DISAIN PENDIDIKAN ISLAM UNTUK MASYARAKAT GLOBAL DITINJAU DARI FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM Oleh: Sugiatno, M.Pd.I Abstrak Era globalisasi ternyata menimbulkan perubahan-perubahan pada kehidupan masyarakat. Pada skala nasional, globalisasi mengakibatkan terjadinya pergeseran nilai dikalangan masyarakat. Penetrasi budaya bangsa lain dan pergeseran struktur masyarakat dari masyarakat agraris ke masyarakat teknologis maupun informatif mengakibatkan kegamangan budaya yang mengarah kepada hilangan pegangan hidup dan keutuhan kepribadian manusia dan penolakan terhadap nilai-nilai luhur agama. Dari semua persoalan fundamental yang dihadapi oleh masyarakat global, munculnya kesadaran epistemologis baru bahwa persoalan kemanusian tidak cukup diselesaikan dengan cara empirik rasional, tetapi perlu jawaban yang bersifat transendental. Dalam hal ini diperlukan suatu desain paradigma baru di dalam menghadapi tuntutan-tuntutan yang baru Melihat persoalan ini, maka pendidikan Islam yang memiliki kandungan spritual keagamaan bila didesain dapat menjawab tantangan perubahan tersebut. Guna memperoleh pemahaman yang lebih mendalam mengenai masalah pokok di atas, maka dikumpulkan data-data yang diperlukan melalui studi kepustakaan (library reseach). Hasil dari penelitian ini adalah bahwa disain pendidikan Islam untuk masyarakat globalisasi adalah disain pendidikan Islam dilandasi oleh filsafat dan teori pendidikan Islam yang sesuai dengan ajaran Islam, dan sumsi-asumsi tentang manusia dan lingkungannya. Pendidikan Islam harus wawasan : Pertama, memiliki visi dan misi yang jauh kedepan. Kedua, tujuan pendidikan Islam diarahkan untuk mencapai keseimbangan pertumbuhan pribadi manusia secara menyeluruh. Ketiga, kurikulum merefleksikan keseimbangan antara ilmu agama dan ilmu umum bermuara pada tujuan pendidikan Islam, disamping menyajikan ajaran Islam secara menyeluruh (komprehensif) dan utuh bertaut antara yang satu dengan yang lainnya (integral) dengan ilmu pengetahuan, sehingga ajaran Islam dapat diaktualisasikan. Kata Kunci : Desain, filsafat, pendidikan Islam, dan Masyarakat Global A. Latar Belakang Masalah Kehidupan di abad melinium ketiga sekarang ini adalah kehidupan yang diwarnai oleh era globalisasi. Globalisasi membuat apa yang berlaku di suatu bangsa akan dapat dengan mudah diketahui dan ditiru oleh bangsa-bangsa lain, sehingga hal tersebut dapat berlaku
umum
di
hampir
seluruh
dunia.
Proses
globalisasi
disebabkan
oleh
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama teknologi elektronika dan informatika yang begitu pesat. Pengaruh era globalisasi mengakibatkan terjadinya suatu perubahan tatanan kehidupan yang serba kompleks, juga terjadinya perkembangan dalam dunia pendidikan,
ilmu pengetahuan dan teknologi. Akibat dari ekses globalisasi ini akan terlihat jelas dalam kehidupan manusia yang seakan kehilangan pegangan hidup sehingga muncul keresahan dengan gaya hidup individualis, materialis, dan hilangnya keutuhan pribadi mereka Pada skala nasional, globalisasi ternyata mengakibatkan terjadinya pergeseran nilai dikalangan masyarakat. Penetrasi dan penembusan budaya bangsa lain, bagaimanapun juga menimbulkan kekagetan budaya dikalangan sebagian besar masyarakat yang tidak siap dengan perkembangan baru. Sebagai akibatnya mereka mengalami kegamangan budaya yang dapat mengarah kepada kehilangan pegangan hidup. Kegamangan budaya dapat juga terjadi sebagai akibat dari transformasi budaya sejalan dengan pergeseran struktur masyarakat
dari masyarakat agraris ke masyarakat teknologis maupun
masyarakat informatif. Proses globalisasi lewat penyebaran informasi telah melahirkan masyarakat industrial modern di negara-negara berkembang seperti Indonesia memiliki empat kecendrungan : pertama, kecendrungan hidup individualistik, kedua, kecendrungan hidup materialistik atau pendewaan material, ketiga kecendrungan hidup hedonistik atau pendewaan terhadap hasrat badani, dan yang keempat, kecendrungan hidup rasional atau scaentis. Era globalisi merupakan tantangan sekaligus persaingan dan peluang. Semua masyarakat pasti akan terlibat dalam era ini, walaupun dalam kualitas yang berbeda Kecendrungan-kecendrungan dari ekses globalisasi di atas menghilangkan keutuhan kepribadian manusia, karena yang demikian menunjukkan penentangan dan penolakan terhadap nilai-nilai luhur agama. Padahal manusia tersusun dari dua unsur, yaitu materi dan immateri atau jasmani dan rohani. 1 Dengan demikian manusia di satu sisi membutuhkan benda dan pada sisi lain membutuhkan agama. Semua persoalan fundamental yang dihadapi oleh masyarakat global yang digambarkan di atas, "menjadi pemicu munculnya kesadaran epistemologis baru bahwa persoalan kemanusian tidak cukup diselesaikan dengan cara empirik rasional, tetapi perlu jawaban yang bersifat transendental" 2 Melihat persoalam ini, maka ada peluang bagi pendidikan Islam yang memiliki kandungan spritual keagamaan untuk menjawab tantangan perubahan tersebut. Nampaknya sudah saatnya membangun paradigman keilmuan yang baru dan meninggalkan paradigma keilmuan lama yang sangat materialistik dengan mengenyampingkan aspek spritual keagamaan. Demikianlah, agama pada akhirnya dipandang sebagai alternatif paradigma yang dapat memberikan solusi
secara mendasar terhadap persoalan kemanusian yang sedang dihadapi oleh masyarakat global. Jadi sejatinya manusia tidak terlepas dari dua unsur tersebut, fisik merupakan gerak badan untuk melakukan aktivitas sesuai dengan fungsinya, seperti melihat, mendengar, berjalan, dan sebagainya. Sedangkan roh atau jiwa merupakan gerak jiwa yang mempunyai dua daya, yaitu daya fikir (akal) dan daya rasa yang berpusat di hati yang juga melakukan aktivitasnya sesuai dengan fungsinya, seperti merasa yang berpusat di hati dan dipertajam melalui ibadah, sedangkan daya fikir yang berpusat dikepala sebagai dorongan agar manusia banyak memikirkan dan meneliti alam sekitarnya, mencari ilmu pengetahuan. Kedua daya ini bila diasah akan mempertajam hati nurani dan mempertajam penalaran. Kehidupan manusia harus seimbang,
dengan kehidupan yang seimbang akan
mewujudkan manusia seutuhnya. Untuk mewujudkan manusia yang seutuhnya yang diinginkan maka manusia butuh pendidikan, baik itu pendidikan sekolah, keluarga dan masyarakat. Pendidikan yang dimaksud terutama pendidikan Islam, dengan hasil pendidikan ini akan muncul generasi yang berkualitas mampu hidup mandiri, bertanggung jawab, berakhlak dan mampu menjawab dalam menghadapi tantangan zaman. Keniscayaan ini dipertegas lagi bahwa pendidikan sebagai salah satu kebutuhan hidup, fungsi sosial, sebagai bimbingan, dan sebagai sarana pertumbuhan yang mempersiapkan manusia pada tingkat kedewasaannya sehingga ia dapat mandiri. Pendidikan dapat dilakukan dengan jalan mentransformasikan niali-nilai yang dimaksud dalam bentuk formal dan non formal. Sesunguhnya dalam menghadapi perubahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat baik sosial maupun kultural, secara makro persoalan yang dihadapi pendidikan Islam adalah bagaimana pendidikan Islam mampu menghadirkan disain atau konstruksi pendidikan Islam yang relevan dengan perubahan masyarakat. Kemudian disain wacana pendidikan Islam tersebut dapat dan mampu ditranspormasikan atau diproses secara sistematis dalam masyarakat. Persoalan pertama ini lebih bersifat filosofis, yang kedua lebih bersifat metodologis. Konsep filosofis Pendidikan Islam adalah berpangkal tolak pada Hablunminallah (hubungan dengan Allah) dan Hablunminannas (hubungan manusia dengan manusia), dan Hablunminalalam (hubungan manusia dengan lam sekitarnya).
