ANALISIS PENDUGAAN EROSI, SEDIMENTASI, DAN ALIRAN PERMUKAAN MENGGUNAKAN MODEL AGNPS BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI SUB DAS JENEBERANG PROPINSI SULAWESI SELATAN
DEVIANTO TINTIAN LONDONGSALU
PROGRAM STUDI BUDIDAYA HUTAN DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
ANALISIS PENDUGAAN EROSI, SEDIMENTASI, DAN ALIRAN PERMUKAAN MENGGUNAKAN MODEL AGNPS BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI SUB DAS JENEBERANG PROPINSI SULAWESI SELATAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEVIANTO TINTIAN LONDONGSALU E14203005
PROGRAM STUDI BUDIDAYA HUTAN DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN Devianto Tintian Londongsalu (E14203005). Analisis Pendugaan Erosi, Sedimentasi, dan Aliran Permukaan Menggunakan Model AGNPS Berbasis Sistem Informasi Geografis di Sub DAS Jeneberang Propinsi Sulawesi Selatan. Dibimbing oleh Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr. Semakin meningkatnya jumlah penduduk dan penggunaan lahan di wilayah Sub DAS Jeneberang, memberi dampak negatif dan berpengaruh nyata terhadap kondisi DTA Jeneberang Hulu, dimana tingkat kekritisan lahan telah mencapai 53.471 ha dan cenderung terus meningkat. Sejalan dengan semakin meluasnya areal lahan kritis tersebut, pada beberapa tahun terakhir ini kondisi hidrologis DTA Jeneberang Hulu menunjukkan kecenderungan yang semakin menurun. Banjir dan longsor terjadi pada setiap musim hujan dan kekeringan di musim kemarau. AGNPS (Agricultural Non-Point Source Pollution Model) merupakan salah satu metode pendugaan yang dapat memprediksi aliran permukaan (banjir), erosi dan dapat digunakan untuk melakukan simulasi penggunaan lahan yang optimal dalam mengurangi laju erosi, sedimentasi, dan debit puncak. Dalam menganalisis menggunakan model AGNPS diperlukan parameter-parameter masukan model meliputi masukan data curah hujan jangka pendek dan parameter biofisik. Pengolahan data spasial dalam input data, manipulasi dan tampilan data model AGNPS serta mengidentifikasi dan memetakan keluaran model AGNPS dapat dilakukan dengan Sistem Informasi Geografis (SIG). Penelitian ini bertujuan mengetahui akurasi model AGNPS dalam menduga laju erosi, sedimentasi, dan debit puncak menggunakan parameter input yang tersedia, memperoleh bentuk penggunaan lahan optimal di DTA Jeneberang Hulu terhadap pengurangan laju erosi, sedimentasi, dan debit puncak. Penelitian ini dilakukan pada DTA Jeneberang Hulu yang terletak di Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa. Pengambilan data dan pengolahan/analisis data dilakukan pada bulan Mei hingga November 2007. Bahan yang digunakan adalah data curah hujan harian, debit harian, sedimen harian selama 11 tahun, peta digital topografi/kontur, peta digital penutupan lahan, peta digital jenis tanah, dan peta digital jaringan sungai. Sedangkan alat yang digunakan adalah seperangkat komputer dengan beberapa software, yaitu AGNPS versi 3.65.3, ArcView versi 3.2 + extension, Minitab 14, dan Microsoft Office, alat tulis, alat hitung dan alat penunjang lainnya. Metode penelitian meliputi pengumpulan data dasar berupa peta penutupan lahan, peta kontur, peta jenis tanah, peta jaringan sungai, dan data curah hujan, pengolahan data curah hujan, transformasi proyeksi peta, pembuatan Daerah Tangkapan Air (DTA), pembuatan grid sel model AGNPS, penurunan atribut-atribut DTM, pembangkitan data masukan model AGNPS dengan SIG, pemasukan data ke model AGNPS, analisis keluaran data model AGNPS, pengujian validasi model AGNPS, analisis simulasi dan rekomendasi. Hasil keluaran model pada DTA Jeneberang Hulu dengan masukan curah hujan harian rata-rata terbesar pada hari hujan tanggal 1 Januari sebesar 31,66 mm dan nilai energi intensitas hujan 30 menit sebesar 25,89 m.ton.cm/ha/jam, diperoleh besarnya volume aliran permukaan pada outlet sebesar 0,76 mm, debit
puncak aliran permukaan sebesar 3,20 m3/detik dengan volume air hujan yang menjadi aliran permukaan 2,29 %. Besarnya laju erosi pada outlet sebesar 29,02 ton/ha, laju sedimen sebesar 1,85 ton/ha dan sedimen total sebesar 12577,2 ton. Dengan besarnya erosi harian dalam kurun waktu setahun yang terjadi sebesar 1011,80 ton/ha/tahun, maka tingkat bahaya erosi yang terjadi di DTA Jeneberang Hulu dapat dikategorikan sangat berat. Penutupan lahan berupa tegalan/ladang memberikan kontribusi volume aliran permukaan, debit puncak aliran permukaan, laju erosi permukaan, dan sedimen total yang tertinggi masing-masing sebesar 172,21 mm, 40,36 m3/detik, 12236,15 ton/ha, 222523,86 ton. Model AGNPS dengan parameter input menggunakan data yang relatif tersedia di Indonesia (hujan harian dan data sekunder fisik DAS) dalam menduga laju erosi, sedimentasi, dan debit puncak memberikan hasil lebih rendah dari data pengukuran lapangan (under estimation) sehingga memerlukan faktor koreksi. Faktor koreksi untuk kasus DTA Jeneberang Hulu dapat menggunakan persamaan QpLap = 1,734 QpMod0,679, QsLap = 1,698 QsMod0,382. Pemanfaatan lahan yang optimal dalam mengurangi debit puncak aliran permukaan, laju erosi permukaan, dan laju sedimentasi adalah dengan mempertahankan penggunan lahan yang ada sekarang kecuali tegalan dan semak belukar perlu dirubah kedalam bentuk penggunaan lahan yang menyerupai hutan alam produksi yang dikelola dengan sistem silvikultur tebang pilih atau hutan alam tidak terganggu di bagian hulu, sedangkan di bagian bawah yang relatif lebih datar menerapkan kebun campuran dengan sistem agroforestry.
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Pendugaan Erosi, Sedimentasi, dan Aliran Permukaan Menggunakan Model AGNPS Berbasis Sistem Informasi Geografis di Sub DAS Jeneberang Propinsi Sulawesi Selatan adalah benar-benar hasil karya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Maret 2008
Devianto Tintian Londongsalu NRP. E14203005
Judul
: Analisis Pendugaan Erosi, Sedimentasi, dan Aliran Permukaan Menggunakan
Model
AGNPS
Berbasis
Sistem
Informasi
Geografis di Sub DAS Jeneberang Propinsi Sulawesi Selatan. Nama
: Devianto Tintian Londongsalu
NIM
: E 14203005
Menyetujui, Dosen Pembimbing
(Dr. Ir. Hendrayanto, M. Agr) NIP. 131 578 788
Mengetahui, Dekan Fakultas Kehutanan
(Dr. Ir. Hendrayanto, M. Agr) NIP. 131 578 788
Tanggal Lulus :
KATA PENGANTAR
Puji-pujian dan ucapan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas kasih dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan kuliah, penelitian dan penyusunan skripsi dengan baik sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Juni hingga November 2007 adalah karateristik hidrologi, dengan judul Analisis Pendugaan Erosi, Sedimentasi, dan Aliran Permukaan Menggunakan Model AGNPS Berbasis Sistem Informasi Geografis di Sub DAS Jeneberang Propinsi Sulawesi Selatan. Dengan tujuan untuk mengetahui akurasi model AGNPS dalam menduga laju erosi, sedimentasi, dan debit puncak menggunakan parameter input yang tersedia dan memperoleh bentuk penggunaan lahan optimal di DTA Jeneberang Hulu terhadap pengurangan laju erosi, sedimentasi, dan debit puncak. Sehingga diharapkan dapat memberikan informasi kepada Balai Pengelolaan DAS Jeneberang-Walanae dalam hal penggunaan lahan optimal dalam rangka pengelolaan DAS yang terpadu dengan upaya mengurangi laju erosi, sedimentasi, dan debit puncak. Penyusun menyadari bahwa skripsi penelitian ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan penyusunan di masa yang akan datang. Semoga skripsi penelitian ini dapat memberikan manfaat yang baik.
Bogor, Maret 2008
Penulis
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Ujung Pandang, Sulawesi Selatan pada tanggal 28 Desember 1985 sebagai anak ketiga dari lima bersaudara pasangan Drs. Yusuf Londongsalu (ayah) dan Yuliana Paibang (ibu). Penulis menempuh pendidikan di TK Frater Teratai I Ujung Pandang lulus pada tahun 1991, SD Frater Teratai I Ujung Pandang lulus tahun 1997, SLTP Katolik Garuda Ujung Pandang lulus tahun 2000, dan SMU Negeri 2 Makassar lulus tahun 2003. Pada tahun 2003, penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Program Studi Budidaya Hutan, Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Dalam melaksanakan studi, penulis aktif di berbagai organisasi/pelayanan dan kepanitiaan diantaranya Pengurus Ikatan Pemuda Toraja Bogor (IPTOR), Komisi Pelayanan Anak PMK-IPB, Persekutuan Fakultas Kehutanan, dan panitia Temu Manager (TM) 2005. Pada tahun 2006, penulis melaksanakan Praktek Pengenalan Hutan di Baturaden (BKPH Gunung Slamet KPH Banyumas Timur) dan Cilacap (BKPH Rawa Timur KPH Banyumas Barat) dan Praktek Pengelolaan Hutan di Kampus Lapangan UGM Getas, KPH Ngawi. Pada bulan Februari hingga April 2007, penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang (PKL) di HTI PT. Sebangun Bumi Andalas Wood Industries (PT. SBAWI), Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) Propinsi Sumatera Selatan. Selain itu juga, penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Ilmu Ukur Hutan, Inventarisasi Sumberdaya Hutan, Pengaruh Hutan, dan Hidrologi Hutan. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, penulis melaksanakan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul ”Analisis Pendugaan Erosi, Sedimentasi, dan Aliran Permukaan Menggunakan Model AGNPS Berbasis Sistem Informasi Geografis di Sub DAS Jeneberang Propinsi Sulawesi Selatan” di bawah bimbingan Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr.
UCAPAN TERIMA KASIH Salam sejahtera bagi kita semuanya, Segala pujian dan hormat bagi kemuliaan Allah Bapa di Sorga penulis panjatkan atas kasih dan pimpinan penyertaan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dan skripsi ini dengan baik. Rasa syukur dalam proses penyelesaian kuliah, penelitian dan penyusunan skripsi ini, penulis mendapat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Ayah (Drs. Yusuf Londongsalu), Ibu (Yuliana Paibang), kakak-adikku (Yusran, Fredy, Arnianti, Jefrianto), sepupuku (Jeklin, Agustina, Jerri) dan kedua kakekku yang senantiasa memberikan doa, dukungan, pengertian, semangat, dan dorongannya. 2. Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr selaku dosen pembimbing atas semua bimbingan/arahan, bantuan, masukan dan nasehat selama proses penyelesaian skripsi. 3. Dr. Ir. E.G Togu Manurung, MS selaku dosen penguji dari Departemen Hasil Hutan dan Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA selaku dosen penguji dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata atas saran, masukan dan nasehatnya. 4. BPDAS Jeneberang-Walanae atas bantuan penyediaan data dan kerjasamanya, terkhusus Kepala BPDAS (Ir. Helmi Basalamah, MM), Ibu Damaris, Ibu Lena, Bpk. Pither Tangko, Bpk. Daud Solo, Bpk. Jamal, Bpk. Sriyono, Bpk. Subiyanto, dan Bpk. Syaiful. 5. Bapak Yusuf G Rantelembang (Dinas Kehutanan Kab. Tana Toraja), Ibu Yosefina (BPDAS Saddang), dan Bapak Nata (Balai Diklat Kehutanan Makassar) atas bantuan dana dan kerjasamanya dalam pelaksanaan penelitian. 6. Dr. Ir . Prijanto Pamoengkas, MScF dan Ir. Sucahyo Sadiyo, MS atas segala materi, saran dan nasehat yang diberikan selama penantian sidang. 7. Staf, dosen dan teman-teman seperjuangan di Laboratorium Pengaruh Hutan (Veve, Kupli, Wulan, Nyoman Aries, Ifa Sari), mahasiswa bimbingan seperjuangan (Sahab dan Rimba), serta staf administrasi Departemen Silvikultur dan Departemen Manajemen Hutan atas bantuan dan kerjasamanya. 8. Kunang-kunang kecilku (Wulan dan Novi Bu-er), BDH “silvikulturist40” atas semangat dan doanya selama penantian ujian sidang, teman-teman MNH 40, THH 40, KSH 40, GETAS II, PKL (SBA crew) atas kebersamaannya selama ini. Bagus Ari, Veve, Novia Tri (abank), Anggit, Mas Arga, Mas Ibrahim, dan Fauzan atas bantuan yang diberikan dalam proses pengolahan data dan penyusunan skripsi. 9. Teman-teman Komisi Pelayanan Anak PMK-IPB, Persekutuan Fakultas Kehutanan (PMK-E) dan Ikatan Pemuda Toraja Bogor (IPTOR) atas semangat dan dukungan yang diberikan. 10. Keluarga di Jakarta (Ibu Meti Paibang sek. dan Ibu Ester Battung sek.) dan Makassar (Bpk. Suleman Paibang sek.) atas bantuan dan dukungannya yang diberikan kepada penulis selama melaksanakan kuliah dan penyelesaian skripsi. 11. Teman-teman “Wisma Sony” (Gerta, Cipta, Rura, Gani, Aan, Nyoman, Robby, Hudi, Yoga, Asep, Robert “PGT”, dan Embro “Dormitory”) atas bantuan dan semangat yang diberikan. 12. Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu penulis.
God Bless Us (GBU)...
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ....................................................................................
i
DAFTAR TABEL .......................................................................................... iv DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... viii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... ix BAB I
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1.2 Tujuan Penelitian ..................................................................... 1.3 Manfaat Penelitian ...................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai .............................................................. 2.2 Penggunaan Lahan ................................................................... 2.3 Pendekatan Sistem DAS dengan Menggunakan Sistem Model ...................................................................................... 2.4 Aliran Permukaan .................................................................... 2.5 Erosi ........................................................................................ 2.5.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Erosi ...................... 2.5.2 Tingkat Bahaya Erosi ................................................... 2.5.3 Sedimentasi .................................................................. 2.5.4 Prediksi Erosi dan Sedimentasi ..................................... 2.6 Model AGNPS ........................................................................ 2.6.1 Masukan Data Model AGNPS ...................................... 2.6.2 Keluaran Model AGNPS .............................................. 2.6.3 Persamaan dalam Model AGNPS ................................. 2.7 Sistem Informasi Geografis ...................................................... BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................... 3.2 Bahan dan Alat ......................................................................... 3.3 Metode Penelitian ..................................................................... 3.3.1 Pengolahan Data Curah Hujan ....................................... 3.3.2 Transformasi Proyeksi Peta ........................................... 3.3.3 Pembuatan Daerah Tangkapan Air (DTA) ..................... 3.3.4 Pembuatan Grid Sel Model AGNPS .............................. 3.3.5 Penurunan Atribut-atribut DTM .................................... 3.3.6 Pembangkitan Data Masukan Model AGNPS dengan SIG ............................................................................... 3.3.7 Pemasukan Data ke Model AGNPS ............................... 3.3.8 Analisis Keluaran Data Model AGNPS ......................... 3.3.9 Pengujian validasi model AGNPS ................................. 3.3.10 Analisis Simulasi dan Rekomendasi ...............................
1 3 3 4 5 5 6 7 8 9 10 11 12 13 13 14 16 17 18 18 19 20 20 21 22 27 34 36 36 37
BAB IV KARATERISTIK LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas ......................................................................... 4.2 Topografi .................................................................................. 4.3 Tanah dan Geologi .................................................................... 4.4 Jaringan sungai ......................................................................... 4.5 Penggunaan Lahan .................................................................... 4.6 Iklim … ..................................................................................... 4.7 Debit Aliran .............................................................................. 4.8 Kependudukan ..........................................................................
40 40 43 45 45 48 48 49
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hubungan Curah Hujan dengan Debit ....................................... 5.2 Volume Aliran Permukaan ........................................................ 5.3 Debit Puncak Aliran Permukaan ............................................... 5.4 Laju Erosi Permukaan dan Sedimentasi ..................................... 5.5 Sedimen Total ........................................................................... 5.6 Pengujian Validasi Model AGNPS ........................................... 5.7 Analisis Simulasi ...................................................................... 5.7.1 Skenario I ...................................................................... 5.7.2 Skenario II .................................................................... 5.7.3 Skenario III ................................................................... 5.7.4 Skenario IV ................................................................... 5.8 Rekomendasi ............................................................................
50 50 52 54 56 58 60 61 62 64 65 67
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan .............................................................................. 70 6.2 Saran .. ...................................................................................... 70 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 71 LAMPIRAN ………......................................................................................... 74
DAFTAR TABEL
No.
Halaman
1. Kelas Tingkat Bahaya Erosi ...................................................................... . 9 2. Nilai arah aliran antara hasil ArcView dengan masukan model AGNPS .... . 25 3. Nilai masukan tekstur model AGNPS ........................................................ 31 4. Parameter masukan model penggunaan lahan pada skenario I .................... 37 5. Parameter masukan model penggunaan lahan pada skenario II ................... 38 6. Parameter masukan model penggunaan lahan pada skenario III .................. 39 7. Parameter masukan model penggunaan lahan pada skenario IV ................. 39 8. Luasan kemiringan lereng DTA Jeneberang Hulu ...................................... 41 9. Luasan jenis tanah, bahan induk, bentuk wilayah DTA Jeneberang Hulu .... 44 10. Nilai faktor erodibilitas tanah (K) dan tekstur tanah (T) di DTA Jeneberang Hulu ........................................................................................ 45 11. Luasan jenis penutupan lahan DTA Jeneberang Hulu ................................. 46 12. Nilai faktor pengelolaan tanaman (C) pada berbagai penutupan lahan di DTA Jeneberang Hulu ................................................................................ 47 13. Nilai faktor tindakan konservasi tanah (P) pada berbagai penutupan lahan di DTA Jeneberang Hulu ............................................................................ 47 14. Nilai koefisien kekasaran Manning (n), konstanta kondisi permukaan (SCC), dan bilangan kurva aliran permukaan (CN) pada berbagai penutupan lahan di DTA Jeneberang Hulu ........................................................................................................... 48 15. Curah hujan rata-rata dalam setahun (2001-2005) ...................................... 48 16. Debit aliran rata-rata dalam setahun (2001-2005) ....................................... 49 17. Jumlah penduduk Sub DAS Jeneberang di Kab. Gowa tahun 2002 ............. 49 18. Rekapitulasi volume aliran permukaan pada berbagai penutupan lahan ...... 51 19. Rekapitulasi debit puncak aliran permukaan pada berbagai penutupan lahan .......................................................................................................... 52 20. Keluaran sedimen pada outlet DTA Jeneberang Hulu ................................. 54 21. Rekapitulasi laju erosi permukaan pada berbagai penutupan lahan ............. 55 22. Rekapitulasi sedimen total pada berbagai penutupan lahan ......................... 57 23. Hasil simulasi skenario I keluaran model AGNPS ...................................... 61 24. Hasil simulasi skenario II keluaran model AGNPS ..................................... 63
25. Hasil simulasi skenario III keluaran model AGNPS ................................... 64 26. Hasil simulasi skenario IV keluaran model AGNPS ................................... 66 27. Rekapitulasi persentase (%) pengurangan keluaran model dari nilai awal (base) setelah dilakukan simulasi ................................................................ 67
DAFTAR GAMBAR
No.
Halaman
1. Peta lokasi penelitian ................................................................................. 17 2. Alur tahapan penelitian .............................................................................. 19 3. Arah-arah aliran dari suatu sel khusus dinyatakan dengan angka 1-128 ...... 24 4. Bentuk representasi akumulasi aliran ......................................................... 26 5. Peta jaringan sungai DTA Jeneberang Hulu ............................................... 27 6. Analisis spasial dan pembangkitan data model AGNPS .............................. 28 7. Masukan data inisial model ........................................................................ 34 8. Masukan data setiap sel model ................................................................... 35 9. Peta kelas lereng DTA Jeneberang Hulu ..................................................... 41 10. Peta elevasi DTA Jeneberang Hulu ............................................................ 42 11. Peta grid arah aliran DTA Jeneberang Hulu setelah penghilangan sink ....... 43 12. Peta jenis tanah DTA Jeneberang Hulu ...................................................... 44 13. Peta penutupan lahan DTA Jeneberang Hulu .............................................. 46 14. Dinamika curah hujan harian dengan debit DTA Jeneberang Hulu .............. 50 15. Peta penyebaran volume aliran permukaan DTA Jeneberang Hulu ............. 51 16. Peta penyebaran debit puncak aliran permukaan DTA Jeneberang Hulu ..... 53 17. Peta penyebaran laju erosi permukaan DTA Jeneberang Hulu .................... 55 18. Peta penyebaran sedimen total DTA Jeneberang Hulu ................................ 57 19. Hubungan QpMod. dengan QpLap. ............................................................ 59 20. Hubungan QsMod. dengan QsLap. ............................................................. 60 21. Peta penggunaan lahan skenario I ............................................................... 62 22. Peta penggunaan lahan skenario II ............................................................. 63 23. Peta penggunaan lahan skenario III ............................................................ 65 24. Peta penggunaan lahan skenario IV ............................................................ 66 25. Perbandingan penurunan keluaran model berbagai skenario ....................... 68
DAFTAR LAMPIRAN No.
Halaman
1. Nilai erodibilitas tanah untuk 50 jenis tanah di Indonesia ........................... 75 2. Faktor tindakan konservasi tanah (P) .......................................................... 76 3. Faktor pengelolaan tanaman (C) ................................................................. 77 4. Koefisien kekasaran Manning (n) untuk berbagai jenis saluran.................... 78 5. Faktor konstanta kondisi permukaan (SCC) dan bilangan kurva aliran permukaan (CN) ........................................................................................ 82 6. Peta-peta grid nilai C, P, SCC, CN, dan erodibilitas (K) ............................. 83 7. Parameter-parameter masukan model AGNPS ........................................... 86 8. Contoh hasil keluaran model AGNPS ...................................................... 102 9. Hasil analisis regresi keluaran Minitab versi 14 ........................................ 105
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Peningkatan jumlah penduduk dan kegiatan pembangunan yang semakin pesat mengakibatkan peningkatan kebutuhan manusia terhadap sumberdaya lahan. Eksploitasi sumberdaya lahan yang berlangsung sangat intensif menyebabkan bentuk-bentuk pemanfaatan lahan yang dilakukan di dalam suatu wilayah daerah aliran sungai (DAS) sering tidak memperhatikan dampak negatif yang ditimbulkannya. Bentuk-bentuk pemanfaatan lahan tersebut antara penebangan liar, perladangan berpindah,
lain:
konversi hutan alam menjadi
penggunaan lahan yang lain, pembangunan perumahan dan industri di daerah resapan air, dan penggunaan lahan yang tidak menerapkan prinsip konservasi tanah dan air. Tindakan-tindakan tersebut menimbulkan terjadinya tekanan yang berat terhadap kelestarian sumberdaya lahan yang pada akhirnya mengakibatkan terjadinya degradasi lahan. Peningkatan tingkat degradasi lahan mengakibatkan fungsi hidrologis dari DAS tersebut tidak berjalan dengan baik yang dicirikan dengan terjadinya fluktuasi debit aliran permukaan yang tinggi, peningkatan laju erosi, dan sedimentasi. Hal tersebut menyebabkan terjadinya banjir pada musim hujan, kelangkaan air pada musim kemarau, dan mempercepat proses pendangkalan sungai dan waduk, sehingga umur teknis bengunan tersebut menjadi berkurang dan biaya pemeliharaan semakin meningkat. Wilayah DTA Jeneberang Hulu merupakan bagian dari (Sub) DAS Jeneberang yang termasuk prioritas penanganan konservasi tanah sesuai surat keputusan bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehutanan, dan Menteri Pekerjaan Umum No. 19 tahun 1984, No. 059/Kpts-II/1985 dan No. 124/Kpts/1984 yang dalam pengelolaannya perlu mendapat perhatian khusus. DTA Jeneberang Hulu ini merupakan daerah tangkapan air untuk Dam Serbaguna Bili-bili, yang dibangun untuk memenuhi kepentingan penyediaan air minum bagi penduduk Kota Makassar, Sungguminasa dan sekitarnya, irigasi sawah di daerah bagian hilir seluas ± 30.000 ha, pembangkit tenaga listrik dan sarana rekreasi
(BPDAS Jeneberang-Walanae 2003). DTA Jeneberang Hulu juga berperan sebagai pengendali sedimentasi, dan banjir bagi daerah hilir DAS bersangkutan. Dengan berkembang pesatnya pemukiman dan penggunaan lahan di wilayah Sub DAS Jeneberang bagian hulu, berdampak negatif dan sangat berpengaruh nyata terhadap kondisi DAS Jeneberang, dimana tingkat kekritisan lahan telah mencapai 53.471 ha dan cenderung terus meningkat (BPDAS JeneberangWalanae 2003). Sejalan dengan semakin meluasnya areal lahan kritis tersebut, pada beberapa tahun terakhir ini kondisi hidrologis DTA Jeneberang Hulu menunjukkan kecenderungan yang semakin menurun. Banjir terjadi pada setiap musim hujan dan kekeringan di musim kemarau (BPDAS Jeneberang-Walanae 2003). Demikian pula luas areal yang mengalami erosi berat di Sub DAS Jeneberang bagian hulu mencapai 33.269 ha, dan areal ini hampir seluruhnya berada di bagian hulu DAS Jeneberang (BPDAS Jeneberang-Walanae 2003). Erosi yang terjadi di Sub DAS Jeneberang bagian hulu sangat erat kaitannya dengan kondisi geologi, tanah, topografi dan vegetasi yang tumbuh di daerah tersebut, serta bentuk penggunaan lahannya, yaitu jenis batuannya yang mudah lapuk, kemiringan lereng yang relatif curam, serta penutupan vegetasi yang kurang. Semakin tingginya tingkat degradasi lahan di bagina hulu DAS Jeneberang mengakibatkan fungsi Bendungan Bili-bili menjadi tidak optimal, pada saat ini diantaranya terjadi pendangkalan di bendungan akibat laju sedimentasi dan erosi yang semakin tinggi sebesar 37.902,36 ton/ha/tahun. (BPDAS JeneberangWalanae 2003). Untuk mengurangi laju erosi, sedimentasi, dan debit banjir (puncak) diperlukan upaya penanggulangan, salah satunya melalui penggunaan lahan secara optimal dalam mereduksi laju erosi, sedimentasi, dan debit puncak. AGNPS (Agricultural Non-Point Source Pollution Model) merupakan salah satu model terdistribusi yang dapat memprediksi aliran permukaan (banjir), erosi, dan sedimentasi dengan hasil yang baik (Galuda 1996) dan dapat digunakan untuk melakukan simulasi penggunaan lahan yang optimal dalam mengurangi laju erosi, sedimentasi, dan debit puncak. Dalam menganalisis menggunakan model AGNPS
diperlukan parameter-parameter masukan model meliputi masukan data curah hujan jangka pendek dan parameter biofisik. Parameter masukan AGNPS seringkali tidak tersedia, untuk itu perlu dicoba menggunakan parameter masukan model yang umum tersedia, yaitu curah hujan harian.
