INTERPRETASI KENABIAN (Peran Ganda Nabi Muhammad Sebagai Manusia Biasa dan Rasul) Moh. Wardi (STAI Nazhatut Thullab Sampang Jl.Diponegoro No. 11 Sampang Madura) E-mail:
[email protected] Diterima 10-4-2014 Disetujui 20-6-2014
ABSRAK Nabi Muhammad merupakan tokoh nomor satu dari sekian banyak tokoh didunia, namun ditengah kiprahnya sebagai manusia tentunya tidak luput dari berbagai kekurangan, (nisbi dari kesalahan) seperti lupa dan salah dan lain sebagainya. Beliau sendiri selama hidupnya tidak hanya bertugas menjadi rasul, namun juga sebagai pemimpin Negara dan sebagai pribadi.Hadis-hadis Nabi sebagai produk beliau mestinya juga dipilah-pilah dengan cermat. Harus ada penentuan, mana hadis yang memang keluar dari kapasitas beliau sebagai rasul dan mana hadis yang keluar bukan dari konteks kerasulan. Dengan begitu kita tidak terjebak pada ajaran yang kaku dan monoton.Pengetahuan tentang sisi manusiawi Nabi dapat memberi pemahaman yang lebih utuh tentang Ulumul Hadis. Dengan demikian kita tahu sejauh mana ruang lingkup hadis Nabi, apakah berlaku umum lintas sejarah, ataukah hanya berlaku khusus di masa beliau saja. Tanpa tahu mana hadis yang keluar dari kapasitas beliau sebagai rasul dan kapasitas beliau sebagai manusia, sehingga kita tidak akan terjerumus dalam kesimpulan yang keliru, kaku dan sempit karena kita tidak mampu membedakan mana dimensi uluhiyyah dan mana dimensi history. ABSRACT Prophet Muhammad represents one figure of many world figures, but in the middle age of its action as human being it did not miss from various human being characters like forgetting and doing wrongness to others. He did not only undertake to become Messenger, but also as leader of State and as person. Prophet’s word was as his products must be selected carefully. There must be determination, which was outside of his capacities as Messenger That way we do not be trapped by stiff teaching. Knowledge from Him as prophet can give the understanding about Ulumul Hadist. Thereby we know how far the scope of Prophet’s words, going into public pass history quickly, Without deep knowledge, secretary of Hadist did not do an interpretation so that we will not fall to in wrong conclusion, narrow, tight and stiff teaching because we are unable to differentiate dimension of Uluhiyyah and dimension of history.
Kata Kunci: Interpretasi, Kenabian
A. Pendahuluan Nabi Muhammad SAW adalah tokoh nomor satu dari sekian banyak tokoh sejarah dunia yang ada dalam belantika peradaban dunia. Ungkapan seperti itu tidak lepas dari beberapa hasil analisa riset apa yang ada selama ini. Perbedaan beliau dengan tokoh sejarah lain adalah dalam kapasitas beliau sebagai penyampai wahyu. Tokoh-tokoh sejarah selain beliau, sebagai manusia hanya mampu menghasilkan ajaran-ajaran yang kebenarannya hanya temporal, terbatas ruang dan waktu. Berkaitan dengan kapasitas nabi dalam pembahasan ini. Nabi Muhammad SAW mempunyai dua peran sebagai rasul dan sebagai manusia biasa. Artinya, Nabi Muhammad SAW mempunyai sisi manusiawi seperti manusia pada umumnya. Beliau bisa saja melakukan salah dan mempunyai keterbatasanketerbatasan yang dimiliki manusia lainnya. Sisi manusiawi ini dicoba untuk diungkap dalam makalah ini guna mendudukkan posisi beliau dalam tempat semestinya, tentunya tanpa mengurangi kemuliaan dan keutamaan beliau sebagai sayyidul anbiya’i wal-mursalin. Dengannya, kita tahu sejauh mana ruang lingkup hadis nabi, apakah berlaku umum lintas sejarah, ataukah hanya berlaku khusus di masa beliau saja. Tanpa tahu mana hadis yang keluar dari kapaitas beliau sebagai rasul dan kapasitas beliau sebagai manusia, kita dapat terjerumus dalam kesimpulan yang keliru, kaku dan sempit karena kita tidak mampu membedakan mana dimensi uluhiyyah dan mana dimensi history.
