DIPONEGORO JOURNAL OF ACCOUNTING http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/accounting
Volume 3, Nomor 3, Tahun 2014, Halaman 1-11 ISSN (Online): 2337-3806
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KECURANGAN LAPORAN KEUANGAN (Studi Empiris pada Perusahaan Non Keuangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2008-2011) Fira Fimanaya, Muchamad Syafruddin1 Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soedharto SH Tembalang, Semarang 50239, Phone: +622476486851
ABSTRACT This research was conducted to examine the effect of pressure, opportunity and rationalization to the possibility of fraudulent financial statement . This research used secondary data. Population in this research is the all non-financial companies listed on the Indonesia Stock Exchange in 2008 and 2011. Sampling method used is purposive sampling. The criteria that companies committing fraud is BAPEPAM regulation offenses no. VIII.G. . on guidelines for the presentation of financial statements. The analysis technique used in this research is logistic regression with stepwise method. The results of the analysis showed that the profitability variables had negatively affect to the possibility fraudulent financial statements. While financial leverage variables, the ratio of capital turnove , related party transactions, audit firm size, the ratio of inventory per total asset, change of auditors, the audit opinion, and the ability of Going Concern had no significant effect. Keywords: financial statement fraud, pressure, opportunity, rationalization PENDAHULUAN Bologna dan Lindquist (1995) mendefinisikan fraud sebagai penipuan yang disengaja umumnya diterangkan sebagai kebohongan, penjiplakan, dan pencurian. Selain itu, Association of Certified Fraud Examinations (ACFE) mengkategorikan kecurangan dalam tiga kelompok: korupsi (corruption), penyalahgunaan aset (asset misappropriation), dan pernyataan yang curang (fraudulent statement). Pada kecurangan dalam pernyataan keuangan, biasanya manajemen puncak terlibat dalam hal ini. Awal abad ke-21, terjadi serangkaian peristiwa akuntansi dan keuangan dalam perusahaan yang merisaukan dunia bisnis. Skandal Enron, WorldCom, dan Xerox adalah beberapa perusahaan yang mempengaruhi kepercayaan publik dan membahayakan dana yang besar atas pasar modal. Kecurangan dalam pernyataan keuangan terjadi, tidak hanya di dunia mancanegara. Hal ini juga terjadi di Indonesia. Berbagai media telah mempublikasikan berbagai kecurangan yang terjadi pada berbagai perusahaan: PT. KAI pada tahun 2005, PT. Great River Internasional, dan Kimia Farma, serta berbagai perusahaan lainnya. Hal ini menggambarkan bahwa kecurangan dalam laporan keuangan sudah menjadi masalah yang semakin genting saat ini. Penelitian ini bermaksud untuk mengidentifikasi faktor resiko kecurangan pada SAS No. 99 (AICPA 2002), memperhatikan Tekanan / Dorongan, Peluang / Kesempatan, dan Sikap / Rasionalisasi yang terkait pada kemungkinan yang mengancam terjadinya kecurangan laporan keuangan. Penelitian ini juga bertujuan untuk menyusun model prediksi kecurangan untuk memprediksi kemungkinan kecurangan laporan keuangan berdasarkan pada faktor-faktor resiko audit yang teridentifikasi. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS Lebih dari dua dekade ini, kejadian financial statement fraud telah meningkat secara substansial (Rezaee, 2002). Peningkatan tersebut memberikan bukti lebih jauh tentang kegagalan audit yang membawa akibat serius bagi pelaku bisnis (Koroy n.d.). Maka, AICPA pada tahun 2002 menerbitkan SAS no. 99 didasarkan pada teori segitiga kecurangan oleh Cressey (1953). Teori ini selalu mengaitkan 3 faktor yang selalu ada dalam kejadian kecurangan, yaitu tekanan, peluang, dan rasionalisasi. 1
Corresponding author
DIPONEGORO JOURNAL OF ACCOUNTING Volume 3, Nomor 3, Tahun 2014, Halaman 2
Penelitian ini mengukur pengaruh faktor tekanan yang diproksikan oleh leverage keuangan, rasio perputaran modal, dan Profitabilitas. Dari faktor peluang, diproksikan oleh transaksi pihak istimewa, ukuran Perusahaan Audit dan Rasio persediaan / total aset. Selanjutnya, faktor rasionalisasi diwakili oleh variabel pergantian auditor, opini audit berupa “wajar tanpa pengecualian dengan tambahan bahasa penjelas”, dan kemampuan going concern. Pengaruh leverage keuangan terhadap kemungkinan kecurangan laporan keuangan Financial distress menjadi faktor pendorong bagi manajemen untuk melakukan kecurangan (Loebbecke et al. 1989; Stice 1991; Kirkos et al. 2007). Salah satunya adalah leverage keuangan yang akan diulas sebagai salah satu proksi dari tekanan. Saat perusahaan memiliki rasio leverage yang besar maka direksi dan manajemen perusahaan akan memilih untuk menggunakan metode akuntansi yang akan mengecilkan rasio leverage perusahaan dengan cara menggeser laba periode mendatang ke periode saat ini (Watts dan Zimmerman, 1986). Hal ini berhubungan dengan pendapat Persons (1995) yang menyarankan bahwa terdapat hubungan antara leverage tinggi dan kemungkinan pelanggaran perjanjian pinjaman lebih tinggi, serta hubungan antara leverage tinggi dan kurangnya kemampuan untuk memperoleh tambahan pendanaan melalui pinjaman. Selain itu, manajemen cenderung memanipulasi laporan keuangan untuk mengatasi berbagai persyaratan atas berbagai penjanjian (Kirkos et al. 2007). Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H1: Leverage Keuangan berpengaruh positif terhadap kemungkinan kecurangan dalam laporan keuangan. Pengaruh rasio perputaran modal terhadap kemungkinan kecurangan laporan keuangan Rasio perputaran modal juga merupakan salah satu proksi dari tekanan. Rasio perputaran modal mengukur kemampuan aset perusahaan menghasilkan penjualan dan juga kemampuan manajemen untuk mengatasi situasi kompetetif (Persons 1995). Jika perusahaan tidak sanggup untuk berkompetisi dengan kompetitornya, hal ini menjadi kemungkinan pendukung untuk menghasilkan laporan keuangan yang curang (Persons 1995). Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H2: Rasio perputaran modal berpengaruh negatif terhadap kemungkinan kecurangan dalam laporan keuangan. Pengaruh profitabilitas terhadap kemungkinan kecurangan laporan keuangan Person (1995) menyatakan bahwa perusahaan dengan profitabilitas rendah cenderung untuk mencatat pendapatan berlebihan, atau mencatat beban terlalu rendah. Kreutzfeldt dan Wallace (1986) dan Persons (1995) menemukan bahwa perusahaan dengan profitabilitas rendah secara signifikan dihubungkan dengan kesalahan yang lebih sering dalam laporan keuangan mereka dibandingkan perusahaan dengan profitabilitas yang tinggi. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H3: Profitabilitas perusahaan berpengaruh negatif terhadap kemungkinan kecurangan dalam laporan keuangan. Pengaruh transaksi pihak istimewa terhadap kemungkinan kecurangan laporan keuangan Transaksi pihak istimewa merupakan transaksi yang terjadi antara pihak yang memiliki hubungan istimewa, seperti hubungan keluarga, kenalan, dan lain sebagainya, dengan harga produk yang lebih murah dari harga pasar yang berlaku umum. Transaksi pihak istimewa untuk banyak kasus digunakan untuk memanipulasi pendapatan, merampok perusahaan, dan melakukan kecurangan (Young 2005). Young (2005) juga menegaskan bahwa kecurangan saat ini pada Enron, Tyco, Adelphia, WorldCom, dan Holingger secara khusus terlibat dalam transaksi pihak istimewa. Chen dan Elder (2007) secara konsisten menemukan bahwa perusahaan dengan lebih banyak tindakan transaksi pihak istimewa, cenderung melakukan kecurangan. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H4: Transaksi pihak istimewa yang dilakukan perusahaan berpengaruh positif terhadap kemungkinan kecurangan dalam laporan keuangan.
2
DIPONEGORO JOURNAL OF ACCOUNTING Volume 3, Nomor 3, Tahun 2014, Halaman 3
Pengaruh ukuran perusahaan audit terhadap kemungkinan kecurangan laporan keuangan Big 8 kantor akuntan publik dipercaya secara umum, melakukan audit dengan mutu tinggi. Palmrose (1988) menemukan bahwa Big 8 mempunyai kualitas audit yang lebih tinggi, yang ditunjukan dengan tindakan proses perkara yang rendah dibandingkan dengan kualitas perusahaan audit non-big 8, yang menjadi proksi atas ukuran, nama, dan kemampuan perusahaan audit untuk mengurangi masalah agen. Farber (2005) secara konsisten menunjukkan bahwa perusahaan yang curang sedikit memperkerjakan perusahaan audit big 4. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H5: Ukuran perusahaan audit yang dipekerjakan perusahaan berpengaruh negatif terhadap kecurangan dalam laporan keuangan. Pengaruh rasio persediaan/total asset terhadap kemungkinan kecurangan laporan keuangan Persediaan adalah salah satu dari akun termudah untuk dimanipulasi (Stice 1991), karena persediaan memerlukan estimasi subyektif yang dapat berbeda di setiap perusahaannya, yang membuat audit atas persediaan menjadi lebih susah. Persons (1995) menemukan bahwa perusahaan yang curang cenderung memiliki rasio persediaan/total aset yang lebih besar dibanding perusahaan yang tidak melakukan kecurangan. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H6: Rasio persediaan / total aset berpengaruh positif terhadap kemungkinan kecurangan dalam laporan keuangan. Pengaruh pergantian auditor terhadap kemungkinan kecurangan laporan keuangan Manajemen lebih cenderung untuk mengganti auditornya dalam antisipasi beberapa masalah agensi (DeFond 1992). Chen dan Elder (2007) menyatakan bahwa perusahaan dengan pergantian auditor yang lebih sering terjadi, cenderung lebih dikaitkan dengan kecurangan laporan keuangan. Schewartz dan Menon (1985) berpendapat bahwa perusahaan yang gagal dalam pengelolaannya, memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk mengganti auditor daripada perusahaan yang lebih sehat. Lagipula, mereka menyatakan bahwa perusahaan gagal yang mengganti auditornya, memilki preferensi untuk mengganti kantor akuntan publik dengan mutu yang berbeda, cenderung menurunkan mutu auditor yang dipergunakan perusahaan. