POLI REKAYASA Volume 5, Nomor 1, Oktober 2009
ISSN 1858-3709
Deteksi Wajah Manusia Pada Citra Berwarna Menggunakan Fuzzy Face Detection from Color Image Using Fuzzy Humaira Jurusan Teknologi Informasi Politeknik Negeri Padang Kampus Unand Limau Manis Padang 25163 Telp. 0751-72590 Fax. 0751-72576 dan Email:
[email protected]
ABSTRACT Development of hight technology, it is encouraged people to continue a research and evolution of system toward that has been already to intend for repairing the shortcoming from old system. Face detection is a basic process of more extended applications. This research use fuzzy theory to detect face from color image. A skin color model that represents human skin colors is made to segment skin regions and non skin regions in color image. This process provides face area candidates, and then comparing them with head shape models by using a fuzzy theory. That process will be get matching values. In this research test is performed towards 50 input images. From data of test result shows that segmentation of second level gives high detection of 86%, first level of 82% and third level of 60%. Keywords: face detection, skin segmentation, fuzzy
PENDAHULUAN Pada Image Processing, khususnya deteksi wajah pada suatu citra merupakan langkah penting dalam interaksi manusia computer dan penelitian pengenalan pola. Ini juga merupakan langkah awal dalam pengenalan wajah. Banyak studi tentang deteksi wajah baru-baru ini. Kebanyakan diantaranya menangani citra wajah yang frontal. Pengertian Citra secara umum dapat didefinisikan sebagai fungsi intensitas cahaya dari suatu objek dalam dua dimensi (Gonzales&Paul,1992). Citra yang biasa dilihat adalah citra analog yang merupakan fungsi intensitas cahaya dalam bidang 2D. Bilanganbilangan pembentuk intensitas pada citra analog berupa bilangan riil. Sedangkan citra digital merupakan hasil konversi bilangan tersebut ke bentuk diskrit. Jadi citra digital adalah representasi citra dalam bentuk diskrit, baik pada koordinat ruang maupun nilai intensitas cahayanya. Untuk mendapatkan citra digital berwarna dengan format RGB dan mempunyai kedalaman warna true color, dilakukan digitalisasi tiga kali baik secara serial (bergiliran) maupun secara parallel (bersamaan), sehingga dihasilkan tiga citra
digital gray level yang masing-masing merepresentasikan warna merah, hijau, dan biru. Ketiganya kemudian digabung menurut warna dasarnya masing-masing untuk memperoleh citra digital true color. Segmentasi Citra Segmentasi merupakan proses pembagian citra menjadi beberapa segmen ( region atau area ) yang homogen berdasarkan kriteria criteria keserupaan tertentu antara tingkat keabuan suatu piksel dengan tingkat keabuan piksel-piksel tetangganya. Proses segmentasi citra ini lebih banyak merupakan suatu proses pra pengolahan pada system pengenalan obyek dalam citra dengan melibatkan pengidentifikasian feature paling penting pada sebuah citra. Proses ini menghasilkan citra biner dari citra yang memiliki derajat keabuan. Thresholding biasanya berarti mengeset semua piksel yang memiliki grey level dibawah nilai threshold tertentu menjadi nol ( warna hitam ) atau diatas nilai threshold tertentu menjadi satu ( warna putih ).