B. Memahami Perbuatan Nabi Muhammad Kita sepakat bahwa Nabi Muhammad SAW adalah uswatun hasanah bagi setiap muslim. Kita juga sepakat bahwa ajaran islam yang beliau bawa mencakup semua umat dan berlaku untuk selamanya. Banyak dalil-dalil naqli yang menyebutkan berdasarkan firman Allah dalam Al Qur'an, sebagai berikut: Surat al-Hasyr ayat 7: ¾Ï & Î ! q ß ™u ‘ 4 ’ n ? t ã É Aq ß ™§� = Ï 9 u r ¬ T sù 3 “ t 4 ’ y J » t Gu Š ø 9 $ # u r 4 ’ È @‹ Î 6¡ ¡ 9 $ # È ûø ó $ # t û÷ ü t / P ' s! r ß Š ! $ t Bu r 4 ö Nä 3 Z Ï
ª ! $ # u ä ! $ sùr & ! $ ¨ B � à ) ø 9 $ # È @÷ d r & ô ` Ï B n 1 ö � à ) ø 9 $ # “ Ï %Î ! u r u r È ûü Å 3 » | ¡ y J ø 9 $ # u r t b q ä 3t ƒ Ÿw ö ’ s1 B Ï ä ! $ u Š Ï Yø î F { $ #
$ t Bu r ç n r ä ‹ ã ‚ sù ã Aq ß ™§� 9 $ # ã Nä 3 9 s? # u ä 4 ( # q ß g t F R $ $ sù ç m÷ Yt ã ö Nä 3 9 p k t X ß ‰ƒ Ï ‰x © © ! $ # ¨ b Î ) ( © ! $ # ( # q à ) ¨ ? $ # u r Ç Ð È É > $ s) Ï è ø 9 $ # “Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya”. 1 Apabila diperhatikan ayat di atas, maka kita umat islam wajib mengikuti segala apa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Dan kita wajib meneladani tingkah laku yang dicontohkan oleh beliau. Tetapi apakah kemudian tidak ada halhal yang bersifat pengecualian? Artinya, ada hal-hal yang tertentu yang berlaku hanya khusus untuk Rasulullah SAW dan tidak boleh dicontoh oleh umatnya. Kenyataannya emang ada beberapa keadaan yang hanya berlaku khusus untuk pribadi Rasulullah SAW. Beberapa pengecualian tingkah laku, petunjuk dan keadaan Rasulullah SAW yang tidak wajib (bahkan ada yang dilarang) untuk diteladani umat islam.Menurut Masyhudi Ismail menyimpulkan kepada 3 (tiga) hal yaitu: 2 pertama, Karena adanya dispensasi dari Allah SWT untuk pribadi Rasulullah SAW.Hal ini berdasarkan dalil-dali, antara lain:Bahwa Rasulullah SAW telah berpoligami dengan lebih dari empat orang istri, dan Rasulullah SAW telah mengawini wanita tanpa mas kawin atau mahar, sebagaiamana yang disebutkan dalam al-Qur’an surat al-Ahzab ayat 5 sebagai beirkut: u qè d ö NÎ g Í ¬ ! $ t / K y ö Nè d q ã ã ÷ Š $ # ö N© 9 b Î * sù 4 «! $ # y ‰Z Ï ã ä Ý | ¡ ø %r & ö Nè d u ä ! $ t / # u ä ( # þ q ß J n = ÷ è s? È ûï Ï e $ ! $ # ’ Î û ö Nà 6ç R º u q ÷ z Î * sù ö Nà 6ø ‹ n = t æ } §ø Š s9 u r 4 ö Nä 3 ‹ Ï 9 º u q t B u r ¾Ï m Î / Oè ? ù' sÜ ÷ z r & ! $ y J‹ Ï ù Óy $ u Zã_ 4 ö Nä 3 ç / q è = è % ô Ny ‰£ J y è s? $ ¨ B ` Å 3 » s9 u r Ç Î È $ ¸ J Š Ï m §‘ # Y ‘ q à ÿ x î ª ! $ # t b %Ÿ2 u r “Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; Itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, Maka (panggilah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu
1
Al-Qur’an, 59 (al-Hasyr): 7. Masyhudi Ismail, Pengantar Ilmu Hadis (Bandung: Angkasa,1991) 49-51
