IATMI 2006-TS-28 PROSIDING, Simposium Nasional & Kongres IX Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) 2006 Hotel The Ritz Carlton Jakarta, 15-17 November 2006
DESAIN KONSEPTUAL OPTIMASI PRODUKSI UNTUK SUMUR HORIZONTAL YANG DIPRODUKSI DARI RESERVOIR KARBONAT DAN MEMPUNYAI MASALAH WATER CONING Ahmad Wahyu Subenarto, Tutuka Ariadji Institut Teknologi Bandung
ABSTRAK Pengembangan lapangan marginal dengan permasalahan penurunan produksi minyak karena naiknya produksi air dan membentuk kerucut air atau dikenal dengan water coning menjadi fokus makalah ini. Masalah water coning pada sumur horizontal yang diproduksi dari reservoir batuan karbonat menjadi tidak mudah untuk reservoir minyak yang dibatasi oleh reservoir gas diatas dan aquifer dibawah. Optimisasi laju produksi, selang perforasi dan penambahan sumur produksi air merupakan strategi pengembangan lapangan yang dikaji. Dalam studi ini, digunakan simulasi reservoir untuk mendapatkan desain konseptual optimasi produksi. Penggunaan sumur produksi air untuk menjaga kecepatan kenaikan permukaan air dan perhitungan panjang selang perforasi serta laju produksi air yang optimum, menjadi alternatif solusi. Dengan memproduksikan air aquifer, penurunan tekanan di zona minyak dapat diimbangi sehingga produksi air pada zona minyak dapat dikendalikan. Kenaikan produksi minyak dan besar harga faktor perolehan yang bisa didapat dijadikan kriteria utama dalam setiap solusi alternatif tersebut. Solusi alternatif sumur produksi air dari aquifer dapat meningkatkan faktor perolehan sampai dengan 21.6%, dibanding dengan kasus dasar yaitu tanpa adanya perlakuan tertentu terhadap reservoir (existing condition) yang hanya menghasilkan faktor perolehan minyak sebesar 13%. Untuk selang perforasi optimum pada zona air yang dapat memberikan hasil perolehan minyak terbesar diperoleh sebesar 35 feet, yaitu dapat memberikan kenaikan produksi kumulatif sebesar 62% dari kasus dasar.
LATAR BELAKANG Dalam sumur berproduksi minyak dan gas, permasalahan produksi air yang sering terjadi telah menjadi permasalahan serius karena menyebabkan -1-
turunnya produksi minyak secara drastis dan membuat perencanaan awal dari pengolahan lapangan akan menjadi salah. Oleh karenanya, sangatlah perlu untuk mengetahui fenomena dari produksi air yang dapat muncul secara tiba-tiba dari suatu sumur. Produksi air dalam suatu sumur memang akan terjadi cepat atau lambat, hal ini dapat terjadi apabila air dari bawah reservoir telah mencapai zona lubang sumur sehingga jalur air telah terbentuk antara air di akuifer menuju lubang sumur. Jalur air yang sudah terbentuk ini akan semakin mempercepat proses naiknya air di akuifer ke lubang sumur berbentuk kerucut yang kita kenal dengan water coning untuk sumur vertikal dan water cresting untuk sumur horizontal. Secara teoritik water coning adalah suatu keadaan dimana batas air minyak (WOC) pada lubang sumur membentuk kerucut sebagai akibat dari laju produksi yang melebihi laju produksi kritis1,2), dan untuk sumur horizontal geometri kenaikannya akan membentuk suatu cresting atau kerucut datar3). Berbagai aplikasi sudah diterapkan untuk menghindari atupun sekedar untuk memperlambat terjadinya water coning dan penggunaan sumur horizontal terbukti telah menjadi solusi terbaik dengan hasil berupa kenaikan dari faktor perolehan sampai dengan 50%2,3). Penggunaan Down Hole Water Sink juga telah menjadi salah satu solusi terbaik dengan cara memproduksi air di zona air secara terpisah dari produksi minyak di zona minyak4). Namun kesemuanya tetap akan sampai pada kondisi dimana water breakthrough dari akuifer akan sampai di lubang sumur dan menyebabkan terjadinya produksi air di permukaan. PERMASALAHAN DAN TUJUAN Permasalahan pada lapangan Y yang muncul kemudian adalah ketika suatu sumur horizontal yang pada awalnya dimaksudkan untuk menangani permasalahan water coning telah terjadi breakthrough dari air akuifernya. Tentunya permasalahan akan menjadi lebih sensitif apabila
d. Model dan property geologi yang digunakan sudah tersedia. e. Asumsi tidak terjadi reaksi antara fluida dan batuan reservoir, dan juga tidak ada perubahan fasa didalam reservoir selama waktu produksi.
