535 • -
LIMA R.V.V. TENTANG HVKVM TATANEGARA Ditinjau dari V.V.D. 1945 *)
_ _ _ _ _ _ Oleh: Prof. Dr. Ismail Suny, S.H., M . C . L . _ - - - - -
Sebagai layaknya sebuah negara demokrasi, maka adalah hak setiap warganegara untuk berperan serta dalam membicarakan Undang-Undang yang di kemudian hari akan merupakan ketentuan-ketentuan hukum yang akan berlaku bagi dirinya pribadi atau golongannya ataupun seluruh warganegara, bahkan mungkin pula bagi seluruh penduduk di negara kita. Apabila lima R. U. U. yang dewasa ini sedang dipcrdebatkan OPR dapat disempurnakan oleh OPR atau oleh saran-saran yang datang dari luar OPR (extra parlementair), dapat sangat berguna dalam pem bangunan so sial politik, sehingga tercapai cita-cita hukum sebagai yang dikehendaki oleh U.U.O. 1945 : pemerintahan berdasar atas sistim konstitusi (huKum dasar). Dalam suatu negara yang bersistem konstitusional harus ada "stufcn bau des -.recht". di mana ketentuan hukum seperti konstitusi yang berada di puncak piramicta dari hierarchic perundang-undangan itu tidak boleh dikesamping• kan oleh undang-undang yang merupakan ketentuan yang lebih rendah. Pada tanggal 23 Juni 1984 Keterangan Pemerintah mengenai Lima Rancangan U ndang-Undang ten tang Perubahan Undang-Undang Pemilihan Umum, Perubahan Undang-Undang Susunan dan Kedudukan MPR. OPR, dan *)
Makalah ceramah dalam -rangka Bulan c('ramah & FH-UI.
OPRO, Peruhahan Undang·Undang Partai Politik dan Golongan Karya, Referendum dan Organisasi Kemasyarakatan telah disampaikan dalam Rapat Paripurna OPR. Kelima RUU tentang Hukum Tatanegara itu "sangat penting artinya bagi kehidupan politik kita di masa depan", "kelima Rancangan Undang-Undang yang telah disampaikan" "merupakan pelaksanaan amanat Garis-garis Besar Haluan Negara 1983 dan berkaitan langsung dengan pem bangunan nasional yang sedang kita laksanakan", demikian Memorie van Toelichting itu lebih lanjut.
R.D.D. Tentang Perubahan UU Pemilihan Dmum Sesuai dengan Keterangan Pemerintah di OPR baiklah kita mulai pembahasan kita dari RUU Tentang Perubahan UU Pemilu. Memberikan pandangan walaupun dalam arti pokok-pokok pikiran saja tentang RUU itu, mengharuskan kita mengingat pasal-pasal berikut ini dalam UUO 1945 : I. Menurut Pembukaan Undang-un~ dang Oasar 1945 ditetapkan: "Maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu susunan negara Republik Indonesia, yang berkedaulatan rakyat". Batang tubuh UUO •
•
. Hukum dan Pembangunal1
536 •
1945 dalam pasal 1 ayat 2 menjabar ketentuan dalam Pembukaan itu dengan lebih tegas dengan kata-kata "K edaulatan adalah di • tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MajeJis Permusyawaratan Rakyat". 2.
3.
Setelah inenegaskan dirinya sebagai penganut ajaran kedaulatan rakyat, UUD 1945 dalam pembukaannya antara lain mendasarkan dirinya pula pada salah satu sila dari Pan~asila, "Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan". Sila ini dijabarkan dengan ketentuan harus adanya MajeJis Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perkaren a telah dianutnya ajaran Kedaulatan Rakyat oleh UUD 1945, maka sesuai dengan systematische interpretatie (Penafsiran S istematis) 1) anggota-anggota yang dipiJih oleh rakyat harus lebih banyak jumlahnya daripada yang ditunjuk. Undangundang yang memungkinkan pengangkatan anggota MPR lebih banyak dari yang dipiJih adalah bertentangan dengan UUD 1945, dengan perkataan lain inkonstitusional. UUD 1945 menganut prinsip persamaan di hadapan hukum , di mana tidak dapat dibenarkan perbedaan dalam hukum antara • rakyat biasa dan rakyat yang berasal dari ABRI. Pasal 27 ayat (1) dalam UUD 1945 yang < mengakui segala warganegara
berkesamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan, 1)
Mengenai penafsiran lihat Prof. Mr. L.J. van Apeldoorn, fnleiding tot de studie van het Nederlandse Recht, h.303-305. •
4.
menyebabkan dalam DPR hanya ada perwakilan dari organisasi sosial politik pescrta Pemilihan Umum . Pasal 28 UUD 1945 menetapkan kemerdekaan berserikat dan berkumpul .. . . . ditetapkan dengan Undang-Undang. A uthentieke interpretatie(penafsiran resmi) yang dibuat oleh Penjelasan UUD 1945 sendiri menjatakan : "Pasa! ini ... . m e-
muat hasrat bangsa Indonesia untuk membangun negara yang bersilat demokratis dan yang • hendak menyelenggarakan keadilan sosial dan perikemanusiaaan". Dalam negara Republik In•
•
donesia yang Undang-Undang Dasarnya sendiri telah committed kepada prinsip-prinsip: "N egara yangberdasar atas hukum", "Pemerintahan herdasar atas sistern konstitusi", baik MPR. Presiden, DPR , maupun badan yudicatif tidak dapat melenyapkan jaminan yang diberikan UUD •
. 2) It u . .
