DESAIN DAN SINTESIS AMINA SEKUNDER RANTAI KARBON GENAP DARI ASAM KARBOKSILAT RANTAI PANJANG
RAHMAD FAJAR SIDIK
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
PERNYATAAN TENTANG TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Desain dan Sintesis Amina Sekunder Rantai Karbon Genap dari Asam Karboksilat Rantai Panjang adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Januari 2007
Rahmad Fajar Sidik NIM G452030011
ABSTRACT
RAHMAD FAJAR SIDIK. The Design for the Synthesis of Secondary Fatty Amine from its Corresponding Fatty Acid. Under the direction of ZAINAL ALIM MAS’UD and M. ANWAR NUR.
The method for synthesizing secondary amine from its corresponding fatty acid has been successfully carried out using a synthesis design through amideprimary amines. The design involved the reactions of amide formation followed by reduction into amine. The secondary amines successfully produced were dipalmitylamine, distearylamine, and dioleylamine. The resulted total output obtained of each secondary amine was 36.28, 35.43, and 36.35%, respectively. The successful synthesis was indicated by the change in the functional groups monitored using the fourier transform infrared spectroscopic method. The change of the functional group was monitored through the change of primary amide to primary amine and secondary amide to secondary amine.
DESAIN DAN SINTESIS AMINA SEKUNDER RANTAI KARBON GENAP DARI ASAM KARBOKSILAT RANTAI PANJANG
RAHMAD FAJAR SIDIK
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Kimia
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
Judul Tesis Nama NIM
: Desain dan Sintesis Amina Sekunder Rantai Karbon Genap dari Asam Karboksilat Rantai Panjang : Rahmad Fajar Sidik : G452030011
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Zainal Alim Mas’ud, DEA Ketua
Prof. Dr. Ir. M. Anwar Nur, MSc Anggota
Diketahui Ketua Program Studi Kimia
Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Prof. Dr. Ir. Latifah K. Darusman, M.S
Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.Sc
Tanggal Ujian : 11 Januari 2007
Tanggal Lulus :
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Judul yang dipilih dalam penelitian ini Desain dan Sintesis Amina Sekunder Rantai Karbon Genap dari Asam Karboksilat Rantai Panjang. Penulis menyampaikan terimakasih kepada Tim Pascasarjana atas bantuan dana penelitian, dan ungkapan terima kasih kepada Dr. Zainal Alim Mas’ud, DEA dan Prof. Dr. Ir. M. Anwar Nur, MSc selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, serta semangat dalam penelitian dan penyusunan karya tulis ini. Penghargaan penulis sampaikan juga kepada seluruh staf Laboratorium Terpadu, IPB serta staf Lab Pangan UIN Syarif Hidayatullah atas segala bantuan dan pengarahan yang diberikannya. Kepada teman-teman Pascasarjana dan temanteman Ke Lesap terima kasih atas segala bantuan, semangat, perhatian serta kebersamaan yang tidak dapat dilupakan. Ungkapan terima kasih juga kepada ibu, bapak, kakak, keponakan tercinta atas kasih sayang dan doanya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2007
Rahmad Fajar Sidik
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pamekasan pada tanggal 3 Januari 1979 dari Bapak H Ahmad dan Ibu Hj Ummu Hanik. Penulis merupakan anak terakhir dari empat bersaudara. Tahun 1997 penulis lulus dari SMU Negeri 2 Pamekasan dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Universitas Negeri Malang (UM) melalui jalur Penerimaan Mahasiswa DKhusus (PMDK). Penulis memilih Program Studi Kimia, Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Lulus tahun 2002. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai pengurus Himpunan Mahasiswa Kimia Jurusan (1998-2000). Penulis juga aktif sebagai anggota UKM INKAI UM dan dipercaya menjabat sebagai ketua periode 1999-2000. Selain itu penulis juga pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Kimia Dasar 1999/2000; Kimia Organik II 2000/2001; Kimia Anorganik 2001/2002; Kimia Fisik 2001/2002. Sejak tahun 2001 Penulis menjadi Dosen di Universitas Islam Madura. Pada tahun 2002 Penulis diangkat sebagai Guru Kontrak oleh ICMI ORWIL JATIM di SMU Al Miftah Pamekasan. Dan pada tahun 2003 Penulis menjadi Guru Bantu pada SMU yang sama. Pada tahun 2003 Penulis mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Program Studi Kimia.
© Hak cipta milik Rahmad Fajar Sidik, Tahun 2007 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, microfilm, dan sebagainya
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ---------------------------------------------------------DAFTAR TABEL ----------------------------------------------------DAFTAR GAMBAR -------------------------------------------------PENDAHULUAN -----------------------------------------------------
i iii iv 1
Latar Belakang --------------------------------------------------- 1 Tujuan Penelitian ------------------------------------------------ 2 Ruang Lingkup -------------------------------------------------- 2 TINJAUAN PUSTAKA ---------------------------------------------- 3 Sumber-sumber Minyak Nabati --------------------------------- 3 Potensi Minyak Sawit sebagai Sumber Asam Lemak --------- 4 Kegunaan Asam Lemak dan Turunannya ----------------------- 5 Amina Sekunder Rantai Karbon Panjang----------------------- 5 Kegunaan Amina Sekunder Rantai Karbon Panjang ---------- 7 Desain Lintas Amida-Amina Primer ---------------------------- 7 Sintesis Amina Sekunder Lintas Amida-Amina Primer ------ 8 BAHAN DAN METODE --------------------------------------------- 13 Tempat dan Waktu Penelitian ----------------------------------- 13 Alat dan Bahan --------------------------------------------------- 13 Desain dan Sintesis Amina Sekunder -------------------------- 13 Preparasi Asil Klorida ------------------------------------------- 14 Preparasi Amida Primer ----------------------------------------- 15 Preparasi Amida Sekunder -------------------------------------- 15 Pemurnian Amida ------------------------------------------------ 16 Reduksi Amida --------------------------------------------------- 16 Pemurnian Amina ------------------------------------------------ 16 Karakterisasi Hasil Sintesis ------------------------------------- 16 HASIL DAN PEMBAHASAN --------------------------------------- 19 Sintesis Amina Sekunder dengan Atom Karbon Genap ------- 19 Konversi Asam Lemak menjadi Asil Klorida ------------------ 20 Konversi Asil Klorida menjadi Amida Primer ----------------- 22
i
Konversi Amida Primer menjadi Amina Primer --------------- 24 Kondensasi Asil Klorida dengan Amina Primer Menjadi Amida Sekunder -------------------------------------------------- 26 Konversi Amida Sekunder menjadi Amina Sekunder --------- 27 KESIMPULAN -------------------------------------------------------- 33 DAFTAR PUSTAKA ------------------------------------------------- 34
ii
DAFTAR TABEL Halaman 1.
Komposisi asam lemak minyak sawit, minyak kedelai, dan minyak kelapa --------------------------------------------------
3
2.
Jenis amina sekunder rantai karbon genap target -----------
19
3.
Konversi asam karboksilat rantai panjang menjadi asil kloridanya ------------------------------------------------------
21
4.
Konversi asil klorida menjadi amida primer -----------------
23
5.
Konversi amida primer menjadi amina primer---------------
25
6.
Reaksi amina primer dengan asil klorida menjadi amida sekunder --------------------------------------------------------
27
7.
Konversi amida sekunder menjadi amina sekunder ---------
28
8.
Efek gugus G pada serapan gugus C=O ----------------------
31
iii
DAFTAR GAMBAR Halaman 1.
Metode sintesis amina rantai karbon pendek atau siklik ---
6
2.
Mekanisme preparasi asil klorida dengan SOCl 2 ------------
9
3.
Mekanisme preparasi amida primer --------------------------
10
4.
Mekanisme reduksi amida primer menjadi amina primer ---
12
5.
Tahapan konversi asam lemak ke amina sekunder dan karakterisasi intermediat dan produknya---------------------
6.
14
Diagram sintesis amina sekunder rantai karbon genap lintas amida-amina primer ------------------------------------
20
7.
Bentuk dimer asam stearat ------------------------------------
21
8.
Spektra asam stearat -------------------------------------------
22
9.