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H7: Pergantian auditor berpengaruh positif terhadap kemungkinan kecurangan dalam laporan keuangan. Pengaruh opini audit terhadap kemungkinan kecurangan laporan keuangan Vermeer (2003) menemukan bahwa auditor lebih mentolerir usaha klien untuk mengelola laba dari waktu ke waktu. Manajemen laba, adalah proses pembuatan keputusan manajemen yang membuka jalan terhadap dorongan atau pemahaman manajemen atas istilah yang mungkin menuntun pada rasionalisasi atas laporan keuangan curang (Beneish 1997; Francis and Krishnan 1999; Vermeer 2003; dan Skousen dan Wright 2006). Opini auditor yang menggunakan tambahan bahasa penjelas merupakan bentuk tolerir dari auditor atas manajemen laba. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H8: Opini wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelas dari auditor berpengaruh positif terhadap kemungkinan kecurangan dalam laporan keuangan. Pengaruh kemampuan going concern terhadap kemungkinan kecurangan laporan keuangan Ellingsen et. al. (1989) mendefinisikan going concern sebagai kemampuan manajemen untuk meneruskan kegiatan operasionalnya. Menurut mereka, going concern dapat dipengaruhi banyak hal, yaitu kompetisi dengan pihak luar, penolakan harga komoditas, dan manajemen yang buruk. Hopwood et. al. (1994) menganjurkan bahwa pemeriksaan atas keputusan going concern oleh auditor harus diuji menggunakan sampel yang memiliki tekanan dan yang tidak, karena perusahaan pailit memiliki potensi untuk dikaitkan dengan laporan keuangan curang. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H9: Opini going concern dari auditor berpengaruh positif terhadap kemungkinan kecurangan dalam laporan keuangan.
3
DIPONEGORO JOURNAL OF ACCOUNTING Volume 3, Nomor 3, Tahun 2014, Halaman 4
METODE PENELITIAN Penentuan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan perusahaan besar yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2008-2011. Metode pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling berdasarkan kriteria berikut: Pertama, perusahaan publik (non-perbankan) yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari tahun 2008-2011. Kedua, data perusahaan yang diperoleh, digolongkan menjadi dua kelompok menurut ada tidaknya kemungkinan kecurangan laporan keuangan. Perusahaan yang melakukan kecurangan diambil berdasarkan data pelanggaran peraturan BAPEPAM yang diperoleh dari Otoritas Jasa Keuangan. Perusahaan yang tidak melakukan kecurangan pada laporan keuangannya, yang menjadi pasangan dari perusahaan yang melakukan kecurangan, diambil 5 perusahaan dari sub sektor yang sama dalam penggolongannya menurut Bursa Efek Indonesia. Bila pada sub sektor yang sama, perusahaan selain yang melakukan kecurangan, lebih dari lima perusahaan, maka perusahaan pasangannya dipilih 5 perusahaan yang memiliki range penjualan bersih +/- 30 persen dari penjualan bersih perusahaan yang melakukan kecurangan. Bila dengan perlakuan tersebut jumlah perusahaan pasangan dari perusahaan yang melakukan kecurangan masih kurang dari lima perusahaan, maka ditambahkan perusahaan yang memiliki range total aset +/- 30 persen dari total aset perusahaan yang melakukan kecurangan. Kriteria ini sesuai dengan penelitian Kaminski et. al. (2004) dan Suyanto (2009) sebelumnya. Variabel Penelitian Pengukuran variabel-variabel dalam penelitian ini adalah: Tabel 1 Cara Pengukuran Variabel NO 1.
NAMA VARIABEL Leverage keuangan
CARA PENGUKURAN
2.
Rasio perputaran modal
3.
Profitabilitas
4.
Transaksi pihak istimewa
dinyatakan dalam bentuk variabel dummy yaitu 1 untuk perusahaan yang dikaitkan dengan transaksi pihak istimewa dan 0 untuk perusahaan sebaliknya.
5.
Ukuran perusahaan audit
dinyatakan dalam bentuk variabel dummy yaitu 1 untuk perusahaan yang menggunakan kantor akuntan publik yang tergabung dalam BIG 4 dan 0 untuk perusahaan sebaliknya.
6.
Rasio persediaan/total aset
7.
Pergantian auditor
8.
Opini audit
9.
Kemampuan going concern
dinyatakan dalam bentuk variabel dummy yaitu 1 untuk perusahaan yang mengganti auditornya. dan 0 untuk perusahaan sebaliknya. dinyatakan dalam bentuk variabel dummy yaitu 1 untuk perusahaan yang mendapat opini wajar tanpa pengecualian dengan tambahan bahasa penjelas dan 0 untuk perusahaan sebaliknya. dinyatakan dalam bentuk variabel dummy yaitu 1 untuk perusahaan yang auditornya memberikan opini going concern dan 0 untuk perusahaan sebaliknya.