Tidak dapat dipungkiri, bahwa pendidikan Islam dewasa ini masih menyisakan berbagai persoalan, namun secara ontologis, epistemologis, dan aksiologis dapat dijadikan sebagai tawaran untuk menjawab tatangan pada masyarakat global. Pertanyaan yang sangat mendasar dari pemikiran di atas adalah desain pendidikan Islam yang bagaimana yang harus dikembangkan untuk mengatasi problema yang dihadapi oleh masyarakat global ?
Untuk menjawab pertayaan tersebut diperlukan penelitian yang
mendalam, untuk itu penulis mengajukan proposal ini utnuk dilakukan penelitian selanjutnya. B. Tujuan Penelitian Tujuan utama penelitian ini adalah untuk menemukan jawaban yang kualitatif terhadap pertanyaan utama yang tersimpul dalam rumusan masalah. Lebih rinci tujuan itu dapat diungkapkan sebagai berikut : ingin mengetahui bagaimana desain pendidikan Islam yang sesuai untuk masyarakat global ditimjauan dari Pemikiran Filsafat Pendidikan Islam”. C. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan bermanfaat setidaknya adalah : 1. Memberikan pejelasan yang lebih utuh tentang disain pendidikan Islam yang sesuai dengan masyarakat global ditinjau dari Filsafat Pendidikan Islam. 2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan acuan bagi para praktisi pendidikan dalam menentukan bahan, isi dan materi pendidikan Islam yang akan disajikan kepada peserta didik. 3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pemikiran atau konsep yang dapat dijadikan pengkajian dan penelitian berikutnya. 4. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan referensi bagi para dosen dalam mengajar mata kuliah Filsafat Pendidikan Islam. 5. Hasil penelitian ini daharapkan dapat dijadikan bahan bacaan bagi mahasiswa pada mata kuliah kependidikan (tarbiyah). D. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Mengingat fokus kajian dalam penelitian ini adalah Desain Pendidikan Islam pada masyarakat global di Indonesia. Maka dalam melakukan penelitian ini adalah penelitian library reseach atau studi kepustakaan dengan menggunakan pendekatan filsafat Pendidikan Islam.
2. Data dan Sumber Data Memperhatikan metode penelitian dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan (library reseach), oleh karena itu, data dalam penelitian ini adalah data kualitatif dan sumber datanya diambil dari: buku-buku, ensiklopedia-ensiklopedia, majalah-majalah, koran-koran, dan tulisan lainnya. Dari sumber data yang ada diklasifikasi menjadi data primer dan data skunder. Data primer diambil dari buku-buku Filsafat Pendidikan dan Filsafat Pendidikan Islam. Sedangkan data sekunder diambil dari buku-buku, tesis, desertasi, jurnal, makalah dan artikel-artikel di berbagai media cetak dan berbagai tulisan yang lain yang ada kaitannya dengan bahasan penelitian ini. 2. Metode Analisa Data Setelah data dikumpulkan dengan lengkap, selanjutnya data dianalisa. Analisa merupakan tahapan yang paling penting dan menentukan, karena dalam tahapan ini data dikerjakan dan dimanfaatkan sedemikian rupa sehingga berhasil menjawab dan menyimpulkan persoalan dalam menelitian ini. Selanjutnya agar penelitian ini dapat dipertanggung jawabkan, maka dalam penelitian ini menggunakan metode analisa data sebagai berikut, metode induksi-deduksi, deskriptif-analisis dan analisis isi (content Analisy E. Landasan Teoritik 1. Pengertian Disain Pendidikan Dalam usaha memahami penelitian ini, maka perlu terlebih dahulu memahapi istilah yang termuat dalam kajian, sehingga nantinya dapat diperoleh pemahaman yang konprehensif dan mendalam. Pemahaman secara komprehensif sangat dibutuhkan, sebab setiap istilah dalam kajian ilmiah selalu disadarkan pada konsep atau teori tertentu dan sekaligus mempermudah pemahaman sehingga kegunaannya dapat dirasakan. Kata Disain biasa diterjemahkan sebagai seni terapan, arsitektur, dan berbagai pencapaian kreatif lainnya. Dalam sebuah kalimat, kata "disain" bisa digunakan baik sebagai kata benda maupun kata kerja. Sebagai kata kerja, "disain" memiliki arti "proses untuk membuat dan menciptakan obyek baru". Sebagai kata benda, "disain" digunakan untuk menyebut hasil akhir dari sebuah proses kreatif, baik itu berwujud sebuah rencana, proposal, atau berbentuk obyek nyata. 3 Proses disain pada umumnya memperhitungkan aspek fungsi, estetik dan berbagai macam aspek lainnya, yang biasanya datanya didapatkan dari riset, pemikiran, brainstorming, maupun dari disain yang sudah ada sebelumnya. Kata desain juga dapat
digunakan dalam merancang pendidikan. Dalam kaitan ini transfer nilai-nilai budaya yang paling efektif adalah melalui proses pendidikan dan pengembangan sumber daya manusia. Dalam masyarakat global proses pendidikan dan pengembangan sumber daya manusia didasarkan pada suatu sistem yang sengaja dirancang. Jadi yang dimaksud desain dalam penelitian ini adalah
rancangan konsep pendidikan Islam yang dapat
dijadikan sebagii alternatif pendidikan yang dapat menjawab tantangan zaman global. 2. Masyarakat Globalisasi Kata ”globalisasi” diambil dari kata global yang maknanya adalah universal. Kata globalisasi belum memiliki definisi yang mapan, kecuali sekedar definisi kerja (Working definition),
sehingga
tergantung
dari
sisimana
orang
melihatnya.
Ada
yang
memandangnya dari sebagai suatu proses sosial atau proses sejarah atau proses alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan negara dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau kesatuan ko-eksistensi dengan menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi, dan budaya masyarakat. 4 Masyarakat Global adalah masyarakat yang memiliki pemikiran yang rasional dan berorientasi kedepan, bersipat terbuka, menghargai waktu dan kreatif, mandiri dan inofatif. Disisi lain masyarakat global memiliki kecebdrungan paradoksal dan mengikuti arus ideology baru yang bercirikan trannasionalisme, globalisme dan skularisme. 5 Globalisasi adalah sebuah istilah yang memiliki hubungan dengan
peningkatan keterkaitan dan
ketergabtungan antar bangsa dan antar manusia di seluruh dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya popular, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain hingga batas-batas suatu Negara menjadi bias. Dalam banyak hal, globalisasi mempunyai banyak karakteristik yang dengan internasional sehingga kedua istilah ini sering dipergunakan. Sebagian pihak sering menggunakan istilah globalisasi yang dikaitkan dengan berkurangnya peran negara atau batas-batas negara. Globalisasi menurut Feather Stone melahirkan
global culture (which) is
encompassing the world at the international level”. Sedangkan menurut Peter JM. Has globalisasi dapat dipahami sebagai reaksi dan elaborasi terhadap dua gejala sosiologis yang sekarang sedang terjadi, yaitu berkembangnya the world system and modernization. Dengan demikian, memasuki era globalisasi berarti masuk ke dalam sistem dunia dan modernisasi yang konsekuensinya harus menghadapi arus perubahan yang begitu cepat dan sulit diprediksi.6
Di sisi lain ada yang melihat globalisasi sebagai sebuah proyek yang diusung oleh negara-negara adikuasa, sehingga bisa saja orang memiliki pandangan negatif atau curiga terhadapnya.