1.2 Tujuan Penelitian Berdasarkan dari latar belakang serta masalah yang ada, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui akurasi model AGNPS dalam menduga laju erosi, sedimentasi, dan debit puncak menggunakan parameter input yang tersedia. 2. Memperoleh bentuk penggunaan lahan optimal di DTA Jeneberang Hulu terhadap pengurangan laju erosi, sedimentasi, dan debit puncak.
1.3 Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian, yakni diketahuinya ketelitian pendugaan parameter output model sehingga diketahui faktor koreksinya dan memberikan informasi kepada Balai Pengelolaan DAS Jeneberang-Walanae dalam hal penggunaan lahan optimal dalam upaya mengurangi laju erosi, sedimentasi, dan debit puncak.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Daerah Aliran Sungai Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang secara
topografik dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung, dan menyimpan air hujan untuk kemudian menyalurkannya ke laut melalui sungai utama. Wilayah daratan tersebut dinamakan daerah tangkapan air (DTA atau catchment area) yang merupakan suatu ekosistem dengan unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam (tanah, air, dan vegetasi) dan sumber daya manusia sebagai pemanfaat sumberdaya alam (Asdak 2004). Sub DAS adalah bagian DAS yang menerima air hujan dan mengalirkannya melalui anak sungai ke sungai utama. Setiap DAS terbagi habis ke dalam sub DAS-sub DAS. Sedangkan Daerah Tangkapan Air (DTA) adalah suatu wilayah daratan yang menerima air hujan, menampung dan mengalirkannya melalui satu outlet atau tempat peruntukannya (Departemen Kehutanan 1998). Menurut Soewarno (1991), bagian hulu dari suatu DAS merupakan daerah yang mengendalikan aliran sungai dan menjadi suatu kesatuan dengan bagian hilir yang menerima aliran tersebut. Pengetahuan karateristik DAS dan alur sungai dapat dinyatakan secara kuantitatif dan kualitatif. Pengetahuan tersebut sangat membantu dalam melaksanakan pekerjaan hidrometri, antara lain : 1. merencanakan pos duga air; 2. melaksanakan survei lokasi pos duga air; 3. analisa debit. Secara makro, DAS terdiri dari unsur: biotik (flora dan fauna), abiotik (tanah, air, dan iklim) dan manusia, dimana ketiganya saling berinteraksi dan saling ketergantungan membentuk sistem hidrologi (Haridjaja 2000). Sedangkan menurut Seyhan (1990) berpendapat bahwa DAS dapat dipandang sebagai suatu sistem hidrologi yang dipengaruhi oleh presipitasi (hujan) sebagai masukan ke dalam sistem. DAS mempunyai karakteristik yang spesifik yang berkaitan erat dengan
unsur-unsur utamanya
seperti: jenis
geomorfologi, vegetasi, dan tata guna lahan.
tanah,
topografi,
geologi,
2.2
Penggunaan Lahan Penggunaan lahan diartikan setiap bentuk interaksi (campur tangan) manusia
terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik material maupun spiritual (Arsyad 2000). Menurut Candra (2003), penggunaan lahan merupakan bentuk kegiatan manusia terhadap sumberdaya alam lahan baik bersifat permanen atau sementara, yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan baik material maupun spiritual. Penggunaan lahan merupakan proses yang dinamis, mengalami perubahan secara terus-menerus, sebagai hasil dari perubahan pola dan besarnya aktifitas manusia. Menurut Martin (1993) dalam Candra (2003) perubahan penggunaan lahan adalah bertambahnya suatu penggunaan lahan dari satu sisi penggunaan ke penggunaan yang lain diikuti oleh berkurangnya tipe penggunaan lahan yang lain pada suatu waktu ke waktu berikutnya. Perubahan penggunaan lahan tidak akan membawa masalah yang serius sepanjang mengikuti kaidah konservasi tanah dan air serta kelas kemampuan lahan. Dari aspek hidrologi, perubahan lahan akan berpengaruh langsung terhadap karateristik penutupan lahan, sehingga akan mempengaruhi sistem tata air DAS. Fenomena ini ditujukan oleh respon hidrologi DAS yaitu yang dapat dikenali melalui produksi air, erosi dan sedimentasi (Seyhan 1990).
2.3
Pendekatan Sistem DAS dengan Menggunakan Sistem Model. Sistem DAS merupakan sub-sistem hidrologi. Teori hidrologi disajikan
dalam dua bentuk, yaitu deskriptif dan kuantitatif. Hidrologi deskriptif membahas uraian konsep-konsep dasar dan proses yang menyatu dan berinteraksi satu sama lain. Konsep-konsep dan proses-proses diperoleh dari pengamatan, pemikiran dan pengambilan kesimpulan. Hidrologi kuantitatif menyajikan gambaran dan teoriteori yang disajikan dalam serangkaian angka yang diperoleh dari pengukuran dan perhitungan. Penyajian secara kuantitatif dari konsep dan proses hidrologi menimbulkan persamaan-persamaan matematika disebut juga model matemetika. Dooge (1968) dalam Triandayani (2004) mendefinisikan sistem adalah sembarang struktur, alat, skema atau prosedur riil dan abstrak yang saling berhubungan dengan waktu tertentu yang memberikan suatu masukan yang menimbulkan suatu dorongan berupa materi, energi, dan informasi, kemudian
menghasilkan keluaran (output) sebagai akibat atau respon dari informasi, energi dan materi tersebut. Karena DAS merupakan suatu ekosistem, maka setiap ada masukan ke dalam ekosistem tersebut dapat di evaluasi proses yang telah dan sedang terjadi dengan cara melihat keluaran dari ekosistem tersebut. Input yang berupa curah hujan akan berinteraksi dengan komponen-komponen ekosistem DAS (manusia, tanah, vegetasi, sungai) dan pada gilirannya akan menghasilkan keluaran berupa debit, muatan sedimen dan material lainnya yang terbawa oleh aliran sungai (Asdak 2004). Model dan simulasi merupakan penyederhanaan dari sistem serta merupakan sintesis yang mencoba merinci mekanisme yang bekerja pada sistem, sehingga perilaku berbagai penyusun sistem yang tergolong penting dan diketahui (Doodge 1973 dalam Salwati 2004).
2.4
Aliran Permukaan Aliran permukaan merupakan air yang mengalir di atas permukaan tanah
dan merupakan bagian dari curah hujan yang mengalir ke sungai atau saluran, danau, dan laut (Acherman et al. 1995 dalam Salwati 2004). Di daerah beriklim basah, bentuk aliran yang mengalir di kenal sebagai aliran permukaan inilah yang penting sebagai penyebab erosi, karena merupakan pengangkut bagian-bagian tanah (Arsyad 2000). Schwab et al. (1981) dalam Sutiyono (2006) menyatakan bahwa aliran permukaan tidak akan terjadi sebelum evaporasi, intersepsi, infiltrasi, simpanan depresi, tambatan permukaan dan tambatan saluran (channel detention) terjadi. Curah hujan yang jatuh di atas permukaan tanah pada suatu wilayah pertama-tama akan masuk ke tanah sebagai aliran infiltrasi setelah ditahan oleh tajuk vegetasi sebagai intersepsi. Infiltrasi akan berlangsung terus selama kapasitas lapang belum terpenuhi atau air tanah masih di bawah kapasitas lapang. Apabila hujan terus berlangsung dan kapasitas lapang telah dipenuhi, maka kelebihan air hujan tersebut sebagian akan tetap berinfiltrasi yang selanjutnya akan menjadi air perkolasi dan sebagian digunakan untuk mengisi cekungan atau depresi permukaan tanah sebagai simpanan permukaan (depression storage).
Selanjutnya setelah simpanan depresi terpenuhi, kelebihan air tersebut akan menjadi genangan air setebal beberapa centi atau sebagai tambatan permukaan (detention storage). Sebelum menjadi aliran permukaan, kelebihan air hujan diatas sebagian menguap atau terevaporasi walaupun jumlahnya sangat sedikit (Haridjaja 2000). Haridjaja (2000) berpendapat bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah dan laju aliran permukaan pada dasarnya dibagi menjadi dua hal yaitu iklim yang meliputi tipe hujan, intensitas hujan, lama hujan, distribusi hujan, curah hujan, temperatur, angin, dan kelembaban. Serta kondisi atau sifat DAS yang meliputi: kadar air tanah awal, ukuran dan bentuk DAS, elevasi dan topografi, vegetasi yang tumbuh, geologi dan tanah.
2.5
Erosi Erosi tanah didefenisikan sebagai suatu peristiwa hilang atau terkikisnya
tanah atau bagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain, baik disebabkan oleh pergerakan air, angin, dan es. Di daerah tropis seperti Indonesia, erosi terutama disebabkan oleh air hujan (Rahim 2003). Menurut Arsyad (2000), erosi terjadi akibat interaksi kerja antara faktor iklim, topografi, tanah, vegetasi dan manusia. Faktor iklim yang paling berpengaruh terhadap erosi adalah intensitas curah hujan. Kecuraman dan panjang lereng merupakan faktor topografi yang berpengaruh terhadap debit dan kadar lumpur. Faktor tanah yang mempengaruhi erosi dan sedimentasi yang terjadi adalah : luas jenis tanah yang peka terhadap erosi, luas lahan kritis atau daerah erosi dan luas tanah berkedalaman rendah. Menurut Asdak (2004), proses erosi terdiri atas tiga bagian yang berurutan: pengelupasan (detachment), pengangkutan (transportation), dan pengendapan (sedimentation). Erosi permukaan (tanah) disebabkan oleh air hujan dan juga dapat terjadi karena tenaga angin dan salju. Beberapa tipe erosi permukaan yang umum dijumpai di daerah tropis adalah: 1. Erosi percikan adalah proses terkelupasnya partikel-partikel tanah bagian atas oleh tenaga kinetik air hujan bebas atau sebagai air lolos.
2. Erosi kulit adalah erosi yang terjadi ketika lapisan tipis permukaan tanah di daerah berlereng terkikis oleh kombinasi air hujan dan air aliran (runoff). 3. Erosi alur adalah pengelupasan yang diikuti dengan pengangkutan pertikel-pertikel tanah oleh aliran air larian yang terkonsentrasi di dalam saluran-saluran air. 4. Erosi selokan/parit adalah erosi yang membentuk jajaran parit yang lebih dalam dan lebar serta merupakan tingkat lanjutan dari erosi alur. 5. Erosi tebing sungai adalah pengikisan tanah pada tebing-tebing sungai dan penggerusan dasar sungai oleh aliran air sungai.
2.5.1
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Erosi Schwab et al. (1981) dalam Sutiyono (2006) mengemukakan empat faktor
yang mempengaruhi erosi, yaitu: 1) iklim, 2) jenis tanah, 3) panjang lereng dan kemiringan lereng, dan 4) penutupan lahan. Menurut Knisel (1982) dalam Asdak (1995), erosi merupakan akibat dari interaksi kerja antara faktor- faktor iklim, topografi, vegetasi, dan
manusia yang dinyatakan dalam bentuk persamaan
sebagai berikut :
E = f (i, r, v, s, m) Dimana,
E : erosi
s : tanah
i : iklim
m : manusia
r : topografi v : vegetasi Pada daerah yang beriklim basah menurut Arsyad (1989), faktor iklim yang paling mempengaruhi erosi dan aliran permukaan adalah hujan. Jumlah intensitas dan distribusi (pembagian) hujan menentukan kekuatan dispersi hujan terhadap tanah, jumlah dan kecepatan aliran permukaan dan kerusakan erosi. Menurut Arsyad (1989), faktor topografi yang berpengaruh terhadap erosi adalah kemiringan dan panjang lereng. Unsur lain yang berpengaruh adalah: konfigurasi, keseragaman, dan arah lereng. Sedangkan pengaruh vegetasi terhadap
erosi yaitu: 1) intersepsi hujan oleh tajuk, 2) mengurangi kecepatan aliran permukaan dan kekuatan perusak air, 3) pengaruh akar dan kegiatan-kegiatan biologis yang berhubungan dengan pertumbuhan vegetatif dan pengaruhnya terhadap stabilitas struktur dan porositas tanah, dan 4) transpirasi yang mengakibatkan kandungan air tanah berkurang. Pengaruh vegetasi terhadap erosi terutama ditentukan oleh derajat penutupan lahan dari vegetasi. Faktor pengelolaan tanaman (C) merupakan nisbah besarnya erosi dari tanah yang ditanami tanaman dengan pengelolaan (manajemen) tertentu terhadap erosi dari suatu lahan yang tidak ditanami. Efektivitas pengendalian erosi oleh vegetasi ditentukan oleh tinggi dan luas penutupan tajuk, kerapatan vegetasi, dan kerapatan perakaran (Morgan 1990). Sifat-sifat fisik tanah yang mempengaruhi erosi adalah: tekstur, struktur, kandungan bahan organik, kerapatan tanah, dan kandungan air (Schwab et al. 1981 dalam Sutiyono 2006). Erodibilitas tanah (K) merupakan nilai yang menunjukkan kepekaan tanah terhadap pengelupasan dan transportasi partikelpartikel tanah oleh adanya energi kinetik air hujan. Sedangkan menurut Arsyad (2000), sifat-sifat yang mempengaruhi erosi adalah: tekstur, struktur, bahan organik, kedalaman, sifat lapisan tanah, dan tingkat kesuburan tanah. Peranan manusia merupakan faktor utama dalam proses erosi, peranan tersebut dapat bersifat positif maupun negatif. Manusia berperan positif apabila tindakan manusia yang dilakukan dapat mengurangi besarnya kehilangan tanah (Arsyad 1989). Faktor tindakan konservasi tanah (P) yang dilakukan oleh manusia merupakan nisbah besarnya erosi dari lahan dengan tindakan konservasi tertentu terhadap besarnya erosi dari suatu lahan yang tanpa dilakukan tindakan konservasi.
2.5.2
Tingkat Bahaya Erosi (TBE) Tingkat bahaya erosi adalah perkiraan kehilangan tanah maksimum
dibandingkan dengan tebal solum tanahnya pada setiap unit lahan bila teknik pengelolaan tanaman dan konservasi tanah tidak mengalami perubahan. Penentuan tingkat bahaya erosi menggunakan pendekatan tebal solum tanah yang telah ada dan besarnya erosi sebagai dasarnya. Semakin dangkal solum tanahnya
berarti semakin sedikit tanah yang boleh tererosi, sehingga tingkat bahaya erosinya sudah cukup besar meskipun tanah yang hilang belum terlalu besar. Kelas tingkat bahaya erosi disajikan selengkapnya pada Tabel 1.
Tabel 1. Kelas Tingkat Bahaya Erosi
<15 0 – SR I–R
Kelas erosi II III IV Erosi (ton/ha/tahun) 15-60 60-180 180-480 I–R II – S III – B II – S III – B IV – SB
>480 IV – SB IV – SB
II – S
III – B
IV – SB
IV – SB
IV – SB
III – B
IV – SB
IV – SB
IV – SB
IV – SB
Kedalaman tanah (cm) Dalam (> 90) Sedang (60-90) Dangkal (30-60) Sangat dangkal (<30)
I
V
Sumber : Departemen Kehutanan, Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan, 1998
Keterangan : 0 – SR I–R II – S III – B IV – SB
2.5.3
= sangat ringan = ringan = sedang = berat = sangat berat
Sedimentasi Sedimen adalah tanah dan bagian-bagian tanah yang terangkut dari suatu
tempat yang tererosi. Sedimen yang dihasilkan dari proses erosi dan terbawa oleh suatu aliran akan diendapkan pada suatu tempat yang kecepatan airnya melambat atau berhenti disebut dengan sedimentasi (Arsyad 2000). Sedangkan menurut Asdak (2004), sedimen adalah hasil proses erosi baik berupa erosi permukaan, erosi parit atau jenis erosi tanah lainnya. Sedimen umumnya mengendap di bagian bawah bukit, di daerah genangan banjir, di saluran air, sungai, dan waduk. Proses sedimentasi dapat memberikan dampak yang menguntungkan dan merugikan. Dikatakan menguntungkan karena pada tingkat tertentu adanya aliran sedimen ke daerah hilir dapat menambah kesuburan tanah serta terbentuknya tanah garapan baru di daerah hilir. Tetapi, pada saat yang bersamaan aliran sedimen dapat menurunkan kualitas perairan dan pendangkalan badan perairan (Asdak 2004).
Linsey et. al (1989) dalam Salwati (2004) juga menyatakan bahwa produksi sedimen tahunan rata-rata dari suatu daerah aliran sungai tergantung dari banyak faktor seperti: iklim, jenis tanah, tata guna lahan, topografi, dan waduk. Faktor lain yang mempengaruhi besarnya sedimen yang masuk ke sungai menurut Asdak (2004) adalah karateristik sungai yang meliputi: morfologi sungai, tingkat kekasaran sungai, dan kemiringan sungai. Nisbah Pelepasan Sedimen (NPS) merupakan salah satu prediksi hasil sedimen. NPS didefenisikan sebagai nisbah jumlah sedimen yang betul-betul terbawa oleh sungai dari suatu daerah terhadap jumlah tanah yang tererosi dari daerah tersebut yang persamaannya ditulis sebagai berikut (Arsyad 2000): NPS =
SEDY ......................................................................................... (1) EROSI
Dimana NPS adalah nisbah pelepasan sedimen, SEDY adalah jumlah sedimen total yang melewati suatu titik tertentu di sungai, dan EROSI adalah jumlah tanah yang tererosi.
2.5.4
Prediksi Erosi dan Sedimentasi Model matematis merupakan alat yang efektif dan logis dalam memprediksi
erosi dan sedimentasi dalam suatu DAS. Sejumlah model yang telah dikembangkan di Amerika Serikat dan beberapa negara di dunia (Lanfear 1989 dalam Sun et al. 2000). Model-model yang ada kebanyakan adalah empiris (parametrik), yang dikembangkan berdasarkan proses hidrologi dan fisis yang terjadi selama peristiwa erosi dan pengangkutannya dari DAS ke titik yang ditinjau (Suripin 2002). Idealnya, metode prediksi harus memenuhi persyaratan-persyaratan nampaknya bertentangan, yakni model seharusnya dapat diandalkan, dapat digunakan secara umum, sudah dipergunakan dengan data yang minimum, komprehensif dalam hal faktor-faktor yang digunakan dapat mengikuti (peka) terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di DAS (Suripin 2002). Salah satu persamaan yang pertam kali dikembangkan untuk mempelajari erosi lahan adalah persamaan Musgrave yang selanjutnya berkembang terus menjadi persamaan yang sangat terkenal dan masih banyak digunakan sampai saat
ini, yang biasa disebut Universal Soil Loss Equation (USLE). USLE adalah salah satu model parametrik yang telah banyak digunakan dengan segala kelebihan dan kelemahannya. Salah satu kelemahannya adalah tidak memperhitungkan adanya pengendapan dan tidak memperhitungkan hasil sedimen dari erosi parit, tebing sungai, dan dasar sungai (Suripin 2002). Pengembangan model determilistik lebih ditekankan untuk menghadapi permasalahan yakni kurangnya pemahaman mengenai proses erosi dan perjalanannya. Hal ini dimungkinkan karena pola erosi tanah terjadi secara tidak kontinyu dan bervariasi mengikuti ruang lingkup keadaan sekitar lokasi (Sun et al. 2000).
2.6
Model AGNPS Model AGNPS (Agricultural Non Point Source Pollution Model),
dikembangkan oleh Robert A. Young (1987) di North Central Soil Conservation Research Laboratory, USDA-Agricultural Research Service, Morris, Minnesota. Model ini merupakan sebuah program simulasi komputer untuk menganalisis limpasan, erosi, sedimen, perpindahan hara dari pemupukan (Nitrogen dan Phosfor) dan Chemical Oksigen Demand (COD) pada suatu areal. Model AGNPS merupakan model terdistribusi dengan kejadian hujan tunggal (Wulandary 2004 dalam Sutiyono 2006). Pada model AGNPS karateristik DAS digambarkan dalam tingkatan sel. Setiap sel mempunyai ukuran 2,5 acre (1,01 ha) hingga 40 acre (16,19 ha). Setiap sel dibagi-bagi menjadi sel-sel yang lebih kecil untuk memperoleh resolusi yang lebih rinci. Ukuran sel lebih kecil dari 10 acre direkomendasikan untuk DAS dengan luas kurang dari 2000 acre (810 ha), sedangkan untuk DAS yang luasannya lebih dari 2000 acre maka ukuran sel dapat berukuran 40 acre (Young et al. 1990). Menurut Pawitan (1998) dalam Salwati (2004), model AGNPS merupakan gabungan antar model terdistribusi (distributed) dan model sequential. Sebagai model terdistribusi penyelesaian persamaan keseimbangan massa dilakukan secara serempak untuk semua sel. Sedangkan model sequential, air dan cemaran
di telusuri dalam rangkaian aliran di permukaan lahan dan di saluran secara berurutan. Kelebihan dari model AGNPS ini adalah : 1) memberikan hasil berupa aliran permukaan, erosi, sedimentasi dan unsur-unsur hara yang terbawa dalam aliran permukaan, 2) membuat skenario perubahan penggunaan lahan, 3) menganalisis parameter yang digunakan untuk memberikan simulasi yang akurat terhadap sifat-sifat DAS. Adapun kelemahan dari model AGNPS ini adalah : 1) pendugaan aliran permukaan model tidak mengeluarkan output dalam bentuk hidrograf, sehingga perbandingan antara hidrograf hasil prediksi dengan hidrograf hasil pengukuran tidak bisa diperlihatkan, 2) waktu respon yang merupakan indikator untuk menentukan kondisi biofisik DAS tidak dinyatakan dalam keluaran model.
2.6.1
Masukan Data Model AGNPS Masukan data dalam model AGNPS terdiri dari data inisial dan data tiap sel.
Masukan data berupa data inisial terdiri dari: 1) identitas DAS, 2) deskripsi DAS, 3) luas tiap sel, 4) jumlah sel, 5) curah hujan, dan 6) energi intensitas hujan maximum 30 menit. Sedangkan masukan data tiap sel terdiri dari 21 parameter yakni: 1) nomor sel, 2) nomor sel penerima, 3) arah aliran, 4) bilangan kurva aliran permukaan, 5) kemiringan lereng, 6) faktor bentuk lereng, 7) panjang lereng, 8) kelerengan saluran rata-rata, 9) koefisien kekasaran Manning, 10) faktor erodibilitas tanah, 11) faktor pengolahan tanaman, 12) faktor teknik konservasi tanah, 13) konstanta kondisi permukaan, 14) tekstur tanah, 15) indikator penggunaan pupuk, 16) ketersediaan pupuk pada permukaan tanah, 17) point source indicator 18) sumber erosi tambahan 19) faktor kebutuhan oksigen kimia, 20) indikator impoundment, 21) indikator saluran (Young et al. 1990).
2.6.2
Keluaran Model AGNPS Keluaran dalam AGNPS dapat berupa keluaran DAS dan keluaran tiap sel.
Keluaran DAS berupa : 1) volume aliran permukaan, 2) laju puncak aliran permukaan, dan 3) total hasil sedimen. Sedangkan keluaran tiap sel dapat berupa keluran hidrologi dan keluaran unsur hara. Keluaran hidrologi berupa : 1) volume
aliran permukaan, 2) debit puncak aliran permukaan, 3) aliran permukaan tiap sel, 4) hasil sedimen, 5) konsentrasi sedimen, 6) distribusi sedimen tiap partikel, 7) erosi permukan, 8) erosi saluran, 9) jumlah deposisi, 10) nisbah pengayaan, 11) nisbah pelepasan. Keluaran unsur hara berupa: 1) kandungan N dalam sedimen, 2) konsentrasi N, 3) jumlah N dalam aliran permukaan, 4) kandungan P dalam aliran permukaan, 5) konsentrasi P, 6) jumlah P dalam aliran permukaan, 7) konsentrasi COD, dan 8) jumlah COD (Young et al. 1990).
2.6.3
Persamaan dalam Model AGNPS Beberapa persamaan yang digunakan dalam membangun model adalah
Young et al. (1990): a. Erosi tanah Persamaan yang digunakan adalah persamaan Wischmeier dan Scmith (1978) dalam Young et al. (1990), yaitu : E = EI x K x L x S x C x P x SSF .................................................................(2) Dimana : E EI K L S C P SSF
= erosi (ton/acre) = energi intensitas hujan (feet.ton.inci/acre) = erodibilitas tanah (ton.acre/acre.feet.ton.inci) = faktor panjang lereng = faktor kemiringan lereng = faktor tanaman = faktor pengelolaan tanah = faktor bentuk permukaan tanah (seragam = 1, cembung = 1,3, dan cekung = 0,8)
b. Limpasan permukaan Limpasan permukaan dihitung dengan menggunakan persamaan USDA SCS (1972) dalam Young et al. (1990), yaitu: RF =
RL 0,2S 2 RL 0,8 S
Dimana : RF RL S
.....................................................................................(3)
= run off (inci) = hujan (inci) = faktor penahan tanah =
1 10 (CN = Curve Number) CN
c. Kecepatan aliran untuk limpasan permukaan Vo = 10 0.5xlog 10 (S1x100)-SSC................................................................................. (4)
Dimana : Vo = kecepatan aliran untuk limpasan permukaan (feet/detik) S1 = kemiringan lereng SSC = kondisi penutupan permukaan tanah d. Kecepatan aliran dalam saluran
1.49 0.5 0.667 Vc = xS c xRh ................................................................................(5) n Dimana : Vc = kecepatan aliran dalam saluran (feet/detik) Sc = kemiringan saluran Rh = radius hidrolik e. Debit aliran pada saluran Q = Ac x Vc ..................................................................................................(6) Dimana : Q = debit (cfs) Ac = potongan melintang saluran (square feet) Vc = kecepatan aliran dalam saluran (feet) f. Puncak limpasan 0.7
QP = 8.484 xA xS
0.159 c
xRF
0.824 A0.0166
L2c Ax 43560
0.187
....................................(7)
Dimana : QP = puncak limpasan (cfs) A = luas areal (acre) Sc = kemiringan saluran RF = volume limpasan Lc = panjang saluran (feet) g. Sedimen Penelusuran sedimen dilakukan melalui pendekatan persamaan pemindahan dan pengendapan (Young et al.1990) : x
Qs (X) = Qs(0) Dimana : Qs(X) Qs(0) X Lr D(X) W
QsX D ( X )Wdx .......................................................... (8) Lr 0 = debit sedimen di ujung hilir saluran (cfs) = debit sedimen di ujung hulu saluran (cfs) = jarak lereng bagian bawah (feet) = panjang saluran (feet) = laju pengendapan sedimen di titik X = lebar saluran (feet)
2.7
Sistem Informasi Geografis Pada dasarnya, istilah sistem informasi geografis merupakan hubungan dari
tiga unsur pokok yaitu: sistem, informasi, dan geografis. Istilah informasi geografis mengandung pengertian informasi mengenai tempat-tempat yang terletak di permukaan bumi, pengetahuan mengenai posisi dimana suatu objek terletak di permukaan bumi, dan informasi mengenai keterangan-keterangan (atribut) yang terdapat di permukaan bumi yang posisinya diberikan atau diketahui (Prahasta 2002). Aronoff (1989) dalam Prahasta (2002), mendefinisikan SIG sebagai sistem yang berbasis komputer yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi informasi-informasi geografi. SIG dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan, dan menganalisis objek-objek dan fenomena dimana lokasi geografi merupakan karakteristik yang penting atau krisis untuk di analisis. Dengan demikian, SIG merupakan sistem komputer yang memiliki empat kemampuan berikut dalam menangani data yang bereferensi geografi yakni : a) masukan, b) memanajemen data (penyimpanan dan pemanggilan data), c) analisis dan manipulasi data, d) keluaran. SIG dapat mempresentasikan real world (dunia nyata) di atas monitor komputer sebagaimana lembaran peta dapat mempresentasikan dunia nyata di kertas. Akan tetapi, SIG memiliki kekuatan lebih dan fleksibilitas dari pada lembaran kertas.