Stearoil klorida hasil konversi dari asam stearat ------------
22
10. Palmitilamida hasil konversi dari palmitoil klorida --------
24
11. Palmitilamina hasil konversi dari palmitilamida ------------
26
12. N-Palmitilpalmitilamida dari palmitoil klorida dan palmitilamina --------------------------------------------------
27
13. Dipalmitilamina hasil konversi dari N-palmitilpalmitilamida -----------------------------------------------------------
29
14. Kromatogram HPLC amina sekunder (C 1 6 H 3 3 -NH-C 1 6 H 3 3 ) -
29
15. Efek gugus G terhadap C=O menyebabkan (a) induksi dan (b) resonansi ----------------------------------------------
iv
31
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara produsen minyak sawit terbesar di dunia, bahkan diramalkan menjadi produsen utama dalam 5 tahun mendatang (MPOB 2005; Rakyat Merdeka 2006). Hal ini dapat dilihat dari peningkatan ekspor minyak sawit mentah (CPO) Indonesia di pasar minyak sawit dunia, dari 18% pada 1998 menjadi 32% pada 2002 (Bank Mandiri 2005; Basiron 2001; Miura et al. 2001). Sebagian besar produk olahan minyak sawit dari Indonesia diekspor dalam bentuk minyak sawit mentah (CPO) dan minyak inti sawit (PKO). Nilai tambah dari kedua produk ini masih relatif kecil jika dibandingkan produkproduk olahan berbasis minyak sawit dari negara-negara lain. Sebagai contoh Indonesia mengekspor CPO dan PKO dengan harga relatif murah tetapi mengimpor surfaktan dan produk oleokimia dengan harga yang tinggi. Peningkatan nilai tambah produk olahan berbasis minyak sawit akan dapat meningkatkan pemasukan devisa negara secara maksimal. Dengan demikian usaha diversifikasi pemanfaatan minyak sawit dan produk turunannya di Indonesia harus terus digalakkan. Salah satunya dengan mengubah komponen utama dari minyak sawit, yaitu asam palmitat, stearat, oleat dan linoleat, menjadi senyawa amina rantai panjang. Golongan amina merupakan senyawa antara yang mudah ditransformasikan menjadi senyawa lain yang bernilai ekonomis tinggi. Menurut Gervajio (2005) berbagai produk turunan yang dapat diperoleh dari senyawa amina rantai panjang, antara lain sebagai bahan dasar yang digunakan sebagai katalis transfer fasa (PTC), pengemulsi atau bahan pelembut, oksida amina rantai panjang sebagai bahan pembuatan shampo. Penelitian tentang konversi asam lemak menjadi amina sekunder sangat menarik sekaligus menantang untuk dilakukan. Karena sintesis amina sekunder yang saat ini banyak dilakukan adalah yang melibatkan cincin aromatis, yang memang lebih mudah dilakukan karena intermediat-intermediat yang terjadi dapat distabilkan oleh adanya stuktur resonansi. Penelitian pengubahan asam karboksilat rantai pendek menjadi amina sekunder telah dilakukan peneliti lain menggunakan desain reaksi yang ada, namun desain yang sama belum tentu dapat digunakan
1
pada pengolahan asam karboksilat rantai panjang. Karena dapat diduga dampak sterik molekul panjang terhadap jalannya reaksi akan berbeda daripada reaksi dengan rantai pendek. Penelitian ini akan dilakukan terhadap 3 jenis asam karboksilat rantai panjang yaitu asam palmitat, asam stearat, dan asam oleat. Penelitian ini akan dibatasi pada sintesis amina sekunder dengan kombinasi rantai karbon (R) dari komponen-komponen utama minyak sawit dengan mempertahankan jumlah dan jenis ikatan rantai karbon. Asam lemak yang digunakan dalam penelitian ini ada tiga macam, yaitu asam palmitat, stearat dan oleat.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan memperoleh suatu desain sintesis amina sekunder rantai karbon genap yang mudah dilakukan dan memberikan hasil yang tinggi. Dari desain tersebut diharapkan dapat dilakukan sintesis berbagai prototipe amina sekunder rantai panjang dengan rantai atom karbon genap dari asam lemak jenuh maupun takjenuh.
Ruang Lingkup Penelitian ini merancang suatu desain untuk mengkonversi asam lemak yang analog dengan komponen utama trigliserida sawit, menjadi senyawa turunan amina sekunder rantai karbon genap. Dalam prosesnya digunakan tiga jenis asam lemak, yang mewakili rantai alkil jenuh dan takjenuh yaitu asam palmitat, stearat dan oleat. Dalam setiap langkah konversi keutuhan rantai alkil, baik jenuh maupun takjenuh tetap dijaga.
2
TINJAUAN PUSTAKA Sumber-sumber Minyak Nabati Minyak dan lemak dapat diperoleh dari dua sumber utama, yaitu minyak nabati maupun lemak hewani. Sumber minyak nabati dapat berasal dari berbagai macam tumbuhan penghasil minyak antara lain kelapa, kelapa sawit, biji jarak, kedelai, dan biji bunga matahari. Komponen utama dari minyak nabati adalah suatu trigliserida, senyawa yang terbentuk dari gabungan gliserol dan asam lemak. Tabel 1. Komposisi asam lemak minyak sawit, minyak kedelai, dan minyak kelapa (Ahmad 2000) Jenis
Persentase berat
Asam
Minyak
Fraksi
Fraksi
Minyak Inti
Fraksi Olein
Minyak
Minyak
Lemak
Sawit
Olein
Stearin
Sawit
Inti sawit
Kelapa
Kedelai
C6:0
0.3
0.4
0.2
C8:0
4.4
5.4
8.0
C10:0
3.7
3.9
7.0
C12:0
0.2
0.2
0.3
48.3
41.5
48.2
C14:0
1.1
1.0
1.3
15.6
11.8
18.0
C16:0
44.0
39.8
55.0
7.8
8.4
8.5
6.5
C18:0
4.5
4.4
5.1
2.0
2.4
2.3
4.2
C18:1
39.2
42.5
29.5
15.1
22.8
5.7
28.0
C18:2
10.1
11.2
7.4
2.7
3.3
2.1
52.6
Lain-lain
0.8
0.9
0.7
0.1
0.1
Bil Iod
53.3
58.4
35.5
17.8
25.5
8.0 9.5
133.0
Komposisi asam lemak dalam suatu minyak dari sumber tertentu (Tabel 1) menentukan pemanfaatan minyak-minyak tersebut selanjutnya (Hill 2000; Gervajio 2005). Sebagai contoh asam lemak dengan rantai karbon C6-C10 adalah material yang bagus untuk membuat plastik dan ester-ester poliol. Asam lemak dengan jumlah C12 dan C14 yang banyak terdapat dalam minyak kelapa dan PKO, cocok untuk diproses menjadi surfaktan sebagai agen pencuci dan pembersih dan juga sebagai bahan kosmetik. Minyak-minyak yang berasal dari sawit, kedelai, dan bunga matahari banyak memiliki kandungan asam lemak rantai
3
panjang C18, baik jenuh maupun tak jenuh, cocok untuk menjadi bahan baku polimer dan pelumas.
Potensi Minyak Sawit sebagai Sumber Asam Lemak Minyak sawit merupakan komoditi primadona dari sektor agribisnis bagi Indonesia, karena telah menyumbangkan devisa terbesar dari hasil ekspor nonmigas bagi negara. Untuk menguasai pasar ekspor minyak sawit pemerintah Indonesia telah berusaha meningkatkan produksi dengan cara ekstensivikasi perkebunan kelapa sawit (Bangun 2006). Ada dua jenis produk olahan berbasis minyak sawit yaitu CPO dan PKO, yang diekspor Indonesia dengan tujuan utama Jepang, India, USA, Belanda dan China (Siraj 2003; Bank Mandiri 2005). Pengolahan amina sekunder berbasis asam lemak dari minyak sawit sangat potensial karena sumber bahan baku dari perkebunan kelapa sawit sudah mapan di Indonesia. Perkebunan kelapa sawit yang dikelola rakyat, swasta maupun pemerintah, tersebar di seluruh nusantara dari Sumatera, Kalimantan, Sulawesi bahkan Papua (Bangun 2006; Rakyat Merdeka 2006). Dengan lahan perkebunan yang demikian luas diharapkan dapat memberikan pasokan bahan baku asam lemak yang kontinyu. Minyak sawit mentah diperoleh dari proses pengempaan daging buah kelapa sawit (Elais queneenis, Jaqs), yang dalam bentuk kasar berwarna kemerahmerahan (Hartley 1967). Minyak ini disebut sebagai minyak sawit mentah atau CPO. Pada suhu kamar CPO berbentuk semipadat dengan titik leleh berkisar di antara 40-47 °C. Sedangkan PKO diperoleh dari bagian biji sawit. Berbeda dengan CPO, kandungan utama asam lemak dari PKO memiliki rantai karbon yang lebih pendek yaitu asam laurat dan miristat (Tabel 1). Berdasarkan titik lelehnya minyak sawit terdiri dari dua fraksi besar. Olein sebagai fraksi berwujud cair pada suhu kamar dan stearin sebagai fraksi yang berwujud padat pada suhu kamar. Pada umunya fraksi olein mengandung lebih banyak asam lemak tak jenuh, contohnya asam oleat (C18:1), dan asam linoleat (C18:2). Sebaliknya fraksi stearin mengandung asam lemak jenuh lebih banyak, contohnya asam palmitat (C16:0) dan asam stearat (C18:0).
4
Kegunaan Asam Lemak dan Turunannya Penggunaan minyak sawit dan turunannya antara lain: 1. Produk Turunan CPO. Penggunaan langsung CPO dan PKO termasuk substitusi BBM dengan CPO, pelumas pengeboran, bahan baku produk karet, produk lilin, dan softener, produk minyak sawit yang terepoksidasi (EPOP), poliol, poliuretan dan poliakrilat (Ahmad 2000). Produk turunan CPO selain sebagai bahan minyak pangan dapat dihasilkan margarin, bahan perenyah, vanaspati (vegetable ghee), es krim, bakery fats, mie instan, sabun dan deterjen, cocoa butter extender, chocolate and coatings, specialty fats, dry soap mixes, sugar confectionary, biskuit cream fats, filled milk, pelumas, textiles oils dan biodiesel (Deptan 2005). 2. Produk Turunan Minyak Inti Sawit. Dari produk turunan minyak inti sawit dapat dihasilkan bahan perenyah, cocoa butter substitute (CBS), specialty fats, es krim, coffee whitener/cream, sugar confectionary, biscuit cream fats, filled mild, imitation cream, sabun dan deterjen, shampo dan kosmetik (Deptan 2005). Menurut Ahmad (2000), minyak sawit juga menjadi bahan baku sabun, baik yang diperoleh dari proses netralisasi ataupun sabun non metal. Asam stearat, palmitat dan miristat banyak digunakan sebagai bahan baku kosmetik. Trigliserida dari minyak sawit dengan rantai medium cocok untuk digunakan sebagai bahan baku dalam industri parfum dan bumbu. 3. Produk Turunan Oleokimia Kelapa Sawit. Dari produk
turunan
minyak kelapa sawit dalam bentuk oleokimia dapat
dihasilkan metil ester, plastik, industri tekstil, pengerjaan industri logam, pelumas, emulsifier, deterjen, gliserin, kosmetik, bahan peledak, produk-produk farmasi dan food protective coating (Deptan 2005).
