisme merupakan tragedi yang mengancam sistem Pertahanan dan Keamanan (HanKam). Berbagai kerusuhan akibat terorisme yang seringkali terjadi dalam kehidupan manusia berawal dari ketidak-seimbangan pada permasalahan politik, ekonomi, sosial dan budaya. Dalam bidang politik, Sistem pemerintahan yang tidak didasarkan akan hukum Allah pasti akan mengalami kekacauan misalnya, penerapan paham komunisme uni soviet yang mengakibatkan terjadinya tindakan genocide (pemusnahan terhadap ras tertentu akibat otoriter pemerintahan). Dalam bidang ekonomi, penerapan sistem kapitalis telah mengakibatkan terjadinya inflasi (penurunan nilai mata uang) yang semakin tidak terkendali. Dan dalam bidang Sosial Budaya, perubahan tatanan sosial yang liberal mengakibatkan terjadinya kekacauan kehidupan bermasyrakat. Maka Islam merupakan satu-satunya solusi dalam menjawab berbagai permasalahan tersebut. Perdamaian dunia akan tercapai apabila pelaksanaan sendi kehidupan terjadi secara seimbang.
1. Politik : Demokrasi (Rakyat), Komunisme (Pemerintah) VS Islam (Allah) Pelaksanaan hukum-hukum islam dalam tatanan pemerintahan mutlak diperlukan. Sistem Demokrasi yang mengandalkan suara mayoritas tidaklah menjamin tercapainya kebenaran sebab kebenaran bukanlah diukur dari suara terbanyak. Hal ini juga berlaku pada penerapan sistem pemerintahan otoriter komunisme yang akhirnya menimbulkan terjadinya tindakan genocide yang dilakukan oleh pemimpin komunis tersebut. Tragedi genocide yang dilakukan oleh Hitler merupakan contoh konkrit terhadap terorisme yang sebenarnya. Hukum Allah merupakan hukum yang mutlak dan dipastikan tidak ada keraguan di dalamnya. QS. Al Ahzab ayat 36 menjelaskan bahwasannya sudah sepatutnya kaum mukmin hanya menaati ketetapan Allah (Al Qur‟an) dan rasulNya (As Sunnah). Sistem politik islam mendasarkan pelaksanaan suatu hukum berdasarkan ketetapan Allah dan
6
bukan pada manusia. Hal ini berbeda dengan sistem politik demokrasi yang mendasarkan pada suara rakyat dan komunis yang mendasarkan pada kekuasaan mutlak pemerintah.
2. Ekonomi : Kapitalisme Liberalisme VS Ekonomi Syariah Islam Pelaksanaan sistem ekonomi kapitalis kini sudah berada diambang kehancuran. Pemberlakuan mata uang kertas dan peluang terjadinya riba pada sistem kapitalis semakin membuat terjadinya krisis ekonomi di berbagai negara. Transaksi ribawi yang dilakukan oleh sistem kapitalis semakin meningkatkan laju inflasi dunia. Hal ini sungguh berbeda dengan Islam yang melarang praktik riba. Larangan riba ini disampaikan Allah swt dalam firmanNya QS. Al Baqarah ayat 275: „dihalalkan mengadakan jual beli, kecuali ada larangan tertentu. Dan diharamkan riba, baik dengan sesame muslim maupun dengan orang non muslim.‟ Pencetakan uang tidak lagi didasarkan pada acuan emas dan perak selayaknya islam dalam memberlakukan dinar (emas) dan dirham (perak) sebagai mata uang. Hal ini diperparah dengan transaksi invisible melalui jual-beli saham. Tindakan ini kemudian berdampak pada ketersediaan uang yang lebih banyak daripada barang dan pada akhirnya akan menurunkan nilai mata uang. Sistem kapitalisme yang telah mengalahkan sosialisme komunisme sudah seharusnya diganti dengan sistem ekonomi Islam, sebagaimana Dr. Malkawi berpendapat bahwa : After the fall and collapse of socialism, the people of the world resorted to capitalism as their only alternative. The collapse of capitalism is eminent. It is the responsibility and the duty of the people of the world to examine Islam with serious and sincere scrutiny, in order to consider it as the only viable alternative to capitalism.
3. Sosial Budaya: Pergaulan Bebas VS Konsep muhrim dalam Islam Batas pergaulan antara perempuan dan laki-laki kini semakin tidak dipatuhi oleh penganut paham liberalisme. Hal inilah yang kemudian akan menyulut terjadinya penyakit sosial kemasyarakatan seperti seks bebas,
7
narkoba, dan tindakan kriminal. Hal ini sangat berbeda dengan Islam yang telah mengatur hubungan antara manusia khususnya antara laki-laki dan perempuan. Qur‟an surat An Nur ayat 30-31 menjelaskan agar laki-laki dan perempuan saling menjaga pandangan dan memelihara kemaluannya. Dogma religi islam sebagai muhibbu salam harus dilakukan dengan menunjukkan nilai-nilai islam dalam berbagai sendi kehidupan manusia. Tindakan ini dilakukan melalui perwujudan nilai islam sebagai satu-satunya alternatif terhadap berbagai permasalahan yang melanda masing-masing negara. Bukti nyata tersebut kemudian akan mampu menggeser paradigma islam sebagai „agama teroris‟ menjadi agama yang mencintai kedamaian atau „muhibbu salam‟.
D. Simpulan 1. Isu Islam sebagai agama teroris semakin meluas di berbagai negara; 2. Aksi bantahan perihal islam sebagai agama teroris dilakukan melalui pelaksanaan nilai-nilai islam di berbagai bidang kehidupan; 3. Pelaksanaan nilai-nilai islam dalam menjawab berbagai permasalahan bangsa mampu menggeser paradigma islam menjadi muhibbu salam.
Referensi Al Qur‟anul karim Al Fauzan S., 2006, FIQIH Sehari-hari, Jakarta: Gema Insani. Fadilla, Aditya F 2007, Panduan Penulisan Referensi Akademis Sistem Referensi Havard, updated 21 Januari 2008, dilihat 7 Desember 2009. Haekal M. H., 2009, Sejarah Hidup Muhammad, Jakarta: Litera Antar Nusa. Malkawi M., 2001, Islamic view on Terrorism, http:
[email protected]. Munawwir A. W., 2007, Farizul M., Kamus Al-Munawwir. Surabaya: Pustaka Progressif. Novel, 2008, Hasyim Muzadi: Indonesia Bukan Sentral Terror, Suara Media, dilihat 7 Desember 2009. Praja S., J., 2001, Islam, Globalization and Counter Terrorism, Islamic State University of Bandung, Indonesia.
8
9