Sebagai kita kdahui dalam negara yang bcrsifat ' demokratis, pembentukan suatu partai poli• tik atau kekuatan sos ia! politik tidak dapat dihatasi. kecuali bagi part<Ji atau kekuatan sosial po litik tidak dapat dibatasi , ke cuali bagi partai at au kekuatan sosial politik yang tclah menghancurkan sifat dcmokratis dari negara itu sendiri. Dcngan demikilll1 ketentuan yang hanya memungkinkan tiga kekuatan sosial politik saja untuk mengikuti Pemilu Lihat lslIJlIIJl Suny, Gagasan Asas Tunggal Bagi fnstitus,i Sosial K ema· syarakatan Suatu Analisa dari Hukum Tata Negara, ceramah di depan Fa· rum Studi Dinamika Kemasyarakat· an, P.E. HMf 26 Nopember 1983.
537
R CU Hllkum Tatanegara
adalah tidak sesuai dengan UUD 1945 . Penyederhanaan kekuatan sosial politik yang dikehendaki oleh U U D 1945 adalah pem batasan yang demokratis, di mana kekuatan sosial politik boleh dibentuk dan ikut pemilu , tetapi untuk menempatkan wakil-wakilnya dalam DPR · dapat diadakan• quota tertentu . Oleh karena Undang-Undang Pemilu kita selama ini belum sesuai dengan ketentuan yang lebih tinggi, yaitu UUD 1945 antara lain mengenai asas persamaan di hadapan hukum dan pemerintahan dan pembatasan kekuatan sosial politik yang boleh ikut dalam pemilu, maka kuranglah tepat apabila penibahan yang dituangkan dalam RUU ini "tidak mengubah dasar pikiran, tujuan , asas dan sistem Pemilihan Umum". Berdasarkan ketentuan UUD 1945 sebagai telah diuraikan , saya menyarankan perlunya diubah sarna sekali UU Pemilu kita, sekurang-kurangnya harus memuat ketentuan-ketentuan di bawah ini ; I. Pasal I ayat (I), (2 ) disempurnakan mcnjadi : " Pemilihan U mum diselenggarakan berdasarkan demokrasi Pancasila dengan mengadakan pemungutan suara secara langsung, umum , bebas , rahasia dan berk esamaan ". 2. · Pasal I ayat 5 , disempurnakan menjadi: "Ketentuan Pasa l 13 a diganti dengan ketentuan yang berbunyi sebagai berikut : " Pemilihan Umum diikuti ole h semua o rganisasi kekuatan sosial politik yang mempuny a i ked udukan , hak dan kewaj iban yang sarna " . •
RUU Tentang .Perubahan Undang-Un-
dang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD Dalam hubungan susuna'n dan kedudukan MPR , DPR dan DPRD, ketentuan-ketentuan yang telah diatur ofeh UUD 1945 adalah sebagai berikut : I. Sebagai telah diuraikan di atas, Pembukaan UUD 1945 menganut ajaran kedaulatan rakyat dan kedaulatan itu dilakukan seI penuhnya oleh MPR. 2. Menurut pasal 2 UUD 1945 disebutkan MPR terdiri atas anggotaanggota DPR , ditambah dengan . utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan. Maksudnya, kata Penjelasan pasal 2 UUD 1945 "Supaya seluruh rakyat, seluruh g%ngan, seluruh daerah akan mempunyai wakil dalam Majelis sehingga Majelis itu betui-betul dapat dianggap sebagai penjelmaan rakyat". Mengenai wakil go longan-go longan, ada penafsiran resmi dalam Penjelasan UUD 1945 yang menyebutkan ; Golongan-golongan, " ialah Badan-Badan seperti Koperasi, Serikat Sekezj a dan lainlain badan kolektif". Aturan demikian memang sesuai dengan aliran zaman , berhubung . dengan anjuran mengadakan sistern koperasi dalam ekonomi, maka ayat ini mengingat akan adanya golongan-golongan dalam badan-badan ekonomi". Kita telah sepakat menerima extensie ve interpretatie. (penafsiran perluasan) dari kata-kata " Iain-Iain badan k o lek tif" itu dengan mema,sukkan utusan-utu san ABRI dalam MPR. Mengcnai wakil seluruh daerah , r asa l 2 UU D 1·9 45 m cnyeb utkan utu san-utu sa n dari Daerah- Daerah , teta pi tid ak me mbcrika n pe•
•
Nopember 1984
•
Hukum dan Pembangunan
538 nafsiran resmi mengenai daerahdaerah mana yang dimaksud. Walaupun pasal 18 UUD 1945 membagi Daerah Indonesia atas Daerah Besar dan Daerah Keeil, tetapi Penjelasan pasal itu menyebutkan: "Daerah Indonesia akan dibagi dalam daerah propinsi, dan daerah propinsi akan dibagi pula dalam daerah yang lebih kecil". Dewasa ini undang-undang yang menyatakan bahwa pengertian "Daerah Besar" itu adalah daerah tingkat satu. Dalam Penjelasan ' pasal 18 itu ditegaskan oleh UUD 1945: "Di daerah-daerah yang bersifat autonoom akan diadakan bad an perwakilan daerah, oleh karena di daerahpun
pemerintahan akan bersendi atas dasar perm usyawara tan ". •
•