Amina Sekunder Rantai Karbon Panjang Senyawa amina sekunder aromatik maupun yang berbentuk siklik banyak terdapat di alam. Banyak sekali senyawa amina sekunder yang memiliki aktivitas biologis yang menarik oleh karena itu secara khusus amina sekunder menjadi
5
farmakopore, yang sangat penting dalam hal penemuan senyawa aktif biologis yang banyak digunakan dalam penemuan obat-obatan (Salvatore et al. 2001). Amina sekunder alifatik rantai karbon panjang bukan senyawa yang biasa berada di alam. Tetapi amina sekunder dengan unsur aromatik atau siklik yang mendominasi, seperti senyawa-senyawa golongan alkaloid dan flavonoid. Dengan demikian, untuk memperoleh amina sekunder alifatik rantai karbon panjang hanya dapat diperoleh dengan jalan sintesis menggunakan berbagai macam metode yang mungkin. Beberapa metode sintesis amina sekunder alifatik pada rantai-rantai pendek yang telah dilakukan diilustrasikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Metode sintesis amina rantai karbon pendek atau siklik (Salvatore et al. 2001) Walaupun sintesis amina sekunder sangat penting karena kegunaannya yang luas, tetapi dalam prosesnya masih banyak permasalahan yang sering timbul. Antara lain kebutuhan kondisi reaksi yang cukup ekstrim, pemurnian produk, hasil yang rendah, dan atau permasalahan selektivitas (Salvatore et al. 2001). Oleh karena itu, setiap permasalahan dapat dijadikan acuan dalam pemilihan metode sintesis pada setiap tahapan sintesis, dan pada akhirnya dapat dirumuskan suatu desain untuk sintesis amina sekunder rantai panjang yang mudah dilakukan dengan hasil yang tinggi.
6
Kegunaan Amina Sekunder Rantai Karbon Panjang Gervajio (2005) menyebutkan beberapa kegunaan amina rantai panjang dan turunannya, antara lain: 1. Alkohol dan amina rantai panjang disebut-sebut sebagai bahan dasar oleokimia, karena senyawa-senyawa tersebut sangat penting dalam pembuatan senyawa turunan berupa oleokimia. Proses-proses lanjutan dari bahan-bahan dasar oleokimia tersebut dilakukan melalui berbagai macam cara, seperti esterifikasi, etoksilasi, sulfasi, dan amidasi. Produk-produk oleokimia yang dihasilkan disebut sebagai oleokimia turunan. 2. Amina rantai panjang dan turunannya mewakili senyawa nitrogen yang paling penting yang berasal dari asam lemak. Di antara turunan alkil amonia yang lain, senyawa-senyawa tersebut memiliki konstanta ionisasi paling besar. Senyawa tersebut memiliki sifat kationik, basa, aktif secara biologis, dan terabsorpsi secara kuat terhadap berbagai permukaan karena memiliki potensi terabsorpsi yang tinggi. Senyawa turunan amonia dengan sifat fisikokimia demikian memiliki bidang aplikasi yang luas dalam berbagai industri seperti bahan pelembut, katalis transfer fasa (PTC), biosida, zat aktif sanitasi untuk mengontrol pertumbuhan alga dalam pengolahan air, bahan untuk membantu pengapungan bijih dalam penambangan (flotasi), inhibitor korosi yang efektif, dan pelumas dalam pengeboran. 3. Senyawa turunan amina rantai panjang yang lain adalah oksida amina rantai panjang, yang diperoleh dari reaksi amina rantai panjang dengan suatu peroksida. Oksida-oksida amina rantai panjang banyak diaplikasikan sebagai bahan pembuatan shampo karena memiliki sifat-sifat daya pembersih dan pembentuk busa yang baik selain itu cukup lembut untuk kulit. 4. Amina rantai panjang sekunder dan tersier asimetrik adalah bahan dasar untuk pembuatan mineral lempung, suatu amina rantai panjang yang dimodifikasi dengan logam. Aplikasi produk ini cukup luas mulai dari industri petroleum sampai pembuatan biosida dan algasida.
7
Desain Lintas Amida-Amina Primer Sintesis amina sekunder dapat dilakukan menggunakan desain lintas amidaamina primer, merupakan serangkaian metode sintesis yang diperoleh dari studi literatur. Metode-metode sintesis yang terlibat di dalamnya bukanlah temuan yang baru, akan tetapi penggunaan bahan-bahan dengan rantai karbon yang lebih panjang tentunya akan memberikan pengaruh pada jalannya reaksi antarreaktan dan mungkin memberikan hasil yang berbeda. Keuntungan dari desain lintas tersebut ada pada kesederhanaan metode, karena sebagian langkah sintesis serupa dengan langkah-langkah sebelumnya, hal ini memudahkan penanganan di laboratorium. Alat dan bahan yang dibutuhkan dapat dengan mudah tersedia di laboratorium. Keuntungan lainnya, hampir setiap langkah sintesis yang dilaporkan (menggunakan bahan-bahan dengan rantai karbon pendek) memberikan hasil tinggi. Ada beberapa desain sintesis yang dirancang sebelumnya tetapi tidak dipilih karena hambatan yang susah ditangani dan memerlukan biaya cukup besar. Salah satu contoh desain lintas aldehida-amina primer, pada tahap oksidasi alkohol menjadi aldehida menggunakan katalis pyridinium chlorochromates (PCC) memberikan hasil samping kerak yang susah dibersihkan. Karena hal ini akan menambah biaya, maka desain ini selanjutnya tidak digunakan. Desain sintesis amina sekunder lain yang tidak dapat digunakan dalam laboratorium sederhana adalah metode konversi asam lemak menjadi aldehida rantai panjang secara langsung (Rao et al. 1967). Dalam metode tersebut dibutuhkan suatu reaktor dengan suhu reaksi yang cukup ekstrim sampai -70°C.
Sintesis Amina Sekunder Lintas Amida-Amina Primer Untuk memperoleh amina sekunder dengan rantai karbon genap melalui lintas amida-amina primer dapat ditempuh tahapan-tahapan sesuai skema pada Gambar 3. Dimulai dari asam lemak sebagai bahan dasar, melewati intermediat amida-amina primer sampai tahapan reduksi ke amina sekunder. Asil klorida dapat dibuat dengan berbagai cara, salah satunya dengan mereaksikan asam karboksilat dengan tionil klorida (Furniss et al. 1989; Greeves et al. 2000). Reagen lain untuk membuat asil klorida adalah fosfor triklorida dan
8
fosfor pentaklorida, tetapi penggunaannya terbatas untuk asam karboksilat aromatis. Cara yang pertama lebih menguntungkan karena hasil samping akan menguap dan tidak mencemari produk yang diperoleh. Kelebihan tionil klorida dapat dipisahkan dari campuran hasil reaksi dengan cara distilasi, dengan demikian diperoleh asil yang lebih murni. ClCl
H
O
O
O
S Cl R
O
S
O
R
O
O
O
Cl
H ClH O
O S S
R
R
O
O
Cl
H+
Cl Cl-
O
O
O
S R
O
Cl
SO2
H+ R
HCl
Cl
Cl-
Gambar 2. Mekanisme preparasi asil klorida dengan SOCl2 Mekanisme preparasi asil klorida dengan SOCl2 dan asam karboksilat diberikan pada Gambar 2. Tionil klorida adalah spesies elektrofilik pada atom sulfur yang mengikat dua atom klorin dan satu oksigen. Atom pusat sulfur dapat diserang oleh ikatan pi gugus karbonil pada karboksilat dan membentuk suatu intermediat tak stabil yang sangat elektrofilik. Intermediat tidak stabil bersifat elektrofilik cukup kuat untuk bereaksi dengan nukleofil lemah Cl- dan dihasilkan asil klorida, sulfur dioksida, dan hidrogen klorida. Tahapan ini terjadi secara irreversibel karena SO2 and HCl berupa gas yang dapat langsung menguap dari campuran reaksi.
