DESAIN KONTROL DAN MONITORING KONDISI UDARA RUANG PADA SISTEM CONTROLLED ATMOSPHERE STORAGE BERBASIS MIKROKONTROLER ARDUINO UNO
WIDYANINGRUM
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017
i
ii
iii
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Desain Kontrol dan Monitoring Kondisi Udara Ruang pada Sistem Controlled Atmosphere Storage Berbasis Mikrokontroler Arduino Uno adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, April 2017
Widyaningrum NIM F151140031
iv
RINGKASAN
WIDYANINGRUM. Desain Kontrol dan Monitoring Kondisi Udara Ruang pada Sistem Controlled Atmosphere Storage Berbasis Mikrokontroler Arduino Uno. Dibimbing oleh Y. ARIS PURWANTO dan SUTRISNO. Penyimpanan dengan cara pengaturan komposisi udara atau pengaturan konsentrasi oksigen dan karbondioksida dikenal dengan penyimpanan dengan pengendalian atmosfer. Teknik atmosfer terkendali sekitar produk bertujuan untuk mengendalikan metabolisme produk segar sehingga masa simpan dapat diperpanjang. Konsentrasi oksigen dan karbondioksida disekitar produk dijaga pada suatu konsentrasi yang diinginkan. Penelitian ini bertujuan untuk merancang sistem kontrol dan monitoring oksigen dan karbondioksida serta suhu dan kelembaban di dalam ruang penyimpanan dengan mengimplementasikan mikrokontroler Arduino Uno. Bahan yang digunakan adalah brokoli sebanyak 5 kg, gas nitrogen, oksigen dan karbondioksida. Peralatan yang digunakan adalah mikokontroler Arduino Uno, sensor SHT11, sensor CDM4160-H00, sensor KE-25, solenoid valve, solid state relay, chamber berukuran 40 x 40 x 50 cm dengan tebal 8 mm, refrigerator, peralatan perbengkelan dan peralatan pendukung lainnya. Pendekatan rancangan terdiri dari dua jenis yitu rancangan fungsional dan rancangan struktural. Fungsi dan struktur utama dari sistem yang dibuat adalah sistem pengontrolan terhadap injeksi gas, buka tutup solenoid valve, mengontrol lama injeksi, dan melakukan pembacaan sensor. Pengukuran dan pengujian meliputi kalibrasi sensor dan pengujian fungsional kinerja kontrol dan monitoring kondisi dengan beban dan kondisi tanpa beban. Analisis hasil percobaan dilakukan dengan menggunakan analisis statistik repeated measures ANOVA. Hasil pengamatan dan pengukuran kondisi suhu tanpa beban adalah 9.88ºC, RH 73.73%, karbondioksida 2.22% dan oksigen 4.63%. Hasi pengamatan dan pengukuran kondisi suhu kondisi dengan beban adalah 11.91ºC, RH 70.66%, karbondioksida 2.48% dan oksigen 6.38%. Perbandingan antara setpoint dan aktual diperoleh akurasi suhu 98.84% untuk kondisi tanpa beban dan 80.85% untuk kondisi dengan beban. Perbandingan antara setpoint dan aktual diperoleh akurasi RH 97.55% untuk kondisi tanpa beban dan 91.95% untuk kondisi dengan beban. Perbandingan antara setpoint dan aktual diperoleh akurasi oksigen 83.98% untuk kondisi tanpa beban dan 40.25% untuk kondisi dengan beban. Perbandingan antara setpoint dan aktual diperoleh akurasi karbondioksida 74.26% untuk kondisi tanpa beban dan 82.74% untuk kondisi dengan beban.
Kata kunci: CAS, Arduino Uno, oksigen, karbondioksida
v
SUMMARY
WIDYANINGRUM. Design Control and Monitoring of Air Condition Room on Controlled Atmosphere Storage Based on Microcontroller Arduino Uno. Supervised by Y. ARIS PURWANTO and SUTRISNO. Storage by controlling the composition of air or oxygen and carbon dioxide concentration settings is called controlled atmosphere storage. Controlled atmosphere storage aims at controlling metabolism fresh product to extended the shelf life. The concentration of oxygen and carbon dioxide in product is maintained at a desired concentration. The objective of this research was to design a control and monitoring system of oxygen, carbon dioxide, temperature and relative humidity in the storage by using microcontroller Arduino Uno. This research used materials and tools, i.e broccoli as much as 5 kgs, nitrogen, oxygen, carbon dioxide, microcontroller Arduino Uno, SHT 11 sensor, CDM4160-H00 sensor, KE-25 sensor, solenoid valve, chamber measures 40 x 40 x 50 cm with thickness 8 mm, refrigerator, workshop equipment and other ancillary equipment. Design approach consists of functional and structural design. The main function of the system control was to control gas injection, open and close the solenoid valve, control the amount of injection, and reading the sensor. Measurements and testing included sensor calibration and functional testing of the control and monitoring with load conditions and no-load conditions. Analysis of the results of experiments conducted by using statistical analysis of repeated measures ANOVA. The result of observation and measurements of temperature with no-load conditions is 9.88ºC, RH 73.73%, concentration of carbon dioxide 2.22% and concentration of oxygen 4.63%. The result of observation and measurements of temperature with load conditions is 11.91ºC, RH 70.66%, concentration of carbon dioxide 2.48% and concentration of oxygen 6.38%. Accuracy between setpoint and actual temperature was of 98.84% for no load condition and 80.85% for load condition. Accuracy between setpoint and actual RH was of 97.55% for no load condition and 91.95% for load condition. Accuracy between setpoint and actual oxygen was of 83.98% for no load condition and 40.25% for load condition. Accuracy between setpoint and actual carbon dioxide was of 74.26% for no load condition and 82.74% for load condition. Keywords: CAS, Arduino Uno, oxygen, carbon dioxide
vi
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
vii
DESAIN KONTROL DAN MONITORING KONDISI UDARA RUANG PADA SISTEM CONTROLLED ATMOSPHERE STORAGE BERBASIS MIKROKONTROLER ARDUINO UNO
WIDYANINGRUM
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017
viii
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir I Dewa Made Subrata, MAgr
ix
x
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Karya ilmiah ini disusun sebagai syarat untuk penyelesaian studi master di program studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan, Institut Pertanian Bogor. Judul penelitian yang dilaksanakan adalah Desain Kontrol dan Monitoring Kondisi Udara Ruang pada Sistem Controlled Atmosphere Storage Berbasis Mikrokontroler Arduino Uno. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Y. Aris Purwanto, MSc dan Bapak Prof Dr Ir Sutrisno, MAgr selaku pembimbing yang telah membimbing penulis, memberikan saran dan masukan dalam menyelesaikan karya ilmiah ini. Terima kasih penulis sampaikan kepada komisi penguji sekaligus ketua program studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan, Bapak Dr Ir I Dewa Made Subrata, MAgr atas kritik dan sarannya untuk karya ilmiah ini. Terima kasih penulis ucapkan kepada kedua orang tua, Bapak M. Zamil dan Ibu Siti Mursiatin, Kakak Kiki Maharani dan Adik Arif Putra Laksana serta keluarga atas segala doa, dukungan dan kasih sayangnya. Terima kasih juga penulis sampaikan untuk teman-teman TMP 2014 yaitu Mba Fifin, Kak Wenny, Mba Yuyun, Kak Zummi, Kak Jusran, Kak Irwan, Kak Yose dan Kak Zhimi atas kerjasamanya selama perkuliahan dan penelitian ini. Terima kasih juga penulis sampaikan untuk Bapak Sulyaden dan Mas Baskara yang telah membantu selama penelitian di Laboratorium TPPHP, Mas Aldo selaku mentor yang telah banyak membantu dan berbagi ilmu tentang elektronika dan instrumentasi dan semua pihak yang telah membantu dalam penelitian ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, April 2017 Widyaningrum
xi
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
xiii
DAFTAR GAMBAR
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
xiv
1 PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Rumusan Masalah
2
Tujuan
2
Batasan Masalah
2
2 TINJAUAN PUSTAKA
2
Control Atmosphere Storage
2
Prinsip Kerja dan Teknik Controlled Atmosphere Storage
3
Brokoli (Brassica oleracea L. var italic)
5
Mikrokontroler Arduino Uno
6
Sistem Kontrol
7
Sensor SHT 11
8
Sensor CDM 4160-H00
8
Sensor KE-25
9
Solid State Relay (SSR)
10
Solenoid Valve
10
3 METODE
11
Waktu dan Tempat Penelitian
11
Bahan dan Alat
11
Prosedur Penelitian
12
Pendekatan Rancangan
12
Rancangan Fungsional
12
Rancangan Struktural
13
Prosedur Pengukuran dan Pengujian
17
Pengujian Fungsional Sistem Monitoring
17
Analisis Hasil Percobaan
19
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
19
Uji Kebocoran Chamber
19
Kalibrasi Sensor
20
xii
Hasil Pengujian Kinerja Sistem Kontrol dan Monitoring
22
Hasil Uji Kinerja Kondisi Tanpa Beban
22
Hasil Uji Kinerja Kondisi dengan Beban
29
Hasil Uji Akurasi dan Presisi Kinerja Sistem Kontrol dan Monitoring
35
5 SIMPULAN DAN SARAN
38
Simpulan
38
Saran
38
DAFTAR PUSTAKA
38
LAMPIRAN
43
RIWAYAT HIDUP
76
xiii
DAFTAR TABEL 1 Fungsional Sistem Monitoring
12
2 Mauchly’s Test of Sphericity kondisi tanpa beban
24
3 Test of Within Subjects (Oksigen) kondisi tanpa beban
24
4 Multivariate Tests kondisi tanpa beban
25
5 Hasil uji perbandingan beda suhu, kelembaban, oksigen dan karbondioksida kondisi tanpa beban selama tiga kali pengujian 25 6 Mauchly’s Test of Sphericity pada kondisi dengan beban
31
7 Multivariate Tests pada kondisi dengan beban
31
8 Hasil uji perbandingan beda suhu, kelembaban, oksigen dan karbondioksida kondisi dengan beban selama tiga kali pengujian 32 9 Hasil pengujian dan perhitungan sistem monitoring suhu dan kelembaban
36
10 Hasil pengujian dan perhitungan sistem kontrol dan monitoring oksigen dan karbondioksida 37
DAFTAR GAMBAR 1 Arduino Uno
7
2 Sensor suhu dan kelembaban SHT11
8
3 Sensor karbondioksida CDM4160-H00
9
4 Sensor oksigen KE-25
9
5 Solid state relay yang dihubungkan dengan Arduino uno
10
6 Solenoid valve
11
8 Rangkaian sensor karbondioksida
13
9 Rangkaian sensor oksigen
14
10 Rangkaian skematik hardware sistem kontrol dan monitoring
15
11 Lay-out jaringan sistem kontrol dan monitoring
16
12 Diagram alir sistem kendali kondisi tanpa beban
18
13 Diagram alir sistem kendali kondisi dengan beban
18
14 Chamber yang sudah diberi gasket (red silicone)
20
15 Penguat sinyal non-inverting
21
16 Grafik sensitivitas sensor oksigen KE-series
21
17 Grafik kalibrasi sensor oksigen KE-25
22
18 Perubahan suhu terhadap waktu penyimpanan kondisi tanpa beban
23
xiv
19 Perubahan RH terhadap waktu penyimpanan kondisi tanpa beban
26
20 Perubahan konsentrasi oksigen terhadap waktu penyimpanan kondisi tanpa beban 27 21 Perubahan konsentrasi karbondioksida terhadap waktu penyimpanan kondisi tanpa beban 28 22 Perubahan suhu terhadap waktu penyimpanan kondisi dengan beban
30
23 Perubahan RH terhadap waktu penyimpanan kondisi dengan beban
33
24 Perubahan konsentrasi oksigen terhadap waktu penyimpanan kondisi dengan beban 34 25 Perubahan konsentrasi karbondioksida terhadap waktu penyimpanan kondisi 35 dengan beban
DAFTAR LAMPIRAN 1 Kalibrasi sensor oksigen KE-25
44
2 Program kontrol dan monitoring kondisi udara ruang CAS berbasis Arduino 44 Uno kondisi tanpa beban 3 Program kontrol dan monitoring kondisi udara ruang CAS berbasis Arduino Uno kondisi dengan beban 48 4 Uji statistik repeated measures ANOVA SPSS 16 kondisi tanpa beban
50
5 Uji statistik repeated measures ANOVA SPSS 16 kondisi dengan beban
62
6 Dokumentasi penelitian
74
1
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penyimpanan dengan cara pengaturan komposisi udara atau pengaturan konsentrasi oksigen dan karbondioksida dikenal dengan penyimpanan dengan pengendalian atmosfer. Controlled atmosphere storage (CAS) adalah metode penyimpanan dengan pengendalian konsentrasi oksigen dan karbondioksida secara terus menerus sesuai dengan konsentrasi yang diinginkan (Rangkuti 2010). Teknik atmosfer terkendali sekitar produk bertujuan untuk mengendalikan metabolisme produk segar sehingga masa simpan dapat diperpanjang. Konsentrasi gas O2 dan atau CO2 di sekitar produksi segar dijaga pada suatu konsentrasi yang diinginkan. Dengan adanya pengendalian kedua gas tersebut akan terjadi hambatan laju respirasi sehingga laju respirasi relatif rendah pada batas tidak menimbulkan kondisi respirasi anaerobik pada produk segar tersebut. Secara teknis atmosfer terkendali mencakup penambahan atau pengurangan gas-gas yang menghasilkan susunan udara yang sangat berbeda dengan udara biasa. Jadi, CO2, O2, CO, C2H4, asetilena, atau N2 dapat diatur untuk mendapatkan berbagai kombinasi komposisi gas. Namun, dalam penerapannya sekarang atmosfer terkendali merupakan istilah untuk penambahan CO2, penurunan O2, dan kandungan N2 tinggi dibanding udara pada umumnya (Argo et al. 2008). Di dalam penyimpanan atmosfer terkendali, temperatur dan komposisi gas dari penyimpanan telah diatur dengan kisaran konsentrasi gas adalah 1-10% oksigen dan 0-30% karbondioksida dan nitrogen sebagai penyeimbang (Robinson dan Eskin 2001). Beberapa usaha dan penelitian terkait CAS sudah dilakukan diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Sumardi (1999) yang melakukan perancangan kendali otomatik CA. Alat analisis gas yang digunakan untuk mengukur kandungan O2 adalah gas analyzer merk Shimadzu tipe POT-101 dan tipe IRA/URA 107 untuk mengukur CO2 dimana hasil rancangan telah dapat digunakan untuk mengendalikan kondisi gas di dalam chamber. Argo et al. (2008) telah melakukan pembuatan sistem monitoring dengan menggunakan mikrokontroler AT89S51 hasilnya adalah kemampuan sensor mengukur kandungan maksimum oksigen yang dapat dideteksi adalah 5.8% dan karbondioksida adalah 3% yang disebabkan karena penguatan ADC hanya mampu sampai pada angka tersebut sehingga sensor perlu dikalibrasi ulang atau mengganti rangkaian penguat. Pada penelitian Agustiningrum et al. (2014) dibuat respiration chamber yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan bahan yang terdiri dari pompa vakum dan keran yang dipasang pada bagian atas respiration chamber. Respiration chamber divakum hingga tercapai tekanan tertentu kemudian melalui keran dialirkan gas N2 hingga tekanan kembali menjadi 1 atm. Pengujian konsentrasi gas O2 dilakukan dengan menggunakan O2 dan CO2 analyzer dengan menusukkan sensor jarum melalui penutup karet injeksi pada tutup respiration chamber. Penerapan teknologi controlled atmosphere storage di Indonesia masih terbatas dan terkendala dikarenakan teknologi CAS yang masih mahal dan sangat rumit untuk diterapkan. Salah satu cara untuk memonitoring dan mengontrol kondisi udara ruang pada sistem CAS adalah dengan mengimplementasikan
2
sistem monitoring dan kontrol dengan memanfaatkan teknologi mikrokontroler Arduino Uno. Arduino Uno merupakan single-board mikrokontroler yang dirancang untuk memudahkan penggunaan elektronik dalam berbagai bidang dan memiliki hardware yang dikembangkan secara opensource. Rumusan Masalah Permasalahan yang menjadi pokok utama dalam penelitian ini adalah bagaimana merancang sistem untuk memonitoring suhu, kelembaban dan mengontrol konsentrasi gas karbondioksida dan oksigen di dalam ruang penyimpanan atmosfer terkontrol dengan menggunakan mikrokontroler Arduino Uno. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk merancang sistem kontrol dan monitoring oksigen dan karbondioksida serta merancang sistem monitoring suhu dan kelembaban di dalam ruang penyimpanan melalui personal computer (PC) dengan mikrokontroler Arduino Uno. Batasan Masalah Dalam penelitian ini ada beberapa aspek yang menjadi batasan masalah diantaranya adalah tidak melakukan pengendalian terhadap suhu dan kelembapan (RH). Selain itu juga tidak melakukan analisis lebih lanjut terhadap brokoli hasil penyimpanan.