Sumber: diadopsi Suyanto (2009) Metode Analisis
4
DIPONEGORO JOURNAL OF ACCOUNTING Volume 3, Nomor 3, Tahun 2014, Halaman 5
Dalam penelitian ini dilakukan uji statistik deskriptif. Pengujian hipotesis dilakukan dengan analisis regresi logistik dengan model yang diuraikan sebagai berikut:
Dengan : FRAUD β0 = α LEV SALTA NPROFTA RPTRANS BIG4 INVTA CPA GC AO LnASSETS ε
: variabel dummy untuk kemungkinan terjadinya kecurangan dalam laporan keuangan, yaitu perusahaan yang melakukan kecurangan bernilai = 1, dan perusahaan yang tidak melakukan kecurangan bernilai = 0 : konstanta : Leverage keuangan : rasio perputaran modal : profitabilitas : variabel dummy untuk transaksi pihak istimewa, yaitu perusahaan yang dikaitkan dengan transaksi pihak istimewa bernilai = 1, dan perusahaan yang tidak terkait bernilai = 0 : variabel dummy untuk ukuran perusahaan audit yaitu perusahaan yang menggunakan perusahaan audit yang termasuk big4 bernilai = 1, dan perusahaan audit yang tidak termasuk bernilai = 0 : rasio persediaan / total aset : variabel dummy untuk pergantian auditor yaitu perusahaan yang mengganti auditornya bernilai = 1, dan perusahaan yang tidak mengganti auditornya bernilai = 0 : variabel dummy untuk going concern yaitu perusahaan yang mendapat opini going-concern dari auditornya bernilai = 1, dan perusahaan yang tidak mendapat opini tersebut bernilai = 0 : variabel dummy untuk opini audit yaitu perusahaan yang mendapat opini wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelas bernilai = 1, dan perusahaan yang mendapat selain opini tersebut bernilai = 0 : Ln Total Asset : residual error
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Deskripsi Sampel Penelitian Berdasarkan objek penelitian pada tabel 2 di bawah didapatkan 20 perusahaan yang terindikasi melakukan fraud dengan rincian 2 perusahaan pada tahun 2008, 4 perusahaan pada tahun 2009, 5 perusahaan pada tahun 2010, dan 9 perusahaan pada tahun 2011. Perusahaan tersebut dipasangkan dengan perusahaan non fraud yang memiliki klasifikasi industri yang sama menurut www.idx.com. Setelah melakukan pengumpulan data, terdapat 14 perusahaan yang tidak memiliki data keuangan yang lengkap, sehingga harus dikeluarkan dari sampel penelitian dan total sampel menjadi 65 perusahaan. Tabel 2 Daftar Perusahaan Sampel No. Keterangan 2008 2009 2010 2011 1. Perusahaan Non Financial di BEI 329 330 354 368 2. Perusahaan yang melanggar peraturan 2 4 5 9 BAPEPAM no. VIII.G.7. 3. Perusahaan pasangan non fraud 7 15 19 18 4. Data finansial tidak lengkap 1 3 5 5 Total Sampel 65 Sumber: Data yang diolah, 2014 Deskripsi Variabel Berdasarkan tabel 3, terdapat jumlah pengamatan (n) sebesar 65. Leverage keuangan (LEV) pada seluruh perusahaan memiliki nilai rata-rata sebesar 0.57. Rasio perputaran modal
5
DIPONEGORO JOURNAL OF ACCOUNTING Volume 3, Nomor 3, Tahun 2014, Halaman 6
(SALTA) pada seluruh perusahaan memiliki nilai rata-rata sebesar 0.6. Profitabilitas (NPROFTA) pada seluruh perusahaan memiliki nilai rata-rata sebesar 0.03. Rasio persediaan per total aset (INVTA) pada seluruh perusahaan memiliki nilai rata-rata sebesar 0,13. Logaritma natural total aset (lnTA) pada seluruh perusahaan memiliki nilai rata-rata sebesar 27,93. Tabel 3 Statistik Deskriptif Variabel LEV SALTA NPROFTA INVTA LnTA Valid N (listwise)
Seluruh Perusahaan Min Max Mean 0,00 2,07 0,57 0,00 2,20 0,60 -0,22 0,49 0,03 0,00 0,62 0,13 24,47 32,14 27,93 65
Std 0,38 0,52 0,11 0,17 1,60
Min 0,00 0,00 -0,22 0,00 26,01
Perusahaan Fraud Max Mean 1,45 0,62 1,29 0,37 0,14 -0,04 0,52 0,12 30,14 28,14 17
Std 0,34 0,35 0,10 0,15 1,23
Perusahaan Non Fraud Min Max Mean Std 0,02 2,07 0,56 0,39 0,00 2,20 0,68 0,55 -0,15 0,49 0,06 0,10 0,00 0,62 0,13 0,18 24,47 32,14 27,85 1,71 48
Sumber: Data yang diolah, 2014 Berdasarkan tabel 4 berikut, hampir seluruh perusahaan melakukan transaksi pihak istimewa dengan persentasi 96,92% dan yang tidak melakukan transaksi pihak istimewa mendapat persentasi 3,08%. Ukuran perusahaan audit pada semua perusahaan yang termasuk dalam Big 4 mendapat persentase 32,31% sedangkan selain Big 4 mendominasi sebesar 67,69%. Pada semua perusahaan yang mengganti perusahaan auditornya mendapat persentase 35,38% sedangkan yang tetap menggunakan perusahaan auditor yang sama mendapat persentase sebesar 64,62%. Opini audit pada semua perusahaan berupa opini wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelas menghasilkan persentase sebesar 49,23% sedangkan opini lainnya mendominasi sebesar 50,77%. Pada semua perusahaan, yang mendapat opini Going Concern mendapat persentase 23,08% sedangkan yang tidak mendapat opini going concern mendominasi sebesar 76,92%. Tabel 4 Statistik Deskriptif 2 RPTRANS