9
O
R
O
Cl H2N
R
NH2 Cl-
H
O
H
O HCl
R
NH2 Cl
-
HCl
R
NH2
H
H2N
H
NH4Cl
Gambar 3. Mekanisme preparasi amida primer Preparasi amida primer dapat dilakukan dengan metode Furniss et al. (1989), dengan mereaksikan asil klorida dengan larutan amonia encer pada kondisi dingin dengan tekanan atmosfer memberikan hasil yang cukup baik. Mekanisme reaksi dimulai dari serangan pasangan elektron bebas NH3 pada karbonil menghasilkan intermediat tak stabil. Eliminasi ion klorida dan pelepasan proton dari atom oksigen seperti pada mekanisme Gambar 3, memberikan produk amida primer. Dari mekanisme pada Gambar 3 dapat diketahui bahwa dalam preparasi amida primer selalu diikuti pembentukan HCl yang harus dinetralkan dengan suatu basa dalam jumlah ekivalen yang sesuai. Karena basa yang ada hanya berasal dari amonia dalam pelarut air maka dalam reaksi harus ada sejumlah NH3 yang menetralkan HCl yang terbentuk. Reaksi lengkap yang terjadi dapat dituliskan sebagai RCOCl + 2NH3 → RCONH2 + NH4Cl. Preparasi amida sekunder dapat dilakukan dengan metode yang serupa dengan amida primer sebelumnya, yaitu dengan mereaksikan asil klorida langsung dengan amina primer. Akan tetapi cara ini jelas merugikan karena untuk setiap mol asil klorida yang direaksikan dibutuhkan 2 mol amina primer. Satu mol amina primer bereaksi dengan asil membentuk produk sedangkan satu mol lagi akan dipakai untuk menetralkan HCl yang dihasilkan. Padahal dalam reaksi ini diharapkan seluruh amina primer akan terkonversi ke amida sekunder seluruhnya.
10
Lain hal dengan kasus amida primer, larutan NH3 dari segi harga murah dan tersedia dengan mudah dilaboratorium, tidak demikian halnya dengan amina primer rantai karbon panjang. Cara alternatif sintesis amida sekunder yang lebih baik adalah memakai metode Schotten-Baumann. Dalam prosesnya, asil klorida dan amina primer direaksikan dalam sistem pelarut 2 fasa yang tidak saling melarutkan yaitu fasa air (larutan NaOH) dan fasa diklorometan. Metode ini dapat mengatasi dua permasalahan sekaligus yaitu (1) seluruh amina primer dapat dikonversi ke amida sekunder karena peran untuk menetralkan HCl yang terbentuk telah digantikan NaOH sebagai basa yang lebih kuat (2) mencegah terjadinya reaksi asil klorida dengan OH- untuk menjadi karboksilat, karena asil klorida ada pada fasa diklorometan sedangkan OH- ada pada fasa air (Homan 1998). Amida primer maupun amida sekunder yang dihasilkan dapat direduksi dengan berbagai cara. Salah satu metode mereduksi amida dengan kuat adalah menggunakan reduktor LiAlH4. Reduktor ini sangat kuat bahkan untuk amida sekalipun, padahal amida (khususnya amida sekunder) merupakan turunan asam karboksilat yang paling tidak reaktif (Greeves et al. 2000). Walaupun demikian, karena daya reduksi LiAlH4 sangat kuat dikhawatirkan akan menimbulkan masalah jika reaktan yang digunakan mengandung rantai kabon tak jenuh. Untuk mengatasi hal yang demikian diperlukan metode dengan kondisi yang lebih lembut. Salah satu metode yang sudah pernah dilakukan adalah menggunakan katalis BH3 yang dibuat in situ dari sistem NaBH4/I2 (Prasad et al. 1992). Dari penelitian tersebut dilaporkan bahwa reagen ini hanya akan mereduksi gugus karbonil saja tanpa mengganggu gugus tak jenuh rantai karbon. Mekanisme reduksi amida dengan metode Prasad et al. (1992) diberikan pada Gambar 4. Proses reduksi amida sekunder menjadi amina sekunder lebih sulit dilakukan dibandingkan amina primer, karena pada amina sekunder memiliki halangan sterik yang lebih besar dibandingkan amina primer. Dengan halangan sterik yang besar mungkin reagen pereduksi H- akan lebih sulit masuk pada pusat karbon elektrofilik.
11
H H H
R
R
B H
B
O
H
O
H
H2N
H2N
H
H
H
H
B
R
B
R
H
H
O
O
H2N
H2N
H
H H H
B
R
B
H
H O
R
O
H2N
H2N H H H R
B O
H
H
O R
B
H
NH2
H2 N
Gambar 4. Mekanisme reduksi amida primer menjadi amina primer
12
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Sintesis amina sekunder rantai karbon genap dan intermediat-intermediat sebelumnya dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Institut Pertanian Bogor. Sedangkan karakterisasi hasil dilakukan di Laboratorium Pangan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan Laboratorium Terpadu Institut Pertanian Bogor. Penelitian berlangsung mulai dari bulan April 2005 sampai Juli 2006.
Alat dan Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah asam lemak jenuh (palmitat dan stearat) dan asam lemak tak jenuh (oleat). Pelarut yang digunakan adalah akuades, THF, eter, kloroform, dioksan dan diklorometan. Untuk keperluan sintesis dan berbagai macam konversi digunakan peralatan gelas seperti labu leher tiga, yang dilengkapi dengan termometer, penangas air dan kondenser, dan pengaduk dengan hot plate. Untuk proses pemurnian digunakan seperangkat alat distilasi dan rotavapor. Selain itu juga dibutuhkan erlenmeyer, gelas piala, pipet tetes dan pipet volume, neraca analitik dan spatula. Instrumen yang digunakan untuk identifikasi dan kuantifikasi produk yang dihasilkan adalah FTIR dan HPLC.
Desain dan Sintesis Amina Sekunder Sintesis berbagai prototipe amina sekunder rantai genap, baik rantai jenuh maupun tak jenuh, dilakukan dari asam karboksilat yang bersesuaian. Adapun desain sintesis amina sekunder yang dipilih adalah lintas intermediat amida dan amina primer. Reaksi-reaksi yang terlibat dalam desain ini cukup sederhana dan mudah dilakukan dilaboratorium dengan menggunakan peralatan gelas biasa. Pemisahan yang diperlukan juga tidak terlalu rumit antara lain dengan ekstraksi, kristalisasi dan penyaringan. Reaksi-reaksi yang berjalan cukup sederhana karena beberapa tahap sebenarnya merupakan pengulangan tahap sebelumnya, seperti terlihat pada Gambar 5.
13
Asam Lemak (C16:0 , C18:0 , C18:1)
Preparasi Asil Klorida Pemurnian
Preparasi Amida Primer Pemurnian FTIR Reduksi Amida primer Pemurnian
Preparasi Amida Sekunder Pemurnian
Reduksi Amida Sekunder Pemurnian
HPLC
Gambar 5. Tahapan konversi asam lemak ke amina sekunder dan karakterisasi intermediat dan produknya.
Preparasi Asil Klorida Preparasi asil klorida mengikuti metode Furniss et al. (1989) dan metode Rao et al. (1967). Kedua metode memiliki banyak kesamaan dalam prosedur,
14
hanya berbeda pada bahan. Metode pertama diterapkan pada karboksilat rantai pendek sedangkan metode kedua sudah memakai karboksilat rantai panjang. Tionil klorida ditambahkan secara perlahan-lahan pada masing-masing asam karboksilat (perbandingan mol SOCl2: asam karboksilat = 3:1) dalam labu leher tiga sambil dipanaskan dalam waterbath. Labu selalu dikocok selama penambahan tionil klorida agar terjadi campuran yang sempurna. Campuran direfluks selama 30 menit sambil tetap dikocok. Kelebihan tionil klorida diisolasi dengan cara distilasi, sehingga diperoleh asil klorida kasar.
Preparasi Amida Primer Amida primer dibuat dengan metode Furniss et al. (1989). Masing-masing asil klorida ditambahkan secara perlahan-lahan pada larutan amonia pekat dalam labu leher tiga (nisbah mol asil klorida : amonia = 1:1). Laju penambahan sedemikian rupa sampai keluarnya asap putih berhenti, labu selalu diaduk selama penambahan asil klorida. Amida yang terbentuk secara cepat terpisah, dan setelah dingin padatan disaring dan amida yang tertinggal ditransfer menggunakan filtratnya. Setelah dikering udarakan diperoleh amida primer kasar berupa padatan putih.
Preparasi Amida Sekunder Preparasi amida sekunder dilakukan dengan menggunakan metode SchottenBaumann (Homan 1998). Dalam kondisi diaduk kuat dan didinginkan dengan aires, menggunakan labu leher tiga masing-masing asil klorida dalam CH2Cl2 diteteskan ke dalam campuran garam amina primer (nisbah mol asil:amina = 3:1), larutan NaOH 10% dan CH2Cl2. Campuran dibiarkan pada suhu ruang, pengadukan dilanjutkan selama 18 jam. Campuran dituangkan dalam H2O dan fase yang terjadi dipisahkan. Fase air diekstraksi dengan CH2Cl2, fase organik dikumpulkan kemudian dicuci dengan larutan NaHCO3 10% dan H2O. Setelah dikeringkan dengan MgSO4 anhidrat, lapisan CH2Cl2 disaring dan diuapkan dengan rotavapor sehingga diperoleh amida sekunder kasar berupa padatan putih.
15
Pemurnian Amida Pemurnian amida dilakukan dengan cara melarutkan amida kasar dalam pelarut heksana dengan kondisi refluks kemudian disaring dalam kondisi panas. Setelah pelarut heksana (filtrat) diuapkan diperoleh amida murni berupa padatan putih (Personal Communication)1.