Adalah menarik bahwa pembuat UUD 1945 mempergunakan istilah "utusan-utusan dari daerahdaerah dan golongan-golongan", bukan "anggota-anggota" seperti halnya bagi anggota-anggota DPR. Ini membuat penulis menarik kesimpulan berdasarkan penafsiran bahasa, bahwa perbedaan istilah inLkarena perbedaan penempatan mereka di lembaga-lembaga yang diwakilinya. Untuk DPR disebut anggota-anggota , karena . harus dipilih oleh rakyat, agar sesuai dengan namanya "Dewan Perwakilan Rakyat" dan "sebagai wakil dari seluruh rakyat". Untuk utusan-utusan dari daerah-daerah disebut demikian, ka- rena memang tidak harus dipilih oleh seluruh rakyat, tetapi eukup diutus oleh DPR Daerah Tingkat I untuk duduk dalam MPR. Begitu pula disebut utusan-utusan dari go longan-go long-
an , disebut demikian karena tidak sebagai halnya DPR. tetapi sa rna dengan utusan-utus
yat berdasarkan pilihan rakyat, ditam bah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah berdasarkan pilihan DPR Daerah, dan utusanutusan dari golongan-golongan berdasarkan pengangkatan. . •
•
Ketiga maeam cara penempatan yang berbeda-beda ini memungkink an MPR untuk berfungsi "sebagai penjelmaan rakyat". Oleh karena menurut Pancasila, salah satu daTi dasar · negara RI adalah "Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikrr\at kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan" dan " Kerakyatan" atau demokrasi adalah menjadi bentuk negara, maka wakil seluruh rakyat berdasarkan pilihan rakyat itu harus merupakan jumlah . yang sangat menentukan dalam MPR. Sedang utusan-utusan dari daerah-daerah ' berdasarka n pilihan DPR Daerah dan utusanutusan dari golongan-golongan berdasarkan pengangkatan dengan pemakaian kata "ditambah" pada pasal 22 UUD 1945 , berarti harus sungguh-sungguh " tambahan" (Complementary) dari wakil seluruh rakyat berdasarkan pilihan rakyat. •
539
R UU Hukum Tatanegara
Oleh karena UUD 1945 telah memperhitungkan faktor daerah dan faktor golongan-golongan dalam MPR , maka DPR haruslah semata-mata menjadi tempat dari wahl-wakil seluruh rakyat, yang berdasarkan pasal 27 ayat (I) terdiri dari warga negara yang bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan. Dengan demikian pengangkatan anggota ABRI dalam DPR , adalah bertentangan UUD 1945. Oleh karena dalam DPR hanya wakil-wakil rakyat yang dipilih oleh rakyatlah yang harus duduk, bukan tempat untuk utusan-utusan golongan. Utusan-utusan golongan baik dari karya ABRI dan bukan ABRI. Tempatnya adalah di MPR, karena hanya di lem baga MPR itulah seharusnya duduk Utusan-utusan golongan berdasarkan pengangkatan. Dengan melaksanakan UUD 1945 sccara murni dan konsekwen seperti di atas itu, barulah pemilu dapat diselenggarakan secara demokratis, karena juga bersifat berkesamaan (pasal 27 ayat (1 Dalam ketetapan MPR No.1111 MPR / 1983 tentang pemilu pasal I ayat (2) hanya menetapkan pemilu diselenggarakan bcrdasarkan Demokrasi Pancasila dengan mengadakan pemungutan suara secara langsung, umum, bebas dan rahasia. Selalu menjadi pertanyaan , apakah sifat berkesamaan yang dikenal oleh pemilu sesuai dengan pernyataan Umum Hak-hak Asasi Manusia itu tidak sesuai dengan Dem.okrasi Pancasila. Dapat dinyatakan di sini bahwa pasill 27 ayat (I) yang mengakui segala warga negara
».
berkesamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan juga dengan sendirinya mengakui sifat berkesamaan itu. Hanya karena adanya anggota DPR yang diangkat dalam sistem kita, maka sHat berkesamaan itu tidak dimasukkan dalam sifat-sifat pemilu kita , di sam ping sifat langsung, umum , bebas dan rahasia. ketentuan-ketenBerdasarkan tuan UUD 1945 yang telah diuraikan, saya menyarankan perlunya diu bah sarna sekali UU ten tang susunan da n kedudukan MPR, DPR, dan DPRD, sekurang-kurangnya harus memuat hal-hal seperti berikut: I. OIeh karena anggota DPR seharusnya "sebagai wakil seluruh rakyat", karena itu semuanya harus berdasarkan pilihan rakyat, maka ketentuan dalam pasal I, I, (1) yang berbunyi: "Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat" ditambah dengan kata-kata
"hasil pemilihan ' umum", sehingga berbunyi: "Terdiri atas Anggota Dewan Perwakilan Rakyat hasil Pemilihan Urn urn". 2. Pasal I, 1 (1) a yang berbunyi: "Utusan Daerah yang j umlahnya sesuai dengan perhitungan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (1) dan ayat (4) diubah menjadi: "Utusan Daerah yang jumlahnya adalah dua orang untuk tiap-tiap daerah tingkat I". Apabila dipertahankan seperti keadaannya dalam RUU sekarang ini, maka faktor jumlah penduduk diperhitungkan 2 kali. Sekali pada waktu menentukan jumlah anggota DPR dan sekali lagi dalam penentuan jumlah utusan daerah dan ini terang bertentangan dengan pasal 2 UUD 1945, yang tegas membedakan tiga macam cara penempatan dalam MPR : Pemilihan bagi anggota DPR, .vopember 1984.