waktu produksi dari sumur horizontal tersebut sangat pendek, atau laju produksi minyak turun drastis. Sejumlah analisis dicoba untuk diketengahkan guna memecahkan permasalahan baru ini, serta pertimbangan-pertimbangan teknis dan ekonomis akan dipakai untuk membatasi solusi yang akan diambil dalam mendapatkan hasil yang terbaik.
KARAKTERISASI RESERVOIR Berikut akan dipaparkan deskripsi mengenai sifatsifat dari Lapangan Y antara lain Profil tekanan terhadap kedalaman, Sifat Fluida Reservoir, Kondisi Batuan Reservoir dan Analisa Uji Sumur.
Simulasi reservoir sebagai salah satu perangkat terbaik memecahkan permasalahan manajemen reservoir akan digunakan disini, dengan menggunakan sifat-sifat reservoir yang paling layak serta definisi sumuran yang menggambarkan sumur sebenarnya diharapkan dapat memodelkan keadaan reservoir setepat mungkin dan dijadikan suatu acuan pembuatan pilot project. Sehingga untuk permasalahan water cresting ini dapat diberikan solusi terbaik dari hasil optimisasi produksi menggunakan simulasi reservoir. Sebagai tambahan data produksi harian lapangan-X akan dipakai untuk memvalidasi setiap hasil yang diperoleh.
Profile Tekanan Terhadap Kedalaman Dari data kedalaman plot tekanan terhadap kedalaman sumur X-01, tekanan reservoir dibuat seperti ditunjukkan pada Gambar 1.
Menentukan solusi terbaik penanganan permasalahan water cresting pada sumur horizontal lapangan-Y merupakan tujuan utama dari pengerjaan makalah ini. Disamping itu makalah ini juga banyak mengulas mengenai pemodelan dari water cresting, optimasi dan estimasi laju produksi kritis (critical production) sumur. IDENTIFIKASI MASALAH Gambar 1 Plot Tekanan Terhadap Kedalaman
Batasan kajian yang digunakan dalam makalah ini adalah studi kasus pada suatu sumur horizontal pada lapangan Y yang mempunyai batuan karbonat. Pemodelan reservoir dibangun dengan menggunakan data reservoir dari lapangan Y yang mengalami permasalahan water coning. Kemudian sebagai validasi model akan digunakan data produksi sumur X-01 dan sumur-sumur sekitar. Namun, untuk studi water cresting hanya akan dipakai data produksi sumur X-01 saja. Model yang digunakan adalah single porosity dengan variasi anisotropi porositas perlapisan.
Gambar 1 memberikan informasi mengenai gradien tekanan reservoir pada lapangan Y. Gradien tekanan reservoir ini dapat digunakan untuk menentukan besarnya tekanan perkedalaman tertentu. Besarnya gradien tekanan lapangan Y ini adalah sebesar 0.277 psi/ft. Besarnya tekanan untuk setiap kedalaman dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan (1) yang merupakan hasil korelasi dari data distribusi tekanan diatas. Tekanan = 0.277 x Kedalaman (ft ss) + 1054.5 psi (1)
Pemodelan yang dilakukan dengan menggunakan simulator numerik memilki kondisi sebagai berikut: a. Dua jenis model reservoir yaitu dengan struktur geologi dan pemodelan hypothetic. Masing-masing untuk keperluan tertentu yang akan dijelaskan kemudian. b. Reservoir bersifat anisotropi dengan ketebalan beragam. c. Reservoir dianggap terbatas untuk tiap model.