Reduksi Amida Primer dan Sekunder Amida primer maupun amida sekunder direduksi mengikuti metode Prasad et al. (1992). Masing-masing amida dan NaBH4 dalam THF kering dimasukkan ke dalam labu leher tiga sambil terus dikocok. Pada campuran ditambahkan I2 dalam THF dalam tekanan gas N2 dan kondisi 0 oC selama 2,5 jam (nisbah mol amida: NaBH4 : I2 = 1:1:3). Setelah itu campuran direfluks selama 3 jam pada suhu 70oC, lalu dibiarkan dingin kembali sampai 0oC, kelebihan hidrida dihilangkan dengan penambahan NaOH 3N. Lapisan organik dipisahkan dan lapisan air diekstraksi dengan eter. Lapisan organik total dicuci dengan air, air garam, dan dikeringkan dengan MgSO4 anhidrat.
Pemurnian Amina Semua amina, primer maupun sekunder yang diperoleh, dimurnikan dengan cara menambahkan gas asam klorida pada filtrat yang mengandung amina kasar (Personal Communication)2. Garam amina-HCl yang terbentuk akan segera mengendap. Endapan yang diperoleh dipisahkan dengan cara filtrasi.
Karakterisasi Hasil Sintesis Instrumentasi yang digunakan untuk mengkarakterisasi produk adalah seperangkat alat spektroskopi inframerah (FTIR) dan kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC). FTIR digunakan untuk memantau perubahan gugus fungsi dalam setiap tahap reaksi konversi yang dilakukan, mulai dari asam lemak rantai panjang sampai pada amina sekunder yang bersesuaian. Yang menjadi titik-titik pantau FTIR adalah perubahan amida primer ke amina primer, amida sekunder ke amina sekunder.
1) 2)
Personal Communication dengan Dr Zainal Alim Mas’ud DEA tentang pemurnian amida Personal Communication dengan Dr Zainal Alim Mas’ud DEA tentang pemurnian amina
16
Berbagai tahapan konversi dari asam karboksilat rantai panjang menuju amina sekunder rantai karbon genap dapat diidentifikasi menggunakan spektroskopi FTIR. Setiap perubahan gugus fungsi akan terlihat jelas pada spektra hasil dan dapat dibandingkan dengan spektra reaktan serta didukung kajian teoritis. Penggunaan alat ini cukup sederhana dan mudah ditangani dengan harga pemakaian yang tidak terlalu mahal. Bahan-bahan yang digunakan dalam berbagai tahapan penelitian berkualitas pro analysis maka selain reaktan dan produk utama dan sampingan tidak ada senyawa lain yang terlibat. Karena produk samping dan pengotor yang mencemari produk dapat diperkirakan maka pemisahan dan analisisnya akan lebih mudah. Hal ini memudahkan proses identifikasi sekaligus menghilangkan keraguan akan hasil konversi. Pemantauan secara kualitatif tujuannya hanya menjaga agar proses-proses sintesis tetap berada dalam koridor desain sintesis amina sekunder yang telah direncanakan. akan tetapi informasi FTIR tidak cukup untuk mengetahui kemurnian produk yang diperoleh. Identifikasi amina sekunder hasil sintesis secara kuantitatif dilakukan menggunakan HPLC, sehingga dapat diketahui rendemen amina sekunder yang dihasilkan pada langkah terakhir sintesis. Analisis senyawa amina sekunder dapat dilakukan dengan cara titrasi maupun teknik-teknik kromatografi (UOP method 500-71T 1971). Metode titrasi membutuhkan jumlah sampel amina sekunder yang relatif lebih banyak dibandingkan dengan metode kromatografi. Dan jika menggunakan campuran sampel yang mengandung senyawa lain yang bersifat basa maka hasil analisis menjadi tidak akurat. Jika dibandingkan antara metode HPLC dengan titrasi untuk menganalisis amina alifatik turunan asam lemak, tentunya analisis pertama lebih dapat diandalkan. Akan tetapi karena amina sekunder tidak memiliki gugus aromatik, maka analisis dengan kepekaan tinggi menggunakan detektor uv-visible sulit dilakukan jika tidak melakukan derivatisasi terlebih dahulu. Analisis senyawa amina sekunder rantai panjang dapat dilakukan dengan menggunakan metode HPLC setelah dipreparasi menjadi derivat m-toluoil. Derivat yang terjadi dapat dianalisa dengan menggunakan kolom oktadesilamin
17
fase terbalik dengan menggunakan detektor ultraviolet. Fase gerak yang digunakan adalah asetonitril-air (Simon dan Lemacon 1987).
18
HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis Amina Sekunder dengan Atom Karbon Genap Penelitian ini difokuskan pada konversi asam lemak jenuh (palmitat dan stearat) dan asam lemak tak jenuh (oleat) menjadi amina sekunder turunannya, dengan jumlah atom karbon genap. Dalam hal ini, jika masing-masing alkil dari 3 macam asam dipasangkan maka dapat diperoleh 6 jenis amina sekunder dengan atom karbon genap dengan rincian seperti pada Tabel 2. Dari 6 kombinasi pasangan alkil R1 dan R2 diperoleh 3 amina sekunder simetrik (S) dan 3 amina sekunder asimetrik (A). Untuk mencapai sasaran penelitian (Tabel 2), konversi dilakukan mengikuti tahapan-tahapan umum seperti diberikan dalam skema Gambar 5. Dimulai dari asam lemak analog dengan komponen utama dari trigliserida sawit, dengan variasi rantai alkil R seperti pada Tabel 2. Tahapan konversi yang dilakukan dimulai dari preparasi intermediat-intermediat seperti asil klorida, amida primer, amina primer, dan amida sekunder.
Tabel 2. Jenis amina sekunder rantai karbon genap target R1
R2
Total C
Jenis Amina
C16
C16
32
S
C18
C16
34
A
C18
C18
36
S
C18:1
C18
36
A
C18:1
C16
34
A
C18:1
C18:1
36
S
Sintesis amina sekunder rantai karbon panjang dilakukan dengan menggunakan desain sintesis lintas amida-amina primer (Gambar 6). Inti dari jalur sintesis ini adalah pembentukan amida dan amina primer. Pembentukan intermediat amida primer diperoleh dari dari asil klorida dan amonia, amida sekunder diperoleh dengan metode yang serupa. Selanjutnya semua amida yang diperoleh masing-masing direduksi menggunakan reduktor BH3 dalam medium
19
tetrahidrofuran sehingga diperoleh berturut-turut amina primer dan sekunder. Asil klorida diperoleh dari asam lemak yang sesuai, tiga macam asam lemak yang pakai dalam penelitian adalah asam palmitat, stearat dan oleat.
RCH 2 COOH
RCH 2COCl
RCH 2CONH2
RCH 2NH 2
R ‘CH 2– CO-NHR
R’CH 2 –CH 2 - NH R
Gambar 6. Diagram sintesis amina sekunder rantai karbon genap lintas amida-amina primer
Konversi Asam Lemak menjadi Asil Klorida Konversi asam lemak menjadi amida primer dapat langsung dilakukan dengan mereaksikan asam lemak dengan amonia. Akan tetapi cara ini kurang baik dari segi hasil, karena asam lemak bersifat kurang reaktif dan hasil samping berupa molekul air semakin membuatnya kurang reaktif. Oleh karena itu konversi asam lemak menjadi asil klorida merupakan tahap permulaan yang sangat dibutuhkan dalam sintesis lintas amida-amina primer. Karena bentuk asil klorida merupakan turunan asam lemak yang paling reaktif sehingga mudah dikonversi menjadi bentuk-bentuk turunan asam lemak lainnya. Ada beberapa prosedur konversi asam lemak menjadi asil klorida yang dapat dilakukan antara lain dengan menggunakan PCl5, tetapi prosedur dengan menggunakan SOCl2 dipilih karena untuk sintesis dengan menggunakan rantairantai pendek memberikan hasil yang tinggi dan produk sampingan yang ada mudah dipisahkan. Salah satu kelebihan metode ini tidak memerlukan pemisahan yang rumit karena hasil samping (H2O dan SO2) berbentuk gas dan akan menguap
20
pada akhir konversi. Hasil konversi asam lemak menjadi asil klorida yang bersesuaian ditabulasikan pada Tabel 6.
Tabel 3. Konversi asam karboksilat rantai panjang menjadi asil kloridanya Jenis
Rendemen
Alkil (R)
(%)
Palmitil-
75.20
Stearil-
74.90
Oleil-
72.50
Secara teoritis reaksi pembentukan asil klorida ini berlangsung secara sempurna, tetapi pada penelitian ini hanya diperoleh rendemen rata-rata 74,2%. Beberapa penelitian menyebutkan rendemen asil klorida yang dihasilkan selalu lebih kecil dari 90% (Furniss et al. 1989; Rao et al. 1967; Greeves et al. 2000). Diduga hasil tersebut terjadi karena dua hal, yaitu (1) tionil klorida adalah reagen yang bersifat korosif dan toksik, sehingga menyulitkan penanganan di laboratorium (2) isolasi kelebihan tionil klorida dari campuran hasil sangat tergantung pada teknologi alat distilasi yang digunakan, semakin canggih alat distilasi rendemen yang dihasilkan semakin tinggi. Hasil konversi ditandai oleh hilangnya serapan pita lebar dan kuat di sekitar 3500 cm-1 pada spektra FTIR (bandingkan Gambar 8 dan 9), ciri khas dari gugus hidroksil pada karboksilat yang membentuk ikatan hidrogen. Pada spektra stearoil klorida tidak ada lagi serapan dari regangan C-O dimer 1299 cm-1 seperti pada stearat. Adanya regangan C-O dimer menunjukkan molekul asam stearat membentuk ikatan hidrogen antar molekul dengan molekul asam stearat lain membentuk suatu dimer. O
H
O
R
R O
H
Gambar 7. Bentuk dimer asam stearat
21
O
30 .4
25
497.69 1100.27 549.62
20 684.80
%T
15 722.00
10 940.45
5
2849.56 1702.43
2917.93
1433.10 1466.73 1299.81
0.0 40 00.0
30 00
20 00
15 00
10 00
45 0.0
cm-1
Gambar 8. Spektra asam stearat A. Regangan O-H, 3300-2500 cm-1. B. Regangan C-H 2917 dan 2849 cm-1. C. Regangan C=O normal dimer asam 1702 cm-1. D. Tekukan in plane C-OH 1433 cm-1. E. Regangan C-O dimer 1299 cm-1. F. Tekukan out of plane O-H 940 cm-1.