18
POLI REKAYASA Volume 5, Nomor 1, Oktober 2009
Model warna kulit Representasi warna yang banyak digunakan dalam gambar adalah RGB color space. Dari dua komponen RGB color space hanya nilai chrominance sebuah citra berwarna yang diambil, karena nilai luminance tidak penting dalam pemisahan skin region dan non skin region (Henry&Ulises,2000). Fuzzy Secara prinsip, di dalam teori fuzzy set dapat dianggap sebagai ekstension dari teori konvensional atau “crisp” set. Di dalam teori “crisp” set, suatu elemen hanya dapat digolongkan sebagai anggota atau bukan anggota dari suatu set atau himpunan. Sehingga di dalam teori “crisp” set, suatu elemen yang merupakan anggota mempunyai tingkat keanggotaan (membership level) penuh atau satu (unity) dan suatu elemen yang bukan anggota mempunyai tingkat keanggotaan nol. Suatu misal, jika set A adalah merupakan suatu himpunan bilangan real dan x , maka secara matematis tingkat keanggotaan suatu elemen x di dalam set A dapat dinyatakan dengan persamaan : . jika x A 10 ………… (1) 0.0 jika x A
A x
dimana A x menunjukkan tingkat keanggotaan elemen x di dalam set A. Dalam hal ini dinyatakan bahwa tingkat keanggotaan suatu elemen hanya dikenal sebagai 1.0 (anggota penuh) atau 0.0 (sama sekali bukan anggota), sehingga di dalam “crisp” set, tingkat keanggotaannya dinyatakan sebagai pemetaan ke 0 dan 1 yang secara matematis dinotasikan sebagai A x 0,1 (Legind,2002). Akan tetapi, di dalam teori fuzzy set dikenal adanya keanggotaan secara parsial. Dalam hal ini maka tingkat keanggotaan suatu elemen di didalam suatu set merupakan fungsi kontinu dari 0.0 sampai 1.0. Sehingga pemetaan tingkat keanggotaan pada teori fuzzy set dapat
ISSN 1858-3709
dinotasikan sebagai A x 0,1 . Sebagai misal, jika A merupakan set atau himpunan bilangan real yang “dekat” dengan bilangan nol. Secara “crisp” akan sulit atau paling tidak akan sangat subjektip untuk menentukan bilangan-bilangan mana yang “dekat” dengan bilangan nol. Pada penelitian ini menjelaskan suatu metode atau algoritma untuk mendeteksi muka pada citra berwarna dengan menggunakan warna sebagai informasinya berdasarkan teori fuzzy. Ada dua proses, untuk menggambarkan warna kulit dan kemudian mengekstrak area kulit, lalu membandingkannya dengan model head-shape yang telah dibuat menggunakan metoda fuzzy untuk mendeteksi face candidate. Disini teori fuzzy berperanan dalam memberikan nilai kemiripan antara face candidate area dengan model head shape. Metoda ini dapat mendeteksi wajah dengan ukuran yang berbeda dan berbagai macam pose baik di dalam ruangan maupun luar ruangan. Permasalahan dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana melakukan segmentasi citra berdasarkan ciri warna, bagaimana mendapatkan region yang optimal untuk diproses selanjutnya, dan bagaimana menggunakan teori fuzzy untuk mendapatkan face location. Sedangkan tujuan Penelitian adalah menganalisa performansi perangkat lunak untuk pendeteksian wajah manusia yang terdapat pada citra input yang mengandung wajah; menganalisa tahap segementasi pada tiga level, serta kemampuannya untuk melakukan face location dengan menggunakan metode fuzzy. METODOLOGI Pada penelitian ini, sistem deteksi wajah terbagi menjadi dua sub sistem yang masing-masing saling berkaitan dalam proses deteksi wajah, yaitu : 1. Tahap Segmentasi Sub sistem ini berfungsi untuk melakukan pemisahan citra. Area yang menyerupai warna kulit manusia akan 19
POLI REKAYASA Volume 5, Nomor 1, Oktober 2009