540 pengutusan bagi utusan-utusan daerah dan pengangkatan bagi utusan-utusan golongan. 3. Pasal I, I, (1) b di mana mengatur anggota tambahan MPR dari organisasi kekuatan sosial politik peserta Pemilihan Umum, dihapuskan, karena anggota DPR "sebagai wakil seluruh rakyat" telah seluruhnya !penjadi anggota MPR. Bagian b itu hanya berbunyi: "Utusan Golongan Karya Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, selanjutnya disebut Utusan Golongan Karya ABRI, yang jumlahnya ditetapkan sebesar 100 orang". Dengan demikian utusan Golongan Karya ABRI dalam MPR berarti 20% dari anggota DPR yang direncanakan 500 orang. 4. Pasal I, 1, (l) c di mana mengatur anggota tambahan MPR dari utusan golongan-golongan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945 diubah menjadi: "Utusan golong. an-golongan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945 , Selanjutnya disebut Utusan GolonganGolongan , yang berjumlah 50. orang. 5. Pasal I, I , (2) yang mengatur "organisasi peserta Pemilihan Umum yang ikut Pemilihan Umum dijamin sekurang-kurangnya 5 (lima) utusan di MPR" dihapuskan , karena tidak ada pengangkatan bagi wakil seluruh rakk.. yat. 6. Pasal I , I, (3) yang menyatakan: "Jumlah Anggota MPR adalah dua kali lip at jumlah Anggota Dewan Perwakilan Rakyat", seharusnya ditiadakan, karena ketentuan itu tidak diatur oleh UUD 1945. Penerapan ketcntuan seperti itu telah membuat anggota MPR yang diangkat lebih besar jumlahnya daripada yang dipilih.
Hukum dan Pembangunall
7. Ketentuan pasal 8 ayat (I) diganti dengan ketentuan yang bcrbunyi sebagai berikut: "J umlah anggota tambahan MPR yang berkedudukan sebagai Utusan Daerah adalah dua orang untuk tiap-tiap Daerah Tingkat I". 8. Ketentuan pasal 10 ayt (l) diganti dengan ketentuan yang berbunyi sebagai berikut: "Dewan Perwakilan Rakyat , selanjutnya disebut DPR , terdiri atas wakil-wakil dari organisasi . .. peserta Pemilihan Umum". 9. ' Ketentuan pasal 10 ayat (3) diganti dengan ketentuan yang berbunyi, sebagai berikut: "Jumlah anggota DPR ditetapkan sebanyak 500 (lima rat us) , orang" . 10. Ketentuan pasal 10 ayat (4) dihapus, begitu juga ketentuan pasal 10 ayat (5) dihapus. II. Ketentuan pasal 17 ayat (I) diganti dengan . ketentuan yang berbunyi sebagai berikut : " Dewan ·Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat I, selanjutnya disebut DPRD I, terdiri atas wakil-wakil dari organisasi kekuatan so sial politik peserta Pemilihan Umum". Kata-kata Golongan Karya A BRI nya dihapuskan . •
12 . Ketentuan pasai 24 ayat (I ) diganti , dengan ketentuan yang berbunyi se bagai berikul : " Dewan Pe rwakilan Rakyat Daerah TingkallI , selanjutnya disebut DPRD II , terdiri atas wakil-wakil dari organisasi kckuatan sosial politik peserta Pemilihan U mum " . Kata-kata Golongan Karya ABRlnya dihapuskan. Dcngan dcmikian dalam MPR yang akan datang komposisi adalah sebagai be rik ut: 500 orang I . Anggota D.PR 2 . Utusan-u t usan Dacrah 54 orang •
RUU Hukum Tatanegara
541
Utusan Golongan 100 orang Karya ABRI Utusan golongan menurut UUD 1945 50 orang 704 orang lumlah
hagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur".
Oleh karena anggota DPR adalah hasil Pem ilihan U mum dan utusan-utusan Daerah Tingkat I dapat dikatagorikan sebagai mencerminkan hasil Pemilihan Umum, maka pengangkatan Golongan Karya ABRI 100 orang dan pengangkatan golongan menurut UUD 1945 50 adalah 21,5% dari seluruh anggota MPR.
2. UUD 1945 bukan saja mengakui peranan organisasi dan pergerakan-pergerakan terse but dalam mencapai kemerdekaan Indonesia, bahkan mengakui dan menjamin kebebasan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dalam pasal 28 UUD 1945 dengan kata-kata: "Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lis an dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang". Agar Pemerintah, pembuat undang-undang dan para hakim jangan salah menafsirkan pasal ini, maka penjelasan UUD 1945 sendiri melakukan authentieke interpretatie dengan menyatakan: "Pasal ini . . . memuat hasrat bangsa Indonesia untuk membangun negara yang bersifat demokratis". Karena dalam .negara yang bersifat demokratis harus ada kebebasan untuk membentuk organisasi kekuatan sosial politik dan organisasi kemasyarakatan, maka pasal 28 ini adalah merupakan dasar huk urn adanya partai dan golongan karya serta organisasi kemasyarakatan di negara kita.