Besarnya tekanan berdasarkan estimasi dengan menggunakan persamaan (1) diperlihatkan pada tabel 1. Tabel 1 Tekanan reservoir Y pada kedalaman tertentu
-2-
Fluid Properties 0.5500
Hasil analisa PVT dari sampel fluida formasi reservoir Y didapatkan bahwa fluida formasi memiliki derajat API sebesar 46.9o dan titik gelembung (Pb) sebesar 2545 psia pada temperatur reservoir 273 oF. Pada tekanan titik gelembung tersebut, viskositas minyak memiliki harga 0.38 cp, kadar gas terlarut sebesar 858 SCF/STB, gas volume factor sebesar 0.0013 res bbl/SCF, dan fator volume formasi minyak sebesar 1.55 res bbl/STB. Berdasarkan harga-harga diatas dapat disimpulkan jenis minyak dari reservoir Y tersebut adalah minyak volatile (volatile oil).
0.5000 0.4500
0.4000 0.3500 0.3000 0
FVF, res bbl/STB
5000
0.0500
Bg Gas Viscosity Power (Bg)
0.2000
0.0450 0.0400 0.0350
0.1500
0.0300
0.1000
0.0250 0.0200
0.0500
Gas Viscosity, cp
64.24
4000
0.2500
Bg, rb/scf
Density, lb/cuft
3000
Gambar 3 Plot Oil Viscosity Terhadap Tekanan
Tabel 2 Sifat-sifat air formasi Compressibility, 1/psi 3.7 E-06 0.24
2000
P re s s ure , ps ia
Pada tekanan 2578 psi, besar kompresibilitas minyak adalah 2.27 x 10-5 1/psi dan besar gas gravity adalah 1.0. Sifat-sifat dari air formasi dapat dilihat pada Tabel 2.
Viscosity, cp
1000
0.0150
0.0000
1.05
0.0100
0
1000
2000
3000
4000
5000
Pressure, psia
Selanjutnya Gambar 2 sampai dengan Gambar 4 menunjukkan hubungan antara kadar gas terlarut (Rs), faktor volume formasi minyak (Bo), viskositas minyak (µo), z-factor, and viskositas gas (µg) terhadap tekanan.
1.600
Gambar 4 Plot Bg dan Gas Viscosity Terhadap Tekanan Rock Properties Routine Core Analysis Sampel batuan dalam analisa core ini diambil dari sumur X-01 dan X-02 pada masing-masing selang kedalaman 5665 - 5670 ft-MD dan 5711 - 5804 ftMD. Gambar 5 menunjukkan sebaran titik pengambilan sampel core.
1000.0 900.0 800.0 700.0
1.400
600.0 1.300
500.0
1.200
Bo
400.0
Rs
300.0
Rs, scf/stb
Bo, rb/stb
1.500
200.0
1.100
100.0 1.000
0.0 0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
Pressure, psia
Gambar 2 Plot Bo dan Rs Terhadap Tekanan
-3-
Kedalaman (ft subsea)
Pressure (psia)
Remark
5382 5500 5525 5675
2545 2578 2585 2626
GOC Datum L3-endpoint WOC
Gambar 7a Plot krow, krw Versus Saturasi Air
Gambar 5 Sumur l X-01 and X-02 Data analisa sampel core mengindikasikan bahwa batuan reservoir Y memiliki porositas dan permeabilitas yang cukup kecil yaitu masing-masing berkisar 1-2% dan 0.1-1 mD. Hubungan antara porositas dan permeabilitas pada reservoir Y ini diperlihatkan pada Gambar 6. Nilai permeabilitas hasil dari analisa core ini dibandingkan dengan hasil dari tes Build Up sumur X-01 untuk memvalidasi hasil analisa sampel core.