2 TINJAUAN PUSTAKA Control Atmosphere Storage Controlled atmosphere storage adalah metode penyimpanan dengan pengendalian konsentrasi oksigen dan karbondioksida secara terus menerus sesuai dengan konsentrasi yang diinginkan. Untuk mendapatkan jangka waktu kesegaran yang paling lama, penyimpanan dengan controlled atmosphere (CA) adalah yang terbaik (Wardhanu 2009). Controled atmosphere storage menggunakan konsentrasi oksigen dan karbondioksida sekitar 1% sampai 5% untuk masing-masing gas. Udara normal memiliki konsentrasi oksigen sekitar 21% dan level karbondioksida mendekati 0.03%. Penurunan konsentrasi oksigen dan penambahan konsentrasi karbondioksida dapat memeperlambat proses pematangan, dan memperlambat pertumbuhan organisme perusak. CA storage dapat memperpanjang umur simpan suatu produk dibandingkan dengan penggunaan lemari pendingin konvensional (National Horticulture Board 2010). Menurut Thompson (2010), penyimpanan dengan controlled atmosphere ditujukan untuk mengurangi laju respirasi buah dan sayuran dalam keadaan tertentu. Untuk beberapa tanaman dalam kondisi tertentu CO2 yang tinggi atau O2 yang rendah dapat memiliki efek peningkatan laju respirasi. Hal ini dipengaruhi
3
oleh berbagai faktor. Salah satunya adalah interaksi dengan suhu akan membuat metabolisme tanaman bisa diubah sehingga menjadi anaerobik. Umumnya, tanaman yang disimpan dengan teknik controlled atmosphere memiliki daya simpan yang lama karena laju proses metabolisme pada tanaman menjadi lambat. Terutama untuk buah klimaterik dapat memperlambat pematangan dan kerusakan sehingga proses pematangan lebih lama dibandingkan dengan yang disimpan pada suhu ruang. Pada penyimpanan dengan controlled atmosphere storage komposisi gas dalam ruang penyimpanan diukur secara terus menerus dengan menginjeksikan gas tertentu untuk mempertahankan kondisi penyimpanan yang diinginkan. Pada umumnya gas-gas yang digunakan dalam sistem controlled atmosphere storage adalah O2, CO2, dan N2. Penyimpanan dengan atmosfer terkendali adalah penyimpanan hasil pertanian dengan lingkungan udara yang mempunyai komposisi gas berbeda dengan udara normal. Hal tersebut berhubungan dengan pengaturan kandungan oksigen dan karbondioksida yang berhubungan dengan kegiatan fisiologis hasil pertanian. Penyimpanan dalam kemasan tertutup rapat sampai pada suatu saat tertentu akan mengakibatkan terjadinya respirasi anaerobik, hal ini karena terlewatinya batas minimum ketersediaan jumlah konsentrat oksigen bagi respirasi aerob. Oleh karena itu, untuk mempertahankan kondisi konsentrasi oksigen minimum bagi respirasi aerob perlu dilakukan kendali terhadap komposisi gas secara kontinyu atau sering disebut penyimpanan dengan atmosfer terkendali (Smock 1979). Prinsip Kerja dan Teknik Controlled Atmosphere Storage Prinsip atmosfer yang terkendali didasarkan pada variasi komposisi udara dengan tujuan memperlambat sebanyak mungkin tingkat respirasi dan kematangan relatif dari buah dan sayuran. Komposisi atmosfer yang berbeda dengan atmosfer normal disiapkan secara khusus pada ruang penyimpanan atau dalam kemasan untuk memberikan campuran oksigen dan karbon dioksida dengan komposisi tertentu. Ruang penyimpanan yang dilengkapi peralatan khusus dan penggunaan peralatan dan instalasi yang memadai memungkinkan pengontrolan atmosfer kandungan oksigen dan karbondioksida yang akan diproduksi untuk produk yang disimpan (National Horticulture Board 2010). Pembangunan ruang untuk penyimpanan atmosfer terkendali dirancang untuk memungkinkan komposisi atmosfer yang diinginkan dapat terjaga. Dalam prakteknya, tidak mungkin membuat ruang penyimpanan yang kedap udara secara mutlak, pertukaran gas antara interior dan eksterior tak terhindarkan. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui tingkat kebocoran maksimum yang diizinkan dan memiliki metode yang tersedia dan memeriksa apakah konstruksi ruang penyimpanan memenuhi kriteria ini (tingkat masuknya oksigen ke dalam ruang berbanding lurus dengan tingkat kebocoran). Secara teori, masuknya oksigen ke dalam ruangan harus tetap lebih rendah dari pada laju respirasi oleh produk yang tersimpan. Dengan demikian arus masuk yang dapat diterima tergantung pada produk yang tersimpan, suhu, campuran gas dan perlengkapan tambahan yang mungkin digunakan untuk mengendalikannya (misalnya penyerap oksigen atau kantong ekspansi). Arus masuk ke dalam
4
ruangan penyimpanan yang beroperasi disebabkan oleh difusi yang diakibatkan oleh perbedaan konsentrasi gas, dan oleh konveksi akibat perbedaan tekanan. Pra-pendinginan harus dilakukan pada produk segera setelah panen. Waktu pengisian dan laju pendinginan menentukan ukuran maksimal ruang atmosfer terkendali. Pengaturan atmosfer mengikuti pengaturan suhu. Untuk menghasilkan, merawat dan memeriksa kondisi atmosfer yang terkendali di ruang penyimpanan, metode yang berbeda dapat digunakan sesuai dengan peralatan yang tersedia (konverter, scrubber, generator atmosfer terkontrol, penganalisis gas, dll). Kandungan oksigen di atmosfer (21%) dapat dikurangi karena respirasi dari produk, atau dengan menggunakan instalasi khusus di ruang penyimpanan atmosfer yang terkendali. Selama respirasi, oksigen dikonsumsi dan karbon dioksida, air dan panas dilepaskan. Pada umumnya, konverter digunakan untuk mengurangi kadar oksigen 2% - 4% dalam waktu 2 hari sampai 3 hari. Konverter bekerja berdasarkan asas konsumsi oksigen dengan pembakaran hidrokarbon atau oleh kombinasi oksigen dengan hidrogen yang dihasilkan dengan dekomposisi amonia (reduksi oksigen membutuhkan waktu 2 hari atau 3 hari). Konsumsi oksigen dengan pembakaran hidrokarbon berlangsung sesuai dengan reaksi: C3 H8 + 5O2 → 3CO2 + 4H2 O
(1)
Pembakaran berlangsung pada suhu tinggi, kemudian karbondioksida dilewatkan melalui penyerap karbondioksida atau dimasukkan langsung ke dalam bilik. Instalasi ini berfungsi pada umumnya dalam siklus tertutup atau terbuka. Selama periode penyimpanan, sebagai hasil dari proses respirasi produk, karbondioksida terakumulasi di dalam ruang penyimpanan. Untuk menjaga kandungan ini konstan pada nilai optimum, digunakan penyerap atau scrubber yang memungkinkan kandungan karbondioksida dikurangi ke nilai yang diinginkan. Penyerap ini bekerja berdasarkan prinsip penyerapan fisik atau penyerapan kimia karbondioksida. Persyaratan penting untuk penyimpanan dengan atmosfer terkendali adalah sebagai berikut: 1. Pre-cooling / Rapid cooling: mengontrol suhu produk segar adalah metode terpenting untuk memperlambat penurunan kualitas pada bahan. Pre-cooling atau rapid cooling akan memberikan hasil yang berbeda sesuai dengan metode pendinginannya misalnya room cooling, hydro cooling, forced-air cooling, evaporated forced air cooling dan ice packaging. Keuntungan utama dari room cooling adalah produk bisa didinginkan dan disimpan di ruangan yang sama tanpa perlu transfer tetapi mengharuskan ruangan didesain dengan benar, sirkulasi udara dan yang paling penting desain penumpukan yang tepat dari tempat penyimpanan. 2. Kualitas produk: masa penyimpanan hasil panen sangat bervariasi dengan kualitas produk pada saat panen dan penanganan pasca panen. Menjaga kualitas hasil produksi yang baik agar tetap tersimpan tidak hanya dilakukan pada tahap panen tetapi juga ditangani dengan hati-hati dalam semua operasi termasuk picking, grading dan packaging. Penyebab utama buah busuk dalam
5
penyimpanan adalah penanganan yang kasar atau penundaan pra-pendinginan pada kondisi penyimpanan yang direkomendasikan. 3. Kondisi ruang penyimpanan: Untuk merancang cold storage, kondisi penyimpanan produk harus memperhatikan suhu, kelembaban relatif, adanya CO2, O2, etilen, sirkulasi udara, cahaya, dll. a. Suhu: pada fasilitas CAS harus dijaga dalam rentang ±1ºC dari suhu yang direkomendasikan untuk produk yang disimpan. b. Kelembaban (RH): dalam jangka panjang pada fasilitas CAS harus dijaga pada 90% sampai 95%. Sistem pendinginan harus dirancang khusus untuk menjaga RH tetap tinggi. Kumparan pendingin dengan luas permukaan yang besar dan kontrol zat pendingin menjaga suhu koil setinggi mungkin untuk mengurangi jumlah uap air dari udara pada ruang penyimpanan dan produknya. Kumparan yang lebih kecil menghasilkan hilangnya kelembaban yang tidak dapat diterima dan selanjutnya perlu dilengkapi dengan peralatan humidifikasi yang menghasilkan kelembaban yang tidak terkontrol dan dapat menyebabkan pertumbuhan mikroorganisme. c. O2 dan CO2 level: diberikan sesuai dengan rekomendasi yang dianjurkan untuk masing-masing komoditas. d. Loading rate: untuk mencapai kualitas penyimpanan yang baik, ruangan harus cukup kecil untuk diisi dalam 3 hari atau lebih cepat dengan kapasitas pendinginan dan sirkulasi udara yang memadai. Sebagai pedoman, tingkat pemuatan dapat bervariasi dari 3% sampai 5% dari total kapasitas cold storage dan sangat penting untuk mengukur kapasitas ruang penyimpanan controlled atmosphere. e. Sirkulasi udara: CAS harus dirancang untuk menyediakan aliran udara 165 cm per MT produk, berdasarkan jumlah maksimum produk yang dapat disimpan di masing-masing ruangan. f. Penumpukan: selama pendinginan ruangan, udara dingin dari kumparan mengalir melewati tempat bahan / peti sehingga mengeluarkan panas produk. Untuk hasil terbaik keranjang / peti harus ditumpuk sehingga udara bergerak ke semua permukaan wadah untuk pendinginan yang cepat dan memadai. g. Kondisi pencahayaan: Pencahayaan dikurangi atau dibiarkan dalam kondisi gelap selama penyimpanan. Brokoli (Brassica oleracea L. var italic) Brokoli merupakan komoditi yang mudah rusak (perishable) karena memiliki kandungan air yang tinggi (90 %), dan kelas laju respirasi yang terlalu tinggi pada suhu 5ºC serta lebih tinggi dibandingkan asparagus, bayam dan jagung manis (Utama 2001). Potensi masa simpan brokoli kurang dari 2 minggu dalam udara dengan suhu dan RH optimum (Kader 1993). Oleh karena itu setelah dipanen brokoli harus segera ditangani dengan baik dengan melakukan pra
6
pendinginan untuk menurunkan laju respirasi dan mencegah terjadinya pelayuan dan pembusukan (Rokhani 1995). Pra pendinginan dapat dilakukan dengan cara hydrocooling atau dengan menggunakan es, jika kondisinya baik dan sirkulasi udara pada ruang penyimpanan sesuai maka brokoli dapat bertahan 10 - 14 hari pada suhu 0ºC (Rokhani 1995). Brokoli memiliki umur simpan yang pendek, yaitu 1 - 2 hari pada kondisi suhu 20ºC, RH 60 – 70%; 2 - 6 hari pada kondisi suhu 4ºC, RH 80 – 90 %; 1 – 2 minggu pada kondisi suhu 0ºC, RH 90 – 95 % dan dikemas dalam kotak polystyrene yang diberi es (Tan 2005). Menurut Bafdal et al. (2007) bahwa jika 15 kg brokoli yang setelah dipanen diberi perlakuan hydrocooling kemudian dimuat dalam kontainer yang diberi bongkahan es (ice crushed) sebanyak 3 kg dapat menjaga suhu di dalam kontainer 8.5 – 10.3ºC selama 22 jam. Mikrokontroler Arduino Uno Mikrokontroler adalah suatu chip berupa IC (Integrated Circuit) yang dapat menerima sinyal input, mengolahnya dan memberikan sinyal output sesuai dengan program yang diisikan ke dalamnya. Sinyal input mikrokontroler berasal dari sensor yang merupakan informasi dari lingkungan sedangkan sinyal output ditujukan kepada aktuator yang dapat memberikan efek ke lingkungan. Arduino dikatakan sebagai sebuah platform dari physical computing yang bersifat open source. Didalam rangkaian board Arduino terdapat mikrokontroler AVR seri ATMega 328 yang merupakan produk keluaran Atmel. Selain itu, dalam board Arduino sendiri sudah terdapat loader USB sehingga memudahkan untuk memogram mikrokontroler didalam Arduino. Sedangkan pada kebanyakan board mikrokontroler masih membutuhkan rangkaian loader terpisah untuk memasukkan program. Sifat opensource pada Arduino juga memberikan banyak keuntungan diantaranya komponen tambahan yang digunakan tidak hanya bergantung pada satu merk tertentu namun memungkinkan untuk memakai komponen yang ada dipasaran. Bahasa pemrograman Arduino merupakan bahasa C yang sudah disederhanakan syntax bahasa pemrogramannya sehingga mempermudah dalam mempelajarinya (Ginting 2012). Arduino tidak hanya sekedar alat pengembangan, tetapi Arduino adalah kombinasi dari hardware, bahasa pemrograman dan Integrated Development Environment (IDE) yang canggih. IDE adalah sebuah software yang berperan untuk menulis program, mengcompile menjadi kode biner dan mengupload ke dalam memori mikrokontroller. Kelebihan arduino Uno adalah bisa dijalankan pada lintas platform yakni pada sistem operasi Windows, MacIntosh OSX dan Linux, sementara platform lain umumnya terbatas hanya pada Windows. Arduino Uno sangat mudah dipelajari dan digunakan karena bahasa pemrogramannya masih sama seperti bahasa C serta memiliki modul siap pakai (shield) yang bisa ditancapkan pada board Arduino. Misalnya shield GSM/GPRS, GPS, Ethernet, SD Card, dan lain-lain (Rusmaladewi 2012).
7
Gambar 1 Arduino Uno (Sumber:http://arduino.cc/ ) Kelebihan Arduino lainnya dibandingkan mikrokontroler lain yaitu pada dukungan developer yang mengembangkan Arduino sangat banyak. Hal ini dikarenakan Arduino dikembangkan secara opensource sehingga semua orang dapat dengan mudah mengaplikasikan dan memperoleh perlengkapan pendukung sesuai dengan kebutuhannya (Fatikhunnada et al. 2013). Sistem Kontrol Sistem kendali atau sistem kontrol (control system) adalah suatu alat (kumpulan alat) untuk mengendalikan, memerintah, dan mengatur keadaan dari suatu sistem. Sistem kontrol otomatis terdiri atas elemen pengukuran (sensor), eleman kendali (actuator), dan pengendali (controller). Elemen pengukuran (sensor) memberikan umpan balik (feedback) ke sistem kendali berupa kondisi aktual dari proses yang dikendalikan (Sirait 2015). Secara umum sensor didefinisikan sebagai suatu alat yang mampu untuk menangkap fenomena fisika atau kimia kemudian mengubahnya menjadi sinyal elektrik baik ke dalam arus listrik maupun tegangan. Fenomena fisik yang mampu menghasilkan sinyal elektrik misalnya temperatur, tekanan, gaya, cahaya, medan magnet, pergerakan, dan sebagainya. Menurut Maulana (2014), sensor adalah suatu peralatan yang berfungsi untuk mendeteksi gejala-gejala atau sinyal-sinyal yang berasal dari perubahan suatu energi seperti energi listrik, fisika, kimia, biologi, mekanik dan sebagainya. Persyaratan umum yang harus dimiliki oleh sensor adalah linearitas, sensitivitas, dan tanggapan waktu. Sensitifitas, yaitu ukuran seberapa sensitif sensor terhadap suhu yang dideteksinya. Sensor yang baik akan mampu mendeteksi perubahan suhu meskipun kenaikan suhu tersebut sangat sedikit. Sebagai gambaran sebuah inkubator bayi yang dilengkapi dengan sensor yang memiliki sensitifitas yang tinggi. Waktu respon dan waktu recovery, yaitu waktu yang dibutuhkan sensor untuk memberikan respon terhadap suhu yang dideteksinya. Semakin cepat waktu respon dan waktu recovery maka semakin baik sensor tersebut. Stabilitas dan daya tahan, yaitu sejauh mana sensor dapat secara konsisten memberikan besar
8
sensitifitas yang sama terhadap suhu, serta seberapa lama sensor tersebut dapat terus digunakan. Sensor SHT 11 Sensor SHT 11 adalah sebuah single chip multisensory untuk sensor kelembaban dan suhu ruang yang telah terkalibrasi sempurna sehingga bentuk keluaran sudah dalam bentuk digital (Sulistyawan 2011). Modul sensor SHT 11 merupakan sensor produksi Sensirion Corp. telah dipasarkan sejak 2007 dan telah diakui sebagai sensor yang sangat handal. Sensor SHT 11 berupa chip untuk sensor suhu dan kelembaban relatif tunggal dengan keluaran digital terkalibrasi melalui antarmuka serial dua kawat (2-wire serial interface) yang mudah dihubungkan ke mikrokontroler sehingga dapat menghemat jalur masukan/keluaran (I/O) kontroler (Sensirion, 2011).