3. 4.
RUU Tentang Perubahan UU Partai Politik dan Golongan Karya Dalam banyak konstitusi-konstitusi di dunia, perkataan partai politik memang tidak selalu terdapat. Tetapi bukanlah itu berarti bahwa partai politik tidak ada di negara-negara yang mempunyai konstitusi itu. Pemerintahan demokratis dan bertanggung jawab. membutuhkan pelayanan partai-partai polit ik.3)• Demikian pula halnya dalam UUD 1945 perkataan partai politik atau kekuatan so sial politik tidak t~rdapat. I. Walaupun demikian peranan organisasi ke masyaraka tan atau organisasi sosial politik termasuk partai politik dan organisasi keagamaan dalam perjuangan kcmerdekaan Indonesia telah mendapat pengakuan dalam alinca kedua Pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 uengan kata-kata: "Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berba-
3)
Lihat Ismail Suny. Tinjauan Un dangUndang Partai Politik dan Golongan Karya, dalam Lima puluh Tahun Pen· didikan Hukum di Indonesia. Himpunan K arya Ilmiah Guru-guru Besar Hukum di Indonesia, 1974, h. 583593.
3. Bahwa UUD 1945 mengakui dan menjamin keanekaragaman organisasi kekuatan sosial politik dan organisasi kemasyarakatan. Pasal 2 ayat (I) UUD 1945 menyatakan: "Majelis Permusyawaratan R~kyat terdiri at as anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat, ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan menurut aturan yang ditetapkan dengan undang-undang". Oleh Penjelasan UUD 1945, golongan-golongan ini diartikan "Ialah Badan-Badanseperti Koperasi, Serikat Sekerja Nopembe'r 1984
542
HUkum dan Pembangunan
dan lain-lain badan kolektif". lni dapat disimpulkan bahwa UUD 1945 mentolerir adanya keanekaragaman organisasi, bukan ' menginginkan keesaan (monolitik) kekuatan so sial politik ataupun organisasi kemasyarakatan. 4. Bahwa UUD 1945 mengakui . dan menjamin keanekaragaman organisasi kekuatan so sial politik ataupun organisasi kemasyarakatan, terbukti dari bunyi pasal 29 UUD 1945: "1.
N egara berdasar atas ke Tuhanan Yang Maha Esa.
2.
Negara menjamin kemerdekaan tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu".
J aminan negara terhadap adanya kebebasan bagi tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing, memungkinkan pendud uk apalagi warga negara untuk mengadakan organisasi kekuatan sosial politik ataupun organisasi kemasyarakatan yang bersifat atau berciri kcagamaan. 5. Dalam tata cara pengambilan keputusan dalam UUD 1945 juga diperkenankan hak untuk berbeda pen. dapat (right of dissent). Pasal 6 ayat (2): "Presiden dan wakil Presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan suara terbanyak". Pasal 37 ayat (2) mengenai perubahan UU D 1945: "Putusan .diambil dengan pcrsetujuan sekurang-kurangnya 2/ 3 daripad a jumlah anggota yang hadir" . Dcngan pengam bilan keputusan, " dengan suara terbanyak" dan< "2/3 daripada jumlah anggota yang hadir" tidak mengharuskan orang berpendapat sarna (aklamasi), dapat disimpulkan bahwa UUD 1945 mentolerir adanya perbedaan suara dan perbedaan pendapat. Dari lima butir-butir UUD 1945 •
yang disebutkan itu. terbuk til3h bahwa sistem yang dianut adalah sistcm terbuka, yang memberikan pengakuan dan bahkan menjamin adanya kc bebasan berserikat dan berkumpul , baik bagi partai politik dan golongan karya maupun bagi organisasi kemasyarakatan, baik yang umum maupun yang bersifat keilgamaan, bahkan menjamin diperbolehkannya perbedaan suara dan perbedaan pendapat, baik lisan mau• pun tulisan sesuai dengan kebhinekaan dan menjamin k~majemukan masyarakat Indonesia. Di zaman pemerintahan Soekarno, soal Pancasila sebagai dasar negara sebenar. nya sudah selesai. Ia sendiri berpendapat da!am ceramahnya yang berjudul , "Anjuranku Kepllda Segenap Bangsa Indonesia' di depan pertemuan Gerakan Pembela Pancasila di Istana Merdeka tanggal 17 Juli 1954:" .. . Jangan Pancasila d iak u oleh sesuatu Partai ! J angan ada sesuatu Partai berkata Pancasila adalah azasku". "PNI tetaplah kepada azas Marhaenisme. Dan PNI bolch berkata justru karena PNI berazas Marhaenisme , oleh karena itulah PNI mempertahankan Pancasila scba gai dasar negara. Tetapijangan bt'rkata PNI berdasarkan Pancasila . . . " Dalarn rangka pelak sanaan pasal 28 UUD 1945 negara kita tdah mengundangkan UU No.3 tahun 1975 tcntang partai politik dan golongan karya. Pasal 2 UU itu mengatur : "Azas Partai Politik dan Golongan Karya adalah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945". Selain ketentuan tersebut dalam ayat (I) pasa l ini. azas/ ciri Partai Politik dan Golongan Karya yang telah ada pada saat diundallgkannya Undang-U ndang ini ada lah juga azas/ ciri Partai . Politik dan Golongan Karya ". Dalam komentar saya mcngenai UU No.3 tahun 1975 saya Illl'nulis : "Dapat disimpulkan bahwa terdapat 2 macam azas: •
•
543
R UU Hukum Tatanegara
I.