Dari sudut pandang ini, globalisasi tidak lain adalah kapitalisme
dalam bentuknya yang mutakhir. Negara-negara yang kuat dan kaya praktis akan mengendalikan ekonomi dunia dan negara-negara kecil makin tidak berdaya karena tidak mampu bersaing. Sebab, globalisasi cendrung berpengaruh besar terhadap perekonomian dunia bahkan berpengaruh terhadap bidang-bidang lain seperti budaya dan agama. 3. Pengaruh Dan Ciri Masyarakat Global Globalisasi mempengaruhi hampir semua aspek yang ada di masyarakat, termasuk diantaranya aspek budaya. Kebudayaan dapat diartikan sebagai nilai-nilai (values) yang dianut oleh masyarakat ataupun persepsi yang dimiliki oleh warga masyarakat terhadap berbagai
hal.
Baik
nilai-nilai
maupun
persepsi
berkaitan
dengan
aspek-aspek
kejiwaan/psikologis, yaitu apa yang terdapat dalam alam pikiran. Aspek-aspek kejiwaan ini menjadi penting artinya apabila disadari, bahwa tingkah laku seseorang sangat dipengaruhi oleh apa yang ada dalam alam pikiran orang yang bersangkutan. Sebagai salah satu hasil pemikiran dan penemuan seseorang adalah kesenian, yang merupakan subsistem dari kebudayaan.7 Salah satu ciri utama kehidupan di masa sekarang dan masa yang akan datang adalah cepatnya terjadi perubahan dalam kehidupan manusia. Menurut Djamaluddin Ancok banyak paradigma yang digunakan untuk menata kehidupan, baik kehidupan individual maupun kehidupan organisasi yang pada waktu yang lalu sudah mapan, kini menjadi ketinggalan zaman. Secara umum masyakarat modern adalah masyarakat yang proaktif, individual, dan kompetitif.
8
Era globalisasi menjadikan kehidupan manusia secara teknologis memperoleh banyak kemudahan. Tetapi juga masyarakat modern menjumpai banyak paradoks dalam kehidupannya. Peradaban modern yang semakin kehilangan jangkar spritual dengan segala dampak destruktifnya pada berbagai dimensi kehidupan manusia. Teknologi yang tanpa kendali moral lebih merupakan ancaman. Dalam menghadapi suatu perubahan, menurut seorang fiilosof Kuhn "diperlukan suatu disain paradigma baru di dalam menghadapi tuntutan-tuntutan yang baru. 9 Lebih lanjut Kuhn mengatakan, apabila tantangan-tantangan baru tersebut dihadapi dengan menggunakan paradigma lama, maka segala usaha yang dijalankan akan memenuhi kegagalan".10 Untuk itu, pendidikan Islam perlu didisain untuk menjawab tantangan
perubahan zaman tersebut, baik pada sisi konsepnya, kurikulum, kualitas sumberdaya manusianya, lembaga-lembaga dan organisasinya, serta mengkonstruksinya agar dapat relevan dengan perubahan masyarakat tersebut. 4. Pengertian Pendidikan Islam Terkait dengan pengertian pendidikan Islam, pengertian pendidikan Islam secara etimologi telah banyak didefinisikan oleh para ahli pendidikan, definisi yang disampaikan terlihat beragam, sesuai dengan sudut pandang mereka masing-masing, tetapi secara substansial mengerucut pada makna yang sama. Di sini akan dikemukakan beberapa definisi pendidikan Islam, diantaranya berpendapat : Omar Muhammad al-Tommy al-Syaibani dalam Samsul Nizar mendefinisikan pendidikan Islam adalah suatu usaha mengubah tingkah laku individu dalam kehidupan pribadinya atau kehidupan kemasyarakatannya dan kehidupan dalam alam sekitarnya melalui proses kependidikan dan perubahan itu dilandasi dengan niali-nilai Islam. 11 Pengertian yang secara khusus dikemukakan oleh Muhammad Fadhi
al-Jamaly dalam
Jalaluddin mendefinisikan pendidikan Islam adalah upaya mengembangkan, mendorong serta mengajak peserta didik hidup lebih dinamis dengan berlandaskan kepada nilai-nilai yang tinggi dan kehidupan yang mulia. Dengan proses tersebut, dimungkinkan akan terbentuknya pribadi peserta didik yang lebih sempurna, baik yang berkaitan dengan potensi akal, jiwa, maupu perilaku atau tindakan. 12 F. Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional Jika dilihat dari segi tujuan pendidikan Islam sebagaimana diuraikan di atas, pendidikan nasional maka keduanya memiliki kesamaan. Dalam undang-undang No. 20 tahun 2003, ditegaskan bahwa pendidikan berfungsi : mengembangkan kemampuan dan membentuk watak bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdasakan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, bwerakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. 13 Sedangkan tujuan pendidikan nasional yang ada pada UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 pasal 3 adalah: “…Tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa berakhlak
mulia, sehat, berilmu cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.14 Dalam tujuan pendidikan nasional tersebut terlihat bahwa bangsa Indonesia ingin menciptakan peserta didik yang memiliki kualitas keimanan dan juga kecakapan ilmu dan kecakapan sosial. Dari dua tujuan tersebut tampaknya ada 2 dimensi yang ingin diwujudkan yaitu: 1. Dimensi transendental (lebih dari hanya sekedar ukhrawi) yang berupa ketakwaan, keimanan dan keihklasan 2. Dimensi duniawi melalui nilai-nilai material sebagai sarananya seperti pengetahuan, kecerdasan, keterampilan, intelektual dan sebagainya. 15 Rumusan tujuan pendidikan Islam menurut Kongres Sedunia ke II tentang pendidikan Islam tahun 1980 di Islamabd merumuskan : Tujuan pendidikan Islam adalah untuk mencapai keseimbangan pertumbuhan keperibadian manusia secara menyeluruh dan seimbang yang dilakukan melalui latihan jiwa, akal pikiran (intelektual), diri manusia yang rasional; perasaan dan indera. Karena itu, pendidikan hendaknya mencakup pengembangan seluruh aspek fitrah peserta didik; aspek spiritual, intelektual, imajinasi, fisik, ilmiah, dan bahasa baik secara individual maupun secara kolektif; dan mendorong semua aspek tersebut berkembang kearah kebaikan dan kesempurnaan. Tujuan terakhir pendidikan muslim terletak pada perwujudan ketundukan yang sempurna kepada Allah, baik secara pribadi, komunitas maupun seluruh umat manusia. 16 Berkaitan dengan posisi pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional dapat diidentifikasi sedikitnya dalam 3 pengertian: 1. Pendidikan Islam adalah lembaga pendidikan keagamaan seperti pesantren, pengajian dan madrasah diniyah, maksudnya pendidikan Islam hanya sebagai pendidikan keagamaan di masyarakat, berupa pesantren, pengajian dan majlis taklim yang bersifat non formal, yang berupa ilmu sosial bagi masyarakat 2. Pendidikan Islam adalah muatan atau materi pendidikan agama Islam dalam kurikulum pendidikan nasional yaitu pendidikan Islam sebagai salah satu materi pelajaran yang wajib diberikan kepada peserta didik untuk meningkatkan kualitas pribadinya. 3. Pendidikan Islam merupakan ciri khas lembaga pendidikan sekolah yang diselenggarakan oleh Departemen Agama dalam bentuk madrasah dan oleh organisasi serta yayasan keagamaan Islam dalam bentuk Islam; yaitu pendidikan Islam sebagai suatu lembaga pendidikan yang bercirikan agama Islam seperti madrasaah dan pesantren yang telah bersifat formal dan menggunakan kurikulum yang diadakan oleh pemerintah untuk sekolah-sekolah umum, dengan demikian pendidikan Islam telah disetarakan dengan poendidikan sekolah umum. 17