2
khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. 3 Kedua, Yang berhubungan dengan masalah dunia. Pada saat belum meletus perang khandaq (parit), Rasulullah SAW telah merencanakan suatu tindakan dalam menghadapi musuh. Tetapi Salman al-Farisy, mengusulkan kepada Rasulullah SAW agar dibuat parit untuk menghadapi musuh itu. Usul tersebut diterima oleh Rasulullah SAW.Dalil yang memberi petunjuk dalam hal ini, antara lain Sabda Rasulullah SAW yang menyatakan: ( )رواه ﻣﺴﻠﻢ ﻋﻦ ﻋﺎﺋﺸﺔ.اﻧﺘﻢ اﻋﻠﻢ ﺑﺎﻣﺮ دﻧﯿﺎﻛﻢ “Kamu sekalian lebih mengetahui tentang urusan duniamu” Ketiga, Perbuatan yang bersifat manusiawi.Misalnya saja tentang cara Rasulullah SAW bernafas, batuk, tidur, dan lain-lain, terkecuali hal-hak yang menunjukkan tentang caranya, misalkan tentang cara makan, minum, tidur dan sebagainya, maka demikian ini adalah untuk diteladani. Dan juga menurut Muhammad Husain Abdullah membagi perbuatan nabi menjadi: 4pertama, Perbuatan-perbuatan jibiliyyah, yaitu perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh kebanyakan manusia, seperti, berdiri, mendaki, makan, minum, berjalan, tersenyum, dan sebagainya. Tidak ada perselisihan lagi, bahwa perbuatan-perbuatan semacam ini hukumnya mubah (boleh), baik bagi rasul maupun bagi ummatnya. Hal senada disampaikan oleh para ulama lain seperti Al Juwayni 5, Mohammad
bin
Muhammad, 6
al-Amudy, 7
dan
Abu
Bakr
Muhammad
al-Sharkhashy. 8 Secara garis besar, mereka semua mengklasifikasikan perbuatan nabi seperti klasifikasi di atas, meskipun cara menguraikannya berbeda-beda sesuai gaya tulisannya masing-masing. Sayyid Ahmad Khan maupun Muhammad Abduh mengadopsi perbedaan kefaqihan antara sunnah yang mengikat dan yang tidak mengikat, yang mengakui bahwa Rasulullah SAW memiliki potensi untuk melakukan kesalahan dalam 3
Al-Qur’an, 33 (al-Ahzab): 5. Muhammad Husain Abdullah, StudiDasar-DasarPemikiran Islam, (Bogor:PustakaThariqulIzzah, 2002), hal, 54 5 Abdul Malik Al Juwayni, Al BurhānFīUsūIfiqh, (Mesir: Al Wafa',tt) I, 321. 6 Muhammad bin Muhammad, Kitāb al-taqrīrwaal-tahrīr, (Beirut: Dar al-Fikr, 1996), II, 403. 7 Ali bin Muhammad al-Amudy, Al AhkārnfīUsūIal Ahkām, (Beirut: al Maktabah al Islamy,tt), 227-228. 8 Abu Bakr Muhammad alSharkhashy, UsūIal-Sharkhashī, (Bairut: Dar al-Kitab al `Ilmiyah,1993), II, 8687. 4
bidang-bidang aktivitas tertentu. 9Sayyid Ahmad Khan membagi sunnah menjadi empat kategori:pertama, Yang berkaitan dengan agama.Kedua, Yang merupakan produk situasi khusus nabi Muhammad SAW dan adat-istiadat di zamannnya. Ketiga, Pilhan dan kebiasaan pribadi. Keempat, Preseden yang berkaitan dengan urusan politik dan sipil. Dari keempat ini hanya sunnah autentik kategori pertama yang berhubungan dengan agama dan dapat diklasifikasi sebagai wahyu dan harus dilaksanakan. Lainnya merupakan pilihan dan bisa diabaikan tanpa merasa takut akan dikenai hukuman jika keadaan berubah. 