Gambar 2 Sensor suhu dan kelembaban SHT11 (Sumber: http://www.sensirion.com/) Kisaran pengukuran dari 0-100% RH dengan akurasi absolut +/- 3% pada saat pengukuran kelembaban 20%-80%, sedangkan akurasi pengukuran suhu +/0.4ºC pada suhu 25ºC. Waktu respon untuk suhu adalah 8 detik dan 5-30 detik untuk RH. Beberapa karakteristik sensor SHT 11 yang lain yaitu mempunyai stabilitas jangka panjang yang sempurna, konsumsi daya sangat rendah (sekitar 30 mikrowatt) tidak memerlukan piranti luar tambahan, kemudahan dalam pemasangan, berukuran kecil dan mudah dipasang atau dihubungkan (Sensirion 2011). Penggunaan sensor SHT 11 telah merambah berbagai bidang, terutama pada sistem heating, ventilating, dan air conditioning, bidang otomotif, proses pembuatan barang-barang untuk kebutuhan manusia (consumer goods), peralatan pada stasiun cuaca, alat untuk menjaga uap air dalam ruang (dehumidifiers), bidang tes dan pengukuran, sistem otomatisasi, implementasi di produksi lemari pendingin dan mesin pencuci, dan bidang proses produksi obat-obatan (Sensirion 2011). Sensor CDM 4160-H00 CDM4160-H00 merupakan modul sensor gas yang dapat digunakan untuk menentukan kadar karbondioksida yang terdapat pada udara. Modul ini berbasiskan sensor TGS4160 yang sudah dikalibrasi dan mampu melakukan pendeteksian gas karbondioksida dengan range 400 – 45000 ppm.
9
Gambar 3 Sensor Karbondioksida CDM4160-H00 (Sumber: http://www.figaro.co.jp/) Dengan penerapan tegangan DC ke modul, tegangan keluaran analog sebanding dengan konsentrasi karbondioksida dapat diperoleh. Modul dapat menghasilkan sinyal kontrol berdasarkan konsentrasi ambang batas yang dapat dipilih pengguna. Tegangan pada sensor akan berubah apabila terkena paparan CO2, sensor ini tidak boleh langsung terhubung dengan peralatan dengan impedansi berinput rendah (low-input impedance). Selain itu, sensor CDM 4160H00 ini membutuhkan waktu pemanasan (warm up) selama 2 jam sebelum digunakan. Penggunaan sensor CDM4160-H00 dapat diaplikasikan untuk monitoring kadar karbondioksida di rumah, kantor, pabrik dan pada bidang pertanian (Figaro, 2016). Sensor KE-25 Sensor oksigen jenis KE mempunyai struktur sama dengan baterai yang terdiri dari elektroda dan elektrolit. Elektroda dibagi menjadi anoda berupa Pb (timbal) dan katoda yang terbuat dari emas serta elektrolit berupa asam lemah atau alkaline. Keunggulan dari sensor ini adalah tidak terpengaruh oleh gas-gas lain seperti CO2, CO, H2S, NOx, H2, memiliki daya pakai yang lama (KE-25 5 tahun dan KE-50 10 tahun), beroperasi pada suhu lingkungan normal, sinyal output stabil, tidak memerlukan catu daya eksternal untuk beroperasi dan tidak memerlukan waktu pemanasan (Figaro Company 2005).
Gambar 4 Sensor Oksigen KE-25 dan KE-50 (Sumber:http://www.figaro.co.jp/) Sensor oksigen KE-25 dapat mendeteksi oksigen dari 0-100% dengan kondisi suhu yang disarankan adalah 5ºC - 40ºC pada kelembaban 10-90% dengan waktu respon ±15 detik.Untuk memperpanjang umur pakai dari sensor KE, penyimpanan pada suhu rendah (pada lemari pendingin) dan pada konsentrasi oksigen rendah dianjurkan perlu untuk memperhatikan kabel timbal agar tidak
10
terjadi korsleting selama penyimpanan karena dapat menyebabkan respon sensor terhadap oksigen menjadi lambat (Figaro Company 2005). Solid State Relay (SSR) Solid state relay adalah sebuah saklar elektronik yang tidak memiliki bagian yang bergerak. Solid state relay ini dibangun dengan isolator untuk memisahkan bagian input dan bagian saklar. Dengan solid state relay, percikan api seperti yang biasa tejadi pada relay konvensional dapat dihindari dan juga dapat menghindari sambungan tidak sempurna karena kontaktor keropos seperti pada relay konvensional. Solid state relay merupakan komponen utama yang digunakan dalam sistem. Komponen ini berfungsi sebagai interface (perantara) terutama antara rangkaian yang menggunakan daya rendah dengan rangkaian peralatan yang menggunakan daya tinggi (Hilal et al. 2007). Pada prinsipnya komponen ini mempunyai fungsi yang sama dengan relay, perbedaannya terutama ada pada segi fisik ataupun bahan yang digunakan. Sebuah relay terdiri dari sebuah komponen dengan sebuah inti, yang bila dialiri arus listrik menjadi magnet dan menutup (kontak penutup) atau memutuskan kontak (kontak pemutus) bila dialiri arus listrik (Hilal et al. 2007).
Gambar 5 Solid state relay yang dihubungkan dengan Arduino Uno Menurut Hilal et al. (2007), karena sebuah relay menggunakan pelat-pelat yang berfungsi sebagai kontak untuk menghubungkan atau memutuskan suatu rangkaian terutama untuk daya-daya yang besar, maka seringkali terjadi percikan bunga api pada pelat-pelat tersebut sehingga lama kelamaan pelat-pelat tersebut akan menjadi aus dan tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Berbeda halnya dengan solid state relay, komponen ini merupakan rangkaian diskrit yang biasanya sudah dikemas dalam bentuk satu kemasan. Relay statis seperti solid state relay sangat handal dan memiliki umur pakai yang panjang. SSR tidak memiliki bagian yang bergerak atau bouncing sehingga memiliki respon yang cepat dan tidak menimbulkan aus seperti pada relay konvensional. Kekurangan dari SSR adalah memiliki harga yang relatif mahal dibandingkan relay konvensional (Verma et al. 2015). Solenoid Valve Elektrik solenoid valve adalah katup yang digerakkan oleh energi listrik, mempunyai kumparan sebagai penggeraknya yang befungsi untuk menggerakkan piston yang dapat digerakkan oleh arus DC. Solenoid valve mempunyai lubang
11
keluaran, lubang masukan dan lubang exhaust. Cara kerja dari solenoid valve adalah ketika koil mendapat supply tegangan maka koil tersebut akan berubah menjadi medan magnet sehingga menggerakkan piston pada bagian dalamnya. Ketika piston berpindah posisi maka valve pada solenoid akan terbuka (Widyatama 2013). Menurut Jin et al. (2013) solenoid valve adalah aktuator yang dikendalikan langsung oleh sinyal listrik. Solenoid valve dibagi menjadi dua bagian yaitu elektromagnetik unit dan sirkuit gas. Proses kerja dari solenoid meliputi proses start-up dan shut-down.
Gambar 6 Solenoid valve Solenoid valve merupakan jenis valve yang paling sering digunakan untuk mengontrol fluida. Tugas utamanya adalah untuk menghidupkan, melepaskan, mengatur dosis, mendistribusikan fluida atau mencampur fluida. Solenoid menawarkan switching yang cepat dan aman, keandalan yang tinggi, umur pakai yang panjang, dan desain yang kompak (Rajaparthiban et al. 2016). 3 METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2016 – Oktober 2016 di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor sebagai tempat perancangan dan pengujian sistem monitoring. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah brokoli sebanyak 5 kg, gas-gas nitrogen, karbondioksida dan oksigen. Selain itu, perlatan yang digunakan untuk perancangan sistem monitoring yaitu mikrokontroler Arduino Uno, sensor SHT11 sebagai sensor suhu dan kelembaban, sensor CDM4160-H00 sebagai sensor karbondioksida, sensor KE-25 sebagai sensor oksigen, solenoid valve sebagai katup otomatis untuk membuka dan menutup jalan masuknya gas-gas, solid state relay sebagai saklar yang akan menghidupkan rangkaian, terminal listrik paralel, berbagai jenis kabel jumper, rangkaian timer untuk mengatur waktu injeksi gas, satu unit personal computer/laptop, kabel USB sebagai pengubung antara mikrokontroler dan personal computer. Peralatan lain yang dibutuhkan adalah satu buah chamber akrilik berukuran 40 x 40 x 50 cm dengan tebal 8 mm sebagai tempat penyimpanan bahan, toples kaca sebagai tempat pengukuran sampel gas, satu unit refrigerator (ruang penyimpanan dingin), tabung gas beserta
12
regulator O2, CO2, dan N2, flow meter untuk mengatur banyaknya gas yang keluar dari tabung menuju chamber, satu buah fan yang dipasang di dalam chamber sebagai alat untuk membantu pencampuran gas di dalam chamber, selang untuk mengalirkan gas-gas, O2 analyzer sebagai alat bantu kalibrasi sensor KE-25, peralatan perbengkelan seperti, bor, solder, timah, selang bakar, kabel, obeng, lem tembak, red silicone untuk merekatkan penutup chamber, dan peralatan pendukung lainnya. Prosedur Penelitian Penelitian ini dibagi menjadi beberapa tahapan, yaitu melakukan analisis sistem, melakukan perancangan sistem kontrol dan monitoring, melakukan pengujian sistem kontrol dan monitoring, serta melakukan analisis hasil percobaan sistem kontrol dan monitoring. Pendekatan Rancangan Rancangan Fungsional Secara keseluruhan konsep rancangan sistem monitoring suhu, kelembaban, oksigen dan karbondioksida memiliki fungsi sebagai berikut: Tabel 1 Fungsional sistem monitoring No Fungsi Mekanisme 1 Mengontrol dan Menggunakan mikrokontroler arduino memonitoring keseluruhan Uno untuk mengontrol komponen sensor dan sistem sensor dan elektronik lainnya berdasarkan waktu injeksi. 2 Mendeteksi suhu dan Menggunakan sensor SHT 11 yang kelembaban di dalam ruang sudah terkalibrasi sehingga bentuk penyimpanan (chamber) keluaran sudah dalam bentuk digital. 3 Mendeteksi kandungan Menggunakan sensor oksigen KE-25 oksigen di dalam ruang yang perlu dikalibrasi terlebih dahulu penyimpanan (chamber) tetapi tidak membutuhkan catu daya eksternal untuk beroperasi dan tidak memerlukan waktu pemanasan. 4 Mendeteksi kandungan Menggunakan sensor CDM 4160-H00 karbondioksida di dalam yang sudah terkalibrasi dan mampu ruang penyimpanan melakukan pendeteksian gas (chamber) karbondioksida dengan range 40045000 ppm. 5 Penghubung rangkaian Menggunakan solid state relay yang berdaya rendah dengan berfungsi sebagai interface untuk rangkaian berdaya tinggi menghubungkan rangkaian mikrokontroler dengan arus listrik. 6 Mengatur injeksi gas kedalam Menggunakan solenoid valve yang chamber diatur berdasarkan waktu buka tutup katup solenoid (untuk karbondioksida) dan berdasarkan kadar gas yang terbaca (untuk oksigen) yang berfungsi secara otomatis.
13
Gambar 7 Diagram alir penelitian Rancangan Struktural Tahap perancangan sistem monitoring yang dilakukan adalah perancangan software dan hardware. Pada tahap perancangan software dilakukan pembuatan dan penyesuaian program untuk melakukan serangkaian pengujian sistem monitoring. Penulisan program kendali ditulis di halaman Arduino Uno dan bahasa pemrograman didasarkan pada bahasa pemrograman C/C++. Pada tahap perancangan hardware terdiri atas sensor CDM 4160-H00, SHT 11, dan KE-25. Kemudian terdapat penguat non-inverting, solid state relay, solenoid valve, mikrokontroler Arduino Uno, terminal listrik paralel, toples kaca dan chamber akrilik. Sensor karbondioksida CDM 4160-H00 memiliki lima buah pin yang memiliki fungsi masing-masing. Pin 1 merupakan Vin, pin 2 merupakan Vconc, pin 3 merupakan CTRL, pin 4 merupakan TRBL, dan pin 5 merupakan GND. Kaki pada sensor dihubungkan dengan mikrokontroler, dimana kaki Vin dihubungkan ke port 5 V, kaki Vconc dihubungkan ke pin A2 dan kaki ground (GND) dihubungkan ke port ground.
Gambar 8 Rangkaian sensor karbondioksida Sensor oksigen KE-25 memiliki dua buah pin yaitu red and black. Sebelum dihubungkan dengan mikrokontroler, sensor KE-25 ini harus diberikan pengkondisi sinyal. Pengkondisian sinyal adalah device yang difungsikan untuk
14
mengkondisikan sinyal keluaran dari sensor agar dapat dibaca oleh elemen pemrosesan sinyal. Karena keluaran dari sensor oksigen masih dalam skala millivolt, maka digunakan elemen pengkondisian sinyal berupa penguat sinyal tak membalik (non-inverting OP-AMP).
Gambar 9 Rangkaian sensor oksigen Sensor SHT11 memiliki empat buah pin yaitu pin 1 merupakan GND, pin 2 merupakan pin data, pin 3, merupakan pin SCK (serial clock), dan pin 4 merupakan VDD (source voltage). Sensor SHT11 hampir sama dengan sensor karbondioksida CDM 4160-H00 dimana tidak memerlukan rangkaian tambahan atau dapat dihubungkan langsung dengan mikrokontroler. Setiap kaki pada sensor dihubungkan dengan mikrokontroler, dimana kaki GND dihubungkan ke port ground, pin data dihubungkan ke port digital pin 8, pin SCK dihubungkan ke port digital pin 9, dan pin VDD dihubungkan dengan port 5V. Sensor CDM 4160-H00, sensor KE-25 dan sensor SHT11 berkomunikasi dengan computer melalui USB Serial Port. Komputer berfungsi sebagai antar muka pengguna untuk memonitor hasil dari pembacaan sensor, waktu, dan aktivitas sistem monitoring. Pada serial monitor akan ditampilkan nilai dari sensor KE-25, CDM4160-H00, sensor SHT11. Selain itu, pada blok mikrokontroler terdapat beberapa rangkaian, antara lain solid state relay sebagai saklar otomatis untuk menghidupkan atau mematikan sistem solenoid valve. Pada blok mikrokontroler juga dipasang rangkaian timer untuk menentukan dan melakukan proses delay waktu injeksi gas yang dipasang pada port 3.
15
Gambar 10 Rangkaian skematik hardware sistem kontrol dan monitoring Sensor CDM4160-H00 dan sensor KE-25 dipasang pada penutup toples, bagian pendeteksi gas diletakkan pada bagian bawah tutup yang akan mengukur kandungan gas-gas sampel yang masuk kedalam toples. Sedangkan sensor SHT dipasang di dalam chamber yang diletakkan di dalam refrigerator. Sistem mikrokontroler akan memantau dari waktu ke waktu dan memberikan perintah pada solenoid valve untuk buka-tutup yang berfungsi mengalirkan gas dari tabung gas melalui selang menuju kedalam chamber.
16
Gambar 11 Lay-out jaringan sistem kontrol dan monitoring Nilai setpoint untuk karbondioksida ditetapkan sebesar 3% dan oksigen sebesar 4%. Ketika level oksigen berada diatas setpoint maka mikrokontroler akan memberikan sinyal untuk mengaktifkan SSR yang akan mengaktifkan solenoid valve nitrogen untuk membuka, ketika level oksigen berada dibawah setpoint maka solenoid valve oksigen akan membuka, keduanya akan menutup ketika level setpoint sudah tercapai. Sedangkan untuk karbondioksida, pengaturan gas diatur berdasarkan waktu dimana telah ditentukan dilakukan injeksi sebanyak 5 kali
17
dalam kurun waktu tertentu. Jika waktu yang sudah ditentukan telah tercapai, mikrokontroler akan mengirimkan sinyal untuk mematikan/menghidupkan solenoid valve dari karbondioksida. Perbedaan cara injeksi ini dikarenakan penurunan gas oksigen dan karbondioksida yang tidak linier, sehingga ketika dilakukan injeksi berdasarkan persentase maka akan mempengaruhi satu sama lain yang menyebabkan sulitnya tercapai setpoint. Adapun urutan tahapan pengoperasian sistem monitoring ini terbagi menjadi dua tahapan yaitu pengujian tanpa beban dan pengujian dengan beban. Urutan tahapan pengujian sistem monitoring adalah (1) menyalakan laptop / personal computer, (2) masuk kedalam program mikrokontroler Arduino Uno, (3) menghubungkan laptop dengan mikrokontroler menggunakan kabel USB, (4) menghubungkan SSR dengan arus listrik, (5) menghubungkan fan di dalam chamber dengan arus listrik, (6) membuka regulator gas-gas dan mengatur aliran flowmeter, (7) mengoperasikan sistem monitoring dengan membuka serial monitor pada program, (8) solenoid valve otomatis membuka dan menutup sesuai dengan setpoint. Prosedur Pengukuran dan Pengujian Pengujian Fungsional Sistem Monitoring Pada tahap ini dilakukan pengujian fungsional terhadap sistem monitoring suhu, kelembaban, dan gas-gas untuk mengetahui dan memastikan bahwa setiap bagian dapat berfungsi dengan baik. Uji fungsional meliputi (1) uji kebocoran gas pada chamber, (2) uji kalibrasi sensor, (3) uji pengukuran menggunakan sensor SHT 11, CDM 4160-H00 dan KE-25. Pada antar muka serial monitor akan ditampilkan nilai dari sensor SHT11, sensor CDM4160-H00 dan sensor KE-25 sehingga dapat mengetahui dan mengamati nilainya. Selanjutnya dilakukan pengaturan penggunaan sistem kontrol dengan memasukkan nilai setpoint sebagai acuan untuk memberikan perintah pada solenoid valve. Pengujian dilakukan menjadi dua tahapan. Tahap pertama yaitu pengujian sistem monitoring dengan kondisi chamber dalam keadaan kosong (tanpa beban) dan pengujian tahap kedua dilakukan dengan kondisi chamber terisi dengan brokoli (dengan beban). Pengujian dan pengukuran dilakukan tiga kali pengujianmasing-masing selama lima kali injeksi untuk tahapan tanpa beban dan satu kali injeksi untuk pengujian dengan beban.