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di DTA Jeneberang Hulu yang secara
administrasi termasuk wilayah Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa, Propinsi Sulawesi Selatan (Gambar 1). Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Pengaruh Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Waktu pelaksanaannya dimulai pada bulan Mei hingga November 2007.
Gambar 1 Peta lokasi penelitian.
3.2
Bahan dan Alat
3.2.1
Bahan-bahan yang diperlukan dalam penelitian
1. Peta digital penutupan lahan Sub DAS Jeneberang, skala 1 : 25000 (BPDAS Jeneberang-Walanae), 2. Peta digital topografi Sub DAS Jeneberang, skala 1 : 25000 (PPLH-IPB hasil interpretasi SRTM), 3. Peta digital jenis tanah Sub DAS Jeneberang, skala 1 : 25000 (BPDAS Jeneberang-Walanae), 4. Peta digital jaringan sungai Sub DAS Jeneberang, skala 1 : 25000 (BPDAS Jeneberang-Walanae), 5. Data curah hujan hasil rekaman ARR selama 5 tahun (2001-2005) diperoleh dari SPAS Malino dan BPDAS Jeneberang-Walanae, 6. Data debit hasi rekaman AWLR selama 5 tahun (2001-2005) diperoleh dari SPAS Malino dan BPDAS Jeneberang-Walanae, 7. Data sedimen selama 5 tahun (2001-2005) diperoleh dari SPAS Malino dan BPDAS Jeneberang-Walanae.
3.2.2
Alat yang digunakan dalam penelitian
1. Seperangkat komputer dengan beberapa software, yaitu AGNPS versi 3.65.3, ArcView versi 3.2 + extension, Minitab14, dan Microsoft Office, 2. Alat tulis, alat hitung dan alat penunjang lainnya.
3.3
Metode Penelitian Pelaksanaan penelitian ini dilakukan dalam 11 tahap seperti yang disajikan
pada Gambar 2, yaitu : 1. Pengumpulan data dasar berupa peta penutupan lahan, peta kontur, peta jenis tanah, peta jaringan sungai, dan data curah hujan, 2. Pengolahan dan analisis data curah hujan, 3. Transformasi proyeksi peta, 4. Pembuatan Daerah Tangkapan Air (DTA), 5. Pembuatan grid sel model AGNPS, 6. Penurunan atribut-atribut DTM,
7. Pembangkitan data masukan model AGNPS dengan SIG, 8. Pemasukan data ke model AGNPS, 9. Analisis keluaran data model AGNPS, 10. Pengujian validasi model AGNPS, 11. Analisis simulasi dan rekomendasi.
1. Curah hujan harian (5 tahun) 2. Debit air (5 tahun) 3. Sedimen (5 Tahun)
Peta Digital topografi
Peta digital Penggunaan lahan
Peta digital tanah
Peta digital jaringan sungai
Analisis spasial dengan model SIG
Pembangkitan data masukan model AGNPS Energi Intensitas Hujan 30 menit
Validasi
Pengisian Model AGNPS
Analisis data dengan model AGNPS
Analisis simulasi
Rekomendasi
Gambar 2 Alur tahapan penelitian.
3.3.1
Pengolahan dan Analisis Data Curah Hujan. Dalam pendugaan volume,debit puncak aliran permukaan, erosi dan
sedimentasi dengan model AGNPS digunakan curah hujan harian dengan periode ulang selama 25 tahun (Young et al. 1990). Karena keterbatasan data yang tersedia, maka curah hujan yang digunakan merupakan curah hujan harian selama 5 tahun (2001-2005). Curah hujan harian tersebut diperoleh dari data hasil pengukuran ARR (Automatic Rain Recorder) yang diperoleh dari Stasiun Pengamat Aliran Sungai (SPAS) Malino. Hasil keluaran ARR tersebut selanjutnya di kelompokkan berdasarkan harian dalam bulanan (Januari hingga Desember)
selama 5 tahun, sehingga diperoleh nilai curah hujan harian rata-rata dalam 12 bulan. Data curah hujan diuji korelasinya dengan debit aliran untuk mengetahui ada-tidaknya hubungan curah hujan dengan debit aliran. Uji korelasi antara curah hujan dengan debit aliran dengan menggunakan analisis regresi : Q = a CHb …………………………………………………………..... (9) = debit aliran (m3/detik)
Dimana : Q CH
= curah hujan (mm)
a dan b = konstanta Nilai energi hujan intensitas 30 menit untuk pendugaan volume, debit puncak aliran permukaan, besarnya erosi dan sedimentasi diperoleh dengan menggunakan persamaan Bols (1978) dalam Usmadi (2006), yaitu: 2,467R ...................................................................... (10) 0,0727R 0,725 2
EI30 =
Dimana : EI30 = energi hujan intensitas selama 30 menit R
3.3.2
= curah hujan harian (inches)
Transformasi Proyeksi Peta Penyeragaman proyeksi semua peta harus dilakukan agar data spasial dari
semua peta dapat di overlay dan di analisis. Proyeksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah UTM (Universal Transverse Mercator) dengan datum WGS 84 dan zone 50. Transformasi proyeksi peta dilakukan dengan menggunakan software ArcView versi 3.2 dengan extension Projection Utility Wizard.
3.3.3
Pembuatan Daerah Tangkapan Air Pembuatan daerah tangkapan air (DTA) dilakukan menggunakan software
ArcView versi 3.2. Tahapan pembuatan DTA sebagai berikut : 1. Melakukan penggabungan peta kontur terhadap dua sub DAS yang berbeda, penggabungan tersebut menggunakan extention Geoprocessing Wizard. Hal tersebut memungkinkan dalam pembentukan DTA yang berada di dua lokasi sub DAS yang berbeda.
2. Membuat TIN (Triangulated Irregular Network) dari peta kontur hasil proses penggabungan. Pembuatan TIN dilakukan dengan menggunakan extension Spatial Analyst. 3. Selanjutnya TIN tersebut dilakukan gridding (convert to grid), sehingga diperoleh model elevasi digital (DEM/Digital Elevation Model). 4. DEM yang telah terbentuk selanjutnya dibuat DTA dengan outlet berupa pertemuan antar sungai di Sub DAS Jeneberang. Pembuatan DTA dilakukan dengan menggunakan extension AV-SWAT 2000 (Sumardi 2007). Penentuan outlet hasil model dari AV-SWAT diusahakan berada di tepat posisi Stasiun Pengamat Aliran Sungai (SPAS) atau berada di sekitar/berdekatan dengan lokasi SPAS. 5. Secara otomatis hasil model akan menunjukkan DTA dengan luasan tertentu beserta dengan sungai yang terbentuk dari hasil model.
3.3.4
Pembuatan Grid Sel Model AGNPS Tahapan dalam pembuatan grid sel model AGNPS menggunakan software
ArcView versi 3.2, yaitu : 1. DTA yang telah terbentuk, di overlay dengan peta kontur untuk mendapatkan peta kontur seluas DTA. 2. Membuat TIN (Triangulated Irregular Network) dari peta kontur seluas DTA. Pembuatan TIN dilakukan dengan menggunakan extension Spatial Analyst. 3. Selanjutnya TIN tersebut dilakukan gridding (convert to grid) dengan ukuran grid 400 x 400 meter, sehingga diperoleh model elevasi digital (DEM/Digital Elevation Model) dalam bentuk grid. Penentuan ukuran grid didasarkan pada luas DTA dan luas maksimum model AGNPS. Luas DTA yang terbentuk memiliki ukuran grid maksimum yang diperbolehkan dalam model AGNPS sebesar 40 acre (16,91 ha). 4. DTA yang telah berbentuk grid selanjutnya diubah ke dalam bentuk point dengan menggunakan extension Hydrologic Modelling v 1.1 (pour points as point shape). Hasil dari proses tersebut disimpan dalam bentuk shapefile, sehingga DTA menjadi grid-grid sel.
5. Pembentukan DTA dari hasil TIN akan membuat DTA semakin bertambah luas. Oleh karena itu, dilakukan proses penghapusan grid yang tidak termasuk ke dalam luasan DTA yang sebenarnya. Hasil dari penghapusan tersebut mengakibatkan nomor grid menjadi tidak teratur. Oleh karena itu, perlu dilakukan kembali perubahan ke dalam bentuk point sehingga DTA menjadi grid-grid seluas dengan DTA yang sebenarnya. 6. Hasil akhir grid DTA dilakukan penomoran berurutan dari kiri ke kanan dan mulai dari atas ke bawah dengan ketentuan penomoran grid pada model AGNPS.
3.3.5
Penurunan Atribut-atribut DTM Proses pemodelan SIG ini diawali dengan membuat sebuah analisis
permukaan yang biasa disebut Digital Terrain Model (DTM). Analisis permukaan diperlukan karena informasi tambahan dapat diperoleh dengan pembuatan data baru melalui Digital Elevation Model (DEM). Data elevasi biasa juga disebut Digital Elevation Model (DEM), Digital Terrain Model (DTM) ataupun peta kontur. Data ini bisa didapatkan dengan memetakan permukaan bumi, dengan cara survei lapangan atau interpretasi dan pengolahan citra satelit (Remote Sensing). DEM yang digunakan adalah DEM turunan dari Shuttle Radar Topographic Mission (SRTM), buatan JetPropulsion Laboratory NASA. DEM ini dihasilkan pada tahun 2000 dengan menggunakan Shuttle Space, dan SRTM Indonesia masuk di Zona Eurasia (Anonimus 2005). Penurunan atribut-atribut Digital Terrain Model (DTM) bertujuan untuk memberi gambaran tentang daerah kajian sebelum dilakukan analisis lebih lanjut. Model Terain Digital (DTM) adalah model topografis tanah terbuka yang memungkinkan pengguna memahami karakteristik terain yang mungkin tersembunyi pada Model Permukaan Digital (DSM). DTM secara digital menghilangkan vegetasi, bangunan, dan fitur budaya serta menyisakan terain di bawahnya. Hal ini dapat dicapai dengan menggunakan aplikasi perangkat lunak paten, penyuntingan manual, dan proses kontrol kualitas yang mengambil elevasi terain berdasarkan pengukuran tanah terbuka yang ada pada data radar original (Anonimus 2007).
DTM (bersama dengan alat analisis permukaan) mendukung aplikasi seperti pengembangan peta topografis. Ini juga merupakan komponen berharga dalam analisis yang melibatkan berbagai karakteristik terain, seperti profil, potongan melintang, garis pandang, aspek, dan kemiringan. DTM juga mendukung pemodelan banjir, aplikasi pertanian, aplikasi PND, pemetaan internet, dan aplikasi Advanced Driver Assistance System (ADAS). Resolusi spasial yang digunakan untuk penurunan atribut-atribut DTM sebesar 400 x 400 meter. Hal ini dilakukan karena sekaligus membentuk dan memberi grid/sel secara otomatis untuk masukan model AGNPS. Model AGNPS memiliki keterbatasan dalam kapasitas jumlah sel yaitu maksimal sebanyak 1900 grid/sel untuk setiap daerah kajian. Semakin kecil resolusi yang digunakan maka data semakin akurat, namun harus juga memperhatikan tingkat kesulitannya yang akan semakin besar apabila terlalu banyak grid/sel yang terbentuk sehingga tidak efektif dalam pengoperasian model AGNPS. Penggunaan SIG dapat mempermudah dalam kegiatan pengelolaan daerah aliran sungai (DAS). Sebagai contoh adalah penggunaan hydrologic modelling dengan dukungan program ArcView Spatial Analyst yang memungkinkan untuk menurunkan dan menganalisis beberapa parameter permukaan dari DTM yang merupakan karateristik hidrologi dari daerah kajian. Analisis permukaan ini juga diperlukan untuk mendukung pembentukan parameter-parameter masukan model AGNPS secara komputasi sehingga data masukan model AGNPS akan lebih cepat didapatkan dengan keakuratan yang baik. Atribut-atribut yang dapat diturunkan dari DTM yang berkaitan dengan input model AGNPS dengan menggunakan extension DEMAT, yaitu : 1. Slope, adalah keadaan suatu bentang areal/lahan dengan tingkat perubahan kemiringan tertentu yang dinyatakan dalam persen atau derajat yang dapat dihitung dengan dua metode, yaitu metode Zevenbergen dan Thorne (untuk permukaan halus atau lebih datar) dan metode Horn (untuk permukaan kasar). Untuk penelitian ini digunakan metode Horn karena sebagian besar lahan di Sub DAS Jeneberang permukaannya kasar yang ditandai dengan bentuk lahan yang cembung (bukit) dan cekung (lembah).
2. Curvature, yaitu bentuk permukaan untuk memahami proses aliran yang secara umum dibagi 2, yaitu convex (cembung) dan concave (cekung). 3. Profile curvature, yaitu curvature suatu permukaan dalam arah kemiringan. wilayah DTA Jeneberang Hulu didominasi oleh bentuk cembung (214 grid) dan bentuk cekung (209 grid) dengan luas 1 grid sebesar 16 ha (400 x 400 meter). Hal ini menunjukkan bahwa potensi pengikisan/erosi aliran cukup besar namun diimbangi oleh potensi pengendapan (deposit) yang cukup besar pada beberapa titik kawasan. Kemudian dilakukan penurunan parameter permukaan yang merupakan komponen hidrologi dan geomorfologi yang meliputi : 1. Flow direction (arah aliran), yaitu arah dimana air mengalir keluar dari grid/sel tersebut. Dalam ArcView Spatial Analyst, keluaran dari arah aliran adalah grid yang mempunyai nilai antara 1 sampai 128 yang akan mengalir dari sebuah sel/grid khusus seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.
Gambar 3 Arah-arah aliran dari suatu sel khusus dinyatakan dengan angka 1-128. Grid DTM setelah penghilangan sink akan digunakan untuk menghasilkan arah aliran selain arah aliran utama. Sink merupakan lembah yang sempit dimana lebar lembah tersebut lebih kecil dari ukuran piksel itu sendiri dan tidak menempati banyak sel. Keberadaan sink ini dapat mengganggu
topologi aliran karena aliran yang menuju sink tersebut. Sehingga untuk mendapatkan grid arah aliran (flow direction) yang kontinyu, sink perlu dihilangkan. Arah aliran ini akan dijadikan parameter masukan model AGNPS sebagai parameter aspek. Hal ini dilakukan karena parameter aspek pada model AGNPS memiliki karateristik yang serupa dengan karateristik arah aliran pada model SIG, seperti yang ditampilkan pada Tabel 2. Tabel 2 Nilai arah aliran antara hasil ArcView dengan masukan model AGNPS Arah aliran ArcView Model AGNPS Utara 64 1 Timur laut 128 2 Timur 1 3 Tenggara 2 4 Selatan 4 5 Barat daya 8 6 Barat 16 7 Barat laut 32 8 Sumber : Penurunan DTM dan Young et al. (1990)
2. Flow accumulation (akumulasi aliran), yaitu grid yang menampung aliran dari sel-sel dibelakangnya. Akumulasi aliran diturunkan dari grid arah aliran guna menentukan mana dan berapa jumlah sel yang mengalir menuju grid/sel lain yang menerima aliran tersebut. Grid-grid yang mempunyai akumulasi aliran yang tinggi dapat diidentifikasikan sebagai sungai atau saluran. Untuk mengetahui akumulasi aliran pada permukaan, nilai dari setiap sel mempresentasikan total nilai dari sel yang mengalir ke dalam sel tersebut. Sel yang mempunyai akumulasi yang tinggi adalah areal yang terkosentrasi aliran, seperti pada Gambar 4.
Gambar 4 Bentuk representasi akumulasi aliran. 3. Flow length (panjang aliran), yaitu panjang garis aliran yang terpanjang dalam saluran air yang dihitung untuk setiap sel/grid. 4. Stream network (jaringan sungai), yaitu sistem jaringan sungai yang dapat ditentukan dari hasil akumulasi aliran. Dalam sistem ini juga dapat ditentukan ordo tiap segmen jaringan sungai dengan metode yang tersedia, yaitu teknik Schrave dan Strahler. Untuk penelitian ini jaringan sungai dapat ditentukan melalui pengoperasian model AV-SWAT hasil turunan dari data DEM yang secara otomatis akan membentuk jaringan sungai berdasarkan bentuk topografi/kontur, seperti yang terlihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Peta jaringan sungai DTA Jeneberang Hulu.
3.3.6
Pembangkitan Data Masukan Model AGNPS dengan SIG Pembangkitan data setiap sel sebagai masukan model AGNPS dilakukan
menggunakan software ArcView versi 3.2. Tahapan pembangkitan data setiap sel yaitu peta kontur, peta jaringan sungai, peta jenis tanah dan peta penutupan lahan di overlay dengan peta DTA yang telah terbentuk tadi dan dilakukan pemotongan menggunakan extension Geoprocessing Wizard untuk memperoleh peta seluas DTA. Selanjutnya dilakukan gridding (convert to grid) dengan resolusi 400 x 400 meter berdasarkan peta DEM (Digital Elevation Model) dan dilakukan penambahan data-data atribut berupa nilai parameter masukan model AGNPS yang sesuai dengan peta peta kontur, peta jaringan sungai, peta jenis tanah dan peta penutupan lahan. Parameter-parameter masukan model AGNPS yang dapat diturunkan dari peta-peta tadi, disajikan selengkapnya pada Gambar 6.
Peta Digital Jaringan Sungai
Peta Digital Topografi
Peta Digital Penutupan Lahan
Peta Digital Tanah
TIN
DEM
Overlay
CI
CL
Konversi ke bentuk grid resolusi 400x400 m
Curvature
FD
SL
FA
DTA
Overlay
Penentuan nilai parameter masukan model AGNPS
CN
SCC
n
P
C
K
Tekstur
Konversi ke bentuk point
Penggabungan tabel atribut
Data masukan model AGNPS
Gambar 6 Analisis spasial dan pembangkitan data model AGNPS. Keterangan : DEM = Digital Elevation Model SL = Kemiringan lereng LS = Panjang lereng FD = Arah aliran T = Tekstur K = Faktor erodibilitas tanah CN = Bilangan kurva aliran permukaan C = Faktor pengelolaan tanaman
P SCC n COD CI CS CL DTA
= Faktor konservasi tanah = Konstanta kondisi permukaan = Koefisien kekasaran Manning = Kebutuhan oksigen kimiawi = Indikator saluran = Kemiringan saluran = Panjang saluran = Daerah tangkapan air
3.3.6.1
Kemiringan lereng, panjang lereng, bentuk lereng dan arah aliran
Parameter masukan model AGNPS yang berupa kemiringan lereng, panjang lereng, bentuk lereng dan arah aliran dapat diturunkan dari peta kontur. Parameter panjang lereng diukur dengan menggunakan peta kontur, sedangkan parameter kemiringan lereng, bentuk lereng dan arah aliran diturunkan dari data DEM. DEM merupakan suatu model yang mempresentasikan ketinggian muka bumi dengan format raster (resolusi 400 x 400 meter). Tahapan dalam pembangkitan data masukan parameter kemiringan lereng dan arah aliran sebagai berikut : 1. Pembuatan DEM dilakukan dengan cara mengubah peta kontur menjadi TIN, selanjutnya melakukan gridding (convert to grid) terhadap TIN dengan ukuran sel sesuai dengan luas grid model AGNPS yaitu sebesar 400 x 400 meter (16 ha). 2. Data kemiringan lereng diperoleh dengan menggunakan metode Horn untuk permukaan yang kasar yang diperoleh dari data DEM dengan menggunakan extension DEMAT dengan satuan kemiringan lereng berupa persen. Dalam mengetahui besarnya kemiringan lereng setiap sel, maka data hasil perhitungan DEMAT diubah menjadi bentuk point dengan menggunakan extension Hydrologic Modelling v 1.1 (pour points as point shape). 3. Data panjang lereng (JL) diketahui melalui pengukuran secara manual berdasarkan peta kontur. Dengan bantuan grid yang telah terbentuk sebelumnya, perhitungan panjang lereng (JL) menggunakan prinsip Phytagoras. Untuk pengukuran panjang lereng digunakan persamaan : JL = Dimana, JL JD
JD …………………………………………………… (10) Cos
= panjang lereng (feet) = panjang lereng datar (pengukuran di peta kontur)
Cos α = cosinus kemiringan lereng (metode Horn) 4. Bentuk lereng diperoleh dari peta turunan DEM dengan menggunakan extension DEMAT (profile curvature). Bentuk lereng yang dihasilkan berupa seragam/datar yang bernilai 0, cekung bernilai negatif (-), dan cembung bernilai positif (+).
5. Arah aliran merupakan parameter yang sangat penting dalam model AGNPS. Arah aliran setiap sel diperoleh dari data DEM dengan menggunakan extension Hydrologic Modelling v 1.1. Selanjutnya dilakukan pengkodean arah aliran sesuai dengan pengkodean arah aliran pada model AGNPS (angka 1 hingga 8). Berdasarkan kondisi biofisik DTA Jeneberang Hulu, sebagian besar topografinya landai (8-15 %). Hasil dari penurunan atribut DTM yang telah dilakukan, kemiringan lereng menggunakan metode Horn menghasilkan rentang kelerengan yang cukup jauh antara 1,732-79,006 %. Panjang lereng adalah jarak bagian permukaan dari titik dimulainya aliran ke titik dimana aliran menjadi terkosentrasi atau aliran memasuki saluran. Panjang lereng DTA Jeneberang Hulu bervariasi dari 565,73-695,30 meter. Dalam masukan model berupa parameter panjang lereng dilakukan penyesuaian dengan nilai maksimum model. Nilai maksimum parameter panjang lereng dalam model AGNPS sebesar 999 feet (304,5 m). Oleh karena itu, untuk sel-sel yang mempunyai panjang lereng yang lebih dari 999 feet, maka masukan parameter panjang lereng sel-sel tersebut harus 999 feet. Untuk wilayah DTA Jeneberang Hulu yang memiliki panjang lereng lebih besar 304,5 m maka semua sel memiliki panjang lereng sebesar 999 feet. Bentuk lereng didasarkan pada bentuk lahan secara rata-rata di dalam sel. Nilai masukan model yang digunakan adalah 1 untuk bentuk seragam, 2 untuk bentuk cekung, dan 3 untuk bentuk cembung. Untuk wilayah DTA Jeneberang Hulu sebagian besar didominasi oleh bentuk cembung dan cekung, bentuk seragam/datar tidak ditemukan oleh hasil penurunan atribut DTM.
3.3.6.2
Tekstur dan faktor erodibilitas tanah
Parameter masukan model AGNPS yang berupa tekstur tanah dan faktor erodibilitas tanah diturunkan dari peta jenis tanah. Masing-masing jenis tanah dilakukan penambahan data atribut berupa nilai erodibilitas tanah yang mengacu pada hasil penelitian Puslitbang Pengairan (1966) dalam Triandayani (2004). Masukan nilai tekstur model AGNPS disajikan dalam Tabel 3.
Tabel 3 Nilai masukan tekstur model AGNPS Tekstur Air Pasir Lempung Liat Gambut
Nilai Masukan Model 0 1 2 3 4
Sumber: Young et al. (1990)
Tahapan dalam pembangkitan data masukan parameter tekstur tanah dan faktor erodibilitas tanah sebagai berikut : 1. DTA yang telah terbentuk dari hasil model AV-SWAT di overlay dengan peta jenis tanah untuk mendapatkan peta jenis tanah seluas DTA Jeneberang Hulu. Dari peta jenis tanah ini diturunkan dua nilai parameter masukan AGNPS, yaitu nilai erodibilitas tanah (Lampiran 1) dan tekstur tanah (Tabel 10) untuk setiap jenis tanah. Kedua nilai parameter tersebut di input dan di edit ke dalam atribut peta jenis tanah melalui fasilitas query dan calculate pada ArcView. 2. Pembentukan grid (convert to grid) untuk peta jenis tanah seluas DTA yang telah berisi kedua nilai parameter tadi dengan cara di overlay dengan peta DEM sebagai dasar grid yang beresolusi 400 x 400 meter. Setelah itu diubah menjadi format point, agar masing-masing grid memiliki nilai dari parameter tadi.
3.3.6.3
Faktor pengelolaan tanaman, faktor tindakan konservasi tanah, koefisien
kekasaran
Manning,
dan
bilangan
kurva
aliran
permukaan Data spasial dari peta penutupan lahan dapat digunakan untuk memperoleh masukan parameter-parameter model AGNPS yaitu faktor pengelolaan tanaman (C), faktor tindakan konservasi tanah (P), koefisien kekasaran Manning (n), bilangan kurva aliran permukaan (CN), dan konstanta kondisi permukaan (SCC). Tahapan dalam pembangkitan data masukan beberapa parameter dari peta penutupan lahan sebagai berikut :
1. DTA yang telah terbentuk dari hasil model AV-SWAT di overlay dengan peta penutupan lahan untuk mendapatkan peta penutupan lahan seluas DTA Jeneberang Hulu. Dari peta penutupan lahan ini diturunkan enam nilai parameter masukan AGNPS, yaitu faktor tindakan konservasi tanah (Lampiran 2), faktor pengelolaan tanaman (Lampiran 3), koefisien kekasaran Manning (Lampiran 4), bilangan kurva aliran permukaan (Lampiran 5), dan konstanta kondisi permukaan (Lampiran 5) untuk setiap jenis pengggunaan lahan. Nilai-nilai parameter tersebut di input dan di edit ke dalam atribut peta penutupan lahan melalui fasilitas query dan calculate pada ArcView. 2. Pembentukan grid (convert to grid) untuk peta penutupan lahan seluas DTA yang telah berisi keenam nilai parameter tadi dengan cara di overlay dengan peta DEM sebagai dasar grid yang beresolusi 400 x 400 meter. Setelah itu diubah menjadi format point, agar masing-masing grid memiliki nilai dari parameter tadi. Nilai masukan faktor pengelolaan tanaman dan faktor tindakan konservasi tanah berdasarkan teknik konservasi yang dominan diterapkan ini diperoleh dari peta penutupan lahan wilayah DTA Jeneberang Hulu yang telah diubah dalam bentuk grid/sel dan secara spasial ditampilkan pada Lampiran 6.