10 Hadis Nabi yang menerangkan perbuatan beliau yang muncul karena sifat manusiawi, seperti cara makan, minum, berpakaian, berjalan, diam, bergerak berdiri, duduk dan sebagainya hanya menunjukkan pada bolehnya tindakan seperti itu. Pernyataan di atas tidaklah berarti bahwa kita dilarang mengikuti beliau, atau seorang muslim yang berjalan, tidur, duduk, berpakaian dan sebagainya meniru persis perbuatan nabi adalah keliru, Orang tersebut boleh melakukannya, namun dia harus menyadari bahwa apa yang dilakukannya tidak termasuk anjuran semestinya. Karenanya, dia tidak berhak mendapatkan pahala atas perbuatan meniru tersebut. Namun, bisa saja dia mendapat point pahala karena kecintaannya pada Nabi Muhammad. Mungkin sebagian orang yang mungkin tidak sependapat dengan pembagian ini dan menganggap bahwa perbuatan nabi mesti diikuti seluruhnya berdasarkan firman Allah di atas tadi Al-Qur’an, tersebut di atas menimbulkan banyak pertanyaan lagi selain pertanyaan yang ada di atas tadi salah satunya adalah apakah semua perbuatan nabi menjadi panutan ataukah hanya perbuatan syar’i saja. Sebagian pihak mungkin mengajukan surat al-Hasyr ayat 7 untuk membantah pembahasan makalah ini. Ayat tersebut sebenarnya bagian dari ayat yang berbicara tentang harta rampasan dari musuh yang tidak mampu melawan sehingga kurang relevan dengan bahasan kita. Namun, meskipun kita memberlakukan keumuman lafaznya sekalipun, ayat tersebut tetap tidak dapat menyanggah karena bahwa apa yang dibawa rasulullah harus dilakukan, namun seperti sebelumnya, apakah itu berlaku 9
Daniel Brown, MenyoalRelevansiSunnahDalam Islam Modern (Bandung:Mizan, 2000) 88 Ibid, hal 88
10
umum atau ada pengecualian? Untuk menguatkan argumen pembahasan, di bawah ini kami mengutarakan hadis yang menunjukkan sisi kemanusiaan beliau disamping sisi kerasulannya. Rasulullah SAW bersabda: إﻧﻤﺎ أﻧﺎ ﺑﺸﺮ إذا أﻣﺮﺗﻜﻢ ﺑﺸﻲء ﻣﻦ دﯾﻨﻜﻢ ﻓﺨﺬوا ﺑﮫ وإذا أﻣﺮﺗﻜﻢ ﺑﺸﻲء ﻣﻦ رأي ﻓﺈﻧﻤﺎ أﻧﺎ ﺑﺸﺮ “Sesungguhnnya aku adalah manusia. Jika aku memerintahkan kalian sesuatu dari perkara agama, maka ambillah. Jika aku memerintahkan sesuatu dari pendapatku sendiri, maka sesungguhnya aku juga manusia”. 11 Perlu ditekankan di sini bahwa kita tidak bermaksud menafikan hak Nabi Muhammad SAW untuk memberikan perintah yang tidak ada dalam ruang lingkup wahyu. Banyak dalil yang dapat dikemukakan untuk menegaskan bahwa Nabi Muhammad SAW secara pribadi juga harus dipatuhi selain Allah. Beliau mempunyai otoritas untuk membuat hukum baru yang tidak ditegaskan dalam alQur'an. Namun, itu di luar bahasan makalah ini.