Tidak ada transaksi pihak berelasi Ada Transaksi Pihak Berelasi Total
BIG4
KAP Non Big 4 KAP Big 4 Total
CPA
Tidak Ada Pergantian KAP Ada Pergantian KAP Total
AO
Opini audit lainnya Wajar dengan pengecualian dengan bahasa penjelas Total
GC
Tidak mendapat opini Going Concern Mendapat opini Going Concern Total
FRAUD Non Fraud 2 4,17% 46 95,83% 48 100% 30 62,50% 18 37,50% 48 100% 33 68,75% 15 31,25% 48 100% 26 54,17% 22 45,83% 48 100% 39 81,25% 9 18,75% 48 100%
Total Fraud 0 0% 17 100% 17 100% 14 82,35% 3 17,65% 17 100% 9 52,94% 8 47,06% 17 100% 7 41,18% 10 58,82% 17 100% 11 64,71 6 35,29% 17 100%
2 3,08% 63 96,92% 65 100% 44 67,69% 21 32,31% 65 100% 42 64,62% 23 35,38% 65 100% 33 50,77% 32 49,23% 65 100% 50 76,92% 15 23,08% 65 100%
Sumber: Data yang diolah, 2014
6
DIPONEGORO JOURNAL OF ACCOUNTING Volume 3, Nomor 3, Tahun 2014, Halaman 7
Pembahasan Hasil Penelitian Berdasarkan penilaian kelayakan model regresi (goodness of test), nilai signifikansi Hosmer and Lemeshow Goodness-of-fit test statistics menunjukkan angka sebesar 0,141). Dengan demikian nilai tersebut lebih besar dari tingkat signifikan α = 10%. Hal ini menunjukkan bahwa model regresi logistik tersebut layak dipakai untuk menganalisis prediksi perusahaan melakukan kecurangan laporan keuangan. Hasil pengujian hipotesis dapat dilihat pada Tabel 5. Hipotesis satu (H1) menyatakan bahwa Leverage Keuangan (LEV) berpengaruh positif terhadap kecurangan laporan keuangan. Hasil pada tabel 5, menunjukan bahwa Leverage Keuangan (LEV) memiliki nilai beta sebesar -0,440 dan signifikansi sebesar 0,724. Berdasarkan hal itu, berarti bahwa variabel Leverage Keuangan (LEV) berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap kemungkinan kecurangan pada laporan keuangan. Maka, hasil penelitian ini menolak hipotesis satu (H1). Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh suyanto (2009). Dengan hasil penelitian ini disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara Leverage keuangan terhadap kemungkinan kecurangan laporan keuangan. Alasan yang mendasai hasil penelitian yaitu perusahaan dapat mengambil pinjaman dengan dua alasan yaitu terjadinya penurunan penghasilan yang tak terprediksi dan pembiayaan operasional untuk pengembangan perusahaan. Pada umumnya, perusahaan mengalami kondisi kedua saat mengambil pinjaman. Dengan pinjaman yang bertambah, maka dana operasional meningkat. Peningkatan dana operasional akan meningkatkan produksi dan meningkatkan penjualan. Peningkatan penjualan ini menyebabkan laba meningkat dan tekanan bagi manajemen menjadi turun sehingga kecurangan minim terjadi. Tabel 5 Hasil Uji Hipotesis Variabel Beta Nilai Signifikansi (α=10%) LEV -.440 SALTA -.275 NPROFTA -9.332 RPTRANS(1) -19.938 BIG4(1) .631 INVTA .536 CPA(1) -.218 AO(1) -.232 GC(1) -.650 lnTA .284 Constant -8.232 Sumber: Data yang diolah, 2014
.724 .786 .096* .999 .525 .792 .769 .743 .513 .345 .345
Hipotesis dua (H2) menyatakan bahwa rasio perputaran modal (SALTA) berpengaruh negatif terhadap kecurangan laporan keuangan. Hasil pada tabel 5 menunjukan bahwa rasio perputaran modal (SALTA) memiliki nilai beta sebesar -0,275 dan signifikansi sebesar 0,786. Berdasarkan hal itu, berarti bahwa variabel rasio perputaran modal (SALTA) berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap kemungkinan kecurangan pada laporan keuangan. Maka, hasil penelitian ini menolak hipotesis dua (H2). Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh suyanto (2009). Menurut Lestari (2011), nilai optimal perputaran modal kerja suatu perusahaan berbeda dengan nilai optimal perputaran modal kerja perusahaan lain. Perbedaan ini dapat terjadi pada bidang usaha yang sama dengan perbedaan kebijakan persediaan, kebijakan penjualan, lokasi, bentuk yuridis dan sebagainya. Maka besar kecilnya rasio perputaran modal tidak dapat diperbandingkan karena perbedaan aspek-aspek tersebut. Hipotesis tiga (H3) menyatakan bahwa profitabilitas (NPROFTA) berpengaruh negatif terhadap kecurangan laporan keuangan. Hasil pada tabel 5 menunjukan bahwa profitabilitas (NPROFTA) memiliki nilai beta sebesar -9,322 dan signifikansi sebesar 0,096. Berdasarkan hal itu,
7
DIPONEGORO JOURNAL OF ACCOUNTING Volume 3, Nomor 3, Tahun 2014, Halaman 8