76 .1 74 72 569.54
70
951.20 1128.17
68
721.49 1460.62
66 %T 64 62
1799.61
60 58 56
2853.35 2923.54
54 52 .8 40 00.0
30 00
20 00
15 00
10 00
45 0.0
cm-1
Gambar 9. Spektra stearoil klorida hasil konversi dari asam stearat A. Regangan C-H 2923 dan 2853 cm-1. B. Regangan C=O 1799 cm-1. C. Tekukan CH2 1460 cm-1. D. Regangan C-N 1128 cm-1.
Konversi Asil klorida menjadi Amida Primer Prosedur yang dipakai berdasarkan metode Furniss et al. (1989), walaupun sudah cukup tua tetapi prosedur ini tetap memberikan hasil yang memuaskan baik dari segi hasil maupun segi kemudahan penanganan dan harga bahan dasar. Asil klorida merupakan turunan asam karboksilat yang paling reaktif, dan akan mudah bereaksi dengan nukleofil kuat seperti amonia menggantikan posisi klorida
22
sebagai gugus pergi yang baik. Reaksi ini bahkan dapat berjalan pada suhu ruang dengan bantuan pengadukan dalam waktu yang tidak terlalu lama. Secara teori semua asil klorida dapat dihidrolisis oleh air membentuk asam karboksilat (Fessenden et al. 1998), sehingga akan mengurangi rendemen hasil pada preparasi amida primer dengan metode Furniss et al. (1989). Akan tetapi kecepatan reaksi hidrolisis dalam air setiap asil klorida berbeda bergantung pada kelarutan bahan dalam air. Semakin ruah gugus alkil pada asil klorida yang digunakan maka kelarutan semakin rendah. Sebagai contoh asetil klorida terhidrolisis dalam air hampir secara eksplosif, sedangkan butanoil klorida membutuhkan kondisi refluks yang cukup kuat (Fessenden et al. 1998). Dengan demikian kecepatan hidrolisis asil klorida dengan jumlah atom C16-C18 akan sangat rendah. Asil klorida bereaksi dengan asil klorida dengan cepat NH3 dan amina membentuk amida (Fessenden et al. 1998). Dari segi nukleofilitas amonia lebih kuat daripada air dan akan bereaksi dengan asil klorida lebih dengan kecepatan reaksi yang lebih tinggi. Rendemen hasil reaksi asil klorida dengan amonia diberikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Konversi asil klorida menjadi amida primer Jenis
Rendemen (%)
Alkil (R) Palmitil-
89.07
Stearil-
90.00
Oleil-
88.25
Identifikasi hasil konversi ditandai dengan munculnya dua buah puncak serapan (kopling) dari regangan N-H dari gugus amida primer pada 3394 dan 3197 cm-1 pada spektra palmitilamida. Hal ini menunjukkan telah terjadi perubahan gugus fungsi dari gugus klorida menjadi amina. Sebagai ilustrasi dapat dilihat dari spektra palmitilamida pada Gambar 10. Kereaktifan asil klorida sebagai salah satu intermediat pada sintesis ini dapat ditunjukkan dari tingginya hasil konversi yang diperoleh (Tabel 4).
23
68.3 877.76 800.16
60 1322.86 1121.89 1227.96 1208.58 1188.78
50
40 %T
30
719.13 650.91
3197.82 1420.38
20 3394.44
10
2955.93
1470.70
2849.63
1646.67
0.3 400 0.0
300 0
200 0
150 0
100 0
450 .0
cm-1
Gambar 10. Spektra palmitilamida hasil konversi dari palmitoil klorida A. Regangan N-H asimetrik 3394 cm-1; simetrik 3197 cm-1. B. Regangan CH alifatik 2955 dan 2849 cm-1. C. Regangan C=O berimpit dengan tekukan menggunting N-H 1646 cm-1. D. Tekukan CH2 1470 cm-1. E. Regangan C-N 1121 cm-1. F. Tekukan N-H out of plane, 700-600 cm-1.
Konversi Amida Primer menjadi Amina Primer Reduksi amida primer dengan bantuan katalis dilakukan untuk memperoleh amina primer. Prosedur yang dipilih adalah reduksi dengan menggunakan reduktor BH3 yang dibuat secara in situ dengan bahan NaBH4 dan I2 dalam pelarut tetrahidrofuran (Prasad et al. 1992). Pada tahap ini perlu dipastikan bahwa penambahan I2 dilakukan sampai warna larutan kuning terbentuk nyata untuk memastikan bahwa NaBH4 yang dipakai telah berubah menjadi BH3 seluruhnya. Setelah itu NaBH4 ditambahkan untuk memastikan I2 berlebih telah habis sebelum direfluks. Prosedur Prasad et al. (1992) dipakai karena ada kesulitan memperoleh BH3 dalam bentuk kompleks BH3-THF ataupun BH3-dimetilsulfida secara komersil. Boran (BH3) berada dalam bentuk dimer diboran berada dalam fase gas, bersifat sangat reaktif karena atom boron hanya memiliki 6 elektron pada kulit valensinya. Jika proses reduksi amida dapat dilakukan langsung menggunakan BH3 diduga hasilnya akan lebih baik daripada metode Prasad et al. (1992), yang sangat tergantung pada keberhasilan generasi boran dari sisterm NaBH4/I2. Tahap reduksi dengan metode ini menjadi titik lemah dari sintesis amina sekunder lintas amidaamina primer secara keseluruhan.
24
Pada proses reduksi menggunakan reagen natrium borohidrida, organolitium ataupun organomagnesium penggunaan pelarut aprotik sangat penting. Reagenreagen tersebut adalah basa yang sangat kuat dan setara dengan nukleofil kuat. Jika dalam reaksi digunakan pelarut protik seperti air, maka oraganologam akan terprotonasi dan tidak dapat berfungsi. Pada proses generasi boran dari sistem NaBH4/I2 digunakan pelarut THF. THF dipilih sebagai medium reduksi amida karena dua hal, yaitu (1) dapat mengikat boran yang sangat reaktif membentuk kompleks yang lebih stabil, dan mengubah fase dimer boran dari gas menjadi cair (2) dalam beberapa penelitian reaksi reduksi amida dengan boran memberikan hasil yang paling tinggi (Prasad et al. 1992) (3) merupakan pelarut aprotik. Reduktor BH3 lebih disukai daripada NaBH4 (Greeves et al. 2000) karena BH3 lebih kuat daya reduktornya daripada NaBH4 untuk pusat C (dari gugus karbonil) yang kurang elektrofil. Amida yang memiliki gugus -NH2 yang berperan sebagai gugus pendorong elektron sehingga gugus karbonil amida kurang elekrofil dibandingkan asil kloridanya. Untuk pusat karbon yang demikian BH3 cocok untuk digunakan sebagai reduktor amida. Sebaliknya NaBH4 lebih cocok untuk mereduksi spesies dengan pusat karbon yang sangat kekurangan elektron seperti asil klorida, karena dalam larutan kompleks berada dalam spesies aktif BH4-. Pemilihan reduktor kompleks BH3-THF berdasarkan pada daya reduksi yang kuat, mudah dilakukan, aman, dan spesifik pada gugus karbonil. Dari penelitian diketahui kompleks BH3-THF mampu mereduksi gugus amida menjadi amina. Menurut McMurry (2004) boran mereduksi gugus fungsi karbonil secara selektif pada asam p-nitrofenilasetat maenjadi p-nitrofeniletanol dengan rendemen hasil yang tinggi (94%).