diproses sebagai region. Region hasil segmentasi merupakan candidate face region. 2. Tahap Deteksi wajah Sub sistem ini mendeteksi wajah dari suatu citra input. Candidate face region yang didapatkan dari tahap sebelumnya dilakukan klarifikasi berupa wajah atau bukan. Dalam pengujian dibutuhkan : a. Citra masukan berupa citra true color yang mengandung wajah b. Format citra jpg. c. Komponen citra yang digunakan adalah komponen RGB d. Untuk meningkatkan keakuratan sistem citra input tidak mengandung wajah manusia yang nempel dengan wajah manusia lainnya e. Penggunaan teori fuzzy hanya pada sub sistem deteksi saja f. Pengujian algoritma dilakukan dengan piranti perangkat lunak (software) dalam MATLAB. Diharapkan dari penelitian ini akan didapatkan porsentase keberhasilan deteksi serta menganalisa akan kebutuhan waktu dalam melakukan tahap segmentasi. Parameter-parameter masukan yang ada pada sistem ini: a. Input yang digunakan adalah citra RGB true color yang memiliki format JPG b. Level segmentasi Penilaian Pengujian Kriteria penilaian citra output meliputi : a. Terdeteksi dengan Tepat : semua wajah dalam citra input dapat dideteksi dengan baik b. Terdeteksi Sebagian : tidak semua wajah dalam citra input dideteksi c. Tidak Tepat Terdeteksi : ada bagian bukan wajah dideteksi sebagai wajah d. Tidak Terdeteksi : tidak ada output yang dikeluarkan dari sistem
ISSN 1858-3709
Deskripsi Sistem Segmentasi warna Citra input berformat RGB diubah kedalam YCbCr. Y merupakan nilai intensitas citra sedangkan Cb dan Cr merupakan representasi kromatik biru dan merah. Matriks Cb dan Cr difilter dengan filter mean , kemudian dilakukan pembandingan dengan model warna kulit yang ada untuk menandai region kulit sehingga didapat citra pemetaan kulit bertipe biner. Dari citra biner didapat beberapa region yang akan diproses untuk menentukan apakah region tersebut merupakan wajah atau bukan. Region ini disebut dengan candidate face region. Memproses candidate face region Pada tahap ini dilakukan perhitungan pixel warna kulit. Untuk menghitung bagian warna kulit dalam square region, dengan cara menghitung rata-rata kemiripan warna kulit (a s ) dengan menggunakan rumus: as
pregion
SCS ( p ) …………(2)
n2
dimana SCS(p) merupakan pixel yang menyerupai warna kulit dan n adalah ukuran dari square region. Kemudian menentukan Rs yang merupakan fuzzy set dari As as :
As
: Rs [ 0 ,1] ………… (3)
Rs menggambarkan hubungan antara rata-rata warna kulit a s dengan bagian warna kulit pada square region. Untuk menghitung As digunakan rumus keanggotaan fuzzy tipe S sebagai berikut: 0 2 2( x a) (b a) 2 S ( x; a, b) 2 1 2( x a) 2 (b a) 1
x a; ax
(a b) ; ………(4) 2
(a b) x b; 2 bx
20
POLI REKAYASA Volume 5, Nomor 1, Oktober 2009
ISSN 1858-3709
Kemudian untuk mendapatkan nilai yang pas antara bagian rectangular pada image dan model head shape adalah dengan menjumlahkan derajat kemiripan yang didapatkan dari rumus diatas :
Klasifikasi Klasifikasi merupakan tahap terakhir dalam mendeteksi apakah sebuah candidate face region merupakan wajah atau bukan. Dengan mencari nilai kemiripan antara square region dan cell pada head shape. Metode untuk membandingkan property square region (Rs) dan property cell (Mf) menggunakan fuzzy relation. Derajat kemiripan antara dua property tersebut dinyatakan dengan
match(rect, model)
squarerect
match(square, cell) (8)
mxn
dimana m dan n adalah jumlah baris dan kolom dari cell pada model headshape. Pada simulasi ini digunakan Matlab 6.1, processor Pentium III frek 667 MHz, RAM 256 MB.
AE ( x1, x 2) e a| x1 x 2| …………(5) b
menghitung jarak antar property Rs dan Mf:
HASIL Analisa Hasil Pengujian tahap Segmentasi pengujian dilakukan terhadap 30 citra input dengan ukuran multiscale dan berbagai macam jenis warna kulit.
| Rs Mf | (Rs Mf ) …………(6) Kemiripan antara square region dan cell dapat dihitung dengan rumus: 2
match(square, cell) AE(Rs, Mf ) e a|( RsMf )|
b
e a((RsMf )
2 0.5 b
)
..........(7)
Perbandingan jumlah pixel hasil segmentasi 90000 80000 70000
pixel
60000
Level 1
50000
Level 2
40000
Level 3
30000 20000 10000 Image29
Image27
Image25
Image23
Image21
Image19
Image17
Image15
Image13
Image11
Image9
image7
Image5
Image3
Image1
0
input
Gambar 1. Grafik perbandingan jumlah pixel hasil segmentasi terhadap level
Pada gambar 1 terlihat bahwa sebagian besar hasil segmentasi level tiga memberikan jumlah pixel yang lebih banyak dari level yang lainnya. Hal ini disebabkan karena pada level tiga range warnanya lebih banyak, sehingga waktu
segmentasi banyak pixel yang menyerupai warna kulit tersegmentasi.