C. Klasifikasi Posisi dan Kedudukan Nabi Muhammad. Untuk lebih jelasnya perlu diuraikan lebih jauh lagi tentang kapasitas beliau dengan beberapa contoh hadis. Untuk tujuan itu, kita akan membagi tindakan dan sabda beliau dalam
tiga kategori lagi, yaitu:pertama, Kapasitas sebagai
rasul.Rasulullah adalah orang yang diutus pada manusia untuk menunjukkan jalan yang benar. Beliau memberitakan wahyu yang tidak mungkin diketahui oleh manusia yang lain. Dalam kapasitas beliau sebagai rasul, seluruh sabda beliau dapat menjadi harga mati yang tidak bisa ditawar lagi. Beliau harus diikuti dan dipatuhi oleh seluruh muslim, suka atau tidak. Dalil dari argumen ini adalah firman Allah dalam al Qur'an tentang wajibnya taat kepada rasul yang tentunya telah banyak diketahui bersama. Kedua, Kapasitas Nabi Sebagai Pemimpin Masyarakat. Rasulullah SAW tidak hanya hidup sebagai rasul. Beliau juga menjadi seorang pemimpin masyarakat, bahkan kemudian menjadi pemimpin negara. Sebagai seorang pemimpin, beliau menjalankan roda pemerintahan islam di Madinah seperti layaknya kepala negara. Beliau mengadakan rapat dengan orang-orang
11
Muslim bin Hujjaj al-Naysabury, SahīhMuslim, (Beirut: DārIhyā’i al-Turāth al-‘Arabī, tt), IV, 1835.
kepercayaannya, mengirim suratsurat kenegaraan ke negeri lain, memimpin perang, mengatur masyarakat dan sebagainya. Berbagai hadis dalam kapasitas beliau sebagai seorang pemimpin banyak jumlahnya, di antaranya: : اﺳﺘﺸﺎر رﺳﻮل ﷲ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ ﻓﻲ اﻷﺳﺎرى أﺑﺎ ﺑﻜﺮ ﻓﻘﺎل: ﻗﺎل، ﻋﻦ اﺑﻦ ﻋﻤﺮ رﺿﻲ ﷲ ﻋﻨﮭﻤﺎ » ﻓﻔﺪاھﻢ رﺳﻮل ﷲ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ: ﻗﺎل. اﻗﺘﻠﮭﻢ: ﻓﺎﺳﺘﺸﺎر ﻋﻤﺮ ﻓﻘﺎل. ﻗﻮﻣﻚ وﻋﺸﯿﺮﺗﻚ ﻓﺨﻞ ﺳﺒﯿﻠﮭﻢ ﻓﺄﻧﺰل ﷲ ﻋﺰ وﺟﻞ ) ﻣﺎ ﻛﺎن ﻟﻨﺒﻲ أن ﯾﻜﻮن ﻟﮫ أﺳﺮى ﺣﺘﻰ ﯾﺜﺨﻦ ﻓﻲ اﻷرض ( إﻟﻰ ﻗﻮﻟﮫ ) ﻓﻜﻠﻮا ﻣﻤﺎ ﻏﻨﻤﺘﻢ ﻛﺎد أن ﯾﺼﯿﺒﻨﺎ ﻓﻲ ﺧﻼﻓﻚ ﺑﻼء: ﻓﻠﻘﻲ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ ﻋﻤﺮ ﻗﺎل: ﺣﻼﻻ طﯿﺒﺎ ( ﻗﺎل “Dari Ibn Umar ra, Rasulullah bersabda: "Kemudian Nabi Muhammad bermusyawarah dengan Abu Bakar tentang para tawanan. Abu Bakar berkata: 'Kaummu dan masyarakatmu, maka biarkan mereka'. Kemudian beliau bermusyawarah dengan Umar dan Umar berkata: 'bunuh mereka’. Ibnu Umar kemudian mekanjutkan; kemudian rasul menyuruh para tawanan tersebut membayar fidyah, maka Allah menurunkan firmannya: (Tidak patut, bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi) hingga kalimat (makanlah apa yang menjadi ghanimahmu secara halal dan baik). Ibnu Umar melanjutkan: kemudian rasul menemui Umar dan bersabda: 'hampir saja ada bencana yang menimpa kita karena berbeda pendapat denganmu”. 12 Hadis di atas menunjukkan bahwa nabi, sebagai kepala negara, dapat mengambil keputusan yang keliru dan masih membutuhkan pendapat orang lain untuk memecahkan masalah kenegaraan.