Kurva Hubungan Pcow Terhadap Sw 35 30
Pcow (psia)
25 20 15 10 Pcog vs Sg
5 0 0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
Water Saturation (%)
Gambar 7b Plot Pcow Versus Saturasi Air
Gambar 6 Plot Permeabilitas Versus Porositas Dari Gambar 6 tersebut di atas, maka diperoleh hubungan antara permeabilitas dan porositas adalah sebagai berikut: k = 0.1195 x (EXP)0.7385 Relative Permeability Kurva permeabilitas relatif air-minyak, gas-minyak dan tekanan kapiler untuk reservoir Y ini ditunjukkan oleh Gambar 7 dan 8. Kurva permeabilitas relatif ini dibuat dengan menggunakan korelasi dan sifat kebasahan batuan yang basah minyak (oil wet). Beberapa nilai yang diasumsikan untuk membuat korelasi sifat batuan ini antara lain, Swi = 0.20, Sorw = 0.2, untuk sistem minyak-air, dan Sgc = 0.05, Sorg = 0.2, untuk sistem minyak-gas.
Gambar 8a Plot krog, krg Versus Saturasi Cairan Kurva Hubungan Pcog Terhadap Sg 50 45 40
Pcog (psia)
35 30 25 20 15 10 Pcog vs Sg 5 0 0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
Gas Saturation (%)
Gambar 8b Plot Pcog Versus Saturasi Cairan
-4-
0.7
0.7 0.8
Kompressibilitas Batuan
0.08 0.03
0.15 0.08
Hubungan antara porositas dan kompressibilitas efektif batuan dibuat dengan korelasi Hall. Hasil korelasi Hal ini dapat dilihat pada Gambar 9.
10
Effective Rock Compressibility x10 (Change in Pore Volume/Unit Pore Volume/psi)
6
9 8 7 6 5
Gambar 10a Residual oil saturation versus f ; b Nilai f dan model fracture-vug
4 3 2
Limestone
1
Sandstone
Pada makalah ini diasumsikan besarnya harga f berdasarkan interkonektivitas vug-fracture adalah sebesar 0.7. Oleh karena itu besarnya Sorw adalah 0.08 dan Sorg adalah 0.15.
0 0
2
4
6
8
10 12 14 16 18
20 22 24 26
Porosity Percent
Well Test Analysis (Uji Sumur)
Gambar 9 Plot Kompressibilitas Efektif Batuan Versus Porositas
Analisa data well test dilakukan dengan menggunakan data sumur X-02 yang diperoleh dari dua pengukuran. Dengan menggunakan Horner plot dan type curve matching, permeabilitas reservoir dapat dihitung. Permeabilitas reservoir hasil analisa untuk masing-masing pengukuran adalah 408 md dan 205 md. Hasil analisa well test ini kemudian digunakan sebagai referensi penentuan hubungan porositas dan permeabilitas bersama dengan data dari analisa core seperti diulasi didepan. Untuk besar tekanan inisial reservoir digunakan harga 2454 psi yang sama dengan tekanan gelembungnya.
Dengan menggunakan korelasi ini besarnya kompressibilitas efektif batuan dapat dihitung dan diperkirakan. Besar kompressibiltas berdasarkan korelasi ini diperlihatkan pada Tabel 3. Tabel 3 Kompressibiltas efektif batuan berdasarkan besarnya porositas Porosity (%)
Effective Rock Compressibility
5.3 8.4 10.6
6.89 x 10-6 5.36 x 10-6 4.65 x 10-6
Gambar 11 sampai 14 menunjukkan hasil Horner plot dan type curve matching, sedangkan tabel 5 menunjukkan rangkuman hasil analisa tersebut.