berarti bahwa variabel profitabilitas (NPROFTA) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kemungkinan kecurangan pada laporan keuangan pada p< 0,1. Maka, hasil penelitian ini mendukung hipotesis tiga (H3). Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh suyanto (2009). Fokus utama pemilik saham pada perusahaan yaitu kemampuan manajemen dalam menghasilkan laba perusahaan. Hal ini dikarenakan laba perusahaan yang berpengaruh langsung terhadap besar kecilnya dividen yang akan dibagikan setelah tanggal neraca berakhir sehingga menyebabkan hasil penelitian yang signifikan. Hipotesis empat (H4) menyatakan bahwa Transaksi Pihak Istimewa (RPTRANS) berpengaruh positif terhadap kecurangan laporan keuangan. Hasil pada tabel 5 menunjukan bahwa Transaksi Pihak Istimewa (RPTRANS) memiliki nilai beta sebesar -19,938 dan signifikansi sebesar 0,999. Berdasarkan hal itu, berarti bahwa variabel Transaksi Pihak Istimewa (RPTRANS) berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap kemungkinan kecurangan pada laporan keuangan. Maka, hasil penelitian ini menolak hipotesis empat (H4). Hasil penelitian ini bertentangan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh suyanto (2009). Alasan yang mendasari hasil penelitian ini adalah pada studi kasus di Indonesia, variabel ini tidak memungkinkan diteliti lebih jauh kaitannya dengan kemungkinan kecurangan laporan keuangan karena hampir seluruh perusahaan di Indonesia melakukan transaksi terhadap pihak istimewa tersebut. Hal ini terkait dengan PSAK no. 7 mengenai pengungkapan pihak-pihak berelasi sehingga manajemen mau tidak mau harus mengungkapkan transaksi pihak istimewa. Tetapi, dalam laporan keuangan, kurang diungkapkan apakah transaksi pihak istimewa tersebut mengandung kewajaran seperti pada transaksi dengan pihak lainnya, ataupun terdapat “keistimewaan” tertentu yang didapatkan, baik dari pihak pembeli maupun penjualnya sehingga menyebabkan hasil penelitian tidak signifikan. Hipotesis lima (H5) menyatakan bahwa ukuran perusahaan audit (BIG4) berpengaruh negatif terhadap kecurangan laporan keuangan. Hasil pada tabel 5 menunjukan bahwa ukuran perusahaan audit (BIG4) memiliki nilai beta sebesar 0,631 dan signifikansi sebesar 0,525. Berdasarkan hal itu, berarti bahwa variabel ukuran perusahaan audit (BIG4) berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap kemungkinan kecurangan pada laporan keuangan. Maka, hasil penelitian ini menolak hipotesis lima (H5). Hasil penelitian ini bertentangan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh suyanto (2009). Alasan yang mendasari hasil penelitian ini yaitu kualitas jasa auditor diatur dan dikendalikan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dengan Standar Profesional Akuntan Publik dan Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik. Selain itu, sanksi dapat diberikan berupa sanksi ringan dengan denda hingga pencabutan izin oleh IAI. Maka perusahaan audit yang digunakan perusahaan tidak bisa melakukan kecurangan. Hipotesis enam (H6) menyatakan bahwa rasio persediaan per total aset (INVTA) berpengaruh positif terhadap kecurangan laporan keuangan. Hasil pada tabel 5 menunjukan bahwa rasio persediaan per total aset (INVTA) memiliki nilai beta sebesar 0,536 dan signifikansi sebesar 0,792. Berdasarkan hal itu, berarti bahwa variabel rasio persediaan per total aset (INVTA) berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap kemungkinan kecurangan pada laporan keuangan. Maka, hasil penelitian ini menolak hipotesis enam (H6). Hasil penelitian ini bertentangan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh suyanto (2009). Alasan yang mendasari hasil penelitian ini yaitu perusahaan melakukan pengendalian persediaan dengan pengendalian internal dan sistem pencatatan perpetual. Tujuan pengendalian internal pada persediaan untuk mencegah aktiva (persediaan) dari pencurian, penyelewengan, penyalahgunaan dan kerusakan serta menjamin keakuratan (ketepatan) penyajian persediaan dalam laporan keuangan. Sistem pencatatan perpetual digunakan untuk melakukan cross check saldo persediaan pada buku besar dengan pemeriksaan fisik saat tanggal neraca. Dengan demikian, kecurangan tidak bisa terjadi karena adanya sistem pengendalian yang kompleks. Hipotesis tujuh (H7) menyatakan bahwa Pergantian Auditor (CPA) berpengaruh positif terhadap kecurangan laporan keuangan. Hasil pada tabel 5 menunjukan bahwa Pergantian Auditor (CPA) memiliki nilai beta sebesar -0,218 dan signifikansi sebesar 0,769. Berdasarkan hal itu, berarti bahwa variabel Pergantian Auditor (CPA) berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap kemungkinan kecurangan pada laporan keuangan. Maka, hasil penelitian ini menolak hipotesis tujuh (H7). Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh suyanto (2009). Alasan yang mendasai hasil penelitian ini yaitu berdasarkan Prinsip Etika Profesi Ikatan Akuntan Indonesia pasal 2 disebutkan bahwa prinsip ini meminta komitmen untuk berperilaku
8
DIPONEGORO JOURNAL OF ACCOUNTING Volume 3, Nomor 3, Tahun 2014, Halaman 9