18
Gambar 12 Diagram alir sistem kendali kondisi tanpa beban
Gambar 13 Diagram alir sistem kendali kondisi dengan beban
19
Analisis Hasil Percobaan Berdasarkan data yang diperoleh dan perlakuan-perlakuan yang dilakukan, maka akan dilakukan analisis hasil dari percobaan. Analisis ini dilakukan agar data hasil pengujian dapat digunakan dan dijadikan rujukan untuk penyempurnaan sistem monitoring lebih lanjut. Data yang diambil merupakan data pembacaan sensor SHT11 yaitu data suhu dan kelembaban, data sensor KE-25 yaitu data kadar oksigen, data sensor CDM4160-H00 yaitu data kadar karbondioksida. Analisis data hasil percobaan yang diperoleh dapat menggambarkan kurva kinerja sistem monitoring dengan setpoint yang diinginkan. Analisis statistika yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan selama penyimpanan adalah analisis repeated measures ANOVA, yaitu analisis varian yang menganalisis suatu variable yang diamati secara berulang pada periode waktu yang berbeda (Suaib 2011). Menurut Pritasari et al. (2013) repeated measures adalah pengukuran berulang terhadap sekumpulan obyek atau partisipan yang sama. Pada prinsipnya repeated measures ANOVA sama dengan paired t-test untuk membandingkan rata-rata dua atau lebih sampel yang saling berhubungan. Perbedaannya dengan ANOVA adalah sampel uji ini adalah sampel pengukuran berulang, sementara ANOVA mensyaratkan sampel bebas. 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Kebocoran Chamber Uji kebocoran sangat perlu dilakukan sebelum sistem dioperasikan untuk mengetahui sistem yang telah di instalasi terdapat kebocoran atau tidak. Jika hal ini tidak dilakukan dan ternyata terdapat kebocoran pada chamber, maka gas-gas yang telah diisikan lama kelamaan akan habis dan data hasil pengujian menjadi tidak sesuai dengan yang diinginkan. Pengujian kebocoran chamber dilakukan dengan metode gelembung sabun (bubbling test) yang menggunakan campuran air dan sabun. Metode uji kebocoran jaringan ini sesuai dengan yang dianjurkan oleh Badan Standarisasi Nasional (2013) campuran air sabun diteteskan atau dioleskan di tempat yang memungkinkan terjadinya kebocoran seperti pada sambungan mur-baut, lubang pemasukan selang, dan juga lubang pemasukan kabel. Kemudian dengan menggunakan alat vacuum, udara di dalam chamber dihisap. Bila terjadi kebocoran maka akan tampak gelembung-gelembung gas pada tiap sambungan atau lubang yang sudah diberi air sabun. Dalam hal ini, kebocoran paling banyak terjadi pada sambungan mur-baut yang dipasang di sekeliling chamber untuk merekatkan antara chamber dan penutupnya, selain itu pada lubang pemasukan kabel juga terdapat kebocoran. Sedangkan pada sambungan nepel untuk pemasukan selang-selang gas tidak terdapat kebocoran. Untuk menanggulangi kebocoran pada chamber digunakan gasket/packing (red silicone). Gasket dioleskan pada sekeliling penutup chamber, setelah gasket mengering sekitar satu jam dilakukan pengujian lagi dengan menggunakan air sabun yang dioleskan pada sambungan mur-baut dan sambungan-sambungan lainnya. Setelah dioleskan air sabun, udara di dalam chamber kembali di vacuum untuk melihat apakah masih terjadi kebocoran atau tidak. Hasilnya adalah tidak
20
terjadi kebocoran dengan ditandai oleh tidak adanya gelembung-gelembung sabun pada semua sambungan yang sudah diberikan gasket.
Gambar 14 Chamber yang sudah diberi gasket (red silicone) Kalibrasi Sensor Dalam penelitian ini digunakan beberapa sensor untuk mengukur dan membaca hasil pengukuran. Diantaranya adalah sensor suhu dan kelembaban SHT11, sensor karbondioksida CDM4160-H00, sensor oksigen KE-25. Dari ketiga sensor tersebut, sensor SHT11 dan CDM4160-H00 keduanya sudah terkalibrasi dari pabrikan, sementara sensor KE-25 belum terkalibrasi sehingga harus dilakukan pengkalibrasian sensor sebelum dilakukan pengukuran. Sensor oksigen KE-25 memiliki dua buah pin yaitu red and black. Sebelum dihubungkan dengan mikrokontroler, sensor KE-25 ini harus diberikan pengkondisi sinyal. Pengkondisian sinyal adalah device yang difungsikan untuk mengkondisikan sinyal keluaran dari sensor agar dapat dibaca oleh elemen pemrosesan sinyal. Karena keluaran dari sensor oksigen masih dalam skala millivolt, maka digunakan elemen pengkondisian sinyal berupa penguat sinyal tak membalik (non-inverting OP-AMP). Non-inverting OP-AMP dipilih untuk menguatkan tegangan keluaran sensor menjadi 0-5 Volt agar dapat dibaca oleh mikrokontroler. Cara kerja dari OP-AMP tersebut adalah keluaran sensor dihubungkan langsung dengan masukan OP-AMP. Integrated Circuit (IC) yang digunakan adalah tipe LM324N.
21
Gambar 15 Penguat sinyal non-inverting Besarnya penguatan tegangan rangkaian penguat tak membalik (noninverting) tergantung pada harga Rf dan Rin yang dipasang. Besarnya penguatan tegangan output dari rangkaian penguat non-inverting dapat dituliskan dalam persamaan matematis sebagai berikut: Rf
Av = (
Rin
)+1
(2)
Gambar 16 Grafik sensitivitas sensor oksigen KE-Series (Sumber: http://figaro.co.jp/) Dari grafik tersebut dapat diketahui bahwa sensor KE-25 memiliki tegangan sebesar 60mV. Untuk menguatkan tegangan menjadi 4.5 V maka digunakan resistor Rf sebesar 68 kΩ dan Rin sebesar 1 kΩ. Berdasarkan hal tersebut, maka penguatan tegangan (Av) yang dibutuhkan adalah: Av = (
Rf )+1 R in
Av = (
65.5 kΩ )+1 0.9 kΩ
Av = 73.77 kali 60 mV × 73.77 = 4426.2 mV = 4.43 V
22
Nilai penguatan yang dihasilkan yaitu 4.43V dimana nilai ini hampir mendekati nilai 4.5V yang terbaca pada voltmeter yang dihubungkan dengan mikrokontroler. Hal ini dikarenakan nilai resistor yang ada di pasaran tidak sesuai dengan nilai resistor yang dibutuhkan oleh karena itu digunakan nilai resistor yang mendekati dengan nilai yang dibutuhkan. Kalibrasi sensor KE-25 dilakukan dengan menggunakan alat pengukur konsentrasi gas oksigen (gas analyzer) merk Shimadzu tipe POT-101. Gas analyzer dan sensor KE-25 dihubungkan dengan toples, dimana akan dialirkan gas nitrogen sebesar 1 liter/menit untuk melihat dan mencatat perubahan yang terjadi. Data yang diperoleh digunakan untuk membentuk persamaan linier, untuk memperoleh hubungan kadar oksigen antara alat ukur dengan data tegangan (V) dari sensor sebagai persamaan kalibrasi. Persamaan linier kalibrasi tersebut akan dimasukkan kedalam pemrograman yang akan digunakan untuk mengkonversi nilai bacaan sensor berupa data persentase kadar oksigen yang terukur. Hasil kalibrasi menunjukkan hubungan yang linier dengan koefisien determinasi adalah 0.9635. 1.8 1.6
Tegangan (V)
1.4 y = 0.0199x + 1.26 R² = 0.9635
1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 0
5
10
15
20
25
Konsentrasi Oksigen (%)
Gambar 17 Grafik kalibrasi sensor oksigen KE-25 Hasil Pengujian Kinerja Sistem Kontrol dan Monitoring Untuk menjawab masalah penelitian dalam merancang sistem monitoring oksigen, karbondioksida, suhu serta kelembaban di dalam ruang penyimpanan melalui personal computer dengan mikrokontroler Arduino Uno maka dilakukan pengujian terhadap dua kondisi chamber yaitu chamber tanpa beban dan chamber dengan beban dalam hal ini berupa brokoli sehingga akan dapat diketahui apakah terdapat perubahan oksigen dan karbondioksida serta suhu dan kelembaban di dalam ruang penyimpanan selama masing-masing 3 kali ulangan. Hasil Uji Kinerja Kondisi Tanpa Beban Pengujian tanpa beban dimaksudkan agar dapat diketahui perubahan oksigen, karbondioksida, suhu, serta kelembaban yang terjadi di dalam chamber setelah diinjeksikan gas dan untuk mengetahui apakah sistem sudah berjalan dengan baik. Pada pengujian chamber kosong dilakukan injeksi sebanyak 5 kali
23
pada selang waktu tertentu. Injeksi pertama dilakukan dengan menginjeksikan gas karbondioksida dengan tujuan untuk menaikkan kadar karbondioksida yang semula ±0.03% menjadi ±3%. Injeksi karbondioksida dilakukan selama 41 menit dengan bukaan flowmeter sebesar 2 liter/menit. Bersamaan dengan itu, dilakukan juga injeksi nitrogen untuk menurunkan kadar oksigen dari ±21 % menjadi ±4% dengan bukaan flowmeter sebesar 10 liter/menit. Injeksi nitrogen berbeda dengan injeksi karbondioksida, dimana injeksi nitrogen tidak berdasarkan waktu tetapi berdasarkan persentase gas oksigen yang dijadikan sebagai setpoint. Apabila konsentrasi oksigen sudah mencapai ±4% maka solenoid valve akan menutup, begitupun sebaliknya apabila belum mencapai ±4% maka solenoid valve akan terus membuka hingga tercapai setpoint yang diinginkan. Perbedaan sistem injeksi ini dilakukan karena jika menggunakan waktu injeksi saja untuk keduanya atau menggunakan persentase kadar gas saja untuk keduanya maka akan sulit untuk mencapai setpoint yang diinginkan. Oleh karena itu, dilakukan kombinasi yakni untuk injeksi karbondioksida diinjeksi berdasarkan lama waktu injeksi dan untuk nitrogen diinjeksi berdasarkan konsentrasi gas oksigen yang terbaca oleh sensor. Kemudian untuk injeksi karbondioksida kedua, ketiga, keempat dan kelima dilakukan injeksi selama 5 menit dengan jeda waktu untuk setiap injeksi adalah 11 menit. Jeda waktu selama 11 menit ini dikarenakan menunggu kadar karbondioksida turun sebesar ±1% untuk dilakukan injeksi kembali. Sedangkan untuk menaikkan kadar karbondioksida ±1% dilakukan injeksi karbondioksida selama 5 menit. Dari hasil pengujian untuk parameter suhu yang terukur di dalam chamber kosong didapatkan hasil seperti ditunjukkan pada Gambar 18. 11 10.5 10
SUHU (ºC)
9.5 Suhu Pengujian 1 9
Suhu Pengujian 2 Suhu Pengujian 3
8.5
Suhu Termometer 8 7.5 7 0
20
40
60
80
100
120
WAKTU (MENIT)
Gambar 18 Perubahan suhu terhadap waktu penyimpanan kondisi tanpa beban
24
Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan suhu setiap ulangan dilakukan melalui perhitungan repeated ANOVA. Sebelumnya diuji dahulu asumsi utama pada repeated ANOVA yaitu sphericity dan didapatkan hasil seperti pada Tabel 2. Tabel 2 Mauchly’s Test of Sphericity kondisi tanpa beban
Suhu (ºC) Kelembaban (%) Oksigen (%) Karbondioksida (%)
Mauchly’s W
Signifikansi
0.028 0.065 0.981 0.889
0.000 0.000 0.333 0.001
Epsilon Greenhouse- HuynhGeisser Feldt 0.507 0.507 0.517 0.517 0.981 0.998 0.900 0.914
Tabel 2 menunjukkan bahwa nilai signifikansi pada Mauchly’s test of sphericity untuk suhu dan kelembaban adalah sebesar 0.000 dan untuk karbondioksida adalah 0.001, nilai tersebut lebih kecil dari alpha 0.05 sehingga dinyatakan bahwa pada data suhu dan kelembaban tidak memenuhi asumsi sphericity. Oleh karena itu digunakan koreksi menggunakan multivariate tests yang dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 2 juga menunjukkan bahwa nilai signifikansi pada Mauchly’s test of sphericity untuk oksigen adalah sebesar 0.333 nilai ini lebih besar daripada alpha (0.05) sehingga dinyatakan bahwa pada data kadar oksigen tidak ada pengaruh yang signifikan atau dengan kata lain memenuhi asumsi sphericity sehingga akan dilanjutkan dengan test of within subjects untuk memperkuat hasil hipotesis yang ditampilkan pada Tabel 3. Tabel 3 Test of Within Subjects (Oksigen) kondisi tanpa beban Source Sphericity Assumed Greenhouse-Geisser Huynh-Feldt Lower-bound
Type III Sum of Squares 5.472 5.472 5.472 5.472
df 2 1.962 1.996 1.000
Mean Square 2.736 2.789 2.741 5.472
F
Sig.
12.499 12.499 12.499 12.499
.000 .000 .000 .001
Estimasi nilai sphericity untuk oksigen (Tabel 2) menunjukkan nilai sebesar 0.981 lebih besar daripada 0.75 maka koreksi yang digunakan pada test of within subjects adalah epsilon huynh-feldt. Nilai signifikansi huynh-feldt pada Tabel 2 menunjukkan signifikansi sebesar 0.000 < alpha 0.05. Ternyata setelah dievaluasi menggunakan nilai derajat kebebasan yang baru, terdapat perbedaan yang signifikan untuk data oksigen selama tiga kali pengujian. Untuk mengetahui lebih jelas letak perbedaannya, dilakukan uji lebih lanjut yaitu pairwise comparison yang ditampilkan pada Tabel 5.
