Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN” DIMENSI DALAM EFIKASI DIRI MAHASISWA PENGARUHNYA PADA KESIAPAN MENJADI PENDIDIK YANG BERKARAKTER SITI KOMARIYAH Pendidikan Tata Niaga Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Malang
[email protected] ABSTRAK Sebagai calon pendidik yang berkarakter, efikasi diri sangat diperlukan untuk keberhasilan dalam membentuk siswa yang berkarakter. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh efikasi diri mahasiswa pada kesiapannya menjadi seorang pendidik yang berkarakter. Efikasi diri (self efficacy) terdiri dari tiga dimensi yaitu dimensi tingkat, dimensi kekuatan, dan dimensi generalisasi.Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan analisis deskriptif dan analisis regresi linier berganda. Subyek penelitian ini adalah mahasiswa Program Studi S1 Pendidikan Tata Niaga Angkatan 2012/2013. Hasil penelitian menunjukkan: (1) Tidak ada pengaruh yang signifikan antara dimensi tingkat terhadap kesiapan menjadi guru; (2) Tidak ada pengaruh yang signifikan antara dimensi kekuatan terhadap kesiapan menjadi guru; (3) Ada pengaruh yang signifikan antara dimensi generalisasi terhadap kesiapan menjadi guru; (4) Ada pengaruh yang signifikan antara dimensi tingkat, dimensi kekuatan, dan dimensi generalisasi secara simultan terhadap kesiapan menjadi guru; (5) Variabel dimensi generalisasi mempunyai pengaruh yang dominan yaitu sebesar 17%. Oleh karena itu dalam mencetak pendidik yang berkarakter untuk dapat mengembangkan model dan metode pembelajaran untuk peningkatan efikasi diri. Keyword: Efikasi diri (self efficacy), Kesiapan menjadi guru PENDADULUAN Pada saat ini dunia pendidikan merupakan sarana penting untuk mencetak sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Karena pendidikan dapat menjamin kelangsungan hidup dan kemajuan suatu bangsa. Minimnya SDM yang berkualitas sangat dipengaruhi oleh berkembangnya pendidikan di Indonesia. Peningkatan kualitas SDM harus segera direalisasikan agar dapat menghadapi era globalisasi.Dalam rangka mencapai tujuan pendidikan, pemerintah berupaya menciptakan sarana prasarana yang dapat dijadikan sebagai alat dalam memajukan perkembangan pendidikan. Upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah melalui kebijakan-kebijakan di bidang pendidikan, di antaranya UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi dan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pada era globalisasi yang ditandai dengan semakin terbukanya pasar bebas, SDM yang berkualitas menjadi suatu yang mutlak diperlukan. Tanpa kualitas yang tinggi, maka SDM akan mudah tersisih dari persaingan. SDM yang rendah hanya akan menjadi penonton dalam persaingan ekonomi yang semakin kuat. Pendidikan bertujuan untuk menyiapkan generasi muda sebagai penerus bangsa yang mampu menghadapi tantangan zaman dan mampu menyesuaikan diri dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Berhasil tidaknya suatu pendidikan juga berkaitan dengan mutu tenaga kependidikannya. Kesiapan diri seorang guru dipengaruhi oleh kemampuan efikasi diri (self efficacy). Efikasi diri ikut mempengaruhi seseorang dalam menentukan tindakan yang akan dilakukan untuk mencapai tujuannya, termasuk di dalamnya perkiraan terhadap segala yang akan dihadapi. Sebagai calon guru, efikasi diri sangat diperlukan untuk