Azas-Azas Umum yang berlaku bagi setiap Partai Politik dan Golongan karya ialah Pancasila dan UUD 1945.
2.
Azas-Azas Khusus, yang hanya berlaku bagi Partai Politik tertentu dan Golongan Karya tertentu" .
Perubahan UU Partai Politik dan Golongan Karya yang dimajukan dalam DPR sekarang ini melenyapkan sifat terbuka yang dianut oleh UUD 1945, karena diinginkan Partai Politik dan Golongan Karya berazaskan Pancasila sebagai satu-satunya azas. Menurut pendapat saya di sam ping kekurangankekurangannya yang terdapat dalam UU Partai Politik dan Golongan Karya, adalah lebih sesuai dengan UUD 1945 dibandingkan dengim Perubahan yang dimajukan dewasa inL
RUU Tentang Referendum Dalam hubungan dengan RUU tentang Referendum ketentuan-ketentuan yang telah tercantum dalam UUD 1945 seperti berikut perJu diperhatikan: I. Bahwa secara hukum konstitusional, UU D 1945 telah menyatakan dalam pasal 37 bahwa untuk mengubah UUD 1945 sekurang-kurangnya2 / 3 dari pad a jumlah anggota MPR harus hadir dan putusannya diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2 / 3 dari pad a jumlah anggota yang hadir. 2. Cara perubahan UUD 1945 yang dapat dikategorikan rigid ini, telah dipersukar prosesnya dengan meintrodusir lembaga referendum untuk perubahan UUD 1945. Dan dalam rangka makin menumbuhkan kehidupan Demokrasi Pancasila dan kein~an an untuk meninjau ketentuan peng-
angkutan yang mayoritas dalam MPR, perlu ditemukan jalan konstitusional agar pasal 37 UUD 1945 tidak mudah · digunakan untuk mengubah UUD 1945. 3. Melestarikan dasar negara Pancasila sebagai suatu · "safeguarding of right,,4) dapat dipertanggung jawabkan, asal saja dilakukan dengan caracara yang telah diatur oleh UUD 1945, antara lain dengan memegang teguh dasar negara demokrasi, seperti dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945: "kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/perwakilan" 4.
Oleh karena dalam pasal 27 ayat (1) dianut prinsip persamaan di dalam hukum dan pemerintahan, maka tidak dapat dibenarkan adanya pembedaan antara rakyat dan ABRI dalam pelaksanaan hak-hak politik. Berdasarkan ketentuan-ketentuan UUD 1945 sebagai tersebut di atas, mengenai RUU tentang Referendum saya berpendapat sebagai berikut: I.
Oleh karena referendum akan dilaksanakan oleh warganegara, baik ABRI maupun bukan , maka pasal 3 ayat (I) disempurnakan sebagai berikut: "Referendum diselenggarakan dengan mengadakan pemungutan pendapat rakyat secara langsting, umum, bebas, rahasia dan berkesamaan".
2.
Untuk menjamin sifat be bas dari referendum, maka pasal 8 disempurnakan sehingga berbunyi: "Pelaksanaan referendum dipimpin oleh Lembaga Pemilihan Umum/Referendumyang terdiri
4)
Lihat Ismail Suny, Undang·undang Dasar 1945 dan Referendum, Majalah ILUNI-FHUI, 2, Th. 1,1982. •
Nopember 1984
Hukum dan Pembangunan
544
3.
4.
5.
dari semua kekuatan so sial politik". Pasal 8ayat (2) ditiadakan. Pasal 9 ayat (1) disempurnakan sebagai berikut: "Untuk melaksanakan referendum Ketua Lembaga Pemilihan Umum/Referendum membentuk panitia pelaksana di tin'g kat Propinsi, Kabupaten/Kotamadya, Kecamatan, Kelurahan/Desa, dan di Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri" . Pasal 13 ayat (2) disempurnakan menjadi: "Penerangan sebagai dimaksud dalam .ayat (1) diselenggarakan oleh Panitia Pelaksana dengan biaya Pemerintah". Pasal 17 ayat (2, disempurnakan menjadi: "Hasil referendum sebagai dimaksud dalam ayat (1) oleh Ketua Lembaga Pemilihan Umum/Referendum diumumkan kepada rakyat".