25
Tabel 4 Multivariate Tests kondisi tanpa beban
Pillai’s trace Wilk’s lambda Hotelling’s trace Roy’s largest root
Nilai signifikansi Suhu (ºC) Kelembaban (%) 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
Karbondioksida (%) 0.392 0.392 0.392 0.392
Tabel 4 menunjukkan hasil perhitungan test multivariate, hasil pengujian yang digunakan adalah nilai signifikansi yang didapat. Dinyatakan terdapat perbedaan signifikansi pada ketiga kali pengujian apabila nilai signifikansi < alpha (0.05). Nilai signifikansi yang didapat untuk kesemua uji multivariate adalah sebesar 0.000 untuk suhu, 0.000 untuk kelembaban dan 0.392 untuk karbondioksida yang mana nilai hasil uji multivariate untuk suhu dan kelembaban kurang dari alpha (0.05) sehingga dinyatakan bahwa terdapat perbedaan suhu, kelembaban yang signifikan pada ketiga kali pengujian. Sedangkan untuk karbondioksida nilai uji multivariate lebih dari alpha (0.05) maka untuk data karbondioksida tidak terdapat perbedaan yang signifikan untuk ketiga kali pengujian. Untuk mengetahui lebih detail kondisi perubahan suhu, kelembaban dan karbondioksida pada pengujian pertama hingga ketiga dilakukan uji lanjut pairwise comparisons yang disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Hasil uji perbandingan beda suhu, kelembaban, oksigen dan karbondioksida kondisi tanpa beban selama tiga kali pengujian
Suhu (ºC)
Kelembaban (%)
Oksigen (%)
Karbondioksida (%)
Pengujian ke- (i) 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
Pengujian ke- (j) 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1
N
Mean
116 116 116 116 116 116 116 116 116 116 116 116
9.8204 9.9114 9.9226 76.0607 72.4920 72.6644 4.5750 4.5310 4.8163 2.2281 2.2159 2.2396
Std. Dev 0.33163 0.05135 0.05484 3.20480 1.64741 1.78114 2.61653 2.61987 2.62137 0.71719 0.71788 0.71582
Sig.a 0.008 0.001 0.002 0.000 0.000 0.000 1.000 0.000 0.001 1.000 0.584 1.000
Tabel 5 menunjukkan perubahan suhu pada pengujian pertama ke pengujian kedua terdapat perbedaan suhu yang signifikan yang dapat dilihat melalui nilai signifikansi sebesar 0.008 < alpha (0.05). Sedangkan perbedaan suhu dari pengujian kedua ke pengujian ketiga didapatkan nilai signifikansi sebesar 0.001 < alpha (0.05) dan nilai signifikansi pada pengujian pertama dan ketiga sebesar 0.002 < alpha (0.05) sehingga secara keseluruhan dinyatakan bahwa
26
terdapat perbedaan suhu yang signifikan antara pengujian pertama sampai pengujian ketiga pada kondisi chamber tanpa beban. Hal ini disebabkan karena pada saat proses pemasangan instalasi di dalam ruang pendingin, chamber sudah dipasang dan dibiarkan di dalam ruang pendingin sampai proses instalasi selesai sehingga menyebabkan suhu di dalam chamber menjadi lebih rendah daripada pengujian kedua dan pengujian ketiga. Suhu di dalam chamber akan naik apabila sedang berlangsung proses injeksi gas, itu sebabnya pada pengujian kedua dan pengujian ketiga suhu meningkat daripada pengujian pertama. Perbedaan pembacaan suhu awal pada pengujian pertama juga dapat terjadi karena adanya kesalahan atau error pada pengukuran. Kesalahan pengukuran ditinjau dari output measurement sebagai systematic error dan random error (Singh dan Karpe 2007). Selain itu, perubahan suhu pada chamber dipengaruhi oleh perubahan suhu pada refrigerator. Hal ini terkait dengan proses pendinginan pada refrigerator. Menurut Suryana (2012), bila proses pendinginan evaporator berjalan baik, maka isi refrigerator semakin bertambah dingin. Apabila suhu refrigerator telah dingin dan suhu cut-off pengatur suhu telah tercapai maka kontaknya membuka dan arus listrik terputus (off) sehingga kompresor, kipas dan timer motor berhenti. Bila suhu cut-on tercapai maka kontaknya menutup dan kompresor, kipas dan timer motor bekerja kembali. Selain suhu, parameter yang dapat diukur dengan sensor SHT11 adalah kelembaban (relative humidity). Dari hasil pengujian kelembaban di dalam chamber didapatkan hasil seperti yang ditunjukkan pada Gambar 19. 100 95 RH Pengujian 1 90 RH Pengujian 2 RH Pengujian 3
RH (%)
85
RH Higrometer 80 75 70 65 60 0
20
40
60
80
100
120
WAKTU (MENIT)
Gambar 19 Perubahan RH terhadap waktu penyimpanan kondisi tanpa beban Tabel 5 menunjukkan bahwa terdapat perubahan kelembaban yang signifikan dari pengujian pertama ke pengujian kedua maupun pengujian kedua
27
hingga pengujian ketiga yang dapat dilihat melalui nilai signifikansi sebesar 0.000 < alpha (0.05). Jenkins (2005) mengungkapkan udara yang hangat dapat menahan kelembaban lebih banyak daripada udara dingin, persentase RH berubah seiring dengan berubahnya suhu udara. Secara umum, jika suhu udara meningkat, maka RH akan meningkat begitupun sebaliknya. Untuk meningkatkan kelembaban pada chamber, ruangan atau refrigerator dapat menggunakan teknologi evaporative cooler, dimana hasil simulasi computational fluid dynamic yang dilakukan Anisum (2016) menunjukkan bahwa bangunan dengan evaporative cooler menggunakan air mampu menurunkan suhu udara dan meningkatkan kelembaban udara. Kemudian untuk menurunkan kelembaban relatif dapat dilakukan dengan menggunakan absorbent dehumidifier yaitu dengan melewatkan udara pada suatu absorbent (dessicant), maka dessicant tersebut akan menyerap uap air yang dikandung udara sehingga uap air dalam udara tersebut akan berkurang (Muchammad 2006). Pengukuran kadar oksigen pada chamber dilakukan dengan menggunakan sensor KE-25. Penggunaan sensor KE-25 sudah banyak digunakan untuk mengukur kandungan oksigen. Dari hasil pengujian didapatkan hasil kadar oksigen selama tiga kali pengujian seperti pada Gambar 20. 22 20 18
KONSENTRASI OKSIGEN (%)
16 14
O2 Pengujian 1 O2 Pengujian 2
12
O2 Pengujian 3 10
Batas Atas Batas Bawah
8 6 4 2 0 0
20
40
60
80
100
120
WAKTU (MENIT)
Gambar 20 Perubahan konsentrasi oksigen terhadap waktu penyimpanan kondisi tanpa beban Pada penelitian-penelitian sebelumnya dengan kondisi suhu yang sama, kadar oksigen yang digunakan adalah 1-2% O2 (Kader 1992; Saltveit 1989; Bishop 1996), sedangkan Deschene et al (1991) menggunakan kadar O2 sebanyak
28
3% yang dapat mempertahankan klorofil pada brokoli sehingga tidak cepat menguning. Pada penelitian ini, kadar oksigen diturunkan dari 21% menjadi 4%. Tabel 5 menunjukkan hasil uji pairwise comparisons dengan membandingkan setiap pengujiannya, dapat dipasangkan rata-rata data antara pengujian pertama hingga pengujian ketiga. Dapat dilihat dari Tabel 5 tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada pengujian pertama dan kedua dengan nilai signifikansi sebesar 1 lebih besar daripada alpha (0.05), sedangkan untuk pengujian kedua dan ketiga serta pengujian ketiga dan pengujian pertama terdapat perbedaan yang signifikan dengan nilai signifikansi masing-masing 0.000 dan 0.001 dimana kedua nilai tersebut lebih kecil daripada alpha (0.05). Rata-rata kadar oksigen tertinggi ada pada pengujian ketiga yaitu 4.81% sementara pengujian pertama 4.57% dan pengujian kedua 4.53%. Injeksi nitrogen untuk menurunkan oksigen pada penelitian ini berdasarkan persentase kadar gas yang terukur. Karena jika oksigen yang diberikan berlebihan dapat dikurangi dengan menginjeksikan gas nitrogen tetapi sebaliknya jika kekurangan oksigen maka akan diinjeksikan gas oksigen dimana dalam penelitian ini justru tidak mengalami kekurangan oksigen di dalam chamber karena ketika tidak terjadi injeksi gas oksigen akan otomatis bertambah dengan sendirinya, penambahan oksigen ini dapat terjadi melalui selang-selang yang digunakan untuk mengalirkan gas-gas. Sedangkan untuk menurunkan oksigen dibawah 4% sangat sulit untuk dilakukan karena sebelumnya udara di dalam chamber tidak di vakum lebih dahulu sehingga udara yang berada di dalam chamber adalah masih dalam komposisi udara normal. Parameter selanjutnya yang diukur menggunakan sensor adalah karbondioksida dengan menggunakan sensor CDM 4160-H00, hasil pengujian ditampilkan pada Gambar 21. 10 CO2 Pengujian 1
9
CO2 Pengujian 2
KONSENTRASI CO2 (%)
8
CO2 Pengujian 3
7
Batas Atas
6
Batas Bawah
5 4 3 2 1 0 0
20
40
60
80
100
120
WAKTU (MENIT)
Gambar 21 Perubahan konsentrasi karbondioksida terhadap waktu penyimpanan kondisi tanpa beban
29
Dari hasil uji pairwise comparisons, pengujian pertama dan pengujian kedua tidak terdapat perbedaan yang signifikan yang dapat dilihat melalui nilai signifikansi sebesar 1 > alpha (0.05). Sedangkan untuk pengujian kedua dan ketiga juga tidak terdapat perbedaan yang signifikan dimana nilai signifikansinya adalah sebesar 0.584 > alpha (0.05), begitupun pada pengujian ketiga dan pengujian pertama jika dibandingkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan, tercatat nilai signifikansi pengujian ketiga dan pengujian pertama adalah 1 > alpha (0.05). Sehingga secara keseluruhan diketahui tidak terdapat beda signifikan kadar karbondioksida pada pengujian pertama hingga pengujian ketiga pengukuran. Injeksi gas karbondioksida dilakukan berdasarkan waktu agar karbondioksida yang diinjeksikan tidak melebihi setpoint yang diinginkan karena pada sistem ini tidak terdapat penyerap karbondioksida. Injeksi dilakukan sebanyak 5 kali, injeksi pertama untuk menaikkan kadar karbondioksida dari ±0.03% menjadi ±3% dilakukan selama 41 menit. Setelah itu terdapat jeda 11 menit sebelum injeksi berikutnya yang bertujuan untuk menunggu hingga kadar karbondioksida turun sebanyak ±1%. Injeksi kedua, ketiga, keempat hingga kelima, dilakukan selama masing-masing 5 menit untuk menaikkan kadar karbondioksida menjadi ±1%. Untuk melakukan penyerapan terhadap kelebihan karbondioksida dapat dilakukan dengan menggunakan larutan Ca(OH)2. Sumardi (1999) melakukan pengujian penyerapan karbondioksida dengan jalan mengalirkan gas dari kamar penyimpanan melewati larutan kapur dengan menggunakan pompa dengan kecepatan aliran udara 40cc/detik. Larutan kapur cukup memadai sebagai bahan penyerap karbondioksida karena diperkirakan kelebihan karbondioksida tidak terlalu besar dalam sistem CAS skala laboratorium.
Hasil Uji Kinerja Kondisi dengan Beban Pengujian kondisi chamber dengan beban berisi brokoli bertujuan untuk membandingkan perbedaan dengan pengujian pada chamber kosong. Brokoli dipilih karena memiliki laju respirasi yang tinggi. Berdasarkan hasil penelitian pada pengukuran laju respirasi dengan berbagai tingkatan suhu penyimpanan menunjukkan bahwa laju respirasi brokoli pada umumnya tinggi. Namun demikian, pada suhu yang rendah laju respirasinya dapat dihambat atau berkurang dibandingkan pada suhu ruang (Aminudin 2010). Pada pengujian dengan beban, chamber diisi brokoli sebanyak 5 kg. Chamber berisi brokoli dilakukan injeksi sebanyak 1 kali setiap pengujiannya. Injeksi pada pengujian pertama dilakukan dengan menginjeksikan gas karbondioksida dengan tujuan untuk menaikkan kadar karbondioksida yang semula ±0.03% menjadi ±3%. Injeksi karbondioksida dilakukan selama 40 menit dengan bukaan flowmeter sebesar 2 liter/menit. Bersamaan dengan itu, dilakukan juga injeksi nitrogen untuk menurunkan kadar oksigen dari ±21% menjadi ±4% dengan bukaan flowmeter sebesar 10 liter/menit. Kemudian untuk injeksi karbondioksida pengujian kedua dan ketiga, dilakukan injeksi karbondioksida selama 10 menit. Hal ini dikarenakan komposisi gas karbondioksida pada pengukuran pengujian pertama dan kedua tidak sama dengan pengujian pertama yang bernilai ±0.03% sedangkan pengujian kedua dan ketiga masing-masing 2.44% dan 2.38%. Selain itu juga dilakukan injeksi nitrogen untuk menurunkan
30
kadar oksigen dimana pada pengujian kedua dan ketiga nilai awal oksigen tercatat adalah 9.2% dan 9.23%. Injeksi nitrogen berbeda dengan injeksi karbondioksida, dimana injeksi nitrogen tidak berdasarkan waktu tetapi berdasarkan persentase gas oksigen yang dijadikan sebagai setpoint. Apabila konsentrasi oksigen sudah mencapai ±4% maka solenoid valve akan menutup, begitupun sebaliknya apabila belum mencapai ±4% maka solenoid valve akan terus membuka hingga tercapai setpoint yang diinginkan. Perbedaan sistem injeksi ini dilakukan karena jika menggunakan waktu injeksi saja untuk keduanya atau menggunakan persentase kadar gas saja untuk keduanya maka akan sulit untuk mencapai setpoint yang diinginkan. Oleh karena itu, dilakukan kombinasi yakni untuk injeksi karbondioksida diinjeksi berdasarkan lama waktu injeksi dan untuk nitrogen diinjeksi berdasarkan konsentrasi gas oksigen yang terbaca oleh sensor. Dari hasil pengujian untuk parameter suhu yang terukur di dalam chamber berisi brokoli didapatkan hasil seperti ditunjukkan pada Gambar 22. 14
12
SUHU (C)
10
8 Suhu Pengujian 1 Suhu Pengujian 2 6
Suhu Pengujian 3 Suhu Termometer
4
2
0 0
5
10
15
20
25
30
35
40
WAKTU (MENIT)
Gambar 22 Perubahan suhu terhadap waktu penyimpanan kondisi dengan beban Untuk mengetahui perbedaan suhu, kelembaban, oksigen dan karbondioksida setiap pengujiannya, dilakukan dengan analisis statistik repeated ANOVA. Diuji dahulu asumsi utama pada repeated ANOVA yaitu sphericity dan didapatkan hasil seperti pada Tabel 6.
31
Tabel 6 Mauchly’s Test of Spherecity pada kondisi dengan beban
Suhu (ºC) Kelembaban (%) Oksigen (%) Karbondioksida (%)
Mauchly’s W
Signifikansi
0.227 0.026 0.026 0.018
0.000 0.000 0.000 0.000
Epsilon GreenhouseHuynhGeisser Feldt 0.564 0.569 0.507 0.507 0.507 0.507 0.504 0.505
Tabel 6 menunjukkan bahwa nilai signifikansi pada Mauchly’s test untuk suhu, kelembaban, oksigen dan karbondioksida adalah sebesar 0.000 nilai tersebut lebih kecil dari alpha 0.05 sehingga dinyatakan bahwa pada data suhu, kelembaban, oksigen dan karbondioksida tidak memenuhi asumsi sphericity. Oleh karena itu digunakan koreksi menggunakan multivariate test yang ditampilkan pada Tabel 7. Tabel 7 Multivariate Tests pada kondisi dengan beban Nilai signifikansi Suhu Kelembaban Oksigen (%) Karbondioksida (ºC) (%) (%) Pillai’s trace 0.000 0.000 0.000 0.000 Wilk’s lambda 0.000 0.000 0.000 0.000 Hotelling’s trace 0.000 0.000 0.000 0.000 Roy’s largest root 0.000 0.000 0.000 0.000 Tabel 7 menunjukkan hasil perhitungan test multivariate, hasil pengujian yang digunakan adalah nilai signifikansi yang didapat. Dinyatakan terdapat perbedaan signifikansi pada ketiga pengujian pengamatan apabila nilai signifikansi < alpha (0.05). Nilai signifikansi yang didapat untuk kesemua uji multivariate adalah sebesar 0.000 untuk suhu, 0.000 untuk kelembaban, 0.000 untuk oksigen dan 0.000 untuk karbondioksida yang mana nilai hasil uji multivariate untuk suhu, kelembaban, oksigen dan karbondioksida kurang dari alpha (0.05) sehingga dinyatakan bahwa terdapat perbedaan suhu, kelembaban, oksigen dan karbodioksida yang signifikan pada ketiga pengujian pengamatan. Untuk mengetahui lebih detail kondisi perubahan suhu, kelembaban, oksigen dan karbondioksida pada pengujian pertama hingga pengujian ketiga dilakukan uji lanjut pairwise comparisons yang disajikan pada Tabel 8.
32
Tabel 8 Hasil uji perbandingan beda suhu, kelembaban, oksigen dan karbondioksida kondisi dengan beban selama tiga kali pengujian
Suhu (ºC)
Kelembaban (%)
Oksigen (%)
Karbondioksida (%)
Pengujian ke- (i) 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
Pengujian ke- (j) 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1
N
Mean
40 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40
12.2583 11.8050 11.6800 78.7035 66.8152 66.4982 6.0803 6.7575 6.3320 1.4905 2.9737 2.9825
Std. Dev 0.44587 0.27240 0.30961 3.87852 0.31321 0.33401 4.34346 1.62408 1.44357 0.77166 0.19101 0.16608
Sig.a 0.026 1.000 0.000 0.000 0.003 0.000 0.000 0.002 0.000 0.000 1.000 0.000
Tabel 8 menunjukkan perubahan suhu pada pengujian pertama ke pengujian kedua terdapat perbedaan suhu yang signifikan yang dapat dilihat melalui nilai signifikansi sebesar 0.026 < alpha (0.05). Sedangkan tidak ada perbedaan suhu yang signifikan dari pengujian kedua ke pengujian ketiga didapatkan nilai signifikansi sebesar 1.000 < alpha (0.05) dan nilai signifikansi pada pengujian pertama dan ketiga sebesar 0.000 < alpha (0.05) yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada pengujian ketiga dengan pengujian pertama. Perbedaan suhu pada pengujian pertama dengan pengujian kedua dan ketiga ini disebabkan karena pada pengujian pertama kondisi di dalam chamber pada awalnya belum mengalami penyesuaian dengan lingkungan di dalam refrigerator maupun dengan brokoli yang berada di dalam chamber. Pada pengujian kedua dan ketiga kondisi suhu di dalam chamber sudah mulai menurun daripada pengujian pertama yang berarti bahwa telah ada penyesuaian kondisi suhu chamber dengan suhu refrigerator. Selain itu, suhu pada chamber berisi brokoli lebih tinggi daripada suhu pada chamber kosong hal ini dikarenakan brokoli merupakan bahan pangan yang mengalami proses respirasi dimana proses respirasi akan melepas panas ke lingkungan sekitarnya yang menyebabkan suhu udara di dalam chamber menjadi lebih tinggi. Menurut Mahendra (2015) produk segar pascapanen merupakan produk yang masih melangsungkan kehidupannya. Produk bernafas dengan mengambil O2 dan melepaskan CO2 ke lingkungan. Pelepasan panas produk juga terjadi karena produk tidak dalam lingkungan optimumnya ketika produk belum terlepas dari induknya. Untuk menurunkan panas produk ketika produk telah dipanen dapat dilakukan dengan metode precooling. Selain suhu, hal yang tak kalah pentingnya untuk diperhatikan adalah kelembaban relatif (relative humidity). Pengukuran nilai suhu tidak terlepas pula dari pengukuran nilai kelembaban karena keduanya menggunakan satu instrumen yang sama yaitu sensor SHT11. Dari hasil pengukuran nilai RH didapatkan hasil seperti pada Gambar 23.