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN” keberhasilan dalam mengajarkan ilmu yang telah didapatkan selama menempuh pendidikan di bangku perkuliahan. Dalam menentukan, mencetak, dan menghasilkan tenaga kependidikan yang profesional, telah disediakan sarana dan prasarana untuk mendukung kegiatan pembelajaran untuk melaksanakan kurikulum tersebut di antaranya yaitu penyediaan Laboratorium Micro Teaching yang memadai dan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL). Kekurangan yang terjadi pada calon guru dalam mengajar dipengaruhi oleh tingkat kesiapan yang masih rendah. Apalagi praktik untuk pengalaman terjun langsung ke sekolah masih terbatas satu semester. Sebagai calon guru, kemampuan efikasi diri sangat penting untuk dimiliki oleh Mahasiswa karena merupakan keyakinan mengenai kemampuannya dalam menghadapi tantangan berupa tugas untuk mencapai tujuan yang diinginkan. KAJIAN PUSTAKA Pendidik yang baik adalah pendidik yang memiliki keyakinan atas kemampuan yang dimiliki, keyakinan itu sering disebut dengan Efikasi diri. Sebagaimana diungkapkan oleh Ormrod (2008) menyatakan bahwa “Self efficacy adalah penilaian seseorang tentang kemampuannya sendiri untuk menjalankan perilaku tertentu atau mencapai tujuan tertentu”. Self efficacy merupakan keyakinan yang dimiliki oleh seorang individu bahwa dirinya dapat menguasai suatu situasi dan menghasilkan sesuatu yang positif (Bandura dalam Santrock, 1996). Seseorang yang mempunyai efikasi diri yang tinggi akan menetapkan target yang tinggi pula untuk menghasilkan sesuatu dan akan berupaya untuk dapat mencapai tujuan atau target tersebut. Sebagaimana Bandura (1997) mengkaitkan antara Efikasi diri denganseorang pendidik yang mempunyai efikasi diri yang tinggi maka seorang pendidik tersebut akan menetapkan target yang tinggi pula untuk menghasilkan sesuatu dan akan berupaya untuk dapat mencapai tujuan atau target tersebut.Ketika seorang calon guru Tata Niaga sukses dalam mencapai target yang telah ditetapkan yaitu bisa mengajarkan ilmu dan mendidik peserta didiknya, maka akan menetapkan target yang lebih tinggi daripada target sebelumnya. Jika calon guru Tata Niaga tersebut gagal mencapai target maka akan lebih giat lagi untuk meraih apa yang diinginkan. Ada beberapa hal yang menjadi dimensi dalam Efikasi Diri tersebut, seperti yang telah disebutkan oleh Bandura dalam Ghufron dan Suminta, (2014) mengemukakan ada tiga aspek dimensi dalam efikasi diri. Dimensi tersebut akan mempengaruhi tingkat efikasi diri diantara yaitu: Pertama, dimensi tingkat (level). Aspek berkaitan dengan tingkat kesulitan suatu tugas yang dilakukan, apabila tugas-tugas yang dibebankan kepada individu disusun menurut tingkat kesulitannya, maka perbedaan efikasi diri secara individual mungkin terbatas pada tugas-tugas yang sederhana, menengah atau tingkat kesulitan yang tinggi. Individu akan melakukan tindakan-tindakan yang dirasakan mampu untuk dilaksanakannya dan akan menghindari tugas-tugas atau situasi yang diperkirakan diluar batas kemampuan yang dimiliki. Kedua, dimensi generalisasi (generality). Aspek yang berhubungan dengan luas bidang tugas atau tingkah laku. Beberapa pengalaman berangsur-angsur atau secara perlahan dapat menimbulkan penguasaan terhadap pengharapan pada bidang tugas atau tingkah laku yang khusus, sedangkan pengalaman lain membangkitkan keyakinan yang meliputi berbagai bidang tugas. Ketiga, dimensi kekuatan (strength), aspek ini berkaitan dengan tingkat kekuatan atau kemantapan seseorang terhadap keyakinannya. Tingkat efikasi diri yang rendah mudah digoyahkan oleh pengalaman-pengalaman yang memperlemahnya, sedangkan individu yang memiliki efikasi diri yang kuat akan tekun dalam meningkatkan usahanya, meskipun dijumpai pengalaman yang memperlemahnya.