Dengan demikian maka pendidikan Islam sejalan dan searah dengan pendidikan nasional. Maka pendidikan Islam merupakan salah satu bentuk pengembangan pendidikan yang bisa diterima di Indonesia dan pendidikan Islam sebagai suatu lembaga pendidikan di Indonesia telah diakui dengan pengukuhan UU terdahulu yaitu UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang telah diperbaharui menjadi UU No. 20 tahun 2003. Bab IV mengenai jalur jenjang dan jenis pendidikan pasal 15, 17 dan 18 yang menetapkan jenis pendidikan agam sebagai suatu bentuk lembaga pendidikan di Indonesia. Artinya, pendidikan Islam di Indonesia telah mendapat pengakuan oleh bangsa dalam upaya mendidik dan mencerdaskan masyarakat sehingga pendidikan Islam memiliki kesempatan besar untuk mengembangkan diri dalam rangka menjawab keinginan-keinginan masyarakat. Dengan demikian keberhasilan pendidikan Islam akan membantu terhadap keberhasilan pendidikan nasional, juga sebaliknya keberhasilan pendidikan nasional secara makro turut membantu pencapaian tujuan pendidikkan Islam, sebab itu keberadaan lembaga-lembaga pendidikan Islam oleh pemerintah dijadikan mitra untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. 18 G. Pendidikan Islam Untuk Masyarakat Globalisasi Kajian dan diskursus berkenaan dengan usaha-usaha mencari alternatif pendidikan Islam yang sesuai dengan tantangan zaman sudah banyak dilakukan oleh para pemikir, praktisi dan pemerhati pendidikan, diantara kajian yang telah dilakukan, yaitu oleh Ahmad Syafi'i Ma'arif, Pemikiran tentang Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia: Dalam Pendidikan Islam di Indonesia antara Cita dan Fakta, dan Pengembangan Pendidikan Tinggi Post Graduate Studi Islam Melalui Paradigma Baru yang Lebih Efektif. Kemudian oleh A.Malik Fadjar, Menyiasati Kebutuhan Masyarakat Modern Terhadap Pendidikan Agama Luar Sekolah
Seminar dan Lokakarya Pengembangan Pendidikan Islam
Menyongsong Abad 21, 1995. Gagasan ini disampaikan
sebuah seminar di STAIN
Cirebon. Selanjutnya pemikiran Anwar Jasin, Kerangka Dasar Pembaharuan Pendidikan Islam
Tinjauan Filosofis, 1985. Kemudian oleh Djamaluddin Ancok, Membangun
Kompotensi Manusia dalam Milenium Ke Tiga, 1998. Kemudian H.A.R. Tilar, Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional Dalam Perspektif Abad 21,
M.Irsyad Sudiro,
Pendidikan Agama dalam Masyarakat Modern, M.Rusli Karim, Pendidikan Islam Sebagai Upaya Pembebasan Manusia. Selanjutnya pemikiran yang disampaikan oleh Husni
Rahim, 2001. Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia.
Pemikiran yang terbaru
dikemukakan oleh Hujair AH. Sanaky dengan tulisannya yang berjudul Studi Islam Pemikiran Pendidikan Islam Modern. Dan lain-lain. Secara makro persoalan yang dihadapi pendidikan Islam adalah bagaimana pendidikan Islam mampu menghadirkan disain atau konstruksi wacana pendidikan Islam yang relevan dengan perubahan masyarakat. Kemudian disain wacana pendidikan Islam tersebut dapat dan mampu ditranspormasikan atau diproses secara sistematis dalam masyarakat. Dimasa informasi atau globalisasi yang dipenuhi dengan kecanggihan teknologi dewasa ini maka mutu adalah hal pertama dan paling utama yang dipilih oleh setiap orang. Pengaruh dari globalisasi ini mengharuskan adanya upaya peningkatan kualitas di segala sektor. Oleh karena itu harus dilakukan peninjauan visi dan misi dalam pendidikan Islam sehingga tidak terjebak dalam arus globalisasi yang nantinya bisa berakibat pada keterlebakangan pendidikan Islam dimasa yang akan datang. Secara garis besar seluruh pendidikan di Indonesia masih memiliki mutu yang rendah.
Hal
ini
dikarenakan
hambatan-hamabatan
besar.
upaya
Ada
peningkatan
beberapa
faktor
kualitas yang
masih
mendapat
menyebabkan
sulitnya
peningkatan mutu pendidikan. 1. Kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan nasional menggunakan pendekatan education production atau infut, output analisis yang tidak dilaksanakan secara konsekuen 2. Penyelenggaraan pendidikan nasional dilakukan secara birokratik sentralistik sehingga menempatkan sekolah sebagai penyelenggaraan pendidikan sangat tergantung pada keputusan birokrasi panjang dan kadang-kadang kebijakan yang dikeluarkan tidak sesuai dengan kondisi sekolah setempat 3. Peran serta masyarakat khususnya orang tua siswa dalam penyelenggaraan pendidikan selama ini pada umumnya lebih banyak bersifat dukungan input (dana) bukan pada proses pendidikan (pengambilan keputusan, monitoring evalusi dan akuntabulitas).19 Dikarenakan fenomena perkembangan abad mutakhir menghendaki adanya suatu sistem pendidikan yang komprehensif, karena perkembangan masyarakat dewasa ini menghendaki adanya pembinaan siswa atau santri yang dilaksanakan secara seimbang antara nilai dan sikap, pengetahuan, kecerdasan, keterampilan, kemampuan komunikasi,
dan kesadaran akan ekologi lingkungan. Dengan kata lain, seimbang antara ilmu pengetahuan (ilmu pengetahuan dan teknologi) dan imtag (iman dan takwa), yakni meliputi IQ (intelektual quetient), EQ (emotional quetient) dan SQ (spiritual quetient).20 Dengan demikian menuntut adanya ketegasan visi pendidikan agar pendidikan Islam tidak hanya menerima setiap pengaruh yang timbul akibat globalisasi tetapi mampu mengelola berbagai kecenderungan secara responsif dan tuntas. Visi ini ditempatkan sebagai pemandu yang menjamin konsistensi pendidikan Islam secara terus menerus. Dengan kata lain, visi pendidikan Islam masa depan adalah terciptanya sistem pendidikan yang Islami, populis, berorientasi mutu dan kebhinekaan. 21 Maka dengan adanya pengembangan visi pada pendidikan Islam itu sendiri, pendidikan Islam akan mampu menghadapi tantangan-tantangan yang muncul di era globalisasi ini tanpa harus berlarut-larut pada sistem lama yang tidak tepat sehingga menjadikan pendidikan Islam terbelakang atau mengikuti perkembangan zaman, tanpa adanya penyaringan, sehingga dapat mematikan identitas pendidikan Islam. Untuk itu kejelasan visi ini akan dapat meningkatkan kualitas pendidikan Islam tanpa terjebak oleh pola globalisasi yang ada saat ini. Sistem pendidikan yang Islami, maksudnya memperlihatkan identitas keislaman dalam praktek pendidikan dengan kata lain karakter keislaman tercermin di dalam kegiatan kependidikan di sekolah dengan berusaha mewujudkan peserta didik yang berkepribadian Muslim serta memiliki intelektual yang tinggi. Sedangkan populis, maksudnya adalah pendidikan Islam hendaknya dilaksanakan dalam semangat yang merakyat sehingga melahirkan hasil pendidikan yang berprestasi dan sekaligus peduli dengan nasib sesama. 22 Hal ini dikarenakan pendidikan Islam adalah pendidikan yang berusaha memberikan apa yang dibutuhkan masyarakat, dan pendidikan sangat lekat dengan tuntutan terdalam yang paling hakiki dari manusia yakni membutuhkan persaudaraan, kasih sayang dan kehidupan bermasyarakat yang baik sehingga pendidikan Islam ini terbuka bagi seluruh lapisan sosial. Adapun berorientasi pada mutu, bahwasannya pendidikan Islam harus dapat meningkatkan mutu pendidikan Islam baik secara lembaga, isi maupun struktur-struktur yang bersangkutan di dalamnya. Karena dengan peningkatan mutu pendidikan ini maka pendidikan Islam akan mampu menghadapi tantangan zaman saat ini. Visi keragaman, visi ini menunjukkan adanya fleksibilitas dalam pendidikan Islam. Dengan memberikan ruang bebas bagi perkembangan pendidikan lembaga misalnya pesantren, madrasah,
majlis taklim pengajian dan lain-lain atau keragaman dalam masalah teknis, misalnya madrasah keguruan, madrasah model dan lain-lain dengan begitu pendidikan Islam diharapkan mampu memperlihatkan kemajuan sehingga menghasilkan lulusan-lulusan yang berkualitas baik intelektual maupun kepribadian sesuai dengan bidangnya masing-masing. Dan dalam menghadapi perubahan-perubahan sosial yang terjadi di masyarakat Indonesia pendidikan Islam memiliki misi ganda yaitu: 1. Mempersiapkan manusia Muslim untuk menghadapi perubahan-perubahan yang