3.3.6.4
Indikator saluran
Parameter model AGNPS yang berupa indikator saluran diperoleh dari peta jaringan sungai yang di overlay dengan peta grid. Parameter yang menyertai parameter indikator saluran yaitu panjang saluran, bentuk saluran, kemiringan lereng saluran, dan kemiringan sisi saluran. Panjang saluran diukur berdasarkan panjang sungai pada masing-masing sel dan diubah dalam satuan feet. Parameter kemiringan saluran diasumsikan sebesar 50 % dari kemiringan lereng lahan, sedangkan kemiringan sisi saluran diasumsikan sebesar 10 % (Young et al., 1990). Tahapan dalam pembangkitan data masukan parameter dari peta jaringan sungai sebagai berikut :
1. DTA yang telah terbentuk dari hasil model AV-SWAT di overlay dengan peta jaringan sungai untuk mendapatkan peta jaringan sungai seluas DTA Jeneberang Hulu. Dari peta jaringan sungai ini diturunkan dua nilai parameter masukan AGNPS, yaitu panjang saluran dan bentuk saluran. Nilai-nilai parameter tersebut di input dan di edit ke dalam atribut peta penutupan lahan melalui fasilitas query dan calculate pada ArcView. 2. Pembentukan grid (convert to grid) untuk peta jaringan sungai seluas DTA yang telah berisi kedua nilai parameter tadi dengan cara di overlay dengan peta DEM sebagai dasar grid yang beresolusi 400 x 400 meter. Setelah itu diubah menjadi format point, agar masing-masing grid memiliki nilai dari parameter tadi. Indikator saluran mengidentifikasikan ada tidaknya saluran serta jenis saluran dalam wilayah DTA Jeneberang Hulu. Sungai utama di DTA Jeneberang Hulu diasumsikan sebagai saluran perennial sedangkan anak-anak sungainya diasumsikan sebagai saluran intermitten. Sebagai data masukan model AGNPS, saluran perennial bernilai 7, saluran intermitten bernilai 6, dan yang tidak terdapat saluran bernilai 1. Saluran perennial (saluran permanen) merupakan aliran yang mengalir sepanjang tahun dengan debit yang lebih tinggi pada musim hujan dan permukaan air tanah selalu berada di atas sungai. Sedangkan saluran intermitten (saluran musiman) merupakan aliran air yang mengalir pada musim hujan saja dan permukaan air tanah berada di atas dasar sungai hanya selama musim hujan saja, sedangkan pada musim kemarau permukaan tersebut berada di bawah dasar sungai (Seyhan 1990).
3.3.6.5
Penggabungan atribut data masukan model AGNPS
Atribut dari masing-masing parameter turunan peta kontur, peta jaringan sungai, peta jenis tanah dan peta penutupan lahan yang telah diubah menjadi format point selanjutnya digabung melalui fasilitas ArcView menggunakan extension Geoprocessing Wizard (joined table). Hasil gabungan tersebut berbentuk sebuah tabel atribut file point gabungan yang berisi semua parameterparameter masukan model AGNPS untuk setiap sel/grid.
3.3.6.6
Parameter masukan model yang diasumsikan konstan
Selain parameter tersebut dalam penelitian beberapa parameter masukan model AGNPS diasmsikan konstan yaitu : 1) Indikator penggunaan pupuk, 2) Ketersediaan pupuk pada permukaan tanah, 3) Point source indicator, 4) Sumber erosi tambahan, dan 5) Indikator impoundment.
3.3.7
Pemasukan Data ke Model AGNPS Dalam melakukan pemasukan data ke dalam model AGNPS, ada dua tahap
yang dapat dilakukan, yaitu : 1. Masukan data inisial model yang meliputi : nama DAS, luas dan jumlah sel/grid, curah hujan, dan energi intensitas hujan 30 menit. Ukuran sel yang digunakan dalam model yaitu 400 x 400 meter dengan luas sel sebesar 16 ha. Yang diperoleh dari hasil pembentukan grid DTM, dimana grid/sel DTM secara otomatis akan membentuk sesuai dengan keinginan resolusi yang dibutuhkan. Grid/sel ini juga dijadikan acuan dalam pembentukan parameter-parameter setiap sel masukan model AGNPS. Dari luasan 16 ha per sel menghasilkan sel model sebanyak 423 sel seperti yang terlihat pada Gambar 7. Sehingga DTA Jeneberang Hulu dengan luas 6804,72 ha, dalam sel model menjadi 6768 ha dan terjadi pengurangan luasan sebesar 36,74 ha (0,54 %).
Gambar 7 Masukan data inisial model.
Curah hujan yang diamati adalah jumlah curah hujan harian rata-rata, yang merupakan curah hujan harian selama 12 bulan (hasil pengelompokan data CH selama 5 tahun). Contoh curah hujan harian rata-rata yang tertinggi terjadi pada tanggal 1 Januari sebesar 31,66 mm (1,25 inches) dengan nilai energi intensitas hujan 30 menit untuk kejadian hujan pada tanggal 1 Januari sebesar 25,894 m.ton.cm/ha/jam. Contoh nilai curah hujan harian dan energi intensitas hujan 30 menit (EI 30) yang tertinggi inilah yang akan digunakan dalam memprediksi besarnya volume aliran permukaan, debit puncak aliran permukaan, laju erosi dan sedimentasi. 2. Masukan data setiap sel model yang meliputi : penomoran sel, sel penerima, arah aliran, kemiringan lereng, panjang dan bentuk lereng, faktor erodibilitas (K) dan tekstur tanah, faktor pengelolaan tanaman (C), faktor tindakan konservasi tanah (P), bilangan kurva aliran permukaan (CN), koefisien kekasaran Manning (n), faktor kebutuhan Oksigen kimiawi (COD), konstanta kondisi permukaan (SCC), dan indikator saluran (panjang saluran dan kemiringan saluran), seperti yang ditampilkan pada Gambar 8.
Gambar 8 Masukan data setiap sel model.
Penomoran sel dilakukan sesuai dengan prosedur model AGNPS yaitu dimulai dari ujung sebelah kiri atas menuju ke sel sebelah kanan dan dilanjutkan ke sel berikutnya secara berurutan ke bawah. Outlet sebagai tempat terkosentrasinya aliran merupakan sel yang terakhir dalam model berada pada sel nomor 169 dengan penggunaan lahan berupa hutan. Sel penerima merupakan sel yang menerima aliran permukaan dari sel yang terletak di atasnya, sedangkan arah aliran mengidentifikasikan arah aliran utama dalam sel. Yang perlu diperhatikan dalam menentukan arah aliran dan sel penerima yang akan menerima aliran tersebut, yaitu posisinya harus sesuai antara sel penerima dan arah aliran (aspek) karena hal ini sangat berpengaruh dalam pembentukan DAS dalam model AGNPS. Masukan data yang tidak cocok antara kedua parameter ini akan menghambat proses identifikasi dan pembentukan DAS secara grafis pada saat proses pengecekan. Untuk sel outlet, nomor sel penerimanya adalah satu angka lebih besar dari jumlah keseluruhan sel.
3.3.8
Analisis Keluaran Model AGNPS Keluaran model AGNPS yang dianalisis yaitu keluaran model pada outlet
DTA Jeneberang Hulu dan setiap sel dengan kejadian hujan terbesar pada tanggal 1 Januari. Keluaran model tersebut berupa keluaran hidrologi dan keluaran sedimen dalam bentuk grafik/gambar dan tabel. Keluaran hidrologi berupa volume aliran permukaan dan debit puncak aliran permukaan. Sedangkan keluaran sedimen berupa laju erosi, laju sedimentasi dan sedimen total. Keluaran tersebut merupakan keluaran kondisi awal sebelum dilakukan simulasi.
3.3.9
Pengujian Validasi Model AGNPS. Validasi model dilakukan dengan membandingkan debit puncak (Qp)
keluaran model dengan debit puncak hasil pengukuran di lapangan dan membandingkan laju sedimentasi (Qs) keluaran model dengan laju sedimentasi hasil pengukuran di lapangan. Pembandingan ini dilanjutkan dengan menghitung besarnya nilai korelasi (R2) di antara parameter yang di validasi. Pengujian validasi tersebut menggunakan persamaan model regresi linear sederhana
(Tiryana 2003), dimana peubah tidak bebasnya berupa data dari hasil pengukuran di lapangan dan peubah bebasnya berupa data keluaran model. Hubungan antara data lapangan dengan data keluaran model dinyatakan dalam bentuk persamaan umum regresi sebagai berikut : Y = a + b X …………………………………………………………. (12) Dimana: Y X
= Qp dan Qs pengukuran di lapangan = Qp dan Qs keluaran model
a dan b = konstanta
3.3.10 Analisis Simulasi dan Rekomendasi Dalam rangka untuk mengurangi bahaya erosi, sedimentasi, dan aliran permukaan di DTA Jeneberang Hulu tersebut, maka diperlukan perubahan terhadap lahan-lahan yang mempunyai tingkat erosi, sedimentasi dan aliran permukaan yang tinggi dan produktifitas yang rendah. Oleh karena itu, dilakukan simulasi dengan beberapa skenario perubahan penggunaan lahan dan melakukan tindakan konservasi tanah dan air. Skenario tersebut yaitu : 1. Skenario I : mengubah penutupan lahan yang berupa tegalan/ladang dan semak belukar menjadi vegetasi serupa hutan alam produksi dengan sistem silvikultur tebang pilih di lahan DTA bagian atas (hulu) dan perkebunan karet pada lahan bagian bawah. Jenis tanaman yang digunakan untuk membangun vegetasi serupa hutan alam produksi TPTI adalah jenis yang cepat tumbuh dan bernilai tinggi seperti Sengon (Paraserianthes falcataria), Akasia (Acacia mangium), Gmelina (Gmelina arborea), Kayu Afrika (Maesopsis eminii), Damar (Agathis dammara), Eboni (Diospyros celebica) dan Mahoni (Sweitenia macrophylla). Parameter masukan model penggunaan lahan pada skenario I disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Parameter masukan model penggunaan lahan pada skenario I Penggunaan lahan Hutan produksi Perkebunan karet
CN 60 75
Parameter masukan model n C P 0,1 0,2 0,7 0,1 0,5 0,5
SCC 0,29 0,29
Sumber : Young et al. (1990), Chow (1950) dalam Seyhan (1990), dan Data Pusat Penelitian Tanah (1973-1981) dalam Arsyad ( 1989)
2. Skenario II : mengubah penutupan lahan yang berupa tegalan/ladang dan semak belukar menjadi vegetasi serupa dengan hutan alam produksi dengan sistem silvikultur tebang pilih di lahan DTA bagian atas (hulu) dan kebun campuran di lahan bagian bawahnya, dengan melakukan pembuatan teras tradisional. Pembuatan vegetasi serupa hutan alam produksi TPTI sama seperti skenario I. Perbedaan dengan Skenario I terletak pada pengelolaan kebun campuran dilakukan yang dilakukan dengan sistem agroforestry. Penerapan sistem agroforestry pada kebun campuran tersebut selain untuk mengurangi volume aliran permukaan, debit puncak aliran permukaan, laju erosi permukaan, laju sedimentasi, dan sedimen total juga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar dari hasil panen tanaman semusim dan tahunan. Tanaman tahunan yang dapat dibudidayakan berupa berupa tanaman kehutanan dan tanaman buah-buahan. Jenis tanaman kehutanan yaitu Sengon (Paraserianthes falcataria), Akasia (Acacia mangium), Gmelina (Gmelina arborea), Kayu Afrika (Maesopsis eminii), Damar (Agathis dammara) dan jenis lainnya. Tanaman buah-buahan yang dapat dibudidayakan seperti kopi, kakao, rambutan (Nephelium lappaceum), durian (Durio zibethinus), nangka (Arthocarpus heterophyllus), pisang (Musa sp.), jambu biji (Psidium guajava), dan alpukat (Persea americana). Tanaman semusim yang dipilih diantaranya kacang tanah (Arachis hypogaea), kedelai (Glyeine max), singkong (Manihot esculenta), dan jagung (Zea mays). Parameter masukan model penggunaan lahan pada skenario II disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Parameter masukan model penggunaan lahan pada skenario II Penggunaan lahan Hutan produksi Kebun campuran
CN 60 75
Parameter masukan model n C P 0,1 0,2 0,7 0,035 0,2 0,4
SCC 0,29 0,29
Sumber : Young et al. (1990), Chow (1950) dalam Seyhan (1990), dan Data Pusat Penelitian Tanah (1973-1981) dalam Arsyad ( 1989)
3. Skenario III : mengubah penutupan lahan yang berupa tegalan/ladang dan semak belukar menjadi padang rumput semi permanen di lahan DTA
bagian atas (hulu) dan perkebunan karet di lahan bagian bawahnya. Padang rumput semi permanen yang disimulasikan digunakan untuk penggembalaan ternak penduduk dan pengembangan perkebunan karet sama seperti pada skenario I. Parameter masukan model penggunaan lahan pada skenario III disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Parameter masukan model penggunaan lahan pada skenario III Penggunaan lahan Padang rumput Perkebunan karet
CN 61 75
Parameter masukan model n C P 0,1 0,30 0,04 0,1 0,5 0,5
SCC 0,22 0,29
Sumber : Young et al. (1990), Chow (1950) dalam Seyhan (1990), dan Data Pusat Penelitian Tanah (1973-1981) dalam Arsyad ( 1989)
4. Skenario IV : mengubah penutupan lahan yang berupa tegalan/ladang dan semak belukar menjadi hutan alam yang berserasah banyak di lahan DTA bagian atas (hulu) dan kebun campuran di lahan bagian bawahnya, dengan melakukan pembuatan teras tradisional pada kebun campuran. Hutan alam yang disimulasikan berupa hutan lindung dan pengembangan kebun campuran sama seperti pada skenario II. Parameter masukan model penggunaan lahan pada skenario IV disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Parameter masukan model penggunaan lahan pada skenario IV Penggunaan lahan Hutan alam Kebun campuran
CN 55 75
Parameter masukan model n C P 0,08 0,001 1 0,035 0,2 0,4
SCC 0,59 0,29
Sumber : Young et al. (1990), Chow (1950) dalam Seyhan (1990), dan Data Pusat Penelitian Tanah (1973-1981) dalam Arsyad ( 1989)
Setiap skenario dilakukan analisis berupa persentase pengurangan terhadap keluaran model yang berupa volume aliran permukaan, debit puncak, laju erosi dan sedimentasi.
BAB IV. KARATERISTIK LOKASI PENELITIAN 3.1 Letak dan Luas Daerah aliran sungai (DAS) Jeneberang secara administrasi berada dalam Kabupaten Dati II Gowa, Propinsi Dati I Sulawesi Selatan. Terletak antara garis 50 05’ 00” – 50 35’ 00” LS dan antara 1190 20’ 00” – 1200 00’ 00” BT. Sungai Jeneberang bersumber dari Gunung Bawakaraeng dan Gunung Lompobattang, mempunyai ketinggian ± 2.833 mdpl. Arah utama pengalirannya adalah ke barat pada bagian hulu dan ke barat daya pada bagian tengah dan pada bagian hilir terpecah menjadi dua arah ke barat laut dan ke barat daya. DAS Jeneberang terbagi lagi menjadi Sub DAS diantaranya Sub DAS Jeneberang. Secara geografis, DTA Jeneberang Hulu sebagai lokasi penelitian terletak antara 5 0 10’ – 50 20’ LS dan antara 119 0 20’ – 1200 00’ BT, yang berjarak ± 65 km dari Kodya Makassar dan berada pada ketinggian antara 600 mdpl – 2.800 mdpl. Luas wilayah DTA Jeneberang Hulu sebesar 6.804,72 ha (19,87 % dari luas total Sub DAS Jeneberang sebesar 34.238 ha) dan menurut Dinas Pekerjaan Umum Propinsi Sulawesi Selatan (1988) dalam Dassir (2000), Sub DAS Jeneberang termasuk dalam wilayah administratif Kecamatan Tinggimoncong Kabupaten Gowa.
3.2 Topografi Berdasarkan hasil pengolahan peta digital kontur skala 1 : 25000, wilayah DTA Jeneberang Hulu terletak pada ketinggian antara 600-2800 mdpl. Mempunyai topografi bervariasi mulai dari datar hingga sangat curam. DTA Jeneberang Hulu didominasi oleh wilayah yang bertopografi landai dengan luas 2314,23 ha (34,03 %). Secara lebih jelas, luas areal berdasarkan kemiringan lereng disajikan pada Tabel 8 dan peta sebaran kemiringan lereng serta peta elevasi disajikan pada Gambar 9 dan Gambar 10.
Gambar 9 Peta kelas lereng DTA Jeneberang Hulu. Tabel 8 Luasan kemiringan lereng DTA Jeneberang Hulu Kemiringan (%) 0-8 8-15 15-25 25-45 45-100
Keterangan Datar Landai Agak curam Curam Sangat curam
Sumber : Pengolahan atribut peta kelas lereng
Luas (ha) 1408,76 2314,23 1772,64 1136,47 167,75
% 20,72 34,03 26,07 16,71 2,47
Gambar 10 Peta elevasi DTA Jeneberang Hulu. Peta elevasi hasil dari TIN akan menghasilkan peta arah aliran seperti Gambar 11 yang telah di konversi ke bentuk grid dengan bantuan data DEM yang terbentuk. Arah aliran dari suatu sungai memperhatikan kondisi topografi sebagai tempat terakumulasinya aliran ke tempat yang tinggi ke tempat yang rendah.
Skala 1 : 80000
Gambar 11 Peta grid arah aliran DTA Jeneberang Hulu setelah penghilangan sink. 3.3 Tanah dan Geologi Berdasarkan peta digital jenis tanah Sub DAS Jeneberang, jenis tanah yang terdapat di DTA Jeneberang Hulu adalah Andosol Coklat yang terbentuk dari bahan induk tufa vulkan masam dan alkali, Latosol Coklat Kekuningan dari bahan induk tufa vulkan masam sampai intermedier, dan Komplek Latosol Coklat Kemerahan dan Litosol dari bahan induk tufa dan batuan vulkan intermedier. DTA Jeneberang Hulu didominasi oleh jenis tanah Andosol Coklat dengan luas sebesar 5423,18 ha (79,70 %). Secara lebih jelas, luas areal berdasarkan jenis tanah, bahan induk, dan bentuk wilayah disajikan pada Tabel 9 dan penyebaran jenis tanah secara spasial disajikan pada Gambar 12.
Gambar 12 Peta jenis tanah DTA Jeneberang Hulu. Tabel 9 Luasan jenis tanah, bahan induk, bentuk wilayah DTA Jeneberang Hulu Jenis tanah Andosol Coklat
Bahan induk
Latosol Coklat Kekuningan
Tufa vulkan masam dan alkali Tufa vulkan masam sampai intermedier
Komplek Latosol Coklat Kemerahan dan Litosol
Tufa dan batuan vulkan intermedier
Bentuk wilayah Bergunung Berbukit dan bergunung Berbukit dan bergunung
Luas (ha)
%
5423,18
79,70
1367,92
20,10
13,62
0,20
Sumber : Pengolahan atribut peta jenis tanah
Dari peta jenis tanah diturunkan nilai erodibilitas tanah pada DTA Jeneberang Hulu, dimana yang terbesar yaitu pada jenis tanah Andosol Coklat sebesar 0,278. Sedangkan nilai erodibilitas tanah yang terkecil yaitu pada jenis
tanah sebesar 0,075. Nilai erodibilitas tanah tersebut menunjukkan bahwa jenis tanah Andosol Coklat paling mudah tererosi. Masukan data tekstur tanah didasarkan pada tekstur tanah yang dominan pada sel tersebut. Tekstur tanah pada DTA Jeneberang Hulu berupa lempung berliat dan liat. Sebagian besar tekstur tanah di DTA Jeneberang Hulu berupa lempung berliat. Hal tersebut menyebabkan aliran permukaan menjadi tinggi dan erosi yang besar. Nilai erodibilitas dan tekstur tanah pada DTA Jeneberang Hulu disajikan pada Tabel 10 dan secara spasial dalam bentuk grid ditampilkan pada Lampiran 7. Tabel 10 Nilai faktor erodibilitas tanah (K) dan tekstur tanah (T) di DTA Jeneberang Hulu Jenis Tanah Nilai K Tekstur Andosol Coklat 0,278 3 Latosol Coklat Kekuningan 0,082 3 Komplek Latosol Coklat Kemerahan dan Litosol 0.075 3 Sumber : Puslitbang Pengairan (1996) dalam Triandayani (2004) dan Young et al. (1990)
3.4 Jaringan Sungai Jaringan sungai (Gambar 5) memiliki pola drainase dendritik. Menurut Lee (1988), pola drainase tersebut memiliki batuan yang relatif homogen, terletak di daerah datar dan pola tersebut telah lazim di permukaan bumi dengan modifikasimodifikasi lokal. Sungai-sungai di DTA Jeneberang Hulu diasumsikan sebagai saluran perennial untuk sungai utama dan sebagai saluran intermitten untuk anakanak sungai. Jaringan sungai yang telah dikonversi ke bentuk grid sel, memiliki jumlah sel pada saluran perennial dan saluran intermitten masing-masing sebanyak 184 dan 175 sedangkan sel yang tidak terdapat saluran sebanyak 64.
3.5 Penggunaan Lahan Berdasarkan hasil analisis peta penutupan lahan Sub DAS Jeneberang, terlihat bahwa penutupan lahan pada DTA Jeneberang Hulu terdiri dari lima penggunaan lahan diantaranya semak belukar, sawah, pemukiman, tegalan/ladang, dan hutan campuran. Sebagian besar DTA Jeneberang Hulu didominasi oleh penutupan lahan berupa hutan dengan luas sebesar 2868 ha (42,48 %). Secara
lebih jelas, luas areal berdasarkan penutupan lahan disajikan pada Tabel 11 dan peta penyebaran penutupan lahan disajikan pada Gambar 13.
Tabel 11 Luasan jenis penutupan lahan DTA Jeneberang Hulu tahun 2003 Penutupan lahan Semak belukar Sawah irigasi Pemukiman Tegalan/ladang Hutan campuran
Luas (ha) 920,51 1,030,43 29,69 1,903,48 2,868,22
% 13,63 15,26 0,44 28,19 42,48
Sumber : Pengolahan atribut peta penggunaan lahan
Gambar 13 Peta penutupan lahan DTA Jeneberang Hulu. Pada bagian ujung outlet, jenis penggunaan lahan berupa hutan campuran dan sebagian persawahan irigasi. Di daerah tersebut memiliki topografi yang
landai sehingga air irigasi mudah disalurkan ke areal persawahan. Hutan yang berada di DTA Jeneberang Hulu berupa hutan campuran dengan berbagai jenis flora dan fauna serta hutan tanaman yang ditangani langsung oleh PT. Inhutani dengan jenis pohon Pinus sp. Semak belukar yang berada di DTA Jeneberang Hulu berupa vegetasi campuran antara semak (alang-alang) dan tumbuhan-tumbuhan lainnya dimana arealnya tidak dikelola dan dibiarkan begitu saja. Tegalan/ladang yang diusahakan dan dikelola langsung oleh masyarakat yang berada di daerah yang berlereng curam tepatnya di bawah kaki Gunung Bawakaraeng, ternyata membawa dampak yang sangat buruk. Kaki Gunung Bawakaraeng yang sedianya sebagai kawasan penyangga dan kawasan lindung yang berlereng ≥ 45 % ternyata telah rusak dan telah dikonversi menjadi ladang pertanian kacang-kacangan (Leguminoseae) oleh masyarakat setempat. Oleh karena itu, bencana longsor yang terjadi pada tahun 2004 merupakan bukti nyata dari dampak kerusakan lahan dan hutan di kawasan tersebut. Dari peta penutupan lahan diturunkan nilai C, P, CN, SCC, dan n dimana besarnya nilai-nilai tersebut disajikan pada Tabel 12, 13, dan 14. Tabel 12 Nilai faktor pengelolaan tanaman (C) pada berbagai penutupan lahan di DTA Jeneberang Hulu Penutupan Lahan Nilai C Semak belukar 0,300 Sawah irigasi 0,010 Pemukiman 0,010 Tegalan/ladang 0,700 Hutan campuran 0,001 Sumber : Young et al. (1990) dan Data Pusat Penelitian Tanah (1973-1981) dalam Arsyad ( 1989)
Tabel 13 Nilai faktor tindakan konservasi tanah (P) pada berbagai penutupan lahan di DTA Jeneberang Hulu Penutupan Lahan Tindakan Konservasi Tanah Nilai P Semak belukar Semak belukar 0,021 Sawah irigasi Teras gulud 0,013 Pemukiman Tanpa tindakan konservasi 1,000 Tegalan/ladang Penanaman padi-jagung 0,209 Hutan campuran Tanpa tindakan konservasi 1,000 Sumber : Arsyad (1989) dan Young et al. (1990)
Tabel 14 Nilai koefisien kekasaran Manning (n), konstanta kondisi permukaan (SCC), dan bilangan kurva aliran permukaan (CN) pada berbagai penutupan lahan di DTA Jeneberang Hulu Penutupan Lahan Nilai n Nilai SCC Nilai CN Semak belukar 0,070 0,15 69 Sawah irigasi 0,035 0,29 75 Pemukiman 0,023 0,01 79 Tegalan/ladang 0,030 0,29 72 Hutan campuran 0,080 0,59 60 Sumber : Young et al. (1990) dan Chow (1950) dalam Seyhan (1990)
3.6 Iklim Berdasarkan data curah hujan harian rata-rata 5 tahun, wilayah DTA Jeneberang Hulu menurut klasifikasi iklim Schmidt-Fergusson termasuk tipe iklim A dengan jumlah bulan basah 8 bulan dan 4 bulan kering dalam setahun. Curah hujan rata-rata 2518,02 mm/tahun (Tabel 15) dan suhu udara berkisar antara 180-210C (BPDAS Jeneberang-Walanae, 2003). Tabel 15 Curah hujan rata-rata dalam setahun (2001-2005) Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jumlah
CH (mm) 376,75 328,50 274,59 205,57 127,02 52,96 38,19 24,74 41,72 201,00 375,26 471,71 2518,02
Sumber: SPAS Malino dan BPDAS Jeneberang-Walanae
3.7
Debit Aliran Curah hujan yang jatuh ke wilayah DTA Jeneberang Hulu menghasilkan
debit yang beragam, dimana debit rata-rata per tahun sebesar 154,32 m3/detik seperti yang disajikan pada Tabel 16.
Tabel 16 Debit aliran rata-rata dalam setahun (2001-2005) Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jumlah
Debit (m3/detik) 20,790 15,921 12,158 11,882 11,533 6,712 7,600 9,847 9,718 12,009 12,611 23,541 154,32
Sumber: SPAS Malino dan BPDAS Jeneberang-Walanae
3.8 Kependudukan Berdasarkan BPS Kabupaten Gowa dalam Angka tahun 2002 dalam BPDAS Jeneberang-Walanae, jumlah penduduk Kabupaten Gowa berjumlah 401.317 jiwa. Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin pada masing-masing kecamatan dalam wilayah Sub DAS Jeneberang ditampilkan pada Tabel 17. Tabel 17 Jumlah penduduk Sub DAS Jeneberang di Kab. Gowa tahun 2002 Kecamatan Tinggimoncong Parangloe Bungaya Bontomarannu Palangga Bajeng Somba Opu Bontonompo Jumlah penduduk (jiwa)
Jumlah (jiwa) 30.752 25.151 27.845 41.557 66.586 69.422 80.184 59.820 401.317
Sumber : Kabupaten Gowa dalam Angka, 2002
Laki-laki 15.125 12.370 13.297 20.444 32.670 33.828 39.138 28.686 195.558
Perempuan 15.628 12.781 14.548 21.113 33.916 35.594 41.046 31.131 205.759
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1
Hubungan Curah Hujan dengan Debit Hubungan curah hujan dengan debit harian rata-rata selama 366 hari
disajikan dalam Gambar 14. Hubungan Curah hujan dengan debit membentuk hubungan sebagai berikut : Q = 0.159 CH0.68………………………………………………………... (12) dengan koefisien korelasi sebesar 0,901 dan koefisien determinasinya (R2) sebesar 81,2 %. Hubungan tersebut menunjukkan bahwa kejadian curah hujan
0.0
3.5
5.0
3.0
10.0
2.5
15.0
2.0
20.0
1.5
25.0
1.0
30.0
0.5
35.0
Debit (m^3/s)
Curah Hujan (mm)
berhubungan erat dengan kejadian debit aliran.
0.0 1
16
31 46
61
76 91 106 121 136 151 166 181 196 211 226 241 256 271 286 301 316 331 346 361
Januari-Desember CH (mm) Q (m^3/s)
Gambar 14 Dinamika curah hujan harian dengan debit DTA Jeneberang Hulu.