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN” Berdasarkan dengan hal tersebut seseorang yang memiliki tingkat efikasi diri tinggi maka akan memiliki kepercayaan yang tinggi pula terhadap kemampuan yang dimiliki, sehingga ketika menghadapi tantangan dalam dirinya akan dapat mengatasi dengan mencari jalan keluarnya. Namun sebaliknya bagi seseorang dengan tingkat efikasi diri rendah maka akan mengalami kendala-kendala untuk dapat menjawab tantangan, terutama kendala keyakinan terhadap dirinya. METODE Penelitian ini dirancang sebagai penelitian kuantitatif yang bersifat deskriptif korelasional. Deskriptif artinya penelitian ini merupakan penelitian yang bertujuan untuk memperoleh deskripsi yang lengkap dan akurat dari suatu situasi. Sedangkan korelasional bertujuan untuk menentukan apakah terdapat hubungan antara dua variabel atau lebih, serta seberapa jauh korelasi yang ada di antara variabel yang diteliti (Kuncoro, 2009:12). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah dimensi tingkat (X1), dimensi kekuatan (X2), dan dimensi generalisasi (X3) dengan variabel terikat kesiapan menjadi guru Tata Niaga (Y). Adapun rancangan penelitian dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini.
Gambar 1 Model Hubungan antar Variabel Penelitian Keterangan: = Pengaruh secara parsial = Pengaruh secara simultan Populasi dalam penelitian ini adalah 73 mahasiswa Program Studi S1 Pendidikan Tata Niaga Angkatan 2012/2013 yang Terdiri dari 2 offering dan yang lulus Praktik Pengalaman Lapangan (PPL). Ukuran sampel dalam penelitian ini berdasarkan rumus Slovin dengan menggunakan taraf kesalahan 5% berjumlah 62 mahasiswa. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik proportional random sampling. Dalam penelitian inimenggunakan angket/kuesioner tertutup yang sudah disediakan alternatif jawabannya sehingga responden tinggal memilih jawaban yang tersedia. Selain itu terdapat angket terbuka untuk mengetahui pendapat responden. Skala pengukuran angket ini menggunakan skala Likert dengan lima alternatif jawaban Selalu diberi skor 5, Sering diberi skor 4, Kadang-Kadang diberi skor 3, Hampir Tidak Pernah diberi skor 2, dan Tidak Pernah diberi skor 1. Dalam penelitian ini data kuantitatif adalah data ordinal yang diperlakukan sebagai data interval. Sumber data primer dalam penelitian ini berasal dari mahasiswa Program Studi S1 Pendidikan Tata Niaga Angkatan 2012/2013. Teknik pengumpulan data menggunakan metodekuesioner dan metode dokumentasi.Penelitianini menggunakan analisis statistik deskriptif untuk mendeskripsikan dimensi tingkat, dimensi kekuatan, dimensi generalisasi, dan kesiapan menjadi guru Tata Niaga. Sedangkan analisis statistik inferensial digunakan untuk menguji seberapa besar pengaruh dimensi tingkat (X1), dimensi kekuatan (X2), dan dimensi generalisasi (X3), baik secara parsial maupun simultan terhadap kesiapan menjadi
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN” guru Tata Niaga (Y). Dengan demikian, analisis statistik inferensial tersebut adalah uji asumsi klasik dan analisis regresi linier berganda. Uji asumsi klasik yang digunakan adalah uji normalitas, uji multikolinearitas, dan uji heteroskedastisitas. Sedangkan analisis regresi linier berganda digunakan untuk menganalisis hubungan linier antara 2 atau lebih variabel independen dengan 1 variabel dependen. Uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan uji t dan uji F. Uji t digunakan untuk menguji ada tidaknya pengaruh variabel bebas yaitu dimensi tingkat (X 