21
POLI REKAYASA Volume 5, Nomor 1, Oktober 2009
ISSN 1858-3709
Perbandingan waktu segmentasi terhadap level 30 25
waktu
20
Level 1 Level 2
15
Level 3 10 5
137400
62700
30000
63900
83259
77552
24336
50292
64753
6400
32072
25344
41750
30848
8295
0
banyak pixel
Gambar 2. Grafik perbandingan waktu segmentasi terhadap level
Pada gambar 2 dapat dilihat bahwa semakin besar pixel yang diproses waktu yang diberikan akan semakin besar namun waktu pada tiap level segmentasi tidak memberikan perbedaaan yang signifikan
artinya waktu tidak dipengaruhi oleh besarnya range warna kulit yang diproses pada tahap segmentasi tapi dipengaruhi oleh ukuran citra input / banyak pixel.
Tabel 1. porsentase keberhasilan deteksi
level
terdeteksi
tidak tepat terdeteksi
tidak terdeteksi
level 1 level 2 level 3
82% 86% 60%
8% 4% 28%
6% 6% 4%
Dari table 1 diatas, tingkat deteksi yang tertinggi terdapat pada level 2 sedangkan level 3 memiliki tingkat deteksi yang paling rendah, dan level 3 angka
terdeteksi sebagian 4% 4% 8%
untuk tidak tepat terdeteksi juga tinggi. Dapat disimpulkan segmentasi level 2 memberikan hasil deteksi yang lebih akurat.
Tabel 1. porsentase keberhasilan deteksi
level
terdeteksi
tidak tepat terdeteksi
tidak terdeteksi
level 1 level 2 level 3
82% 86% 60%
8% 4% 28%
6% 6% 4%
Dari table 1 diatas, tingkat deteksi yang tertinggi terdapat pada level 2 sedangkan level 3 memiliki tingkat deteksi yang paling rendah, dan level 3 angka untuk tidak tepat
terdeteksi sebagian 4% 4% 8%
terdeteksi juga tinggi. Dapat disimpulkan segmentasi level 2 memberikan hasil deteksi yang lebih akurat.
22
POLI REKAYASA Volume 5, Nomor 1, Oktober 2009
ISSN 1858-3709
Porsentase deteksi 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
82%
86%
60%
Level 1 Level 2 Level 3
28% 8%
terdeteksi
4%
6% 6% 4%
tidak tepat terdeteksi
tidak terdeteksi
4% 4%
8%
terdeteksi sebagian
Gambar 3. Grafik porsentase deteksi
Gambar 3 dibawah ini merupakan salah satu contoh citra uji yang mengandung 2 wajah manusia. Hasil pengujian menunjukkan bahwa keberhasilan deteksi tidak terlalu tergantung kepada posisi kepala, skala, maupun kondisi khusus yang terdapat pada wajah seperti adanya jenggot , kacamata, atau topi meskipun hal tersebut cukup berpengaruh terhadap hasil deteksi. Hasil deteksi lebih banyak dipengaruhi oleh persyaratan yang telah diuraikan sebelumnya.