5.2
Volume Aliran Permukaan Perhitungan menggunakan masukan curah hujan harian rata-rata selama 5
tahun (31,66 mm/hari) dengan nilai energi intensitas hujan 30 menit sebesar 25,89 m.ton.cm/ha/jam, diperoleh besarnya volume aliran permukaan di outlet sebesar 0,76 mm dan debit puncak aliran permukaan sebesar 3,20 m3/detik. Volume air hujan yang menjadi aliran permukaan sebesar 2,29 %, sedangkan sisanya mengalami infiltrasi, intersepsi, dan evapotranspirasi. Sebaran ruang volume aliran permukaan akibat kejadian hujan 31,66 mm/hari disajikan dalam Gambar 15.
Gambar 15 Peta penyebaran volume aliran permukaan DTA Jeneberang Hulu. Tabel 18 Rekapitulasi volume aliran permukaan di berbagai penutupan lahan Penutupan lahan Hutan Pemukiman Sawah irigasi Semak belukar Tegalan/ladang
Luas (ha) 2896 32 1072 928 1840
Aliran permukaan (mm) 7,11 8,64 167,64 44,20 172,21
Sumber : Pengolahan atribut volume aliran permukaan
Berdasarkan Gambar 15, dapat dilihat penyebaran aliran permukaan DTA Jeneberang Hulu setiap sel sebesar 0 – 4,32 mm dan berdasarkan sebaran aliran permukaan di berbagai penutupan lahan (Tabel 18) dapat dilihat bahwa sel-sel yang mempunyai aliran permukaan terkecil terdapat dalam sel dengan penutupan
lahan berupa hutan (vegetasi sedang hingga lebat) sebesar 7,11 mm. Sedangkan sel-sel dengan penutupan lahan berupa sawah irigasi dan tegalan/ladang mempunyai aliran permukaan yang besar masing-masing sebesar 172,21 mm dan 167,64 mm. Hal tersebut disebabkan karena hutan mempunyai penutupan tajuk yang sedang hingga rapat, sehingga air hujan dapat terintersepsi dan terjadi evapotranspirasi oleh tajuk tumbuhan. Hutan mempunyai berbagai pohon yang mempunyai perakaran dalam yang dapat memperbaiki kapasitas infiltrasi tanah dan kemampuan tanah menyerap atau mengabsorpsi air, sehingga volume air hujan yang menjadi aliran permukaan menjadi jauh berkurang. Di lahan dengan penutupan/penggunaan lahan berupa sawah irigasi dan tegalan/ladang, air hujan sebagian besar menjadi aliran permukaan yang diakibatkan kurangnya penutupan tajuk dan kurangnya perakaran yang dalam sehingga rendahnya infiltrasi tanah. Akibatnya aliran permukaan di lahan sawah irigasi dan tegalan/ladang menjadi sangat besar.
5.3
Debit Puncak Aliran Permukaan Sebaran ruang debit puncak aliran permukaan akibat kejadian hujan 31,66
mm/hari dalam bentuk spasial disajikan dalam Gambar 16. Tabel 19 Rekapitulasi debit puncak aliran permukaan di berbagai penutupan lahan Debit puncak aliran Penutupan lahan Luas (ha) permukaan (m3/detik) Hutan 2896 34,10 Pemukiman 32 1,02 Sawah irigasi 1072 32,01 Semak belukar 928 19,81 Tegalan/ladang 1840 40,36 Sumber : Pengolahan atribut debit puncak aliran permukaan
Gambar 16 Peta penyebaran debit puncak aliran permukaan DTA Jeneberang Hulu. Berdasarkan Gambar 16, dapat terlihat penyebaran debit puncak aliran permukaan DTA Jeneberang Hulu setiap sel sebesar 0 – 3,20 m3/detik dan Tabel 19 dalam rekapitulasi debit puncak aliran permukaan di berbagai penutupan lahan dapat dilihat bahwa sel-sel yang mempunyai debit puncak aliran permukaan terkecil terdapat dalam sel dengan penutupan lahan berupa pemukiman sebesar 1,02 m3/detik, karena di daerah pemukiman tidak ditemukan saluran dan jumlahnya relatif sedikit. Sedangkan sel-sel dengan penutupan lahan berupa tegalan/ladang mempunyai debit puncak aliran permukaan yang besar sebesar 40,36 m3/detik. Debit puncak aliran permukaan semakin besar di sel-sel yang terdapat saluran sungai. Semakin ke hilir/menuju outlet, debit puncak aliran permukaan di sel yang mempunyai saluran sungai semakin meningkat.
5.4
Laju Erosi Permukaan dan Sedimentasi Berdasarkan hasil keluaran model (Tabel 20), dengan nilai masukan curah
hujan harian rata-rata yang terbesar selama 5 tahun sebesar 31,66 mm dengan nilai energi intensitas hujan 30 menit sebesar 25,89 m.ton.cm/ha/jam, diperoleh besarnya laju erosi di outlet sebesar 29,03 ton/ha, laju sedimentasi sebesar 1,85 ton/ha dan sedimen total sebesar 12577,2 ton. Tabel 20 Keluaran sedimen model di outlet DTA Jeneberang Hulu
Jenis partikel Liat Debu Agregat halus Agregat kasar Pasir Total
Analisis Sedimen Erosi per satuan luas Sedimen per NPS satuan luas Daratan Saluran (%) (ton/ha) (ton/ha) (ton/ha) 2,90 0 64 1,85 1,75 0 0 0 16,55 0 0 0 7,25 0 0 0 0,58 0 0 0 29,03 0 6 1,85
Sedimen total (ton) 12568,0 4,3 2,3 1,9 0,6 12577,2
Sumber : Keluaran model AGNPS
Nilai Nisbah Pelepasan Sedimen (NPS) di DTA Jeneberang Hulu sebesar 6 %. Nilai tersebut menunjukkan bahwa hanya 6 % dari total erosi yang terjadi di DTA Jeneberang Hulu yang masuk ke saluran dan menjadi sedimen. Sedangkan sisanya sebesar 94 % mengendap di tempat lain sebelum sampai ke saluran sungai. Jenis partikel yang mempunyai nilai NPS tertinggi berupa partikel liat sebesar 64 %. Hal tersebut disebabkan partikel liat mudah terdispersi oleh butiranbutiran hujan dan memiliki berat jenis yang rendah, sehingga partikel liat mudah terangkut dan menjadi sedimen. Sedangkan jenis partikel yang paling banyak tererosi berupa agregat halus sebesar 16,55 ton/ha. Sebaran ruang laju erosi permukaan akibat kejadian hujan 31,66 mm/hari dalam bentuk spasial disajikan dalam Gambar 17.
Gambar 17 Peta penyebaran laju erosi permukaan DTA Jeneberang Hulu. Tabel 21 Rekapitulasi laju erosi permukaan di berbagai penutupan lahan Jumlah laju erosi Penutupan lahan Luas (ha) permukaan (ton/ha) Hutan 2896 0,60 Pemukiman 32 0,95 Sawah irigasi 1072 1,30 Semak belukar 928 41,75 Tegalan/ladang 1840 12236,15 Sumber : Pengolahan atribut laju erosi permukaan
Berdasarkan Gambar 17, dapat terlihat penyebaran laju erosi permukaan DTA Jeneberang Hulu setiap sel sebesar 0 – 520,33 ton/ha dan Tabel 21 dalam rekapitulasi laju erosi permukaan di berbagai penutupan lahan dapat dilihat bahwa sel-sel yang mempunyai laju erosi permukaan terkecil terdapat di sel dengan
penutupan lahan berupa hutan 0,60 ton/ha. Sedangkan sel-sel dengan penutupan lahan berupa tegalan/ladang mempunyai laju erosi permukaan yang sangat besar. Sehingga dengan besarnya erosi harian dalam kurun waktu setahun yang terjadi sebesar 1011,80 ton/ha/tahun, maka tingkat bahaya erosi yang terjadi di DTA Jeneberang Hulu dikategorikan sangat berat. Hal ini dikarenakan tingkat bahaya erosinya tergolong dalam kelas erosi lima (> 480 ton/ha/tahun) dan telah melebihi batas toleransi erosi yang diperbolehkan (tolerable soil erosion) terjadi di DTA Jeneberang Hulu sebesar 180 ton/ha/tahun (kelas erosi tiga). Dengan adanya penutupan tanah berupa hutan (vegetasi sedang hingga lebat), maka butir-butir air hujan tidak langsung jatuh ke tanah tetapi tertahan oleh tajuk-tajuk pohon (vegetasi). Akibatnya energi yang dimiliki butir-butir hujan menjadi berkurang, sehingga daya rusak terhadap tanah menjadi rendah. Penutupan lahan berupa hutan dapat juga meningkatkan laju infiltrasi tanah dan daya absorpsi tanah serta menahan laju aliran permukaan, sehingga volume dan kecepatan aliran permukaan menjadi berkurang. Akibat berkurangnya kecepatan aliran permukaan, maka daya rusak dari aliran permukaan menjadi berkurang, sehingga tanah yang terangkut menjadi lebih sedikit dan laju erosi menjadi lebih rendah. Dibandingkan dengan penutupan tanah berupa tegalan/ladang yang berada di bagian hulu dekat dengan puncak bukit, maka penahan butir-butir hujan berkurang akibat kurangnya tajuk yang menahannya sehingga air hujan langsung memecahkan agregat-agregat tanah. Akibat kurangnya proses intersepsi, transpirasi dan rendahnya infiltrasi tanah karena kebanyakan perakaran dangkal di daerah yang berlereng yang curam, maka air hujan yang jatuh di lahan yg berupa tegalan/ladang sebagian besar menjadi aliran permukaan. Akibatnya terjadi peningkatan laju aliran permukaan yang menyebabkan daya rusak dan daya angkut oleh aliran permukaan menjadi tinggi, sehingga pada akhirnya laju erosi permukaan semakin meningkat di lahan tersebut.
5.5
Sedimen Total Sebaran ruang sedimen total akibat kejadian hujan 31,66 mm/hari dalam
bentuk spasial disajikan dalam Gambar 18.
Gambar 19 Peta penyebaran sedimen total DTA Jeneberang Hulu. Tabel 22 Rekapitulasi sedimen total di berbagai penutupan lahan Penutupan lahan Hutan Pemukiman Sawah irigasi Semak belukar Tegalan/ladang
Luas (ha) 2896 32 1072 928 1840
Jumlah sedimen total (ton) 132682,58 9,44 21781,47 67772,89 222523,86
Sumber : Pengolahan atribut sedimen total
Berdasarkan Gambar 18, dapat terlihat penyebaran sedimen total DTA Jeneberang Hulu setiap sel sebesar 0 – 16332,86 ton dan Tabel 22 dalam rekapitulasi sedimen total di berbagai penutupan lahan dapat dilihat bahwa sel-sel
yang mempunyai sedimen total terkecil terdapat di sel dengan penutupan lahan berupa pemukiman, karena tidak adanya saluran sungai dan jumlahnya relatif sedikit. Sedangkan sel-sel dengan penutupan lahan berupa tegalan/ladang mempunyai sedimen yang besar. Sedimen total semakin besar di sel-sel yang terdapat aliran sungai. Semakin ke hilir/menuju outlet, sedimen total di sel yang mempunyai saluran sungai semakin meningkat. Laju sedimentasi yang tinggi menyebabkan peningkatan jumlah sedimen yang mengendap di saluran sungai dan terjadi pendangkalan saluran sungai, sehingga volume aliran permukaan yang dapat ditampung oleh saluran sungai tersebut semakin berkurang. Akibatnya pada musim hujan terjadi bencana banjir di daerah hilir yang diakibatkan oleh ketidakmampuan sungai untuk menampung air hujan yang terkosentrasi ke sungai. Hal inilah yang terjadi sekarang di hulu Sungai Jeneberang, dimana sedimen yang terangkut oleh aliran terbawa oleh air hingga terjadi pendangkalan sungai. Bahkan tanggul penahan sedimen jebol/roboh akibat tidak mampu lagi menahan begitu banyak sedimen yang terangkut. Dampak dari peristiwa tersebut mengakibatkan
Bendungan
Serbaguna
Bili-bili
yang
merupakan
DAM
penampung aliran air dari hulu Sungai Jeneberang terjadi pendangkalan dan terancam tidak dapat berfungsi lagi sebagai pemasok cadangan air untuk wilayah Kabupaten Gowa dan Kodya Makassar dan PLTA serta ada indikasi bahwa umur bendungan yang terbesar di Indonesia Timur ini tinggal beberapa tahun lagi keberadaannya.
5.6
Pengujian Validasi Model AGNPS Untuk mengetahui apakah hasil prediksi model sama dengan hasil
pengamatan, maka dilakukan uji validasi. Model divalidasi dengan curah hujan harian rata-rata selama 5 tahun (366 kejadian hujan). Uji validasi model dilakukan dengan membandingkan debit puncak (Qp) keluaran model dengan debit puncak hasil pengamatan dan membandingkan laju sedimentasi (Qs) keluaran model dengan laju sedimentasi pengamatan. Dari hasil analisis korelasi dan regresi seperti yang terlihat dalam Gambar 19, diperoleh nilai korelasi (r) dari debit puncak model (QpMod) terhadap debit
puncak pengukuran di lapangan (QpLap) sebesar 0,894. Sedangkan persamaan regresi dinyatakan sebagai berikut : QpLap = 1,734 QpMod0,679…………………………………………..... (13) Persamaan ini memiliki nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 79,8 % dengan faktor koreksi sebesar 1,75. Hal ini menunjukkan bahwa debit puncak model (QpMod) dengan debit puncak pengukuran di lapangan (QpLap) memiliki hubungan keeratan 79,8 %, sehingga debit puncak model (QpMod) dapat mewakili dan menjelaskan keadaan yang sebenarnya di lapangan serta dapat digunakan untuk menduga nilai debit puncak lapangan dalam simulasi penggunaan lahan.
Hubungan QpMod. dengan QpLap. 1.5
Log QpLap. = 0.239 + 0.679 Log QpMod.
1.0
Log QpLap.
0.5 0.0 -0.5 -1.0 -1.5 -2.0 -3
-2
-1
0
1
2
Log QpMod.
Gambar 19 Hubungan QpMod. dengan QpLap. Sama halnya dengan hasil analisis korelasi dan regresi laju sedimentasi model (QsMod) dengan laju sedimentasi pengukuran di lapangan (QsLap)seperti yang terlihat dalam Gambar 20, memiliki nilai korelasi sebesar 0,726. Sedangkan persamaan regresi dinyatakan sebagai berikut : QsLap = 1,698 QsMod0,382 …………………………………………….. (14) Persamaan ini memiliki nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 77,4 % dengan faktor koreksi sebesar 9,30. Hal ini menunjukkan bahwa laju sedimentasi model (QsMod) dengan laju sedimentasi pengukuran di lapangan (QsLap) memiliki hubungan keeratan 77,4 %, sehingga laju sedimentasi model (QsMod) dapat
mewakili dan menjelaskan keadaan yang sebenarnya di lapangan serta dapat digunakan untuk menduga nilai laju sedimentasi lapangan dalam simulasi penggunaan lahan.
Hubungan QsMod. dengan QsLap.
Log QsLap. = 0.230 + 0.382 Log QsMod 0.50
Log QsLap.
0.25 0.00 -0.25 -0.50 -0.75 -2.0
-1.5
-1.0
-0.5 Log QsMod
0.0
0.5
1.0
Gambar 20 Hubungan QsMod. dengan QsLap.
5.7
Analisis Simulasi Simulasi dilakukan untuk memberikan alternatif dalam pemanfaatan lahan
seoptimal mungkin dalam mereduksi/mengurangi besarnya aliran permukaan, laju erosi, dan sedimentasi di DTA Jeneberang Hulu. Salah satu alternatif tersebut yaitu dengan melakukan perubahan penggunaan lahan dan menerapkan tindakan konservasi tanah dan air (KTA) di lahan yang mempunyai aliran permukaan, laju erosi, dan sedimentasi yang tinggi (tegalan/ladang) dan lahan yang mempunyai produktifitas yang rendah (semak belukar). Total luas penutupan lahan di DTA Jeneberang Hulu yang berupa tegalan/ladang dan semak belukar adalah 2768 ha atau 40,9 % dari luas total DTA Jeneberang Hulu. Berdasarkan kondisi tersebut dan kaitannya dengan upaya penerapan model dalam perencanaan pemanfaatan lahan di DTA Jeneberang Hulu, maka pada penelitian ini dilakukan 4 skenario penggunaan lahan di tegalan dan semak belukar yang berbeda. Pada skenario-skenario tersebut dilakukan perubahan pada parameter penggunaan lahan dan melakukan tindakan konservasi pada lahanlahan tersebut. Sedangkan parameter tanah diasumsikan tidak mengalami perubahan.
Dasar
pemikiran skenario-skenario
tersebut didasarkan atas
pertimbangan bahwa
penutupan
lahan
yang
akan
disimulasikan
dapat
dipertahankan keberadaanya hingga puluhan tahun dan memperbaiki kondisi DTA Jeneberang Hulu dalam hal mengurangi aliran permukaan, laju erosi, dan sedimentasi.
5.7.1
Skenario I Berdasarkan dengan sebaran ruang penggunaan lahan hasil skenario I dalam
Gambar 21, diperoleh hasil simulasi model pendugaan lapangan dalam Tabel 23 dengan menggunakan curah hujan rata-rata tahunan, diperoleh besarnya debit puncak aliran permukaan di outlet sebesar 41,04 m3/detik/tahun, laju erosi permukaan sebesar 348,6 ton/ha/tahun dan laju sedimentasi sebesar 18,24 ton/ha/tahun. Hasil simulasi menunjukkan debit puncak aliran permukaan berkurang 81,26 %, laju erosi permukaan di outlet berkurang 79,43 %, dan laju sedimentasi berkurang 75,18 % dari nilai awal sebelum dilakukan simulasi. Nisbah pelepasan sedimen (NPS) dalam skenario I sebesar 5,23 %, dimana nilai tersebut menunjukkan sebanyak 5,23 % dari total erosi yang terjadi di DTA tersebut sampai ke saluran sungai dan menjadi sedimen sedangkan sisanya mengendap di tempat lain. Tabel 23 Hasil simulasi skenario I keluaran model Skenario Base Skenario I
Keluaran hidrologi dan sedimen Debit puncak Laju erosi Laju sedimentasi 3 (m /detik/tahun) (ton/ha/tahun) (ton/ha/tahun) 219,01 1694,89 73,48 41,04 348,6 18,24
Berdasarkan hasil tersebut di atas, skenario I kurang efektif untuk diterapkan karena nilai laju erosi permukaan yang dihasilkan berdasarkan kelas tingkat bahaya erosi masih tergolong kelas erosi empat dengan kategori berat hingga sangat berat (180-480 ton/ha/tahun). Untuk penerapan hasil simulasi, diusahakan agar tidak melebihi batas nilai erosi yang diperbolehkan (tolerable soil erosion) terjadi sebesar < 180 ton/ha/tahun. Sehingga masih membahayakan kawasan yang berada di sekitarnya.
Gambar 21 Peta penggunaan lahan skenario I. 5.7.2
Skenario II Berdasarkan dengan sebaran ruang penggunaan lahan hasil skenario II
(Gambar 22), diperoleh hasil simulasi model seperti disajikan dalam Tabel 24, yaitu besarnya debit puncak aliran permukaan di outlet sebesar 41,04 m3/detik/tahun, laju erosi permukaan sebesar 134,76 ton/ha/tahun dan laju sedimentasi sebesar 16,20 ton/ha/tahun. Debit puncak aliran permukaan berkurang 81,26 %, besarnya laju erosi permukaan di outlet berkurang 92,05 %, dan laju sedimentasi berkurang 77,95 % dari nilai awal sebelum dilakukan simulasi. Nisbah pelepasan sedimen (NPS) dalam skenario II sebesar 12,02 %, dimana nilai tersebut menunjukkan sebanyak 12,02 % dari total erosi yang terjadi di DTA tersebut sampai ke saluran sungai dan menjadi sedimen sedangkan sisanya mengendap di tempat lain.
Gambar 22 Peta penggunaan lahan skenario II. Tabel 24 Hasil simulasi skenario II keluaran model Keluaran hidrologi dan sedimen Skenario Debit puncak Laju erosi Laju sedimentasi 3 (m /detik/tahun) (ton/ha/tahun) (ton/ha/tahun) Base 219,01 1694,89 73,48 Skenario II 41,04 134,76 16,20 Berdasarkan data dalam Tabel 24, simulasi untuk skenario II efektif untuk diterapkan karena nilai laju erosi permukaan yang dihasilkan berdasarkan kelas tingkat bahaya erosi tergolong kelas erosi tiga dengan kategori sedang (60-180 ton/ha/tahun). Untuk penerapan hasil simulasi tersebut, dapat dilakukan karena nilai laju erosi permukaannya tidak melebihi batas nilai erosi yang diperbolehkan
(tolerable soil erosion) terjadi sebesar < 180 ton/ha/tahun. Sehingga kawasan yang berada di sekitar terjadinya erosi tidak membahayakan.
5.7.3
Skenario III Berdasarkan sebaran ruang penggunaan lahan hasil skenario III (Gambar
23), diperoleh hasil simulasi model (Tabel 25) yaitu besarnya debit puncak aliran permukaan di outlet sebesar 41,04 m3/detik/tahun, laju erosi permukaan sebesar 239,04 ton/ha/tahun dan laju sedimentasi sebesar 14,04 ton/ha/tahun. Debit puncak aliran permukaan berkurang 81,26 %, besarnya laju erosi permukaan di outlet berkurang 85,90 %, dan laju sedimentasi berkurang 80,89 % dari nilai awal sebelum dilakukan simulasi. Nisbah pelepasan sedimen (NPS) dalam skenario III sebesar 5,87 %, dimana nilai tersebut menunjukkan sebanyak 5,87 % dari total erosi yang terjadi di DTA tersebut sampai ke saluran sungai dan menjadi sedimen sedangkan sisanya mengendap di tempat lain. Tabel 25 Hasil simulasi skenario III keluaran model AGNPS Skenario Base Skenario III
Keluaran hidrologi dan sedimen Debit puncak Laju erosi Laju sedimentasi (m3/detik/tahun) (ton/ha/tahun) (ton/ha/tahun) 219,01 1694,89 73,48 41,04 239,04 14,04
Berdasarkan data di atas, simulasi untuk skenario III tidak berbeda jauh dengan skenario I, dimana hasilnya kurang efektif untuk diterapkan karena nilai laju erosi permukaan yang dihasilkan berdasarkan kelas tingkat bahaya erosi masih tergolong kelas erosi empat dengan kategori berat hingga sangat berat (180480 ton/ha/tahun). Begitupun dengan nilai erosi yang diperbolehkan (tolerable soil erosion) terjadi melebihi dari batas nilai yang diperbolehkan terjadi sebesar 180 ton/ha/tahun. Sehingga masih membahayakan kawasan yang berada di sekitarnya.
. Gambar 23 Peta penggunaan lahan skenario III.
5.7.4
Skenario IV Berdasarkan sebaran ruang penggunaan lahan hasil skenario IV (Gambar
24), diperoleh hasil simulasi model (Tabel 26), yaitu besarnya debit puncak aliran permukaan di outlet sebesar 18,47 m3/detik/tahun, laju erosi permukaan sebesar 111,60 ton/ha/tahun dan laju sedimentasi sebesar 8,40 ton/ha/tahun. Debit puncak aliran permukaan berkurang 91,57 %, laju erosi permukaan di outlet berkurang 93,42 %, dan laju sedimentasi berkurang 88,57 % dari nilai awal sebelum dilakukan simulasi. Nisbah pelepasan sedimen (NPS) dalam skenario IV sebesar 7,53 %, dimana nilai tersebut menunjukkan sebanyak 7,53 % dari total erosi yang terjadi di DTA tersebut sampai ke saluran sungai dan menjadi sedimen sedangkan sisanya mengendap di tempat lain.
Gambar 24 Peta penggunaan lahan skenario IV. Tabel 26 Hasil simulasi skenario IV keluaran model Skenario Base Skenario IV
Keluaran hidrologi dan sedimen Debit puncak Laju erosi Laju sedimentasi (m3/detik/tahun) (ton/ha/tahun) (ton/ha/tahun) 219,01 1694,89 73,48 18,47 111,60 8,40
Berdasarkan data di atas, simulasi untuk skenario IV memberikan hasil terbaik karena nilai laju erosi permukaan yang dihasilkan berdasarkan kelas tingkat bahaya erosi masih tergolong kelas erosi tiga dengan kategori sedang (60180 ton/ha/tahun). Begitupun dengan nilai erosi yang diperbolehkan (tolerable soil erosion) terjadi tidak melebihi dari batas nilai yang diperbolehkan terjadi sebesar 180 ton/ha/tahun. Sehingga nilai persentase pengurangannya lebih tinggi
dari skenario I, II, dan III serta sangat efektif untuk diterapkan karena nilai debit puncak aliran permukaan, laju erosi permukaan, dan laju sedimentasi mengalami penurunan yang besar. Apabila hutan alam yang dahulunya sudah ada dan tidak ditebang oleh masyarakat untuk dijadikan ladang, maka fungsinya akan lebih baik sebagai kawasan lindung khususnya untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi (longsor), dan sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan masyarakat. Namun, apabila dilihat dari segi waktu dan efisiensinya skenario IV membutuhkan waktu sangat lama untuk terbangunnya hutan alam hingga ratusan atau ribuan tahun.
5.8
Rekomendasi Berdasarkan Tabel 27, dapat diketahui bahwa skenario I, III, kurang efektif
dalam memperbaiki kondisi DTA. Hal tersebut dilihat dari besarnya nilai laju erosi dari beberapa skenario terhadap nilai awal sebelum dilakukan simulasi penggunaan lahan yang masih berada pada tingkat bahaya erosi kelas empat dengan kategori berat hingga sangat (180-480 ton /ha/tahun) walaupun persentase pengurangannya cukup besar. Sedangkan pengurangan volume aliran permukaan tidak terjadi perubahan sehingga masih memungkinkan terjadinya banjir di DTA Jeneberang Hulu. Sedangkan skenario II dan IV efektif dalam memperbaiki kondisi DTA, hal tersebut terlihat dari besarnya nilai laju erosi skenario II dan IV yang berada pada tingkat bahaya erosi kelas tiga dengan kategori sedang (60-180 ton/ha/tahun) dan batas nilai erosi yang diperbolehkan (tolerable soil erosion) tidak melebihi dari 180 ton/ha/tahun.