RUU Tentang Organisasi Kemasyarakatan •
Pad a waktu memberi ceramah "Hak . Berserikat dan Berkumpul menurut Undang-undang Dasar 1945" pada tanggal 3 Juni 1976 saya mengatakan tentang Partai Politik dan Golongan Karya yang mengatur organisasi kekuatan so sial politik dalam rangka undang-undang tentang ~emerdekaan berserikat dan berkumpul. Kita belum mempunyai undang-undang ten tang organisa~i so sial lainnya. Dapat diperde- · batkan kepentingan atau ketidak pentingan undang-undang itu. Tetapi yang lebih penting dari kedua hal itu adalah bahwa di negara demokrasi semua kebebasan-kebebasan yang telah dijamin konstitusi itu , baik kebebasan berserikat dan berkumpul, kebebasan pers, kebebasan akademi dan kebebasan -kebebasan lainnya harus dilindungi oleh alat-alat penegak hukum:
Dengan demikian tidaklah berarti bahwa kebebasan-kebebasan itu dapat ditempatkan di hawah kekuasaan yang lebih rendah dari konstitusi at au di, tiadakan sarna sekali oleh kekuasaan yang lebih rendah itu. Ini kalau kita benar-benar mau melaksanakan hak asasi itu dalam hukum dan praktek"s). Sewaktu membicarakan RUU tentang perubahan UU Partai Politik dan Golongan Karya di atas tadi, sengaja say a sekaligus menyebut organisasi kekuatan so sial politik dan organisasi kemasyarakatan. Dengan demikian saya maksudkan kelima butir-butir UUD 1945 dalam rangka organisasi kekuatan sosial politik itu berlaku juga mutatis mutandis dalam hubungan pembicaraan kita tentang organisasi kemasyarakatan sekarang ini. Saya ingin ~enegaskan lagi kesimpulan saya: "Dari lima butir-butir Undang-undang Dasar 1945 yang kita sebutkan itu, terbuktilah bahwa sistem yang dianut adalah sistem terbuka, yang memberikan pengakuim dan bahkan menjamin adanya kebebasan berserikat dan berkumpul; baik bagi partai pblitik dan golongan karya maupun organisasi kemasyarakatan, baik yang urn urn maupun yang bersifat keagamaan, bahkan menjamin diperbolehkannya perbedaan suara dan perbedaan pendapat, baik lisan maupun tulisan sesuai dengan kebhinekaan dan kemajemukan masyarakat Indonesia" •
Dalam konsiderans Mengingat dari R UU ten tang Organisasi Kemasyarakatan telah disebutkan pasal-pasal 5 ayat (1), 20 ayat (1) dasn 28 UUD 1945. Oi
Lihat Ismail Suny, Hak berserikat dan Berkumpul menurut Undang·Un· dang Dasar 1945, K ompas, 16 Juni 1976. Juga dalam Ismail Suny, Meneari Ke· adilan, hal 401-405.
. -
,
R UU Hukum Tatanegara
Sebagai telah kita buktikan di atas, pasal 2 ayat (1), 6, 29 dan 37 ayat (2) UUD 1945 secara langsung berhubungan dengan organisasi kemasyarakatan dan oleh karena itu perlu ditam bahkan dalam konsiderans Mengingat. Oleh karena dalam konsiderans M~ng ingat juga disebutkan kata-kata: "Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia No.II/MPR/ 1983 tentang Garis-garis Besar Haluan N etara", berlainan dengan Partai politik dan Golongan Karya yang harus berasaskan Pancasila sebagai satu-satunya asas, GBHN secara tersurat memuat penegasan seperti halnya untuk Partai Politik dan Golongan Karya itu bagi organisasi kemasyarakatan. Pemerintah dalam keterangannya untuk membenarkan tindakannya mengharuskan orgnisasi kemasyarakatan menjadikan Pancasila sebagai satusatunya asas, mempergunakan katakata: "Garis-garis Besar Haluan Negara 1983 sebagai kesepakatan nasional harus dikembangkan dan dilaksanakan 'sebaik-baiknya serta dilihat sebagai suatu keseluruhan". Dengan merriakai terminologi hukum , Pemerintah dalam menafsirkan G BHN . itu melakukan systematische interpretatie (penafsirasn sistematis), yang dalam hal ini menyebabkan G BHN diberikan pengertian lebih luas, dengan demikian dapat disebut extensieve in terpretatie (penafsiran meluaskan).6) J ika kita inelakukan "wet historische interpretatie" (penafsiran sejarah Undang-undang), dalam hal ini mempelajari memori van toelichting, Keterangan Pemerintah tanggal 23 6)
Ismail Suny, Rencana Undang·un· dang ten tang Organisasi Kemasyara· katan ditinjau dari Undang·undang Dasar 1945. Fakultas Hukum Univer· sitas Muhammadiyah, Palembang, 30 April 1984.