1), dimensi kekuatan (X2), dan dimensi generalisasi (X3) secara parsial terhadap variabel terikat yaitu kesiapan menjadi guru Tata Niaga (Y). Sedangkan uji F digunakan untuk menguji ada tidaknya pengaruh variabel bebas yaitu dimensi tingkat (X 1), dimensi kekuatan (X2), dan dimensi generalisasi (X3) secara simultan terhadap variabel terikat yaitu kesiapan menjadi guru Tata Niaga (Y). HASIL Deskripsi variabel dimensi tingkat dan dimensi kekuatan mahasiswa menunjukkan bahwa opsi jawaban sering dan selalu menjadi opsi yang paling banyak dipilih, selain itu rata-rata jawaban responden dari 1 item pernyataan adalah sebesar 4,32 dan 3,98. Hal ini dapat disimpulkan bahwa dimensi tingkat mahasiswa sudah baik. Deskripsi variabel dimensi generalisasi mahasiswa menunjukkan bahwa opsi jawaban sering dan selalu menjadi opsi yang paling banyak dipilih. Rata-rata jawaban mahasiswa dari 4 item pernyataan adalah sebesar 4,18. Hal ini dapat disimpulkan bahwa dimensi generalisasi mahasiswa sudah baik. Sedangkan deskripsi variabel dimensi kesiapan menjadi guru Tata Niaga menunjukkan bahwa opsi jawaban sering dan selalu menjadi opsi yang paling banyak dipilih. Rata-rata jawaban mahasiswa dari 10 item pernyataan adalah sebesar 4,14. Hal ini dapat disimpulkan bahwa kesiapan menjadi guru Tata Niaga adalah sudah baik. Dalam penelitian ini, diketahui bahwa data penelitian berdistribusi normal. tidak terjadi multikolinearitas, dan tidak terjadi gangguan heteroskedastisitas. Hasil analisis regresi linier berganda dapat dilihat pada Tabel 1 sebagai berikut Tabel 1 Ringkasan Hasil Analisis Regresi Linier Berganda
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN”
Berdasarkan hasil analisis regresi linier berganda maka diperoleh nilai konstan sebesar 2,230 sedangkan nilai untuk variabel dimensi tingkat (X1) sebesar 0,097, variabel dimensi kekuatan (X2) sebesar 0,028, dan untuk variabel dimensi generalisasi (X3) sebesar 0,331. Sehingga apabila dimasukkan dalam fungsi asli regresi secara keseluruhan, maka diperoleh persamaan sebagai berikut. Y= a + b1X1 + b2X2 + b3X3 Y= 2,230 + 0,097X1 + 0,028X2 + 0,331X3, Persamaan regresi di atas dapat dijelaskan sebagai berikut. Adjusted R Square sebesar 0,180 menunjukkan bahwa sumbangan pengaruh dimensi tingkat (X1), dimensi kekuatan (X2), dan dimensi generalisasi (X3) terhadap kesiapan menjadi guru Tata Niaga (Y). Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa nilai thitung 1,131 dengan ttabel 2,002 dengan signifikansi diperoleh sebesar 0,263 dengan taraf signifikansi 0,05 (5%). Hal tersebut berarti bahwa thitung ≤ ttabel (1,131 ≤ 2,002). Sedangkan signifikansi 0,263 ≥ pada taraf signifikansi 0,05. Sehingga tidak ada pengaruh yang signifikan antara dimensi tingkat terhadap kesiapan menajdi guru Tata Niaga. Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa nilai thitung 0,394 dengan ttabel 2,002 dengan signifikansi diperoleh sebesar 0,695 dengan taraf signifikansi 0,05 (5%). Hal tersebut berarti bahwa thitung ≤ ttabel (0,394 ≤ 2,002). Sedangkan signifikansi 0,695 ≥ pada taraf signifikansi 0,05. Sehingga tidak ada pengaruh yang signifikan antara dimensi kekuatan terhadap kesiapan menjadi guru Tata Niaga. Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa nilai thitung adalah 3,140 dengan ttabel 2,002 dengan signifikansi diperoleh sebesar 0,003 dengan taraf signifikansi 0,05 (5%). Hal tersebut berarti bahwa thitung> ttabel (3,140 > 2,002). Sedangkan signifikansi 0,003 < pada taraf signifikansi 0,05. Sehingga ada pengaruh yang signifikan antara dimensi generalisasi terhadap kesiapan menjadi guru Tata Niaga. Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa nilai Fhitung 5,455 dengan Ftabel 2,76 atau signifikansi diperoleh sebesar 0,002 dengan taraf signifikansi 0,05 (5%). Hal tersebut berarti bahwa Fhitung> Ftabel (5,455 > 2,76). Sedangkan signifikansi 0,002 < pada taraf