Tabel 27 Rekapitulasi persentase (%) pengurangan keluaran model dari nilai awal (base) setelah dilakukan simulasi Skenario Skenario I Skenario II Skenario III Skenario IV
Debit puncak
Laju erosi
Laju sedimentasi
81,26 % 81,26 % 81,26 % 91,57 %
79,43 % 92,05 % 85,90 % 93,42 %
75,18 % 77,95 % 80,89 % 88,57 %
Pengurangan Parameter Terhadap Base (%)
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
S
n ke
ar
io
I Sk
a en
ri o
II
De b it p un c a k a lira n p ermu ka a n
Sk
a en
ri o
III e Sk
L aju e ro s i
na
ri o
IV
L a ju s e d imen ta s i
Gambar 25 Perbandingan penurunan keluaran model berbagai skenario. Berdasarkan hasil simulasi dalam Gambar 25 yang berupa keluaran debit puncak aliran permukaan, laju erosi, dan laju sedimentasi dapat diketahui bahwa alternatif terbaik dalam mengubah pemanfaatan lahan berupa tegalan/ladang dan semak belukar adalah penerapan skenario II yang mengarah ke skenario IV. Pemanfaatan lahan tegalan dan semak belukar di daerah hulu DTA yang dapat membentuk penutupan lahan berupa vegetasi yang serupa dengan hutan alam produksi yang dikelola dengan sistem silvikultur tebang pilih dan di daerah bawahnya (mendekati outlet) berupa kebun campuran dengan sistem agroforestry sangat efektif dalam memperbaiki kondisi DTA Jeneberang Hulu dari segi hidrologi maupun mengurangi laju erosi dan laju sedimentasi. Pembangunan lahan tegalan dan semak belukar untuk tewujudnya penutupan lahan seperti pada skenario II dapat dilakukan dengan menerapkan kombinasi sipil teknis (terasering) dengan penanaman tumbuhan penutup lahan (cover crops) dan tahunan (pohon-pohon). Tumbuhan penutup lahan dan pohon tahunan ditanam sedemikian rupa, sehingga pada saat tertentu
dapat
menggantikan fungsi bangunan sipil teknis. Penggunaan lahan ini diusahakan dengan meminimalkan gangguan sehingga dapat mengarah pada terbentuknya formasi vegetasi seperti formasi hutan sekunder dan hutan alam
Untuk realisasi penerapan teknik konservasi tanah dan air menggunakan teras tradisional dalam penggunaan lahan kebun campuran (agroforestry), perlu adanya kerjasama antara pihak masyarakat dengan pihak pemerintah untuk lebih memperhatikan tekniknya yang sesuai dengan kondisi biofisik. Sehingga bencana banjir dan longsor di DTA Jeneberang Hulu dapat teratasi dan diminimalisir serta mengurangi pendangkalan di saluran sungai dan di Bendungan Serbaguna Bili-bili oleh tumpukan sedimen yang berupa pasir.
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1
Kesimpulan
1. Model AGNPS dengan parameter input menggunakan data yang relatif tersedia di Indonesia (hujan harian dan data sekunder fisik DAS) dalam menduga laju erosi, sedimentasi, dan debit puncak memberikan hasil lebih rendah dari data pengukuran lapangan (under estimation) sehingga memerlukan faktor koreksi 2. Faktor koreksi untuk kasus DTA Jeneberang Hulu dapat menggunakan persamaan QpLap = 1,734 QpMod0,679, QsLap = 1,698 QsMod0,382. 3. Pemanfaatan lahan yang optimal dalam mengurangi debit puncak aliran permukaan, laju erosi permukaan, dan laju sedimentasi adalah dengan mempertahankan penggunan lahan yang ada sekarang kecuali tegalan dan semak belukar perlu dirubah kedalam bentuk penggunaan lahan yang menyerupai hutan alam produksi yang dikelola dengan sistem silvikultur tebang pilih atau hutan alam tidak terganggu di bagian hulu, sedangkan di bagian bawah yang relatif lebih datar menerapkan kebun campuran dengan sistem agroforestry. 6.2
Saran 1. Untuk memperoleh tingkat validasi model yang lebih tinggi, perlu diuji coba menggunakan data curah hujan jangka pendek, dan parameter input lainnya berdasarkan hasil pengukuran setempat. 2. Sehubungan dengan tingginya aliran permukaan, erosi dan sedimentasi yang terjadi di DTA Jeneberang Hulu, perlu upaya pemanfaatan dan pengelolaan DAS yang lebih sesuai dengan kondisi biofisik dan melibatkan semua pihak yang terkait seperti petani, masyarakat lainnya, pihak swasta, dan pemerintah serta melakukan upaya peningkatan kesadaran kepada semua pihak untuk menerapkan tindakan konservasi tanah dan pengelolaan tanaman yang sesuai dengan kondisi biofisik.
DAFTAR PUSTAKA [Anonim]. 1998. Andosol Coklat. Soil Survey Staff , Key to Soil Taxonomy 8th edition. USDA NRCS Washington DC. http://balitklimat.litbang.deptan.go.id/index.php?option=com_content&task=v iew&id=130&Itemid=106. [27 Agustus 2007]. [Anonim]. 2005. Sisi GIS, Installasi Wireless LAN di Kota Samarinda, Digital Elevation. http://projection.wgs84.net/2005/02/sisi_gis_installasi_wireless_l. html. [8 November 2007]. [Anonim]. 2007. Model Terain Digital http://www.intermap.com/right.php/pid/75/sid/273/tid/208. [8 2007].
(DTM). November
Arsyad S. 1989. Pengawetan Tanah dan Air. Bogor: Departemen Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Arsyad S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB Press. Asdak C. 2004. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. [BPDAS Jeneberang-Walanae] Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Jeneberang Walanae. 2003. Penyusunan Rencana Teknik Lapangan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Daerah Aliran Sungai (DAS) Jeneberang Propinsi Sulawesi Selatan. Makassar: BPDAS JeneberangWalanae. Candra A. 2003. Identifikasi dan Pemetaan Lahan Krisis di DAS Ciliwung Hulu Menggunakan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Dassir M. 2000. Tingkat Kesesuaian Penggunaan Lahan di Sub DAS Jeneberang Hulu Kabupaten Gowa Propinsi Sulawesi Selatan. [Tesis]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. [Dephut] Departemen Kehutanan, Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan. 1998. Pedoman Penyusunan Rencana Teknik Lapang Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Daerah Aliran Sungai. Jakarta: Dephut. Galuda D. 1996. Penggunaan AGNPS untuk Memprediksi Aliran Permukaan, Sedimen, dan hara N, P, dan COD di Daerah Tangkapan Air Cinere Sub DAS Citarik, Pengalengan [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Haridjaja O. 2000. Pencemaran Tanah dan Lingkungan. Bogor: Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Jaya A. 1994. Dinamika Aliran Permukaan, Erosi serta Kehilangan Hara dalam Aliran Permukaan Tangkapan Cinere, Pengalengan [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Lee R. 1980. Hidrologi Hutan. Subagio S, penerjemah; Prawirohatmodjo, editor. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari : Forest Hydrology. Morgan RPC. 1990. Soil Erotion and Conservation. New York: Longman Scientific ang Technical. John Wiley and Sons, Inc. Prahasta E. 2002. Konsep-konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Bandung: Informatika. Rahim SE. 2003. Pengendalian Erosi Tanah dalam Rangka Pelestarian Lingkungan Hidup. Jakarta: Bumi Aksara. Salwati. 2004. Kajian Dampak Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Respon Hidrologi Sub DAS Cilalawi DAS Citarum, Jawa Barat Menggunakan Model AGNPS [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Seyhan E. 1990. Dasar-dasar Hidrologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Soewarno. 1991. Hidrologi Pengukuran dan Pengelolaan Data Aliran Sungai (Hidrometri). Bandung: Penerbit Nova. Sumardi I. 2007. Klasifikasi Respon Hidrologi DAS Berdasarkan Hidrograf Satuan Sintetik Gama-I dengan Metode Analisis Terain Secara Digital (Digital Terrain Method Analysis) Studi Kasus DAS di Propinsi Jawa Barat, Banten, dan DKI Jakarta [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Sun G, G. McNulty. 2000. Modelling Soil Erotion and Transport on Forest Landscape. Southern Global Change Program, USDA Forest Service. Suripin. 2002. Pelestarian Sumber Daya Air dan Tanah. Yogyakarta: Penerbit Andi. Sutiyono AP. 2006. Penggunaan Model AGNPS Berbasis Sistem Informasi Geografis dalam Analisis Karateristik Hidrologi Sub DAS Ciawitali Subang Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Tiryana T. 2003. Regresi Linear Sederhana. Bogor: Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Triandayani Y. 2004. Pengaruh Perubahan Tata Guna Lahan Untuk Memperbaiki Kondisi Sub DAS Cisadane Hulu Menggunakan Model AGNPS [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Usmadi D. 2006. Aplikasi Sistem Informasi Geografis dan Model AGNPS dalam Pendugaan Aliran Permukaan, Erosi, dan Sedimentasi di Sub DAS Cianten Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Young RA, AO Charles, DD Bosch, PA Wyne. 1990. AGNPS User’s Guide Version 3.51. Agricultural Research Service, U.S Departement of Agriculture. Morris, Minnesota.
Lampiran 1 Nilai Erodibilitas Tanah untuk 50 Jenis Tanah di Indonesia Kode 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46
Tipe Tanah Tanah eutrofik organik Tanah hydromorphic alluvial Tanah abu-abu hitam alluvial Tanah alluvial cokelat keabu-abuan Alluvial abu-abu dan alluvial cokelat keabu-abuan Gabungan tanah alluvial abu-abu dan tanah humic abu-abu Gabungan tanah alluvial abu-abu dan tanah humic rendah abu-abu Gabungan tanah hydromorphic abu-abu dan Planosol cokelat keabuabuan Planosol cokelat keabu-abuan Gabungan tanah litosol dan tanah mediteranian merah Regosol abu-abu Regosol abu-abu Kompleks regosol abu-abu dan litosol Regosol cokelat Regosol cokelat Regosol cokelat kekuning-kuningan Regosol abu-abu kekuning-kuningan Kompleks regosol dan litosol Andosol cokelat Andosol cokelat Andosol cokelat kekuning-kuningan Gabungan andosol coelat dan regosol cokelat Kopleks rensinas, litosol dan tanah hutan cokelat Grumosol abu-abu Grumosol abu-abu hitam Kompleks grumosol regosol dan tanah mediteranian Kompleks tanah mediteranian cokelat dan litosol Gabungan tanah mediteranian dan grumosol Gabungan tanah mediteranian cokelat kemerahan dan litosol Latosol cokelat Latosol cokelat merah Latosol cokelat hitam dan kemerahan Latosol cokelat kekuningan Latosol merah Latosol merah kekuningan Gabungan latosol cokelat dan regosol abu-abu Gabungan latosol cokelat kekuningan dan latosl cokelat Gabungan latosol cokelat kemerahan dan latosol cokelat Gabungan latosol merah, latosol cokelat kemerahan dan litosol Kompleks latosol merah dan latosol cokelat kemerahan Kompleks latosol merah kekuningan, latosol cokelat kemerahan dan litosol Kompleks latosol coklat kemerahan dan litosol Kompleks latosol merah kekuningan, latosol cokelat dan tanah podsolik merah kekuningan dan litosol Tanah podsolik merah kuning Tanah podsolik merah kekuning Tanah podsolik merah
Nilai K 0,301 0,156 0,259 0,315 0,193 0,205 0,202 0,301 0,251 0,215 0,296 0,304 0,172 0,271 0,346 0,331 0,301 0,302 0,278 0,272 0,223 0,271 0,157 0,176 0,187 0,201 0,323 0,273 0,188 0,175 0,121 0,058 0,082 0,075 0,054 0,186 0,091 0,067 0,062 0,061 0,064 0,075 0,116 0,107 0,166 0,158
47 48
Gabungan podsolik kuning dan tanah hydromorphic abu-abu Gabungan tanah podsolik kuning dan regosol Kompleks tanah podsolik kuning, podsolik merah kekuningan dan 49 regosol 50 Kompleks lateritik merah kekuningan dan tanah podsolik merah kekuningan Sumber : Puslitbang Pengairan (1996) dalam Triandayani (2004)
0,249 0,158 0,175 0,175
Lampiran 2 Faktor Tindakan Konservasi Tanah (P) Tindakan Konservasi Tanah Teras tradisional Tegalan/ladang Sawah irigasi Sawah tadah hujan Hutan alam (penuh dengan serasah) Semak/alang-alang Tanah kosong tidak diolah Pemukiman Air/rawa Sumber : Young et al. (1990)
Nilai P 0,500 0,209 0,013 0,013 1,000 0,021 0,400 1,000 0,000
Lampiran 3 Faktor Pengelolaan Tanaman (C) Macam Penggunaan Tanpa/terbuka tanpa tanaman Sawah irigasi Sawah tadah hujan Tegalan tidak dispesifikasi Ubikayu Jagung Kedelai Kentang Kacang tanah Tebu Pisang Akar Wangi (sereh wangi) Rumput bede (tahun pertama) Rumput bede (tahun kedua) Kopi dengan penutup tanah buruk Talas Kebun campuran: kerapatan tinggi kerapatan sedang kerapatan rendah Perladangan Hutan alam: serasah banyak serasah kurang Hutan produksi: tebang habis tebang pilih Semak belukar/padang rumput Ubikayu + kedelai Ubikayu + kacang tanah Padi - sorghum Padi - kedelai Kacang tanah + gude Kacang tanah - kacang tunggak Kacang tanah + mulsa jerami 4 ton/ha Padi + mulsa jerami 4 ton/ha Kacang tanah + mulsa jagung 4 ton/ha Kacang tanah + mulsa Clotalaria sp. 3 ton/ha Kacang tanah + mulsa kacang tunggak Kacang tanah + mulsa jerami 2 ton/ha Padi + mulsa Clotalaria sp. 3 ton/ha Pola tanam tumpang gilir* + mulsa jerami 6 ton/ha/thn Pola tanam berurutan** + mulsa sisa tanaman Alang-alang murni subur Sumber:
Nilai C 1,000 0,010 0,050 0,700 0,800 0,700 0,399 0,400 0,200 0,200 0,600 0,400 0,287 0,002 0,200 0,850 0,100 0,200 0,500 0,400 0,001 0,005 0,050 0,200 0,300 0,181 0,195 0,345 0,417 0,495 0,571 0,049 0,096 0,128 0,135 0,259 0,377 0,387 0,079 0,357 0,001
Data Pusat Penelitian Tanah (1973-1981) dalam Arsyad ( 1989) * Pola tanam tumpang gilir: jagung + padi + ubikayu setelah panen padi ditanami kacang tanah ** Pola tanam berurutan: padi - jagung - kacang tanah
Lampiran 4 Koefisien Kekasaran Manning (n) untuk Berbagai Jenis Saluran
A.
Tipe saluran dan pemeriaannya Aliran tertutup sebagian mengalir penuh A.1. Logam a. Kuningan, halus b. Baja 1. Batangan dan di las 2. Dikeling (dipaku) dan spiral c. Besi tuang 1. Dilapis 2. Tak dilapis d. Besi tenpa 1. Hitam 2. Digalvani e. Logam dan bergelombang 1. Subdrain 2. Sormdrain A.2. Bukan Logam a. Lusit b. Gelas c. Semen 1. Permukaan halus 2. Plesteran d. Beton 1. Gorong-gorong, lurus bebas sampah 2. Gorong-gorong dengan lengkungan, sambungan dan kotoran 3. Difinish 4. Saluran pembuang, dengan lobang pemeriksaan, lobang masuk, lurus, dst. 5. Tak difinish, bentuk baja 6. Tak difinish, bentuk kayu halus 7. Tak difinish, bentuk kayu kasar e. Kayu 1. Batang 2. Berlapis, diawetkan f. Liat 1. Ubin drainase biasa 2. Saluran pembuang divitrifikasi 3. Saluran pembuang divitrifikasi, dengan lobang pemeriksa, lobang masuk, dst. 4. Subdrain divitrifikasi dengan sambungan terbuka g. Pekerjaan bata 1. Diglasir 2. Dilapis plester semen h. Saluran pembuang dilapis dengan hancuran tulang, dengan lengkungan dan sambungan i. Saluran pembuang dasar halus j. Tembok, disemen
Minimum
Normal
Maksimum
0,009
0,010
0,013
0,010 0,013
0,012 0,016
0,014 0,017
0,010 0,011
0,013 0,014
0,014 0,016
0,012 0,013
0,014 0,016
0,016 0,017
0,017 0,021
0,019 0,024
0,021 0,030
0,008 0,009
0,009 0,010
0,010 0,013
0,010 0,011
0,011 0,013
0,013 0,015
0,010
0,011
0,013
0,011 0,011
0,012 0,012
0,014 0,014
0,013 0,012 0,012 0,015
0,015 0,013 0,014 0,017
0,017 0,014 0,016 0,020
0,010 0,015
0,012 0,017
0,014 0,020
0,011 0,011
0,013 0,014
0,017 0,017
0,013
0,015
0,017
0,014
0,016
0,018
0,011 0,012
0,013 0,015
0,015 0,017
0,012 0,016 0,018
0,013 0,019 0,025
0,016 0,020 0,030
Lampiran 1 (lanjutan)
B.
C.
Tipe saluran dan pemeriaannya Saluran dilapis atau dirakit B.1. Logam a. Permukaan baja halus 1. Tak dicat 2. Dicat b. Bergelombang B.2. Bukan Logam a. Semen 1. Permukaan halus 2. Diplester b. Kayu 1. Diketam, tak diawetkan 2. Diketam, dikerosot 3. Tak diketam 4. Papan dengan jalur-jalur 5. Dilapis dengan kertas asap c. Beton 1. Dihaluskan dengan "cetok" 2. Finish yang mengambang 3. Finish dengan kerikil di bawal 4. Tidak difinish 5. Gunit, seksi bagus 6. Gunit, seksi bergelombang 7. Pada batuan yang digali baik 8. Pada batuan yang digali tak baik d. Dasar-dasar beton difinish mengambang dengan sisi-sisi : 1. Batu halus dalam plester 2. Batu acak dalam plester 3. Tembok semen, plester 4. Tembok semen 5. Tembok kering e. Dasar kerikil dengan sisi-sisi dari : 1. Beton cetak 2. Batu acak dalam plester 3. Tembok kering f. Bata 1. Diglasir 2. Dalam plester semen g. Tembok 1. Tembok semen 2. Tak kering h. Ubin lapis i. Aspal 1. Halus 2. Kasar j. Lapisan tumbuhan Penggalian atau pengerukan a. Tanah, murni dan seragam
Minimum
Normal
Maksimum
0,011 0,012 0,021
0,012 0,013 0,025
0,014 0,017 0,030
0,010 0,011
0,011 0,013
0,013 0,015
0,010 0,011 0,011 0,012 0,010
0,012 0,012 0,013 0,015 0,014
0,014 0,015 0,015 0,018 0,017
0,011 0,013 0,015 0,014 0,016 0,018 0,017 0,022
0,013 0,015 0,017 0,017 0,019 0,022 0,020 0,027
0,015 0,016 0,020 0,020 0,023 0,025 -
0,015 0,017 0,016 0,020 0,020
0,017 0,020 0,020 0,025 0,030
0,020 0,024 0,024 0,030 0,035
0,017 0,020 0,023
0,020 0,023 0,033
0,025 0,026 0,036
0,011 0,012
0,013 0,015
0,015 0,018
0,017 0,023 0,013
0,025 0,032 0,015
0,030 0,035 0,017
0,013 0,016 0,030
0,013 0,016 -
0,050
Lampiran 1 (sambungan)
D.
Tipe saluran dan pemeriaannya 1. Bersih, baru baja selesai 2. Bersih, sesudah pelapukan 3. Kerikil, bagian yang seragam, bersih 4. Dengan rumput pendek, sedikit gulma b. Tanah, berkeluk-keluk dan lembam 1. Rumput, sedikt gulma 2. Gulma lebat atau tumbuhan air dalam saluran dalam 3. Dasar tanah dan sisi tembok 4. Dasar berbatu dan sisi bergulma 5. Dasar batu bundar dan sisi bersih c. Digali atau dikeruk 1. Tanpa tumbuhan 2. Sedikit semak pada tanggul d. Potongan batu 1. Halus dan seragam 2. Bergerigi dan tak teratur e. Saluran tak terpelihara, gulma dan semak tak dipotong 1. Gulma lebat, setinggi jeluk aliran 2. Dasar bersih, semak disisi 3. Sama dengan tinggi maksimum aliran Sungai-sungai alami Sungai-sungai kecil (lebar bagian atas pada banjir D.1. < 100 kaki) a. Sungai di daratan 1. Bersih, lurus, tingkat penuh, tak ada celah atau kolam 2. Sama dengan aas, tetapi banyak batu dan gulma 3. Bersh, berkeluk, beberapa kolam dan beting 4. Sama dengan atas, tetapi dengan beberapa gulma dan batu 5. Sama dengan atas, tingkat lebih rendah, leih banyak lereng tida efektif dan bagianbagian 6. Sama degan 4, tetapi lebih banyak batu 7. Sungai lembam, kolam-kolam dalam 8. Sungai sangat bergulma, kolam dalam atau jalur banjir dengan hutan lebat dan tumbuhan bawah b. Sungai -sungai pegunungan, tanpa tumbuhan dalam saluran, tanggu basanya terjal, pohon- pohon dan semak -semak sepanjang tanggul tenggelam pada air tinggi 1. Dasar kerikl, batu bundardan batu besar 2. Dasar batu-batu bundar dengan batu- batu besar D.2. Dataran banjir a. Padang rumput, tanpa semak
Minimum 0,016 0,018 0,022 0,022
Normal 0,018 0,022 0,025 0,027
Maksimum 0,020 0,025 0,030 0,033
0,025
0,030
0,033
0,030 0,028 0,025 0,030
0,035 0,030 0,035 0,040
0,040 0,035 0,040 0,050
0,025 0,035
0,028 0,050
0,033 0,060
0,025 0,035
0,035 0,040
0,040 0,050
0,050 0,040 0,045
0,080 0,050 0,070
0,120 0,080 0,110
0,025
0,030
0,033
0,030
0,035
0,040
0,033
0,040
0,045
0,015
0,045
0,050
0,040 0,045 0,050
0,048 0,050 0,070
0,055 0,060 0,080
0,075
0,100
0,150
0,030
0,040
0,050
0,040
0,050
0,070
Lampiran 1 (sambungan) Tipe saluran dan pemeriaannya 1. Rumput pendek 2. Rumput tinggi b. Tanah pertanian 1. Tak ditanami 2. Tanaman dewasa berbaris 3. Tanaman ladang dewasa c. Semak 1. Semak tersebar, gulma lebat 2. Semak dan pohon jarang pada musim dingin 3. Semak dan pohon jarang pada musim panas 4. Semak sedang sampai lebat d musim dingin 5. Semak sedang sampai lebat di musim panas d. Pohon-pohon 1. Willow lebat, musim panas, lurus 2. Lahan yang dibuka dengan pertumbuhan terubusan yang hebat 3. Sama dengan atas, tetapi dengan pertumbuhan terbubusan yang hebat 4. Hutan lebat, sediit pohon kecil, sedikit tumbuhan bawah, tingkat banjir dibawah cabang 5. Sama dengan atas, tetapi dengan tingkat banjir mencapai cabang D.3. Sungai-sungai utama (lebar atas pada tingkat banjir > 100 kaki) Harga n kurang dari sungai-sungai kecil dan sifat-sifat yang sama, karena tanggul-tanggul memberikan ketahanan yang kurang efektif a. Bagian yang biasa dengan tanpa batu-batu besar atau semak b. Bagian yang teratur dan kasar Sumber : Chow (1950) dalam Seyhan (1990)
Minimum 0,025 0,030
Normal 0,030 0,035
Maksimum 0,035 0,050
0,020 0,025 0,030
0,030 0,035 0,040
0,040 0,045 0,050
0,035
0,050
0,070
0,035 0,040 0,045 0,070
0,050 0,060 0,070 0,100
0,060 0,080 0,110 0,160
0,110
0,0150
0,200
0,030
0,040
0,050
0,050
0,060
0,080
0,080
0,100
0,120
0,100
0,120
0,160
0,025 0,035
-
0,060 0,100
Lampiran 5 Faktor Konstanta Kondisi Permukaan (SCC) dan Bilangan Kurva Aliran Permukaan (CN)
Penggunaan Lahan di Permukaan Lahan tandus Tanaman berbaris lurus Tanaman berbaris kontur Padi-padian kecil Kacang-kacangan atau rotasi padang rumput Padang rumput penggembalaan-tipis Padang rumput penggembalaan-sedang Padang rumput penggembalaan-tebal Padang rumput permanen Lahan berhutan Hutan dengan serasah banyak Tanah beserta rumah pertanian Perkotaan (kedap air 21-27 %) Saluran berumput Air Rawa Tanah peternakan dengan bidang tanah yang tidak rata Daerah beratap Sumber : Young et al. (1990)
Nilai SCC (mg/ltr) 0,22 0,05 0,29 0,29 0,29 0,01 0,15 0,22 0,59 0,29 0,59 0,01 0,01 1,00 0 0 0 0
Kelompok Hidrologi Tanah A B C D 77 86 91 94 67 78 85 89 65 75 82 86 63 74 82 85 58 68 49 39 30 36 25 59 72 49
72 79 69 61 58 60 55 74 79 69
81 86 79 74 71 73 70 82 85 79 100 85
91/94 100
85 89 84 80 78 79 77 86 88 84
Lampiran 6 Peta-peta Grid Nilai C, P, SCC, CN, dan Erodibilitas (K)
Skala 1 : 80000
Skala 1 : 80000
Lampiran6 (sambungan)
Skala1: 80000
Skala1: 80000
Lampiran6 (sambungan)
Skala1: 80000
Lampiran7 Parameter-parameterMasukanModel AGNPS C 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
RC 6 6 2 8 4 15 6 7 8 9 10 11 25 30 30 15 32 33 34 35 20 21 22 23 24 25 43 27
FD 5 6 7 6 7 6 7 7 7 7 7 7 6 5 6 7 6 6 6 6 7 7 7 7 7 7 6 7
SL 6.56 5.96 10.51 8.49 7.44 7.71 10.36 14.29 11.30 9.45 8.62 7.16 1.73 7.72 7.19 8.69 12.82 15.80 12.60 10.28 9.51 8.06 7.90 8.23 4.88 2.01 7.35 12.33
SS 3 2 3 2 3 2 2 3 3 2 3 3 3 3 2 3 2 3 3 2 2 3 2 3 3 2 2 2
LS 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999
CN 69 69 69 69 69 75 69 69 69 69 69 72 69 69 75 75 69 69 72 60 60 72 60 72 72 72 69 69
n 0.070 0.070 0.070 0.070 0.070 0.035 0.070 0.070 0.070 0.070 0.070 0.030 0.070 0.070 0.035 0.035 0.070 0.070 0.030 0.100 0.100 0.030 0.100 0.030 0.030 0.030 0.070 0.070
K 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.082 0.082
T 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
C 0.300 0.300 0.300 0.300 0.300 0.300 0.300 0.300 0.300 0.300 0.300 0.700 0.300 0.300 0.010 0.010 0.300 0.300 0.700 0.001 0.001 0.700 0.001 0.700 0.700 0.700 0.300 0.300
P 0.021 0.021 0.021 0.021 0.021 0.013 0.021 0.021 0.021 0.021 0.021 0.209 0.021 0.021 0.013 0.013 0.021 0.021 0.209 1.000 1.000 0.209 1.000 0.209 0.209 0.209 0.021 0.021