33
90 80 70
RH (%)
60 50
RH Pengujian 1 RH Pengujian 2
40
RH Pengujian 3 30
RH Higrometer
20 10 0 0
5
10
15
20
25
30
35
40
WAKTU (MENIT)
Gambar 23 Perubahan RH terhadap waktu penyimpanan kondisi dengan beban Tabel 8 menunjukkan bahwa terdapat perubahan kelembaban yang signifikan dari pengujian pertama ke pengujian kedua yang dapat dilihat melalui nilai signifikansi sebesar 0.000 < alpha (0.05), begitupun pada pengujian kedua dan pengujian ketiga terdapat perbedaan yang signifikan dengan nilai signifikansi sebesar 0.003 < alpha (0.05) dan perbedaan yang signifikan juga nampak jika dibandingkan pada pengujian ketiga dan pengujian pertama dengan nilai signifikansi sebesar 0.000 < alpha (0.05). Untuk menjaga agar suhu tetap rendah dan kelembaban relatif tetap tinggi brokoli harus segera didinginkan setelah pemanenan. Selain icing cooling dan hydro cooling, forced-air cooling juga dapat digunakan untuk penanganan brokoli pasca panen (Zvalo & Respondek 2007). Hal ini juga sesuai dengan Bafdal et al. (2007) untuk menjaga kualitas dan umur simpan dari brokoli perlu dilakukan penanganan setelah panen untuk menjaga RH 90-95% dan suhu 0ºC dengan cara melakukan pre-cooling yang diikuti dengan penyimpanan dingin. Terdapat enam metode pre-cooling yang dapat dilakukan yaitu air cooling, forced air cooling, hydro-cooling, vacuum cooling, evaporative cooling, dan contact ice cooling. Parameter berikutnya yang diamati dalam sistem dan monitoring ini adalah oksigen. Pembacaan nilai oksigen pada chamber berisi brokoli dilakukan oleh sensor KE-25 yang ditampilkan pada Gambar 24 berikut:
34
25 Oksigen Pengujian 1
KONSENTRASI OKSIGEN (%)
20
Oksigen Pengujian 2 Oksigen Pengujian 3 Batas atas
15
Batas bawah
10
5
0 0
5
10
15
20
25
30
35
40
WAKTU (MENIT)
Gambar 24 Perubahan konsentrasi oksigen terhadap waktu penyimpanan kondisi dengan beban Tabel 8 menunjukkan bahwa terdapat perubahan konsentrasi oksigen yang signifikan dari pengujian pertama ke pengujian kedua yang dapat dilihat melalui nilai signifikansi sebesar 0.000 < alpha (0.05), sedangkan pada pengujian kedua dan pengujian ketiga terdapat perbedaan yang signifikan dengan nilai signifikansi sebesar 0.002 < alpha (0.05) dan terdapat perbedaan yang signifikan juga nampak pada pengujian ketiga dan pengujian pertama dengan nilai signifikansi sebesar 0.000 < alpha (0.05). Secara keseluruhan terdapat perbedaan kandungan oksigen pada chamber berisi brokoli. Hal ini dikarenakan brokoli merupakan bahan pertanian yang masih melakukan respirasi bahkan setelah dipanen sehingga setelah kandungan oksigen di dalam chamber telah diturunkan menjadi ±4% maka kandungan oksigen tersebut akan naik secara perlahan-lahan dikarenakan proses respirasi dan pertukaran udara yang terjadi pada selang-selang gas. Proses injeksi nitrogen untuk menurunkan oksigen hanya dilakukan satu kali untuk mengetahui perubahan gas oksigen dari pengujian pertama hingga pengujian ketiga. Dari ratarata oksigen pengujian pertama, kedua dan ketiga (6.08%, 6.75%, 6.33%) melebihi dari setpoint yang diinginkan. Ini berarti nitrogen harus terus diinjeksikan tanpa adanya jeda waktu sehingga kadar oksigen yang diinginkan bisa tetap dipertahankan. Selanjutnya adalah pengukuran karbondioksida di dalam chamber berisi brokoli. Hasil pengamatan karbondioksida menggunakan sensor CDM 4160-H00 dapat dilihat pada Gambar 25.
35
4.5 4
KONSENTRASI CO2 (%)
3.5 3 2.5 2 1.5
CO2 Pengujian 1 CO2 Pengujian 2
1
CO2 Pengujian 3 Batas atas
0.5
Batas bawah 0 0
5
10
15
20
25
30
35
40
WAKTU (MENIT)
Gambar 25 Perubahan konsentrasi karbondioksida terhadap waktu penyimpanan kondisi dengan beban Dari hasil uji pairwise comparisons pada Tabel 8, pengujian pertama dan pengujian kedua terdapat perbedaan yang signifikan yang dapat dilihat melalui nilai signifikansi sebesar 0.000 < alpha (0.05). Sedangkan untuk pengujian kedua dan ketiga tidak terdapat perbedaan yang signifikan dimana nilai signifikansinya adalah sebesar 1.000 > alpha (0.05), pada pengujian ketiga dan pengujian pertama jika dibandingkan terdapat perbedaan yang signifikan, tercatat nilai signifikansi pengujian ketiga dan pengujian pertama adalah 0.000 > alpha (0.05). Hal ini terlihat jelas pada Gambar 23 pada pengujian pertama berbeda signifikan dengan pengujian kedua dan ketiga karena pada pengujian pertama karbondioksida harus dinaikkan dari ±0.03% menjadi ±3% sedangkan pada pengujian kedua dan ketiga karbondioksida dari ±3% hanya berkurang sedikit menjadi ±2.5%. Pada penelitian ini kadar karbondioksida menunjukkan kecenderungan yang terus menurun dan tidak terjadi kenaikan produksi karbondioksida. Pola ini menunjukkan bahwa brokoli termasuk sayuran non klimaterik (Agustina 2010). Karena pada penelitian ini tidak terdapat peningkatan karbondioksida maka tidak digunakan penyerap karbondioksida untuk menyerap kelebihan karbondioksida yang terdapat di dalam ruang penyimpanan. Namun jika terjadi kelebihan karbondioksida dapat digunakan sistem penyerap karbondioksida menggunakan larutan Ca(OH)2 yang diinjeksikan dengan menggunakan nozel berpori (Masyhuri et al. 2013). Hasil Uji Akurasi dan Presisi Kinerja Sistem Kontrol dan Monitoring Dalam bidang ilmu pengetahuan, akurasi dari suatu sistem pengukuran perlu dilakukan untuk mengetahui tingkat kedekatan pengukuran kuantitas
36
terhadap nilai yang sebenarnya. Presisi digunakan untuk menunjukkan seberapa dekat perbedaan nilai pada saat dilakukan pengulangan pengukuran. Menurut Mulyono et al. (2011) presisi didefinisikan sebagai seberapa dekat hasil-hasil pengujian atau analisis yang saling tidak mempengaruhi satu sama lain, yang diperoleh pada suatu kondisi tertentu. Presisi berhubungan dengan hasil suatu metode bila pengukuran itu diulang-ulang pada sampel yang homogen pada kondisi yang terkontrol. Sedangkan akurasi adalah kesesuaian antara hasil suatu analisis dan nilai benar, karena nilai hasil analisis pada kenyataannya merupakan perkiraan nilai benar dengan memperhitungkan nilai ketidakpastiannya. Akurasi metode yang baik adalah memberikan nilai R (Recovery) mendekati 100%. Pada umumnya nilai presisi (keseksamaan) dihitung menggunakan standar deviasi (SD) untuk menghasilkan Relative Standard Deviation (RSD) atau Coefficient Variation (CV). Keseksamaan yang baik dinyatakan dengan semakin kecil nilai RSD maka nilai presisi semakin baik. Kriteria presisi juga diberikan jika metode memberikan nilai RSD ≤15% (Wardani 2012). Untuk menentukan akurasi dilakukan perhitungan hasil analisis dibandingkan dengan nilai target (setpoint) yang diinginkan. (nilai setpoint-
%Akurasi =100%-
x)
nilai setpoint
x100%
Untuk menentukan presisi dari metode uji ditentukan dengan rumus: 𝑆𝐷 × 100% RSD =
(3)
(4)
x ∑𝑛 (𝑥𝑖 − x )2 Standar Deviasi = √ 𝑖=1𝑛−1
𝐸𝑟𝑟𝑜𝑟 =
(S−R) S
× 100%
(5) (6)
Tabel 9. Hasil pengujian dan perhitungan sistem monitoring suhu dan kelembaban P Q Akurasi Presisi Error SD suhu tanpa beban 10 ºC 9.88 ºC 98.84% 1.47% 1.15% 0.14 dengan beban 10 ºC 11.91 ºC 83.93% 2.87% 19.14% 0.34 kelembaban tanpa beban 72% 73.68% 97.71% 3.00% 2.33% 2.21 dengan beban 72% 70.67% 98.15% 2.13% 1.84% 1.50 Keterangan: P: Aktual pengukuran menggunakan hygrometer dan termometer Q: Aktual pengujian sistem menggunakan sensor SHT11 Berdasarkan hasil pengujian sistem monitoring suhu dengan nilai termometer 10ºC diperoleh hasil pengujian yaitu rata-rata suhu kondisi tanpa beban sebesar 9.88% dan 11.91% untuk kondisi dengan beban. Perbandingan suhu antara alat ukur termometer dan aktual berdasarkan perhitungan diperoleh akurasi sebesar 98.84% untuk kondisi tanpa beban dan 83.93% untuk kondisi dengan beban. Sedangkan nilai presisi suhu untuk kondisi tanpa beban adalah
37
1.47% dan untuk kondisi dengan beban 2.87%. Validasi alat dilakukan untuk mencari nilai penyimpangan (error) yang terjadi pada sistem yang dibuat. Adapun rata-rata nilai error untuk suhu kondisi tanpa beban adalah 1.15% dan 19.14% untuk kondisi dengan beban. Hasil pengujian sistem monitoring kelembaban dengan nilai RH pada higrometer adalah 72% diperoleh hasil pengujian rata-rata RH untuk kondisi tanpa beban adalah 73.68% dan untuk kondisi dengan beban 70.67%. Perbandingan RH antara higrometer dengan aktual berdasarkan perhitungan diperoleh akurasi untuk kondisi tanpa beban 97.71% dan 98.15% untuk kondisi dengan beban. Sedangkan nilai presisi RH untuk kondisi tanpa beban adalah 3% dan 2.13% untuk kondisi dengan beban. Rata-rata error RH untuk kondisi tanpa beban yaitu 2.33% dan 1.84% untuk kondisi dengan beban. Tabel 10. Hasil pengujian dan perhitungan sistem kontrol dan monitoring oksigen dan karbondioksida S R Akurasi Presisi Error SD oksigen tanpa beban 4% 4.64% 86.19% 56.41% 16.02% 2.61 dengan beban 4% 6.39% 62.60% 38.13% 59.73% 2.43 karbondioksida tanpa beban 3% 2.22% 74.26% 32.14% 25.73% 0.71 dengan beban 3% 2.48% 82.73% 14.34% 17.27% 0.35 Keterangan: S: Setpoint R: Aktual pengujian sistem kontrol dan monitoring Berdasarkan hasil pengujian sistem kontrol dan monitoring gas oksigen dengan perlakuan setpoint konsentrasi oksigen 4% diperoleh hasil pengujian yaitu rata-rata konsentrasi oksigen untuk kondisi tanpa beban 4.64% dan 6.39% untuk kondisi dengan beban. Perbandingan konsentrasi oksigen antara setpoint dengan aktual berdasarkan perhitungan diperoleh nilai akurasi sebesar 86.19% untuk kondisi tanpa beban dan 62.60% untuk kondisi dengan beban. Akurasi hasil perintah setpoint yang diberikan pada mikrokontroler dapat diketahui dengan melakukan validasi, menghitung nilai error dan tingkat ketelitian untuk setpoint yang digunakan pada mikrokontroler terhadap hasil real pengukuran dan perhitungan. Adapun nilai rata-rata error untuk kondisi tanpa beban adalah 16.02% dan untuk kondisi dengan beban adalah 59.73%. Hasil pengujian sistem kontrol dan monitoring gas karbondioksida dengan perlakuan setpoint konsentrasi karbondioksida 3% diperoleh hasil pengujian yaitu rata-rata konsentrasi karbondioksida untuk kondisi tanpa beban 2.22% dan 2.48% untuk kondisi dengan beban. Perbandingan konsentrasi karbondioksida antara setpoint dengan aktual berdasarkan perhitungan diperoleh nilai akurasi sebesar 74.26% untuk kondisi tanpa beban dan 82.73% untuk kondisi dengan beban. Adapun nilai rata-rata error untuk kondisi tanpa beban adalah 25.73% dan untuk kondisi dengan beban adalah 17.27%. Besarnya nilai error dapat disebabkan oleh metode pengontrolan yang kurang baik sehingga menyebabkan terjadinya ketidaksamaan antara setpoint dengan nilai aktual pengujian.
38
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Sistem monitoring gas karbondioksida dan oksigen telah dapat dibentuk dan dilakukan uji coba. Hasil rancangan tersebut dapat digunakan untuk mengendalikan kondisi gas yang ada di dalam ruang penyimpanan. 2. Suhu rata-rata yang terbaca oleh sensor SHT11 untuk kondisi tanpa beban adalah 9.88ºC dan untuk kondisi dengan beban 11.91ºC. 3. Kelembaban rata-rata yang terbaca oleh sensor SHT11 untuk kondisi tanpa beban yaitu 73.73% dan untuk kondisi dengan beban 70.66%. 4. Konsentrasi karbondioksida rata-rata yang terbaca oleh sensor untuk kondisi tanpa beban adalah 2.22% dan untuk kondisi dengan beban 2.48%. 5. Konsentrasi oksigen yang terbaca oleh sensor untuk kondisi tanpa beban 4.63% dan untuk kondisi dengan beban 6.38%. 6. Rata-rata nilai error pengujian untuk suhu tanpa beban 1.15% dan 19.14% untuk kondisi dengan beban. Rata-rata nilai error pengujian untuk RH tanpa beban adalah 2.33% untuk kondisi tanpa beban dan 1.84% untuk kondisi dengan beban. 7. Rata-rata nilai error pengujian untuk konsentrasi oksigen tanpa beban 16.02% dan 59.73% untuk kondisi dengan beban. Rata-rata nilai error pengujian untuk konsentrasi karbondioksida tanpa beban adalah 25.73% untuk kondisi tanpa beban dan 17.27% untuk kondisi dengan beban. Saran 1. Perlu dilakukan penambahan kontrol otomatis untuk mengendalikan suhu dan kelembaban yang terhubung dengan refrigerator di dalam ruang penyimpanan (chamber). 2. Perlu dilakukan penambahan kontrol otomatis untuk penyerapan gas karbondioksida apabila terjadi kelebihan karbondioksida di dalam ruang penyimpanan (chamber). Penggunaan penyerap karbondioksida sangat penting terutama untuk kondisi dengan beban. 3. Perlu dilakukan pengukuran laju respirasi pada kondisi dengan beban. 4. Pada real design perlu dilakukan penambahan mixing chamber untuk membantu pencampuran gas sebelum gas diinjeksikan kedalam chamber. 5. Perlu dilakukan penambahan tampilan program aplikasi untuk mempermudah pemindahan data dari serial monitor.
DAFTAR PUSTAKA Agustina DJ. 2010. Model Pendugaan Laju Respirasi Brokoli Pada Berbagai Suhu Penyimpanan. Teknik Pertanian. IPB. Agustiningrum DA, Susilo B, Yulianingsih R. 2014. Studi Pengaruh Konsentrasi Oksigen pada Penyimpanan Atmosfer Termodifikasi Buah Sawo (Achras zapota L.). Jurnal Bioproses Komoditas Tropis. 2(1) pp. 22-34. Aminudin. 2010. Kajian Pola Respirasi dan Mutu Brokoli (Brassica oleraceae L.