image50.jpg
segmentasi image50.jpg
wajah pertama terdeteksi
wajah kedua terdeteksi
Gambar 4 . Hasil citra uji deteksi
PEMBAHASAN Dari data hasil segmentasi terlihat bahwa waktu segmentasi semakin besar jika jumlah pixel suatu gambar, semakin besar. Dalam pembuatan skin likelihood, tingkat kemiripan setiap pixel dengan warna kulit dihitung, melibatkan komponen cb dan cr setiap pixel. Semakin besar jumlah pixel input, semakin banyak proses perhitungan, sehingga waktu proses juga semakin besar. Tahap Deteksi Perbandingan jumlah pixel, jumlah skin region dan waktu deteksi terlampir. Parameter yang berpengaruh terhadap waktu proses adalah jumlah skin region dalam satu gambar, ukuran minimal sebuah skin region, rasio tinggi terhadap lebar skin region dan menghitung nilai fuzzy relation. Untuk menyeleksi apakah suatu skin region mengandung wajah manusia ditentukan berdasarkan 4 tahapan. Pertama, menghilangkan region-region kecil yang tersegmentasi sebagai region kulit untuk menghasilkan gambar baru yang hanya mengandung region-region yang berukuran besar. Region-region kecil ini banyak ditemui pada citra input yang memiliki warna yang kompleks. Syarat pertama ini, efektif untuk mengurangi waktu deteksi. Kedua, analisa terhadap persyaratan rasio tinggi terhadap lebar skin region. Rasio ditentukan dengan membagi tinggi terhadap
23
POLI REKAYASA Volume 5, Nomor 1, Oktober 2009
lebar. Di sini ditentukan batasan dimana rasio tinggi terhadap lebar yang minimum adalah 0.8. Hal ini ditetapkan karena batasan deteksi wajah dengan posisi vertikal atau agak miring, sedangkan rasio normal tinggi terhadap lebar wajah manusia adalah 1 (Henry,2000). Batasan tentang posisi wajah vertikal ini dilakukan untuk menghindari kesalahan deteksi karena dari hasil pengujian diketahui bahwa komponen background ataupun bendabenda lainnya selain wajah manusia banyak yang memiliki warna mirip dengan warna kulit sehingga mungkin menyebabkan kesalahan deteksi. Disebabkan oleh hal yang sama pula, ditentukan batasan maksimum rasio tinggi terhadap lebar skin region sebesar 1.6. Jika suatu skin region memiliki rasio lebih besar dari 1.6 maka tinggi region tersebut dikurangi dengan melakukan perhitungan ulang. Proses ini akan memperpanjang waktu deteksi. Untuk skin region yang memenuhi persyaratan ini, proses deteksi dilanjutkan untuk menganalisa persyaratan ketiga yaitu ukuran minimal dari sebuah skin region. Ukuran minimal ini mengacu pada model head shape. Jadi ukuran skin region tidak boleh lebih kecil dari ukuran model head shape. Disini head shape berukuran 40x27. Jika ukuran minimal ini tidak terpenuhi maka skin region tersebut tidak perlu dilanjutkan dengan proses persyaratan berikutnya sehingga waktu yang diperlukan lebih singkat. Kemudian persyaratan terakhir yaitu menghitung fuzzy relation. Pada bagian ini, region yang akan dideteksi dibagi menjadi beberapa blok, jika daerah region tersebut luas maka jumlah bloknya juga akan semakin besar dan ini akan membutuhkan waktu proses yang semakin tinggi. Untuk menentukan skin region tersebut termasuk wajah atau bukan maka diberikan suatu nilai threshold. Pada penelitian ini, setelah melakukan beberapa percobaan didapatkan nilai threshold yang optimal adalah 0.913. jika didapati nilai dibawah angka threshold, maka skin region tersebut dideteksi sebagai wajah.
ISSN 1858-3709
Dengan demikian terlihat bahwa untuk skin region yang melalui semua tahapan sebagai persyaratan wajah diperlukan waktu proses yang lebih panjang. Parameter terakhir adalah jumlah skin region dalam satu gambar. Karena proses analisa tahapan berlaku untuk setiap skin region, maka proses tersebut akan diulang-ulang untuk setiap skin region yang berbeda dalam sebuah gambar. Dengan demikian semakin besar jumlah skin region dalam sebuah gambar, waktu deteksi yang dibutuhkan akan semakin panjang. Dari lampiran deteksi juga terlihat ada sejumlah citra input yang tidak tepat terdeteksi. Tidak tepat terdeteksi disini maksudnya adalah hasil deteksi yang ditampilkan tidak hanya wajah manusia. Jadi ada obyek lain yang bukan merupakan wajah manusia yang terdeteksi sebagai wajah. Penyebab utama kasus ini adalah adanya obyek-obyek lain yang mempunyai kemiripan warna dengan warna kulit. Sehingga obyek ini ikut tersegmentasi sebagai skin region. Ketika skin region ini dianalisa dengan ke-empat persyaratan diatas dan memenuhi persyaratan tersebut, maka skin region ini dideteksi sebagai wajah. Kasus ini terjadi pada image2 level 3, image15 level 1&3, image27 level 3, dst. Secara keseluruhan ke-empat persyaratan yang ditentukan untuk menyeleksi skin region yang mengandung wajah manusia memang menyebabkan hasil deteksi yang cukup baik, dilihat dari porsentase keberhasilan deteksi. Meskipun pada beberapa input, bagian tubuh yang bukan merupakan wajah ikut terdeteksi seperti image 16 yang mendeteksi leher dan rambut, tetapi hasil deteksi masih dapat dikatakan baik. Hal ini tidak menjadi masalah karena rambut dan leher meskipun bukan bagian dari wajah, tapi berada di sekitar wajah sehingga hasil deteksi pun masih terfokus pada wajah, seperti yang dapat dilihat pada gambar 5.