SCC 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.29 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.29 0.15 0.15 0.29 0.29 0.15 0.15 0.29 0.59 0.59 0.29 0.59 0.29 0.29 0.29 0.15 0.15
COD 20 20 20 20 20 80 20 20 20 20 20 60 20 20 80 80 20 20 60 65 65 60 65 60 60 60 20 20
FL 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
FA 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
PI 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
PS 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
GS 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
IF 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
CI 1 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 6 1 7 7 7 7 7 7 7 7 7 6 7 6 7 6
CS 3.28 2.98 5.25 4.25 3.72 3.85 5.18 7.14 5.65 4.72 4.31 3.58 0.87 3.86 3.59 4.34 6.41 7.90 6.30 5.14 4.76 4.03 3.95 4.12 2.44 1.00 3.67 6.16
CL 0.00 2649.32 2244.61 1803.59 1497.03 1525.56 29.53 3861.96 3861.96 575.37 2453.71 2453.71 2368.85 0.00 3465.63 747.76 747.76 3818.03 5190.34 5190.34 2871.62 379.52 8295.39 3862.47 3862.47 5447.44 3584.64 3584.64
Lampiran7 (sambungan) C 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56
RC 45 47 47 48 32 33 34 35 20 21 22 23 40 41 60 63 63 63 64 47 48 33 33 34 52 53 54 55
FD 6 5 6 6 7 7 7 7 8 8 8 8 7 7 6 4 5 6 6 7 7 1 8 8 7 7 7 7
SL 9.71 8.85 8.14 8.15 12.02 14.67 15.14 12.61 9.95 8.86 6.82 7.81 7.01 5.29 4.98 7.82 12.43 9.08 5.43 12.19 15.67 16.23 15.30 18.50 13.97 8.20 9.12 6.60
SS 3 2 3 2 2 3 2 3 3 3 3 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 3 2 2 3 2 3 3
LS 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999
CN 75 75 75 75 60 60 60 72 72 72 72 72 72 72 69 69 69 75 75 60 60 60 60 60 60 72 60 72
n 0.035 0.035 0.035 0.035 0.100 0.100 0.100 0.030 0.030 0.030 0.030 0.030 0.030 0.030 0.070 0.070 0.070 0.035 0.035 0.100 0.100 0.100 0.100 0.100 0.100 0.030 0.100 0.030
K 0.082 0.082 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.082 0.082 0.082 0.082 0.082 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278
T 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
C 0.010 0.010 0.010 0.010 0.001 0.001 0.001 0.700 0.700 0.700 0.700 0.700 0.700 0.700 0.300 0.300 0.300 0.010 0.010 0.001 0.001 0.001 0.001 0.001 0.001 0.700 0.001 0.700
P 0.013 0.013 0.013 0.013 1.000 1.000 1.000 0.209 0.209 0.209 0.209 0.209 0.209 0.021 0.021 0.021 0.013 0.013 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 0.209 1.000 0.209
SCC 0.29 0.29 0.29 0.29 0.59 0.59 0.59 0.29 0.29 0.29 0.29 0.29 0.29 0.29 0.15 0.15 0.15 0.29 0.29 0.59 0.59 0.59 0.59 0.59 0.59 0.29 0.59 0.29
COD 80 80 80 80 65 65 65 60 60 60 60 60 60 60 20 20 20 80 80 65 65 65 65 65 65 60 65 60
FL 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
FA 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
PI 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
PS 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
GS 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
IF 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
CI 6 7 7 7 7 7 7 7 6 6 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 1 1 7 7 7 7 6 6
CS 4.86 4.43 4.07 4.07 6.01 7.33 7.57 6.30 4.98 4.43 3.41 3.90 3.50 2.64 2.49 3.91 6.21 4.54 2.72 6.10 7.84 8.12 7.65 9.25 6.99 4.10 4.56 3.30
CL 7934.53 7934.53 3314.68 3314.68 2934.38 2934.38 5190.34 3957.05 3957.05 3957.05 8295.39 8295.39 8295.39 5447.44 1214.86 9019.41 7934.53 5546.08 5546.08 3314.68 0.00 0.00 4950.25 2582.95 2582.95 10923.67 3197.26 3197.26
Lampiran7 (sambungan) C 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84
RC 56 57 41 79 81 82 82 63 84 47 48 49 50 51 52 53 54 73 56 75 59 59 100 102 102 104 104 105
FD 7 7 8 6 5 5 6 7 6 8 8 8 8 8 8 8 8 7 8 7 1 8 6 5 6 5 6 6
SL 10.56 11.68 9.17 4.69 7.30 7.83 11.02 11.61 12.32 19.04 18.13 15.08 19.66 24.29 16.36 10.67 12.68 13.66 16.43 13.17 9.57 12.46 4.18 5.98 7.42 8.32 11.21 14.03
SS 2 2 2 2 3 3 2 3 2 2 3 3 2 2 3 2 2 2 2 3 3 2 3 3 2 2 3 2
LS 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999
CN 60 69 72 60 75 75 75 75 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 69 72 72 60 75 75 75 75 60
n 0.100 0.070 0.030 0.100 0.035 0.035 0.035 0.035 0.100 0.100 0.100 0.100 0.100 0.100 0.100 0.100 0.100 0.100 0.100 0.070 0.030 0.030 0.100 0.035 0.035 0.035 0.035 0.100
K 0.278 0.278 0.278 0.082 0.082 0.082 0.082 0.082 0.082 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.082 0.082 0.082 0.082 0.082 0.082
T 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
C 0.001 0.300 0.700 0.001 0.010 0.010 0.010 0.010 0.001 0.001 0.001 0.001 0.001 0.001 0.001 0.001 0.001 0.001 0.001 0.300 0.700 0.700 0.001 0.010 0.010 0.010 0.010 0.001
P 1.000 0.021 0.209 1.000 0.013 0.013 0.013 0.013 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 0.021 0.209 0.209 1.000 0.013 0.013 0.013 0.013 1.000
SCC 0.59 0.15 0.29 0.59 0.29 0.29 0.29 0.29 0.59 0.59 0.59 0.59 0.59 0.59 0.59 0.59 0.59 0.59 0.59 0.15 0.29 0.29 0.59 0.29 0.29 0.29 0.29 0.59
COD 65 2 60 65 80 80 80 80 65 65 65 65 65 65 65 65 65 65 65 20 60 60 65 80 80 80 80 65
FL 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
FA 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
PI 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
PS 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
GS 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
IF 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
CI 6 7 7 7 7 6 7 7 7 6 1 1 6 6 6 7 7 7 7 7 7 7 1 7 6 7 6 6
CS 5.28 5.84 4.58 2.34 3.65 3.91 5.51 5.81 6.16 9.52 9.07 7.54 9.83 12.14 8.18 5.34 6.34 6.83 8.21 6.59 4.78 6.23 2.09 2.99 3.71 4.16 5.61 7.02
CL 8295.39 8295.39 5447.44 9070.49 9019.41 9019.41 5546.08 5546.08 2761.39 2761.39 0.00 0.00 4950.25 4950.25 4950.25 10923.67 5346.63 5346.63 5346.63 8295.39 8295.39 5447.44 0.00 9070.49 9019.41 1962.90 5077.80 5077.80
Lampiran7 (sambungan) C 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112
RC 106 107 108 109 68 69 70 72 73 73 75 75 77 78 78 122 122 123 125 125 104 105 106 107 130 131 132 133
FD 6 6 6 6 8 8 8 1 1 8 1 8 1 1 8 5 6 6 5 6 7 7 7 7 6 6 6 6
SL 18.96 20.07 15.89 13.59 19.44 19.76 11.83 13.90 20.39 23.83 21.09 13.45 10.94 15.80 17.84 6.02 7.07 5.19 5.01 7.04 10.32 10.90 18.33 24.46 24.98 21.12 22.84 22.39
SS 2 3 3 3 2 3 2 2 2 2 3 2 2 2 2 3 3 2 3 2 3 2 2 2 3 3 2 3
LS 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999
CN 60 60 60 60 60 69 60 60 60 69 69 69 72 72 69 75 75 75 75 75 75 75 60 60 60 60 60 60
n 0.100 0.100 0.100 0.100 0.100 0.070 0.100 0.100 0.100 0.070 0.070 0.070 0.030 0.030 0.070 0.035 0.035 0.035 0.035 0.035 0.035 0.035 0.100 0.100 0.100 0.100 0.100 0.100
K 0.082 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.082 0.082 0.082 0.082 0.082 0.082 0.082 0.082 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278
T 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
C 0.001 0.001 0.001 0.001 0.001 0.300 0.001 0.001 0.001 0.300 0.300 0.300 0.700 0.070 0.300 0.010 0.010 0.010 0.010 0.010 0.010 0.010 0.001 0.001 0.001 0.001 0.001 0.001
P 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 0.021 1.000 1.000 1.000 0.021 0.021 0.021 0.209 0.209 0.021 0.013 0.013 0.013 0.013 0.013 0.013 0.013 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
SCC 0.59 0.59 0.59 0.59 0.59 0.15 0.59 0.59 0.59 0.15 0.15 0.15 0.29 0.29 0.15 0.29 0.29 0.29 0.29 0.29 0.29 0.29 0.59 0.59 0.59 0.59 0.59 0.59
COD 65 65 65 65 65 20 65 65 65 20 20 20 60 60 20 80 80 80 80 80 80 80 65 65 65 65 65 65
FL 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
FA 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
PI 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
PS 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
GS 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
IF 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
CI 6 6 6 1 1 1 7 7 7 1 7 7 7 1 1 1 7 7 6 7 6 1 1 6 6 1 1 1
CS 9.48 10.04 7.95 6.79 9.72 9.88 5.92 6.95 10.19 11.92 10.55 6.72 5.47 7.90 8.92 3.01 3.54 2.59 2.50 3.52 5.16 5.45 9.16 12.23 12.49 10.56 11.42 11.19
CL 5077.80 2761.39 22761.39 0.00 0.00 0.00 4950.25 10923.66 10923.66 0.00 5346.63 2256.47 3422.24 0.00 0.00 0.00 9070.49 9070.49 3209.20 3209.20 5077.80 0.00 0.00 1143.95 1274.21 0.00 0.00 0.00
Lampiran7 (sambungan) C 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140
RC 135 135 92 93 94 95 97 97 98 146 146 147 149 150 150 151 152 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139
FD 5 6 8 8 8 8 1 8 8 5 6 6 5 5 6 6 6 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7
SL 13.47 9.63 16.81 16.67 11.24 11.24 12.17 15.04 14.60 16.97 13.51 7.27 8.35 11.10 12.73 10.80 12.15 16.41 20.12 20.07 19.82 19.29 20.02 19.71 20.05 14.89 8.06 9.39
SS 3 2 2 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 2 2 3 2 2 2 3 2 3 2 3
LS 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999
CN 69 60 69 69 69 69 69 69 69 75 75 75 75 75 60 60 75 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 69
n 0.070 0.100 0.070 0.070 0.070 0.070 0.070 0.070 0.070 0.035 0.035 0.035 0.035 0.035 0.100 0.100 0.035 0.100 0.100 0.100 0.100 0.100 0.100 0.100 0.100 0.100 0.100 0.070
K 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.082 0.082 0.082 0.082 0.082 0.082 0.082 0.082 0.082 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278
T 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
C 0.300 0.001 0.300 0.300 0.300 0.300 0.300 0.300 0.300 0.010 0.010 0.010 0.010 0.010 0.001 0.001 0.010 0.001 0.001 0.001 0.001 0.001 0.001 0.001 0.001 0.001 0.001 0.300
P 0.021 1.000 0.021 0.021 0.021 0.021 0.021 0.021 0.021 0.013 0.013 0.013 0.013 0.013 1.000 1.000 0.013 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 0.021
SCC 0.15 0.59 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.29 0.29 0.29 0.29 0.29 0.59 0.59 0.29 0.59 0.59 0.59 0.59 0.59 0.59 0.59 0.59 0.59 0.59 0.15
COD 20 65 20 20 20 20 20 20 20 80 80 80 80 80 65 65 80 65 65 65 65 65 65 65 65 65 65 20
FL 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
FA 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
PI 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
PS 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
GS 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
IF 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
CI 1 1 7 1 1 6 7 6 7 7 7 6 7 6 6 7 7 7 7 7 7 7 7 1 7 7 7 7
CS 6.73 4.82 8.41 8.33 5.62 5.62 6.08 7.52 7.30 8.48 6.76 3.63 4.17 5.55 6.37 5.40 6.07 8.20 10.06 10.04 9.91 9.65 10.01 9.86 10.02 7.44 4.03 4.70
CL 0.00 0.00 10923.67 0.00 0.00 2256.47 3422.24 5253.66 5253.66 9070.49 9019.41 9019.41 295.29 2802.60 2802.60 6117.33 307.44 307.44 5840.91 5840.91 5840.91 2824.93 3703.40 0.00 10923.67 10923.67 10923.67 10923.67
Lampiran7 (sambungan) C 141 142 143 144 145 146 147 148 149 150 151 152 153 154 155 156 157 158 159 160 161 162 163 164 165 166 167 168
RC 119 119 142 121 169 170 171 172 172 173 174 175 152 153 130 131 156 133 158 159 160 161 138 139 164 142 142 143
FD 1 8 7 8 5 5 5 5 6 6 6 6 7 7 8 8 7 8 7 7 7 7 8 8 7 1 8 8
SL 13.30 17.53 16.58 12.32 22.02 27.69 28.43 25.89 20.01 17.73 18.56 15.79 14.53 19.52 20.37 20.30 19.08 14.98 17.64 23.74 22.50 15.93 9.81 10.53 14.77 20.01 18.86 16.04
SS 2 2 2 3 2 2 3 3 3 3 2 3 2 3 3 2 3 2 2 2 3 3 3 2 3 3 3 2
LS 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999
CN 69 69 69 69 60 60 75 75 60 60 75 75 75 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 72 69 60 69 69
n 0.070 0.070 0.070 0.070 0.100 0.100 0.035 0.035 0.100 0.100 0.035 0.035 0.035 0.100 0.100 0.100 0.100 0.100 0.100 0.100 0.100 0.100 0.100 0.030 0.070 0.100 0.070 0.070
K 0.278 0.278 0.278 0.278 0.082 0.082 0.082 0.082 0.082 0.082 0.082 0.082 0.082 0.082 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278
T 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
C 0.300 0.300 0.300 0.300 0.001 0.001 0.010 0.010 0.001 0.001 0.010 0.010 0.010 0.001 0.001 0.001 0.001 0.001 0.001 0.001 0.001 0.001 0.001 0.700 0.300 0.001 0.300 0.300
P 0.021 0.021 0.021 0.021 1.000 1.000 0.013 0.013 1.000 1.000 0.013 0.013 0.013 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 0.209 0.021 1.000 0.021 0.021
SCC 0.15 0.15 0.15 0.15 0.59 0.59 0.29 0.29 0.59 0.59 0.29 0.29 0.29 0.59 0.59 0.59 0.59 0.59 0.59 0.59 0.59 0.59 0.59 0.29 0.15 0.59 0.15 0.15
COD 20 20 20 20 65 65 80 80 65 65 80 80 80 65 65 65 65 65 65 65 65 65 65 60 20 65 20 20
FL 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
FA 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
PI 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
PS 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
GS 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
IF 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
CI 7 7 6 7 7 7 6 1 7 7 7 7 1 6 6 7 1 6 7 7 1 1 1 7 6 1 1 7
CS 6.65 8.77 8.29 6.16 11.01 13.85 14.22 12.94 10.01 8.86 9.28 7.90 7.26 9.76 10.19 10.15 9.54 7.49 8.82 11.87 11.25 7.96 4.91 5.27 7.38 10.00 9.43 8.02
CL 3422.24 5253.66 5253.66 5253.66 9070.49 9070.49 9019.41 0.00 2185.41 3603.77 3603.77 3603.77 0.00 1643.36 1643.36 5840.91 0.00 2824.93 2824.93 3703.40 0.00 0.00 0.00 10923.67 10923.67 0.00 0.00 5253.66
Lampiran7 (sambungan) C 169 170 171 172 173 174 175 176 177 178 179 180 181 182 183 184 185 186 187 188 189 190 191 192 193 194
RC 424 169 170 171 172 173 174 175 176 177 178 155 156 157 158 159 160 161 186 164 164 189 166 168 171 172
FD 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 8 8 8 8 8 8 8 7 1 8 7 8 1 1 1
SL 15.32 10.92 11.85 16.75 14.15 12.31 18.10 19.52 18.59 23.76 20.53 17.09 19.05 19.72 23.82 24.39 18.69 16.68 11.19 9.99 16.40 17.32 13.71 14.29 17.39 21.34
SS 2 3 2 2 3 2 2 3 2 2 3 2 3 2 2 3 3 2 2 2 2 3 3 3 3 2
LS 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999
CN 69 69 60 60 60 75 75 75 75 60 75 75 60 60 60 60 60 60 60 72 72 60 60 60 69 69
n 0.070 0.070 0.100 0.100 0.100 0.035 0.035 0.035 0.035 0.100 0.035 0.035 0.100 0.100 0.100 0.100 0.100 0.100 0.100 0.030 0.030 0.100 0.100 0.100 0.070 0.070
K 0.075 0.082 0.082 0.082 0.082 0.082 0.082 0.082 0.082 0.082 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.082 0.082
T 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
C 0.300 0.300 0.001 0.001 0.001 0.010 0.010 0.010 0.010 0.001 0.010 0.010 0.001 0.001 0.001 0.001 0.001 0.001 0.001 0.700 0.700 0.001 0.001 0.001 0.300 0.300
P SCC COD FL 0.021 0.15 20 0 0.021 0.15 20 0 1.000 0.59 65 0 1.000 0.59 65 0 1.000 0.59 65 0 0.013 0.29 80 0 0.013 0.29 80 0 0.013 0.29 80 0 0.013 0.29 80 0 1.000 0.59 65 0 0.013 0.29 80 0 0.013 0.29 80 0 1.000 0.59 65 0 1.000 0.59 65 0 1.000 0.59 65 0 1.000 0.59 65 0 1.000 0.59 65 0 1.000 0.59 65 0 1.000 0.59 65 0 0.209 0.29 60 0 0.209 0.29 60 0 1.000 0.59 65 0 1.000 0.59 65 0 1.000 0.59 65 0 0.021 0.15 20 0 0.021 0.15 20 0
FA 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
PI 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
PS 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
GS 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
IF 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
CI 7 7 7 7 7 7 1 6 6 6 6 1 1 1 6 6 7 7 6 6 1 1 1 1 7 7
CS 7.66 5.46 5.92 8.38 7.08 6.15 9.05 9.76 9.29 11.88 10.26 8.55 9.52 9.86 11.91 12.20 9.34 8.34 5.60 4.99 8.20 8.66 6.86 7.14 8.69 10.67
CL 16533.87 16533.87 16533.87 16533.87 6496.63 67.17 0.00 2014.81 2014.81 1259.93 1259.93 0.00 0.00 0.00 2824.93 1166.81 1166.81 8132.89 8132.89 8132.89 0.00 0.00 0.00 0.00 16533.87 16533.87
Lampiran7 (sambungan) C 195 196 197 198 199 200 201 202 203 204 205 206 207 208 209 210 211 212 213 214 215 216 217 218 219 220 221 222 223
RC FD SL 172 8 16.18 195 7 10.80 219 6 18.44 197 7 20.39 198 7 19.16 222 6 21.06 223 6 20.67 224 6 20.04 225 6 24.48 203 7 27.35 204 7 23.85 183 8 17.75 184 8 15.60 207 7 18.30 186 8 14.51 187 8 12.11 210 7 16.83 211 7 16.71 190 8 13.81 192 1 15.61 192 8 19.75 193 1 12.11 194 1 19.01 195 1 16.65 195 8 11.53 219 7 13.18 197 8 17.73 242 6 19.36 222 7 15.87
SS 2 3 2 3 3 2 3 3 2 3 3 3 2 3 3 2 2 3 3 2 2 3 3 3 2 3 2 3 2
LS 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999
CN 69 75 75 75 75 75 75 75 75 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 69 69 69 60 60 75 75 75
n 0.070 0.035 0.035 0.035 0.035 0.035 0.035 0.035 0.035 0.100 0.100 0.100 0.100 0.100 0.100 0.100 0.100 0.100 0.100 0.100 0.100 0.070 0.070 0.070 0.100 0.100 0.035 0.035 0.035
K 0.082 0.082 0.082 0.082 0.082 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.082 0.082 0.082 0.082 0.082 0.082 0.082 0.278
T 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
C 0.300 0.010 0.010 0.010 0.010 0.010 0.010 0.010 0.010 0.001 0.001 0.001 0.001 0.001 0.001 0.001 0.001 0.001 0.001 0.001 0.001 0.300 0.300 0.300 0.001 0.001 0.010 0.010 0.010
P 0.021 0.013 0.013 0.013 0.013 0.013 0.013 0.013 0.013 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 0.021 0.021 0.021 1.000 1.000 0.013 0.013 0.013
SCC 0.15 0.29 0.29 0.29 0.29 0.29 0.29 0.29 0.29 0.59 0.59 0.59 0.59 0.59 0.59 0.59 0.59 0.59 0.59 0.59 0.59 0.15 0.15 0.15 0.59 0.59 0.29 0.29 0.29
COD 20 80 80 80 80 80 80 80 80 65 65 65 65 65 65 65 65 65 65 65 65 20 20 20 65 65 80 80 80
FL 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
FA 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
PI 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
PS 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
GS 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
IF 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
CI 7 7 7 7 6 6 1 1 1 6 6 6 6 1 7 7 7 7 1 1 1 1 1 1 7 7 7 7 7
CS CL 8.09 6496.63 5.40 6496.63 9.22 10906.06 10.19 10906.06 9.58 2014.81 10.53 2014.81 10.34 0.00 10.02 0.00 12.24 0.00 13.68 5000.06 11.93 5000.06 8.88 5000.06 7.80 3553.96 9.15 0.00 7.25 8132.89 6.05 8132.89 8.42 8132.89 8.36 8132.89 6.91 0.00 7.80 0.00 9.88 0.00 6.05 0.00 9.50 0.00 8.33 0.00 5.76 6496.63 6.59 6496.63 8.87 10906.06 9.68 10906.06 7.94 10906.06
Lampiran7 (sambungan) C 224 225 226 227 228 229 230 231 232 233 234 235 236 237 238 239 240 241 242 243 244 245 246 247 248 249 250 251 252
RC FD SL 223 7 17.47 224 7 18.24 225 7 27.73 226 7 36.71 227 7 26.89 249 6 15.57 229 7 13.61 207 8 13.92 231 7 13.82 210 1 10.46 210 8 13.74 234 7 16.52 212 8 16.50 236 7 17.19 216 8 9.66 219 2 10.51 219 1 12.89 219 8 6.56 241 7 13.44 242 7 21.19 263 6 13.16 264 6 18.16 265 6 19.80 225 8 24.87 247 7 33.77 248 7 29.61 249 7 19.22 229 8 11.26 271 6 11.70
SS 2 2 2 2 3 2 3 2 3 3 2 3 2 3 2 2 3 2 2 3 2 2 3 2 3 3 3 3 2
LS 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999
CN 60 60 75 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 79 69 69 69 60 79 75 60 60 60 60 60 60 60 60
n 0.100 0.100 0.035 0.100 0.100 0.100 0.100 0.100 0.100 0.100 0.100 0.100 0.100 0.100 0.023 0.070 0.070 0.070 0.100 0.023 0.035 0.100 0.100 0.100 0.100 0.100 0.100 0.100 0.100
K 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.082 0.082 0.082 0.082 0.082 0.082 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278
T 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
C 0.001 0.001 0.010 0.001 0.001 0.001 0.001 0.001 0.001 0.001 0.001 0.001 0.001 0.001 0.010 0.300 0.300 0.300 0.001 0.010 0.010 0.001 0.001 0.001 0.001 0.001 0.001 0.001 0.001
P 1.000 1.000 0.013 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 0.021 0.021 0.021 1.000 1.000 0.013 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
SCC 0.59 0.59 0.29 0.59 0.59 0.59 0.59 0.59 0.59 0.59 0.59 0.59 0.59 0.59 0.01 0.15 0.15 0.15 0.59 0.01 0.29 0.59 0.59 0.59 0.59 0.59 0.59 0.59 0.59
COD 65 65 80 65 65 65 65 65 65 65 65 65 65 65 80 20 20 20 65 80 80 65 65 65 65 65 65 65 65
FL 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
FA 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
PI 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
PS 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
GS 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
IF 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
CI 7 7 6 6 1 6 6 6 1 6 7 7 7 1 1 1 1 7 7 1 7 1 7 7 7 7 7 7 7
CS 8.73 9.12 13.86 18.36 13.45 7.78 6.80 6.96 6.91 5.23 6.87 8.26 8.25 8.60 4.83 5.25 6.45 3.28 6.72 10.60 6.58 9.08 9.90 12.44 16.89 14.81 9.61 5.63 5.85
CL 10906.06 10906.06 5000.06 5000.06 0.00 5000.06 3289.41 3289.41 0.00 14412.63 14412.63 8132.89 8132.89 0.00 0.00 0.00 0.00 6496.63 6496.63 0.00 10906.06 0.00 14412.63 14412.63 14412.63 14412.63 14412.63 14412.63 14412.63
Lampiran7 (sambungan) C 253 254 255 256 257 258 259 260 261 262 263 264 265 266 267 268 269 270 271 272 273 274 275 276 277 278 279 280 281
RC FD SL 252 7 13.02 253 7 12.96 274 6 16.50 275 6 20.23 276 6 19.14 277 6 18.47 258 7 24.57 259 7 16.57 241 1 13.45 241 8 8.12 262 7 16.30 263 7 18.98 283 6 25.19 284 6 27.95 285 6 28.52 286 6 34.51 287 6 34.84 288 6 24.80 289 6 13.46 290 6 11.08 291 6 19.77 292 6 30.22 293 6 36.70 294 6 41.57 295 6 41.50 296 6 36.62 297 6 33.22 259 8 23.58 262 1 22.89
SS 2 2 3 2 3 2 2 3 3 2 2 3 2 3 3 3 3 3 2 2 3 3 3 3 3 3 3 2 2
LS 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999
CN 60 60 60 60 60 60 60 60 69 60 75 75 75 60 60 60 60 60 60 60 60 72 72 72 60 60 60 60 75
n 0.100 0.100 0.100 0.100 0.100 0.100 0.100 0.100 0.070 0.100 0.035 0.035 0.035 0.100 0.100 0.100 0.100 0.100 0.100 0.100 0.100 0.030 0.030 0.030 0.100 0.100 0.100 0.100 0.035
K 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.082 0.082 0.082 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.082
T 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
C 0.001 0.001 0.001 0.001 0.001 0.001 0.001 0.001 0.300 0.001 0.010 0.010 0.010 0.001 0.001 0.001 0.001 0.001 0.001 0.001 0.001 0.700 0.700 0.700 0.001 0.001 0.001 0.001 0.010
P 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 0.021 1.000 0.013 0.013 0.013 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 0.209 0.209 0.209 1.000 1.000 1.000 1.000 0.013
SCC 0.59 0.59 0.59 0.59 0.59 0.59 0.59 0.59 0.15 0.59 0.29 0.29 0.29 0.59 0.59 0.59 0.59 0.59 0.59 0.59 0.59 0.29 0.29 0.29 0.59 0.59 0.59 0.59 0.29
COD 65 65 65 65 65 65 65 65 20 65 80 80 80 65 65 65 65 65 65 65 65 60 60 60 65 65 65 65 80
FL 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
FA 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
PI 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
PS 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