Residual Oil Saturation Penentuan besarnya residual oil saturation dihitung dengan menggunakan model Erlich, pada Gambar 10a besarnya residual oil saturation diperkirakan dengan faktor probabilistic, f, yang merepresentasikan konektivitas vug-fracture batuan. Pendeskripsian f - faktor ditunjukkan pada gambar 10b. Tabel 4 memperlihatkan besarnya nilai residual oil saturation baik terhadap air maupun gas pada berbagai nilai f. Tabel 4 Residual Oil Saturation and f F
Sor - water (%OOIP)
Sor - gas (%OOIP)
0.4 0.5 0.6
0.30 0.25 0.14
0.68 0.49 0.27
Tabel 5 Hasil well test analysis
-5-
Well
Initial Pressure
Model
Gauge
Permeability (md)
Omega (8)
408.5
0.4
2454
Dual Porosity
I
X-02
II
303.8
0.25
Gambar 11 Horner Plot Hasil Pengukuran I
Gambar 14 Type Curve Match Plot Hasil Pengukuran II PEMODELAN RESERVOIR Hal yang harus diperhatikan sebelum pemodelan fenomena water coning adalah gridding reservoir, yaitu aplikasi metode LGR (local grid refinement) untuk mengidentifikasi kenaikan level coning dengan teliti. Dalam pemodelan reservoir Y ini, LGR dilakukan berdasarkan kerapatan grid secara logaritmik dalam arah vertikal sehingga mampu untuk memodelkan fenomena water coning. Gridding Reservoir Area gridding untuk reservoir Y terdiri dari 80,000 grid sel dengan ukuran dimensi 50 x 80 x 20 grid. Sistem geometri gridding yang digunakan adalah orthogonal coner point grid blok. Gambar 15 memperlihatkan griding area untuk reservoir Y.
Gambar 12 Type Curve Match Plot Hasil Pengukuran I
Gambar 13 Horner Plot Hasil Pengukuran II Gambar 15 Area Gridding Reservoir Besar ukuran tiap sel adalah 175 ft ( x) x 175 ft ( y). Sedangkan dalam arah vertikal splitting grid dilakukan untuk mendapatkan sensitivitas grid yang menggambarkan water coning. Untuk zona 1 splitting -6-
permeabilitas dari analisa core memberikan hasil yang menyebar secara abnormal dan tidak dapat digunakan sebagai validasi harga permeabilitas yang diadapatkan dari data tes PBU. Data sejarah produksi dari sumur juga tidak mendukung nilai permeabilitas yang didapatkan dari analisis core diatas.
dilakukan dengan membaginya menjadi 17 lapisan, zona 2 menjadi 12 lapisan dan zona 3 menjadi 8 lapisan. Ketebalan rata-rata lapisan pada bagian yang refined untuk tiap zona adalah 5 ft untuk zona 1, 9 ft untuk zona 2 dan 10 ft untuk zona 3. Reservoir Properties Berdasarkan sifat-sifat batuan reservoirnya, secara umum reservoir Y dibagi menjadi 3 zona yang dibagi lagi menjadi beberapa lapisan. Zona-zona ini didefinisikan dengan menggunakan peta struktur kedalaman maupun peta isoporosity tersendiri. Beberapa sifat fisik reservoir baik yang didapatkan dari peta maupun hasil korelasi akan dijelaskan sebagai berikut: 1. Struktur kedalaman Untuk datum kedalaman tiap zona di buat dengan menggunakan peta puncak struktur tersendiri. Peta struktur kedalaman terdiri dari puncak struktur untuk zone 1,2,3 dan base zone 3. 2. Ketebalan lapisan Harga ketebalan lapisan didapatkan dengan mencari selisih antara peta puncak struktur satu zona dengan puncak struktur zona dibawahnya. Sedangkan untuk ketebalan zona terakhir digunakan puncak strukutur zona dan base struktur zona tersebut. Tabel 6 menunjukkan ketebalan dan perlapisan tiap zona.
Kemungkinan terdapatnya fracture pada reservoir juga sempat dipertimbangkan namun karena kurangnya data yang dibutuhkan untuk melakukan analisis lebih jauh maka asumsi tetap diarahkan untuk model reservoir homogen. Alasan lain dari penggunan sifat model porositas dan permeabilitas tunggal adalah kemungkinan terjadinya pola aliran yang berbeda pada reservoir. Hasil terakhir yang dipakai untuk menentukan nilai permeabilitas lapangan reservoir Y adalah dengan menggunakan persamaan yang diberikan oleh Gambar 6 untuk arah horizontal. Sedangkan untuk arah vertikal besarnya permeabilitas vertikal ditentukan dengan proses simulasi yang dijelskan di depan. DESAIN KONSEPTUAL OPTIMASI PRODUKSI: PENANGANAN WATER CONING DENGAN METODE DUAL COMPLETION
Tabel 6 ketebalan tiap lapisan dan perlayerannya Zone
Ketebalan top
Layer bottom
1
Top zone 2 – top zone 1
1
17
2
Top zone 3 – top zone 2
18
29
3
Base zone 3 – top zone 3
30
37
3.