545 Juni yang lalu, penyusunan RUU ini berlandaskan kepada Ketetapan MPR/ II/'MPR/I 983 tentang GBHN, Bab IV, , Politik, huruf g dan huruf h yang berbunyi: g. Dalam rangka memantapkan pertumbuhan demokrasi Pancasila perlu ditingkatkan terselenggarakannya komunikasi sosial timbal-balik antar masyarakat, serta antara masyara. kat dengan lembaga perwakilanrakyat maupun dengan pemerintah. h. Dalam rangka meningkatkan peranan organisasi-organisasi kemasyarakatan dalam pem bangunan nasional sesuai dengan bidang kegiatan, profesi dan fungsinya masing-masing, maka perlu ditingkatkan usaha memantapkan dan menata organisasiorganisasi terse but. Untuk itu perlu disusun Undang-undang tentang organisasi kemasyarakatan". Patut dicatat bahwa RUU yang disampaikan kepada DPR sekarang ini dalam Ketentuan Umum pasal 1 telah menambahkan kata-kata "Agama" dalam definisi dari organisasi kemasyarakatan, berbeda dengan draft RUU sebelumnya. Dengan demikian kesamaan kegiatan, profesi , fungsi dan agama, memungkinkan dibentuknya organisasi kemasyarakatan oleh anggota masyarakat warganegara Indonesia secara sukarela. Crucial point dalam RUU ini adalah pasal 2, yang berbunyi: L Organisasi kemasyarakatan berasaskan Pancasila sebagai satu-satunya asas. 2. Asas sebagaimana dimaKsudkan dalam ayat (I) adalah asasdalam kehidupan bermasyarakat, . berbangsa dan bernegara. Grammaticale interpretatie (penafsiran menurut tata bahasa) , di sini mungkin Ie bih tepat taalkundige interpretatie (penafsiran menurut iImu bahasa) diNopember 1984
•
546
Hukum dan Pembangunan
berikan oleh penjelasan pasal 2 dari RUU ini sebagai berikut: " Dalam pasal ini, pengertian asas meliputi juga pengertian "dasar", "landasan", "pedoman pokok" atau kata-kata lain yang ngertiannya dapat disamakan dengan asas. Penerimaan Pancasila sebagai asas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, menurut penulis tidak merupakan persoalan. Konsensus N asional pada 18 Agustus 1945 telah menetapkan hal itu dalam Pembukaan UUD 1945. Dan thesis yang menyatakan sila-sila dari Pancasila adalah sebagian dari prinsip-prinsip dasar dari ajaran Islam sendiri "
Ismail Suny, Contribution of Islam to Cons.titutional Law, paper for International Conference of Muslim Scholars, Islamabad, Pakistan; 7-10 March 1981. .
pedo man bagi pelaksanaan pemerintah tapi juga h aru s dilaksanakan dalam masyaraka t. Dalam hubungan inilah penulis, pad a 9 J uni 1965 menulis Nilai Yuridis Pan8 casila dalam Pembukaan UUD 1945. ) Kompromi yang dicapai oleh KNPI dengan Kelompok Cipayung baru-baru ini, mengenai penerimaan Pancasila sebagaiasas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, dengan tidak menyebutkan sebagai asas dalam kehidupan bermasyarakat semoga dapat dijadikan jalan ke luar dalam perun:IUsan akhir dari RUU ini. Dengan demikian organisasi kemasyarakatan masih dapat mencantumkan ciri khususnya sesuai dengan persamaan kegiatan , profesi , fungsi dan agama yang telah diakui dalam RUU itu sendiri. Dengan demikian apa yang diyakini oleh Pemerintah dalam Keterangannya tanggal 23 Juni 1984, "khususnya mengenai hubungan agama dan Pancasila, Pemerintah ingin menegaskan kembali bahwa Pancasila bukan agama, Pancasila tidak akan dan tidak mungkin menggantikan agama. Pancasila tidak akan diagamakan, juga agama tidak mungkin dipancasilakan" , dengan kompromi seperti di atas itu, semoga dapat diatasi masalah ini. Pasal 12 d ari R UU ini di m ana d isebutkan Pem erintah melakukan pembinaan terhadap organ\sasi kemasyarakatan perlu mendapat perhatian kita. Penjelasan pasal ini menjelaskan : " Pembinaan tersebut dip erlukan dalam rangka mendorong organisasi ke masyarakatan ke arah pertumbtihan yang sehat sesuai dengan jiwa dan semangat Undang-undang ini" . Perumusan mengenai " pembinaan " ini memerluk an perumusan-perumusan yang lebih terperinci, sehingga hak asasi yang telah •
Lihat Ismail Suny, Mencari Keadila n, op. cit., hal 80. •
547
R UU Hukum Tatanegara
dijamin oleh UUD 1945 dan Undangundang tidak lenyap oleh pembinaan di kemudian hari. Suatu hal lain yang penting diingatkan dalam RUU tentang organisasi kemasyarakatan adalah peranan pemerintah yang dapat membekukan pengurus atau pengurus pusat organisasi kemasyarakatan sebagai dimungkinkan oleh Bab VII dari RUU ini. Adalah lebih sesuai dengan negara bersifat
demokratis, negara yang berdasar atas hukum , pemerintah berdasar atas sistern konstitusi dan kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan Pemerintah, bila pembekuan dan pembubaran organisasi kemasyarakatan dilakukan melalui proses pengadilan. 9 ) . . .
~
Lihat Hennan Finer, The Major Governments o/Modern Europe hal.469.
,
JAlVfOIW lllJA ~ TANAHNYA PAPA ORANe-ORANe JAKARTA I YA '"
./
•
REP. SINAR HARAPAN
Manusia paling suka berpura-pura. Berganti-ganti topeng. (Winahyo) Dunia ini sebenarnya tak sejelek seperti yang dilakukan oleh beberapa art.!ng terhadapnya. Baik buruknya tergantung kepada cara kita memperlakukannya.
(M.W. Beck)
•
I •