sedang
dan
perubahan-perubahan
akan
terjadi
tersebut,
mengendalikan
menciptakan
dan
kerangka
memanfaatkan berpkir
yang
komprehensif dan dinamis bagi terselenggaranya proses perubahan yang berada di atas nilai-nilai Islam. 2. Memberikan solusi terhadap ekses-ekses negatif kehidupan modern yang berupa depersonalisasi, frustasi dan ketergantungan umat dari dunia modern. 23 Dengan visi dan misi ini maka diharapkan pendidikan Islam dapat meningkatkan kualitas manusia Indonesia seutuhnya. Selain itu yang perlu ditingkatkan adalah Sumber Daya Manusia. Peningkatan Sumber Daya Manusia ini harus dilakukan dalam seluruh aspek pendidikan dan agenda utama pendidikan tidak lain adalah pengembangan dan peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia baik ditinjau dari nilai ekonomi maupun nilai-nilai Insani. Nilai ekonomis ideal menjadikan manusia lebih produktif dan nilainya lebih tinggi secara ekonomis, yang diperoleh melalui penguasaan ilmu dan teknologi. Nilai insani berupa nilai tambah budaya dan iman dan takwa yang menjadikan manusia lebih tinggi harkat dan martabat kemanusiaannya melalui pendidikan yang sinergis antara pendidikan agama dan ilmu pengetahuan non agama. 24 Dengan peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia ini diharapkan pendidikan Islam berperan penting sebagai pendidikan yang menghasilkan anak didik yang cerdas, profesional serta berkepribadian Islami sehingga nanti dapat bersaing di era globalisasi, karena pada dasarnya arus globalisasi memberikan dampak positif bagi pendidikan Islam, karena semakin maraknya kekerasan sosial, kenakalan remaja (pergaulan bebas) narkoba dan lain-lain membuat pendidikan Islam (madrasah) sangat dibutuhkan. Sebab madrasah memiliki nilai plus didalamnya yaitu perpaduan antara iptek dan imtaq yang menekankan pendidikan keimanan juga intelektual. Maka madrasah juga dapat menjadi sekolah unggulan apabila adanya pemaduan antara konsep mafikib dengan nuansa
agama dan konsep agama dengan iptek sehingga dapat mengembangkan seluruh kemampuan yang ada pada peserta didik. Dari uraian di atas, dapat dimaknai bahwa alasan mendasar disain pendidikan Islam di Indonesia sangat di rasakan perlu: Pertama, konsep dan praktek pendidikan Islam dirasakan terlalu sempit, artinya terlalu menekankan pada kepentingan akhirat, sedangkan ajaran Islam menekankan pada keseimbangan antara kepentingan dunia dan akhirat. Dengan demikian perlu pemikiran kembali konsep pendidikan Islam yang betul-betul didasarkan pada asumsi dasar tentang manusia yang akan diproses menuju masyarakat madani. Kedua, lembaga-lembaga pendidikan Islam yang dimiliki sekarang ini, belum atau kurang mampu memenuhi kebutuhan umat Islam dalam menghadapi tantangan dunia modern dan tantangan masyarakat dan bangsa Indonesia disegala bidang. Maka, untuk menghadapi perubahan pada masyarakat
diperlukan disain
pendidikan Islam untuk menjawab tantangan secara mendasar kehidupan di era globalisasi sekarang ini. 25 Suatu usaha perubahan sistem pendidikan hanya bisa terarah dengan mantap apabila didasarkan pada konsep dasar filsafat dan teori pendidikan yang mantap. Filsafat pendidikan yang mantap hanya dapat dikembangkan di atas dasar asumsi-asumsi dasar yang kokoh dan jelas tentang manusia dan hakekat kejadiannya, potensi-potensi bawaannya, tujuan hidup dan misinya di dunia ini baik sebagi individu maupun sebagai anggota masyarakat, hubungan dengan lingkungan dan alam semesta dan akhiratnya hubungan dengan Maha Pencipta. Demikian juga teori pendidikan yang mantap hanya dapat dikembangkan atas dasar pertemuan antara penerapan atau pendekatan filsafat dan pendekatan emperis.26 Sehubungan dengan itu, konsep dasar disain pendidikan Islam adalah perumusan konsep filsafat dan teoritis pendidikan yang didasarkan pada asumsi-asumsi dasar tentang manusia dan hubungannya dengan lingkungan dan menurut ajaran Islam. Karena rumusan tersebut akan menjadi konsep dasar filsafat pendidikan Islam. Untuk itu, filsafat atau segala asumsi dasar pendidikan Islam hanya dapat diterapkan secara baik jikalau kondisi-kondisi lingkungan (sosial-kultural) diperhatikan. Dengan demikian, jika ingin mengadakan perubahan pendidikan Islam maka langkah awal yang harus dilakukan adalah merumuskan konsep dasar filosofis pendidikan yang sesuai dengan ajaran Islam, mengembangkan secara empris prinsip-prinsip yang mendasari keterlaksanaannya dalam konteks lingkungan yang dalam hal ini adalah masyarakat madani. Jadi, tanpa kerangka
dasar filosofis dan teoritis yang kuta, maka perubahan pendidikan Islam tidak punya pondasi yang kuat dan juga tidak mempunyai arah yang pasti. 27 Sebagai akibatnya, media ini khususnya televisi, dapat dijadikan alat yang sangat ampuh di tangan sekelompok orang atau golongan untuk menanamkan atau, sebaliknya, merusak nilai-nilai moral, untuk mempengaruhi atau mengontrol pola fikir seseorang oleh mereka yang mempunyai kekuasaan terhadap media tersebut. Persoalan sebenarnya terletak pada mereka yang menguasai komunikasi global tersebut memiliki perbedaan perspektif yang ekstrim dengan Islam dalam memberikan kriteria nilai-nilai moral; antara nilai baik dan buruk, antara kebenaran sejati dan yang artifisial. Di sisi lain era kontemporer identik dengan era sains dan teknologi, yang pengembangannya tidak terlepas dari studi kritis dan riset yang tidak kenal henti. Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat globalisasi pendidikan Islam harus dapat dilasanakan dengan bertumpu pada landasan filosofis dan teori pendidikan
sebagai
berikut: 1. Tujuan Pendidikan Islam Mencermati dari karakteristik masyarakat global, maka tujuan pendididkan Islam tampaknya masih relevan untuk tetap dilaksanakan. Pendidikan seharusnya bertujuan untuk menimbulkan pertumbuhan dan perkembangan dari kepribadian manusia melalui latihan spiritual, intelektual, rasional diri, perasaan dan kepekaan tubuh manusia sendiri. Dengan adanya informasi yang ada didalam pengetahuan Islam, maka pengetahuan spiritual pada tingkat tertinggi dalam jenjang pengetahuan yang harus diberikan, maka diharapkan pendidikan dapat mendapatkan nilai-nilai moral sebagai nilai tertinggi yang harus dicapai oleh pendidikan Islam. Hal ini tentu sejalan dengan rumusan tujuan pendidikan Islam yang ditetapkan pada kongres umat Islam sedunia di Islamabad, yaitu : tujuan pendidikan Islam adalah untuk mencapai keseimbangan pertumbuhan keperibadian manusia secara menyeluruh dan seimbang yang dilakukan melalui latihan jiwa, intelektual, diri manusia yang rasional; perasaan dan indera. Karena itu, pendidikan hendaknya mencakup pengembangan seluruh aspek fitrah peserta didik; aspek spiritual, intelektual, imajinasi, fisik, ilmiah, dan bahasa baik secara individual maupun secara kolektif. Berdasarkan hal tersebut maka tujuan pendidikan Islam dapat diklasipikasi kepada : a) Tujuan pendidikan Jasmani (ahdaf al-jismiah) Rasulullah Saw bersabda yang artinya : “Orang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih disayangi Allah ketimbang
orang mukmin yang lemah”
28
. Oleh Imam Nawawi menafsirkan hadist di atas