4.
Sebenarnya ide dasar sistem dual completions ini adalah memproduksi minyak dari top completion melalui annulus antara tubing dan casing, dan memproduksi air dari bottom completion melalui tubing atau dapat sebaliknya. Water coning terjadi karena adanya drawdown yang diakibatkan produksi minyak, untuk mencegah terjadinya coning ini diperlukan drawdown kebalikan yang besarnya sama atau lebih yang terletak pada bagian bawah Water Oil Contact untuk menciptakan keadaan yang lebih stabil. Dengan kata lain sistem dual completions bertujuan untuk mengubah aliran minyak dari semi spherical menjadi radial.
Nilai Porositas Nilai porositas yang digunakan untuk menentukan besar harga porositas reservoir lapangan Y dibuat dengan menggunakan analisa atribut geofisika, dengan menggunakan acuan data seismik. Harga porositas maksimum dibatasi dengan nilai 30%, yang dinilai sebagai harga tertinggi untuk porositas lapangan Y.
Pada Gambar 16 ditunjukkan salah satu skema dari dual completions dimana air yang diproduksikan juga akan menghasilkan drawdown. Jika drawdown yang dihasilkan kedua zona sama, maka akan tercipta keadaan Water Oil Contact yang stabil. Akibat dari ini adalah minyak yang bebas air (water-free oil) akan terproduksi melalui annulus, dan air yang bebas minyak (oil-free water) akan terproduksi melalui rangkaian tubing. Ikut terproduksinya air dalam jumlah besar mengakibatkan perlunya fasilitas permukaan yang memadai dalam menghadapi water production. Hal lain yang perlu diperhatikan disini adalah keperluan penambahan packer yang berfungsi
Permeabilitas Ketidakpastian dalam penentuan harga permeabilitas dengan persamaan k disini sangat tinggi seperti diperlihatkan oleh Gambar 6 di depan. Perbedaan kecenderungan yang diperoleh dari data core dan data hasil tes PBU membuat penarikan trend harus mengambil perataan keduanya. Hubungan data porositas-7-
memisahkan antara dua interval produksi yaitu zona minyak dan zona air. Selain memakai single tubing, dual completions juga bisa diterapkan pada dual tubing. Mekanismenya juga sama yakni membuat efek hidrodinamika pada Water Oil Contact. Drawdown yang dihasilkan oleh produksi minyak pada top completion akan diseimbangkan oleh produksi air pada bottom completion. Sebuah packer tetap perlu dipasang untuk memisahkan completion di dalam sumur. Konfigurasi dual completions dengan dual tubing dapat dilihat pada Gambar 17. Penggunaan sistem komplesi dual completion dapat juga dilakukan pada suatu sumur horizontal. Pada kasus sumur horizontal drawdown penyeimbang yang didapatkan dengan produksi pada zona air akan dapat diperoleh dengan membuat suatu segmen vetikal dibawah segmen horizontal sumur. Segmen vertikal ini dapat dibuat mulai dari kick off point sumur horizontal sampai dengan beberapa feet dibawah permukaan original water oil contact.
Gambar 17 Konfigurasi Dual Completions Dengan Dual Tubing
Perbedaan mendasar antara sistem dual completion pada sumur vertikal dan horizontal hanya terjadi pada proses operasi produksinya saja. Sumur horizontal yang memiliki segmen lebih panjang untuk memproduksi minyak harus diimbangi dengan laju produksi air yang lebih besar pada zona air dibandingkan dengan sunur vertikal untuk kenaikan muka air yang sama. Skema konfigurasi dual completion untuk sumur horizontal dapat lihat pada Gambar 18.