24
POLI REKAYASA Volume 5, Nomor 1, Oktober 2009
Gambar 5. Hasil deteksi untuk kasus bagian leher dan rambut yang terdeteksi sebagai wajah
Dari keseluruhan hasil deteksi, diketahui bahwa kegagalan atau kesalahan deteksi lebih banyak ditentukan oleh hasil segmentasi. Dengan memperbaiki proses segmentasi diharapkan akan diperoleh hasil segmentasi yang lebih tepat merepresentasikan warna kulit. Uji Kinerja Sistem Kinerja sistem dapat diukur dari ketepatan sistem dalam mendeteksi wajah. Untuk uji kinerja sistem digunakan berbagai citra uji yang mempunyai variasi dalam: Kondisi pencahayaan (brightness dan contrast) Ukuran (scale) Rotasi / kemiringan Kondisi ditambahkan noise Citra input tidak mengandung wajah manusia Citra uji dengan berbagai macam kondisi diatas tidak diikutsertakan dalam perhitungan porsentase keberhasilan. Input tersebut diikutsertakan untuk membuktikan bahwa metode yang diterapkan dapat menangani kondisi diatas. Kategori Pengujian Pengujian pada penambahan kondisi pencahayaan yang berbeda Pada kondisi pencahayaan dilakukan pengujian pada 8 kondisi pencahayaan yang berbeda pada satu citra input. Dari pengujian terbukti bahwa 6 citra terdeteksi dan 2 citra tidak terdeteksi,
ISSN 1858-3709
segmentasi yang dilakukan terhadap skin region serupa dengan persepsi manusia terhadap warna kulit. Hal ini dapat dilihat pada 2 citra dibawah ini yang tidak terdeteksi. Kedua image ini, yaitu image22level-100-contrast ditambahkan kekontrasan dari citra asli yang menyebabkan warna kulit tidak dikenali sebagai region kulit sedangkan image22level-200-max ditambahkan pencahayaan sehingga dari citra tersebut tidak bisa lagi dikenali mana bagian yang berwarna kulit dan segmentasi pun tidak bisa dilakukan. Pengujian pada skala yang berbeda dari citra yang sama Pengujian dilakukan pada 6 skala yang berbeda pada image22. dua citra dengan skala 25% dan 50% tidak terdeteksi. Penyebab kegagalan image22-25% pada persyaratan ketiga karena ukuran citra biner hasil segmentasi lebih kecil dari ukuran minimalnya. Dan image22-50% penyebab kegagalannya terdapat pada persyaratan terakhir yaitu fuzzy relationnya bernilai 0.9140 dimana nilai tersebut melebihi nilai threshold. Sedangkan image22-75% pada segmentasi level 1 & 2 system tidak mendeteksi wajah namun segmentasi level 3 terdeteksi adanya wajah. Hal ini disebabkan oleh nilai fuzzy relation yang didapatkan pada segmentasi level 1 & 2 melebihi nilai threshold pada system Pengujian pada citra input yang terotasi / miring pengujian dilakukan pada image22 dengan rotasi 15%, 30%, 45%, 60%, 90%, dan 180%. Dari ke-enam citra uji tersebut system dapat mendeteksi bagian wajah dengan tepat, karena segmentasi yang dilakukan tidak terpengaruh oleh keadaan citra yang terotasi. Pengujian pada penambahan kondisi noise yang berbeda Noise yang digunakan dalam pengujian ini adalah uniform, Gaussian, motion blur, diffuse, dan blur. Citra yang digunakan adalah image22 sehingga citra
25
POLI REKAYASA Volume 5, Nomor 1, Oktober 2009