sebagai kekuatan iman yang ditopong oleh kekuatan fisik. Kekuatan fisik merupakan bagian pokok dari tujuan pendidikan, maka pendidikan harus mempunyai tujuan kearah ketrampilan-ketrampilan fisik yang dianggap perlu tumbuhnya keperkasaan tubuh yang sehat b) Tujuan pendidikan Rohani (ahdaf al-ruhaniah) tujuan pendidikan islam harus mampu membawa dan mengembalikan ruh tersebut kepada kebenaran dan kesucian. Maka pendidikan islam menurut Muhammad Qutb ialah meletakan dasar-dasar yang memberi petunjuk agar manusia memlihara kontaknya yang terus menerus dengan Allah swt. c) Tujuan pendidian akal (al-ahdaf al-‘aqliyah). Tujuan ini mengarah kepada perkembangan intelejensi yang mengarahkan setiap manusia sebagai individu untuk menemukan kebenaran yang sebenar-benarnya. d) Tujuan Sosial (al-ahdaf al-ijtima’iyah) fungsi pendidikan dalam mewujudkan tujuan sosial adalah menitik beratkan pada perkembangan karekter-karekter manusia yang unik, agar manusia mampu beradaptasi dengan standar-standar masyarakat bersama-sama cita-cita yang ada padanya. Di sini perlu ditekankan bahwa konsep pendidikan dalam Islam adalah ‘long. life education’ atau dalam bahasa Hadits Nabi “sejak dari pangkuan ibu sampai ke liang lahat”. Makna yang terkandung dari pengertian tersebut adalah bahwa pendidikan Islam harus menjadi ruh dalam perjalanan kehidupan manusia. Pendidikan tidak saja dimulai pada anak usia masuk sekolah, tetapi lebih dari itu pendidikan sudah mulai dilakukan sejak berada dalam buaiyan ibu sampai meninggal dunia. 2. Kurikulum Kurikulum adalah merupakan sarana yang sangat penting dalam menjamin keberhasilan proses pendidikan. Maksudnya, tanpa kurikulum yang baik dan tepat, maka akan sulit memperoleh atau menghasilkan tujuan dan sasaran pendidikan yang didamba-dambakan. Secara garis besar kurikulum dipahami sebagai seperangkat materi pendidikan dan pengajaran yang diberikan kepada peserta didik dengan tujuan yang diingini, namun sebenarnya kurikulum bukan saja berupa serangkaiaan ilmu pengetahuan yang akan diajarkan, akan tetapi juga mencakup segala kegiatan yang bersifat
kependidikan serta hal-hal yang dinilai mempunya pengaruh yang sangat besar terhadap kepribadian peserta didik dalam rangka menjapai tujuan pendidikan. Dalam pandangan para ahli pendidikan kurikulum atau materi Pendidikan Islam sekarang, terlalu didominasi masalah-masalah yang bersifat normatif, ritual dan eskatologis. Materi disampaikan dengan semangat ortodoksi kegamaan, suatu cara dimana peserta didik dipaksa tunduk pada suatu "meta narasi" yang ada, tanpa diberi peluang untuk melakukan telaah secara kritis. Pendidikan Islam tidak fungsional dalam kehidupan sehari-hari, kecuali hanya sedikit aktivitas verbal dan formal untuk menghabiskan materi atau kurikulum yang telah diprogramkan dengan batas waktu yang telah ditentukan.29 Kurikulum pendidikan Islam pada tataran ideal harus dibangun berdasarkan tujuan pendididkan Islam. Secara subtansial diketahui tujuan pendidikan Islam berbeda dengan tujuan pendidikan secara umum. Rumusan tujuan pendidikan Islam selalu berupaya merealisasikan manusia muslim yang beriman, bertakwa dan berilmu pengetahuan serta mampu mengabdikan dirinya kepada khaliknya dengan sikap dan kepribadian bulat menyerahkan dirinya kepada Tuhan dalam segala aspek kehidupan dalam kerangka mencari redho Sang Pencipta.30 Dalam menyusun kurikulum hendaknya harus mempertimbangkan berbagai aspek dan sifat-sifat kurikulum. Sifat-sifat kurikulum itu diantaranya adalah : Pertama, fleksibel, yakni mudah diubah menuju kesempurnaan sesuai dengan kebutuhan dan kemajuan ilmu pengetahuan; kedua, kurikulum merupakan uraiaan atau deskripsi tentang rencana atau program yang akan dilaksanakan; ketiga, kurikulum biasanya berisikan tentang bermacam-macam bidang studi
(areas of learning); keempat, kurikulum dapat
diperuntukkan bagi seseorang peserta didik atau disusun untuk suatu kelompok yang lebih besar; dan kelima, kurikulum biasanya berhubungan dengan atau merupakan program dari suatu lembaga pendidikan (educational centre).31 Menurut Oemar Muhammad al-Toumi al-Syaibani mengemukakan bahwa kurikulum pendidikan Islam mesti memuat beberapa prinsi-prinsip sebagai berikut : 1. Pertautan setiap disiplin dan kajian terhadap nilai-nilai agama dan akhlak Islam; 2. Universalitas bagi pengembangan potensi siswa, sehingga meliputi unsure-unsur pengembangan akidah, akal, jasmani, rohani dan seni; 3. Keseimbangan dalam pemenuhan dimensi syari’ah (agama) dan filsafat; 4. Memenuhi kebutuhan siswa terhadap suatu objek kajian yang ditawarkan; 5. Demokratis yang merupakan pemeliharaan perbedaan terhadap minat dan bakat siswa;
6. Memuat aspirasi dalam pengembangan dan perubahan yang akan membantu siswa menemukan sendiri konsep-konsep baru dan tidak hanya taklid buta; 7. Mengadung keterpautan terhadap berbagai disiplin kajian yang ditawarkan. 32 Kurikulum pendidikan Islam harus merefleksikan keseimbangan antara ilmu agama dan ilmu umum bermuara pada tujuan pendidikan Islam, disamping menyajikan ajaran Islam secara menyeluruh (komprehensif) dan utuh bertaut antara yang satu dengan yang lainnya (integral) dengan ilmu pengetahuan, sehingga ajaran Islam dapat diaktualisasikan. Kurikulum pendidikan Islam harus disusun secara integral, holistik dan integratif mulai dari jenjang pendidikan dasar sampai ke perguruan tinggi. Dengan demikian kurikulum pendidikan Islam akan berisikan seperang mata pelajaran yang diberikan kepada peserta didik yang disusun dan dikembangkan secara integral dengan mempertimbangkan kebutuhan umum dan kebutuhan khusus sesuai dengan potensi yang dimilki oleh peserta didik. Dalam aspek kebutuhan umum, setiap peserta didik hendaknya harus dibekali dengan ilmu-ilmu dasar dan ilmu alat untuk kebutuhan individual dalam berhubungan dengan sang Pencipta dan berorientasi pada lingkungannya. Sedangkan ilmu-ilmu khusus, ilmu yang diberikan kepada peserta didik sesuai dengan bakat atau kecendrungan yang dimiliki oleh mereka, yaitu salah satu ilmu pengetahuan keterampilan yang dapat dijadikan bekal sebagai sumber kehidupan bagi peserta didik dalam menyikapi realitas kehidupannya. Dengan demikian akan tertanam sikap kemandirian bagi setiap peserta didik dalam menyikapi realitas kehidupannya. Selanjutnya ditegaskan
bahwa kurikulum pendidikan Islam tidak tidak bersifat
dikhotomi ilmu. Kedua jenis ilmu agama dan umum diharapkan dapat membawa peserta didik kepada tujuan pendidikan, yakni mengabdi kepada Allah. Karena itu sangatlah bertentangan dengan pendidikan Islam persepsi yang lebih mengungulkan pendidikan ilmu dan teknologi sedangkan ilmu ketaqwaan dilecehkan. Tauhid inilah yang harus dijadikan sebagai filsafat dan pandangan hidup muslim baik sebagai pribadi maupun sebagai umat . Penegasan ini dikemukakan oleh Suroyo bahwa pendidikan Islam harus menuju pada “integritas antara ilmu agama dan ilmu umum untuk tidak melahirkan jurang pemisah antara ilmu agama dan ilmu bukan agama. Karena, dalam pandangan seorang Muslim, ilmu pengetahuan adalah satu yaitu yang berasal dari Allah SWT”. 33 Demikian pula A.Syafi'i Ma'arif mengatakan bila konsep dualisme dikotomik berhasil ditumbangkan, maka dalam jangka panjang sistem pendidikan Islam juga akan berubah secara keseluruhan, mulai dari tingkat dasar sampai ke perguruan tinggi. IAIN misalnya akan
lebur secara integratif dengan perguruan tinggi-perguruan tinggi negeri lainnya. Peleburan bukan dalam bentuk satu atap saja, tetapi lebur berdasarkan rumusan filosofis.