Tabel 5. Konversi amida primer menjadi amina primer Jenis
Rendemen
Alkil (R)
(%)
palmitil
81.93
stearil
80.55
oleil
82.32
25
Amina primer dimurnikan dengan cara menggaramkan amina kasar dihasilkan. Keuntungan cara pemisahan ini adalah mudah dilakukan dan spesifik karena hanya amina yang akan membentuk garam dengan HCl(g) sedangkan dengan pengotor seperti sisa amida tidak terbentuk garam. Keuntungan lainnya adalah amina lebih stabil dalam bentuk garamnya daripada dalam bentuk bebasnya. Hasil konversi amida primer menjadi amina primer pada Tabel 5. Hasil konversi ditandai dengan hilangnya serapan kuat dan tajam dari gugus C=O pada 1646 cm-1. Serapan ganda dari regangan N-H simterik dan asimetrik disekitar 3360-3310 cm-1 masih tetap ada dan dua gugus serapan ini membedakan spektrum amina primer dengan serapan N-H tunggal dari amina sekunder. Sebagai illustrasi dapat dilihat spektrum palmitilamina pada Gambar 11. 64.7 60 55
782.67 719.63
1254.99
50 45
1026.89 1103.21 927.05 3195.64
40
1660.77 1645.93 1470.59 1423.42 1361.73
2955.70
%T 35
3392.96
30 25 20
2849.74 2918.35
15 10.3 400 0.0
300 0
200 0
150 0
100 0
450 .0
cm-1
Gambar 11. Spektra palmitilamina hasil konversi dari palmitilamida A. Regangan N-H asimetrik 3392 cm-1 dan simetrik 3195 cm-1. B. Regangan C-H alifatik 2955; 2918 dan 2849 cm-1. C. Tekukan menggunting N-H 1660 dan 1645 cm-1. D. Tekukan menggunting CH2 1470 cm-1. E. Regangan C-N 1103 cm-1.
Reaksi Asil klorida dengan Amina Primer menjadi Amida Sekunder Untuk memperoleh amida sekunder dilakukan menggunakan metode Schotten dan Baumann (Homan 1998). Metode ini hampir sama dengan prosedur preparasi amida primer, tetapi ada sedikit modifikasi dengan menggunakan sistem pelarut CH2Cl2-larutan NaOH. Penggunaan larutan NaOH memiliki beberapa keuntungan, selain sebagai medium reaksi sekaligus menggantikan amina primer untuk menetralkan HCl yang dihasilkan pada preparasi amida sekunder.
26
Pemisahan yang dilakukan pada hasil konversi ini menggunakan metode yang sama seperti pada amida primer.
Tabel 6. Reaksi amina primer dengan asil klorida menjadi amida sekunder Jenis
Rendemen
Alkil (R)
(%)
palmitil
90.00
stearil
87.00
oleil
89.34
Hasil konversi ke amida sekunder, ditandai dengan munculnya kembali serapan kuat dan tajam dari gugus C=O di sekitar 1637 cm-1. Ikatan N-H dari amida sekunder memberikan satu puncak serapan disekitar 3313 cm-1 karena amida sekunder hanya memiliki satu ikatan N-H, seperti terlihat pada spektra Npalmitilpalmitilamida pada Gambar 12. 34.3 30
1377.19 1268.08
25
719.23
20 %T
1545.07
15 3313.41
10
5
1470.91 2955.90 2849.99 2917.48
1637.78
0.6 400 0.0
300 0
200 0
150 0
100 0
450 .0
cm-1
Gambar 12. Spektra N-Palmitilpalmitilamida dari palmitoil klorida dan palmitilamina A. Regangan N-H tunggal 3313 cm-1. B. Regangan C-H alifatik 2955; 2917 dan 2848 cm-1. C. Regangan C=O 1637 cm-1 D. Tekukan menggunting N-H 1660 cm-1 D. Tekukan menggunting CH2 1470 cm-1.
Konversi Amida Sekunder menjadi Amina Sekunder Reduksi amida sekunder dilakukan dengan metode yang serupa dengan reduksi amida primer menjadi amina primer. Demikian juga dengan proses
27
pemisahan amina sekunder yang diperoleh dengan pengotornya, juga sama dengan yang dilakukan sebelumnya. Hasil konversi amida sekunder menjadi amina sekunder disajikan pada Tabel 7. Jika dibandingkan antara Tabel 5 dengan Tabel 7, maka rata-rata rendemen hasil reduksi amina sekunder lebih kecil dari pada amina primer. Hal ini dapat disebabkan oleh semakin ruahnya molekul amida sekunder maka proses masuknya BH3 untuk mereduksi gugus karbonil mendapatkan halangan sterik yang lebih besar daripada amida primer (Greeves et al. 2000).
Tabel 7. Konversi amida sekunder menjadi amina sekunder Jenis
Rendemen
Alkil (R)
(%)
palmitil
73.45
stearil
75.00
oleil
77.25
Pada tahap reduksi amida sangat penting untuk mengoptimalkan proses pembentukan BH3 yang diperoleh dari sistem NaBH4/I2. Karena proses reduksi amida secara keseluruhan sangat bergantung pada jumlah katalis yang diperoleh. Tahap ini juga bisa menjadi tahap paling lemah diantara tahap-tahap konversi lainnya jika katalis BH3 yang diperoleh tidak optimum. Hal ini dapat dilihat dari pemerolehan rendemen amina yang selalu lebih rendah daripada tahap-tahap lainnya (Tabel 5 dan Tabel 7). Hasil konversi ini ditandai dengan hilangnya serapan kuat dan tajam dari gugus C=O di sekitar 1637 cm-1 dan puncak serapan dari gugus -NH- disekitar 3211 cm-1 hanya ada satu puncak seperti terlihat pada Gambar 12. Produk amina sekunder dicirikan dengan vibrasi regangan N-H lebar disekitar 3200 cm-1 yang membedakannya dengan amina primer. Aspek lain yang membedakannya dengan amina primer adalah tidak dijumpainya lagi pita vibrasi tekuk menggunting dari NH2 di sekitar 1550 cm-1 (Mayo et al. 2003). Selanjutnya, kemurnian produk amina sekunder dipantau
dengan teknik HPLC seperti yang disajikan pada
Gambar 15.
28
29.4
25 2260.59
20
547.68 649.90
%T 15
10
807.05 2918.39 2850.50
1467.78
1194.85
5 3.6 4000.0
3000
2000
1500
1000
450.0
cm-1
Gambar 12. Spektra dipalmitilamina hasil konversi dari N-palmitilpalmitilamida A. Regangan N-H tunggal 3211 cm-1. B. Regangan C-H alifatik 2918 dan 2850 cm-1. C. Tekukan menggunting CH2 1467 cm-1. D. Regangan C-N 1194 cm-1.
Gambar 13. Kromatogram HPLC amina sekunder (C16H33-NH-C16H33)
Intesitas dan Pergeseran Bilangan Gelombang Serapan Gugus N-H Dari spektra palmitilamina diketahui regangan ikatan N-H (asimetrik 3394 cm-1 dan simetrik 3197 cm-1) dari amina primer memiliki serapan vibrasi lebih tinggi daripada tekukan N-H (menggunting 1660 dan 1645 cm-1). Berdasarkan kebutuhan energi yang diperlukan untuk “menggerakkan” suatu atom relatif terhadap atom lain (yang saling terikat), maka terjadinya tekukan atau perputaran pada suatu ikatan lebih mudah dilakukan daripada terjadinya regangan.
29
Konsekuensinya vibrasi regangan dari ikatan kimia akan terjadi pada frekuensi yang lebih tinggi daripada terjadinya vibrasi tekuk atau deformasi pada ikatan yang sama, dengan pengertian energi dan frekuensi berbanding lurus (Coates dalam Meyer 2000). Pada spektra FTIR palmitilamida (Gambar ), regangan N-H simetrik dan asimetrik tampak nyata berbeda satu dengan lainnya. Serapan regangan N-H asimetrik (3394 cm-1) selalu sedikit lebih tinggi daripada serapan regangan N-H simetrik (3197 cm-1). Menurut Coates dalam Meyer (2000) dan Mayo et al. (2003), hal ini terjadi karena efek induksi elektronik, efek entropi dan spatial. Intensitas regangan N-H asimetrik lebih tinggi daripada N-H simetrik menunjukkan keadaan N-H asimetrik lebih sering terjadi daripada N-H simetrik. Perbedaan antara vibrasi tekuk N-H dengan vibrasi regangan C=O kadang sulit dibedakan karena berada pada bilangan gelombang yang berdekatan. Walau demikian masih ada hal-hal yang dapat dijadikan penciri diantara keduanya. Perbedaan yang pertama adalah vibrasi tekuk N-H (1650-1580 cm-1) selalu berada pada frekuensi yang lebih rendah daripada C=O. Perbedaan yang kedua adalah perbandingan intensitas vibrasi tekuk N-H terhadap intensitas regangan C=O sekitar 1/5 sampai 1/3 kali lebih rendah (Coates dalam Meyer 2000).
Pergeseran bilangan gelombang serapan gugus C=O Pada spektra asam stearat dan stearoil klorida, (Gambar 9 dan 10) tampak bahwa serapan C=O pada asam (1702 cm-1) berada pada bilangan gelombang yang lebih rendah daripada C=O pada asil (1799 cm-1). Bilangan gelombang berbanding lurus dengan frekuensi, frekuensi berbanding lurus dengan energi. Perbedaan serapan C=O dapat dijelaskan oleh dua faktor yang sangat berpengaruh pada pergeseran bilangan gelombang C=O, yaitu faktor elektronik dan faktor ikatan hidrogen. Pergeseran bilangan gelombang C=O oleh faktor elektronik akibat adanya gugus fungsi (gugus G) yang mengandung atom hetero yang terikat pada gugus karbonil. Adanya gugus G berpengaruh melalui dua cara, yaitu (a) induksi; yaitu peningkatan karakter ikatan ganda C=O, menyerap energi pada frekuensi yang lebih besar (b) resonansi; yaitu penurunan karakter ikatan ganda C=O, menyerap
30
energi pada frekuensi yang lebih kecil (Gambar 14) (Lambert et al. 1998 dan Mayo et al. 2003).