terhormat bahkan dengan pengorbanan keuntungan pribadi. Dengan kepatuhan pada prinsip ini, penyediaan jasa oleh auditor tidak dilakukan dengan kecurangan. Pergantian auditor sangat susah untuk diobservasi sebagai salah satu proksi dari rasionalisasi dengan data publik seperti laporan keuangan. Brazel et. al. (2007) menyatakan bahwa data publik sangat terbatas, bahkan tidak tersedia sebagai pengganti rasionalisasi manajemen. Rasionalisasi atas kecurangan ini hanya dapat diperlihatkan dengan tepat dengan wawancara dengan pelaku kecurangan seperti yang dilakukan Cressey (1953). Hipotesis delapan (H8) menyatakan bahwa Opini audit dengan bahasa penjelas (AO) berpengaruh positif terhadap kecurangan laporan keuangan. Hasil pada tabel 5 menunjukan Opini audit dengan bahasa penjelas (AO) memiliki nilai beta sebesar -0,232 dan signifikansi sebesar 0,743. Berdasarkan hal itu, berarti bahwa variabel Opini audit dengan bahasa penjelas (AO) berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap kemungkinan kecurangan pada laporan keuangan. Maka, hasil penelitian ini menolak hipotesis delapan (H8). Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh suyanto (2009). Alasan yang mendasari hasil penelitian ini yaitu bahasa penjelas dalam laporan auditor independen merupakan penjelasan dari hal-hal tertentu yang penjabarannya diperlukan. Penambahan bahasa penjelas ini tidak mempengaruhi materialitas dalam laporan keuangan serta tidak mengubah kewajaran dari laporan keuangan itu sendiri sehingga penambahan bahasa penjelas ini tidak mempengaruhi kemungkinan kecurangan yang dilakukan manajemen perusahaan. Selain itu, opini audit sangat susah untuk diobservasi sebagai salah satu proksi dari rasionalisasi dengan data publik seperti laporan keuangan. Brazel et. al. (2007) menyatakan bahwa data publik sangat terbatas, bahkan tidak tersedia sebagai pengganti rasionalisasi manajemen. Rasionalisasi atas kecurangan ini hanya dapat diperlihatkan dengan tepat dengan wawancara dengan pelaku kecurangan seperti yang dilakukan Cressey (1953). Hipotesis sembilan (H9) menyatakan bahwa kemampuan Going Concern (GC) berpengaruh positif terhadap kecurangan laporan keuangan. Hasil pada tabel 5 menunjukan bahwa kemampuan Going Concern (GC) memiliki nilai beta sebesar -0.650 dan signifikansi sebesar 0,513. Berdasarkan hal itu, berarti bahwa variabel Opini Going Concern (GC) berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap kemungkinan kecurangan pada laporan keuangan. Maka, hasil penelitian ini menolak hipotesis sembilan (H9). Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh suyanto (2009). Alasan yang mendasai hasil penelitian ini yaitu opini Going Concern diberikan pada entitas yang dianggap tidak dapat melanjutkan usahanya berdasar ketidak mampuan membayar hutang dan kerugian yang dialami lebih dari satu tahun. Berdasarkan SPAP seksi 341 (IAI, 2007) bila manajemen memilki rencana untuk mengurangi kondisi tersebut secara efektif dan disampaikan secara memadai, maka diberikan opini wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelas. Dengan rencana yang efektif dan disampaikan secara memadai tersebut, maka kondisi Going Concern tersebut tidak dapat dijadikan sebagai dalih terjadinya kecurangan laporan keuangan. Seperti proksi rasionalisasi lainnya, kemampuan Going Concern sangat susah untuk diobservasi sebagai salah satu proksi dari rasionalisasi dengan data publik seperti laporan keuangan. Brazel et. al. (2007) menyatakan bahwa data publik sangat terbatas , bahkan tidak tersedia sebagai pengganti rasionalisasi manajemen. Rasionalisasi atas kecurangan ini hanya dapat diperlihatkan dengan tepat dengan wawancara dengan pelaku kecurangan seperti yang dilakukan Cressey (1953). KESIMPULAN Hasil analisis menunjukan bahwa variabel profitabilitas berpengaruh negatif terhadap kemungkinan kecurangan laporan keuangan. Sedangkan variabel leverage keuangan, rasio perputaran modal, transaksi pihak istimewa, ukuran perusahaan audit, rasio persediaan per total aset, pergantian auditor, opini audit, dan kemampuan Going Concern tidak berpengaruh signifikan. Terdapat keterbatasan dan kelemahan dalam penelitian ini. Pertama, data variabel dependen dalam penelitian ini sukar diperoleh dalam lingkup universitas. Kedua, keterbukaan data tentang kecurangan laporan keuangan di Indonesia sangat kurang bila dibandingkan dengan data kecurangan laporan keuangan perusahaan di lingkup luar negeri. Ketiga, beberapa perusahaan tidak memberikan rincian data keuangannya secara menyeluruh pada publik sehingga data variabel yang digunakan tidak lengkap dan data yang digunakan penelitian berkurang.