GS 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
IF 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
CI 7 7 7 7 1 1 1 1 1 7 7 1 1 1 1 1 1 7 7 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
CS CL 6.51 14412.63 6.48 14412.63 8.25 14412.63 10.12 14412.63 9.57 0.00 9.24 0.00 12.28 0.00 8.28 0.00 6.73 0.00 4.06 20903.19 8.15 20903.19 9.49 0.00 12.59 0.00 13.97 0.00 14.26 0.00 17.25 0.00 17.42 0.00 12.40 14412.63 6.73 14412.63 5.54 0.00 9.89 0.00 15.11 0.00 18.35 0.00 20.79 0.00 20.75 0.00 18.31 0.00 16.61 0.00 11.79 0.00 11.44 0.00
Lampiran7 (sambungan) C 282 283 284 285 286 287 288 289 290 291 292 293 294 295 296 297 298 299 300 301 302 303 304 305 306 307 308 309 310
RC FD SL 262 8 18.20 263 8 8.68 283 7 13.99 284 7 22.79 285 7 33.61 286 7 46.25 304 6 54.41 305 6 50.23 306 6 38.60 307 6 38.39 308 6 39.41 309 6 32.14 310 6 29.66 294 7 35.70 312 6 46.34 313 6 58.07 314 6 54.93 315 6 38.17 283 1 31.63 283 8 20.71 284 8 11.45 285 8 14.66 286 8 14.26 304 7 27.04 305 7 48.26 323 6 52.76 324 6 46.63 325 6 35.92 326 6 26.90
SS 2 2 3 2 2 2 3 3 3 3 2 2 2 2 2 2 3 3 2 2 3 3 2 2 2 3 2 3 3
LS 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999
CN 69 60 60 60 60 60 60 60 72 72 72 72 72 72 72 60 60 60 69 69 75 75 69 60 72 72 72 72 72
n 0.070 0.100 0.100 0.100 0.100 0.100 0.100 0.100 0.030 0.030 0.030 0.030 0.030 0.030 0.030 0.100 0.100 0.100 0.070 0.070 0.035 0.035 0.070 0.100 0.030 0.030 0.030 0.030 0.030
K 0.082 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278
T 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
C 0.300 0.001 0.001 0.001 0.001 0.001 0.001 0.001 0.700 0.700 0.700 0.700 0.700 0.700 0.700 0.001 0.001 0.001 0.300 0.300 0.010 0.010 0.300 0.001 0.700 0.700 0.700 0.700 0.700
P 0.210 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 0.209 0.209 0.209 0.209 0.209 0.209 0.209 1.000 1.000 1.000 0.021 0.021 0.013 0.013 0.021 1.000 0.209 0.209 0.209 0.209 0.209
SCC 0.15 0.59 0.59 0.59 0.59 0.59 0.59 0.59 0.29 0.29 0.29 0.29 0.29 0.29 0.29 0.59 0.59 0.59 0.15 0.15 0.29 0.29 0.15 0.59 0.29 0.29 0.29 0.29 0.29
COD 20 65 65 65 65 65 65 65 60 60 60 60 60 60 60 65 65 65 20 20 0 80 20 65 60 60 60 60 60
FL 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
FA 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
PI 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
PS 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
GS 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
IF 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
CI 7 7 7 7 7 7 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 6 6 7 1 7 7 1 1 1 1 1
CS CL 9.10 20903.19 4.34 20903.19 7.00 20903.19 11.40 20903.19 16.80 20903.19 23.13 20903.19 27.21 0.00 25.12 0.00 19.30 0.00 19.19 0.00 19.71 0.00 16.07 0.00 14.83 0.00 17.85 0.00 23.17 0.00 29.03 0.00 27.47 0.00 19.09 0.00 15.82 6095.43 10.35 20903.19 5.72 20903.19 7.33 0.00 7.13 20903.19 13.52 20903.19 24.13 0.00 26.38 0.00 23.31 0.00 17.96 0.00 13.45 0.00
Lampiran7 (sambungan) C 311 312 313 314 315 316 317 318 319 320 321 322 323 324 325 326 327 328 329 330 331 332 333 334 335 336 337 338 339
RC FD SL 327 6 17.56 328 6 20.49 329 6 35.21 330 6 56.97 331 6 74.02 332 6 67.82 333 6 34.11 301 1 30.95 301 8 29.83 302 8 31.52 304 1 35.66 304 8 29.89 305 8 7.27 323 7 16.24 324 7 16.48 341 6 17.03 326 7 26.21 343 6 24.35 344 6 16.51 329 7 21.48 330 7 38.20 331 7 65.01 332 7 77.61 333 7 38.46 319 1 36.05 320 1 42.82 320 8 45.28 322 1 47.15 323 1 47.77
SS 3 3 2 2 2 3 3 3 2 2 3 2 2 2 3 2 2 3 2 2 2 2 3 3 3 3 2 3 2
LS 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999
CN 72 72 72 72 60 60 60 60 75 60 72 72 72 72 72 72 72 72 72 72 72 72 72 60 60 60 60 60 72
n 0.030 0.030 0.030 0.030 0.100 0.100 0.100 0.100 0.035 0.100 0.030 0.030 0.030 0.030 0.030 0.030 0.030 0.030 0.030 0.030 0.030 0.030 0.030 0.100 0.100 0.100 0.100 0.100 0.030
K 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278
T 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
C 0.700 0.700 0.700 0.700 0.001 0.001 0.001 0.001 0.010 0.001 0.700 0.700 0.700 0.700 0.700 0.700 0.700 0.700 0.700 0.700 0.700 0.700 0.700 0.001 0.001 0.001 0.001 0.001 0.700
P 0.209 0.209 0.209 0.209 1.000 1.000 1.000 1.000 0.013 1.000 0.209 0.209 0.209 0.209 0.209 0.209 0.209 0.209 0.209 0.209 0.209 0.209 0.209 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 0.209
SCC 0.29 0.29 0.29 0.29 0.59 0.59 0.59 0.59 0.29 0.59 0.29 0.29 0.29 0.29 0.29 0.29 0.29 0.29 0.29 0.29 0.29 0.29 0.29 0.59 0.59 0.59 0.59 0.59 0.29
COD 60 60 60 60 65 65 65 65 80 65 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 65 65 65 65 65 60
FL 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
FA 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
PI 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
PS 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
GS 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
IF 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
CI 1 1 1 1 1 1 1 6 6 6 6 7 7 7 7 7 1 1 1 1 7 7 1 1 1 1 6 1 1
CS CL 8.78 0.00 10.25 0.00 17.61 0.00 28.48 0.00 37.01 0.00 33.91 0.00 17.05 0.00 15.47 6095.43 14.91 6095.43 15.76 6095.43 17.83 6095.43 14.95 20903.19 3.64 20903.19 8.12 23733.51 8.24 23733.51 8.52 23733.51 13.10 0.00 12.18 0.00 8.26 0.00 10.74 0.00 19.10 3843.62 32.50 3843.62 38.81 0.00 19.23 0.00 18.02 0.00 21.41 0.00 22.64 6095.43 23.58 0.00 23.88 0.00
Lampiran7 (sambungan) C 340 341 342 343 344 345 346 347 348 349 350 351 352 353 354 355 356 357 358 359 360 361 362 363 364 365 366 367 368
RC FD SL 323 8 31.82 324 8 27.55 341 7 20.53 326 8 13.88 343 7 21.68 344 7 18.65 329 8 18.87 346 7 19.51 347 7 44.86 348 7 74.85 349 7 55.71 337 1 30.39 339 2 30.32 339 1 51.60 340 1 66.65 341 1 63.97 341 8 45.02 343 1 28.50 344 1 34.20 344 8 28.28 346 1 25.82 347 1 24.76 347 8 37.51 362 7 75.19 363 7 74.59 364 7 32.43 354 1 48.12 355 1 54.61 356 1 54.48
SS 2 2 3 2 2 3 2 2 2 2 3 3 3 3 2 2 2 3 3 3 3 3 2 2 3 3 3 3 3
LS 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999
CN 72 72 72 72 72 72 72 72 72 72 72 60 60 72 72 72 72 72 72 72 72 75 75 72 72 60 60 60 72
n 0.030 0.030 0.030 0.030 0.030 0.030 0.030 0.035 0.030 0.030 0.030 0.100 0.100 0.030 0.030 0.030 0.030 0.030 0.030 0.030 0.030 0.035 0.035 0.030 0.030 0.100 0.100 0.100 0.030
K 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278
T 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
C 0.700 0.700 0.700 0.700 0.700 0.700 0.700 0.010 0.700 0.700 0.700 0.001 0.001 0.700 0.700 0.700 0.700 0.700 0.700 0.700 0.700 0.010 0.010 0.700 0.700 0.001 0.001 0.001 0.700
P 0.209 0.209 0.209 0.209 0.209 0.209 0.209 0.013 0.209 0.209 0.209 1.000 1.000 0.209 0.209 0.209 0.209 0.209 0.209 0.209 0.209 0.013 0.013 0.209 0.209 1.000 1.000 1.000 0.209
SCC 0.29 0.29 0.29 0.29 0.29 0.29 0.29 0.29 0.29 0.29 0.29 0.59 0.59 0.29 0.29 0.29 0.29 0.29 0.29 0.29 0.29 0.29 0.29 0.29 0.29 0.59 0.59 0.59 0.29
COD 60 60 60 60 60 60 60 80 60 60 60 65 65 60 60 60 60 60 60 60 60 80 80 60 60 65 65 65 60
FL 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
FA 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
PI 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
PS 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
GS 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
IF 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
CI 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 1 1 1 1 1 1 1 7 1 1 7 7 7 7 1 1 1 1 7
CS CL 15.91 23733.51 13.78 23733.51 10.27 23733.51 6.94 23733.51 10.84 23733.51 9.32 23733.51 9.43 22970.68 9.75 22970.68 22.43 3843.62 37.43 3843.62 27.85 0.00 15.19 0.00 15.16 0.00 25.80 0.00 33.33 0.00 31.98 0.00 22.51 0.00 14.25 6133.02 17.10 0.00 14.14 0.00 12.91 3574.23 12.38 22970.68 18.76 22970.68 37.60 22970.68 37.29 0.00 16.22 0.00 24.06 0.00 27.30 0.00 27.24 6133.02
Lampiran7 (sambungan) C 369 370 371 372 373 374 375 376 377 378 379 380 381 382 383 384 385 386 387 388 389 390 391 392 393 394 395 396 397
RC FD SL 357 1 34.77 357 8 29.06 370 7 18.46 359 8 13.53 360 8 15.29 362 1 35.82 362 8 73.19 375 7 79.01 376 7 38.36 369 2 43.05 369 1 36.99 369 8 23.92 370 8 16.04 372 1 13.56 372 8 18.26 383 7 38.22 384 7 66.04 385 7 73.31 388 3 30.59 379 1 34.54 379 8 14.35 381 1 12.80 381 8 14.12 383 1 16.64 383 8 37.66 393 7 59.40 394 7 57.25 388 1 38.71 389 1 23.49
SS 2 2 3 3 3 2 2 3 3 3 3 3 2 2 2 2 2 3 3 2 3 3 3 3 2 2 2 2 2
LS 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999
CN 72 72 72 72 72 75 75 75 72 72 72 72 72 72 72 72 72 72 72 72 72 72 72 72 60 72 72 72 72
n 0.030 0.030 0.030 0.030 0.030 0.035 0.035 0.035 0.030 0.030 0.030 0.030 0.030 0.030 0.030 0.030 0.030 0.030 0.030 0.030 0.030 0.030 0.030 0.030 0.100 0.030 0.030 0.030 0.030
K 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278
T 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
C 0.700 0.700 0.700 0.700 0.700 0.010 0.010 0.010 0.700 0.700 0.700 0.700 0.700 0.700 0.700 0.700 0.700 0.700 0.700 0.700 0.700 0.700 0.700 0.700 0.001 0.700 0.700 0.700 0.700
P 0.209 0.209 0.209 0.209 0.209 0.013 0.013 0.013 0.209 0.209 0.209 0.209 0.209 0.209 0.209 0.209 0.209 0.209 0.209 0.209 0.209 0.209 0.209 0.209 1.000 0.209 0.209 0.209 0.209
SCC 0.29 0.29 0.29 0.29 0.29 0.29 0.29 0.29 0.29 0.29 0.29 0.29 0.29 0.29 0.29 0.29 0.29 0.29 0.29 0.29 0.29 0.29 0.29 0.29 0.59 0.29 0.29 0.29 0.29
COD 60 60 60 60 60 80 80 80 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 65 60 60 60 60
FL 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
FA 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
PI 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
PS 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
GS 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
IF 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
CI 7 1 1 7 1 1 1 1 1 7 7 1 1 7 1 1 1 1 1 7 1 1 1 1 1 1 1 1 1
CS 17.39 14.53 9.23 6.77 7.64 17.91 36.59 39.50 19.18 21.53 18.50 11.96 8.02 6.78 9.13 19.11 33.02 36.66 15.30 17.27 7.17 6.40 7.06 8.32 18.83 29.70 28.63 19.36 11.75
CL 6133.02 0.00 0.00 3574.23 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 6133.02 6133.02 0.00 0.00 3574.23 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 6133.02 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Lampiran7 (sambungan) C 398 399 400 401 402 403 404 405 406 407 408 409 410 411 412 413 414 415 416 417 418 419 420 421 422 423
RC FD SL 389 8 13.04 390 8 11.47 391 8 13.46 392 8 39.29 401 7 49.31 396 2 12.07 396 1 31.52 397 1 39.58 398 1 28.21 398 8 19.69 399 8 25.23 401 1 49.01 409 7 37.17 405 2 22.16 405 1 47.14 406 1 60.59 40 1 44.50 407 8 42.49 409 1 43.80 413 2 29.87 413 1 55.29 414 1 54.92 415 1 54.67 415 8 34.09 419 1 31.89 420 1 51.02
SS 2 3 2 2 3 3 3 2 2 2 2 2 3 3 3 2 2 2 3 3 3 2 2 3 3 3
LS 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999 999
CN 72 72 72 60 60 60 72 72 72 72 60 60 60 60 72 72 60 60 60 60 72 72 60 60 72 60
n 0.030 0.030 0.030 0.100 0.100 0.100 0.030 0.030 0.030 0.030 0.100 0.100 0.100 0.100 0.030 0.030 0.100 0.100 0.100 0.100 0.030 0.030 0.100 0.100 0.030 0.100
K 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278 0.278
T 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
C 0.700 0.700 0.700 0.001 0.001 0.001 0.700 0.700 0.700 0.700 0.001 0.001 0.001 0.001 0.700 0.700 0.001 0.001 0.001 0.001 0.700 0.700 0.001 0.001 0.700 0.001
P 0.209 0.209 0.209 1.000 1.000 1.000 0.209 0.209 0.209 0.209 1.000 1.000 1.000 1.000 0.209 0.209 1.000 1.000 1.000 1.000 0.209 0.209 1.000 1.000 0.209 1.000
SCC 0.29 0.29 0.29 0.59 0.59 0.59 0.29 0.29 0.29 0.29 0.59 0.59 0.59 0.59 0.29 0.29 0.59 0.59 0.59 0.59 0.29 0.29 0.59 0.59 0.29 0.59
COD 60 60 60 65 65 65 60 60 60 60 65 65 65 65 60 60 65 65 65 65 60 60 65 65 60 65
FL 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
FA 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
PI 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
PS 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
GS 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
IF 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
CI 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 6 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
CS 6.52 5.73 6.73 19.64 24.65 6.03 15.76 19.79 14.11 9.84 12.62 24.50 18.58 11.08 23.57 30.30 22.25 21.24 21.90 14.94 27.65 27.46 27.34 17.04 15.94 25.51
CL 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 8723.85 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Lampiran7 (sambungan) Keterangan: C =Nomorsel RC =Sel penerima FD =Arahaliran CN =Bilangankurvaaliranpermukaan SL =Kemiringanlereng SS =Bentuklereng LS =Panjanglereng N =KoefisienkekasaranManning
K =Faktor erodibilitastanah C =Faktor pengelolaantanah P =Faktor teknikkonservasi tanah SCC =Konstantakondisi permukaan T =Tekstur FL =Indikator penggunaanpupuk FA =Ketersediaanpupukpadapermukaantanah PI =Indikator penggunaanpestisida
PS =Point sourceindicator GS =Sumbererosi tambahan COD =KebutuhanOksigenkimiawi IF =Indikatorimpoundment CI =Indikatorsaluran CS =Kemiringanlerengsaluran CL =Panjangsaluran
Lampiran 8 Contoh Hasil Keluaran Model AGNPS Episode 1 Januari Watershed Summary Watershed Studied The area of the watershed is The area of each cell is The characteristic storm precipitation is The storm energy-intensity value is
DTA Jeneberang 16920 acres 40.00 acres 1.30 inches 26
Values at the Watershed Outlet Cell number Runoff volume Peak runoff rate Total Nitrogen in sediment Total soluble Nitrogen in runoff Soluble Nitrogen concentration in runoff Total Phosphorus in sediment Total soluble Phosphorus in runoff Soluble Phosphorus concentration in runoff Total soluble chemical oxygen demand Soluble chemical oxygen demand concentration in runoff
169 0.0 113 2.87 0.01 0.99 1.43 0.00 0.05 0.55 64
000 inches cfs lbs/acre lbs/acre ppm lbs/acre lbs/acre ppm lbs/acre ppm
Sediment Analysis Area Weighted Area Erosion Delivery Enrichment Mean Weighted Particle Upland Channel Ratio Ratio Concentration Yield Yield type (t/a) (t/a) (%) (ppm) (t/a) (tons) _________________________________________________________________________ CLAY 1.16 0.00 64 10 172358.40 0.74 12568.0 SILT 0.70 0.00 0 0 59.18 0.00 4.3 SAGG 6.62 0.00 0 0 32.00 0.00 2.3 LAGG 2.90 0.00 0 0 26.67 0.00 1.9 SAND 0.23 0.00 0 0 8.30 0.00 0.6 TOTAL
11.61
0.00
6
1
172484.50
0.74
12577.2
Episode 2 Januari Watershed Summary Watershed Studied The area of the watershed is The area of each cell is The characteristic storm precipitation is The storm energy-intensity value is
DTA Jeneberang 16920 acres 40.00 acres 0.70 inches 10
Values at the Watershed Outlet Cell number Runoff volume Peak runoff rate Total Nitrogen in sediment Total soluble Nitrogen in runoff Soluble Nitrogen concentration in runoff Total Phosphorus in sediment Total soluble Phosphorus in runoff Soluble Phosphorus concentration in runoff Total soluble chemical oxygen demand Soluble chemical oxygen demand concentration in runoff
169 0.0 1 0.00 0.00 1.20 0.00 0.00 0.05 0.00 69
000 inches cfs lbs/acre lbs/acre ppm lbs/acre lbs/acre ppm lbs/acre ppm
Lampiran 8 (sambungan) Sediment Analysis Area Weighted Area Erosion Delivery Enrichment Mean Weighted Particle Upland Channel Ratio Ratio Concentration Yield Yield type (t/a) (t/a) (%) (ppm) (t/a) (tons) _________________________________________________________________________ CLAY 0.43 0.00 0 9 5488.81 0.00 1.9 SILT 0.26 0.00 0 0 143.88 0.00 0.1 SAGG 2.48 0.00 0 0 246.53 0.00 0.1 LAGG 1.09 0.00 0 0 337.43 0.00 0.1 SAND 0.09 0.00 0 1 105.73 0.00 0.0 TOTAL
4.35
0.00
0
1
6322.39
0.00
2.2
Episode 3 Januari Watershed Summary Watershed Studied The area of the watershed is The area of each cell is The characteristic storm precipitation is The storm energy-intensity value is
DTA Jeneberang 16920 acres 40.00 acres 0.40 inches 3
Values at the Watershed Outlet Cell number Runoff volume Peak runoff rate Total Nitrogen in sediment Total soluble Nitrogen in runoff Soluble Nitrogen concentration in runoff Total Phosphorus in sediment Total soluble Phosphorus in runoff Soluble Phosphorus concentration in runoff Total soluble chemical oxygen demand Soluble chemical oxygen demand concentration in runoff
169 0.0 0 0.00 0.00 1.65 0.00 0.00 0.05 0.00 60
000 inches cfs lbs/acre lbs/acre ppm lbs/acre lbs/acre ppm lbs/acre ppm
Sediment Analysis Area Weighted Area Erosion Delivery Enrichment Mean Weighted Particle Upland Channel Ratio Ratio Concentration Yield Yield type (t/a) (t/a) (%) (ppm) (t/a) (tons) _________________________________________________________________________ CLAY 0.13 0.00 0 6 1572.90 0.00 0.3 SILT 0.08 0.00 0 1 133.53 0.00 0.0 SAGG 0.77 0.00 0 0 190.69 0.00 0.0 LAGG 0.34 0.00 0 1 450.60 0.00 0.1 SAND 0.03 0.00 0 3 141.19 0.00 0.0 TOTAL
1.35
0.00
0
1
2488.91
0.00
0.5
Lampiran 8 (sambungan) Episode 1 Februari Watershed Summary Watershed Studied The area of the watershed is The area of each cell is The characteristic storm precipitation is The storm energy-intensity value is
DTA Jeneberang 16920 acres 40.00 acres 0.40 inches 3
Values at the Watershed Outlet Cell number Runoff volume Peak runoff rate Total Nitrogen in sediment Total soluble Nitrogen in runoff Soluble Nitrogen concentration in runoff Total Phosphorus in sediment Total soluble Phosphorus in runoff Soluble Phosphorus concentration in runoff Total soluble chemical oxygen demand Soluble chemical oxygen demand concentration in runoff
169 0.0 0 0.00 0.00 1.65 0.00 0.00 0.05 0.00 60
000 inches cfs lbs/acre lbs/acre ppm lbs/acre lbs/acre ppm lbs/acre ppm
Sediment Analysis Area Weighted Area Erosion Delivery Enrichment Mean Weighted Particle Upland Channel Ratio Ratio Concentration Yield Yield type (t/a) (t/a) (%) (ppm) (t/a) (tons) _________________________________________________________________________ CLAY 0.11 0.00 0 6 1330.95 0.00 0.3 SILT 0.07 0.00 0 1 129.13 0.00 0.0 SAGG 0.64 0.00 0 0 180.90 0.00 0.0 LAGG 0.28 0.00 0 1 450.60 0.00 0.1 SAND 0.02 0.00 0 3 141.19 0.00 0.0 TOTAL
1.12
0.00
0
1
2232.76
0.00
0.4
Lampiran 9 Hasil Analisis Model Regresi Keluaran Minitab ————— 10/5/2007 12:39:52 PM —————————————————— Correlations: Q (m^3/s), CH (mm) Pearson correlation of Q (m^3/s) and CH (mm) = 0.925 P-Value = 0.000
Regression Analysis: Log-Q versus Log-CH The regression equation is Log-Q = - 0.797 + 0.684 Log-CH Q = 0.159 CH0.68 363 cases used, 3 cases contain missing values
Predictor Constant Log-CH
Coef -0.79694 0.68418
S = 0.180159
SE Coef 0.01401 0.01733
R-Sq = 81.2%
T -56.89 39.48
P 0.000 0.000
R-Sq(adj) = 81.1%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 1 361 362
SS 50.602 11.717 62.319
MS 50.602 0.032
F 1559.05
P 0.000
Unusual Observations Obs 7 55 56 165 167 178 181 183 185 201 202 203 205 242 253 259 260 262 266 269 275
Log-CH 0.54 0.12 0.65 -0.87 -1.35 -1.04 -0.05 0.23 -0.84 -0.74 -0.01 -0.66 0.16 -0.74 -0.74 -0.44 -0.44 0.51 0.56 0.44 0.71
Log-Q -0.06048 -1.18709 0.03782 -0.90309 -1.30103 -1.18709 -1.19382 -1.07058 -0.98716 -1.05061 -1.22185 -1.20761 -1.20066 -0.86646 -0.68613 -0.67366 -0.67985 -0.85699 -0.84164 -0.86328 -0.69250
Fit -0.42854 -0.71489 -0.35002 -1.38976 -1.71839 -1.50914 -0.83425 -0.64243 -1.37072 -1.30318 -0.80507 -1.24955 -0.68756 -1.30318 -1.30318 -1.09722 -1.09722 -0.44965 -0.41558 -0.49484 -0.31335
SE Fit 0.00951 0.01255 0.00951 0.02706 0.03497 0.02991 0.01472 0.01143 0.02660 0.02501 0.01416 0.02376 0.01211 0.02501 0.02501 0.02028 0.02028 0.00958 0.00948 0.00983 0.00965
Residual 0.36806 -0.47219 0.38784 0.48667 0.41736 0.32206 -0.35957 -0.42815 0.38355 0.25257 -0.41678 0.04195 -0.51310 0.43672 0.61705 0.42356 0.41737 -0.40733 -0.42606 -0.36844 -0.37915
St Resid 2.05R -2.63R 2.16R 2.73RX 2.36RX 1.81 X -2.00R -2.38R 2.15RX 1.42 X -2.32R 0.23 X -2.85R 2.45RX 3.46RX 2.37R 2.33R -2.26R -2.37R -2.05R -2.11R
R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large influence.
Lampiran 9 (sambungan) ————— 11/17/2007 12:27:59 AM ———————————————— Correlations: Log QpMod., Log QpLap. Pearson correlation of Log QpMod. and Log QpLap. = 0.894 P-Value = 0.000
Regression Analysis: Log QpLap. versus Log QpMod. The regression equation is Log QpLap. = 0.239 + 0.679 Log QpMod.
363 cases used, 3 cases contain missing values
Predictor Constant Log QpMod.
Coef 0.23924 0.67941
S = 0.186393
SE Coef 0.01926 0.01795
R-Sq = 79.9%
T 12.42 37.85
P 0.000 0.000
R-Sq(adj) = 79.8%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 1 361 362
SS 49.783 12.542 62.325
MS 49.783 0.035
F 1432.91
P 0.000
Unusual Observations
Obs 1 55 56 165 167 178 181 183 185 201 202 203 205 242 253 259 260 262 266 275
Log QpMod. 1.76 -1.39 -0.87 -2.35 -2.81 -2.52 -1.56 -1.29 -2.32 -2.22 -1.52 -2.15 -1.35 -2.22 -2.22 -1.93 -1.93 -1.02 -0.97 -0.82
Log QpLap. 0.51413 -1.18867 0.03792 -0.90341 -1.30476 -1.18630 -1.19648 -1.07058 -0.98651 -1.04879 -1.22449 -1.21023 -1.19772 -0.86786 -0.68634 -0.67331 -0.67897 -0.85676 -0.84177 -0.69217
Fit 1.43502 -0.70579 -0.35490 -1.35414 -1.66811 -1.47002 -0.82068 -0.63617 -1.33570 -1.27193 -0.79264 -1.21982 -0.67945 -1.27193 -1.27193 -1.07384 -1.07384 -0.45071 -0.41795 -0.31964
SE Fit 0.04916 0.01288 0.00982 0.02731 0.03518 0.03019 0.01503 0.01176 0.02686 0.02530 0.01447 0.02403 0.01244 0.02530 0.02530 0.02057 0.02057 0.00992 0.00981 0.00995
Residual -0.92089 -0.48288 0.39282 0.45074 0.36335 0.28372 -0.37580 -0.43441 0.34919 0.22313 -0.43185 0.00960 -0.51827 0.40407 0.58558 0.40053 0.39487 -0.40605 -0.42382 -0.37253
St Resid -5.12RX -2.60R 2.11R 2.44RX 1.99 X 1.54 X -2.02R -2.34R 1.89 X 1.21 X -2.32R 0.05 X -2.79R 2.19RX 3.17RX 2.16R 2.13R -2.18R -2.28R -2.00R
R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large influence.
Lampiran 9 (sambungan) ————— 11/17/2007 12:27:07 AM —————————————————— Correlations: Log QsLap., Log QsMod Pearson correlation of Log QsLap. and Log QsMod = 0.905 P-Value = 0.013
Regression Analysis: Log QsLap. versus Log QsMod The regression equation is Log QsLap. = 0.230 + 0.382 Log QsMod
6 cases used, 360 cases contain missing values
Predictor Constant Log QsMod
Coef 0.2300 0.38162
S = 0.228457
SE Coef 0.1427 0.08974
R-Sq = 81.9%
T 1.61 4.25
P 0.182 0.013
R-Sq(adj) = 77.4%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 1 4 5
SS 0.94394 0.20877 1.15271
MS 0.94394 0.05219
F 18.09
P 0.013