D. Kapasitas Nabi Sebagai Pribadi Biasa. Selain sebagai rasul atau pemimpin, Nabi Muhammad juga harus dinilai sebagai pribadi yang bebas. Beliau melakukan hal-hal yang juga dilakukan orang lain di lingkungannya. Untuk point ini terdapat banyak sekali hadis yang bisa ditemukan dengan mudah di kitab-kitab hadis. 13 Hadis berikut dapat jadi contoh yang cukup representatif: .رأﯾﺖ رﺳﻮل ﷲ ﻋﻠﻰ اﻟﻤﻨﺒﺮ و ﻋﻠﯿﮫ ﻋﻤﺎﻣﺔ ﺳﻮداء ﻗﺪ أرﺧﻰ طﺮﻓﯿﮭﺎ ﺑﯿﻦ ﻛﺘﻔﯿﮫ “Aku melihat rasul di atas mimbar sedang beliau memakai serban hitam. Beliau
12
Muhammad bin Abdullah al Hakim, Mustadrak‘alā al Sahīhain, (Beirut: Dar al-Kitab at 'Ilmiyah,1990), II, 359. 13 Cara yang paling mudahuntukmencarihadisdalamkategoriiniadalahdenganmencarihadisdengan kata kunciﻛﺎن رﺳﻮل ﷲataulangsungmelihatkitabFaid al-Qadīrkarya al Manawypadababhurufkāfpada hadith yang berawalandenganfraseﻛﺎن.
menjulurkan kedua ujung serbannya di antara kedua pundaknya”. 14 Abu Bakar Al Baihaqy menyebutkan hadis ini dalam kitabnya yang membahas tentang tatakrama, seolah memberi kesan bahwa memakai serban seperti itu termasuk tindakan yang patut diteladani dan merupakan akhlak yang baik. 15 Konon, serban hitam kemudian dijadikan pertanda bahwa pemakainya adalah ningrat atau keturunan nabi. Kalau kita fahami, hadis tersebut hanya gambaran tentang keadaan nabi dan serbannya saja dan tidak ada sangkut pautnya dengan kesunnahan atau akhlak karena nabi sendiri tidak pernah memerintahkan umatnya untuk meniru “fashion” beliau. Kita tahu bahwa pemakaian serban sudah dilakukan orang arab jauh sebelum Nabi Muhammad lahir. Dengan begitu dapat kita simpulkan bahwa kaitan serban sebenarnya bukannya dengan syari'at islam, tetapi dengan budaya masyarakat arab, yang Nabi Muhammad SAW adalah salah satu anggotanya. Serban sendiri sebenarnya bukan urusan ibadah dan di luar koridor pengaturan wahyu (kerasulan).
E. Contoh Hadis-Hadis Yang Sering Disalah pahami Tidak semua orang sependapat dengan makalah ini dalam pembagian peran nabi. Sebagian orang melakukan hal tertentu yang sebenarnya bersifat budaya namun dianggap sebagai sunnah yang dapat menghasilkan pahala bagi pelakunya. Pendapat mereka biasanya dilandaskan pada hadis tertentu yang secara l seolah mendukung pendirian mereka. Ada beberapa hadis yang dapat dijadikan contoh dalam hal ini. Misalnya: .ﺛﻢ ﻣﺎ أﺳﻔﻞ ﻣﻦ اﻟﻜﻌﺒﯿﻦ ﻣﻦ اﻹزار ﻓﻔﻲ اﻟﻨﺎر “Dari Abu Hurairah ra dari Rasulullah SAW. Beliau bersabda: “…kemudian semua sarung yang lebih rendah dari mata kaki, maka akan masuk neraka”. 16 Hadis di atas tampaknya menjadi landasan bagi sebagian golongan islam di negeri kita ini untuk memakai sarung atau celana setinggi betis (di atas mata kaki). 14
Abu Bakar al Baihaqy, al ‘Adab, (Beirut: Dar al KitabaiIlmiyah, 1986), 359 daririwayat Muslim, AbuDaud, IbnMajah, Nasa’idan Ahmad bin Hambal. 15 Ibid, 359. 16 Muhammad bin Ismail al-Bukhary, Sahīh al-Bukhāry, (Beirut: DārIbnKathīr, 1987), V, 2182.(Hadith no. 5450).