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN” signifikansi 0,05. Sehingga ada pengaruh yang signifikan antara dimensi tingkat, dimensi kekuatan, dan dimensi generalisasi terhadap kesiapan menjadi guru Tata Niaga. Berdasarkan hasil dari Adjusted R Square sebesar 0,180 maka 18% perubahan variabel kesiapan menjadi guru Tata Niaga disebabkan oleh perubahan dimensi tingkat, dimensi kekuatan, dan dimensi generalisasi. Sedangkan sisanya sebesar 82% diduga dipengaruhi oleh faktor lain seperti kematangan (maturation) dan kecerdasan. Hal ini sesuai dengan pendapatnya Slameto (2010:115) yang menyatakan bahwa kesiapan menjadi guru dipengaruhi oleh dua faktor yaitu kematangan (maturation) dan kecerdasan. Tabel 2 Hasil Sumbangan Efektif Variabel Bebas
Standardized Coefficients
Zeroorder
Beta (β) Dimensi Tingkat (X1) Dimensi Kekuatan (X2) Dimensi Generalisasi (X3)
0,147 0,053 0,388
0,254 0,248 0,437
Jumlah Perhitungan Zero-order × Beta (β) 0,254 × 0,147 = 0,04 0,248 × 0,053 = 0,01 0,437 × 0,388 = 0,17
Persentase (%) 4 1 17
Dari Tabel 2 dapat diketahui bahwa variabel dominan yang mempengaruhi kesiapan menjadi guru Tata Niaga adalah variabel dimensi generalisasi yaitu sebesar 17%. PEMBAHASAN Pengaruh Variabel Dimensi Tingkat Terhadap Kesiapan Menjadi Guru Tata Niaga Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan antara dimensi tingkat terhadap kesiapan menjadi guru Tata Niaga mahasiswa Program Studi S1 Pendidikan Tata Niaga Jurusan Manajemen Universitas Negeri Malang. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Arifin, dkk (2014:134) bahwa efikasi diri memiliki hubungan dan mempengaruhi kesiapan menjadi guru TIK. Selain itu hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Purnami (2013) yang menunjukkan bahwa ada pengaruh selfefficacy terhadap kesiapan mahasiswa menjadi guru Akuntansi. Penelitian ini tidak selaras dengan pendapatnya Bandura dalam Ghufron & Suminta (2014:80) bahwa dimensi ini berkaitan dengan derajat kesulitan tugas ketika individu merasa mampu untuk melakukannya. Apabila individu dihadapkan pada tugas-tugas yang mudah, sedang, atau bahkan meliputi tugas-tugas yang paling sulit, sesuai dengan batas kemampuan yang dirasakan untuk memenuhi tuntutan perilaku yang dibutuhkan pada masing-masing tingkat. Jika ada tugas yang dirasa mampu untuk dikerjakan, maka mahasiswa akan mencoba untuk menyelesaikan tugas tersebut. Begitupun sebaliknya, jika tugas yang dihadapi itu sulit maka mahasiswa akan menghindari tugas tersebut dan tidak akan mengerjakannya karena sudah berada di luar batas kemampuan yang dimilikinya. Namun dalam deskripsi dimensi tingkat menunjukkan bahwa dimensi tingkat yang dimiliki oleh mahasiswa sudah baik. Sehingga siap tidaknya mahasiswa untuk menjadi seorang guru Tata Niaga tidak hanya dilihat dari kemampuan dalam menyelesaikan tugas, walaupun tugas yang diberikan banyak hal ini tidak berpengaruh untuk kesiapan menjadi guru Tata Niaga. Begitupun sebaliknya jika tugas yang diberikan sedikit hal ini tidak mempengaruhi kesiapan mahasiswa untuk menjadi guru Tata Niaga. Berdasarkan jawaban opsi terbuka mahasiswa pada lampiran 5 diketahui ada sebagian mahasiswa yang merasa belum mampu dalam menyelesaikan tugas, hal ini dapat dilihat dari jawaban mahasiswa yang menyatakan bahwa mahasiswa tersebut belum bisa menilai kemampuan yang dimilikinya dalam menyelesaikan tugas, kemampuan