O
O
R
R
G
(a)
G
(b)
Gambar 15. Efek gugus G terhadap C=O menyebabkan (a) induksi dan (b) resonansi. Tabel 8. Efek gugus G pada serapan gugus C=O (Mayo et al. 2003) Pengaruh terhadap C=O, ν C=O (cm-1) Gugus G
efek induksi lebih
efek resonansi lebih
dominan
dominan
Cl
1815-1785
F
~ 1869
Br
~ 1812
OH (monomer)
~ 1760
OR
1750-1735
NH2
1695-1650
SR
1720-1690
Beberapa gugus fungsi dengan atom hetero dan pengaruhnya pada serapan gugus C=O ditampilkan pada Tabel 8. Gugus OH pada asam dan Cl pada asil memiliki efek induksi lebih dominan terhadap serapan C=O masing-masing. Tampak bahwa serapan C=O, baik pada asam stearat (1702 cm-1) maupun stearoil klorida (1799 cm-1) masih berada dibawah nilai serapan yang ada tabel. Diduga perbedaan tersebut berkaitan dengan perbedaan panjang rantai karbon, pada penelitian digunakan rantai karbon panjang. Perbedaan bilangan gelombang C=O asam karboksilat dan asil klorida dapat juga dijelaskan oleh terjadinya ikatan hidrogen antar molekul yang akan
31
menurunkan karakter ikatan ganda C=O. Penurunan karakter ikatan ganda C=O akan menyebabkan serapan C=O asam terjadi pada energi yang lebih rendah daripada C=O asil, energi berbanding lurus dengan bilangan gelombang. Pada asil klorida tidak membentuk ikatan hidrogen sehingga tidak terjadi penurunan karakter ikatan ganda C=O seperti pada asam. Pada spektra palmitilamida maupun N-palmitilpalmitilamida serapan C=O berturut-turut terjadi pada 1646 dan 1637 cm-1. Dari faktor elektronik seperti yang dijelaskan Mayo et al. (2003), efek resonansi lebih dominan terjadi pada gugus C=O yang mengikat NH2 atau NHR. Dengan demikian karakter ikatan ganda C=O menurun dan akan menyerap pada energi yang lebih rendah. Dari faktor ikatan hidrogen juga memberikan efek yang serupa dengan faktor elektronik, karena amida primer maupun sekunder mampu melakukan ikatan hidogen antar molekul. Dengan demikian karakter ikatan ganda C=O turun dan akan menyerap pada energi yang lebih rendah.
32
V. KESIMPULAN Jenis-jenis produk amina sekunder yang berhasil disintesis berdasarkan desain lintas amida-amina primer adalah dipalmitilamina, distearilamina dan dioleilamina. Rendemen total perolehan 3 jenis amina sekunder yang berhasil di sintesis secara berturut-turut adalah 36.28, 35.43, dan 36.35 %. Penggunaan jenis alkil yang berbeda pada ketiga jenis asam lemak tidak menunjukkan perbedaan yang berarti pada rendemen total amina sekunder yang diperoleh. Tahapan reduksi amida menjadi amina merupakan tahapan yang paling lemah ditinjau dari segi rendemen. Proses reduksi sangat bergantung pada pemerolehan katalis BH3 secara in situ dari sistem NaBH4/I2. Dengan demikian tahapan reduksi amida merupakan kelemahan desain sintesis amina sekunder dengan desain lintas amida-amina primer. Diharapkan dari penelitian ini dapat memberikan informasi menyangkut konversi asam lemak dari minyak nabati menjadi amina sekunder untuk meningkatkan nilai tambahnya. Dengan peningkatan nilai tambah produk-produk tersebut diharapkan dapat menambah komoditi ekspor nasional. Dari produk-produk amina sekunder diharapkan dapat dibuat produk turunan lain yang memiliki
33
DAFTAR PUSTAKA Ahmad S. 2000. Non-food Uses of Palm Oil and Palm Kernel Oil. MPOPC Palm Oil Information Series, Kuala Lumpur. 24 Bangun D. 2006. Indonsian Palm Oil Industry. Presented at the National Institute of Oilseed Products Annual Convention, on March 21-25, 2006 at the Sheraton Wild Horse Pass, Phoenix, Arizona, U.S.A. [Executive Chairman, Indonesian Palm Oil Producers Association (GAPKI)]. Bank Mandiri. 2005. Economic and Financial Research. Indonesia Update. Bank Mandiri Head Office Economic and Financial Research.Jakarta. Indonesia. 1820 Basiron Y. 2001. Director General, Malaysian Palm Oil Board (MPOB). Prosiding pada 72nd World Congress of the International Association of Seed Crushers, Industry Challenges for the 21st Century, 17th-20th September 2001, Regent Hotel, Sydney Australia. 9-13 Coates J .2000. Interpretation of Infrared Spectra, A Practical Approach. Di dalam Meyers RA. Encyclopedia of Analytical Chemistry. 10815-10837 Departemen Pertanian. 2005. http://www.deptan.go.id/ditbangun/pedoman.htm/. (9 November 2005) Fessenden RJ, Fessenden JS, Logue MW. 1998. Organic Chemistry. 6th Edition. Pacific Groove. Brooks/Cole Publishing Company. Furniss BS, AJ Hannaford, PWG Smith, AR Tatchel. 1989. A Text Book of Practical Organic Chemistry.5thEdition. New York. John Wiley & Sons, Inc. Gervajio GC. 2005. Bailey’s Industrial Oil and Fat Products. 6th Edition. Six Volume Set. Edited by Fereidoon Shahidi. New York. John Wiley & Sons, Inc. Greeves N, S Warren, P Wothers, J Clayden. 2000. Organic Chemistry. London. Oxford University Press. Hartley CWS. 1967. The Palm Oil. New York. John Wiley and Son, Inc. Hill K. 2000. Pure Appl. Chem., Vol. 72, No. 7, 1255–1264. Homan EJ. 1998. The Medicinal Chemistry of 2-Aminotetralin-Derived Benzamides; A Novel Class of Potential Atypical Antipsychotic Agents. Ponsen & Looijen BV, Wageningen, The Netherlands. 119-129
34
Hui YH. 1996. Bailey’s Industrial Oil and Fat Products. 5th Edition. Vol. 2, New York. John Wiley & Sons, Inc. King JF, Gill MS, Klassen DF. 1996. Mechanisms of Reactions of Sulfonyl Compounds with Nucleophiles in Protic Media. Pure & Appl. Chem., Vol. 68, No. 4, 825830 Lambert JB, Shurvell HF, Lightner DA, Cooks RG. 1998. Organic Structural Spectroscopy. New Jersey. Prentice-Hall, Inc. Loebis B. 1985. Sifat Kimia dan Fisika Fraksi Padat dan Cair Minyak Sawit. Buletin Perkebunan Medan. Vol. 16, No. 3, 131-134 Mayo DW, Miller FA, Hannah RW. 2003. Course Notes on the Interpretation of Infrared and Raman Spectra. New Jersey. John Wiley & Sons, Inc. McMurry J. 2004. Organic Chemistry. 6th Edition. Belmont. Brooks/Cole-Thomson Learning, Inc. Miura K, T Masuda, T Funazukuri, K Sugawara, Y Shirai, J Hayashi, M Ismail, A Karim, FN Ani, H Susanto. 2001. Efficient Use of Oil Palm Wastes as Renewable Resource for Energy & Chemicals. http://www.nedo.go.jp/itd/grante/list/energy/98ef1-e.html (15 Desember 2005) MPOB. http://www.mpob.gov.my/ (21 Agustus 2005) Narasimhan S dan Balakumar R. 1998. Synthetic Applications of Zinc Borohydride. Aldrichimica Acta. Vol. 31, No. 1, 19-26 Prasad ASB, Kanth JVB, Periasamy M. 1992. Convinient Method for the Reduction of Amides, Nitrils, Carboxylic Esters, Acids and Hydroboration of Alkenes Using NaBH4/I2 System. Tetrahedron. Vol. 48, No. 22, 4623-4628 Rakyat Merdeka. 2006. Bank Jangan Ragu Biayai Kebun Sawit. (9 Desember 2006) Rao PV, Ramachandran S, Cornwell DG. 1967. Synthesis of Fatty Aldehydes and Their Cyclic Acetals (New Derivatives for the Analysis of Plasmalogens). Journal of Lipid Research. Vol. 8, 380-390 Salvatore RN, Yoon CH dan Jung KW. 2001. Synthesis of Secondary Amines. Tetrahedron. Vol. 57, 7735-7815 Silverstein RM dan FX Webster. 2000. Spectrometric Identification of Organic Compunds. 6th Ed. New York. John Wiley & Sons, Inc.
35
Simon P dan Lemacon C. 1987. Determination of Aliphatic Primary and Secondary Amines and Polyamines in Air by High-Performance Liquid Chromatography. Analytical Chemistry. Vol. 59, 480-484 Siraj DH. 2003. The Palm Oil Market Dynamics,Trends And Developments. 3rd Global Oils & Fats Business Forum 2003, Los Angeles October 7th – 8th 2003 [Ceo Malaysian Palm Oil Promotion Council] UOP method 500-71T. 1971. Tertiary Amines in The Presence of Primary and Secondary Ammonium Chloride. Illinois, U.S.A.
36