Sebenarnya sabda tersebut muncul karena budaya arab pada waktu itu yang menjadikan pakaian yang panjangnya melewati mata kaki sebagai simbol keangkuhan dan kesombongan, seperti halnya memakai arloji berlapis emas dalam budaya kita. Kesimpulan ini didapat dengan mengamati hadis berikut: ﻣﻦ ﺟﺮ ﺛﻮﺑﮫ ﺧﯿﻼء ﻟﻢ ﯾﻨﻈﺮ ﷲ إﻟﯿﮫ ﯾﻮم اﻟﻘﯿﺎﻣﺔ ﻓﻘﺎل أﺑﻮ ﺑﻜﺮ إن أﺣﺪ ﺷﻘﻲ ﺛﻮﺑﻲ ﯾﺴﺘﺮﺧﻲ إﻻ أن أﺗﻌﺎھﺪ ذﻟﻚ ﻣﻨﮫ ﻓﻘﺎل رﺳﻮل ﷲ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ ﺛﻢ إﻧﻚ ﻟﺴﺖ ﺗﺼﻨﻊ ذﻟﻚ ﺧﯿﻼء “Barang siapa yang memanjangkan bajunya karena angkuh, maka Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat’. Kemudian Abu Bakar berkata: ‘sesungguhnya salah satu dari dua bagian bajuku menjulur kecuali bila aku menjaganya'. Maka Rasul SAW bersabda: 'sesungguhnya kamu bukan orang yang berbuat demikian karena sombong”. 17 Melebihi mata kaki hanya berlaku bila ada unsur kesombongan. Hadis tersebut pada saat ini tidak berlaku bagi kita, orang Indonesia, karena siapapun di antara kita sekarang yang memanjangkan celana atau sarungnya tidak akan punya pikiran bahwa hal itu menandakan kesombongan. Simbol yang berlaku di Arab, seperti simbol menjulurkan sarung tersebut, tentunya berbeda dengan yang berlaku di luar Arab. Dalam tradisi kita, justru orang laki-laki yang memakai celana atau sarung terlalu tinggi atau di atas mata kaki justru terkesan merusak pemandangan. Pemahaman serupa terjadi pada hadis berikut:Sebagian orang menganggap bahwa memakai jubah merupakan tradisi islam. Padahal kenyataannya, jubah sudah dipakai orang arab sejak jaman jahiliyah. Nabi tetap memakai jubah dan tidak menganggapnya sebagai warisan jahiliyah karena memang jubah adalah model pakaian, dan model pakaian itu tidak ada hubungannya dengan agama, tapi lebih sebagai identitas suatu kaum. Hadis di atas juga tidak berupa perintah dari nabi untuk memakai jubah dan bukan pula termasuk konteks kalimat berita dalam arti wajib. Kejadian serupa juga terjadi pada hadis berikut: ﻋﻦ أﺑﻲ رﻣﺜﺔ ﻗﺎل ﺛﻢ اﻧﻄﻠﻘﺖ ﻣﻊ أﺑﻲ ﻧﺤﻮ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ ﻓﺮأﯾﺖ ﻋﻠﯿﮫ ﺑﺮدﯾﻦ أﺧﻀﺮﯾﻦ “Dari Abu Rumthah, Dia berkata: “aku berangkat bersama ayahku ke tempat rasulullah SAW, kemudian aku melihat beliau memakai dua selendang yang berwarna hijau”. 18 Serban/selendang hijau selama ini identik dengan keluarga priyayi. Hadis di 17 18
Ibid, III, 1340 (Hadith no. 3465). Sulaiman Abu Daud, SunanAbiDaud(Beirut: Dar al Fikr,tt), IV, 52.