39
var italic) Selama Penyimpanan dengan Beberapa Tingkatan Suhu. Journal Agrica Extensia, pp.44–59. Anisum, Bintoro N, Goenadi S. 2016. Analisis Distribusi Suhu dan Kelembaban Udara dalam Rumah Jamur (Kumbung) Menggunakan Computational fluid Dynamics. Journal Agritech, 36(1) : 64-70. Argo BD, Lastriyanto A, Astuti P. 2008. Sistem Monitoring Gas Oksigen dan Karbondioksida. Jurnal Rekayasa Mesin. 1(3) pp.84–90. Badan Standarisasi Nasional. 2013. Peralatan Jaringan Unit Biogas. Rancangan Standar Nasional Indonesia - 3, RSNI 7927, p.5. Bafdal N, Tjahjadi C, Hong Seok In, Kim Dongman, Pujianto T. 2007. Packaging Optimization for Transporting Broccoli at Low Temperature. pp.1–14. Joint Research Between The Padjadjaran University and The Korea Research Institute. Bandung. December 2007. Bishop DJ. 1996. Controlled Atmosphere Storage. In : Dellino, C.J.V. Editor Cold and Chilled Storage Technology. Blackie, London. 53-92. Deschene A, Paliyath G, Lougheed EC, Dumbroff EB, Thompson JE. 1991. Membrane Deterioration During Postharvest Senescene of Broccoli Florets: Modulation by Temperature and Controlled Atmosphere Storage. Postharvest Biology and Technology. 1: 19-31. Fatikhunnada A, Solahudin M, Supriyanto, Seminar KB, Afnan R. 2013. Sistem Monitoring Online Kandang Ayam Tipe Tertutup Berbasis Mikrokontroler Arduino. Prosiding Seminar Nasional Himpunan Informatika Pertanian Indonesia (HIPI) Bogor-Jawa Barat. 09-10 Oktober 2013. Figaro Company. 2005. Technical Information for KE-Series. pp.1–10. Figaro Company. 2016. Techical Information for the CDM 4160 CO2 Module. pp. 1-6. Ginting BN. 2012. Penggerak Antena Modem USB Tiga Dimensi Berbasis Mikrokomputer Menggunakan Arduino Uno. Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara. Hilal H, Badaruddin, Husodo BY. 2007. Switch Peralatan AC Phase Satu Menggunakan Solid State Relay. Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Mercu Buana. Jenkins M. 2005. Unit 4: Temperature-Moisture Relationship Course Materials. Wildland Resources. Utah State University. http://www.ocw.usu.edu/ Accesed on: January 12th 2017. Jin Y, Deng R, Jin Y, Hu X. 2013. Research on the Response Characteristics of Solenoid Valve of the Air-Jet Loom by Simulation. Journal of Thermal Science. 22(6): 606-612. Kader AA. 1992. Postharvest Technology of Horticultural Crops. ANR Publications, 3311, Division of Agricultural and Natural Resources, University of California, Oakland, USA.
40
Kader AA. 1993. Postharvest Biology and Technology : An Overview. Di dalam: Kumpulan Materi Pelatihan Pascapanen Buah-buahan dan Sayur-sayuran. PAU Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor. 10-15 Mei 1993. Mahendra IPAO. 2015. Pengaruh Package Icing Terinterupsi Terhadap Mutu Brokoli (Brassica oleracea, L.) Selama Penyimpanan. Bukit Jimbaran: Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana. Masyhuri AP, Ahmad AM, Djojowasito G. 2013. Rancang Bangun Sistem Penyerap Karbon dioksida (CO2) Pada Aliran Biogas Dengan Menggunakan Larutan Ca(OH)2. Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem, 1(1), pp.19–28. Maulana E. 2014. Sensor dan Tranduser. Bahan Ajar Elektronika Kontrol - Sensor dan Transduser. Muchammad. 2006. Pengaruh Temperatur Regenerasi Terhadap Penurunan Kelembaban Relatif dan Efektifitas Penyerapan Uap Air pada Alat Uji Dehumidifier dengan Dessicant Silica Gel. Journal Momentum, 2 (2): 32-40. Mulyono, Sukadi, Rosidi, Sihono, Irianto B. 2011. Akurasi Metoda Analisis Aktivasi pada Pengujian Se dan As dalam Limbah Padat. Prosiding Seminar Penelitian dan Pengelolaan Perangkat Nuklir. Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan Yogyakarta. Hal 301-307. National Horticulture Board. 2010. Technical Standard Committee on Techincal Standards and Protocol for the Cold Chain in India (Control Atmosphere Cold Stores. Department of Agriculture & Cooperation, Ministry of Agriculture. Govt of India. Pritasari NF, Parhusip HA, Susanto B. 2013. ANOVA untuk Analisis Rata-Rata Respon Mahasiswa Kelas Listening. Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret. Vol.2. Rajaparthiban M, Sasirekha M, Siasankari B, Sathyapriya S. 2016. Garbage Aqua Cure Practise Oversee Adopting GSM. International Journal of Scientific Engineering and Applied Science (IJEAS). 2(8): 32-36. Rangkuti R. 2010. Pengaruh Komposisi Udara Ruang Penyimpanan Terhadap Mutu Buah Terung Belanda Selama Penyimpanan. Teknologi Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Rizal M. 2016. Desain dan Pengujian Prototipe Sistem Kontrol Mesin Sprayer Dosis Variabel untuk Aplikasi Penyemprotan Pertanian Presisi [Tesis]. Sekolah Pascasarjana IPB. Robinson dan Eskin. 2001. Food Shelf Life Stability. New York : CRC Press. Rokhani H, Darmawati E. 1995. Mempelajari Laju Transpirasi dan Pengaruh Komposisi Gas pada Penyimpanan Brokoli secara Controlled Atmosphere Storage [Laporan Penelitian]. Jurusan Mekanisasi Pertanian FATETA. IPB. Rusmaladewi I. 2012. Tele Alarm and Multilevel Security System On A Car
41
Based On Arduino Microcontroller. Jurnal Sistem Komputer. Available at: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15003161. Saltveit ME. 1989. A Summary of Requirements and Recommendations for the Controlled and Modified Atmosphere Storage of Harvested Vegetables. Proceedings of the Fifth International Controlled Atmosphere Research Conference. Vol 2 : 329-352. Wenatchee, Washington, USA. 14-16 June 1989. Sensirion. 2011. Datasheet 11x (SHT10, SHT11, SHT15) Humidity and Temperature Sensor IC. http://www.sensirion.com. Singh H. dan Karpe N. 2007. Effect of Measurement Errors on A Class of Estimators of Population Mean Using Auxiliary Information in Sample Surveys. Journal of Statistical Research of Iran. 4. 175–189. Sirait S. 2015. Rancang Bangun Sistem Irigasi Pipa Otomatis Lahan Sawah Berbasis Tenaga Surya [Tesis]. Teknik Sipil dan Lingkungan. Program Pascasarjana. IPB. Smock RM. 1979. Controlled Atmosphere Storage of Fruits. Journal Hort Rev. 1: 301-336 Suaib. 2011. Analisis varian bagi pengukuran berulang. Jurnal Agroteknos. 1(2) : 107-113. Sulistyawan Y. 2011. Kendali Kelembaban Otomatis dengan Sensor Kelembaban SHT 11 Berbasis Mikrokontroler ATMega8535. Jurusan Fisika, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Semarang. Sumardi. 1999. Pengembangan Model Penyimpanan Buah Tropika dalam Atmosfir Terkendali (CA) : Kasus Durian [Disertasi]. Program Pascasarjana, IPB. Suryana C. 2012. Trainer Dispenser Hot and Cool Unit [Laporan penelitian]. Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Yogyakarta. Tan SC. 2005. Postharvest Handling of Brassica Vegetables. Dep. Agriculture Western Australia. http://www.agric.wa.goof.au. Accesed on Oct 27th 2016. Thompson AK. 2010. Controlled Atmosphere Storage of Fruits and Vegetables (2nd Edition). Oxfordshire, UK: CAB International. Utama IM. 2001. Penanganan Pascapanen Buah dan Sayuran Segar. Forum Konsultasi Teknologi. Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali. Denpasar, 21 November 2001. Verma N, Gupta K, Mahapatra S. 2015. Implementation of Solid State Relays for Power System Protection. International Journal of Scientific and Technology Research. 4(6):67-70. Wardani LA. 2012. Validasi Metode Analisis dan Penentuan Kadar Vitamin C Pada Minuman Buah Kemasan dengan Spektrofotometri UV-Visible. Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Indonesia. Wardhanu AP. 2009. Rekayasa Sistem Penyimpanan dengan Teknologi Control
42
Atmosphere dan Modified Atmosphere Storage untuk Memperpanjang Umur Simpan Buah. Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya Malang. Widyatama A. 2013. Alat Pengekstrak Kunyit Otomatis Berbasis Arduino Uno. Teknik Elektro, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Zvalo V, Respondek A. 2007. Brocolli - Vegetable Crops Production Guide For Nova Scotia. Vegetable Production Guide - Agra Point, June 2007, pp.1–15.
43
LAMPIRAN
44
Lampiran 1 Kalibrasi sensor oksigen KE-25 Konsentrasi O2 (%) Tegangan (V) 4 1.3 5 1.33 6 1.37 7 1.41 8 1.44 9 1.47 10 1.48 11 1.5 12 1.52 13 1.53 14 1.54 15 1.55 16 1.56 17 1.57 18 1.62 19 1.63 20 1.64 21 1.69
Lampiran 2 Program kontrol dan monitoring kondisi udara ruang CAS berbasis arduino Uno kondisi tanpa beban
45
46
47
48
Lampiran 3 Program kontrol dan monitoring kondisi udara ruang CAS berbasis arduino Uno kondisi dengan beban
49
50
Lampiran 4 Uji Statistik Repeated Mesaures ANOVA SPSS 16 Kondisi Tanpa Beban
General Linear Model SUHU Descriptive Statistics Mean
Std. Deviation
N
SUHU_1
9.8204
.33163
116
SUHU_2
9.9114
.05135
116
SUHU_3
9.9226
.05484
116
Multivariate Testsb Effect Suhu
Value
F
Error df
Hypothesis df
Sig.
Pillai's Trace
.251
19.065a
2.000
114.000
.000
Wilks' Lambda
.749
19.065a
2.000
114.000
.000
Hotelling's Trace
.334
19.065a
2.000
114.000
.000
Roy's Largest Root
.334
19.065a
2.000
114.000
.000
a. Exact statistic b. Design: Intercept Within Subjects Design: Suhu
Mauchly's Test of Sphericityb Measure:Suhu Epsilona
Within Subjects Mauchly's Effect Suhu
W
Approx. ChiSquare
.028
407.152
Greenhousedf
Sig. 2
Geisser
.000
.507
Huynh-Feldt Lower-bound .507
.500
Tests the null hypothesis that the error covariance matrix of the orthonormalized transformed dependent variables is proportional to an identity matrix. a. May be used to adjust the degrees of freedom for the averaged tests of significance. Corrected tests are displayed in the Tests of Within-Subjects Effects table. b. Design: Intercept Within Subjects Design: Suhu
51
Tests of Within-Subjects Effects Measure:Suhu Type III Sum Source
of Squares
Suhu
Error(Suhu)
df
Mean Square
F
Sig.
Sphericity Assumed
.728
2
.364
11.078
.000
Greenhouse-Geisser
.728
1.014
.718
11.078
.001
Huynh-Feldt
.728
1.015
.718
11.078
.001
Lower-bound
.728
1.000
.728
11.078
.001
Sphericity Assumed
7.560
230
.033
Greenhouse-Geisser
7.560
116.640
.065
Huynh-Feldt
7.560
116.683
.065
Lower-bound
7.560
115.000
.066
Pairwise Comparisons Measure:Suhu 95% Confidence Interval for (J) (I) Suhu Suhu 1
2
3
Differencea
Mean Difference Std. Error
(I-J)
Sig.a
Lower Bound
Upper Bound
2
-.091*
.030
.008
-.163
-.019
3
-.102*
.029
.002
-.171
-.033
1
.091*
.030
.008
.019
.163
3
-.011*
.003
.001
-.019
-.004
1
.102*
.029
.002
.033
.171
2
.011*
.003
.001
.004
.019
Based on estimated marginal means *. The mean difference is significant at the ,05 level. a. Adjustment for multiple comparisons: Bonferroni.
Multivariate Tests Value
F
Hypothesis df
Error df
Sig.
Pillai's trace
.251
19.065a
2.000
114.000
.000
Wilks' lambda
.749
19.065a
2.000
114.000
.000
Hotelling's trace
.334
19.065a
2.000
114.000
.000
Roy's largest root
.334
19.065a
2.000
114.000
.000
52
Each F tests the multivariate effect of BOX_1. These tests are based on the linearly independent pairwise comparisons among the estimated marginal means. a. Exact statistic
Profile Plots
Suhu (ºC)
Pengujian
53
General Linear Model RH Descriptive Statistics Mean
Std. Deviation
N
RH_1
76.0607
3.20480
116
RH_2
72.4920
1.64741
116
RH_3
72.6644
1.78114
116 Multivariate Testsb
Effect RH
Value
F
Error df
Hypothesis df
Sig.
Pillai's Trace
.764
1.842E2a
2.000
114.000
.000
Wilks' Lambda
.236
1.842E2a
2.000
114.000
.000
Hotelling's Trace
3.231
1.842E2a
2.000
114.000
.000
Roy's Largest Root
3.231
1.842E2a
2.000
114.000
.000
a. Exact statistic b. Design: Intercept Within Subjects Design: RH
Mauchly's Test of Sphericityb Measure:RH Epsilona
Within Subjects Mauchly's Effect RH
W
Approx. ChiSquare
.065
311.967
Greenhousedf
Sig. 2
Geisser
.000
.517
Huynh-Feldt Lower-bound .517
.500
Tests the null hypothesis that the error covariance matrix of the orthonormalized transformed dependent variables is proportional to an identity matrix. a. May be used to adjust the degrees of freedom for the averaged tests of significance. Corrected tests are displayed in the Tests of Within-Subjects Effects table. b. Design: Intercept Within Subjects Design: RH
54
Tests of Within-Subjects Effects Measure:RH Type III Sum Source
of Squares
RH
Error(RH)
df
Mean Square
F
Sig.
Sphericity Assumed
939.608
2
469.804
351.684
.000
Greenhouse-Geisser
939.608
1.033
909.168
351.684
.000
Huynh-Feldt
939.608
1.034
908.384
351.684
.000
Lower-bound
939.608
1.000
939.608
351.684
.000
Sphericity Assumed
307.250
230
1.336
Greenhouse-Geisser
307.250
118.850
2.585
Huynh-Feldt
307.250
118.953
2.583
Lower-bound
307.250
115.000
2.672
Pairwise Comparisons Measure:RH 95% Confidence Interval for Differencea
Mean Difference Std. Error
(J) RH
1
2
3.569*
.187
.000
3.115
4.022
3
3.396*
.183
.000
2.952
3.841
1
-3.569*
.187
.000
-4.022
-3.115
3
-.172*
.028
.000
-.240
-.105
1
-3.396*
.183
.000
-3.841
-2.952
2
.172*
.028
.000
.105
.240
2
3
(I-J)
Sig.a
(I) RH
Based on estimated marginal means *. The mean difference is significant at the ,05 level. a. Adjustment for multiple comparisons: Bonferroni.
Lower Bound
Upper Bound
55
Multivariate Tests Value
F
Hypothesis df
Error df
Sig.
Pillai's trace
.764
1.842E2a
2.000
114.000
.000
Wilks' lambda
.236
1.842E2a
2.000
114.000
.000
Hotelling's trace
3.231
1.842E2a
2.000
114.000
.000
Roy's largest root
3.231
1.842E2a
2.000
114.000
.000
Each F tests the multivariate effect of BOX_1. These tests are based on the linearly independent pairwise comparisons among the estimated marginal means. a. Exact statistic
Profile Plots
RH (%)
Pengujian
56
General Linear Model O2 Descriptive Statistics Mean
Std. Deviation
N
O2_1
4.5750
2.61653
116
O2_2
4.5310
2.61987
116
O2_3
4.8163
2.62137
116
Multivariate Testsb Effect O2
Value
F
Error df
Hypothesis df
Sig.
Pillai's Trace
.186
12.983a
2.000
114.000
.000
Wilks' Lambda
.814
12.983a
2.000
114.000
.000
Hotelling's Trace
.228
12.983a
2.000
114.000
.000
Roy's Largest Root
.228
12.983a
2.000
114.000
.000
a. Exact statistic b. Design: Intercept Within Subjects Design: O2
Mauchly's Test of Sphericityb Measure:Oksigen Epsilona
Within Subjects Mauchly's Approx. ChiEffect O2
W
Square .981
2.201
df
Sig. 2
.333
Greenhouse-
Huynh-
Lower-
Geisser
Feldt
bound
.981
.998
Tests the null hypothesis that the error covariance matrix of the orthonormalized transformed dependent variables is proportional to an identity matrix. a. May be used to adjust the degrees of freedom for the averaged tests of significance. Corrected tests are displayed in the Tests of Within-Subjects Effects table. b. Design: Intercept Within Subjects Design: O2
.500
57
Tests of Within-Subjects Effects Measure:Oksigen Type III Sum Source
of Squares
O2
Sphericity
df
Square
F
Sig.
5.472
2
2.736
12.499
.000
5.472
1.962
2.789
12.499
.000
Huynh-Feldt
5.472
1.996
2.741
12.499
.000
Lower-bound
5.472
1.000
5.472
12.499
.001
50.350
230
.219
50.350 225.684
.223
Huynh-Feldt
50.350 229.564
.219
Lower-bound
50.350 115.000
.438
Assumed GreenhouseGeisser
Error(O2)
Mean
Sphericity Assumed GreenhouseGeisser
Pairwise Comparisons Measure:Oksigen 95% Confidence Interval for Differencea
Mean Difference Std. Error
(J) O2
1
2
.044
.061
1.000
-.104
.192
3
-.241*
.065
.001
-.400
-.083
1
-.044
.061
1.000
-.192
.104
3
-.285*
.058
.000
-.426
-.145
1
.241*
.065
.001
.083
.400
2
.285*
.058
.000
.145
.426
2
3
(I-J)
Sig.a
(I) O2
Based on estimated marginal means a. Adjustment for multiple comparisons: Bonferroni. *. The mean difference is significant at the ,05 level.
Lower Bound
Upper Bound
58
Multivariate Tests Value
F
Hypothesis df
Error df
Sig.