Gambar 18 Konfigurasi Dual Completions Untuk Sumur Horizontal HASIL SIMULASI
Gambar 16 Sumur Dengan Konfigurasi Dual Completions
Penyelarasan Produksi Pada saat sebelum fenomena water coning terjadi, proses matching data produksi dapat dilakukan dengan mencocokkan data produksi cairan, minyak, gas, air serta data tekanan. Namun dengan breakthrough air akuifer pada lubang sumur, matching produksi menjadi lebih sulit untuk dilakukan karena kenaikan produksi air yang sangat -8-
besar untuk waktu yang singkat sehingga sulit untuk dimodelkan. Oleh karena itu matching lebih teliti untuk laju produksi minyak dengan tujuan untuk memprediksi berapa banyak recovery factor minyak yang masih dapat diperoleh setelah water coning telah terjadi. Hasil history matching terbaik sebelum breakthrough air memberikan validasi terhadap parameter reservoir lapangan Y berupa permeabilitas rata-rata reservoir sebesar 110 md dan ratio permeabiltas vertikal terhadap permeabiltas horizontal kv/kh sebesar 0.21. Sedangkan setelah breakthrough air terjadi koreksi terhadap permeabilitas horizontal harus dilakukan sehingga besarnya kini mengikuti persamaan 1 dengan faktor koreksi sebesar 0.51 kali dari nilai permeabilitas yang didapatkan dari cloud transform porositas permeabilitas sebelumnya. Sedangkan untuk perbandingan permeabilitas horizontal dan vertikalnya kv/kh masih diwakili dengan konstanta sebesar 0.21. sehingga model yang digunakan untuk meramalkan kinerja dari reservoir adalah model terakhir yang telah menggunakan hasil history matching dengan data setelah breaktthrough air.
Gambar 19 X-03 Peramalan kinerja: Oil Rate Production
Peramalan Produksi Setelah dilakukan proses history matching, dilakukan peramalan produksi untuk masa yang akan datang (forecasting future performance) dengan tujuan utama adalah untuk menentukan besarnya faktor perolehan minyak maksimal yang dapat dihasilkan dari produksi sumur X-03 yang telah mengalami fenomena water breakthrough. Proses forecasting hanya dilakukan pada sumur X-03 dan dengan proses operasi produksi berupa constrain laju produksi minyak konstan. Besarnya laju konstan produksi minyak ini adalah sebesar 750 BOPD, dengan tidak terlalu mempermasalahkan besarnya produksi air.
Gambar 20 X-03 Peramalan kinerja: Water Cut
Sebagai usulan pemecahan masalah adalah dengan penambahan sumur produksi air yang dibor mulai dari KOP sumur horizontal X-03. Gambar 19,20, dan 21 memperlihatkan perbandingan hasil simulasi antara kasus dasar (tanpa perlakuan apaun) dengan kasus penambahan sumur produksi air.
Gambar 21 X-03 Peramalan kinerja: Cumulative Oil Production
-9-
selang perforasi optimum (yang memberikan hasil maksimal) adalah 34-35 feet.
Optimasi Selang Perforasi Optimasi selang perforasi pada zona air (water zone perforation) dilakukan untuk mendapatkan selang perforasi optimum untuk selang komplesi zona air. Nilai selang perforasi optimum diambil berdasarkan besarnya pertambahan kumulatif minyak yang dihasilkan dibandingkan dengan kumulatif produksi minyak pada skenario basecase. Tabel 7 dan Gambar 22 menunjukkan dan memperlihatkan masing-masing selang perforasi air untuk setiap skenario produksi. Tabel 7 Skenario Pengembangan Lapangan Skenario No.
Case
Pengembangan
1
1
2 3 4 5
2a 2b 2c 2d
Tanpa Sumur Produksi Air Dengan Sumur Produksi Air Selang Perforasi 10 feet Selang Perforasi 20 feet Selang Perforasi 30 feet Selang Perforasi 40 feet
6
2e
Selang Perforasi 50 feet
Gambar 23 Perbandingan Produksi Minyak Kumulatif Untuk Setiap Skenario Pengembangan Tabel 8 Akhir Masa Produksi dan Produksi Kumulatif Minyak Untuk Setiap Skenario Pengembangan Tanggal Akhir
Kumulatif Produksi
Case
Produksi
(MMSTB)
1
1
16 November 2012
3.51
2
2a
3 Juli 2017
5.21
3
2b
2 November 2017
5.57
4
2c
4 Februari 2018
5.69
5
2d
1 Desember 2017
5.65
6
2e
3 Juli 2017
5.53
No.