atas sepertinya mendukung pemahaman seperti ini. Namun seperti yang telah disebutkan, nabi adalah seorang pribadi bebas. Dengan begitu beliau sebagai pribadi, pasti memiliki rasa suka secara subjektif terhadap warna tertentu, rasa tertentu ataupun model tertentu. Semuanya itu karena factor jibily (watak/naluriah) yang melekat pada setiap manusia. Begitu banyak hadis yang berbicara tentang hal-hal seperti ini. Keterbatasan ruang dan waktu penulisan tidak memungkinkan kita untuk menyebutkan kesemuanya. Pengkajian secara menyeluruh tentang topik ini memerlukan waktu yang lama dan penguasaan terhadap ilmu-ilmu pendukung, seperti Ulumul Hadis dan Ushul Fiqh. Syarat lain yang harus dimiliki peneliti topik ini adalah sopan santun kepada Nabi Muhammad SAW sehingga tidak terjerumus pada kesimpulan yang tidak layak dicapai seorang muslim.
F. Kesimpulan Nabi Muhammad sebagai manusia tentunya tidak luput dari berbagai kekurangan, seperti lupa dan salah. Beliau sendiri selama hidupnya tidak hanya bertugas menjadi rasul, namun juga sebagai pemimpin negara dan sebagai pribadi.Hadis-hadis nabi sebagai produk beliau mestinya juga dipilah-pilah dengan cermat. Harus ada penentuan, mana hadis yang memang keluar dari kapasitas beliau sebagai rasul dan mana hadis yang keluar bukan dari konteks kerasulan. Dengan begitu kita tidak terjebak pada ajaran yang kaku dan monoton.Lepas dari itu semua, orang yang meniru hal-ihwal jibiliyah Nabi Muhammad SAW semirip pastilah mendapatkan pahala, namun atas kecintaannya kepada beliau, bukan atas perbuatannya. Wallahu a’lam.
DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Muhammad Husain, Studi Dasar-dasar Pemikiran Islam, (Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2002) Abu al-Qasim Al-Tabrany, al Mu’jam al Kabīr (Mosul: MaktabahUIu n wa at hikam, 1983) Abu Bakar al Baihaqy, al ‘Adab (Beirut: Dar al KitabaiIlmiyah, 1986) Abu Daud, Sulaiman, SunanAbiDaud (Beirut: Dar al Fikr,tt.) Ali bin Muhammad al-Amudy, Al AhkārnfīUsūI al Ahkām (Beirut: al Maktabah al Islamy,tt.) Daniel brown, Menyoal Relevansi Sunnah Dalam Islam Modern (Bandung : Mizan, 2000) Malik Al Juwayni, Abdul, Al BurhānFīUsūIfiqh (Mesir: Al Wafa',tt.) Masyhudi Ismail, Pengantar Ilmu Hadis (Bandung: Angkasa,1991) Muhammad al Sharkhashy, Abu Bakr, UsūI al-Sharkhashī (Bairut: Dar al-Kitab al `Ilmiyah, 1993) Muhammad bin Abdullah al Hakim, Mustadrak ‘alā al Sahīhain (Beirut: Dar al-Kitab at 'Ilmiyah, 1990) Muhammad bin Ismail al-Bukhary, Sahīh al-Bukhāry (Beirut: DārIbnKathīr, 1987) Muhammad bin Muhammad, Kitāb al-taqrīrwa al-tahrīr (Beirut: Dar al-Fikr, 1996) Muslim bin Hujjaj al-Naysabury, SahīhMuslim, (Beirut: Dār Ihyā’i al-Turāth al-‘Arabī, tt.) Rauf al Manawy, Abd, Faid al-Qadīr, (Mesir: al-Maktabah al-Tijāriyah al-Kubrā, 1937)