34
Jadi dalam menghadapi era globalisasi kurikulum pendidikan Islam harus memenuhi pengembangan nilai-nilai universal, maka posisi kurikulum memiliki peran yang sangat strategis karena kurikulum merupakan bahan yang efektif dalam melakukan proses transformasi nilai-nilai para peserta didik.
Nilai-nilai tersebut harus tercermin dalam
perencanaan dan aktivitas pendidikan secara sistematik, baik melalui rancangan kurikulum, penyiapan materi, pemilihan metode, proses pengajaran dan lingkungan pendidikan, baik dalam lembaga pendidikan umum maupun keagamaan, bagi lembaga pendidikan agama semestinya bertugas menggali dan mengembangkan
nilai-nilai
akhlakul karimah agar senantiasa aktual dan dapat memenuhi tuntunan perubahan sosial. Dan ini semua hendaknya terangkum dalam kurikulum. Dengan demikian, bertitik tolak dari prinsip-prinsip tersebut, maka kurikulum pendidikan Islam bertujuan individualisasi nilai-nilai dan ajaran Islam demi terbentuknya derajat manusia muttaqin dalam bersikap, berfikir dan berprilaku; Sosialisasi nilai-nilai dan ajaran Islam demi terbentuknya umat Islam; Rekayasa kultur Islam demi terbentuknya dan berkembangnya peradaban Islam; Pengembangan kualitas muslim untuk mewujudkan masyarakat muslim yang berkualitas kompetitif; Menemukan, mengembangkan, dan memelihara ilmu, teknologi dan keterampilan demi terbentuknya manusia yang propesional; Pengembangan intelektual muslim yang mampu mencari, mengembangkan, serta memelihara ilmu dan teknologi; dan pengembangan pendidikan yang berkelanjutan dalam bidang agama, ekonomi, fisika, kimia, seni budaya, politik budaya, dan lain-lain. 3. Lembaga Pendidikan Islam Disain lembaga pendidikan Islam yang dapat memenuhi tantangan masyarakat globalisasi menurut hemat peneliti adalah model pendidikan umum Islami, kurikulumnya integratif antara materi-materi pendidikan umum dan agama, untuk mempersiapkan intelektual Islam yang berfikir secara komprehensif, sebagaimana ditegaskan oleh Hujair AH.Sanaky dalam tulisannya yang berjudul : Studi Pemikiran Pendidikan Islam Modern ada beberapa pilihan yang dapat diambil : (1) model pendidikan yang mengkhususkan diri pada pendidikan keagamaan saja untuk mempersiapkan dan melahirkan ulama-ulama dan mujtahid-mujtahid tangguh dalam bidangnya dan mampu menjawab persoalan-persoalan aktual atau kontemporer sesuai dengan perubahan zaman, (2) model pendidikan umum Islami, kurikulumnya integratif antara materi-materi pendidikan umum dan agama, untuk mempersiapkan intelektual Islam yang berfikir secara komprehensif, (3) model
pendidikan sekuler modern dan mengisinya dengan konsep-konsep Islam, (4) atau menolak produk pendidikan barat, berarti harus mendisain model pendidikan yang betul-betul sesuai dengan konsep dasar Islam dan sesuai dengan lingkungan sosial-budaya Indonesia, (5) pendidikan agama tidak dilaksanakan di sekolah-sekolah tetapi dilaksanakan di luar sekolah, artinya pendidikan agama dilaksanakan di rumah atau lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat berupa kursur-kursus, dan sebagainya .35 Kemudian lembaga pendidikan Islam harus diarahkan pada dua dimensi, yakni : Pertama,
dimensi
dialektika
(horisontal),
dimana
pendidikan
hendaknya
dapat
mengembangkan pemahaman tentang kehidupan manusia dalam hubungannya dengan alam atau lingkungan sosialnya. Manusia harus mampu mengatasi tantangan dan kendala dunia sekitarnya melalui pengembangan Iptek, dan kedua, dimensi ketundukan vertikal, pendidikan selain menjadi alat untuk memantapkan, memelihara sumber daya alami, juga menjembatani dalam memahamai fenomena dan misteri kehidupan yang abadi dengan maha pencipta. Berati pendidikan harus disertai dengan pendekatan hati.