Tabel 9 Akhir Masa Produksi dan Besar Faktor Perolehan Minyak Untuk Setiap Skenario Pengembangan
Gambar 22 Skematis Selang Perforasi Pada Zona Air Perbandingan besarnya produksi kumulatif minyak untuk kodisi basecase dan case dengan penambahan sumur produksi air dan variasi diberikan pada Gambar 23 dan Tabel 8, sedangkan besarnya faktor perolehan untuk setiap panjang selang perforasi diberikan pada Tabel 9. Tampak bahwa panjang
- 10 -
Tanggal Akhir
Faktor Perolehan
No.
Case
Produksi
(%)
1
1
16 November 2012
13
2
2a
3 Juli 2017
19.28
3
2b
2 November 2017
20.62
4
2c
4 Februari 2018
21.06
5
2d
1 Desember 2017
20.91
6
2e
3 Juli 2017
20.47
KESIMPULAN Bedasarkan analisa hasil simulasi, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Telah berhasil dilakukan analisa permasalahan water coning dan pemecahannya dengan skenario pengunaan dual completion untuk mengatasi permasalahan water coning pada sumur horizontal pada lapangan Y. 2. Pengunaan sistem dual completion dengan produksi pada zona air diperkirakan akan memberikan faktor perolehan mencapai 21.12%. 3. Besar selang perforasi optimum yang disarankan untuk komplesi di zona air adalah sebesar 34-35 feet.
Gambar 25 Perbandingan Hasil Matching Air
SARAN
UCAPAN TERIMAKASIH
Untuk mendapatkan hasil komparasi dan lebih mendetail sehubungan dengan proses history matching untuk sumur X-03 lapangan Y ini, maka penelitian perlu dilanjutkan dengan menggunakan model dual porosity dengan analisis sensitivitas parameter utamanya.
Kami sampaikan terimakasih sebesar-besarnya kepada Bapak Fauzi Imran yang telah memberikan kesempatan untuk studi kasus ini. REFERENSI 1.
Sebagai perbandingan, Gambar 24 dan 25 memperlihatkan hasil penyelarasan produksi dengan menggunakan model dual porosity dengan storativity ratio ()) sebesar 0.15.
2.
3.
4.
5. Gambar 24 Perbandingan Hasil Matching Minyak
6.
- 11 -
HØyland, L.A.,Critical Rate for Water Coning in Isotropic and Anisotropic Formations, MS thesis, Rogaland U., Stavenger, Norway, 1984. Abbas, H. H and Bass,D .M., The Critical Production Rate in Water Coning System, Paper SPE 17311 presented at the SPE Permian Basin Oil and gas Recovery Conference, 1988. Wibowo, W., BP Indonesia, Permadi P., Mardisewojo, P and Sukarno, P., Institut Teknologi bandung, Behaviour of Water Cresting and production Performance of Horzontal Water Drive reservoir: A Scaled Model Study, Paper SPE 87046 presented at the SPE Asia Pasific Conference on Integrated Modelling for asset management, 2004. Inikori, S.O., Numerical Study of Water Coning Control with Downhole Water Sink (DWS) Completions in Vertical and Horizontal Wells, Ph.D dissertation, Lousiana State University and A & M College, Baton Rouge,LA., 2002. Francois, M. Giger, Analytic Two-Dimensional Models of Water Cresting Before Brakthrough for horizontal Wells, Paper SPE 15378 presented at SPE Annual Technical Conference and Ehibition held in New Orleans, 1986. Permadi, P., Practical Methods to Forecast Production Performance of Horizontal Wells, Paper SPE 29310, presented at SPE Asia Pasific Oil and Gas Conference held in Kuala Lumpur, 1995.