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN” menyelesaikan tugas terlihat berhasil atau tidak dapat dilihat dari perkembangan pada diri peserta didik, serta dalam menyelesaikan tugas cenderung di akhir waktu dan kurang disiplin dan teratur dalam pengerjaannya. Meskipun beberapa mahasiswa belum mampu dalam menyelesaikan tugas tetapi kesiapan mereka untuk menjadi guru Tata Niaga termasuk dalam kategori sudah baik. Hal ini dikarenakan mahasiswa ingin membuktikan apabila belum mampu dalam menyelesaikan tugas bukanlah suatu masalah atau hambatan untuk memberikan dorongan terhadap kesiapannya untuk menjadi guru Tata Niaga. Kesiapan menjadi guru Tata Niaga tidak hanya dipengaruhi oleh satu faktor dimensi tingkat saja, tetapi dipengaruhi oleh faktor lain seperti kematangan (maturation) dan kecerdasan. Pengaruh Variabel Dimensi Kekuatan Terhadap Kesiapan Menjadi Guru Tata Niaga Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan antara dimensi kekuatan terhadap kesiapan menjadi guru Tata Niaga mahasiswa Program Studi S1 Pendidikan Tata Niaga Jurusan Manajemen Universitas Negeri Malang. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Astarini & Mahmud (2015) bahwa self efficacy berpengaruh positif terhadap minat menjadi guru Akuntansi. Penelitian ini tidak selaras dengan pendapatnya Bandura dalam Ghufron & Suminta (2014) bahwa dimensi ini berkaitan dengan tingkat kekuatan dari keyakinan atau pengharapan individu mengenai kemampuannya. Pengharapan yang lemah mudah digoyahkan oleh pengalaman-pengalaman yang tidak mendukung. Sebaliknya, pengharapan yang mantap mendorong individu tetap bertahan dalam usahanya. Dalam hal ini mahasiswa yang memiliki keyakinan untuk menjadi seorang guru, maka ia akan tetap berusaha agar tercapai apa yang diinginkan. Begitupun sebaliknya, mahasiswa yang tidak yakin untuk menjadi guru maka mudah digoyahkan baik dari pengalamannya masa lalu maupun dari pengalaman pada saat ini. Akan tetapi pada deskripsi dimensi kekuatan diketahui bahwa dimensi kekuatan yang dimiliki mahasiswa sudah baik. Mahasiswa yang lulusan pendidikan bukan berarti siap untuk menjadi seorang guru. Bisa saja mahasiswa tersebut tidak siap untuk menjadi seorang guru. Walaupun orang tua mahasiswa seorang guru, bisa menimbulkan mahasiswa tersebut tidak siap untuk menjadi guru. Begitupun sebaliknya, meskipun orang tuanya menjadi guru tidak menutup kemungkinan bahwa mahasiswa tersebut siap menjadi guru. Mahasiswa yang tidak memiliki keyakinan untuk menjadi guru, bukan berarti tidak siap untuk menjadi seorang guru. Meskipun mahasiswa sudah mendapatkan mata kuliah kependidikan hal ini tidak mempengaruhi mahasiswa untuk menjadi guru Tata Niaga. Berdasarkan jawaban opsi terbuka mahasiswa pada lampiran 5 diketahui ada sebagian mahasiswa merasa belum yakin untuk menjadi guru, hal ini dapat dilihat dari jawaban mahasiswa yang menyatakan bahwa mahasiswa tersebut masih dalam kriteria kurang memuaskan (tidak sesuai) dengan karakter yang dimilikinya dan mahasiswa tersebut lebih suka berkecimpung di ranah marketing di lapangan bukan sebagai pendidik. Selain itu kemampuan yang dimiliki mahasiswa dalam bidang Tata Niaga masih sangat minim sehingga sering membuat bingung saat mengajar, adanya rasa tidak yakin untuk menjadi guru karena dipengaruhi oleh kemampuan yang dimilikinya. Kesiapan menjadi guru Tata Niaga tidak hanya dipengaruhi oleh satu faktor dimensi kekuatan saja, tetapi dipengaruhi oleh faktor lain seperti kematangan (maturation) dan kecerdasan. Pengaruh Variabel Dimensi Generalisasi Terhadap Kesiapan Menjadi Guru Tata Niaga