9
DIPONEGORO JOURNAL OF ACCOUNTING Volume 3, Nomor 3, Tahun 2014, Halaman 10
Berdasarkan keterbatasan tersebut, maka diharapkan pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan dipublikasikan lebih terbuka oleh pihak pemerintah sehingga mahasiswa, masyarakat umum dan berbagai pihak lainnya dapat mengakses lebih mudah. Bagi penelitian selanjutnya, sebaiknya menambahkan proksi-proksi variabel lain yang lebih baik untuk mewakili ketiga faktor kecurangan, terutama faktor rasionalisasi agar hasil penelitian menjadi lebih baik. REFERENSI Association of Certified Fraud Examiner, Fraud Examiner Manual. Printed in UsA by the associate of Certified Fraud Examiner Inc, The Greg or Building 716. West Avenue Austin Texas 2005 and 2006. Beneish, M.D. 1997. Detecting GAAP Violation: Implications for Assessing Earnings Management among Firms with Extreme Financial Performance. Journal of Accounting and Public Policy, Vol. 16, pp. 271-309. Bologna G. Jack dan Robert Linguist. 1995. Fraud Auditing and Forensic Accounting, New Tool and Techniques. Edisi 2. New York: John Wiley. Brazel, J.F., K. Jones, dan M.F. Zimbelman. 2007. “Using Non Financial Measures to Assess Fraud Risk”. Working Paper. North Carolina State University, George Mason University, dan Brigham Young University 45. Chen, K.Y., dan R.J. Elder. 2007. ”Fraud Risk Factors and the Likelihood of Fraudulent Financial Reporting: Evidence from Statement on Auditing Standards No. 43. In Taiwan”. Working Paper. National Taiwan University dan Syracuse Univesity. Cressey, D.R. 1953. Other People’s Money: A Study in the Social Psycology of Embezzlement. Illnois: The Free Press. DeFond, M.L. 1992. The Association Between Changes in Client Firm Agency Costs and Auditor Switching. Auditing: A Journal of Practice, Vol. 11, No. 1. h. 16-31. Ellingsen, J.E., K. Pany, dan P. Fagan. 1989. SAS no. 59: How to Evaluate Going Concern. Journal of Accountancy, January, h. 24-31. Farber, D.B. 2005. Restoring Trust After Fraud: Does Corporate Governance Matter? The Accounting Review, Vol. 82, No. 2, h. 539-561. Francis, J.R. 1999. Accounting Accruals and Auditor Reporting Conservatism. Contemponary Accounting Research, Vol. 16, No. 1, h. 135-165. Hopwood, W., J. McKeown, dan J. Mutchler.1989 A Test of the Incremental Explanatory Power of Opinions Qualified for Consistency and Uncertainty. The Accounting Review, Vol. 64, No. 1, h. 28-48. http://arniladwilestari.wordpress.com/2011/04/01/perputaran-modal-kerja/ Ikatan Akuntan Indonesia, 2007. Standar Profesional Akuntan Publik. Jakarta: Salemba Empat. Kaminski, K.A., T.S. Wetzel, dan L.Guan. 2004. Can Financial Ratio Detect Fraudulent Financial Reporting? Managerial Auditing Journal. Vol. 19, No. 1, h. 15-28.
10
DIPONEGORO JOURNAL OF ACCOUNTING Volume 3, Nomor 3, Tahun 2014, Halaman 11
Kirkos, E., C.Spathis, dan Y. Manolopoulos. 2007. Data Mining Techniques for the Detection of Fraudulent Financial Statement. Expert System with Aplications, Vol. 32, h. 995-1003. Kreutzfeldt, R., dan Wallace, W. 1986. Error Characteristics and Audit Populations: Their Profile and Relationship to Environment Factors. Auditing: A Journal of Practice and Theory. h. 20-43 Loebbecke, J.K., M.M. Eining, dan J.J. Willingham. 1989. . Auditors’ Experience with Material Irregularities: Frequency, Nature and Detectability. Auditing: A Journal of Practice, Vol. 9, No. 1, h. 1-28. Palmrose, Z.V. 1988. 1987 Competitive Manuscript Co-winner: An Analysis of Auditor Litigation and Audit Sevice Quality. The Accounting Review, Vol. 63, No. 1, h. 55-73. Persons, O.S.. 1995. Using Financal Statement Data to Identify Factors Associated with Fraudulent Financial Reporting. Journal of Applied Business Research, Vol. 11, No. 3, h. 38. Rezaee, Z. 2002. Financial Statement Prevention and Detection. John Wiley & sons, Inc. Schwartz, K.B., dan K.Menon. 1985. Auditor Switches by Failing Firms. The Accounting Review, Vol. 60, No. 2, h. 248-261. Skousen, C.J., dan C.J. Wright. 2006. “Contemperaneous Risk Factors and the Prediction of Financial Statement Fraud”. Workng Paper. University of Texas at Arlington and Oklahoma State University. Stice, J. D. 1991. Using Financial and Market Information to Identify Pre-engagement Factors Associated with Lawsuits Against Auditors. The Accounting Review, Vol. 66, No. 3, h. 516-533. Suyanto, 2009. Fraudulent Financial Statement. Gajah Mada International Journal of Bussiness, Vol. 11, No. 1, h. 117-144. Vermeer, T.E. 2003. The Impact of SAS No. 82 on an Auditor’s Tolerance of Earnings Management. Journal of Forensic Accounting, Vol. 14, h. 21-34. Watts, Ross dan Jerold L. Zimmerman. 1986. Positive Accountng Theory. Pretince Hall Inc. Young, B. 2005. Related Party Transactions: Why They Matter and What is Disclosed. The Corporate Governance Advisor, Vol. 13, No. 4, h. 1-7. www.idx.co.id www.aicpa.org
11