36
Lembaga pendidikan dalam masyarakat globalisasi, pada dasarnya berfungsi untuk memberikan kaitan antara anak didik dengan lingkungan sosiokulturalnya yang terus berubah dengan cepat, dan pada saat yang sama, pendidikan secara sadar juga digunakan sebagai instrumen untuk perubahan dalam sistem politik, ekonomi secara keseluruhan. Pendidikan sekarang ini seperti dikemukakan oleh Ace Suryadi dan H.A.R. Tilar yang dikutip oleh Malik Fajar bahwa : Pendidikan tidak lagi dipandang sebagai bentuk perubahan kebutuhan yang bersifat konsumtif dalam pengertian pemuasan secara langsung atas kebutuhan dan keinginan yang bersifat sementara. Tapi, merupakan suatu bentuk investasi sumber daya manusia (human investment) yang merupakan tujuan utama ; pertama, pendidikan dapat membantu meningkatkan ketrampilan dan pengetahuan untuk bekerja lebih produktif sehingga dapat meningkatkan penghasilan kerja lulusan pendidikan di masa mendatang. Kedua, pendidikan diharapkan memberikan pengaruh terhadap pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan (equality of education opportunity).37 Salah satu institusi atau lembaga pendidikan Islam adalah madrasah. Pandangan madrasah masa depan harus berubah, madrasah masa depan tidak lagi melihat madrasah sebagai pendidikan keagamaan, melainkan harus dilihat sebagai jenis pendidikan umum yang sama dengan sekolah di lingkungan Departemen Pendidikan Nasional, tapi berciri khas agama Islam. Untuk itu diperlukan suatu kebijakan yang mampu mengatasi kekurangan yang ada pada madrasah. Lembaga pendidikan madrasah
diharapkan dapat menjadi satu kesatuan yang dapat memberikan kontribusi untuk membentuk kultural Indonesia baru yang berdasarkan pada nilai-nilai transendental tanpa adanya nilai yang bersifat membangun masyarakat baru pada era mendatang karena akan mengalami rusaknya pondasi masyarakat yang menjadi ciri dari bangsa Indonesia. 38 Program dalam rangka pencerahan madrasah terfokus kepada kualitas pendidikan. Untuk mewujudkan hal ini dilakukan strategi berupa pembangunan seperti: Pembangunan madrasah model, madrasah terpadu, dan pemberdayaan madrasah. 39 Dapat diketahui bahwa jumlah madrasah sampai saat ini kebanyakan adalah madrasah swasta, untuk meningkatkan mutu pendidikan madrasah akan dibentuk cluster-cluster madrasah, dimana dalam jangka panjang di setiap kabupaten akan dibangun masing-masing sebuah madrasah negeri model yang akan memimpin pembangunan madrasah di lingkungannya. Model ini akan berperan sebagai agen perubahan yang akan membawa madrasah untuk maju menjadi madrasah yang berkualitas seperti yang harapkan. H. Kesimpulan Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut: Masyarakat globalisasi merupakan suatu ujud masyarakat yang memiliki kemandirian aktivitas dengan ciri: masyarakat yang memiliki pemikiran yang rasional dan berorientasi kedepan, bersipat terbuka, menghargai waktu dan kreatif, mandiri dan inofatif. Disisi lain masyarakat global memiliki kecebdrungan paradoksal dan mengikuti arus ideology baru yang bercirikan trannasionalisme, globalisme dan skularisme. Konsep disain pendidikan Islam dilandasi oleh filsafat dan teori pendidikan Islam yang sesuai dengan ajaran Islam, dan sumsi-asumsi tentang manusia dan lingkungannya. Pendidikan Islam untuk masyarakat global harus wawasan : Pertama, Pendidikan Islam harus memiliki visi dan misi yang jauh kedepan sehingga dapat selalu beradaptasi dengan perkembangan kehidupan masyarakat. Kedua, tujuan pendidikan Islam diarahkan untuk mencapai keseimbangan pertumbuhan pribadi manusia secara menyeluruh kejiwaan, akal pikiran, kecerdasan, perasaan dan panca indera. Dengan kata lain mengacu pada tatanan hidup yang seimbang, dunia dan akhirat, jasmani dan rohani. Kecerdasan otak dengan keimanan kepada Allah, ketajaman akal dengan keahlian untuk bekerja. Ketiga, kurikulum pendidikan Islam harus merefleksikan keseimbangan antara ilmu agama dan ilmu umum bermuara pada tujuan pendidikan Islam, disamping menyajikan ajaran Islam secara
menyeluruh (komprehensif) dan utuh bertaut antara yang satu dengan yang lainnya (integral) dengan ilmu pengetahuan, sehingga ajaran Islam dapat diaktualisasikan. Kurikulum pendidikan Islam harus disusun secara integral, holistik dan integratif mulai dari jenjang pendidikan dasar sampai ke perguruan tinggi.
Keempat, lembaga pendidikan
Islam seperti madrasah harus dilihat sebagai pendidikan umum yang sama dengan sekolah di lingkungan Departemen Pendidikan Nasional, tapi berciri khas agama Islam. Lembaga pendidikan madrasah diharapkan dapat menjadi satu kesatuan yang dapat memberikan kontribusi untuk membentuk kultural Indonesia baru yang berdasarkan pada nilai-nilai transendental tanpa adanya nilai yang bersifat membangun masyarakat baru pada era mendatang karena akan mengalami rusaknya pondasi masyarakat yang menjadi ciri dari bangsa Indonesia.
1
End Note
lihat Q.S As-Sajadah: 7-9. 2
A.Malik Fadjar, Menyiasati Kebutuhan Masyarakat Modern Terhadap Pendidikan Agama Luar Sekolah, Seminar dan Lokakarya Pengembangan Pendidikan Islam Menyongsong Abad 21, IAIN, Cirebon, tanggal, 31 Agustus s/d 1 September 1995, hlm. 4. 3 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI., 1994, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi ke-2, Cet. Ke-4, Jakarta : Balai Pustaka, hlm. 225. 4
Wikipedia Bahasa Indonesia/http://id.wikipedia.org/wiki/Globalisasi
5
Tarmizi Taher, 1994, Pembangunan Kapabilitas SDM dan Teknologi Umat, Jakarta : Kalam Mulia,
hlm. 20. 6
Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005, hlm. 160
7
Wikipedia Bahasa Indonesia, Op.Cit. hlm. 2
8
Djamaluddin Ancok, 1998 Membangun Kompotensi Manusia dalam Milenium Ke Tiga, Psikologika, Jurnal Pemikiran dan Penelitian Psikologi, Nomor : 6 Tahun III, UII, hlm. 5 9
H.A.R. Tilar, 1998, Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional Dalam Perspektif Abad 21, Magelang : Tera Indonesia, Cet. I, hlm. 245 10
Ibid.
11
Samsul Nizar, 2002. Filsafat Pendidikan Islam : Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis, Jakarta : Ciputat Pers, hlm. 31 12
Jalaluddin, 2003. Teologi Pendidikan, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada,
hlm. 75
13
Mendiknas RI, 2003 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta,
hlm. 3 14
Abdul Rahman Saleh, 2004, Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa, Visi Misi dan Aksi, Jakarta: Raja Grafindo Persada, hlm. 321 15
Hasbullah, 1996, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, hlm. 29
16
Nizar, Samsul, 2002. Filsafat Pendidikan Islam : Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis, Jakarta : Ciputat Pers, hlm. 38. 17
Husni Rahim, 2001, Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Logos, hlm. 11
18
Undang-Undang Sisdiknas, 2003, Op.Cit. hlm. 4
19
Abdul Rahman Saleh, op cit, hlm. 299-250
20
Ridwan Nasir, 2005 Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal, Yogyakarta:Pustaka Pelajar,
21
Husni Rahim, Op cit, hlm. 17
22
Ibid, hlm. 18
hlm.
1
23
Hasbullah, op cit, hlm. 26
24
Achmadi, Loc.Cit, hlm. 162-163
25
Hujair AH. Sanaky, Op.Cit., hlm. 6
26
Anwar Jasin, 1986, Kerangka Dasar Pembaharuan Pendidikan Islam : Tinjauan Filosofis, Jakarta.
hlm. 5-8 27
Ibid.,hlm. 8-9
28
Hadits diriwayatkan oleh Imam Muslim dengan sanat yang shahih).
29 30
A.Malik Fajar, Loc. Cit, 1995, hlm 5.
Arifin, M., 1994, Pendidikan Islam Arus Dinamika Masyarakat: Suatu Pendekatan Filosofis, Psikologis, dan Kultural, Jakarta: Golden Triyon Press, hlm. 237
31
Ibid.
32
Oemar Muhammad al-Toumi al-Syaibani, 1992, Filsafat Pendidikan Islam, terj. Hasan Langgulung, Jakarta: Bulan Bintang, hlm. 519-523 33
Soroyo, Antisipasi Pendidikan Islam dan Perubahan Sosial Menjangkau Tahun 2000, dalam Buku : Pendidikan Islam di Indonesia antara Cita dan Fakta, Editor : Muslih Usa, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1991. hlm. 45 34
A.Syafi'i Ma'arif, Loc. Cit., 1991, hlm. 150
35
Hujair AH.Sanaky Studi Pemikiran Pendidikan Islam Modern, hlm. 6
36
M.Irsyad Sudiro, Pendidikan Agama dalam Masyarakat Modern, Seminar dan Lokakarya Nasional Revitalisasi Pendidikan Agama Luar Sekolah dalam Masyarakat Modern, Dalam Hujair AH.Sanaky Studi Pemikiran Pendidikan Islam Modern, hlm. 8 37
A.Malik Fadjar, Loc.Cit, 1995, hlm.
38
Qadry Azizy, Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006,
39
Ibid, hlm. 40-41
hlm. 81