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN” Hasil analisis menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara dimensi generalisasi terhadap kesiapan menjadi guru Tata Niaga mahasiswa Program Studi S1 Pendidikan Tata Niaga Jurusan Manajemen Universitas Negeri Malang. Hasil penelitian ini tidak selaras dengan pendapatnya Bandura dalam Ghufron & Suminta (2014) yang menyatakan bahwa dimensi ini berkaitan dengan luas bidang tingkah laku yang mana individu merasa yakin akan kemampuannya. Apakah terbatas pada suatu aktivitas dan situasi tertentu atau pada serangkaian aktivitas dan situasi yang bervariasi. Dalam hal ini dimensi generalisasi penting untuk dimiliki oleh mahasiswa karena mahasiswa yang percaya terhadap kemampuannya maka ia akan siap untuk menjadi seorang guru. Begitupun sebaliknya, mahasiswa yang tidak percaya dengan kemampuan maka ia akan mengalami hambatan karena sudah tidak percaya terhadap kemampuan yang dimilikinya. Dalam deskripsi dimensi generalisasi menunjukkan bahwa siap tidaknya mahasiswa untuk menjadi seorang guru tidak hanya dilihat dari percaya diri yang dimilikinya. Walaupun dalam melaksanakan praktik mengajar selama di bangku perkuliahan dan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) sudah memiliki rasa percaya diri belum tentu siap untuk menjadi guru. Begitupun sebaliknya, mahasiswa yang tidak memiliki percaya diri hal ini bukan berarti mahasiswa tersebut tidak siap untuk menjadi seorang guru. Berdasarkan jawaban opsi terbuka mahasiswa pada lampiran 5 diketahui sebagian besar mahasiswa sudah baik dalam dimensi generalisasi, hal ini ditunjukkan dengan jawaban mahasiswa yang berpendapat bahwa dalam mengajar sudah menguasai materi dan memiliki rasa percaya diri, kepercayaan diri mutlak dimiliki oleh semua orang untuk mencapai cita-cita yang diinginkan, serta dengan adanya rasa percaya diri bahwa diri mampu dalam mencapai tujuan yang diinginkan. Dengan demikian menunjukkan bahwa semakin baik dimensi generalisasi maka akan semakin baik pula kesiapan untuk menjadi guru Tata Niaga dan begitu pula sebaliknya, semakin buruk dimensi generalisasi maka kesiapan untuk menjadi guru Tata Niaga semakin rendah. Pengaruh Variabel Dimensi Tingkat, Dimensi Kekuatan, dan Dimensi Generalisasi Terhadap Kesiapan Menjadi Guru Tata Niaga Berdasarkan hasil penelitian, terdapat pengaruh yang signifikan antara dimensi tingkat, dimensi kekuatan, dan dimensi generalisasi secara simultan terhadap kesiapan menjadi guru Tata Niaga. Ketiga dimensi ini tidak bisa dipisahkan satu sama lain, seperti yang dijelaskan oleh Bandura dalam Ghufron & Suminta (2014) bahwa efikasi diri pada dasarnya adalah hasil dari proses kognitif berupa keputusan, keyakinan, atau pengharapan tentang sejauh mana individu memperkirakan kemampuan dirinya dalam melaksanakan tugas atau tindakan tertentu yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Fungsi ketiga dimensi tersebut, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama merupakan faktor penting untuk mencapai kesiapan menjadi guru Tata Niaga. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Purnami (2013) yang menunjukkan bahwa terdapat pengaruh self efficacy secara simultan terhadap kesiapan mahasiswa menjadi guru Akuntansi. Selain itu hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Arifin, Putro dan Putranto (2014) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara efikasi diri dan kemampuan keguruan secara simultan dengan kesiapan menjadi guru Hasil penelitian lain yang sesuai dengan penelitian ini yaitu penelitian yang dilakukan oleh Astarini & Mahmud (2015) yang menunjukkan bahwa terdapat pengaruh self efficacy, prestise profesi guru, dan status sosial ekonomi orang tua secara simultan terhadap minat mahasiswa menjadi guru. Berdasarkan hasil dari Adjusted R Square sebesar 0,180 maka 18% perubahan variabel kesiapan menjadi guru Tata Niaga disebabkan oleh perubahan dimensi tingkat, dimensi kekuatan, dan dimensi generalisasi. Sedangkan sisanya sebesar 82% diduga
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN” dipengaruhi oleh faktor lain seperti kematangan (maturation) dan kecerdasan. Hal ini sesuai dengan pendapatnya Slameto (2010) yang menyatakan bahwa kesiapan menjadi guru dipengaruhi oleh dua faktor yaitu kematangan (maturation) dan kecerdasan. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis statistik deskriptif menunjukkan bahwa: (1) Dimensi tingkat, dimensi kekuatan, dan dimensi generalisasi mahasiswa terhadap kesiapan menjadi guru Tata Niaga adalah baik. (2) Kesiapan menjadi guru Tata Niaga adalah sudah baik. Berdasarkan hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa: (1) Tidak ada pengaruh yang signifikan antara dimensi tingkat dan dimensi kekuatan terhadap kesiapan menajdi guru Tata Niaga. (2) Ada pengaruh yang signifikan antara dimensi generalisasi terhadap kesiapan menjadi guru Tata Niaga. (3) Ada pengaruh yang signifikan antara dimensi tingkat, dimensi kekuatan, dan dimensi generalisasi secara simultan terhadap kesiapan menjadi guru Tata Niaga sebesar18% sedangkan sisanya sebesar 82% dipengaruhi oleh faktor lain seperti kematangan (maturation) dan kecerdasan. (4) Variabel dimensi generalisasi mempunyai pengaruh yang dominan terhadap kesiapan menjadi guru Tata Niaga yaitu sebesar 17%. DAFTAR RUJUKAN Arifin, M., Putro, S.C., & Putranto, H. 2014. Hubungan Kemampuan Efikasi Diri dan Kemampuan Kependidikan dengan Kesiapan Menjadi Guru TIK Mahasiswa Pendidikan Teknik Informatika. Teknologi dan Kejuruan, Vol. 37 No. 2, September, 2014, 129-136 Astarini, I dan Mahmud, A. 2015. Pengaruh Self Efficacy, Prestise Profesi Guru, dan Status Sosial Ekonomi Orang Tua Terhadap Minat Menjadi Guru Akuntansi pada Mahasiswa Pendidikan Akuntansi 2010/2011 FE UNNES. Economic Education Analysis Journal. Vol. 4 No. 2, Agustus, 2015, 469-481 Bandura. 1997. Self Efficay the Exercise of Control. New York: W.H. Freeman and Company. Ghufron, M.N dan Suminta, R.R. 2014. Teori-Teori Psikologi. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. Kuncoro, M. 2009. Metode Riset untuk Bisnis & Ekonomi: Bagaimana Meneliti & Menulis Tesis? (W. Hardani & D. Barnadi, Ed.). Edisi 3. Jakarta: Erlangga. Ormrod, J.E. 2008. Psikologi Pendidikan: Membantu Siswa Tumbuh dan Berkembang. Jilid 2. Edisi Keenam. Terjemahan Amitya Kumara.Jakarta: Erlangga. Purnami, R.Y. 2013. Pengaruh Pembelajaran Akuntansi Berbasis SAK IFRS dan Self Efficacy Terhadap Kesiapan Mahasiswa Menjadi Guru Akuntansi. Jurnal Pendidikan Ekonomi Dinamika Pendidikan,Vol. 8 No. 1, Juni, 2013, 38-44 Santrock, J.W. 1996. Adolescence Perkembangan Remaja.Edisi Keenam. Terjemahan Shinto B. Adelar& Sherly Saragih.Jakarta: Erlangga. Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. Edisi Revisi. Jakarta: PT Rineka Cipta.