uji menjadi 5 buah dengan kondisi noise diatas. Pendeteksian terhadap citra yang telah ditambahi noise tersebut dapat mendeteksi wajah dengan baik hanya satu citra yang gagal. Citra yang tidak terdeteksi adalah citra yang ditambahkan dengan noise Gaussian. Penyebab kegagalannya dapat dilihat dari tahap segmentasi dimana pada citra biner terdapat region-region kecil. Region-region kecil tersebut dihilangkan sebagai persyaratan pertama pada pendeteksian wajah, sehingga didapat satu region yang tersisa untuk diproses selanjutnya. Namun pada syarat ketiga, semua region tidak memenuhi karena ukurannya lebih kecil dari ukuran minimal. Pengujian pada Citra input tidak mengandung wajah manusia Pengujian dilakukan pada citra input yang mengandung wajah anjing. Hal ini dilakukan untuk menguji kemampuan sistem apakah sistem mendeteksi ada wajah manusia atau bukan. Kalau dilihat dari hasil segmentasinya, dapat diketahui bahwa persyaratan deteksi yang ditentukan cukup baik dalam menyeleksi skin region yang ada dalam sebuah gambar. sistem mendeteksi adanya warna yang menyerupai warna kulit manusia, dapat dilihat dari gambar 5 dibawah ini:
dog.jpg
segmentasi dog.jpg
Gambar 6. Citra uji yang bukan mengandung wajah manusia
Namun pada persyaratan terakhir, region yang diproses memberikan nilai kemiripan diluar batas threshold. Jadi hasil pengujian terbukti bahwa sistem tidak mendeteksi adanya wajah manusia pada citra input. karena simulasi ini memang didesain untuk mendeteksi wajah manusia.
ISSN 1858-3709
SIMPULAN Berdasarkan hasil analisa terhadap uji kinerja sistem deteksi wajah dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Proses segmentasi yang semakin bagus akan mendukung sIstem dalam mendeteksi wajah lebih optimal, karena segmentasi merupakan proses awal dari sebuah pendeteksian. 2. Segmentasi dengan mengambil citra sample yang terlalu banyak tidak menjamin keakuratan deteksi. 3. Waktu keseluruhan deteksi berbanding lurus dengan ukuran citra input, jumlah skin region, jumlah skin region yang memenuhi persyaratan wajah. 4. Persyaratan yang ditetapkan berperan cukup baik dalam menyeleksi setiap skin region yang akan diidentifikasikan sebagai wajah manusia. SARAN 1. Untuk mendapatkan hasil deteksi yang lebih akurat dapat dilakukan dengan memperbaiki segmentasi warna kulit berdasarkan ras manusia 2. Sistem bisa menangani berbagai macam citra input UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih kepada Bapak Suyanto dan bapak Eddy Muntina Dharma yang telah berbagi ilmu dan membimbing penulis hingga rampungnya penelitian ini dalam menyelesaikan skripsi di IT Telkom. DAFTAR PUSTAKA Bandemer,Hans & Gottwald,Siegfried. 1996. Fuzzy Sets,Fuzzy Logic,Fuzzy Methods with Applications. West Sussex PO19 1UD. England.
G Wyszecki dan WS Styles,1982. Color Science: Concepts and Methods, Quantitative Data and Formulae, second edition, Jhon Wiley & Sons. New York. Gonzales,Rafael & Paul Wintz C.1992 Digital Image Processing. Addison
26
POLI REKAYASA Volume 5, Nomor 1, Oktober 2009
ISSN 1858-3709
Wesley Publishing Company Inc. USA. H Wu, Q Chen, dan M Yachida, Face Detection from Color Images Using a Fuzzy Pattern Matching Method, IEEE Trans.Pattern Analysis and Machine Intelligence, vol. 21, no. 6, pp. 557-563,June 1999. Henry
Chang, Ulises Robles, Face Detection, EE 368 Final Project Report, May 2000.
Jie Yang dan Alex Waibel, A Real Time Face Tracker, CMU CS Technical Report. Legind, Henrik. 2002. Possibility Theory and Fuzzy Pattern Matching, University Esbjerg. Ming-hsuan Ynag, Narendra Ahuja, David Kriegman,1999. A Survey on Face Detection Methods. . Y Gong dan M Sakauchi, Detection of regions Matching Specified Chromaticity Features, Computer Vision and Image Understanding. Vol.61.no.2.1995.pp 263-269
27