Pillai's trace
.186
12.983a
2.000
114.000
.000
Wilks' lambda
.814
12.983a
2.000
114.000
.000
Hotelling's trace
.228
12.983a
2.000
114.000
.000
Roy's largest root
.228
12.983a
2.000
114.000
.000
Each F tests the multivariate effect of O2. These tests are based on the linearly independent pairwise comparisons among the estimated marginal means. a. Exact statistic
Profile Plots
O2 (%)
Pengujian
59
General Linear Model CO2 Descriptive Statistics Mean
Std. Deviation
N
CO2_1
2.2281
.71719
116
CO2_2
2.2159
.71788
116
CO2_3
2.2396
.71582
116
Multivariate Testsb Effect CO2
Value
F
Hypothesis df
Error df
Sig.
Pillai's Trace
.016
.943a
2.000
114.000
.392
Wilks' Lambda
.984
.943a
2.000
114.000
.392
Hotelling's Trace
.017
.943a
2.000
114.000
.392
Roy's Largest Root
.017
.943a
2.000
114.000
.392
a. Exact statistic b. Design: Intercept Within Subjects Design: CO2
Mauchly's Test of Sphericityb Measure:MEASURE_1 Epsilona
Within Subjects Effect CO2
Approx. ChiMauchly's W
Square
.889
13.361
df
Sig. 2
Greenhouse-
Huynh-
Geisser
Feldt
.001
.900
Lower-bound
.914
.500
Tests the null hypothesis that the error covariance matrix of the orthonormalized transformed dependent variables is proportional to an identity matrix. a. May be used to adjust the degrees of freedom for the averaged tests of significance. Corrected tests are displayed in the Tests of Within-Subjects Effects table. b. Design: Intercept Within Subjects Design: CO2
60
Tests of Within-Subjects Effects Measure:Karbondioksida Type III Sum Source
of Squares
CO2
Error(CO2)
df
Mean Square
F
Sig.
Sphericity Assumed
.032
2
.016
.965
.383
Greenhouse-Geisser
.032
1.801
.018
.965
.375
Huynh-Feldt
.032
1.828
.018
.965
.376
Lower-bound
.032
1.000
.032
.965
.328
Sphericity Assumed
3.858
230
.017
Greenhouse-Geisser
3.858
207.096
.019
Huynh-Feldt
3.858
210.188
.018
Lower-bound
3.858
115.000
.034
Pairwise Comparisons Measure:Karbondioksida 95% Confidence Interval for Differencea
Mean Difference (I) CO2 (J) CO2 1
2
3
Std. Error
(I-J)
Sig.a
Lower Bound
Upper Bound
2
.012
.014
1.000
-.022
.046
3
-.011
.019
1.000
-.057
.034
1
-.012
.014
1.000
-.046
.022
3
-.024
.018
.584
-.068
.020
1
.011
.019
1.000
-.034
.057
2
.024
.018
.584
-.020
.068
Based on estimated marginal means a. Adjustment for multiple comparisons: Bonferroni.
61
Multivariate Tests Value
F
Hypothesis df
Error df
Sig.
Pillai's trace
.016
.943a
2.000
114.000
.392
Wilks' lambda
.984
.943a
2.000
114.000
.392
Hotelling's trace
.017
.943a
2.000
114.000
.392
Roy's largest root
.017
.943a
2.000
114.000
.392
Each F tests the multivariate effect of CO2. These tests are based on the linearly independent pairwise comparisons among the estimated marginal means. a. Exact statistic
Profile Plots
CO2 (%)
Pengujian
62
Lampiran 5 Uji Statistik Repeated Mesaures ANOVA SPSS 16 Kondisi dengan Beban
General Linear Model SUHU Descriptive Statistics Mean
Std. Deviation
N
SUHU_1
12.2583
.44587
40
SUHU_2
11.8050
.27240
40
SUHU_3
11.6800
.30961
40
Multivariate Testsb Partial Eta Effect Suhu
Value
Hypothesis df Error df
F
Sig.
Squared
Pillai's Trace
.619
30.834a
2.000
38.000
.000
.619
Wilks' Lambda
.381
30.834a
2.000
38.000
.000
.619
1.623
30.834a
2.000
38.000
.000
.619
1.623
30.834a
2.000
38.000
.000
.619
Hotelling's Trace Roy's Largest Root a. Exact statistic b. Design: Intercept Within Subjects Design: Suhu
Mauchly's Test of Sphericityb Measure:Suhu Epsilona
Within Subjects Mauchly's Effect Suhu
W
Approx. ChiSquare
.227
56.371
Greenhousedf
Sig. 2
Geisser
.000
.564
Huynh-Feldt Lower-bound .569
.500
Tests the null hypothesis that the error covariance matrix of the orthonormalized transformed dependent variables is proportional to an identity matrix. a. May be used to adjust the degrees of freedom for the averaged tests of significance. Corrected tests are displayed in the Tests of Within-Subjects Effects table. b. Design: Intercept Within Subjects Design: Suhu
63
Tests of Within-Subjects Effects Measure:Suhu Type III Sum of Source
Mean
Squares
Suhu
Sphericity
df
Partial Eta
Square
F
Sig.
Squared
11.261
2
5.630
6.391
.003
.141
11.261
1.128
9.984
6.391
.012
.141
Huynh-Feldt
11.261
1.139
9.891
6.391
.012
.141
Lower-bound
11.261
1.000
11.261
6.391
.016
.141
68.716
78
.881
68.716
43.990
1.562
Huynh-Feldt
68.716
44.402
1.548
Lower-bound
68.716
39.000
1.762
Assumed GreenhouseGeisser
Error(Suhu) Sphericity Assumed GreenhouseGeisser
Pairwise Comparisons Measure:Suhu 95% Confidence Interval for (J) (I) Suhu Suhu 1
2
3
Differencea
Mean Difference Std. Error
(I-J)
Sig.a
Lower Bound
Upper Bound
2
.703*
.255
.026
.065
1.341
3
.578*
.073
.000
.395
.761
1
-.703*
.255
.026
-1.341
-.065
3
-.125
.249
1.000
-.747
.497
1
-.578*
.073
.000
-.761
-.395
2
.125
.249
1.000
-.497
.747
Based on estimated marginal means *. The mean difference is significant at the ,05 level. a. Adjustment for multiple comparisons: Bonferroni.
64
Multivariate Tests Partial Eta Value
F
Hypothesis df
Error df
Sig.
Squared
Pillai's trace
.619
30.834a
2.000
38.000
.000
.619
Wilks' lambda
.381
30.834a
2.000
38.000
.000
.619
Hotelling's trace
1.623
30.834a
2.000
38.000
.000
.619
Roy's largest root
1.623
30.834a
2.000
38.000
.000
.619
Each F tests the multivariate effect of Suhu. These tests are based on the linearly independent pairwise comparisons among the estimated marginal means. a. Exact statistic
Profile Plots
Suhu (ºC)
Pengujian
65
General Linear Model RH Descriptive Statistics Mean
Std. Deviation
N
RH_1
78.7035
3.87852
40
RH_2
66.8152
.31321
40
RH_3
66.4982
.33401
40
Multivariate Testsb Partial Eta Effect RH
Value
Hypothesis df Error df
F
Sig.
Squared
Pillai's Trace
.944 3.209E2a
2.000
38.000
.000
.944
Wilks' Lambda
.056 3.209E2a
2.000
38.000
.000
.944
16.891 3.209E2a
2.000
38.000
.000
.944
16.891 3.209E2a
2.000
38.000
.000
.944
Hotelling's Trace Roy's Largest Root a. Exact statistic b. Design: Intercept Within Subjects Design: RH
Mauchly's Test of Sphericityb Measure:Kelembaban Epsilona
Within Subjects Effect RH
Approx. ChiMauchly's W
Square
.026
138.872
Greenhousedf
Sig. 2
Geisser
.000
.507
Huynh-Feldt Lower-bound .507
.500
Tests the null hypothesis that the error covariance matrix of the orthonormalized transformed dependent variables is proportional to an identity matrix. a. May be used to adjust the degrees of freedom for the averaged tests of significance. Corrected tests are displayed in the Tests of Within-Subjects Effects table. b. Design: Intercept Within Subjects Design: RH
66
Tests of Within-Subjects Effects Measure:Kelembaban Type III Sum of Source
Mean
Squares
RH
Sphericity
Square
F
Sig.
Squared
3871.988
2
1935.994 373.115
.000
.905
3871.988
1.013
3821.897 373.115
.000
.905
Huynh-Feldt
3871.988
1.014
3817.979 373.115
.000
.905
Lower-bound
3871.988
1.000
3871.988 373.115
.000
.905
404.721
78
5.189
404.721
39.511
10.243
Huynh-Feldt
404.721
39.552
10.233
Lower-bound
404.721
39.000
10.377
Assumed GreenhouseGeisser
Error(RH)
df
Partial Eta
Sphericity Assumed GreenhouseGeisser
Pairwise Comparisons Measure:Kelembaban 95% Confidence Interval for Differencea
Mean Difference Std. Error
(J) RH
1
2
11.888*
.587
.000
10.421
13.356
3
12.205*
.653
.000
10.572
13.839
1
-11.888*
.587
.000
-13.356
-10.421
3
.317*
.088
.003
.096
.538
1
-12.205*
.653
.000
-13.839
-10.572
2
-.317*
.088
.003
-.538
-.096
2
3
(I-J)
Sig.a
(I) RH
Based on estimated marginal means *. The mean difference is significant at the ,05 level. a. Adjustment for multiple comparisons: Bonferroni.
Lower Bound
Upper Bound
67
Multivariate Tests Partial Eta Value
F
Hypothesis df
Error df
Sig.
Squared
Pillai's trace
.944
3.209E2a
2.000
38.000
.000
.944
Wilks' lambda
.056
3.209E2a
2.000
38.000
.000
.944
Hotelling's trace
16.891
3.209E2a
2.000
38.000
.000
.944
Roy's largest root
16.891
3.209E2a
2.000
38.000
.000
.944
Each F tests the multivariate effect of RH. These tests are based on the linearly independent pairwise comparisons among the estimated marginal means. a. Exact statistic
Profile Plots
RH (%)
Pengujian
68
General Linear Model O2 Descriptive Statistics Mean
Std. Deviation
N
O2_1
6.0803
4.24346
40
O2_2
6.7575
1.62408
40
O2_3
6.3320
1.44357
40
Multivariate Testsb Partial Eta Effect O2
Value
Hypothesis df Error df
F
Sig.
Squared
Pillai's Trace
.447
15.364a
2.000
38.000
.000
.447
Wilks' Lambda
.553
15.364a
2.000
38.000
.000
.447
Hotelling's Trace
.809
15.364a
2.000
38.000
.000
.447
.809
15.364a
2.000
38.000
.000
.447
Roy's Largest Root a. Exact statistic b. Design: Intercept Within Subjects Design: O2
Mauchly's Test of Sphericityb Measure:Oksigen Epsilona
Within Subjects Mauchly's Effect O2
W
Approx. ChiSquare
.026
139.005
Greenhousedf
Sig. 2
Geisser
.000
.507
Huynh-Feldt Lower-bound .507
.500
Tests the null hypothesis that the error covariance matrix of the orthonormalized transformed dependent variables is proportional to an identity matrix. a. May be used to adjust the degrees of freedom for the averaged tests of significance. Corrected tests are displayed in the Tests of Within-Subjects Effects table. b. Design: Intercept Within Subjects Design: O2
69
Tests of Within-Subjects Effects Measure:Oksigen Type III Sum of Source
Mean
Squares
O2
Sphericity
Square
F
Sig.
Squared
9.375
2
4.687
.736
.483
.019
9.375
1.013
9.254
.736
.398
.019
Huynh-Feldt
9.375
1.014
9.244
.736
.398
.019
Lower-bound
9.375
1.000
9.375
.736
.396
.019
497.013
78
6.372
497.013
39.509
12.580
Huynh-Feldt
497.013
39.550
12.567
Lower-bound
497.013
39.000
12.744
Assumed GreenhouseGeisser
Error(O2)
df
Partial Eta
Sphericity Assumed GreenhouseGeisser
Pairwise Comparisons Measure:Oksigen 95% Confidence Interval for Differencea
Mean Difference Std. Error
(J) O2
1
2
-.677
.732
.000
-2.509
1.155
3
-.252
.637
.000
-1.846
1.343
1
.677
.732
.000
-1.155
2.509
3
.425*
.115
.002
.138
.713
1
.252
.637
.000
-1.343
1.846
2
-.425*
.115
.002
-.713
-.138
2
3
(I-J)
Sig.a
(I) O2
Based on estimated marginal means a. Adjustment for multiple comparisons: Bonferroni. *. The mean difference is significant at the ,05 level.
Lower Bound
Upper Bound
70
Multivariate Tests Partial Eta Value
F
Hypothesis df
Error df
Sig.
Squared
Pillai's trace
.447
15.364a
2.000
38.000
.000
.447
Wilks' lambda
.553
15.364a
2.000
38.000
.000
.447
Hotelling's trace
.809
15.364a
2.000
38.000
.000
.447
Roy's largest root
.809
15.364a
2.000
38.000
.000
.447
Each F tests the multivariate effect of O2. These tests are based on the linearly independent pairwise comparisons among the estimated marginal means. a. Exact statistic
Profile Plots
O2 (%)
Pengujian
71
General Linear Model CO2 Descriptive Statistics Mean
Std. Deviation
N
CO2_1
1.4905
.77166
40
CO2_2
2.9737
.19101
40
CO2_3
2.9825
.16608
40
Multivariate Testsb Partial Eta Effect CO2
Value
Hypothesis df Error df
F
Sig.
Squared
Pillai's Trace
.842 1.013E2a
2.000
38.000
.000
.842
Wilks' Lambda
.158 1.013E2a
2.000
38.000
.000
.842
5.330 1.013E2a
2.000
38.000
.000
.842
5.330 1.013E2a
2.000
38.000
.000
.842
Hotelling's Trace Roy's Largest Root a. Exact statistic b. Design: Intercept Within Subjects Design: CO2
Mauchly's Test of Sphericityb Measure:Karbondioksida Epsilona
Within Subjects Effect
Approx. ChiMauchly's W
CO2
Square
.018
153.286
df
Sig. 2
Greenhouse-
Huynh-
Lower-
Geisser
Feldt
bound
.000
.504
.505
.500
Tests the null hypothesis that the error covariance matrix of the orthonormalized transformed dependent variables is proportional to an identity matrix. a. May be used to adjust the degrees of freedom for the averaged tests of significance. Corrected tests are displayed in the Tests of Within-Subjects Effects table. b. Design: Intercept Within Subjects Design: CO2
72
Tests of Within-Subjects Effects Measure:Karbondioksida Type III Sum of Source
Mean
Squares
CO2
Sphericity
df
Partial Eta
Square
F
Sig.
Squared
59.016
2
29.508 185.904
.000
.827
59.016
1.009
58.493 185.904
.000
.827
Huynh-Feldt
59.016
1.010
58.452 185.904
.000
.827
Lower-bound
59.016
1.000
59.016 185.904
.000
.827
12.381
78
.159
12.381
39.348
.315
Huynh-Feldt
12.381
39.376
.314
Lower-bound
12.381
39.000
.317
Assumed GreenhouseGeisser
Error(CO2) Sphericity Assumed GreenhouseGeisser
Pairwise Comparisons Measure:Karbondioksida 95% Confidence Interval for Differencea
Mean Difference (I) CO2 (J) CO2 1
2
3
Std. Error
(I-J)
Sig.a
Lower Bound
Upper Bound
2
-1.483*
.107
.000
-1.751
-1.215
3
-1.492*
.111
.000
-1.769
-1.215
1
1.483*
.107
.000
1.215
1.751
3
-.009
.009
1.000
-.031
.014
1
1.492*
.111
.000
1.215
1.769
2
.009
.009
1.000
-.014
.031
Based on estimated marginal means *. The mean difference is significant at the ,05 level. a. Adjustment for multiple comparisons: Bonferroni.
73
Multivariate Tests Partial Eta Value
F
Hypothesis df
Error df
Sig.
Squared
Pillai's trace
.842
1.013E2a
2.000
38.000
.000
.842
Wilks' lambda
.158
1.013E2a
2.000
38.000
.000
.842
Hotelling's trace
5.330
1.013E2a
2.000
38.000
.000
.842
Roy's largest root
5.330
1.013E2a
2.000
38.000
.000
.842
Each F tests the multivariate effect of CO2. These tests are based on the linearly independent pairwise comparisons among the estimated marginal means. a. Exact statistic
Profile Plots
CO2 (%)
Pengujian
74
Lampiran 5 Dokumentasi Penelitian
(a. rangkaian elektronika)
(b. chamber berisi brokoli)
(c. brokoli hasil penyimpanan didalam chamber (kiri), brokoli hasil penyimpanan refrigerator (kanan) selama 3 hari)
75
(d. dokumentasi keseluruhan sistem)
76
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Widyaningrum yang dilahirkan di Merauke pada tanggal 7 Januari 1993 dari pasangan Bapak M. Zamil dan Ibu Siti Mursiatin. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 3 Merauke dan pada tahun yang sama penulis diterima melalui jalur SPKS Non-Utul di jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya Malang. Pendidikan magister ditempuh pada tahun 2014 pada jurusan Teknik Mesin Pertanian dan Pangan, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Sekolah Pascasarjana IPB. Pada tahun 2016 penulis mengikuti pertukaran pelajar Japan-Asia Youth Exchange Program di Kobe University Jepang.